delapan puluh enam juta rupiah akhir...kupang, juli 2019 mengetahui ketua tim peneliti, lppm undana...
TRANSCRIPT
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR
1. Judul Kegiatan : Survey Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kabupaten Manggarai, Tahun 2019
2. Tim Penyusun : Ir. Melkianus Tiro, M.Si [Ketua]
Dr. Hamza H. Wulakada, M.Si [Anggota] Yohanes F. Keon, S.Fil., M.AP [Anggota]
3. Waktu Pelaksanaan : 30 (tiga puluh) hari kelender
4. Sumber Pendanaan : APBD Kabupaten Manggarai TA. 2019 5. Biaya Kontrak : Rp. 86.000.000,-
(Delapan puluh enam juta rupiah)
Kupang, Juli 2019 Mengetahui Ketua Tim Peneliti, LPPM Undana Ketua, Dr. UMBU LILY PEKUWALI, M.Hum Ir. MELKIANUS TIRO, M.Si NIP. 19580312 198601 1 001 NIDN. 131576789
iii
PENGANTAR
Puji Tuhan atas segala penyertaannya sehingga dokumen Survey Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap
Layanan Umum Pemerintah Kabupaten Manggarai Tahun 2019 berikut dapat terselesaikan sebagaimana
diharapkan.
Dokumen Survey IKM ini merupakan sebuah tinjauan akademik yang berisikan data dan informasi tentang
tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas
pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik
dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.Konkretnya, dokumen ini berisikan penilaian
terhadap kinerja pemerintah Kabupaten Manggarai dalam menjalankakn tugas dan fungsinya sebagai
pelayan publik di lingkup pemerintahan Kabupaten Manggarai melalui 3 [tiga] Unit Pelayanan yakni Unit
Pelayanan Kesehatan, Unit Pelayanan Perizinan, dan Unit Pelayanan Kependudukan dengan
menggunakan 9 [Sembilan] unsure pelayanan sebagai indicator penilaian sebagaimana termuat dalam
PERMEN PAN-RB Nomor 14 Tahun 2017. Tuntutan dokumen ini menjadi urgen karena kondisi eksisting di
Kabupaten Manggarai serta berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat terkait
pelayanan publik di lingkup pemerintahan Kabupaten Manggarai. Pemerintah Kabupaten Manggarai
berkewajiban menghadirkan entitas negara dalam bentuk layanan publik yang maksimal agar masyarakat
dapat memperoleh kepuasan dalam kapasitasnya sebagai warga Negara.
Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat ini merujuk pada amanat UU RI Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Teknisnya pemerintah
menstimulus panduan pengukuran IKM melalui PermenPAN RB Nomor 16 tahun 2014 yang kemudian
mengalami perubahan terakhir seiring perkembangannya dalam PermenPAN RB Nomor 14 Tahun 2017
tentang Pedoman Penyusunan Survey Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Publik. Hasilnya dapat
menjadi rujukan dalam pengukuran dan perbaikan kinerja aparatur pemerintahan maupun perbaikan
sistem serta mekanisme pelayanan publik sebagaimana diindikasikan dalam PermenPAN RB Nomor 38
Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Layanan Publik.
Keterbatasan dalam penyusunan dokumen berikut adalah bagian ketidaksempurnaan yang patut
disempurnakan agar menghasilkan produk hukum yang sempurna dan berkeadilan. Harapan kedepannya,
hasil kajian berikut akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kinerja layanan public di lingkup
pemerintahan Kabupaten Manggarai melalui implementasi konsep reformasi birokrasi dan pelayanan
publi demi terwujudnya masyarakat Kabupaten Manggarai yang adil dan sejahtera.
Kupang, ____ Juli 2019
iv
DAFTAR ISI
Hal
LEMBARAN PENGESAHAN i
PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1-1
1.2. Tujuan ................................................................................................................................... 1-3
1.3. Sasaran ………......................................................................................................................... 1-3
1.4. Target Capaian ..................................................................................................................... 1-3 1.5. Ruang Lingkup ...................................................................................................................... 1-3
1.6. Manfaat ………........................................................................................................................ 1-4
1.7. Dasar Hukum ………............................................................................................................... 1-4
II PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Pelayanan Umum ................................................................................................................. 2-1
2.2. Kualitas Pelayanan ……......................................................................................................... 2-2
2.3. Penyelenggaraan Pelayanan Publik ..................................................................................... 2-3
2.4. Indeks Kepuasan Masyarakat ............................................................................................... 2-7
III METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat ……..…………………………………………………….............................................. 3-1
3.2 Fokus Kajian ......................................................................................................................... 3-1
3.3. Populasi, Sampel dan Cakupan Survey …………………............................................................. 3-2
3.4. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 3-2
3.5. Teknik Pengukuran, Pengolahan Data dan Laporan Hasil Penyusunan Indeks …………....... 3-3
IV KARAKTERISTIK LOKASI DAN RESPONDEN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Survey ……………………………………………........................................... 4-1
4.2. Gambaran Umum Unit Survey ............................................................................................. 4-7
4.3. Karakteristik Responden ....................................................................................................... 4-8
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil IKM Kabupaten Manggarai Periode 2019 ….…………………........................................... 5-1
5.1.1 IKM Kabupaten Manggarai Menurut Jenis Unit Pelayanan ................................................. 5-1
5.1.2 IKM Kabupaten Manggarai Menurut Unsur Layanan …....................................................... 5-5 VI PENUTUP
6.1. Simpulan ……………….…………………………………………………………………………………………………….. 6-1 6.2. Saran dan Rekomendasi ………………………………………………………………………………………………. 6-4 Lampiran
v
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
3.1. Jadwal Pelaksanaan kegiatan................………………………………………………………………………….. 3-1
3.2. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit
Pelayanan ............................................................................................................................. 3-4
4.1. Luas Wilayah Per Kecamatan dan Jumlah Desa di Kabupaten Manggarai (Ha) …............. 4-2
4.2. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Manggarai
Tahun 2018 .......................................................................................................................... 4-4
4.3. Informasi Ketenagakerjaan di Kabupaten Manggarai Tahun 2017..................................... 4-5
4.4. Perkembangan Kontribusi SektorDalam Struktur Kabupaten Manggarai 2013 – 2017 …. 4-6
5.1. Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Kesehatan ............................................................... 5-2
5.2. Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Kependudukan ....................................................... 5-3
5.3. Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Perizinan ................................................................. 5-4
5.4. Nilai IKM Pemerintah Kabupaten Manggarai menurut Unsur Layanan …........................... 5-19
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
4.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Manggarai 2013 – 2017......................................... 4-7
4.2. Karakteristik Narasumber Berdasarkan Jenis Kelamin................................................. 4-9
4.3. Karakteristik Narasumber Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan............................. 4-10
4.4. Karakteristik Narasumber Berdasarkan Latar Pekerjaan yang Digeluti............................. 4-10
4.5. Karakteristik Unit Layanan Berdasarkan Frekwensi pengurusan...................................... 4-11
4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Pengurusan............................................... 4-11
4.7. Prosentase Unit layanan yang paling banyak berurusan dengan masyarakat.................. 4-12
4.8. Karakteristik responden berdasarkan Motivasi Pengurusan............................................. 4-13
5.1. IKM Kabupaten Manggarai Tahun 2019 per Unsur Layanan............................................. 5-5
5.2. Persepsi Masyarakat terkait Unsur Persyaratan............................................................... 5-6
5.3. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Mekanisme dan Prosedur.................................... 5-8
5.4. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Waktu Pelayanan................................................. 5-10
5.5. Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Biaya/Tarif............................................................. 5-11
5.6. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Produk/Luaran Layanan....................................... 5-13
5.7. Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Kompetensi Pelaksana........................................... 5-15
5.8. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Perilaku Pelaksana.............................................. 5-16
5.9. Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Layanan Pengaduan.............................................. 5-17
5.10. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Sarana Prasarana................................................. 5-19
1-1
Bagian I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan kualitas pelayanan merupakan salah satu issu krusial dalam studi manajemen, baik
dalam lingkup manajemen sektor publik maupun manajemen sektor privat. Hal ini karena
tuntutan masyarakat terhadap perbaikan kualitas pelayanan semakin meningkat sementara
praktik penyelenggaraan pelayanan tidak mengalami perbaikan menjadi lebih baik. Pemerintah
sebagai institusi negara yang bertugas menyelenggarakan roda pemerintahan dengan seluruh
elemen aparaturnya, bekerja dalam sistem tata pemerintahan yang diatur sedemikian rupa
agar mencapai targetutama pembangunan yaitu kesejahteraan masyarakat dan kewibawaan
bangsa.
Posisi pemerintah dalam kaitan sebagai aparatur negara maka menjadi tanggung jawab bagi
pemerintah untuk memberikan pelayanan prima bagi masyarakat dari berbagai aspek
kebutuhannya. Kebijakan otonomi daerah merupakan tahapan awal untuk mendekatkan
layanan pada masyarakat, memangkas ketimpangan prosedur, memudahkan urusan layanan
publik dan memperpendek rentan kendali. Pemerintah daerah dalam perencanaan
pembangunannya harus memperhatikan aspek peningkatan kualitas pelayanan bagi
masyarakat yang profesional, akuntabel, transparan, efektif dan efisien. Konsep ini dikenal
dengan pelayanan prima yang perlu diimplementasikan oleh seluruh elemen pemerintah agar
mempercepat daerah dalam mewujudkan good governance dan good govermant.
Tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam era
persaingan bebas adalah mewujudkan aparatur yang profesional, memiliki etos kerja yang
tinggi, keunggulan kompetitif, dan kemampuan memegang teguh etika birokrasi dalam
menjalankan tugas dan fungsinya dan memenuhi aspirasi masyarakat. Pemerintah sebagai
elemen negara diharapkan mampu hadir dan memenuhi segala bentuk kebutuhan masyarakat
agar keberadaan negara benar nyata untuk melayani rakyatnya. Berbagai ketimpangan
penyelenggaran birokrasi yang terjadi baik akibat penyalahgunaan kewenangan aparatur
maupun ketimpangan sistem penyelenggaraan birokrasi pemerintahan telah menurunkan
tingkat kepercayaan publik pada pemerintah. Hal demikian dapat menurunkan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dan bahkan berdampak pada
ketidakpercayaan akan keberadaan negara yang semestinya mengayomi dan melindungi
masyarakatnya.
1-2
Harapan dari masyarakat selaku pengguna dan penerima layanan adalah menginginkan
pelayanan yang merata dan adil, sementara sisi yang berbeda pemerintah berkomitmen
memberikan pelayanan prima. Bentuk pelayanan tersebut hanya dimungkinkan oleh kesiapan
psikologis birokrat pemerintah yang senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan sosial
(social change) dan dinamika masyarakat sebagai sasaran pelayanannya. Tugas pokok dari
Pemerintah pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga masyarakat berhak untuk memberikan
penilaian terhadap kinerja yang telah diberikan kepada masyarakat selayaknya perintah
perundang-undangan.
Layanan prima yang diberikan pemerintah diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat dan mendapatkan predikat kepuasan dari masyarakat sehingga layanan yang
diberikan harus menembus standar permintaan kebutuhan masyarakat. Salah satu langkah
maju yang selalu ditempuh pemerintah adalah melalui Survey Kepuasan Masyarakat[SKM]
sebagaimana layanan jasa lainnya menerapkan survey kepuasan konsumen dalam rangka
mendesain berbagai produk yang kompeten agar keberadaannya tetap diminati konsumen
[publik] dan mendapatkan keuntungan moril serta material yang sepadan. Informasi tentang
kepuasan konsumen dapat ditelusuri melalui persepsi, kritik dan saran perbaikan yang
diperoleh dan selanjutnya dilakukan perbaikan serta peningkatan kualitas layanan hingga
mencapai melampaui harapan kepuasan konsumen.
Indek Kepuasan Masyarakat [IKM] adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan
masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat
masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik
dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Amanat UU RI Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 96
Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Teknisnya pemerintah menstimulus panduan pengukuran IKM melalui PermenPAN RB
Nomor 16 tahun 2014 kemudian mengalami perubahan terakhir seiring perkembangannya
dalam PermenPAN RB Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survey Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Publik. Hasilnya dapat menjadi rujukan dalam pengukuran dan
perbaikan kinerja aparatur pemerintahan maupun perbaikan sistem serta mekanisme
pelayanan publik sebagaimana diindikasikan dalam PermenPAN RB Nomor 38 Tahun 2012
tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Layanan Publik.
Pemerintah Kabupaten Manggarai kini tengah melakukan pembenahan internal layanan publik
untuk memenuhi nilai kepuasan yang diharapkan masyarakat sehingga secara periodik terus
dilakukan survey kepuasan masyarakat. Seiring berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah
daerah, kepala daerah melalui kinerja perangkat daerah telah menyiapkan berbagai bentuk
layanan langsung maupun tidak langsung dengan berbagai indikator ketercapaiannya. Berbagai
saran dan rekomendasi disodorkan untuk dilakukan perbaikan dan pembenahan dimasa transisi
politik birokrasi dan selanjutnya diperiode 2019 akan dilakukan survey terhadap hasil perbaikan
yang telah dilakukan sebelumnya.
1-3
Berbagai layanan publik baik berupa kegiatan pengadaan barang dan jasa, pelayanan perizinan,
dan jenis pelayanan langsung lainnya terkadang masih menjadi batu sandungan dalam upaya
reformasi birokrasi, bahkan kadang menjadi wahana bebas terjadinya praktek KKN. Kegiatan
SKM ini akan berupaya untuk mendapatkan respons publik [masyarakat] pengguna layanan
pemerintah untuk memberikan koreksi atas segala bentuk layanan yang telah diberikan, agar
dapat dijadikan rujukan dalam melakukan pembenahan sistem dan struktur penyelenggaranya.
Pelaksanaan kegiatan dimaksud diharapkan dilaksanakan oleh lembaga independent agar
menghindari keberpihakan subjektif dan memenuhi standar akademik sehingga berikut
disajikan proposal kegiatan dimaksud.
1.2. Tujuan
Tujuan pelaksanaan SKM Kabupaten Manggarai adalah untuk mengukur tingkat kepuasan
masyarakat sebagai pengguna layanan pemerintah dan dalam rangka mendorong peningkatan
kualitas penyelenggaraan Pelayanan Publik [PP], serta merekomendasikan solusi peningkatan
kualitas layanan publik melalui rencana tindaklanjutnya.
1.3. Sasaran
a. Mendorong partisipasi masyarakat sebagai pengguna layanan dalam menilai kinerja
Perangkat Daerah [PD] penyelenggara PP;
b. Mendorong PD penyelenggara PP untuk meningkatkan kualitas PP;
c. Menodorong PD penyelenggara PP menjadi lebih inovatif dalam menyelenggarakan PP;
d. Mengukur kecenderungan tingkat kepuasan masyarakat terhadap PP
1.4. Target Capaian
a. Tingkat pencapaian kinerja unit pelayanan [PD] dalam memberikan PP kepada masyarakat;
b. Penataan sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan, sehingga pelayanan dapat
dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna dan berhasil guna;
c. Tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan
kualitas pelayanan publik.
1.5. Ruang Lingkup
Survey Kepuasan Masyarakat dilakukan terhadap 3 [tiga] PD yaitu; [1] Bidang Pelayanan
Kesehatan yang dilayani oleh BLUD RSUD dr. Ben Mboi, [2] Bidang Layanan Administrasi
Kependudukan [Dispendukcapil], dan [3] Bidang Layanan Perizinan Terpadu Satu Pintu [Dinas
PMKUT]. Merujuk PermenPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 berdasarkan ciri dan sifat
kegiatan dalam proses pelayanan serta produk pelayanan yang dihasilkan maka pelayanan
public terbagi menjadi ; [1] pelayanan administratif, [2] pelayanan barang, [3] pelayanan jasa,
dan [4] pelayanan regulatif. Merujuk Term of Reference [ToR] yang disajikan maka
teridentifikasi jenis layanan pada ketiga PD dengan rincian produknya maka cenderung
berbentuk layanan administrasi yang diberikan secara langsung.
1-4
Rincian produk layanan yang diharapkan menjadi objek survey dari ketiga PD dimaksud,
diantaranya adalah;
1. Bidang Pelayanan Kesehatan yang dilayani oleh BLUD RSUD dr. Ben Mboi, mencakupi
beberapa produk layanan, diantaranya;
a. Rawat jalan
b. Rawat inap
c. Unit Gawat Darurat
d. Laboratorium
e. Farmas
f. Radiology
g. Rehabilitasi medik
h. Pemulasan Janazah
i. Hemadolisa
j. Medikolegal
k. Visum et Repertum
l. Intensive Care Unit [ICU]
2. Bidang Layanan Administrasi Kependudukan [Dispendukcapil], mencakupi beberapa produk
layanan, diantaranya;
a. Kartu Keluarga
b. Kartu Tanda Penduduk
c. Akta Kelahiran
d. Akta Perkawinan
e. Akta Kematian
f. Akta Pengakuan Anak
3. Bidang Layanan Perizinan Terpadu Satu Pintu [Dinas PM-KUT], mencakupi beberapa produk
layanan berupa 84 jenis perizinan dan non perizinan yang secara terinci dilampirkan.
3.1. Manfaat
a. Mengetahui kelemahan/kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggara PP.
b. Mengetahui kinerja penyelenggara pelayanan yang telah dilaksanakan.
c. Sebagai bahan penetapan kebijakan dan upaya yang perlu dilakukan.
d. Mengetahui IKM secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik.
e. Memacu persaingan positif antara unit penyelenggara pelayanan.
f. Masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja unit penyelenggara pelayanan.
3.2. Dasar Hukum
Dasar hukum pelakasanaan kegiatan Survey IKM terhadap pelayanan publik ini adalah;
1. Undang-Udang Nomor 52 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai.
2. Undang Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
3. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
4. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dalam Peyelenggaraan Negara.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
6. Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu pelayanan
Aparatur pemerintah kepada masyarakat
7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 14
Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit
Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
2-1
Bagian II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Pelayanan Umum
Definisi pelayanan menurut Sondan P. Siagian (1998), pelayanan secara umum adalah rasa
menyenangkan yang diberikan kepada orang lain disertai kemudahan-kemudahan dan
memenuhi segala kebutuhan mereka. Pelayanan merupakan upaya memberikan kesenangan-
kesengangan kepada pelanggan sehingga dengan adanya kemudahan tersebut pelanggan dapat
memenuhi kebutuhannya. Keputusan Menteri Aparatur Negara Nomor 53 tahun 2003
mendefiniskan pelayanan umum atau pelayanan publik merupakan segala bentuk kegiatan
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, di daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakan maupun dalam rangkan pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Moenir [2006] berpendapat bahwa amanat dimaksud masih belum berjalan sebagaimana
pelayanan umum yang dilaksanakan belum memadai yang disebabkan oleh beberapa faktor,
yakni;
1. Kurang adanya kesadaran terhadap tugas dan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya.
Sehingga tercipta rasa malas terhadap pekerjaanya bahkan saat menghadapi pengguna
yang membutuhkan bantuan.
2. Sistem, prosedur dan metode kerja yang ada tidak memadai, sehingga mekanisme kerja
tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana semestinya.
3. Pengorganisasian tugas pelayanan yang belum serasi, sehingga terjadi simpang siur
penanganan tugas, tumpang tindih atau tercecernya suatu tugas tidak ada yang
menangani.
4. Pendapatan pegawai yang tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup meskipun secara
minimal.
5. Kemampuan pegawai yang tidak memadai untuk tugas yang dibebankan kepadanya.
6. Tidak tersedianya pelayanan yang memadai.
Pemerintah baik pusat maupun daerah mempunyai tiga fungsi utama : 1) memberikan
pelayanan (service) baik pelayanan perorangan maupun pelayanan publik/khalayak, 2)
melakukan pembangunan fasilitas ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
(development for economic growth), dan 3) memberikan perlindungan (protective)
masyarakat.Menjalankan fungsi public services, pemerintah wajib memberikan pelayanan
2-2
publik secara perorangan maupun khalayak/publik. Pelayanan untuk orang perorangan
misalnya pemberian KTP, SIM, IMB, Sertifikat tanah, paspor, surat izin dan keterangan.
Pelayanan publik misalnya pembuatan lapangan sepakbola, taman kota, hutan lindung, trotoar,
waduk, taman nasional, panti anak yatim/jompo/cacat/miskin, tempat pedagang kaki lima dan
lain-lain.
Tuntutan Reformasi Birokrasi pada hakekatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek: Kelembagaan (organisasi); Ketatalaksanaan (Business
Process); dan SDM Aparatur. Kebijakan reformasi pelayanan publik menjadi salah satu indikator
keberhasilan reformasi birokrasi sehingga harus diarahkan untuk mencermati dan membenahi
berbagai kesalahan kebijakan dimasa lalu maupun sekarang.
Pemberian pelayanan tidak dilakukan hanya atas dasar ketentuan perundang-undangan namun
lebih pada upaya untuk memenuhi kebutuhan penerima layanan. Konsep pelayanan publik
kemudian berkembang menjadi pelayanan prima yang tidak sekedar memenuhi kebutuhan
pelanggan (pengguna layanan) sesuai standar minimal yang ditetapkan namun pelayanan yang
diberikan lebih dari standar sehingga pengguna layanan merasakan kepuasan tersendiri. Hal ini
hanya dapat dilakukan oleh manajemen kepemerintahan yang baik dengan prinsip;
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokratis, efisiensi, efektivitas
dan menjunjung tinggi supremasi hukum.
2.2. Kualitas Pelayanan
Reformasi Birokrasi pada organisasi skala kecil atau street-level lebih difokuskan pada hubungan
secara langsung dengan masyarakat yang dilayaninya atau lebih berorientasi pada perbaikan
pelayanan, seperti efisiensi, keadilan, fleksibilitas dan ketepatan intervensi pelayanan (Lipsky,
1980:192). Hal ini sama dengan pandangan Burke (2008:72) dalam studi tentang Reformasi
Birokrasi pada tingkat front-line menemukan bahwa reformasi tersebut berimplikasi terhadap
peningkatan kepuasan konsumen atau customer satisfaction was significantly higher. Pada
umumnya tujuan RB adalah the efficiency of its operation, and improved service quality (Young,
2005:373). Demikian pula Cummings dan Worley (2005:575-576) menemukan bahwa RB dalam
pelayanan publik berimplikasi terhadap empat aspek yang berhubungan dengan kepentingan
publik, yaitu creating effective culture;high quality and cost effective; effective job and work
design; and restoring trust in and among stakeholders.
Pendekatan untuk menilai kualitas pelayanan perijinan dapat didekati dari perpektif demand-
side dengan menggunakan “the gaps model of service quality”. Model ini merujuk pada
pandangan dari Zeithaml, et al. (1990:18), di mana konsep kualitas pelayanan diukur dari
pelayanan yang dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan terhadap pelayanan. Tiap
pelanggan mempunyai harapan terhadap pelayanan, sehingga atas dasar harapan tersebut
mereka merumuskan derajat kualitas sesuai dengan persepsinya.
Pertimbangan untuk menilai tinggi atau rendah kualitas pelayanan tergantung pada
kesenjangan antara aktualitas pelayanan yang dipersepsikan dengan harapan masyarakat
pengguna layanan. Karena itu, untuk mengetahui kualitas pelayanan, studi diarahkan pada
2-3
seberapa luas dan sempit gap antara pelayanan yang diharapkan dan yang diterima. Strategi
untuk peningkatan mutu pelayanan yang berpusat pada strategi closing the gap atau the
models of service quality (Zeithaml dan Bitner,1993:4).
