demokrasi pancasila yang terpinggirkan

6
DEMOKRASI PANCASILA YANG TERPINGGIRKAN Oleh: Budi Rahmad (Kepala Departemen Eksternal BEM FH UNSRI) Istilah demokrasi tentunya bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Indonesia bahkan dunia Internasional. Hal ini tidak terlepas dari konsep Negara Hukum Modern yang salah satu prinsipnya adalah bersifat demokratis (Democratische Rechtstaat) artinya dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan menverminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Secara harfiah, istilah demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat. Seperti yang pernah dikemukakan oleh Abraham Lincoln (Presiden Amerika Serikat ke-16) bahwa demokrasi adalah “pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Selain itu Hans Kelsen mengemukakan “pada dasarnya demokrasi itu adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat.” Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Dalam prakteknya walaupun secara umum demokrasi diterminologikan sebagai suatu penjaminan terhadap kebebasan individu oleh Negara, dalam perkembangannya demokrasi dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk yang dilihat dari ciri-cirinya, seperti misalnya dikenal ada demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, serta Demokrasi Pancasila. Akan

Upload: ardian-nugraha

Post on 25-Jul-2015

94 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

DEMOKRASI PANCASILA YANG TERPINGGIRKAN

Oleh: Budi Rahmad (Kepala Departemen Eksternal BEM FH UNSRI)

Istilah demokrasi tentunya bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Indonesia bahkan dunia Internasional. Hal ini tidak terlepas dari konsep Negara Hukum Modern yang salah satu prinsipnya adalah bersifat demokratis (Democratische Rechtstaat) artinya dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan menverminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Secara harfiah, istilah demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat. Seperti yang pernah dikemukakan oleh Abraham Lincoln (Presiden Amerika Serikat ke-16) bahwa demokrasi adalah “pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Selain itu Hans Kelsen mengemukakan “pada dasarnya demokrasi itu adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat.” Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Dalam prakteknya walaupun secara umum demokrasi diterminologikan sebagai suatu penjaminan terhadap kebebasan individu oleh Negara, dalam perkembangannya demokrasi dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk yang dilihat dari ciri-cirinya, seperti misalnya dikenal ada demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, serta Demokrasi Pancasila. Akan tetapi pembahasan kali ini lebih memfokuskan pada Demokrasi Pancasila yang secara filosofis menjadi suatu demokrasi ala civil society Indonesia.

Demokrasi Pancasila dapat dikatakan sebagai suatu bentuk demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Sesuai dengan namanya maka demokrasi ini bersumber pada Pancasila sebagai landasan filosofisnya. Nilai-nilai Pancasila menjadi suatu akar dalam praktek-praktek demokrasi ala Indonesia ini. Seperti dikemukakan oleh Prof. Dardji Darmodihardjo,S.H, bahwa Demokrasi pancasila adalah Paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan seperti dalam pembukaan UUD 1945. Selanjutnya Prof. Dr. Drs. Notonagoro,S.H mengemukakan bahwa, Demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari dua definisi tersebut

dapat dilihat bahwa demokrasi di Indonesia adalah demokrasi yang berdasarkan atas Pancasila sebagai fundamennya.

Akan tetapi tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia telah mengadopsi bentuk-bentuk demokrasi lain selain demokrasi Pancasila dalam sistem pemerintahannya. Dimulai dari awal-awal kemerdekaan (November 1945 s.d. Juli 1959 ) Indonesia menerapkan demokrasi Liberal yaitu demokrasi yang menekankan pada kebebasan individu, persamaan hukum, dan hak asasi bagi warga negaranya. Selain itu pada Demokrasi liberal terdapat ciri-ciri mulai dari adanya golongan mayoritas dan minoritas, penggunaan sistem voting, oposisi, mosi, demonstrasi serta multi partai. Kemudian pada era Juli 1959 s.d. April 1965 yang dilanjutkan April 1965 s.d. Maret 1966, Indonesia untuk pertama kali menerapkan Demokrasi Pancasila dalam sistem pemerintahannya. Akan tetapi pada saat itu demokrasi Pancasila yang diterapkan adalah demokrasi pancasila terpimpin dimana selama pelaksanaannya, terdapat kecenderungan semua keputusan hanya ada pada Pemimpin Besar Revolusi, sehingga berakibat rusaknya tatanan kekuasaan Negara. Misalnya: DPR dapat dibubarkan sampai pemimpin partai yang banyak ditangkapi. Pada masa ini walaupun dikatakan menerapkan Demokrasi Pancasila tetapi belum dapat mencerminkan demokrasi Pancasila secara murni.