Zeithhaml, et al. (1990:) mengidentifikasi “kesenjangan dalam kualitas pelayanan” pada lima
perspektif :
Gap 1: Customers Expectation ---Management -Perception Gap
Gap 2: Management’s Perception--- Service Quality- Specification Gap
Gap 3: Service Quality Specification---Service Delivery Gap
Gap 4: Service Delivery---External Communication Gap
Gap 5: Customer Expectations---Perceive Service Gap
Guna mengetahui kesenjangan pelayanan, dibutuhkan suatu alat ukur untuk melakukan
penelitian yang dapat dilakukan dengan soft measures of service quality dan hard measures of
service quality (Lovelock and Wirtz,1992). Selanjutnya pengukuran kualitas pelayanan yang
pertama, telah dikembangkan oleh Zeithhaml, et al. (1990:23) dengan konsep pengukuran yang
disebut SERVQUAL. Kelima dimensi tersebut disebut SERVQUAL, yaitu tangible, reliability,
responsiveness, assurance dan empathy.
Namun, pendekatan SERVQUAL dirumuskan berdasarkan pengalaman pelayanan dalam dunia
bisnis yang variabel-variabel yang terkandung di dalamnya belum mengakomodasi dimensi-
dimensi kepublikan. Karena itu, Carlson dan Schwars (Denhard dan Denhard, 2003)
mengajukan suatu pendekatan pengukuran pelayanan publik yang lebih bernuansa kepublikan
yang disebut public sector service quality dengan dimensi-dimensi sebagai berikut :
a. Convenience, yaitu derajat ketersediaan publik yang mudah diakses dan tersedia bagi warga
negara.
b. Security, yaitu pelayanan publik yang disediakan membuat warga negara yang
menggunakannya merasa aman dan percaya diri.
c. Reliability, yakni pelayanan yang diberikan secara benar dan tepat waktu.
d. Personal attention, yaitu tingkat perhatian pelayan publik terhadap warga negara yang
dilayaninya.
e. Problem solving approach, yatu tingkat ketersediaan informasi yang memadai yang tersedia
bagi warga negara untuk menolong mereka memenuhi kebutuhannya.
f. Fairness, yaitu tingkat keyakinan bahwa pelayanan publik yang disediakan diberikan adil
bagi semua warga negara.
g. Fiscal responsibility, yaitu tingkat keyakinan bahwa dana yang dibayar dan digunakan dalam
pelayanan publik dapat dipertanggungjawabkan.
h. Citizen influence, yakni tingkat pengaruh dan partisipasi warga negara terhadap pelayanan yang
diberikan.
2.3. Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan prinsip, standar,
pola penyelenggaraan, biaya, pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan
balita, pelayanan khusus, biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan
2-4
penyelenggaraan, penyelesaian pendaduan sengketa, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan
pelayanan publik:
a. Prinsip Pelayanan Publik
Pelayanan publik didasarkan pada beberapa prinsip dasar yang menurut Moenir (2006),
diantaranya:
Kesederhanaan ; Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan
Kejelasan ; *) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan public, *) Unit
kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan
dan penyelesaian keluhan/persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik, *)
Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
Kepastian Waktu ; Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun
wakrtu yang telah ditentukan.
Akurasi ; Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.
Keamanan ; Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum.
Tanggung jawab ; Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
Kelengkapan sarana dan prasarana ; Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan
kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi
telekomunikasi dan informatika (telematika).
Kemudahan akses ; Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan
informatika.
Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan ; Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin,
sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
Kenyamanan ; Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan
fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
b. Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar
pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik
yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan,
sekurang-kurangnya meliputi :
Prosedur Pelayanan ; Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima
pelayanan termasuk pengaduan.
Waktu penyelesaian ; Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan
permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
Biaya pelayanan ; Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam
proses pemberian pelayanan.
2-5
Produk pelayanan ; Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
Sarana dan Prasarana ; Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai
oleh penyelenggara pelayanan publik.
Kompetensi petugas pemberi pelayanan ; Kompetensi petugas pemberi pelayanan
harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan,
sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
c. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Fungsional ; Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai
dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
Terpusat ; Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara
pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait
lainnya yang bersangkutan.
Terpadu ; *) Terpadu Satu Atap ; Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan
dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai
keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan
yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan. *)Terpadu Satu Pintu
; Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi
berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu
pintu.
Gugus Tugas ; Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus
tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan
tertentu.
Selain pola pelayanan sebagaimana tersebut, instansi yang melakukan pelayanan publik
dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pelayanannya sendiri dalam rangka upaya
menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan pelayanan publik. Pengembangan pola
penyelenggaraan pelayanan publik dimaksud mengikuti prinsip-prinsip sebagaimana
ditetapkan dalam pedoman ini.
d. Biaya Pelayanan Publik
Penetapan besaran biaya pelayanan publik perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat;
Nilai/harga yang berlaku atas barang dan atau jasa;
Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan publik yang memerlukan tindakan
seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan;
Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan memperhatikan prosedur sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Pelayanan Bagi Penyandang Cacat, Lanjut Usia, Wanita Hamil dan Balita
Penyelenggara pelayanan wajib mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang
diperlukan serta memberikan akses khusus berupa kemudahan pelayanan bagi
penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita
f. Pelayanan Khusus
Penyelenggaraan jenis pelayanan publik tertentu seperti pelayanan transportasi,
kesehatan, dimungkinkan untuk memberikan penyelenggaraan pelayanan khusus, dengan
2-6
ketentuan seimbang dengan biaya yang dikeluarkan sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, seperti ruang perawatan VIP di rumah sakit, dan gerbong
eksekutif kereta api.
g. Biro Jasa Pelayanan
Pengurusan pelayanan publik pada dasarnya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Namun
dengan pertimbangan tertentu dan sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik tertentu dimungkinkan adanya biro jasa untuk
membantu penyelenggaraan pelayanan publik. Status biro jasa tersebut harus jelas,
memiliki ijin usaha dari instansi yang berwenang dan dalam menyelenggarakan kegiatan
pelayanannya harus berkoordinasi dengan penyelenggara pelayanan yang bersangkutan,
terutama dalam hal yang menyangkut persyaratan, tarif jasa dan waktu pelayanan,
sepanjang tidak mengganggu fungsi penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai contoh,
biro jasa perjalanan angkutan udara, laut dan darat.
h. Tingkat Kepuasan Masyarakat
Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan
penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima pelayanan
memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan. Oleh karena itu
setiap penyelenggara pelayanan secara berkala melakukan survei indeks kepuasan
masyarakat.
i. Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, dilakukan melalui :
Pengawasan melekat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan
fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, berupa
laporan atau pengaduan masyarakat tentang penyimpangan dan kelemahan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
j. Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa
Pengaduan
Setiap pimpinan unit penyelenggara pelayanan pelayanan publik wajib menyelesaikan
setiap laporan atau pengaduan masyarakat mengenai ketidakpuasan dalam pemberian
pelayanan sesuai kewenangannya. Untuk menampung pengaduan masyarakat
tersebut, unit pelayanan menyediakan loket/kotak pengaduan. Dalam menyelesaikan
pengaduan masyarakat, pimpinan unit penyelenggara pelayanan publik perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Prioritas penyelesaian pengaduan;
Penentuan pejabat yang menyelesaikan pengaduan;
Prosedur penyelesaian pengaduan;
Rekomendasi penyelesaian pengaduan;
Pemantauan dan evaluasi penyelesaian pengaduan;
Pelaporan proses dan hasil penyelesaian pengaduan kepada pimpinan;
Penyampaian hasil penyelesaian pengaduan kepada yang mengadukan;
2-7
Dokumentasi penyelesaian pengaduan.
Sengketa
Mekanisme pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit penyelenggara pelayanan
publik yang bersangkutan dan terjadi sengketa, maka penyelesaiannya dapat
dilakukan melalui jalur hukum.
k. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik wajib secara berkala mengadakan evaluasi
terhadap kinerja penyelenggaraan pelayanan di lingkungan secara berkelanjutan dan
hasilnya secara berkala dilaporkan kepada pimpinan tertinggi penyelenggara pelayanan
publik. Penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai baik perlu diberikan
penghargaan untuk memberikan motivasi agar lebih meningkatkan pelayanan.
Sedangkan penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai belum sesuai dengan
yang diharapkan oleh masyarakat, perlu terus melakukan upaya peningkatan. Dalam
melakukan evaluasi kinerja pelayanan publik harus menggunakan indikator yang jelas dan
terukur sesuai ketentuan yang berlaku.
2.4. Indeks Kepuasan Masyarakat
Kepuasan pelanggan/konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil
dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkannya.
Kepuasan konsumen merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-
kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila
hasil tidak memenuhi harapan.
Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor :
KEP/25/M.PAN/2/2004 menyusun pedoman umum mengenai Indeks Kepuasan Masyarakat.
Keputusan tersebut merupakan perkembangan dari keputusan Men.PAN Nomor :
63/KEP/M.PAN/7/2003 yang berisi mengenai prinsip pelayanan yang kemudian dikembangkan
menjadi 14 unsur “relevan, valid, reliabel. Sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar
pengukuran indeks kepuasan masyarakat (IKM). Ke 14 unsur tersebut terdiri dari :
1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk
mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan
pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya).
4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan
terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas
dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki
petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang
telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
2-8
8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan
golongan/status masyarakat yang dilayani.
9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta salin menghargai dan
menghormati.
10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang
ditetapkan oleh unit pelayanan.
11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antarabiaya yang dibayarkan dengan biaya
yang telah ditetapkan.
12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.
13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi,
dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara
pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk
mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan
pelayanan.
Seiring kemajuan teknologi dan tuntutan masyarakat dalam hal pelayanan, unit penyelenggara
PP dituntut untuk memenuhi harapan masyarakat dalam melakukan perbaikan pelayanan.
Pelayanan publik yang dilakukan oleh aparatur pemerintah saat ini belum memenuhi harapan
masyarakat. Hal ini dapat diketahui dari berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui
media masa dan jaringan sosial, sehingga memberikan dampak buruk terhadap pelayanan
pemerintah, yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Salah satu upaya yang harus
dilakukan dalam perbaikan pelayanan publik adalah melakukan Survei Kepuasan Masyarakat
kepada pengguna layanan. Mengingat jenis layanan publik sangat beragam dengan sifat dan
karakteristik yang berbeda, maka Survei Kepuasan Masyarakat dapat menggunakan metode
dan teknik survei yang sesuai.
Survei Kepuasan Masyarakat menggunakan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Keputusan ini belum mengacu pada Undang-
Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. Oleh karena itu, Keputusan Menteri
tersebut, dipandang perlu disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014 mengoreksi ruang lingkup survey IKM yang
semulanya terdapat 14 aspek, dan selanjutnya dipersempit menjadi 9 [sembilan] aspek, yaitu;
1. Persyaratan, yaitu syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan,
baik persyaratan teknis maupun administratif.
2. Prosedur yaitu tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan,
termasuk pengaduan.
3. Waktu pelayanan adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses
pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
2-9
4. Biaya/Tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus
dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk pelayanan ini merupakan hasil dari
setiap spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi
pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
8. Maklumat Pelayanan adalah merupakan pernyataan kesanggupan dan kewajiban
penyelenggara untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan.
9. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan adalah tata cara pelaksanaan penanganan
pengaduan dan tindak lanjut.
Selanjutnya terjadi perubahan beberapa item prinsipil dalam pelaksanaan Survey Kepuasan
Masyarakat [SKM] sebagaimana panduan terkini yang tersaji dalam PerMen PAN-RB Nomor 14
Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survey Kepuasan Masyarakat untuk
Pengelenggaran Pelayanan Publik. Unsur SKM yang menjadi fokus survey mengalami beberapa
penyempurnaan, diantaranya:
1. Persyaratan [U1]; Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu
jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
2. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur [U2]; Prosedur adalah tata cara pelayanan yang
dibakukan bagi pemberi danpenerima pelayanan, termasuk pengaduan.
3. Waktu Penyelesaian [U3]; adalah jangka waktu yang diperlukan untukmenyelesaikan
seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
4. Biaya/Tarif [U4]; adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanandalammengurus
dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnyaditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
5. Produk Spesialisasi Jenis Pelayanan [U5]; adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Produk pelayanan merupakan hasil dari setiap
spesifikasi jenis layanan yang diberikan.
6. Kompetensi Pelaksana [U6]; adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi
pengetahuan, keahlian, keterampilan dan pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana [U7]; adalah sikappetugas dalam memberikan pelayanan.
8. Penanganan Pengaduan, Sarana dan Masukan [U8]; adalah tatacara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindaklanjutnya.
9. Sarana dan Prasarana [U9]; adalah segala yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai
maksud dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Sarana digunakan untuk
benda yang bergerak (computer, mesin) dan prasarana untuk benda yang tidak bergerak
(gedung, jalan).
2-10
Unsur pembiayaan/tarif dapat diganti dengan bentuk pertanyaan lain, jika dalam suatu
peraturan perundang-undangan biaya tidak dibebankan kepada penerima layanan (gratis).
Demikian pula unsur 6 dan unsur 7 dapat diganti dengan pertanyaan lainnya jika jenis layanan
berbasis website (online).
Hasil atas Survei Kepuasan Masyarakat tidak harus disajikan dalam bentuk skoring/angka
absolut, tetapi dapat pula disajikan dalam bentuk kualitatif (baik atau buruk). Hal yang menjadi
perhatian utama atas hasil survei tersebut, adalah harus ada saran perbaikan dari pemberi
layanan yang disurvei terhadap peningkatan kualitas layanan. Hasil Survei Kepuasan Masyarakat
wajib diinformasikan kepada publik termasuk metode survei. Penyampaian hasil Survei
Kepuasan Masyarakat dapat disampaikan melalui media massa, website dan media sosial.
Pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dapat
dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengolahan dan penyajian
hasil survei, yang mencakup langkah-langkah; [1] menyusun instrumen survey, [2] menentukan
besaran dan teknik penarikan sampel, [3] menentukan responden, [4] melaksanakan
pengumpulan data dan informasi, [5] mengolah hasil survey, dan [6] menyajikan dan
melaporkan hasil.
3-1
Bagian III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan survey kepuasan masyarakat terhadap PP ini diselenggarakan di Kabupaten
Manggarai pada beberapa lokasi yang dianggap strategis untuk mendapatkan informasi
langsung dari responden dan narasumber. Lokasi dimaksud diantaranya di kantor/unit layanan
terkait maupun di rumah masyarakat yang mendapatkan pelayanan di wilayah administratif
Kabupaten Manggarai.
Lama waktu pelaksanaan survey selama 30 [tiga puluh] hari kelender dari tahapan persiapan
administratif, penyusunan instrumen penelitian, pengumpulan data lapangan, tabulasi dan
analisis data, pembahasan dan penyusunan laporan hingga penertiban administrasi survey.
Rangkaian kegiatan dimaksud terinci dalam tabel jadwal pelaksanaan kegiatan berikut.
Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
No Uraian Minggu
Keterangan I II III IV
1 Penertiban administrasi
2 Penyusunan intrumen penelitian
3 Pengumpulan data lapangan
4 Entry dan Tabulasi data
5 Analisis Data
6 Pembahasan dan penyusunan laporan
7 Penyampaian laporan hasil studi
8 Penertiban laporan
3.2. Fokus Kajian
Pelaksanaan survey difokuskan pada layanan publik yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten
Manggarai dalam urusan kewenangan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Manggarai
sebagaimana UU 23 Tahun 2014 dan PP Nomor 18 Tahun 2018 sebagaimana tersaji dalam
ruang lingkup pada Bab sebelumnya. Ruang lingkup dibatasi hanya pada urusan pemerintah
yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Manggarai, yang dilaksanakan oleh ketiga
unit pelayanan dimaksud.
3-2
3.3. Populasi, Sampel dan Cakupan Survey
Populasi yang akan ditetapkan adalah seluruh masyarakat yang mendapatkan layanan publik
dari ketiga unti layanan, yaitu; [1] Unit BLUD RSUD dr. Ben Mboi untuk pelayanan Bidang
Layanan Kesehatan, [2] Unit Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk pelayanan Bidang
Administrasi Kependudukan, dan [3] UnitDinas Penanaman Modal, Koperasi, UKM dan
Transmigrasi untuk pelayanan bidang perizinan dan non perizinan. Teknik penarikan sampel
dapat disesuaikan dengan jenis layanan, tujuan survey dan data yang ingin diperoleh dari
kegiatan SKM. Olehnya lingkupan sampel ditujukan pada seluruh jenis produk dari ketiga
bidang pelayanan yang urgens dan sangat dibutuhkan layanannya oleh masyarakat
sebagaimana terukur dari jumlah pemohon dan intensitas permohonan. Layanan bidang
kesehatan dengan 12 produk layanan seluruhnya akan dijadikan sampel karena diduga
seluruhnya memenuhi kriterium pemilihan sampel diatas, dan demikian pula 6 produk dari
bidang layanan administrasi kependudukan juga akan dijadikan sampel. Sementara khusus
layanan perizinan dan non perizinan dari 84 jenis produk akan disesuaikan kembali berdasarkan
kriterium pemilihan sampel.
Pemilihan responden dilakukan secara acak sederhana dan sengaja terhadap masyarakat yang
menggunakan layanan pada ketiga bidang tersebut, dan ditentukan sesuai cakupan wilayah
masing-masing unit pelayanan. Besaran sampel dan populasi merujuk PermenPAN RB Nomor
14 Tahun 2017, lampiran II tentang sampel morgan dan Krejcie [terlampir]. Olehnya, kisaran
jumlah sebaran sampel sangat tergantung penelusuran awal sesuai data sekunder pada ketiga
bidang dari jumlah setiap layanan pada produk yang dijadikan sampel. Pertimbangan teknis
operasional juga menjadi alasan dalam penentuan jumlah responden yaitu terkait keterbatasan
waktu survey, dukungan pendanaan dan jangkauan wilayah kerja dalam pengumpulan data dan
informasi sehingga diperkirakan jumlah responden yang akan disurvey sebanyak 300 orang
untuk ketiga bidang layanan dan sejumlah produk urusannya. Asumsinya, setiap bidang layanan
terwakili oleh 100 responden namun sebaran jumlah responden akan disesuaikan dengan
jumlah dan intensitas pelayanan.
3.4. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri data primer dan data sekunder. Jenis data sekunder berupa
dokumen pelayanan [SOP dan SP], buku pustaka terkait topik dan jenis bukti dokumentasi
lainnya. Sementara jenis data primer yang diperoleh secara langsung di lapangan yang
diperoleh dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner, observasi, diskusi
terfokus dan wawancara tidak terstruktur. Teknik wawancara langsung merujuk pada intrumen
kuesioner akan dilakukan di lokasi pelayanan dengan memilih secara acak sejumlah pemohon
pada hari pengumpulan data yang ditentukan, namun jika dalam hingga batas pengumpulan
data tidak memenuhi kuota responden yang tersedia maka akan dilakukan pemilihan secara
acak terhadap beberapa masyarakat pengguna layanan sebagaimana merujuk pada informasi
dari unit layanan terkait hingga memenuhi jumlah yang ditentukan.
3-3
Format kuesioner untuk teknik wawancara langsung mengikuti PermenPAN RB Nomor 14
Tahun 2017 [lampiran III] yang dimodifikasi untuk kelengkapan informasi dalam penyajian hasil
surveynya tanpa menghilangkan pertanyaan substansinya. Modifikasi format kuesioner
dimaksud mencakupi berbagai alasan, latar belakang dan tujuan penggunaan layanan oleh
responden sehingga sajiannya lebih terperinci sebagaimana terlampir.
3.5. Teknik Pengukuran, Pengolahan Data dan Laporan Hasil Penyusunan Indeks
Pengolahan data dalam Survey Kepuasan Masyarakat merujuk pada Permen PAN RB Nomor 14
Tahun 2017 dimulai dengan pengukuran skala likert, pengolahan data survey dan pelaporan
hasil penyusunan indeks.
A. Pengukuran Skala Likert
Nilai IKM dihitung dengan menggunakan “nilai rata-rata tertimbang” masing-masing unsur
pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap 9 unsur palayanan yang
dikaji, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut :
Bobot Nilai Rata − rata Tertimbang = Jumlah Bobot
Jumlah Unsur=
1
9= 0,11
Selanjutnya untuk memperoleh nilai SKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai rata-rata
tertimbang dengan rumus sebagai berikut :
IKM = Total Nilai Persepsi Per Unit
Jumlah Unsur= Nilai Penimbang
Nilai SKM dihitung dari nilai rata-rata tertimbang pada masing-masing unsur pertanyaan dengan
jenis data berupa data ordinal. Metode penghitungan angka indeks digunakan nilai rata-rata
tertimbang dari masing-masing unsur pertanyaan dengan penghitungan rata-rata tertimbang.
Guna memudahkan interprestasi terhadap penilaian SKM antara 25 – 100 maka dilakukan
konversi dengan nilai dasar 25 yaitu dengan cara SKM unit pelayanan X 25.
Mempertimbangkan setiap unit layanan memiliki karakteristik yang berbeda-beda maka setiap
unit pelayanan dimungkinkan untuk: [a] menambahkan unsur yang dianggap relevan, dan [b]
memberikan bobot yang berbeda terhadap 9 unsur yang dominan dalam unit pelayanan, dengan
catatan jumlah bobot seluruh unsur tetap 1.
SKM Unit Pelayanan x 25
3-4
Tabel 3.2. Nilai Persepsi, Nilai Interval, Nilai Interval Konversi,
Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan.
Nilai Persepsi
Nilai Interval [NI] Nilai Interval
Konversi [NIK] Mutu Layanan
[X] Kinerja Unit Pelayanan
1 1,00 – 2,5996 25,00 – 64,99 D Tidak Baik
2 2,60 – 3,064 65,00 – 76,60 C Kurang Baik
3 3,064 – 3,532 76,61 – 88,30 B Baik
4 3,5324 – 4,00 88,31 – 100,00 A Sangat Baik
Sumber :Permen PAN RB Nomor 14 Tahun 2017
B. Pengolahan Data Survey
Pengolahan data survey menggunakan pendekatan data entry dan perhitungan indeks
melalui program excel/system data base dan dikontrol secara manual. Tahapan pengolahan
data dimaksud adalah;
a. Pengisian data kuesioner dari setiap responden [entry data] dimaskukkan kedalam
form dari unsur 1 (U1) sampai unsur X (UX)
b. Menghitung nilai rata-rata per unsur pelayanan dan indeks unit pelayanan;
Nilai rata-rata per unsur pelayanan
Nilai masing-masing unsur pelayanan dijumlahkan sesuai denganjumlah kuesioner
yang diisi oleh responden. Selanjutnya, untuk mendapatkan nilai rata-rata per
unsur pelayanan, maka jumlah nilaimasing-masing unsur pelayanan dibagi dengan
jumlah responden yang mengisi.
Contoh ; Untuk mendapatkan nilai rata-rata tertimbang per unsurpelayanan, maka
jumlah nilai rata-rata per unsur pelayanandikalikan dengan 0,11 (apabila 9 unsur)
sebagai nilai bobot rata-rata tertimbang.
Nilai Indeks Pelayanan
Nilai Indeks Pelayanan diperoleh dengan cara menjumlahkan X unsur.
Pengujian Kualitas Data
Data pendapat masyarakat yang telah dimasukkan dalammasing-masing kuesioner,
disusun dengan mengkompilasikan dataresponden yang dihimpun berdasarkan
kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan utama. Informasi
inidapat digunakan untuk mengetahui profil responden dankecenderungan
penerima layanan.
C. Laporan Hasil Pengukuran Indeks
Pelamporan hasil akhir kegiatan penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat dari setiap unit
pelayanan instansi pemerintah disusun berdasarkan materi utama, berikut;
1. Indeks Setiap Unsur Pelayanan
Berdasarkan hasil penghitungan indeks kepuasan masyarakat, jumlah nilai dari setiap
unit pelayanan diperoleh dari jumlah nilai rata-ratasetiap unsur pelayanan. Sedangkan
nilai indeks komposit (gabungan)untuk setiap unit pelayanan, merupakan jumlah nilai
3-5
rata-rata darisetiap unsur pelayanan dikalikan dengan penimbang yang sama, yaitu
0,11 (untuk 9 unsur).
Contoh :
Bila diketahui nilai rata-rata unsur dan masing-masing unit pelayanan adalah; [U1]
Persyaratan, [U2] Sistem, Mekanisme dan Prosedur, [U3] Waktu Penyelesaian, [U4]
Biaya/Tarif, [U5] Produk spesifikasijenis pelayanan, [U6] Kompetensi Pelaksana, [U7]
Perilaku pelaksana, [U8] Penanganan pengaduan, saran dan masukan, [U9] Sarana dan
Prasarana, maka untuk mengetahui nilai indeks unit pelayanan dihitung dengan cara
berikut;
(U1 x 0,11) +(U2 x 0,11) + (U3 x 0,11) + (U4 x 0,11) + (U5 x 0,11) + (U6 x 0,11) + (U7 x
0,11) + (U8 x 0,11) + (U9 x 0,11) = Nilai Indeks (X), sehingga nilai indeks (X) unit
pelayanan hasilnya dapat disimpulkan berikut:
a. Nilai SKM setelah dikonversi = Nilai Indeks x Nilai Dasar, atau X x 25 = y
b. Mutu pelayanan [tabel 3.2]
c. Kinerja unit pelayanan [tabel 3.2]
2. Prioritas Peningkatan Kualitas Pelayanan
Peningkatan kualitas pelayanan diprioritaskan kepada unsur yangmempunyai nilai
paling rendah untuk lebih dahulu diperbaiki, sedangkanunsur yang mempunyai nilai
yang tinggi minimal harus tetap dipertahankan.
Hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan secara deskriptif kualitatif dengan
mempertimbangkan berbagai hasil observasi dan rujukan penelitian lainnya. Deskripsi
pembahasan menyoroti kecenderungan nilai dari unsur pelayanan menggunakan pendekatan
Analisa Univariat [penjabaran hasil temuan dalam bentuk frekuensi distribusi, tabulasi dan
prosentase responden] dan Analisa Bivariat [mengetahui kompleksitas hubungan antar unsur].
Rekomendasi untuk menindaklanjuti tahapan selanjutnya yaitu pemantauan, evaluasi dan
peningkatan kualitas layanan tersaji dari hasil pembahasan yang disajikan dalam tabel rencana
tindak lanjut perbaikan SKM.
4-1
Bagian IV
KARAKTERISTIK LOKASI DAN RESPONDEN
4.1. GAMBARAN UMUM LOKASI SURVEY
4.1.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Manggarai merupakan salah satu dari 21 kabupaten/kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan ibu kota Ruteng. Kabupaten Manggarai terletak antara 80LU- 8030’LS
dan antara 119030’ - 12030 BT. Kabupaten ini telah mengalami dua kali pemekaran, yakni
pada tahun 2003 dimekarkan Kabupaten Manggarai Barat, dan tahun 2007 dimekarkan
Kabupaten Manggarai Timur. Batas wilayahnya sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Manggarai Barat, sebelah utara dengan Laut Flores, sebelah timur dengan Kabupaten
Manggarai Tmur dan sebelah barat dengan Laut Sawu. Luas wilayah daratannya adalah
1.669,42 km2, yang selanjutnya terbagi kedalam 12 (dua belas) wilayah Kecamatan, yakni
Kecamatan Satar Mese, Satar Mese Barat, Langke Rembong, Ruteng, Wae Rii, Lelak, Rahong
Utara, Cibal, Reok dan Reok Barat. Kecamatan Satar Mese Barat, Lelak, Rahong Utara dan
Reok Barat merupakan Kecamatan pemekaran sehingga sebagian besar data geografis masih
bergabung dengan kecamatan induk.
Kemiringan tanah diklasifikasikan ke dalam 4 kelompok yaitu kemiringan 0-2 % (dataran
rendah), 2-15 % (dataran rendah), 15-40 % (berbukit bergelombang), dan > 40 % (perbukitan
terjal). Wilayah yang memiliki kemiringan tanah > 40 % (sangat curam dan terjal) mencapai
295.121 Ha (70,45%) dan tersebar di semua kecamatan. Kecamatan yang memiliki dataran
terjal terluas adalah Reok yang sudah terbagi dengan kecamatan Reok Barat dengan luas
mencapai 48.831 Ha (11,66%). Kecamatan yang mempunyai wilayah dataran rendah terluas
adalah Kecamatan Satar Mese dengan luas mencapai 4.114 Ha.
Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, wilayah Kabupaten Manggarai dibagi menjadi 4
kategori yaitu wilayah yang memiliki ketinggian 0 – 100 m dpl, 100 – 500 m dpl, 500 – 1000 m
dpl, dan > 1000 m dpl. Wilayah yang berada di ketinggian antara 0 – 100 m dpl (dataran
rendah) seluas 16.487 Ha (3,94%) tersebar di 3 kecamatan yakni kecamatan Satar Mese, Cibal
dan Reok. Wilayah yang berada di ketinggian 100 – 500 m dpl (dataran sedang) seluas 25.310
Ha (6,04%), wilayah yang berada di ketinggian 500 – 1000 m dpl (dataran tinggi) seluas
81.979 Ha (19,57%), dan yang berada di ketinggian diatas 1000 m dpl (dataran tinggi) seluas
295.121 Ha (70,45%). Dengan demikian, sebagian besar wilayah Kabupaten Manggarai berada
pada wilayah dataran tinggi dengan persentase total mencapai 90,02 % dari total luas
wilayah.
4-2
Geologi, Tanah, Iklim, dan Hidrologi
Penyebaran jenis tanah di Kabupaten Manggarai ditunjukkan melalui tabel 2. Jenis tanah yang
ada di Kabupaten Manggarai adalah tanah mediteran, tanah litosol, dan tanah latosol. Tanah
mediteran di Kabupaten Manggarai seluas 150.764 Ha (35,99%) dan tersebar di empat
kecamatan dimana kecamatan yang memiliki jenis tanah mediteran terluas berada di
Kecamatan satar Mese (38.404 Ha) diikuti Kecamatan Cibal (14.420 Ha). Jenis tanah
mediteran adalah tanah yang terbentuk karena batuan kapur yang mengalami pelapukan dan
tanaman yang dapat hidup adalah jenis palawija (kacang-kacangan, jagung, ubi kayu, dan ubi
jalar). Tanah litosol hanya berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Cibal dan Reok. Luas
tanah litosol di Kabupaten Manggarai mencapai 150.412 Ha (35,91%). Tanah litosol
merupakan tanah berbatu-batu yang terbentuk dari batuan keras yang belum mengalami
pelapukan secara sempurna.
Tanah latosol tersebar di semua kecamatan kecuali Kecamatan Reok. Luasan jenis tanah
latosol mencapai 117,721 Ha (28,10%) dan kecamatan yang mempunyai luasan tanah Latosol
tertinggi adalah Kecamatan Satar Mese yaitu seluas 18.800 Ha diikuti Kecamatan Ruteng dan
Wae Rii dengan luas masing-masing sebesar 16.641 Ha dan 7.655 Ha. Tanah Latosol adalah
nama yang diberikan untuk tanah-tanah yang ditemukan pada awalnya di wilayah iklim hujan
tropis. Tanah ini dicirikan dengan warna merah, merah kecoklatan atau merah-kekuningan
yang berasal dari banyaknya oksida besi dan aluminium yang tetap ada didalam tanah. Tanah
ini biasanya mempunyai solum yang dalam hingga dapat mencapai 20-30m.
Tabel 4.1
Luas Wilayah Per Kecamatan dan Jumlah Desa di Kabupaten Manggarai (Ha)
Kecamatan Total Luas (Km2) Persentase Desa Kelurahan
Satar Mese 572,04 34,27 23
Satar Mese Barat * * * 12
Satar Mese Utara * * * 11
Langke Rembong 60,54 3,63 - 20
Ruteng 176,61 10,58 18 1
Wae Rii 76,55 4,59 17
Lelak * * 10
Rahong Utara * * 12
Cibal 188,27 11,28 16 1
Cibal Barat * * * 10
Reok 595,41 35,67 6 4
Reok Barat * 10
Jumlah 1.669,42 100,00 145 23
Keterngan:*) Data Bergabung dengan Kecamatan Induk Sumber : Kabupaten Manggarai Dalam Angka, 2018.
Kabupaten Manggarai sebagaimana wilayah NTT umunya memiliki iklim tropis dengan musim
hujan dan musim kemarau yang silih berganti. Akan tetapi dibanding Kabupaten lainnya,
curah hujan di Kabupaten Manggarai relatif lebih tinggi yakni rata-rata 2.440,9 mm per tahun.
Hal ini disebabkan bulan basah yang cukup lama serta berkebalikan dengan kabupaten
lainnya seperti di daratan Timor yakni 7 (tujuh) bulan dalam setahun. Selama tahun 2011,
wilayah dengan curah hujan tinggi adalah Kecamatan Ruteng (14.857 mm), Kecamatan Wae
4-3
Rii (12.930 mm), dan Kecamatan Cibal (2.494 mm). Sementara itu, daerah dengan curah
hujan rendah adalah Kecamatan Reok (651 mm) dan Kecamatan Satar Mese (807 mm).
Suhu udara selama setahun berkisar antara 14,8-24,7oC dengan rata-rata 19,8oC. Rata-rata
kelembaban udara selama tahun 2010-2011 berkisar antara 88-89%, kelembaban terendah
terjadi pada bulan September dan tertinggi pada bulan Mei. Kecepatan dan arah angin juga
bervariasi antar bulan dalam setahun. Mencermati kondisi iklim yang ada serta dikombinasi
dengan pencermatan terhadap kondisi fisik lahan merupakan pemahaman yang baik terkait
upaya pengembangan berbagai komoditi pangan dan perdagangan yang pertumbuhan dan
perkembangannya sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel iklim dan lahan yang ada.
Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan
Luas wilayah Kabupaten Manggarai adalah 1.669,42 km² yang terdiri dari 12 kecamatan, 145
desa, dan 26 kelurahan. Wilayah kecamatan terluas adalah Reok (598,01 km2) atau 36,09%,
termasuk didalamnya Kecamatan Reok Barat sebelum pemekaran. Sementara tersempit
adalah kecamatan Langke Rembong (60,54 km2) atau 3,65% serta sekaligus merupakan
kecamatan di mana pusat pemerintahan Kabupaten Manggarai berlokasi. Luas peruntukan
lahan/tata guna lahan di Kabupaten Manggarai didominasi semak/padang rumput seluas
40,00 % dan sisanya adalah hutan, lahan pertanian dan pemukiman. Luasan kedua kawasan
tersebut mencapai 69,34 % dari total luas wilayah Kabupaten Manggarai atau seluas 48.990
ha hutan dan kawasan semak/padang rumput seluas 66.791 ha. Kawasan hutan tersebar
merata di seluruh kecamatan, sedangkan semak dan padang rumput banyak tersebar di
Kecamatan Reok dan Kecamatan Satar Mese.
Sebagian besar sawah di Kabupaten Manggarai merupakan sawah irigasi ½ teknis, sawah
irigasi sederhana, sawah irigasi desa, dan sawah tadah hujan. Wilayah yang memiliki areal
sawah luas dengan dua kali panen setahun adalah Kecamatan Wae Rii (781 ha), Satar Mese
(776 ha), Langke Rembong (504 ha) dan Ruteng (468 ha). Areal sawah dengan satu kali panen
setahun ada di Kecamatan Ruteng (1.070 ha) dan Kecamatan Satar Mese (375 ha). Luas
wilayah permukiman di Kabupaten Manggarai mencapai 1.358 ha (0,81%), dengan luasan
tertinggi berada di Kecamatan Ruteng yang mencapai 323 ha diikuti Kecamatan Reok dan
Cibal dengan luasan masing-masing mencapai 282 ha dan 249 ha, dan luasan permukiman
terkecil berada di Kecamatan Wae Rii dengan luas sebesar 149 ha.
4.1.2. Kondisi Demografi
Penduduk Kabupaten Manggarai pada tahun 2017 berjumlah 329.198 jiwa dengan tingkat
kepadatan penduduk mencapai 159 jiwa/km². Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk
tertinggi adalah Kecamatan Langke Rembong (81.375 jiwa), sedangkan kecamatan yang
memiliki jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Lelak (11.245 jiwa). Kecamatan
Langke Rembong selain populasi penduduknya tertinggi, juga memiliki tingkat kepadatan
penduduk tertinggi yaitu sebesar 1.289 jiwa/km², sedangkan tingkat kepadatan terendah
berada di Kecamatan Reok Barat yaitu 43 jiwa/km².
Jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Manggarai pada tahun 2017 sebanyak 161.192 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 168.198 jiwa. Komposisi penduduk
berdasarkan jenis kelamin dapat digunakan untuk menghitung rasio jenis kelamin (sex ratio).
4-4
Rasio jenis kelamin (sex ratio) adalah perbandingan jumlah penduduk laki – laki dengan
jumlah penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. Nilai rasio jenis kelamin (sex
ratio) penduduk Kabupaten Manggarai sebesar 96,00. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
dalam 100 orang penduduk perempuan terdapat 96 penduduk laki - laki.
Data mengenai rasio jenis kelamin berguna untuk pengembangan perencanaan
pembangunan yang berwawasan gender, terutama yang berkaitan dengan perimbangan
kesempatan dan hak antara laki – laki dan perempuan secara adil misalnya kesempatan yang
sama dalam bidang pendidikan. Jumlah penduduk menurut kecamatan menurut jenis kelamin
di Kabupaten Manggarai ditunjukkan melalui tabel 4.
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Manggarai Tahun 2018
Kecamatan Penduduk (Jiwa) Rasio Laki-laki
/Perempuan Laki-laki Perempuan Jumlah
Satar Mese 16.508 17.321 33.829 95,31
Satar Mese Barat 9.153 9.643 18.796 94,92
Satar Mese Utara 6.091 6.650 12.741 91,58
Langke Rembong 39.631 41.744 81.375 94,94
Ruteng 20.579 21.475 42.054 95,83
Wae Rii 15.104 15.223 30.327 99,22
Lelak 5.542 5.703 11.245 97,18
Rahong Utara 11.163 11.763 22.926 94,90
Cibal 12.745 13.519 26.264 94,27
Cibal barat 6.809 7.245 14.054 93,98
Reok 10.327 10.210 20.537 101,15
Reok Barat 7.540 7.510 15.050 100,40
Jumlah 150.491 153.487 303.978 95,94
Sumber : Kabupaten Manggarai Dalam Angka, 2018.
Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Manggarai pada tahun 2017 sebanyak 125.472 jiwa yang
terdiri atas 72.211 laki-laki dan 53.261 perempuan. Jumlah angkatan kerja yang tertampung
dalam berbagai sektor pekerjaan di seluruh wilayah Kabupaten Manggarai sebanyak 120.338
jiwa (69.676 laki-laki dan 50.662 perempuan). Berdasarkan catatan tersebut, jumlah angkatan
kerja yang belum atau tidak mendapatkan pekerjaan sebanyak 5.134 jiwa (2.535 laki-laki dan
2.599 perempuan).
Tabel 4.3 juga menginformasikan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap
penduduk usia kerja sebesar 60,50% (72,20% laki-laki dan 49,60% perempuan). Sedangkan
persentase penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja sebesar 95,91 % (96,49% laki-laki
dan 95,12% perempuan) sehingga tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,09% (3,51% laki-
laki dan 4,88% perempuan).
4-5
Tabel 4.3
Informasi Ketenagakerjaan di Kabupaten Manggarai Tahun 2017
Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah
Angkatan Kerja 72.211 53.261 125.472
Angkatan kerja Tertampung 69.676 50.662 120.338
Pencari Kerja 2.535 2.599 5.134
Bukan Angkatan Kerja 27.808 54.124 81.932
Jumlah 171.502 160.646 332,876
Sumber : Kabupaten Manggarai Dalam Angka, 2018
Lapangan usaha yang digeluti penduduk di Kabupaten Manggarai dengan proporsi mencapai
79.132 jiwa (64,46%) adalah lapangan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, dan perikanan. Penduduk yang bekerja pada sektor jasa sebanyak 11.938 jiwa
(9,72%), yang bekerja di sektor konstruksi sebanyak 8.219 jiwa (6,70%); yang bekerja pada
sektor industri berjumlah 6.518 jiwa (5,31%); yang bekerja pada sektor transportasi,
pergudangan dan komunikasi sebanyak 7.591 jiwa (6,18%); yang bekerja di sektor
perdangangan, rumah makan dan jasa akomodasi sebanyak 6.240 jiwa (5,08%); yang bekerja
di sektor pertambangan sebanyak 2.584 jiwa (2,11%) dan yang bekerja di sector keuangan
sebanyak 535 jiwa (0,44%).
Tingginya penduduk yang bekerja di sektor pertanian disebabkan latar belakang pendidikan
mereka yang hanya sampai pada tingkat sekolah dasar dan untuk bekerja di sektor tersebut
tidak membutuhkan latar belakang pendidikan formal yang cukup tinggi. Disamping itu,
sektor pertanian masih terbuka peluang kerja seluas-luasnya untuk angkatan kerja yang tidak
mempunyai skill maupun untuk angkatan kerja yang mempunyai skill sekalipun.
4.1.3. Kondisi Sosial Ekonomi
Keberagaman dan prioritas pengembangan sektoral dan wilayah akan memberikan kontribusi
yang nyata pada pembangunan Kabupaten Manggarai. Beragam kegiatan perekonomian di
Kabupaten Manggarai memberikan warna tersendiri pada struktur perekonomiannya.
Kabupaten Manggarai merupakan daerah pariwisata dan daerah pertanian yang tentu akan
memberikan pola yang khas dalam struktur perekonomian daerahnya. Secara umum, bila
semakin besar persentase atau kontribusi suatu sektor dalam struktur perekonomian, maka
akan semakin besar pula pengaruh sektor tersebut di dalam perkembangan ekonomi suatu
daerah dan selanjutnya sektor tersebut dapat diduga akan menjadi penggerak ekonomi di
wilayah yang bersangkutan.
4-6
Tabel 4.4
Perkembangan Kontribusi SektorDalam Struktur Kabupaten Manggarai 2013 – 2017 (%)
Sektor/Sub sektor 2013 2014 2015 2016 2017
Primer 28,10 27,20 26,50 25,80 25,04
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 24,90 24,00 23,20 22,49 21,86
Pertambangan dan Penggalian 3,20 3,20 3,30 3,31 3,18
Sekunder 13,60 13,70 13,70 13,90 13,99
Industri Pengolahan 0,40 0,40 0,40 0,42 0,42
Pengadaan Listrik dan Gas 0,10 0,10 0,10 0,09 0,09
Pengadaan air, Pengolahan Sampah, Limbah & Daur 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11
Kontruksi 13,00 13,10 13,10 13,29 13,37
Tersier 58,40 59,29 59,80 60,29 60,95
Perdagangan besar dan eceran; Reparasi mobil 8,80 9,00 9,10 9,24 9,34
Transportasi dan Pergudangan 3,50 3,50 3,50 3,46 3,47
Penyediaan akomodasi dan makan minum 0,40 0,40 0,40 0,43 0,44
Informasi dan Komunikasi 8,90 9,10 9,30 9,51 9,69
Jasa Keuangan dan Asuransi 7,30 7,40 7,40 7,17 7,18
Real Estate 2,70 2,70 2,60 2,53 2,46
Jasa Perusahaan 0,20 0,20 0,20 0,19 0,19
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan 13,30 13,60 13,90 14,22 14,45
Jasa Pendidikan 7,40 7,50 7,60 7,74 7,93
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,90 1,90 1,90 1,88 1,87
Jasa Lainnya 4,00 3,90 3,90 3,92 3,93
Sumber : Kabupaten Manggarai Dalam Angka, 2018
Struktur perekonomian Kabupaten Manggarai dapat dikelompokkan dalam tiga sektor utama
yaitu; pertama, sektor primer [pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan
dan penggalian], kedua, sektor sekunder [industri pengolahan, listrik dan gas, pengadaan air
bersih, pengelolaan sampah, limbah dan daur serta konstruksi]; dan ketiga sektor tersier
[perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, transportasi dan pergudangan, penyediaan
akomodasi dan makan minum, informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, real
estate, jasa perusahaan, adminstrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan, jasa pendidikan,
jasa kesehatan dan kegiatan social, dan jasa lainnya]. Dominasi sektor ekonomi yang menjadi
motor penggerak perekonomian di Kabupaten Manggarai, dilihat dari struktur ekonomi
kabupaten Manggarai. Struktur ekonomi ini dilihat dari besarnya kontribusi yang
disumbangkan masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB Kabupaten Manggarai.
Tabel 4 menunjukkan dominasi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sangat tinggi
selama lima tahun terakhir rata-rata diatas 23%. Selain sektor pertanian sebagai sektor
primer, juga sektor Adminstrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan dominasi berada di
peringkat kedua. Sektor kontruksi yang berada di peringkat ketiga sedangkan sektor informasi
dan telekomunikasi berada di peringkat empat. yang terus mengalami peningakatan dari
tahun ke tahun. Jasa perusahaan berada pada peringkat terendah. Selain itu sektor
perdagangan besar dan eceran juga menjadi salah satu giat usaha yang pertumbuhanya rata-
rata diatas 9%, namun secara umum sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih
merupakan sektor yang paling dominan dalam perkembangan ekonomi Kabupaten
Manggarai.
4-7
Grafik 4.1
Struktur Perekonomian Kabupaten Manggarai 2013 – 2017 [Sumber :Kabupaten Manggarai dalam Angka Tahun 2018]
Berdasarkan Gambar 4.1, antara sektor primer dan tersier terlihat mendominasi sekitar 59%
kontribusi terhadap perekonomian Kabupaten Manggarai pada tahun 2013 – 2017. Sektor
tersier semakin menunjukkan dominan jika dibandingkan dengan tahun 2009 – 2011 yang
masih didominasi oleh sektor primer. Sektor sekunder sebesar 12,5%. Selama periode lima
tahun tersebut, ada kecenderungan kontribusi sektor primer semakin berkurang, pada sisi lain
kontribusi sektor tersier semakin meningkat. Kondisi tersebut mengindikasikan semakin
beragamnya sumber perekonomian masyarakat di Kabupaten Manggarai. Sementara itu, sektor
sekunder dalam perkembangannya selama lima tahun tersebut perkembangannya sangat
lambat bahkan relatif stagnan.
4.2. GAMBARAN UMUM UNIT SURVEY
Survey IKM ini dilakukan pada tiga unit kelompok layanan yakni layanan kesehatan, layanan
kependudukan dan layanan perizinan. Ketiga unit layanan tersebut teridentifikasi sebagai unit
layanan yang hampir selalu berhubungan dengan masyarakat pengguna jasa [users] dari
berbagai kalangan. Lokus unit layanan kesehatan adalah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Manggarai dr. Ben Mboi. Sedangkan lokus layanan perizinan dan kependudukan masing-masing
di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan DPMKUT Kabupaten Manggarai.
A. Unit Layanan Kesehatan
Unit layanan kesehatan adalah unit layanan pada lingkup pemerintahan Kabupaten Manggarai
yang berorientasi pada bidang kesehatan. Pelayanan di bidang kesehatan mencakup 12 [dua
belas] produk pelayanan pada RSUD dr. Ben Mboi Kabupaten Manggarai, yakni: [1] Rawat jalan;
[2] Rawat inap; [3] Unit Gawat Darurat; [4] Laboratorium; [5] Farmasi; [6] Radiology; [7]
Rehabilitasi medic; [8] Pemulasan Janazah; [9] Hemadolisa; [10] Medikolegal; [11] Visum et
Repertum; [12] Intensive Care Unit [ICU]. Berbagai produk layanan sebagaimana disebutkan
merupakan bentuk layanan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Manggarai melalui RSUD dr. Ben Mboi demi meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Pelayanan yang termasuk dalam kategori layanan kesehatan ini mencakup layanan administratif
dan layanan teknis yang bermuara pada layanan jasa. Karenanya, tingkat kepuasan masyarakat
diukur berdasarkan kualitas layanan baik layanan administrative, layanan teknis, maupun
layanan jasa.