Selanjutnya pada era orde baru yaitu sekitar Mei 1966 s.d. Mei 1998, Presiden Soeharto yang berkuasa pada saat itu menerapkan Demokrasi Pancasila sebagai paham yang dianutnya. Akan tetapi pelaksanaan Demokrasi Pancasila belum sesuai dengan jiwa dan semangat nilai-nilai dalam Demokrasi Pancasila. Hal tersebut karena presiden begitu dominan baik dalam suprastruktur maupun infrastruktur politik. Akibatnya adalah banyak terjadi manipulasi politik dan KKN yang telah membudaya, sehingga Negara Indonesia terjerumus dalam berbagai krisis yang berkepanjangan. Pemimpin pada saat itu mengatas-namakan Demokrasi Pancasila untuk meraup keuntungan-keuntungan bagi kelompoknya sehingga terjadi pergeseran ke dalam bentuk “demokrasi oligarki”, atau demokrasi yang hanya dimanfaatkan bagi sekelompok elit politik saja. Pada perkembangan terakhir pasca reformasi, adanya perbaikan dalam penjaminan terhadap kedaulatan rakyat. Ini tercermin dari amandemen Undang-Undang Dasar yang banyak mencakup nilai-nilai kebebasan rakyat. Pelaksanaan Demokrasi Pancasila (reformasi) ini telah banyak member ruang gerak kepada partai politik maupun lembaga Negara (DPR,MA,MK,dll) untuk mengawasi pemerintah secara kritis. Selain itu praktek-praktek ketatanegaraan dalam ciri-ciri umum Demokrasi Pancasila seperti pelaksanaan Pemilihan Umum yang Jurdil kembali dipopulerkan.

Secara historis walaupun di Indonesia terjadi pergantian sistem demokrasi yang dianut dari masa ke masa, akan tetapi secara general, Demokrasi Pancasila tetap dipilih sebagai landasan dalam menjalankan praktek kehidupan bernegara. Secara normatif memang demikian, pada masa sekarang Indonesia memang menganut sistem Demokrasi Pancasila, akan tetapi akan terlihat distorsi pemikiran jikalau melihat prektek ketatanegaraan yang terimplementasi di Indonesia sekarang. Alih-alih berdasarkan Pancasila, yang terjadi justru praktek-praktek demokrasi liberal ala barat yang kini diterapkan di Indonesia. Hal ini akan semakin mudah dibuktikan jikalau berpatokkan pada 12 ciri-ciri Demokrasi Pancasila seperti yang dikemukakan oleh Idris Israil, yaitu antara lain: 1. Kedaulatan ada di tangan rakyat, 2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong, 3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, 4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi, 5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban, 6. Menghargai hak asasi manusia, 7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak, 8. Tidak menganut sistem

monopartai, 9.Pemilu dilaksanakan secara luber, 10. Mengandung sistem mengambang, 11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas, 12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

Ciri nomor 2 dan 3 merupakan roh dari Demokrasi Pancasila, Demokrasi Indonesia ini mengedepankan musyawarah mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Hal ini sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia jauh sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaan. Sehingga secara historis, Demokrasi Pancasila paling tepat untuk menjadi solusi dalam menjawab permasalahan yang ada di Indonesia sekarang. Sungguh hal yang ironis ketika Demokrasi Pancasila menjadi terpinggirkan dalam prekteknya. Demokrasi Pancasila yang mengajarkan musyawarah-mufakat dalam setiap pengambilan keputusan tidak lagi mewarnai budaya politik di negeri ini, khususnya di lembaga legislatif. Keputusan politik yang diambil selalu mengedepankan dan menggunakan voting atau suara terbanyak. Padahal, asas musyawarah-mufakat dalam pengambilan keputusan merupakan bagian semangat kebersamaan dan persatuan demi kepentingan bangsa dan negara. Voting sebagai salah satu ciri demokrasi liberal selalu dijadikan pioneer utama dalam pengambilan keputusan, akibatnya kelompok yang usulannya ditolak kemudian tidak menjalankan keputusan tersebut sehingga ketegangan politik sering terjadi dan berdampak besar pada instabilitas pemerintahan di Indonesia. Kelompok koalisi dan oposisi bukannya saling mengimbangi dan mengawasi jalannya pemerintahan (check and balances) malahan saling menjatuhkan dengan senjata politik mereka masing-masing yang semakin memperbesar fragmentasi yang terjadi di Indonesia. Hal ini diperparah dengan tipe musyawarah menggunakan otot, alih-alih pemilu sebagai bentuk representasi dari demokrasi tetapi yang terjadi justru keributan atau kericuhan yang justru mereduksi nilai dari demokrasi Pancasila, Demokrasi Pancasila menjadi terpinggirkan.