4-8
B. Unit Layanan Kependudukan
Unit layanan kependudukan merupakan unit layanan pada lingkup Pemerintahan Kabupaten
Manggarai yang melayani segala urusan di bidang kependudukan. Pelayanan di bidang
kependudukan mencakup berbagai produk layanan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
(Disdukcapil) Kabupaten Manggarai yang mencakup 6 [enam] produk layanan, yakni: [1] Kartu
Keluarga; [2] Kartu Tanda Penduduk; [3] Akta Kelahiran; [4] Akta Perkawinan; [5] Akta
Kematian; [6] Akta Pengakuan Anak. Berbagai produk layanan sebagaimana disebutkan
tersebut mencakup pelayanan administratif dan pelayanan teknis sebagai indicator untuk
menilai tingkat kepuasan maysarakat terhadap instansi yang memberikan layanan
kependudukan.
C. Unit Layanan Perizinan
Unit layanan perizinan merupakan unit layanan pada lingkup Pemerintahan Kabupaten
Manggarai yang melayani segala urusan di bidang perizinan. Pelayanan di bidang perizinan di
Kabupaten Manggarai mencakup berbagai produk layanan pada DPMKUT Kabupaten
Manggarai yang berjumlah 84 jenis perizinan dan non perizinan. Berbagai produk layanan di
bidang perizinan diselenggarakan dalam rangka memberikan kemudahan bagi masyarakat di
Kabupaten Manggarai dalam menjalankan usaha maupun berbagai kegiatan yang
membutuhkan izin resmi.
4.3. KARATERISTIK RESPONDEN
Pada prinsipnya, responden pada survey IKM ini sangat mempertimbangkan aspek keterwakilan
dari setiap unit pelayanan. Tahapan penentuan responden dalam survey ini diawali dengan
menentukan unit survey. Responden dalam survey ini ditetapkan secara random berdasarkan
pertimbangan aspek jumlah penduduk dan ketersebaran wilayah. Sedangkan penentuan unit
survey dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan volume pelayanan, dan intensitas
kebutuhan masyarakat terhadap produk layanan pada setiap unit survey. Selanjutnya
ditentukan responden berdasarkan volume dan intensitas pelayanan yang diberikan oleh setiap
unit survey. Hasil perhitungan tersebut kemudian menjadi dasar pertimbangan dalam
menentukan persentase responden pada setiap kecamatan dan unit pelayanan. Rata-rata
setiap unit pelayanan dan produk layanan yang tercakup di dalamnya yang menjadi unit survey
berhubungan dengan masyarakat selaku pengguna layanan. Namun volume dan intensitas
layanan yang diberikan oleh setiap unit survey berbeda satu dengan yang lainnya sehingga
jumlah responden disesuaikan dengan volme dan intensitas layanan. Konkretnya, jumlah
responden pada unit pelayanan kesehatan dan kependudukan tentu persentasenya lebih
banyak daripada unit pelayanan perizinan.
A. Kriteria Umum Responden
Total jumlah responden yang menjadi narasumber dalam kegiatan survey IKM Kabupaten
Manggarai [periode 2019] adalah sebanyak 323 [tiga ratus dua puluh tiga] orang
berdasarkan perhitungan tabel sampel krejcie and morgan [lampiran II Permen PAN-RB
Nomor 14 Tahun 2017]. Sejumlah responden dimaksud terdapat 57% pria dan responden
wanita sebesar 42% sebagaimana tampak pada gambar berikut.
4-9
Gambar 4.2.
Karakteristik Narasumber Berdasarkan Jenis Kelamin [Sumber: Data Primer, 2019]
Pemilihan responden dilakukan berdasarkan pertimbangan keterwakilan dari tiap-tiap
wilayah dan yang paling penting adalah intensitas pengurusan pada setiap unit layanan
dimaksud. Ketiga ratus dua puluh tiga responden yang dipilih tersebar dalam tiga unit
survey [unit layanan kesehatan, unit layanan perizinan, dan unit layanan kependudukan].
Sebaran responden pada tiap unit layanan berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi unit
layanan dan karakteristik layanan.
Unit layanan kependudukan dan unit layanan perizinan merupakan unit layanan yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah sehingga menjadi satu-satunya pilihan
masyarakat ketika hendak mengurus sesuatu. Berbeda dengan unit layanan perizinan, unit
layanan kependudukan merupakan unit layanan dasar yang bersifat wajib bagi seluruh
anggota masyarakat. Sedangkan unit layanan kesehatan merupakan unit layanan yang
menjadi kebutuhan dasariah manusia. Intensitas, volume, dan frekwensi layanan pada
masing-masing unit layanan juga berbeda-beda. Perbedaan karakter dari tiap unit layanan
tersebut menjadi dasar penentuan sebaran responden.
Tahapan berikutnya dilakukan pengumpulan data lapangan dengan prasyarat dan kriteria
responden yang perolehannya secara acak terbatas, yaitu; [1] berusia 17 tahun keatas atau
telah menikah, [2] sudah/sedang mendapatkan pelayanan terkait objek kajian, dan [3] tidak
memiliki hubungan keluarga langsung dan tidak berdomisili dalam 1 rumah tangga.
Umumnya responden telah tamat SMA/setingkat [44,58%] dan sisanya tamatan PT
[31,27%], tamatan SD/SMP [23,22%], dan tidak pernah sekolah [0,93%] sebagaimana
tampak pada gambar berikut.
Gambar 4.4.
Karakteristik Narasumber Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan [Sumber: Data Primer, 2019]
4-10
Merujuk gambar 4.4. menunjukan bahwa sebagian besar responden telah memiliki
pendidikan setingkat pendidikan menengah dan tinggi sehingga diduga berkapasitas layak
untuk memberikan penilaian persepsional kondisi pelayanan publik di Kabupaten
Manggarai. Pertimbangan rasionalitas dalam memberikan persepsi cenderung lebih
dipercaya karena para responden memiliki pemahaman yang cukup baik sebagaimana
tampak dari tingkat pendidikannya. Kondisi demikian diperkuat pula dengan karakteristik
responden lainnya merujuk jenis pekerjaan utama yang digeluti sebagaimana tersaji dalam
gambar berikut.
Gambar 4.5.
Karakteristik Narasumber Berdasarkan Latar Pekerjaan yang Digeluti [Sumber: Data Primer, 2019]
Gambar di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki latar belakang
pekerjaan sebagai wiraswasta [29,41%] dan Ibu Rumah Tangga [IRT] [22,29%]. Selebihnya
adalah petani [14,55%], PNS [13,62%], pegawai swasta [12,38%], belum bekerja [2,48%],
mahasiswa [1,86%], pensiunan [1,24%], dan pekerjaan lainnya [2,17%]. Kelompok
responden terbesar berprofesi sebagai wiraswasta yang seluruhnya terdistribusi pada
urusan perizinan dan lainnya terdapat pada urusan layanan kesehatan dan layanan
kependudukan. Kelompok terbanyak kedua adalah ibu rumah tanggga [IRT] yang
menunjukan bahwa sebanyak 21% responden perempuan adalah IRT. Keberadaan IRT
cukup menambah variasi perbandingan tingkat kebutuhan pelayanan oleh kalangan pekerja
aktif dan perempuan sebagai IRT.
Memperhatikan frekwensi keseringan responden dalam mendapatkan layanan pada ketiga
unit survey dimaksud, maka ditemukan bahwa hampir sebagian besar responden baru
pertama kali berurusan dengan dinas/instansi terkait. Sebaran responden berdasarkan
frekwensi keseringan mendapatkan pelayanan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar
berikut memperlihatkan 44,58% responden baru pertama kali berurusan dengan unit
pelayanan yang terkait. 22,91% sudah dua kali berurusan dan sisanya 32,51% sudah
berurusan lebih dari 3 kali. Data dimaksud akan menjadi pembanding dalam analisa
selanjutnya bahwa pengguna layanan akan mengalami variasi penilaian terhadap
pengalaman pertamanya mendapatkan pelayanan.
4-11
Gambar 4.6.
Karakteristik Unit Layanan Berdasarkan Frekwensi Pengurusan
[Sumber: Data Primer, 2019]
Tuntutan atau kebutuhan responden dalam berurusan dengan instansi/dinas terkait dilatari
oleh beragam alasan yang sebagian besar terdorong oleh kesadaran sendiri [49,54%]
karena merasa penting untuk mendapatkan layanan dimaksud. Selebihnya dipengaruhi
oleh tuntutan pekerjaan [16,10%] yang sedang maupun yang akan digeluti, kewajiban dari
pemerintah [13,31%] yang terpaksa melakukan permohonan pelayanan karena tuntutan
regulastif, pemenuhan kebutuhan utama [12,69%], paksaan dari keluarga [1,24%], dan alas
an lainnya [7,12%] sebagaimana tampak pada gambar berikut.
Gambar 4.7.
Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Pengurusan [Sumber: Data Primer, 2019]
B. Kriteria Umum Tentang Kegiatan Pelayanan
Temuan lapangan menunjukkan bahwa pada saat survey ini dilakukan, unit layanan yang
paling banyak berhubungan dengan masyarakat adalah unit layanan kesehatan dengan
persentase sebesar 44,27%. Menyusul unit layanan kependudukan sebesar 30,96% dan
unit layanan perizinan sebesar 24,77% sebagaimana tampak pada gambar berikut.
4-12
Gambar 4.8.
Persentase Unit layanan yang paling banyak berurusan dengan masyarakat [Sumber: Data Primer 2019]
Gambar di atas memperliihatkan bahwa kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan
cukup tinggi dibandingkan dengan layanan kependudukan dan perizinan. Tingginya
persentasi dimaksud juga menunjukan bahwa tingkat kebutuhan terhadap layanan
kesehatan relatif lebih tinggi dan dibutuhkan oleh seluruh komponen masyarakat, terlebih
pada kondisi keterdesakan [tuntutan] untuk segera sembuh. Berbeda dengan kedua unit
layanan lainnya, layanan perizinan hanya dikhususkan bagi pelaku usaha maupun
perorangan yang membutuhkan jenis izin para periode tertentu. Sedangkan layanan
kependudukan umumnya periodesasinya terbatas sehingga intensitas pelayanannya relatif
lebih rendah dari kebutuhan pelayanan kesehatan.
Unit pelayanan kesehatan mejadi unit yang paling banyak melakukan kegiatan pelayanan.
Hal itu disebabkan karena RSUD dr. Ben Mboi merupakan satu-satunya Rumah Sakit yang
terdapat di Kota Ruteng yang menyelenggarakan pelayanan di bidang kesehatan dengan
fasilitas yang cukup memadai dan produk layanan yang cukup lengkap. Selain RSUD dr. Ben
Mboi Ruteng juga terdapat RS St. Rafael yang terdapat di Cancar namun rata-rata
masyarakat lebih memilih RSUD dr. Ben Mbio Ruteng untuk kebutuhan pelayanan
kesehatan yang darurat dan mendesak. Alasan demikian karena RSUD dr. Ben Mboi
memiliki komplikasi jenis layanan, sarana dan petugas medis, serta letaknya yang lebih
strategis disbanding pesaingnya. Kondisi ini kemudian menjadikan RSUD dr. Ben Mboi
sebagai unit layanan kesehatan yang sering dikunjungi oleh masyarakat yang membutuhkan
layanan kesehatan. Masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan pada RSUD dr. Ben
Mboi tidak saja berasal dari wilayah Kabupaten Manggarai saja tetapi juga menjangkau
wilayah Kabupaten Manggarai Timur dan Manggarai Barat.
Unit pelayanan kependudukan juga merupakan unit pelayanan yang ramai didatangi
masyarakat, dan terpantau setiap hari kerja terjadi aktivitas pelayanan pada Disdukcapil
Kabupaten Manggarai. Hal ini disebabkan oleh karakteristik produk layanan yang
merupakan layanan dasar seperti Kartu Keluarga, KTP, Akta Kelahiran, dan lainnya. Produk
luaran dari layanan kependudukan umumnya merupakan dokumen identitas
kependudukan yang dijadikan syarat dalam pengurusan jenis layanan lainnya.
Kedudukannya sebagai unit layanan yang utama dan tidak tergantikan menjadikan unit
4-13
layanan ini selalu berhubungan dengan hampir seluruh penduduk di Kabupaten Manggarai.
Analisa lanjutannya diduga akan ditemukan kecenderungan tingkat layanan yang relatif
monopoli karena secara regulatif hanya terdapat satu unit pelayanan sejenis, tanpa ada
pesaing sebagai pembanding dalam pelayanan sejenis.
Unit pelayanan perizinan dengan berbagai produk layanan yang tercakup di dalamnya
merupakan unit pelayanan yang paling rendah frekwensi kunjungan masyarakatnya. Segala
jenis urusan yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat yang membutuhkan izin resmi
harus melalui instansi terkait. Karena itu, pada dasarnya kedudukan DPMKUT yang
menyelenggarakan urusan di bidang perizinan terkategori sangat urgen. Namun tidak
semua anggota masayrakat berurusan dengan instansi tersebut sehingga frekwensi
kunjungan masyarakat yang membuthkan pelayanan pada instansi tersebut tidak begitu
signifikan.
Menimbang motivasi masyarakat dalam mengurus berbagai urusan pada ketiga unit
pelayanan dimaksud, ditemukan beragam motivasi. Merujuk sekian motivasi yang ada,
kesadaran pribadi berada pada tingkatan paling tinggi sebesar 60,37%. Selebihnya adalah
desakan dari keluarga [17,96%], dorongan dari pemerintah setempat [14,55%], untuk
membantu pihak lain [3,72%], perintah atasan [1,24%], dan mmotivasi lainnya [2,17%]
sebagaimana tampak pada gambar berikut.
Gambar 4.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Motivasi Pengurusan
[Sumber: Data Primer, 2019] Hasil demikian menunjukan bahwa masyarakat di Kabupaten Manggarai telah memiliki
kesadaran tinggi untuk mendapatkan layanan dari pemerintah, atau dalam dimensi lainnya
dapat disimpulkan bahwa keberadaan pemerintah dalam melakukan layanan publik telah
dianggap penting [dibutuhkan] bagi masyarakat. Kondisi ini dapat berdampak pada tingkat
ketergantungan dari masyarakat yang tinggi atas peran pelayanan publik yang diberikan
pemerintah dan kelaknya dapat menimbulkan apatisme bagi pelayanan publik. Perihal
demikian harusnya dimaknai sebagai bentuk kemandirian masyarakat dan oleh para
aparatur harus menyadari tugas pelayanan dimaksud.
5-1
Bagian V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. HASIL IKM KABUPATEN MANGGARAI PERIODE 2019
5.1.1 IKM Kabupaten Manggarai Menurut Jenis Unit Pelayanan
A. Unit Pelayanan Kesehatan
Unit pelayanan kesehatan merupakan unit yang memberikan pelayanan di bidang kesehatan.
Pelayanan yang diberikan berupa pelayanan administratif dan persyaratan teknis sebagai
prasyarat sebelum mendapatkan pelayanan jasa dari penyedia layanan [provider].Pelayanan
administratif dan pelayanan teknis sebagaimana dimaksud diwajibkan bagi setiap pengguna
layanan. Penilaian terhadap kualitas pemberi layanan [users] diukur berdasarkan 9 [sembilan]
unsur layanan sebagaimana termuat dalam Permen PAN-RB No 14 tahun 2017.
Survey IKM terhadap unit pelayanan kesehatan di Kabupaten Manggarai diukur berdasarkan
kualitas layanan pada 12 [dua belas] produk layanan yang dijalankan oleh RSUD dr. Ben
Mboiyakni: [1] Rawat jalan; [2] Rawat inap; [3] Unit Gawat Darurat; [4] Laboratorium; [5] Farmasi;
[6] Radiology; [7] Rehabilitasi medik; [8] Pemulasan Janazah; [9] Hemadolisa; [10] Medikolegal;
[11] Visum et Repertum; [12] Intensive Care Unit [ICU]. Keduabelas produk layanan tersebut
ditentukan berdasarkan pertimbangan karakteristik layanannya yang langsung berhadapan
dengan masyarakat selaku pengguna jasa. Sebaran jumlah masyarakat pengguna jasa yang
membutuhkan layanan dari setiap produk layanan pada RSUD dr. Ben Mboi pada umumnya
merata pada kedua belas produk layanan sehingga ditetapkan sebagai unit survey. Selain itu,
konektivitas antara produk layanan juga menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan unit
survey.
Sasaran yang menjadi responden dalam survey ini adalah masyarakat umum yang pernah
mendapatkan pelayanan atau sedang mendapatkan pelayanan dari instansi yang menjalankan
pelayanan melalui keduabelas produk layanan dimaksud. Jumlah responden ditentukan sebanyak
143 orang sesuai total layanan yang terlayani selama periode 2018 pada ketiga unit layanan.
Sejumlah responden dimaksud didistribusikan secara normal dan memenuhi unsur keterwakilan
ditinjau dari aspek sebaran wilayah, jenis kelamin, umur, status sosial, dan sebagainya. Namun
aspek yang paling ditekankan dalam penentuan responden adalah pengguna layanan.
Survey IKM berikut juga melibatkan narasumber dari ketiga instansi pelayanan dimaksud dengan
tujuan untuk mengkonfirmasi berbagai temuan dan informasi yang diperoleh dari masyarakat
[responden]. Selain itu, temuan-temuan di lapangan yang diperoleh melalui observasi juga
menjadi bahan pertimbangan dalam memperkuat analisis dan pembahasan. Observasi dimaksud
5-2
dilakukan dengan cara mengamati aktivitas pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan pada
setiap produk layanan dimaksud. Berbagai aspek yang disoroti dalam kegiatan observasi adalah
pemantauan kegiatan pelayanan sesuai mekanisme dan prosedurnya, kelengkapan SOP dan SP,
penyediaan sarana/prasarana, pemanfaatan perangkat teknologi, memantau tingkat keramahan
dan keahlian petugas layanan, serta kenyamanan fasilitas lainnya dilokasi pelayanan. Surveyor
sebelum melakukan tatap muka langsung dengan narasumber [dalam hal ini adalah pejabat
terkait pada unit pelayanan], terlebih dahulu melakukan kegiatan observasi yang tidak didampingi
dan tidak diketahui petugas/pejabat terkait. Hal demikian untuk memastikan segala bentuk
pelayanan berjalan secara normal, alami, dan tidak ada unsur kesengajaan [setting-an] saat
pelaksanaan survey berlangsung. Sisi demikianlah surveyor dapat memperoleh informasi dan
penilaian yang objektif dalam pemantauan lapangan terhadap semua proses dan hasil kegiatan
pelayanan publik pada ketiga unit survey.
Hasil pengukuran IKM pada unit pelayanan kesehatan di Kabupaten Manggarai dapat diamati
pada tabel berikut:
Tabel 5.1.
Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Kesehatan
Jenis Unsur U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9
Jumlah Nilai Unsur 505.00 502.00 445.00 446.00 447.00 475.00 482.00 453.00 459.00
NRR 3.53 3.51 3.11 3.12 3.13 3.32 3.37 3.17 3.21
Nilai Penimbang [Bobot] 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11
NRR tertimbang 0.39 0.39 0.35 0.35 0.35 0.37 0.37 0.35 0.36
IKM Unsur Kesehatan 9.81 9.75 8.64 8.66 8.68 9.23 9.36 8.80 8.92
IKM [Konversi] Kesehatan 81,86
Sumber: Data primer, 2019
Tabel di atas memperlihatkan bahwa keluhan tertinggi adalah terkait unsur waktu layanan [U3]
yang ditunjukan dengan rendahnya nilai unsur waktu yang hanya mencapai 8,64.Meskipun
terkategori baik namun kesesuaian waktu masih diharapkan lebih konsisten sebagaimana
terjadwalkan dalam standar yang telah ditetapkan dan terpublikasikan. Kondisi demikian
dimungkinkan karena RSUD dr. Ben Mbio merupakan satu-satunya rumah sakit di Kota Ruteng
dengan tingkat kebutuhan yang tinggi dari masyarakat,sementara ketersediaan tenaga medis
maupun administratif cukup terbatas. Permasalahan lain yang ditemukan juga adalah berkaitan
dengan proses pengurusan obat hingga pengambilan obat. Rata-rata masyarakat mengeluhkan
soal prosedur pengambilan obat yang terlalu berbelit. Sisi lainnya, kondisi psikologis pengguna
layanan saat melakukan pengurusan [memanfaatkan jasa layanan kesehatan] cenderung dalam
keterdesakan sehingga meskipun waktu layanan sudah sesuai standarnya akan tetap dirasakan
lambat karena tingkat kebutuhan yang lebih tinggi atau lebih cepat agar keresahannya dalam
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi akan lebih cepat. Biasanya kasus demikian terjadi
saat pelayanan urgen seperti layanan gawat darurat, menunggu hasil pemeriksaan dan jenis
layanan lainnya yang sifatnya segera/terdesak untuk ditindaklanjuti.
Secara keseluruhan nilai total IKM pada unit pelayanan kesehatan berada pada interval antara
76,61 sampai 88,30 yakni skor 81,86 dengan predikat BAIK.Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
masih terdapat beberapa unsur layanan yang perlu ditingkatkan lagi pelayanannya seperti unsur
biaya, produk, perilaku, dan pengaduan, sehingga nilai IKM dapat meningkat ke predikat SANGAT
BAIK.
5-3
B. Unit Pelayanan Kependudukan
Survey IKM terhadap unit pelayanan kependudukan di Kabupaten Manggarai diukur berdasarkan
kualitas layanan pada 6 [enam] produk layanan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
[Disdukcapil] Kabupaten Manggarai, yakni: [1] Kartu Keluarga; [2] Kartu Tanda Penduduk; [3] Akta
Kelahiran; [4] Akta Perkawinan; [5] Akta Kematian; [6] Akta Perceraian. Keenam produk layanan
tersebut ditentukan berdasarkan pertimbangan karakteristik layanannya yang langsung
berhadapan dengan masyarakat selaku pengguna jasa serta intensitas pelayanan. Merujuk
karakteristik layanannya, keenam produk layanan dimaksud merupakan jenis layanan dasar yang
menjadi prasyarat bagi masyarakat dalam mengurus urusan lainnya, serta identitas
kependudukan sehingga tuntutan legalitas formal selaku penduduk dituntut untuk memilikinya.
Karakteristik itulah yang menjadikan keenam produk layanan tersebut sebagai layanan yang
paling banyak berhubungan dengan masyarakat pengguna jasa, dan atas dasar pertimbangan
tersebut kemudiaan keenam produk layanan tersebut ditetapkan sebagai unit survey IKM pada
unit pelayanan kependudukan.
Sasaran yang menjadi responden dalam survey ini adalah masyarakat umum yang pernah
mendapatkan pelayanan atau sedang mendapatkan pelayanan dari instansi yang menjalankan
pelayanan kependudukan melalui keenam produk layanan dimaksud. Jumlah responden
ditentukan sebanyak 100 orang yang memenuhi syarat keterwakilan ditinjau dari aspek sebaran
wilayah, jenis kelamin, umur, status sosial, dan sebagainya. Aspek yang paling diutamakan dalam
penentuan responden adalah status mereka sebagai pengguna layanan.
Penilaian responden terhadap produk layanan kependudukan yang diberikan oleh Dispendukcapil
kemudian dikonfirmasi dengan hasil wawancara terhadap para pemberi layanan sebagai
narasumber. Selanjutnya hasil pengamatan dan observasi langsung terhadap aktivitas layanan
pada Dispendukcapil sebagaimana yang dilakukan pada unit layanan kesehatan. Observasi
dimaksud dilakukan dengan cara mengamati aktivitas pelayanan yang diberikan oleh penyedia
layanan pada setiap produk layanan dimaksud. Berbagai aspek yang disoroti dalam kegiatan
observasi adalah pemantauan kegiatan pelayanan sesuai mekanisme dan prosedurnya,
kelengkapan SOP dan SP, penyediaan sarana/prasarana, pemanfaatan perangkat teknologi,
memantau tingkat keramahan dan keahlian petugas layanan, serta kenyamanan fasilitas lainnya
dilokasi pelayanan. Hasil observasi akan dikonfirmasikan kepada petugas pelayanan atau pejabat
terkait untuk memastikan kejujuran narasumber dalam memberikan informasi dan disandingkan
dengan hasil wawancara pada responden. Hasil pengukuran IKM pada unit pelayanan
Kependudukan di Kabupaten Manggarai dapat diamati pada tabel berikut.
Tabel 5.2
Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Kependudukan
Jenis Unsur U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9
.Jumlah Nilai Unsur 325.00 314.00 298.00 310.00 305.00 306.00 308.00 305.00 310.00
NRR 3.25 3.14 2.98 3.10 3.05 3.06 3.08 3.05 3.10
Nilai Penimbang [Bobot] 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11
NRR tertimbang 0.36 0.35 0.33 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34
IKM KEPENDUDUKAN 9.03 8.72 8.28 8.61 8.47 8.50 8.56 8.47 8.61
IKM [Konversi] Kependudukan 77,25
Sumber: Data primer, 2019
5-4
Tabel di atas menunjukkan bahwa hampir semua nilai unsur pada unit layanan kependudukan
berada pada kisaran yang sama kecuali unsur persyaratan dengan skor 9,03. Tingginya nilai unsur
persyaratan disebabkan karena rata-rata persyaratan yang ada pada Disdukcapil sudah terstandar
sesuai dengan SOP yang berlaku dan terpublikasikan meskipun tidak memperhatikan unsur estetik
desain ruangannya. Sementara unsurlainnya merupakan unsur penunjang yang membutuhkan
komitmen dan kecakapan petugas/penyedia layanan sebagaimana tampak dari tabel bahwa
kendala yang sering dialami masyarakat berkaitan dengan pelayanan pada unit layanan
kependudukan adalah waktu. Hal itu terbukti dari nilai IKM kependudukan per unsur
menunjukkan nilai pada unsur waktu terkategori yang paling rendah yakni 8,28. Waktu dimaksud
berkaitan dengan lamanya proses pengurusan dokumen yang dibutuhkan masyarakat karena
terkendala masalah teknis sehingga jadwal pengambilan dokumen kependudukan tidak sesuai
jadwal yang ditetapkan. Hampir sebagian besar responden mengeluhkan soal lamanya proses
pengurusan dokumen, dan kondisi demikian terkonfirmasikan saat visitasi lapangan dan
mendapatkan keluhan langsung dari pengguna layanan [sumber] yang tidak tercover sebagai
responden. Banyak anggota masyarakat yang antri menunggu dipanggil maupun untuk mengurus
dokumennya, beberapa di antaranya mengeluhkan soal petugas yang kurang ramah dan kurang
peka dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Realitas yang tidak dapat dipungkiri masyarakat adalah kedudukan Disdukcapil yang sangat urgen
dalam menentukan keberadaan masyarakat sebagai warga negara. Berbagai produk layanan
kependudukan yang ada pada Disdukcapil merupakan prasyarat bagi masyarakat sebelum
mengurus urusan lainnya sehingga keberadaan pelayanannya menjadi dipentingkan, terlebih
tidak ada unit pembanding lainnya sebagai pesaing. Upaya peningkatan kualitas pelayanan secara
teknis telah dilakukan meskipun tidak rutin mengikuti perubahan perkembangan dan selera
pengguna layanan sehingga meningkatnya selera [harapan] masyarakat kian meningkat tidak
dapat diimbangi oleh kualitas layanan langsung dari petugas. Sisi lainnya, pola dan mekanisme
pelayanan kependudukan masih terpolakan dengan mekanisme baku tanpa ada upaya inovatif
dan kreatif untuk memberikan pelayanan ektra. Sementara filosofi kepuasan adalah memberikan
layanan lebih dari nilai yang diharapkan, belum menjadi perhatian serius pada unit layanan
kependudukan di Kabupaten Manggarai.
Membandingkan nilai IKM pada unit layanan kesehatan, nilai IKM pada unit layanan
kependudukan terkategori paling rendah [77,25] meskipun dengan predikat BAIK. Kondisi
tersebut tidak terlepas dari nilai IKM per unsur layanan yang rata-rata berada di bawah 9,0. Upaya
untuk meningkatkan nilai IKM pada unit layanan kependudukan perlu adanya pembenahan pada
setiap unsur layanan, dengan berbagai stimulus yang lebih inovatif dan kreatif. Unit layanan
kependudukan secara kelembagaan perlu melakukan survey internal dengan memperhatikan
kecenderungan selera kepuasan pemohonnya, hadir sebagai pemohon langsung dan merasakan
apa yang diharapkan dan dibutuhkan pemohon kemudian dikembangkan berbagai kreasi
pelayanan dilokasi pelayanan maupun bentuk layanan lainnya. Melakukan redesain ruang tunggu,
sajian informasi berbentuk pengumuman yang lebih elegan dengan mengkombinasikan perangkat
elektronik maupun desain minimalis perlu diperhatikan agar membentuk rasa nyaman bagi para
pengguna layanan, baik yang melakukan permohonan maupun sekedar melakukan kunjungan jke
lokasi pelayanan. Hal itu sangat bergantung pada komitmen dan kompetensi penyedia layanan
dalam memberikan layanan sehingga masyarakat yang membutuhkan pelayanan dapat merasa
puas dan terlayani dengan baik.
5-5
C. Unit Pelayanan Perizinan
Survey IKM terhadap unit pelayanan perizinan di Kabupaten Manggarai diukur berdasarkan
intensitas dan volume layanan terhadap 84 jenis perizinan dan non perizinan pada DPM-
KUTKabupaten Manggarai. Kondisi demikian jika dibandingkan dengan unit pelayanan lainnya,
unit pelayanan perizinan merupakan unit pelayanan yang paling banyak memiliki jenis layanan
namun intensitas pelayanan cukup rendah karena jenis pelayanan perizinan hanya diperlukan
oleh jenis kelompok tertentu yang membutuhkan layanan. Survey IKM berikut hanya
mengakomodir sebagian kecil jenis layanan yang memiliki intensitas dan volume pelayanan tinggi,
sementara terdapat beberapa jenis layanan yang tidak ada pemohon pelayanannya tidak
termasuk dalam objek survey. Merujuk karakteristik layanannya, berbagai produk layanan pada
unit pelayanan perizinan ini merupakan jenis layanan yang sifatnya administratif dan menjadi
kewenangan instansi bersangkutan sehingga unit pelayanan perizinan dan berbagai produk
layanan yang tercakup di dalamnya dijadikan sebagai unit survey untuk mengukur tingkat
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai.
Sasaran yang menjadi responden dalam survey ini adalah masyarakat umum yang pernah
mendapatkan pelayanan atau sedang mendapatkan pelayanan dari instansi yang menjalankan
pelayanan perizinan melalui berbagai produk layanan yang tercakup di dalamnya. Jumlah
responden ditentukan sebanyak 80 orang yang memenuhi syarat keterwakilan ditinjau dari aspek
sebaran wilayah, jenis kelamin, umur, status sosial, dan representasi dari kuota per jenis layanan.
Teridentifikasi para pengguna layanan umumnya adalah pribadi atau mewakili lembaga usaha
[perusahaan] karena sebagian besar jenis pelayanan perizinan adalah berfungsi untuk syarat
administratif dalam memulai dan memperlancar aktifitas usaha. Jumlah pemohon sangat
bervariatif bagi setiap jenis layanan, dan demikian pula intensitas pelayanan relatif kecil karena
masa berlaku produk layanan cenderung pada periode yang relatif lama. Terlebih dengan
berlakunya regulasi terkini terkait Online Single Submission [OSS] sebagaimana Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik, terdapat integrasi layanan yang berdampak pada syarat, mekanisme dan prosedur
pelayanan perizinan.
Penilaian responden terhadap produk layanan perizinan yang diberikan oleh DPM-KUT kemudian
dikonfirmasi dengan hasil wawancara langsung kepada para petugas layanan atau pejabar terkait
sebagai narasumber. Sebelumnya telah dilakukan observasi dan pemantauan secara tertutup
terhadap proses pelayanan agar dalam tahapan wawancara dapat disandingkan dengan kondisi
riil yang ditemukan sebelumnya di lokasi pelayanan. Hasil wawancara langsung kepada petugas
layanan dan pejabat terkait fungsinya untuk mengkonfirmasikan berbagai informasi yang
disampaikan oleh narasumber, dan juga memastikan tingkat akurasi informasi dan pengakuan
para narasumber terkait kesembilan unsur layanan pada DPM-KUT Kabupaten Manggarai.
Hasil observasi menunjukan bahwa ketersediaan sarana gedung pelayanan cukup representatif
untuk melakukan pelayanan, termasuk halaman parkir dan lingkungan diluar gedung. Kondisi
keruangan para ruang tunggu cukup sempit namun tersedia beberapa informasi terkait
persyaratan dan mekanisme pelayanan serta pengaduannya dengan tatanan desain yang kurang
tertata. Unsur layanan waktu terterakan dalam berbagai dokumen SOP dan SAP baik per jenis
layanan maupun per sub-unit penyelenggara layanan sehingga prosedurnya sudah ditetapkan
standar biaya dan waktu penyelesaian tugas per tahapannya.
5-6
Hasil pengukuran IKM pada unit pelayanan perizinan pada DPM-KUT Kabupaten Manggarai tersaji
dalam tabel berikut.
Tabel 5.3.
Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Perizinan
Jenis Unsur U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9
Jumlah Nilai Unsur 259.00 270.00 241.00 241.00 248.00 256.00 260.00 252.00 259.00
NRR 3.24 3.38 3.01 3.01 3.10 3.20 3.25 3.15 3.24
Nilai Penimbang [Bobot] 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11
NRR tertimbang 0.36 0.38 0.33 0.33 0.34 0.36 0.36 0.35 0.36
IKM PERIZINAN 8.99 9.38 8.37 8.37 8.61 8.89 9.03 8.75 8.99
IKM [Konversi] Perizinan 79,38
Sumber: Data primer, 2019
Tabel di atas memperlihatkan bahwa skor nilai IKM untuk unit layanan perizinan adalah 79,38
dengan predikat BAIK. Nilai tersebut sedikit lebih tinggi dari nilai IKM unit layanan kependudukan
bukan berarti layanan kependudukan tidak sebaik layanan perizinan maupun layanan kesehatan
karena harus dirujuk pula jenis, bentuk dan sifat layanannya. Layanan perizinan bersifat periodek
dan tidak bersifat wajib bagi setiap penduduk karena hanya person dan kelompok penduduk
tertentu yang membutuhkan pelayanan perizinan sehingga persepsi yang terbentuk juga
bervariasi tergantung kebutuhan layanannya, sementara layanan kependudukan merupakan
layanan dasar yang harus diurus dan dimiliki oleh setiap penduduk sehingga persepsi publik
terkomposit dalam nilai yang rerata dan memenuhi keterwakilan kepentingan segenap
masyarakat. Layanan perizinan yang cenderung banyak dibutuhkan oleh kelompok pelaku usaha
tidak mencakupi seluruh komponen masyarakat lainnya sehingga fungsi keterwakilannya hanya
untuk memenuhi kebutuhan parsial sesuai jenis layanan yang dibutuhkan para pemohonan.
Jika dilihat per unsur layanan, unsur waktu dan biaya memiliki nilai terrendah dengan skor
masing-masing 8,37. Artinya, masyarakat masih banyak mengeluhkan soal waktu pengurusan
yang relatif lama dan biaya yang relatif mahal. Karena itu diperlukan upaya pembenahan internal
bagi instansi terkait terutama dalam hal waktu dan biaya. Diupayakan agar waktu pengurusan
lebih dipercepat dengan biaya yang relatif bisa dijangkau oleh masyarakat pengguna layanan.
5.1.2. IKM Kabupaten Manggarai Menurut Unsur Layanan
Hasil perhitungan IKM di Kabupaten Manggarai tidak dipublikasikan menurut unsur layanan
namun kajian ini merilis hasil perhitungan IKM menurut unsur layanan sebagaimana termuat
dalam Permen PAN-RB Nomor 14 Tahun 2017 yang terdiri dari 9 [sembilan] unsur layanan.
Hasil perhitungannya diperoleh IKM unsur yang kemudian dijumlahkan menjadi IKM unit
pelayanan namun khusus IKM unsur belum dikonversikan sebagaimana standar perhitungan
merujuk Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014. IKM unsur yang diperoleh dengan nilai
pembanding maksimal pelayanan terbaik setiap unsur adalah interval akumulatif 1 sampai 10,
atau dapat dikalikan dengan 100 sehingga interval akumulatifnya dapat disamakan dengan
rujukan dari Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014. Merujuk pada mekanisme penilaian
tersebut maka dideskripsikan kondisi per unsur sebagai berikut.
5-7
A. Unsur Persyaratan
Unsur persyaratan merupakan salah satu bagian penting dalam menilai kualitas pelayanan
pada sebuah instansi yang membidangi urusan administratif. Persyaratan dimaksud
mencakup seluruh kriteria [administrasi maupun teknis] yang harus dipenuhi oleh
pemohon [pengguna layanan] sebelum mendapatkan layanan dan luaran yang diharapkan.
Persyaratan dimaksud dapat berupa dokumen pendukung yang berisikan identitas
pemohon, rekomendasi teknis/administratif dari instansi terkait, hasil pemeriksaan
laboratorium atau lembaga tersyarat, dan jenis barang/bahan yang harus disiapkan
lainnya. Khusus pelayanan perizinan telah terstandar jumlah persyaratan tidak boleh lebih
dari 14 jenis syarat dengan pertimbangan ada beberapa persyaratan yang dapat terekam
dari dokumen lainnya, kecuali syarat teknis yang diwajibkan terpenuhi karena beresiko
besar.
Penilaian masyarakat terkait unsur persyaratan juga menyangkut kesesuaian syarat
dengan aturan yang berlaku, kemudahan dalam memenuhi syarat, jumlah persyaratan,
kejelasan informasi persyaratan, pengetahuan akan persyaratan serta ketersediaan
informasi persyaratan. Berdasarkan aspek-aspek penilaian dimaksud rata-rata masyarakat
tidak mengalami kendala terkait unsur persyaratan sebagaimana terlihat melalui gambar
berikut.
Gambar 5.1.
Persepsi Masyarakat terkait Unsur Persyaratan Sumber : Data Primer, 2019
5-8
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa persyaratan yang disediakan oleh
petugas umumnya telah diketahui oleh pemohon sebanyak 51,39%, dan selebihnya
15,48% tahu dan mengerti terkait persyaratan yang disediakan, sementara sebanyak
21,98% pemohon kurang tahu dan 11,15% tidak mengetahui persyaratan yang diwajibkan
karena tidak diberitahu terkait persyaratan dimaksud. Sebagian besar masyarakat telah
mengetahui adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan
layanan publik namun detailnya terkait jenis, jumlah dan format yang disyaratkan tidak
tersaji jelas dalam informasi publiknya. Idealnya kedepan masyarakat juga harus
memahami substansi prasyarat yang diwajibkan sebagaimana tertera dalam standar
operasional agar semua persyaratan diwajibkan memiliki fungsi yuridis dan administratif.
Hal ini untuk memudahkan masyarakat dalam pemenuhan prasyarat karena kesan publik
yang terjadi sebelum memulai mendapatkan layanan adalah rasa traumatik atas
banyaknya persyaratan dan sulitnya memenuhi persyaratan.
Pengetahuan tentang persyaratan seyogyanya dipublikasikan secara terbuka melalui
berbagai media sehingga publik selaku pengguna layanan dapat mengaksesnya sebelum
mendatangi tempat pelayanan. Hal ini dapat mengurangi intensitas kunjungan,
meminimalisir biaya dan memudahkan pemohon [pengguna layanan] dalam persiapan
awalnya. Masyarakat cenderung mengetahui berbagai persyaratan melalui informasi lisan,
baik langsung dari petugas pemberi layanan maupun masyarakat lainnya yang pernah
melakukan permohonan layanan sejenis sehingga merujuk informasi dimaksud kemudian
dipenuhi persyaratannya. Persoalannya adalah keakuratan informasi tidak dapat
tertangkap lengkap dan jelas, bahkan tidak dijamin nilai kebenarannya karena tidak adanya
standar tertulis sehingga kelaknya pelayanan diterima oleh petugas lainnya dapat saja
berubah. Merujuk indikator tingkat pengetahuan pemohon atas persyaratan dimaksud,
seluruh unit pelayanan mendapatkan nilai 3 [tiga] atau persepsi BAIK. Informasi terkait
persyaratan dimaksud diketahui melalui informasi lisan sebagaimana dipersepsikan
62,23% pemohon. Sebanyak 21,98% pemohon mengetahui persyaratan dari publikasi
media dan 9,91% dari publikasi terbatas. Perihal dimaksudkan dari media adalah media
sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang mempublikasikan secara mandiri dari media
sosial yang dimilikinya, bukan dari media publik yang tersedia dan terjangkau oleh publik.
Dampaknya, bagi masyarakat yang tidak menggunakan media sosial akan alami kesulitan
mengakses informasi dimaksud, terkecuali media yang digunakan adalah media publik
online. Artinya, partisipasi publik sudah sangat tinggi seiring berkembangnya informasi
teknologi, namun tidak ditunjang oleh informasi online dari pemerintah sehingga berbagai
persyaratan tidak terpublis.
Tingkat kejelasan informasi terkait persyaratan dalam pelayanan publik dirasakan jelas
oleh masyarakat meskipun sebagian besar informasinya hanya diperoleh melalui media
sosial, kondisi ini akan lebih meningkat menjadi sangat jelas bila terpublikasikan secara
terbuka oleh unit pelayanan melalui media publik seperti website atau sejenisnya. Merujuk
indikator tingkat kejelasan publikasi persyaratan dimaksud, seluruh unit pelayanan
mendapatkan nilai 3 [tiga] atau persepsi BAIK. Terkait tingkat kejelasan persyaratan yang
diharuskan oleh petugas, sebanyak 13,31% berpresepsi sangat jelas, sebagian besar
berpresepsi jelas [77,09%], 7,12% merasa kurang jelas dan 2,48 merasa tidak jelas dari
5-9
persyaratan yang diberitahukan. Merujuk indikator tingkat kejelasan persyaratan
dimaksud, seluruh unit pelayanan mendapatkan nilai 3 [tiga] atau persepsi BAIK.
Pentingnya informasi awal yang disampaikan secara terbuka kepada publik melalui media
publik agar masyarakat akan lebih waspada menyiapkan berbagai kelengkapan
administrasi dan teknis dari berbagai persyaratannya. Memperhatikan kondisi aksebilitas
layanan di pusat ibukota kabupaten yang relatif jauh serta bagi pengguna layanan dari luar
wilayah Kabupaten Manggarai maka diharapkan kedepannya akan tersedia informasi
persyaratan yang terpublikasikan secara online.
Pelayanan yang tidak terintegrasi dalam sistem layanan akan memperbanyak jumlah
persyaratan karena masing-masing jenis layanan di setiap unit akan memberikan jenis
persyaratannya tersendiri. Olehnya integrasi sistem secara onlie akan memudahkan sistem
kearsipan dokumen, meringkas jenis persyaratan, memudahkan untuk peninjauan
kembali, murah dan praktis. Terkait banyaknya persyaratan, sebagian besar pemohon
berpersepsi bahwa persyaratan yang diwajibkan masih tergolong banyak [44,89%], bahkan
masih terdapat 5,26% pemohon berpersepsi terlalu banyak. Sedangkan 26,39% pemohon
berpersepsi sedikit terkait persyaratan yang dituntut, dan sebanyak 22,91% pemohon
merasa persyaratan dimaksud cenderung kurang banyak. Merujuk indikator jumlah
persyaratan dimaksud, seluruh unit pelayanan mendapatkan nilai 3 [tiga] atau persepsi
BAIK. Kondisi demikian menjadi hal penting karena pengguna layanan merasa terbebankan
dengan berbagai ragam jenis persyaratan yang berimplikasi pada semakin besarnya biaya,
waktu dan tenaga yang harus dialokasikan dalam proses pemenuhan prasyarat untuk
mendapatkan pelayanan publik.
Hal yang mengejutkan adalah pertanyaan terkait tingkat kemudahan bagi pemohon dalam
memenuhi persyaratan yang diwajibkan oleh unit pelayanan dipersepsikan. Seyogyanya
semakin banyak jenis persyaratan maka akan menyulitkan pengguna layanan dalam
memenuhi berbagai syarat dimaksud namun respons publik [lebih dari 50% responden]
justru merasa mudah dalam memenuhi persyaratan. Terdata bahwa responden yang
merasa mudah dalam pemenuhan persyaratan sebanyak 56,35%, bahkan sebanyak 9,91%
merasakan sangat mudah dalam memenuhi persyaratan terkait. Sementara 33,75%
responden merasa keberatan [kurang mudah dan tidak mudah] dan kesulitan dalam
memenuhi persyaratan yang diwajibkan sehingga butuh upaya memperjelas persyaratan
agar pemohon mudah dalam memenuhi persyaratan terkait. Merujuk indikator tingkat
kemudahan memenuhi persyaratan dimaksud, seluruh unit pelayanan mendapatkan nilai 3
[tiga] atau persepsi BAIK. Kondisi demikian menunjukkan bahwa berbagai persyaratan yang
terkategori banyak merupakan syarat dasar yang telah disiapkan menjadi standar,
meskipun persyaratan dimaksud sudah tidak relevan lagi dipenuhi. Pengguna layanan telah
mengetahui syarat sejak awalnya, sementara petugas pelayanan terus memperbaharui
berbagai jenis persyaratan yang relevan dengan tingkat kebutuhan, tuntutan administratif
dan teknis lain selanjutnya. Realitasnya masyarakat hanya berharap kesesuaian waktu
dalam proses pelayanannya, dan tidak peduli dengan berbagai ragam banyaknya
persyaratan yang diharuskan.
5-10
Terkait kesesuaian persyaratan dengan jenis layanan yang diperoleh dipersepsikan sesuai
sebanyak 79,57%, dan sebanyak 8,98% menganggap sangat sesuai, serta hanya 11,46%
yang mempresepsikan kurang dan tidak sesuai antar persyaratan dan jenis layanan terkait.
Unit pelayanan terus memperbaharui berbagai jenis persayratan yang diwajibkan namun
hanya sekedar memenuhi kriteria umum, sementara syarat khusus yang sifatnya lokalistik
tidak dijadikan pertimbangan. Merujuk indikator tingkat kesesuaian persyaratan yang
merupakan indikator kunci dalam unsur persyaratan dimaksud, seluruh unit pelayanan
mendapatkan nilai 92,77 atau berpresepsi 4 [empat] atau terkategori SANGAT BAIK dalam
pemenuhan dan kesesuaian persyaratan karena berada dalam nilai interval konversi
antara 88,31 sampai 100,00 sehingga layak mendapatkan mutu A [Sangat Baik].
Perihal yang penting untuk diperhatikan terkait unsur persyaratan adalah tahapan awal
publikasi persyaratan yang kedepannya dapat dikembangkan dengan memanfaatkan
fasilitas media online namun harus terlegitimasi dalam sistem yang terbuka, mudah
diakses dan memiliki jaminan secara yuridis. Tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat
dalam memenuhi persyaratan sudah cukup memadai karena orientasi publik adalah pada
luaran produk layanan dan hasil akhirnya sehingga berbagai jenis dan banyaknya
persyaratan bukanlah suatu kendala utama dalam pemenuhan syarat.