Bahkan, saat ini ada kecenderungan bahwa Pancasila sebagai konsensus moral yang menjadi kerangka dasar dalam interaksi sosial-politik bangsa Indonesia kemudian diabaikan dan disingkirkan karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kehidupan masa kini. Nilai-nilai kapitalisme global tidak hanya memperlemah sistem politik nasional dan fungsi negara, tapi juga telah mempengaruhi perilaku aktor politik dalam interaksi sosial. Ada kecenderungan interaksi sosial para elit politik tidak lagi didasarkan pada nilai-nilai sosial (moral), tapi lebih menonjolkan nilai materi (uang). Hasrat memenuhi tuntutan materi telah mengenyampingkan nilai-nilai moral. Tanpa disadari, pembusukan moral seperti: korupsi, teror, intimidasi, prasangka, dan sebagainya, merebak dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial dan politik. Hal ini benar adanya ketika melihat kasus korupsi yang telah menjadi suatu trend saat ini serta keadilan masyarakat yang tereduksi oleh praktek tebang pilih yang dilakukan oleh para aparat penegak hukum.

Sungguh ironis ketika kepentingan umum sebagai prioritas utama yang harus dipegang oleh aparat pemerintahan justru diabaikan dengan mengedepankan kepentingan kelompok penguasa. Kasus-kasus mafia hukum yang terjadi semakin memperlihatkan bahwa hukum Indonesia sekarang adalah hukum yang mampu diberlakukan pada masyarakat kecil dan tidak berlaku untuk para penguasa di negeri ini. Konstelasi politik yang dibangun sekarang justru semakin menyengsarakan masyarakat dengan politik saling menjatuhkan antar penguasa. Kasus hukum yang seharusnya diusut tuntas dan ditegakkan hukumnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, justru dijadikan suatu amunisi untuk mempertahankan kekuasaan dan menjatuhkan kelompok yang menentang penguasa. Hal ini kembali membuat Demokrasi Pancasila semakin terpinggirkan.

Demokrasi Pancasila memang sudah lama hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia, akan tetapi jikalau kembali melihat perjalanan historis bangsa Indonesia

pasca kemerdekaan, hal tersebut mungkin dapat dimaklumkan. Hal ini dapat diasumsikan karena rakyat Indonesia masih dikatakan baru dalam mengadopsi nilai-nilai Demokrasi Pancasila pasca rezim otoritarianisme yang membelenggu bangsa Indonesia selama 32 tahun lamanya. Hiforia pasca kembalinya demokrasi ke tangan rakyat masih tinggal dalam benak rakyat, akibatnya kebebasan selalu dikumandangkan tanpa adanya pemahaman lebih lanjut mengenai batasan dalam pelaksanaan suatu sistem demokrasi. Hal ini pula yang terjadi dalam paradigma berfikir aparat pemerintahan di Indonesia sekarang, yang lebih mengedepankankan demokrasi Pancasila dalam bentuknya saja (form) tetapi tidak dalam segi isi dari Demokrasi Pancasila tersebut (substantive).

Pada akhirnya kembali dimunculkan suatu fakta bahwa Demokrasi Pancasila di Indonesia pada masa sekarang ini telah terpinggirkan. Demokrasi Pancasila seakan ditinggalkan, karena dianggap merupakan “warisan” masa Orde Baru. Padahal, Pancasila adalah representasi ideal-ideal pokok kita tentang nasionalisme (kehidupan berbangsa dan bernegara) dan demokrasi sekaligus. Sehingga jelas lah inti permasalahan yang melanda Indonesia selama ini, ketidak-konstitenan penerapan Pancasila sebagai falsafah Negara telah melahirkan faham-faham baru yang merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, salah satunya adalah faham liberal-kapitalis. Pancasila seakan tereduksi dan ditinggalkan, nilai-nilai individualis semakin ditonjolkan dan faham liberalis semakin ditegakkan. Sebagai norma dasar (staatfundamentalnorm atau grundnorm), Pancasila seharusnya dijadikan landasan dalam kehidupan bernegara karena Pancasila merupakan suatu nilai-nilai masyarakat yang abadi dan terbukti mampu menjawab permasalahan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu pilihan revitalisasi Demokrasi Pancasila merupakan suatu kunci yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan di Indonesia melalui penataan sistem hukum serta pembaharuan hukum, disamping perlunya penguatan terhadap proses rekrutmen politik yang sehat serta pembenahan moral para calon aparat pemerintah dan aparat penegak hukum.