B. Unsur Prosedur dan Mekanisme Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dimaksudkan adalah tahapan proses yang harus dilalui oleh
[calon] pengguna layanan untuk mendapatkan layanan dan memperoleh luaran dari
kegiatan pelayanan dimaksud. Tahapan dimaksud dapat digambarkan dalam bentuk bagan
yang mengatur tata cara yang harus dilalui pemohon [pengguna layanan] sejak awal
pemrosesan [permohonan menggunakan layanan], selama proses layanan berlangsung
dan hingga layanan terlah selesai dan diperoleh luaran dari layanan terkait. Pihak pemberi
layanan dalam hal ini adalah pemerintah melalui instansi teknis pemberi layanan memiliki
standar prosedur dan mekanisme yang harus diterapkan agar mengatur setiap pengguna
layanan, pemberi layanan dan para pihak lainnya di sekitar urusan pelayanan. Termuat
dalam mekanisme dan prosedur dimaksud juga diterangkan terkait waktu pemrosesan,
para pihak terkait selama pemrosesan, tempat pemrosesan dan keterangan lainnya yang
dibutuhkan pemohon serta para pihak lainnya. Seyogyanya seluruh rangkaian tahapan,
mekanisme dan prosedur pelayanan akan tertuang dalam standar pelayanan yang tersaji
secara ringkas dalam bagan pelayanan sehingga memudahkan pemohon dalam
mendapatkan pelayanan.
Kepuasan pemohon semakin terpenuhi bilamana informasi terkait prosedur yang jelas dan
mudah dipahami serta mekanisme yang ditempuh lebih simpel, tidak berbelit-belit dan
lebih praktis untuk ditempuh. Mekanisme dan prosedur pelayanan juga mengikat
pemohon [pengguna layanan] untuk tertib mengikuti aturan berlaku sehingga tidak terjadi
ketimpangan antar sesama pemohon, antar pemohon dengan pelayan, antar sesama
pelayan, antar pemohon dengan pihak lain disekitarnya dan pelayan dengan para pihak
diluarnya. Persepsi masyarakat terkait mekanisme dan prosedur layanan berdasarkan hasil
survey dapat dilihat melalui gamber berikut.
5-11
Gambar 5.2.
Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Mekanisme dan Prosedur Sumber : Data Primer, 2019
Gambar di atas menunjukkan bahwa rata-rata pemohon [82,04%] mengetahui mekanisme
hanya dijelaskan secara lisan. Artinya, keingintahuan masyarakat untuk bertanya dan
mendapatkan informasi terkait prosedur pelayanan cukup tinggi kedati hanya melalui
informasi lisan. Adapun informasi lisan tersebut diperoleh melalui rekan sejawat atau
pihak-pihak yang sudah pernah mengurus urusan dimaksud. Informasi yang diberikan
biasanya bersumber dari pengelaman orang per orang saat berurusan dengan instansi
pemberi layanan. Sayangnya, tenggang waktu antara saat informasi tersebut diperoleh
dan saat di mana si pemberi informasi berurusan dengan instansi pemberi layanan tidak
dapat dipastikan sehingga kemungkinan terjadi perubahan prosedur layanan menjadi tidak
dapat dipastikan. Perubahan regulasi yang terjadi terus-menerus seiring tuntutan
masyarakat dalam kurun waktu yang singkat memungkinkan terjadinya perubahan tata
prosedur layanan sehingga dalam konteks tertentu informasi yang diperoleh secara lisan
tidak dapat dijamin keabsahannya. Karena itu pemerintah tetap perlu menyiapkan rubrik
khusus berisikan informasi yang jelas dan akurat tenteng prosedur layanan yang dapat
diakses oleh semua golongan masyarakat.
Selain informasi lisan, 8,67% masyarakat mengetahui informasi prosedur melalui publis
media berupa akun sosial orang per orang yang pernah berurusan dengan instansi
pemberi layanan ataupun meida-media lain yang bukan milik pemerintah. Informasi yang
diperoleh pada umumnya bersifat umum dan belum menjamin keabsahannya karena tidak
bersumber dari instansi terkait. Sebanyak 7,43% masyarakat mengetahui informasi melalui
publis terbatas seperti bagan mekanisme yang terpasang pada ruang pelayanan, surat
kabar, maupun media online yang secara resmi dan sah dikeluarkan oleh pemeirntah
melalui instansi terkait. Artinya, tidak banyak pemohon mengetahui informasi resmi
tentang prosedur pelayanan. Kondisi masyarakat di Kabupaten Manggarai dengan
topografi wilayah serta jarak dan waktu tempuh menuju pusat informasi resmi yang cukup
susah menjadikan masyarakat enggan untuk mencari sumber kebenaran informasi yang
5-12
pasti. Ditambah lagi dengan keterbatasan akses informasi dan komunikasi menjadikan
masyarakat cenderung bergantung pada kondisi yang ada. Karena itu pemerintah perlu
menyediakan sumber informasi yang valid, mudah, praktis, dan cepat dijangkau oleh
masyarakat dari seluruh kalangan di wilayah Kabuapten Manggarai melalui Radio
Pemerintah Daerah [RPD] atau surat kabar/koran lokal sehingga bisa menjangkau
masyarakat di wilayah pedesaan.
Berbagai sumber informasi yang digunakan masyarakat untuk medapatkan informasi
tentang prosedur pelayanan cukup membantu masyarakat untuk memahami informasi
prosedur pelayanan dimaksud. Sebanyak 76,47% menilai bahwa informasi tentang
prosedur pelayanan yang mereka terima sudah jelas dan sangat jelas [14,24%]. Kejelasan
informasi sangat bergantung pada cara menyampaikan informasi. Data tersebut
menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh secara lisan mudah dipahami masyarakat
serta mudah pula untuk dijelaskan kepada pihak lain. Hal itu disebabkan karena informasi
yang disampaikan dapat langsung dikonfirmasi kepada sumber informasi. Selain itu,
bahasa yang digunakan dalam penyampaian informasi secara lisan biasanya adalah bahasa
sehari-hari yang mudah dipahami oleh masyarakat. Karenanya selain media yang
digunakan, pemerintah perlu mempertimbangkan cara atau metode menyampaikan
informasi agar mudah dimengerti dan dipahami oleh masyarakat dari berbagai kalangan
terutama masyarakat yang berada di pedesaan dengan tingkat pemahaan yang masih
rendah.
Kejelasan prosedur layanan tercermin pula melalui tingkat kemudahan masyarakat dalam
mendapatkan prosedur layanan. Kemudahan prosedur dan mekanisme pelayanan akan
terasa bilamana mekanisme pelayanan terkait tidak berbelit-belit dan praktis hanya
melalui beberapa tahapan hingga terpenuhinya pelayanannya. Pertanyaan tingkat
kemudahan dalam prosedur dan mekanisme pelayanan merupakan pertanyaan kunci
sehingga mendapatkan bobot lebih besar. Sebagian besar pemohon telah merasa mudah
[66,25%], dan 7,43% lainnya merasa sangat mudah. Kemudahan prosedur layanan erat
kaitannya kejelasan prosedur dan tingkat pemahaman masyarakat terhadap prosedur
layanan. Apabila prosedurnya jelas maka besar kemungkinan masyarakat [pemohon] akan
mudah memahami prosedur yang ada meskipun dengan mekanisme yang cukup panjang.
Kendati demikian, terdapat cukup banyak yakni 20,12% yang merasa kurang mudah atau
tidak mudah [6,19%]. Hal itu bisa disebabkan karena minimnya tingkat pemahaman
terhadap prosedur layanan dan mekanisme pelayanan yang terlalu panjang dan berbelit.
Minimnya akses masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait prosedur layanan juga
bisa menjadi salah satu faktor penyebab. Merujuk indikator tingkat kemudahan pemohon
atas mekanisme pelayanan dimaksud, nilai IKM konversinya mencapao 92,83 sehingga
terkategori SANGAT BAIK dan predikat 4 atau A dalam efisiensi mekanisme dan proses
pelayanan.
5-13
C. Unsur Waktu Pelayanan
Waktu pelayanan yang dimaksudkan adalah jumlah hari kerja yang dibutuhkan untuk
memberikan layanan sejak pengguna layanan mengajukan permohonan pelayanan hingga
batas akhir waktu pemohon mendapatkan luaran layanan dimaksud. Waktu pelayanan
tidak termasuk tahapan pemenuhan persyataan dari instansi lainnya karena tenggang
waktu dimaksud sangat tergantung pada instansi penyedia berbagai persayaratan. Inovasi
tentang waktu layanan kini bahkan telah berkembang menjadi hitungan jam layanan
karena ditopang oleh ketersediaan teknologi, kemampuan petugas pelayanan dan
kemudahan persyaratan yang diwajibkan, sebagaimana penerapan yang dilakukan di
beberapa unit layanan teknis di bidang penanaman modal dan perizinan serta layanan
kesehatan.
Penyedia layanan dalam hal ini pemerintah melalui instansi teknis pemberi layanan harus
sudah menghitung kemampuan petugas, dukungan perlengkapan pelayanan, kondisi
transportasi, ketersediaan legalitas dan resiko luaran sehingga mampu memperkirakan
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan [pelayanan] sebuah kebutuhan
layanan dari masyarakat. Standar baku yang diberlakukan pada layanan administrasi
perizinan dengan jenis izin yang membutuhkan syarat teknis dan kajian lapangan seperti
hal-nya IMB dan IPL, membutuhkan waktu selama 14 hari kerja. Sementara khusus bagi
jenis perizinan yang tidak membutuhkan rekomendasi teknis, tidak dilakukan kajian
lapangan dan beresiko rendah dapat terlayani dalam durasi waktu kerja 1 hari.
Inovasi ini telah dapat diterapkan pada beberapa instansi teknis yang memberikan layanan
langsung dengan dukungan sumberdaya pelayan dan teknologi namun terkadang kendala
teknis dapat menghambat waktu pelayanan. Kejelasan batasan waktu juga merupakan
komitmen [jaminan] kesanggupan dari penyedia layanan terhadap pengguna layanan agar
mengetahui secara pasti waktu luaran akan diperoleh sehingga tidak terjadi an-evisien
waktu dan biaya selama proses poelayanan berlangsung.
Penilaian masyarakat terkait waktu pelayanan dalam survey kali ini mencakup kepastian
waktu, kecapatan waktu, jumlah hari kerja, dan pemahaman terhadap standar waktu. Hasil
survey menunjukkan sebagian besar masyarakat merasa pasti dengan waktu yang
distandarkan oleh instansi pemberi layanan [57,59%]. Kepastian waktu pelayanan ditopang
oleh standar regulasi yang baku sehingga tidak memberi ruang bagi instansi pemberi
layanan untuk melayani di luar standar waktu yang ditetapkan. Selain itu, masyarakat juga
dapat mengajukan keberatan manakala waktu pelayanan berjalan di luar standar yang
sudah ditetapkan. Meski demikian terdapat 31,58% pemohon masih merasa kurang pasti
dengan waktu pelayanan. Hal ini dikarenakan minimnya informasi terkait waktu pelayanan
dan minimnya tingkat pemahaman masyarakat terkait tingkat kesulitan instansi pemberi
layanann dalam mengurus beberapa urusan yang membutuhkan prosedur dan waktu yang
cukup lama sehingga masyarakat cenderung menganggapnya sebagai bagian dari kelalaian
pemberi layanan.
5-14
Kepastian waktu pelayanan tercermin pula melalui penilaian masyarakat pemohon terkait
durasi waktu pelayanan. Sebanyak 59,75% masyarakat pemohon merasa waktu pelayanan
yang diberikan oleh instansi pemberi layanan sudah cepat karena rata-rata kurang dari 5
hari. Hal ini disebabkan oleh karakteristik instansi yang menjadi sampel dalam survey IKM
kali ini rata-rata adalah instansi yang hanya membutuhkan syarat administratif sehingga
tidak membutuhkan banyak waktu mulai dari terpenuhinya syarat yang diminta hingga
mendapatkan luaran pelayanan. Kecepatan waktu pelayanan juga tentunya sangat
bergantung pada kelengkapan berbagai persyaratan yang diminta oleh instansi teknis.
Apabila semua dokumen persyaratan sudah dinyatakan lengkap, maka pemohon bisa
dijamin untuk mendapatkan luaran layanan sesuai waktu yang telah ditetapkan bahkan
bisa lebih awal. Hal itu sangat tergantung pada komitmen dan keseriusan pemberi layanan
dalam melayani kebutuhan masyarakat. Komitmen dan keseriusan serta sumber daya
petugas pemberi layanan seringkali menjadi kendala dalam memberikan layanan kepada
masyarakat. Selain itu, kendala birokratisasi dan berbagai kendala internal organisasi dan
personal cenderung menghambat upaya percepatan pelayanan. Minimnya sumber daya
petugas, terutama petugas yang memahami tata cara pengurusan berkas maupun
dokumen yang dibutuhkan masyarakat menyebabkan keterlambatan dalam meberikan
pelayanan sehingga terkadang membutuhkan waktu lebih cukup lama. Sementara jumlah
pemohon cukup banyak. Tidak mengherankan apabila masih cukup banyak masyarakat
pemohon yang merasa waktu pelayanan yang diberikan oleh instansi terkait cukup lama
[34,98%]. Kesan tersebut umumnya bersumber dari instansi yang secara regulatif
perannya tidak dapat digantikan oleh pihak lain seperti Disdukcapil. Peran monopolis yang
melekat pada Disdukcapil cenderung menjadikannya sebagai instansi yang paling banyak
berurusan dengan masyarakat. Volume permohonan dan peran monopolis yang melekat
pada instansi ini seringkali menjadikannya sebagai instansi yang paling sibuk sehingga
berdampak pada lamanya waktu pengurusan.
Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan pemohon mulai dari
pengumpulan berkas persyaratan hingga mendapatkan luaran layanan tidak lebih dari 5
hari sebagaimana dipersepsikan oleh mamsyarakat [41,44%]. Inovasi di bidang pelayanan
terutama dari aspek waktu telah berdampak pada percepatan pelayanan. Spirit pelayanan
yang mengutamakan kepentingan masyarakat sudah menjadi trend baru pada lingkup
birokrasi sehingga beberapa urusan yang tidak membutuhkan kajian teknis umumnya tidak
memerlukan waktu lama untuk memberikan layanan kepada masyarakat. Paling lama
waktu yang dibutuhkan mulai dari pengumpulan berkas persyaratan hingga mendapatkan
luaran layanan rata-rata tidak lebih dari 10 hari dan 14 hari [22,29% dan 16,41%]. Kondisi
ini sangat bergantung pada tingkat kesibukan pemberi layanan. Namun ada juga pemohon
yang merasa durasi waktu pelayanan melebihi 14 hari [12,38%]. Besar kemungkinan,
persepsi ini muncul dari pemohon yang berurusan dengan instansi teknis yang
membidangi urusan administratif kependudukan [KTP, KK, Akte Kelahiran] karena rata-rata
luaran layanan dimaksud tidak sepenuhnya menjadi wewenang instansi di lingkup daerah
tetapi harus berurusan dengan instansi yang berada di atasnya sehingga membutuhkan
waktu yang cukup lama dan jga instansi teknis yang membidangi berbagai urusan yang
mebutuhan kajian teknis lapangan.
5-15
Merujuk pada pertanyaan terkait pengetahuan masyarakat terhadap standar waktu
pelayanan, muncul beragaam persepsi. Sebagian besar masyarakat mengetahui standar
waktu yang ditetapkan [38,08%]. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui berbagai
informasi yang disampaikan melalui media maupun secara lisan. Namun cukup banyak
juga yang kurang tahu [34,37%] dan bahkan tidak tahu sama sekali [24,46%] tentang
standar waktu pelayanan. Fakta ini tidak dapat dipungkiri karena rata-rata masyarakat
mengetahui informasi layanan secara lisan sementara informasi terkait standar waktu
pelayanan biasanya termuat dalam regulasi yang publikasinya terbatas. Namun secara
umum persepsi yang diberikan bernilai positif karena jangka waktu pelayanan telah
dipastikan oleh petugas layanan dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
Gambar 5.3.
Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Waktu Pelayanan Sumber : Data Primer, 2019
Persepsi publik terhadap jangka waktu layanan pada beberapa instansi teknis dalam
memperoleh layanan adalah 84,30 untuk interval 10-100, sehingga simpulannya; kinerja
unit layanan terkait waktu pelayanan dipersepsikan BAIK [3 atau B]. Kondisi ini dipengaruhi
oleh persepsi yang sangat positif dengan nilai persepsi rata-rata 3 dari para responden
terhadap waktu pelayanan di RSUD dr. Ben Mboi, Disdukcapil, dan DPM-KUT Kabupaten
Manggarai dalam masing-masing urusannya. Beberapa instansi pelayanan sebagaimana
disebutkan telah mempublikasikan mekanisme dan prosedur yang termuat juga informasi
tentang waktu, biaya dan pihak petugas yang memberikan layanan sehingga mudah bagi
pengguna layanan untuk mengetahui alur proses layanan yang dibutuhkan.
D. Unsur Tarif dan/atau Biaya Pelayanan
Penetapan tarif layanan publik harus melalui berbagai pertimbangan rasional, fisik,
ekonomi, sosial dan budaya serta memiliki landasan hukum yang tetap. Pemerintah tidak
diperkenankan melakukan pemungutan dalam bentuk apapun terhadap masyarakat bila
5-16
tidak dipayungi dengan aturan hukum sehingga segala bentuk kegiatan pemungutan yang
tidak berlandasan hukum dikategorikan perbuatan melanggar hukum perdata. Hal ini
karena secara normatif masyarakat telah memenuhi kewajibannya membayar pajak maka
berhak untuk mendapatkan layanan pemerintah. Namun mengingat kebutuhan
pemerintah untuk melayaninya menggunakan sejumlah anggaran dan pengorbanan
sumberdaya maka diterapkan tarif dan pembiayaan.
Penilaian masyarakat terkait tarif dan/atau biaya pelayanan dalam survey kali ini
mencakup kejelasan biaya/tarif, kewajaran jumlah biaya, keseuaian biaya/tarif dengan
standar yang ada, kesanggupan memenuhi biaya, serta pembiayaan lain yang tidak
tersyarat sebagaimana tampak dalam gambar berikut.
Gambar 5.4.
Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Biaya/Tarif Sumber: Data Primer 2019
Persoalan pembiayaan kadang menjadi momok dalam layanan publik karena masalah
keuangan merupakan konsen dalam menciptakan citra birokrasi yang bersih dan bebas
dari KKN. Hal lain yang jarang diperhatikan adalah timbulnya pembiayaan lain selama
proses pemenuhan persyaratan sehingga terkesan bernilai harga tinggi. Pembiayaan diluar
standar biaya yang ditetapkan kadang berjumlah lebih banyak [besar] karena tidak tertera
dalam standar ideal dan tanpa landasan hukum formal serta berurusan dengan pihak lain
diluar seperti perihal biaya hidup dalam fase menunggu, biaya pemenuhan persyaratan,
biaya transportasi, biaya komunikasi dan biaya lainnya dalam proses pengurusan izin.
Terdapat pula beberapa jenis layanan yang tidak membutuhkan biaya [gratis] sehingga
biaya yang ditimbulkan adalah seluruhnya terkait biaya pemrosesan diluar standar ideal.
5-17
Hasil survey menunjukkan sebagian besar masyarakat merasa jelas dengan informasi
biaya/tarif layanan [68,42%]. Informasi tentang biaya biasanya menjadi konsumsi publik
dan menyebar begitu cepat dari mulut ke mulut. Biasanya informasi paling pertama yang
dibutuhkan masyarakat pemohon adalah besaran biaya pengurusan sehingga tidak
mengherankan apabila kejelasan terkait informasi biaya menjadi dalah satu aspek yang
mendapat nilai paling positif. Selain itu, biaya seringkali dianggap sebagai sesuatu yang
riskan sehingga hanpir semua instansi yang berhubungan dengan masyarakat selalu
menempatkan informasi tentang biaya pada point pertama dan utama. Ketidakjelasan
terkait informasi biaya sebagaimana dipersepsikan oleh 17,6% masyarakat bisa jadi
disebabkan karena minimnya akses informasi dan keterbatasan media publikasi.
Pengetahuan masyarakat terkait informasi biaya kemudian terkonfirmasi dengan kondisi
riil lapangan ketika masyarakat berhadapan langsung dengan instansi pemberi layanan.
Sebanyak 59,44% masyarakat menyatakan bahwa biaya yang ditetapkan sudah sesuai
dengan standar yang berlaku. Artinya, tidak ada penyimpangan terkait penetapan biaya.
Kendatipun sedikit bergeser, hal itu biasanya disesuaikan dengan kondisi daerah dan
tingkat kesulitan yang ada di daerah. Namun pergeseran tersebut rata-rata tidak signifikan.
Terhadap besaran biaya yang ditetapkan oleh instansi pemberi layanan, hampir sebagian
besar tidak dikenakan biaya [gratis] sebagaimana dipersepsikan oleh 43,65% masyarakat.
Kendatipun dikenakan biaya, rata-rata masyarakat menganggap tarif yang ditetapkan
tegolong murah [31,58%]. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat benar-benar diberi
kemudahan dalam mendapatkan layanan sesuai dengan paradigma new public service
yang mengutamakan kepuasan masyarakat sebagai pelanggan. Hal itu ditunjang pula
dengan minimnya tambahan biaya lainnya untuk berbagai urusan dimaksud sebagaimana
dipersepsikan oleh 82,97% masyarakat. Murahnya biaya yang ditetapkan sangat
membantu masyarakat untuk lebih pro aktif dalam mengurus urusan administrasi. Sikap
pro aktif masyarakat sangat ditentukan pula oleh kesanggupan masyarakat dalam
memenuhi biaya/tarif layanan. Terhadap standar biaya yang ditetapkan, hampir sebagian
besar masyarakat merasa sanggup [63,16] untuk membiayai. Namun penting untuk dicatat
bahwa besaran pembiayaan terkadang bukan menjadi kendala dalam proses mendapatkan
layanan karena perihal dimaksud merupakan konsekuensi dari layanan yang diperoleh.
Permasalahannya terletak pada ketidak pastian nominal biaya pelayanan yang
diberlakukan akibat ketiadaan penetapan harga oleh unit instansi pemberi layanan bagi
setia jenisnya. Pemohon umumnya merasa sanggup membayar lebih mahal dari keharusan
asalkan mendapatkan kemudahan selama proses awal penyiapan persyaratan, kemudahan
dalam prosedur/mekanisme dan penetapan biaya sesuai peraturan yang berlaku dengan
mempertimbangkan besaran biaya yang relevan [sanggup] dipenuhi pemohon.
Persepsi publik terhadap biaya/tarif layanan pada ketiga unit layanan dalam memperoleh
layanan adalah 85,48 unutk interval 10-100, sehingga simpulannya; kinerja unit layanan
terkait biaya/tarif layanan dipersepsikan BAIK [3 atau B]. Kondisi ini dipengaruhi oleh
persepsi yang sangat positif dengan nilai persepsi rata-rata 3 [tiga] dari para responden
terhadap kejelasan tarif/ biaya yang dipublikasikan secara terbuka di RSUD dr. Ben Mboi,
Disdukcapil dan DPM-KUT Kabupaten Manggarai dalam masing-masing urusannya.
5-18
Beberapa instansi dimaksud telah menerapkan standar pembiayaan, dan bahkan ada
diantara jenis layanan yang tidak dikenakan biaya [gratis] karena regulasinya meniadakan
biaya dan/atau belum ada penetapan tarif layanan. Persepsi positif yang diberikan oleh
pemohon atas unsur layanan pembiayaan menunjukan layanan publik di Kabupaten
Manggarai telah minim dari praktek KKN.
E. Unsur Produk Spesifikasi Jenis Layanan
Unsur produk spesifikasi jenis layanan atau luaran dari ketiga unit layanan dimaksud
terbagi menjadi 3 bagian sebagaimana yaitu; [1] kelompok layanan administrasi yang
luarannya berbentuk surat izin, rekomendasi, surat keterangan, layanan identitas
kependudukan [KTP, KK, AKta Kelahiran, Akte Nikah], layanan administrasi pemerintahan
dan lainnya. [2] kelompok layanan barang seperti layanan obat-obatan di RSUD dr. Ben
Mboi, dan [3] kelompok layanan jasa seperti layanan layanan kesehatan pada RSUD dr.
Ben Mboi, dan sebagainya.
Luaran yang diharapkan dalam ketiga kelompok dimaksud terdistribusi pada beberapa
jenis urusan sebagaimana yang disajikan dalam pembahasan sebelumnya. Persepsi publik
terhadap produk spesifikasi jenis layanan atau luaran yang dihasilkan sesuai [79,57%]
sesuia yang diharapkan dan yang dibutuhkan, 12,39% lainnya merasa kurang dan tidak
sesuai, sementara 7,74% lainnya sangat sesuai dengan harapannya. Kepuasan masyarakat
terhadap kinerja instansi pemberi layanan sangat bergantung pada kesesuaian antara
harapan masyarakat dengan produk layanan yang dihasilkan. Data terkait persepsi
masyarakat tersebut menunjukkan bahwa masyarakat merasa puas dengan layanan yang
diberikan. Hal itu serentak pula menunjukkan bahwa konektivitas antara persyaratan,
harapan dan luaran yang dihasilkan sangat tinggi. Artinya, berbagai nomenklatur dan
persyaratan yang digunakan oleh instansi pemberi layanan bisa dipahami dengan baik oleh
masyarakat pemohon.
Produk/luaran yang dihasilkan oleh instansi pemberi layanan mendatangkan manfaat yang
cukup besar bagi masyarakat. Logikanya, upaya masyarakat untuk medapatkan
luaran/produk layanan tentu dilatari oleh berbagai kebutuhan baik itu untuk keperluan
urusan administrasi lainnya maupun untuk keperluan yang sifatnya konsumtif sehingga
sudah pasti mendatangkan manfaat. Aspek kemanfaatan dari luaran yang diperoleh bagi
pemohon dinilai sangat bermanfaat mencapai 43,34% dan 49,85% lainnya merasa
bermanfaat, serta 6,81% sisanya merasa cukup dan tidak bermanfaat. Persoalan aspek
kemanfaatan ini menunjukan betapa besar harapan adanya luaran atas pelayanan yang
diperoleh dalam berbagai urusan terkait sehingga semakin tinggi nilai manfaatnya maka
semakin besar tingkat kepuasan masyarakat karena terpenuhinya harapan dan kebutuhan
atas layanan terkait.
Pertanyaan lama masa berlaku luaran terkait daya tahan dan kemanfaatan luaran, semisal
sebuah dokumen izin dapat berlaku hingga masa waktu yang relatif lama maka pemohon
tidak perlu segera memperpanjang mengurusnya untuk mengaktifkan dokumen izin
terkait. Cepat atau lambatnya masa berlaku sebuah luaran cukup mempengaruhi
kenyamanan pemohon dalam mendapatkan layanan karena pengguna layanan tidak
5-19
berulang-ulang melakukan pengurusan terkait. Semisal pula KTP yang kini telah berlaku
seumur hidup maka masyarakat cukup sekali saja mengurus KTP dan berlaku sepanjang
hidupnya, berbeda dengan sebelumnya yang harus diperbaharui selama 5 [lima] tahun
kemudian pasca pengurusannya. Selain hal masa berlaku, perihal kualitas luaran juga
dapat dikategorikan dalam pertanyaan demikian karena hal ini terkait teknis produk
luarannya. Hasil kajian lapangan menunjukan bahwa sebagian masyarakat merasa masa
berlaku dan daya tahan produk luaran terkategori lama [43,03%], cukup lama [26,01%],
terlalu cepat [7,74%] dan 23,22% yang merasa puas [sangat lama] atas produk hasil
luarannya.
Kinerja unsur layanan terkait produk spesifikasi jenis layanan dipersepsikan BAIK [3 atau B]
dengan nilai 85,89 umumnya masa berlaku produk luaran cukup lama namun kualitas
luaran belum terjamin baik, serta adanya fase registrasi ulang pada beberaja jenis izin yang
mensyaratkan adanya permaharuan data dan informasi dari setiap luaran yang telah
dihasilkan meskipun masa berlakunya masih belum selesai. Kondisi eksisting dimaksud
tersaji dalam gambar berikut yang merupakan nilai rata-rata komposit dari ketiga
pertanyaan dan khususnya pertanyaan kunci terkait kesesuaian produk luaran dari hasil
pelayanan.
Gambar 5.5.
Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Produk/Luaran Layanan Sumber: Data Primer, 2019
F. Unsur Kompetensi Pelaksana
Aspek kompetensi pelaksana berkaitan dengan kemampuan petugas pelayanan
menggunakan berbagai sumberdaya, sarana/prasarana dan fasilitas pendukung lainnya
dalam memberikan pelayanan. Kemampuan menggunakan teknologi dan informasi juga
merupakan bagian dari instrumen yang dinilai oleh pengguna layanan. Upaya untuk
memenuhi kompetensi harus ditempuh melalui berbagai kegiatan pendidikan dan
pelatihan, pemagangan, training dan sejenis pendidikan non-formal lainnya karena
berkaitan dengan budaya kerja.
5-20
Kompetensi petugas pelayanan berhubungan langsung dengan tugas dan tanggung jawab
yang diembankan kepadanya dan jenis urusan yang dikelola sehingga kemampuan secara
personal harus memperhatikan latar belakang pendidikan petugas. Artinya, distribusi tugas
dan fungsi kepada petugas pelayanan harus disesuaikan dengan latar belakang basis
keilmuan agar dalam mempelajari, memahami dan melaksanaan tugas lebih terjamin
kompetensinya. Pertimbangan lainnya adalah terkait keahlian petugas karena telah
mengikuti berbagai pendidikan khusus, pelatihan dan jenjang training teknis terkait
pelayanan, dan atau petugas yang memiliki kemampuan komunikasi personal baik serta
berkeahlian khusus dalam pengoperasioan teknologi penunjang. Perihal kompetensi
perlaksana terkait aspek pengetahuan yang dikaitkan dengan latar belakang keilmuan,
aspek keahlian karena berkeahlian khusus setelah mengikuti fase pelatihan, aspek
keterampilan merupakan bawaan personal petugas yang terampil dalam menjalani tugas,
serta pengalaman yang terukur dari lama dan kuantitas pelayanan yang telah dicurahkan.
Unsur layanan kompetensi pelaksana dapat digantikan dengan bentuk pertanyaan lainnya
jika jenis layanan yang diberikan berbasis website namun kenyataannya bentuk layanan
yang disurvey masih menggunakan pendekatan pelayanan manual sehingga
pertanyaannya dapat diberlakukan sesuai kondisi di lapangan.
Persepsi publik terhadap kompetensi petugas layanan yang mencakup kemampuan,
pengalaman, keterampilan, keahlian, dan pengetahuan petugas dalam memberikan
layanan dapat terukur sebagaimana sajian gambar berikut.
Gambar 5.6.
Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Kompetensi Pelaksana Sumber: Data Primer, 2019
5-21
Gambar di atas memperlihatkan kompetensi petugas pelayanan dinilai masih relevan
dengan tugas yang dilayani karena terkategori faham [80,80%], dan sangat faham
[13,93%], serta 4,64% dianggap kurang paham atas tugas yang sedang dijalankan.
Tingginya tingkat pemahaman petugas sebagaimana dipersepsikan masyarakat
menunjukkan tingkat kopetensi petugas yang mumpuni. Hal itu dipengaruhi oleh
karakteristik instansi pemberi layanan seperti RSUD yang memang rata-rata petugasnya
memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan tupoksi sehingga sangat
mendukung dalam proses pelayanan. Selain itu, untuk kedua instansi lainnya yakni
Disdukcapil dan DPM-KUT, meskipun tidak memiliki latar belakang sesuai dengan btupoksi,
prosedur atau mekanisme kerja internal instansi rata-rata sudah terstandar merujuk pada
regulasi yang berlaku sehingga proses pelayanan tinggal merujuk pada regulasi yang sudah
ada.
Tingkat kopetensi juga sangat tergantung pada keahlian teknis petugas. Persepsi
masyarakat terkait keahlian teknis petugas juga cenderung positif karena sebanyak
84,835% menilai petugas berkeahlian dalam memberikan layanan, 10,22% lainnya sangat
ahli dan 5,26% lainnya dianggap kurang dan tidak berkeahlian. Keahlian petugas dapat
diukur dari dua hal. Pertama, latar belakang pendidikan dan keilmuannya yang sesuai
dengan bidang kerjanya. Kedua, kemampuan petugas dalam beradaptasi dengan tupoksi
yang diembannya meskipun tidak memiliki latar belakang ilmu yang sinkron dengan
tupoksi yang diembannya. Dari kedua aspek tersebut, masyarakat lebih cenderung menilai
berdasarkan penilaian riil lapangan yakni kemampuan petugas dalam memberikan
pelayanan sebab seringkali latar belakang pendidikan dan keilmuan tidak menjamin
kemampuan petugas bersangkutan dalam memberikan pelayanan.
Konsekwensi lebih lanjut dari pertanyaan tentang keahlian petugas adalah penilaian
masyarakat terkait keterampilan petugas. Asumsinya, petugas yang memiliki kompetensi
dan keahlian yang tinggi dengan sendirinya memiliki keterampilan yang baik pula.
Terhadap pertanyaan tentang keterampilan petugas, 77,09% masyarakat berpersepsi
bahwa petugas pada instansi yang dijadikan sampel dalam survey IKM ini dinilai terampil.
Keterampilan petugas sebagaimana dimaksud diukur dari kemampuannya dalam
memberikan layanan yang cepat dan tepat. Ketermapilan petugas tentunya ditopang oleh
latar belakang keilmuan, keinginannya untuk belajar serta kamampuan dan komitmennya
dalam memberikan layanan.
Keterampilan dan keahlian petugas dalam memberikan layanan juga sangat bergantung
pada keseringannya dalam memberikan pelayanan. Pengalaman melayani baik di instansi
yang sama maupun instansi yang berbeda juga menjadi faktor yang mempengaruhi
kemampuan dan keahlian petugas dalam memberikan layanan. Petugas yang sudah
memiliki cukup banyak pengalaman dalam melayani masyarakat tentunya tidak mengalami
kendala ketika berhadapan dengan masyarakat dengan berbagai karakter dan kemauan.
Kemampuan petugas dalam melayani secara baik dan memuaskan menunjukkan bahwa
petugas bersangkutan sudah memiliki cukup banyak pengalaman dalam hal melayani
masyarakat. Terhadap pertanyaan terkait keahlian petugas 81,73% masyarakat
5-22
berpersepsi bahwa petugas pada ketiga instansi dimaksud sudah berpengalaman. Hal itu
tercermin dalam kemampuannya meberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kompetensi, pengalaman, Keahlian, keterampilan, dan pengetahuan petugas merupakan
aspek yang saling kait-mengait, saling mempengaruhi, saling mengandaikan dan saling
mendukung. Idealnya, kelima aspek tersebut menyatu dalam diri seorang petugas layanan.
Pengetahuan menjadi penting karena berimplikasi pada kompetensinya. Demikianpun
sebaliknya kompetensi dapat menentukan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Hasil
survey meninjukkan bahwa persepsi masyarakat terkait kompetensi petugas menunjukkan
hasil yang memuaskan dengan total 78,33%. Artinya, para petugas memiliki pengetahuan
yang mumpuni terkait tupoksi yang diembannya.
Kinerja unsur layanan terkait kompetensi pelaksana layanan dipersepsikan SANGATBAIK [4
atau A] karena bernilai 88,72. Kondisi ini dipengaruhi oleh persepsi yang sangat positif
dengan nilai persepsi rata-rata 4 dari para responden terhadap kompetensi petugas
layanan di RSUD dr. Ben Mboi, Disdukcapi, dan DPM-KUT Kabupaten Manggarai dalam
masing-masing urusannya. Secara spesifik, penilaian masyarakat terhadap kompetensi
petugas dapat dilahat dalam gambar 5.7. yang mana terkait kemampuan petugas dinilai
kompeten [78,33%], pengalaman petugas dinilai berpengalaman [81,73%], keterampilan
petugas dinilai terampil [77,09%], keahlian petugas dinilai memiliki keahlian [84,83%], dan
pengetahuan petugas dinilai memiliki pemahaman yang baik [80,80%].
G. Unsur Perilaku Pelaksana
Aspek perilaku menjadi bagian penting dalam penentuan tingkat kepuasan karena tidak
memiliki indikator dan takaran yang dipresentasikan. Penilaian terhadap unsur perilaku
pelaksana cenderung subjektif karena instrumen yang dinilai adalahkenyamanan atas sikap
petugas, respek petugas terhadap yang dilayni, penampilan petugas, dan kesopanan
petugas. Beberapa instansi teknis seperti Rumah Sakit, Dispenduk Capil, dan DPM-KUT
pada bagian pelayanan oleh Petugas di loket pelayanan [front office], telah dilatih khusus
untuk memberikan senyuman, menyapa lawan bicara, menatap lawan bicara,
mengendalikan emosi saat bicara, dan bahkan mengendalikan konflik yang muncul.
Kebutuhan untuk kajian ini cenderung bersifat umum sehingga penilaiannya relatif baik
dan diperkuat oleh ketiga institusi dimaksud. Persepsi publik terhadap perilaku pelaksana
pada ketiga instansi dimaksud dalam memperoleh layanan adalah 89,82 unutk interval 10-
100dan dipersepsikan SANGATBAIK [4 atau A]dengan rincian sebagainana tampak pada
gambarberikut.
5-23
Gambar 5.7.
Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Perilaku Pelaksana Sumber: Data Peimer 2019
Gambar di atas memperlihatkan bahwa persepsi masyarakat terkait perilaku/sikap petugas
cenderung positif [sopan: 75,85% dan sangat sopan: 13,93%]. Kondisi ini tidak terlepas
dari karakter pribadi petugas pemberi layanan yang merupakan cerminan dari karakteristik
masyarakat Manggarai pada umumnya. Kesopanan seringkali menjadi daya tarik sendiri
bagi masyarakat untuk berhubungan dengan instansi pemberi layanan. Seringkali keahlian,
kompetensi, pengalaman, pengetahuan, dan sebagainya bukan menjadi alasan masyarakat
merasa puas terhadap kinerja pemberi layanan. Justru sikap dan perilaku petugaslah yang
cenderung dinilai. Karena itu, meskipun tidak memiliki cukup keahlian, minimal sikap dan
perilaku petugas dapat memberi kesan positif bagi masyarakat sehingga masyarakat
merasa puas.
Sikap sopan petugas pemberi layanan dapat menimbulkan kesan positif bagi masyarakat.
Dengan berperilaku sopan masyarakat merasa dihargai keberadaannya. Ketika masyarakat
merasa dihargai otomatis mereka merasa nyaman berurusan dengan instansi terkait.
Persepsi masyarakat terkait tingkat penghargaan petugas rata-rata positif. Sebanyak
73,07% masyarakat merasa dihormati keberadaanya saat berurusan dengan petugas.
15,17% merasa sangat dihormati. Artinya, petugas pemberi layanan sudah menempatkan
masyarakat sebagai pelanggan yang harus diperlakukan secara terhormat. Sebanyak 9,91%
masyarakat merasa kurang dihormati. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kesibukan petugas
dengan volume permintaan yang tinggi segingga sebagian kecil masyarakat terkadan
merasa kurang dihargai keberadaanya.
Selain sikap, penampilan fisik petugas juga penting untuk diperhatikan. Penampilan fisik
menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat pengguna layanan. Petugas yang
berpenampilan rapih dan bersih seringkali menjadi magnet bagi masyarakat pengguna
layanan untuk merasa nyaman selama berurusan dengan instansi dimaksud. Kenyamanan
5-24
menjadi kata kunci untuk menilai tingkat kepuasan masyarakat terhadap keinerja pemberi
layanan. Penampilan fisik diharapkan mampu meyakinkan masyarakat akan pemenuhan
kebutuhannya. Hasil survey menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terkait penampilan
fisik petugas sebagian besar positif dengan kesan rapih [85,14%].
H. Unsur Penanganan Pengaduan
Pengaduan adalah bagian dari 9 unsur layanan sesuai Permen PAN-RB Nomor 14 Tahun
2017, sebelumnya pengaduan merupakan unsur kesembilan dan ‘maklumat’ menjadi
unsur kedelapan namun seiring perubahannya maka maklumat digantikan dengan unsur
sarana/prasarana. Pengaduan dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja, menghasilkan
luaran yang berkualitas dan menjalankan perintah standar yang telah ditetapkan, serta
dalam rangka mewujudkan keterbukaan aspirasi dalam iklim demokrasi. Wahana
pengaduan menfasilitasi pemohon dapat memberikan koreksi, saran dan kritik terhadap
segala aspek maupun unsur dalam proses pelayanan, baik yang tertulis dalam standar
pelayanan maupun persoalan etika dan budaya kerja yang diinterpretasikan dalam
kerangka memenuhi kepuasan pemohon [pengguna layanan].
Pengguna layanan dipersilahkan secara luas dan terbuka untuk mengeluhkan dan
menyampaikan tingkat kepuasannya melalui berbagai media pengaduan, seperti kotak
saran yang tersedia pada tempat-tempat strategis, sms/WA/email yang bersifat online,
atau bahkan dapat langsung mendatangi loket pengaduan. Poin-poin yang hendak dinilai
atau disampaikan dapat berupa tindak lanjut pemberi layanan terhadap aduan, cara
petugas menangani pengaduan, ketersediaan sarana pengaduan, dan sikap petugas
terhadap aduan. Meski demikian, dalam tataran operasional dibutuhkan cara lain dalam
melayani pengaduan masyarakat, seperti pengaduan on line, tertulis dan lisan. Fase
pengaduan menjadi tahapan awal persentasi koreksi bagi jalannya kegiatan pelayanan
sehingga untuk pengembangan selanjutnya, unit layanan lebih berbuka diri dan
berkomunikasi untuk meningkatkan kompetensi dan sistem pelayananya. Penilaian
masyarakat terkait penanganan pengaduan dapat dilihat pada gambar berikut.
5-25
Gambar 5.8. Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Layanan Pengaduan
Sumber: data Perimer 2019
Pada survey kali ini, persepsi publik terhadap Penanganan Pengaduan pada ketiga instansi
dimaksud dalam memperoleh layanan adalah 86,74 untuk interval 10-100 dengan rincian;
66,25% dan 20,12% masyarakat merasa bahwa pengaduan merupakan salan satu bagian
penting dan sangat penting dalam proses layanan. Persepsi ini muncul dari kesadaran
bahwa dalam proses pelayanan perlu adanya feed back dari masyarakat terkait kinerja
pemberi layanan. Feed back merupakan sesuatu yang penting untuk pemberi layanan
dalam rangka pembenahan layanan sehingga proses pelayanan terus diperbarui dan
ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pentingnya pengaduan juga menjadi indikator bahwa
masyarakat sudah berpikir inovatif. Paradigma pelayanan publik seyogyanya sudah
bergeser ke paraadigma new public service di mana kepuasan masyarakat menjadi
prioritas pemberi layanan.
5-26
Sayangnya, kesadaran masyarakat akan pentingnya mengadu tidak ditopang oleh
ketersediaan peluang untuk mengadu. Sebanyak 30,96% masyarakat menilai tidak adanya
peluang untuk mengadu pada ketiga instansi sampel dimaksud. Sebagianya
berkesempatan mengadu [27,55%], dan sebagiannya lagi mengadu secara terbuka ketika
berhadapan dengan petugas pelayanan. Keluhan masyarakat cenderung dikonfirmasi
langsung kepada petugas sehingga tidak memuaskan dan mengganggu penguna layanan
lainnya yang membutuhkan layanan. Menariknya, 65,02% masyarakat menilai bahwa pada
instansi dimaksud terdapat sarana pengaduan. Fakta tersebut terkesan paradoks, namun
bisa dipahami ketika sarana dan mekanisme/prosedur pengaduan tidak disosialisasikan
kepada masyarakat sehingga tidak banyak yang mengetahui keberadaan dan fungsinya.
Karena itu diperlukan sosialisasi terkait sarana, sistem dan mekanisme pengaduan yang
solutif dan inovatif sehingga dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat tanpa
mengabaikan pengguna layanan lainnya yang membutuhkan pelayanan.
Terhadap pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat, 53,25% masyarakat menilai
adanya respon petugas untuk menerima pengaduan. Respon petugas dinilai solutif dalam
menangani pengaduan yang disampaikan serta ditindaklanjuti dan dikelola dengan baik.
Fakta ini menunjukkan bahwa instansi pemberi layanan memiliki niat untuk melakukan
pembenahan secara internal organisasi untuk meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanannya. Setiap bentuk pengaduan dari masyarakat merupakan input yang penting
bagi peningkatan kinerja instansi. Ketika pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat
tidak mampu diselesaikan oleh petugas, langkah terakhir yang diambil adalah
menyampaikan lanngsung ke atasan sebagaimana dipersepsikan oleh 44,58% masyarakat.
Karena itu, para petugas perlu dibekali dengan pengetahuan, kapasitas dan kemampuan
untuk menagnani pengaduan yang disampaikan oleh maysarakat sehingga setiap
pengaduan yang disampaikan dapat langsung ditangani sehingga masyarakat merasa puas
dan terlayani dengan baik. Perlu diingat pula bahwa pengaduan yang disampaikan oleh
masyarakat merupakan input atau masukan yang penting dalam rangka perbaikan kinerja
organisasi ke depannya sehingga perlu direspon dengan baik. Simpulannya; kinerja unit
layanan terkait layananpenanganan pengaduan dipersepsikan BAIK [3 atau B].
Hal lain yang perlu ditegaskan adalah persoalan kepedulian pemohon untuk melakukan
aduan, memberikan saran dan kritik. Merujuk hasil yang diperoleh tersaji bahwa unsur
pengaduan berperan penting dalam penentuan angka IKM Kabupaten karena volume
pengaduan yang rendah intensitasnya, dan juga tingkat apatisme dan kepasrahan atas
ketidaknyamanan dalam kegiatan pelayanan. Keberlanjutan dari upaya pengaduan yang
tidak tuntas solusinya berdampak pada apatisme [keengganan] pemohon untuk
melakukan pengaduan karena harapan akan mendapatkan kesempurnaan dirasa sulit
terpenuhi.
I. Unsur Sarana Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan
tujuan, yang digunakan untukbenda yang bergerak seperti komputer, kendaraan dan
mesin lainnya. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
5-27
terselenggaranya suatu proses [usaha, pembangunan, proyek], dan khususnya untuk
benda yang tidak bergerak seperti gedung/kantor. Sarana prasarana merupakan salah satu
aspek penting dalam pelayanan karena keberadaannya sangat mempengaruhi kualitas
sebuah layanan. Aspek efektifitas, efisiensi, transparansi, serta pertimbangan lainnya
dapat terselenggara dan kenyamanan dapat dirasakan para pemohon manakala unsur
sarana/prasana tersedia memberikan kenyamanan bagi pemohon selama proses awal
mendapatkan layanan hingga luaran hasil yang diperolehnya. Sarana prasarana berkaitan
dengan ketersediaan fasilitas-fasilitas utama dan pendukung pelayanan seperti
ketersediaan pekarangan sebaga lahan parkir kendaraan, kenyamanan ruang tunggu,
kondisi kualitas gedung pelayanan, dan ketersediaan teknologi pelayanan untuk
menunjang kinerja pelayanan.
Penilaian terhadap sarana dan prasarana berangkat dari fakta bahwa seringkali persepsi
masyarakat terhadap layanan publik lebih mengarah pada kondisi fisik layanan sebagai
faktor penunjang ketimbang prosedur pelayanan terkait. Aspektasi penilaian sangat
dipengaruhi oleh latar belakang pemohon dimana semakin tinggi aspektasi, pendidikan
dan pengalamannya dalam pengurusan maka kecenderungan membanding-bandingkan
kenyamanan berdasarkan ketersediaan sarana/ prasarana cukup tinggi. Semisal paradigma
kenyamanan dan kepuasan, terstrandar menurut masyarakat [pemohon] di perdesaan
akan cenderung lebih puas dan menerima kondisi yang mungkin masih sangat minimalis
dalam ketersediaan sarana/prasarana yang dipersepsikan oleh masyarakat perkotaan.
Demikian pula pemohon yang sudah lebih dari sekali melakukan pengurusan
[mendapatkan layanan] pada suatu urusan, aspektasi kepuasan akan terus berkembang
seiring tingkat kepuasan yang dirasakan sebelumnya.
Unsur layanan ketersediaan sarana dan prasarana sebelumnya merujuk Permen PAN-RB
Nomor 16 Tahun 2014, tidak termasuk dari 9 [sembilan] unsur yang ditetapkan. Seiring
perkembangannya, unsur sarana prasarana menggantikan posisi unsur ‘makluman’
sehingga maklumat akan menjadi point konsensus atas komitmen yang terukur saat
setelah hasil survey kepuasan tersajikan.
Persepsi publik terhadap unsur sarana prasana pada beberapa instansi teknis adalah 88,40
unutk interval 10-100 dengan rincian; terkait ketersediaan pekarangan sebesar 75,85%,
kenyamanan ruang tunggu 71,21%, kondisi kualitas gedung pelayanan 71,83%, dan
ketersediaan teknologi penunjang pelayanan sebesar 68,42% sebagaimana tampak pada
gambar 5.10. gambar tersebut menunjukan rata-rata penilaian masyarakat terhadap unsur
sarana dan prasarana cenderung positif. Namun, penilaian tersebut cenderung bersumber
pada kesan subjektif pengguna layanan. Karena itu, penailaian tersebut perlu diperkuat
dengan penataan dan pembenahan yang dapat menjamin dan meminimalisir dampak
negatif seiring semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan publik.
Simpulannya; kinerja unit layanan terkait layanansarana prasarana dipersepsikan SANGAT
BAIK [4 atau A]. Kondisi ini dipengaruhi oleh persepsi yang sangat positif dengan nilai
persepsi rata-rata 4 dari para responden terhadap sarana prasarana layanan di RSUD dr.
Ben Mboi, Disdukcapil, dan DPM-KUT Kabupaten Manggarai. Merujuk hasil yang diperoleh
tersaji bahwa unsur sarana prasarana berperan penting dalam penentuan angka IKM
Kabupaten karena ketersediaan sarana prasarana di beberapa instansi teknis cukup
memadai sesuai dengan standar yang ada.
5-29
5.2. PERBANDINGAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT [IKM] TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN MANGGARAI
Sajian nilai indeks kepuasan masyarakat terhadapa layanan publik di Kabupaten Manggarai
menurut unit layanan sebagaimana ketiga unit layanan, yaitu; layanan kesehatan [81,86],
layanan kependudukan [77,25], dan layanan perizinan [79,13] merupakan nilai komulatif untuk
seluruh jenis layanan per unit dan untuk semua unsur layanan. Perbandingan nilai indeks untuk
ketiga unit layanan dimaksud disajikan dalam gambar berikut.
Gambar 5.10. Perbandingan Nilai Indeks Komulatif pada 3 Unit Layanan
Sumber : Data Primer, 2019
Layanan kesehatan mendapatkan penilaian lebih tinggi pada semua unsur layanan kecuali
ketersediaan sarana/prasarana dan fasilitas layanannya. Hal demikian karena kondisi
pembenahan dan pengembangan fisik yang sedang dilakukan secara berkelanjutan sehingga
dimungkinkan pengguna layanan merasakan ketidaknyamanan. Hal lain dari hasil observasi
menunjukan bahwa rancang desain rumah sakit tidak menyediakan informasi lengkap terkait
maket lokasi secara keseluruhan sehingga memudahkan pengguna layanan [secara langsung
maupun sekedar pengunjung] mendapatkan informasi terintegrasi. Terkait unsur layanan
kompetensi petugas dan perilakunya tergolong sangat baik karena dorongan status
kelembagaan yang sudah berubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah [BLUD] sehingga
mendorong kesadaran dalam budaya pelayanan oleh segenap petugas.
Unit layanan kependudukan tergolong berhasil dalam merevitalisasi sejumlah persyaratan dan
berhasil menunjukan transparansi pembiayaan jika dibandingkan dengan unsur layanan lainnya
di unit kependudukan. Permasalahan waktu layanan untuk beberapa jenis layanan pada unit
layanan kependudukan belum terpublikasi secara terbuka meskipun dalam standar layanan
tertera batasan waktu layanan sebuah produk namun realitasnya sebagian besar responden
mengeluhkan inkonsistensi waktu yang ditetapkan dalam standar dengan masa menunggu
sebuah luaran diperoleh. Demikian pula kesempatan pengaduan tidak tersedia pada unit
5-30
layanan kependudukan, tersedia fasiliatas berupa kotak pengaduan namun berbagai
pengaduan dimaksud dirasakan tidak tertanggapi lebih cepat dan tidak tuntas sehingga fasilitas
dimaksud kesannya hanya dijadikan pajangan. Penataan ruangan menurut fungsi dan
peruntukannya, halaman luar dan parkiran dan ketersediaan toilet adalah perihal yang
menimbulkan ketidak-nyamanan pengguna layanan serta penungjung saat mendapatkan
layanan pada unit kependudukan.
Layanan perizinan cenderung spesifik karena hanya pelaku usaha yang menggunakan layanan
jasa administrasi perizinan [kecuali IMB yang terbuka untuk umum] sehingga paradigma
penilaian secara parsial tidak dapat digeneralisasikan secara universal. Sistem, mekanisme dan
prosedur yang sudah menjalani layanan satu pintu serta hadirnya kebijakan nasional terkait OSS
adalah sangat membantu point indeks pada unit layanan perizinan. Unsur layanan lainnya juga
mengalami kemajuan namun perihal pembiayaan masih menjadi point penting dalam keluhan
pengguna layanan, bukan karena besaran pembiayaan terhadap produk luarannya melainkan
berbagai pembiayaan dalam proses pengurusan sebuah izin termasuk berbagai persyarakatn
pendukungnya.
Berikut disajikan gambar terkait point nilai indeks kepuasan masyarakat pada ketiga unit
layanan menurut jenis layanan, selanjutnya selengkapnya akan dilampirkan dalam laporan ini.
Gambar 5.11. Nilai Indeks Komulatif menurut Jenis Layanan pada Ketiga Unit Layanan Publik di Kabupaten Manggarai. [5.11.1] : Layanan Kesehatan [5.11.2] : Layanan Kependudukan [5.11.3] : Layanan Perizinan
5-31
Kelompok gambar 5.11 menunjukan nilai indeks komulatif dari setiap jenis layanan pada
masing-masing unit layanan dengan perspektif penilaian publik yang bervariasi. Khusus layanan
kesehatan yang ternilaikan untuk 11 jenis layanan, penilaian tertinggi diberikan terhadap jenis
layanan unit gawat darurat. Kondisi demikian menarik untuk disimpulkan bahwa jika
dibandingkan 10 jenis layanan lainnya, layanan UGD cenderung lebih terdesak dan bersifat
urgen dalam proses penanganannya serta kondisi psikologis pengguna layanan dalam suasa
terdesak dan membutuhkan. Sesungguhnya standar pelayanan oleh petugas layanan dan RSUD
secara kelembagaan telah mengikuti standar dan berlaku sama untuk seluruh jenis layanan
namun khusus untuk jenis layanan IGD dipersepsikan tertinggi karena pada bagi pengguna
layanan berada pada pihak yang sedang sangat membutuhkan sehingga apapun nilai lebih
dalam proses pelayanannya untuk kesembilan unsur akan dinilai lebih baik dibandingkan
dengan jenis lainnya yang layani pada unit layanan kesehatan.
Unit layanan kependudukan yang dijadikan fokus kajian adalah 6 jenis layanan [produk luaran]
dipersepsikan tertinggi yaitu layanan akte perceraian dan akte kematian. Keduanya sama dalam
nilai komulatifnya namun sesungguhnya terjadi perbedaan nilai pada setiap unsur layananya
yang akan dibandingkan pada lampiran namun kondisinya yang tersaji pada gambar 5.11
menunjukan bahwa kedua jenis layanan dimaksud juga bukan bersifat general bagi seluruh
warga namun hanya para pihak tertentu yang membutuhkan jenis layanan dimaksud. Hal
demikianlah yang menyebabkan apresiasi lebih baik diberikan karena pengguna layanan
suasana kebathinannya dalam kondisi sangat membutuhkan layanan dimaksud.
Layanan perizinan hanya diberikan kepada para pihak tertentu saja karena jenis produk
luarannya hanya digunakan oleh para pelaku usaha yang membutuhkan izin usaha, kecualit Izin
Mendirikan Bangunan [IMB]. Layanan izin usaha angkutan mendapatkan respek tertinggi
dibanding jenis layanan perizinan lainnya dipengaruhi oleh mekanisme layanan langsung yang
diberikan oleh petugas lapangan [diluar mekanisme yang diatur oleh SOP] serta respons baik
yang diberikan petugas tenaga ahli yang melakukan survey [uji] teknis sebagai prasyarat izin.
Rangkuman nilai IKM untuk Kabupaten Manggarai tahun 2019 yang dipersepsikan masyarakat
menurut unsur layanan tersaji dalam tabel berikut.
Tabel 5.4.
Nilai IKM Pemerintah Kabupaten Manggarai menurut Unsur Layanan
No UnsurLayanan ∑Nilai Unsur
NRR NRR
tertimbang IKM
Unsur IKM
Konversi Mutu
Layanan
Capaian Kinerja per
Unsur
1 Persyaratan U1 10.02 3.34 0.37 9.28 92.77 A SangatBaik
2 Prosedurdanmekanisme U2 10.03 3.34 0.37 9.28 92.83 A SangatBaik
3 WaktuPelayanan U3 9.10 3.03 0.34 8.43 84.30 B Baik
4 Biaya/Tarif U4 9.23 3.08 0.34 8.55 85.48 B Baik
5 ProdukSpesifikasiJenis U5 9.28 3.09 0.34 8.59 85.89 B Baik
6 KompetensiPetugas U6 9.58 3.19 0.35 8.87 88.72 A SangatBaik
7 PerilakuPelaksana U7 9.70 3.23 0.36 8.98 89.82 A SangatBaik
8 PenangananPengaduan U8 9.37 3.12 0.35 8.67 86.74 B Baik
9 SaranaPrasarana U9 9.55 3.18 0.35 8.84 88.40 A SangatBaik
Sumber : Data Primer, 2018
5-32
Capaian kinerja per unsur sebagaimana tersaji dalam tabel diatas cenderung pada posisi ‘baik’
dan ‘sangat baik’, persoalannya adalah standar kategorial ‘sangat baik’ mengalami pergeseran
nilai intervalnya sehingga 5 [lima] dari unsur layanan terkena konsekuensi dimaksud. Hal yang
menarik adalah, meskipun terkategori kinerja ‘baik’ namun nilai konversinya masih berada
pada level aman karena mendekati batas minimal ‘predikat sangat baik’. Layanan publik di
Kabupaten Manggarai sangat terbantu oleh kejelasan persyaratan dan prosedur serta
mekanisme pelayanan meskipun informasi terkait persyaratan dan prosedur serta mekanisme
pelayanannya diketahui secara lisan yang menunjukkan bahwa komunikasi sosial di antara
warga masyarakat di Kabupaten Manggarai sangat tinggi.
Berikut adalah Indeks Kepuasan Masyarakat [IKM] yang sepatutnya diperoleh Pemerintah
Kabupaten Manggarai dalam pelaksanaan pelayanan publik di Kabupaten Manggarai dengan
nilai indek komulatif yang telah dikonversi sebesar 79,41 [berkategori BAIK]. Nilai IKM
dimaksud merupakan kredit positif yang dicapai oleh sebuah intitusi sebesar Pemerintah
Kabupaten yang belum pernah mendapatkan pengukuran akumulatif sebelumnya.
Seyogyanya nilai rasional dapat diperoleh dari berbagai unit layanan publik yang melayani
secara langsung untuk pelayanan administratif, layanan barang dan layanan jasa sehingga
perolehan nilai menunjukan representasi umum dari kinerja kelembagaan Pemerintah
Kabupaten Manggarai pada periode pelayanan tahun 2018 sampai 2019.
Gambar 5.12.
IKM Kabupaten Manggarai Tahun 2019 per Unsur Layanan Sumber : Data Primer, 2019
Unit survey yang hanya mencakupi 3 [tiga] lembaga layanan administrasi dan jasa yaitu Unit
layanan perizinan, layanan kesehatan dan layanan kependudukan dianggap telah
merepresentasikan kondisi umum dari pelayanan publik di Kabupaten Manggarai karena
ketiganya berurusan langsung dengan masyarakat dari berbagai kalangan sosial-ekonomi dan
budaya, dengan berbagai varian tingkat kebutuhan layanan. Terkhusus layanan perizinan
umumnya hanya mencakupi kelompok pelaku usaha yang membutuhkan layanan administrasi
perizinan berusaha, namun beberapa diantaranya juga membutuhkan perizinan secara
mandiri sejenis IMB. Olehnya, ketiganya merupakan representasi layanan publik di Kabupaten
Manggarai.
5-33
Nilai IKM sebagaimana tersaji dalam gambar diatas menunjukan bahwa Pemerintah
Kabupaten Manggarai dalam implementasi layanan publik telah menjalankan beberapa fungsi
standarnya sebagai aparatur negara yang bertugas memberikan layanan publik kepada
masyarakat, diantaranya;
1. Layanan publik yang diberikan telah mengikuti standar regulasi sebagaimana memiliki
SOP untuk setiap jenis layanannya. Keberadaan dokumen SOP dan SP pada tataran
implementasinya belum dapat dijalankan secara baik karena terkendala berbagai
hambatan struktural, fungsional, kelembagaan, politik, sosial dan budaya. Beberapa SOP
yang tersedia masih merujuk pedoman lama yang kini telah memiliki rujukan hukum baru
namun belum dilakukan pembaharuan dan penyelarasan sesuai tingkat kebutuhan
layanan dari pengguna layanan. Unsur layanan persyaratan menjadi unsur terbaik karena
berbagai jenis persyaratan telah ditentukan dan oleh masyarakat telah diketahui secara
umum namun tidak melalui media informasi melainkan melalui informasi lisan.
2. Unsur sistem, prosedur dan mekanisme pelayanan telah mengikuti standar layanan publik
dengan mengikuti pedoman yang ditetapka sehingga menjadi unsur terbaik kedua setelah
persyaratan. Hal demikian menunjukan komitmen Pemerintah untuk menyelaraskan
standar agar menjadi panduan dalam layanan publik untuk mencapai kesesuaian tingkat
kepuasan masyarakat pengguna layanan. Beberapa jenis layanan masih terkendala
mekanisme, bukan karena ketiadaan standar mekanisme namun kendala teknis yang
terjadi diluar perkiraan sebelumnya sehingga direkomendasikan untuk diselaraskan
kembali sistem dan mekanisme layanan sesuai tingkat kebutuhan masyarakat.
3. Unsur waktu pelayanan menjadi momok yang dapat menyudutkan posisi pemerintah
dalam layanan publik karena inkonsiten dari standar yang disepakati/ditetapkan. Nilainya
relatif baik untuk kategori perolehan 84,30 namun bila dibandingkan dengan standar
lainnya maka unsur waktu tergolong paling rendah sehingga simpulannya menunjukan
rendahnya disiplin dan konsistensi petugas layanan dalam memberikan jaminan
penyelesaian pekerjaan layanan menurut batas waktu yang ditentukan. Demikian pula
beberapa standar pembiayaan yang belum memiliki landasan yuridis formal maupun
belum disesuaikan dengan daya beli dan kualitas layanan sehingga perlu ditinjau kembali
nominal pemberlakuannya.
4. Tingkat kesadaran masyarakat yang ditunjukan oleh tingginya kemandirian dalam
mengakses informasi, motivasi pengurusan, memenuhi persyaratan dan melakukan
proses layanan adalah menunjukan tingginya partisipasi masyarakat dalam layanan
publik. Masyarakat menyadari pentingnya keberadaan pemerintah dan membutuhkan
profesionalisme petugas layanannya dalam pemberian layanan publik.
5. Menyongsong kemajuan informasi dan teknologi serta bergulirnya dinamika terbuka
maka kualitas layanan sepatutnya terus ditingkatkan dengan berbagai vasiasi layanan baik
sisi sumberdaya petugas layananya, dukungan multimedia [IT] dan ketersediaan sarana
prasarana yang mendukung pelaksanaan sistem pelayanan terpadu dan terintegrasi
secara sistemik.
6-1
Bagian VI
PENUTUP
6.1. SIMPULAN
6.1.1. PENINGKATAN LAYANAN MENURUT JENIS UNIT PELAYANAN
Paradigma pelayanan publik senantiasa mengalami perubahan seiring meningkatnya harapan
dan tuntutan selera masyarakat yang membutuhkan layanan terkait dan orientasi pencapaian
tujuan [luaran] pelayanan. Masyarat berposisi sebagai pihak yang patut mendapatkan layanan
selayaknya karena legitimasi hukum ketatanegaraan menjaminnya harus dilayani oleh negara,
dalam hal dimaksud pemerintah selaku aparatur negara dan mewakili keberadaan negara
maka berkewajiban memberikan layanan kepada rakyatnya. Perubahan tuntutan dimaksud
akan berdampak pada perubahan standar pelayanan yang disesuaikan dengan tuntutan dan
selera masyarakat sehingga berkonsekuensi pada kinerja pelayanan publikyang harus terus
ditingkatkan.
Terkait pengukuran IKM Kabupaten Manggarai periode tahun 2019, rujukan utama dalam
pelaksanaanya adalah Permen PAN-RB Nomor 14 Tahun 2017 tentang ‘Pedoman Penyusunan
Survey Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik’, sebagai penyempurna
dari Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014 sebelumnya. Perubahan yang terjadi pada
standar pelayanan kemudian berdampak pada pergeseran predikat kualitas layanan dari
setiap unit pelayanan dan jenis urusan yang terukur. Hasil pengukuran IKM Kabupaten
Manggarai menurut jenis unit pelayanan menunjukkan trend positif meskipun nilai akhir
secara komposit terkategori ‘BAIK’.
Rincian hasil pengukuran IKM Kabupaten Manggarai jika merujuk pada PERMEN PAN-RB
Nomor 14 Tahun 2017 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terkait kinerja setiap unit
pelayanan terkategori BAIK dengan nilai IKM masing-masingnya; [1] Unit Pelayanan kesehatan
terkategori BAIK 81,86 [B atau 3]; [2] Unit Pelayanan Perizinan terkategori BAIK dan bernilai
79,13 [3 atau B]. Selanjutnya [3] Unit Pelayanan kependudukan terkategori BAIK dan bernilai
77,25 [3 atau B]. Sementara IKM komulatif terhadap pelayanan publik di Kabupaten
Manggarai adalah 79,41 [BAIK].
Hasil pengukuran sebagaimana dimaksud merupakan akumulasi penilaian [nilai komposit]
terhadap unsur pelayanan dari setiap instansi teknis untuk masing-masing unit pelayanan.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kinerja pelayanan publik di Kabupaten Manggarai
ditinjau dari jenis unit pelayanan dipersepsikan BAIK Hal tersebut tentu dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti kepastian sumber daya manusia pelayanan [kompetensi dan sikap
petugas pelayanan], kejelasan prosedur pelayanan, ketersediaan informasi pelayanan,
ketersediaan teknologi penunjang, ketersediaan sarana-prasarana, dan sebagainya.
6-2
Penilaian sebagaimana dimaksud tentu belum merupakan sebuah kepastian mengingat
pengukuran IKM kali ini menggunakan sampel yang artinya hanya terbatas pada objek
tertentu sebagai bagian dari pengguna jasa layanan pada setiap unit pelayanan. Itu berarti
kondisi riil di lapangan bisa saja lebih baik atau bahkan lebih buruk dari penilaian yang ada
sehingga terlepas dari penilaian yang diberikan masyarakat terkait dengan kinerja pelayanan
pada setiap unit pelayanan dimaksud, kinerja untit pelayanan di lingkup pemerintahan
Kabupaten Manggarai harus lebih ditingkatkan lagi demi tercapainya kinerja pelayanan public
yang maksimal.
Peningkatan kinerja sebagaimana dimaksud bertujuan untuk memperbaiki kekurangan
maupun kelemahan yang ada pada setiap unit pelayanan melalui sebuah upaya berkelanjutan
yang berbasis pada spirit reformasi birokrasi sehingga diharapkan ke depannya pemerintah
Kabupaten Manggarai dapat menjadi model pemberi layanan publik yang prima. Merujuk
pada hasil pengukuran IKM yang ada maka prioritas peningkatan kinerja pelayanan harus
lebih difokuskan pada unit Pelayanan kependudukan dan unit Pelayanan perizinan.
Pencapaian yang belum maksimal pada kedua unit pelayanan tersebut mendorong
pemerintah Kabupaten Manggarai untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyiasati
kebutuhan layanan publik masyarakat yang semakin kompleks. Upaya perbaikan yang akan
dilakukan tentunya merujuk pada hasil survey yang telah dilakukan dengan
mempertimbangkan persepsi masyarakat terhadap kinerja setiap instansi teknis dari setiap
unit layanan berdasarkan penilaian terhadap unsur pelayanan yang ada di Kabupaten
Manggarai. Selanjutnya untuk mengantisipasi perubahan kebutuhan atas layanan publik di
wilayah Kabupaten Manggarai kedepannya maka penting dipertimbangkan focus layanan
yang diprioritaskan untuk mendukung visi-dan misi utama Kabupaten Manggarai.
6.1.2. PENINGKATAN LAYANAN MENURUT UNSUR PELAYANAN
Amanat Permen PAN-RB Nomor 14 Tahun 2017 hanya memandu penilaian layanan publik
menurut 9 [sembilan] unsur layanan, yaitu; unsur persyaratan, unsur sistem, mekanisme dan
prosedur, unsur waktu pelayanan, unsur biaya/tarif, unsur produk spesifikasi jenis pelayanan,
unsur kompetensi pelaksana, unsur perilaku pelaksana, unsur penanganan pengaduan, saran
dan masukan, serta unsur sarana prasarana. Terdapat penggantian unsur maklumat
[sebelumnya Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014] dengan unsur sarana prasarana
[Permen PAN-RB Nomor 14 Tahun 2017] sehingga hasil pengukuran tidak dapat dibanding
lurus antara IKM periode 2016 dan IKM periode 2018 karena terdapat perubahan variabel
pengukuran. Substansi penting dari kesembilan unsur dimaksud adalah terkait aspek alat dan
bahan dalam pelayanan, aspek waktu dan pembiayaan, aspek kemampuan sumberdaya
manusia yang memberikan layanan serta aspek luaran yang akan dihasilkan.
Unsur pelayanan merupakan aspek yang dinilai terkait kinerja pada setiap unit pelayanan
publik di lingkup pemerintah daerah. Unsur-unsur yang terdiri dari 9 [sembilan] unsurtersebut
menjadi faktor penggerak kinerja pelayanan pada setiap unit pelayanan sehingga diiharapkan
dapat memberikan kepuasan terhadap pengguna layanan. Hal itu menegandaikan bahwa
setiap unsuryang ditetapkan sudah memenuhi standar kriteria sesuai dengan spirit pelayanan
prima. Ketersediaan, kejelasan, kesiapan, dan kepastian setiap unsur pelayanan menjadi
6-3
syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap unit pelayanan dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan.
Hasil pengukuran terhadap 9 [Sembilan] unsurpelayanan di lingkup pemerintahan Kabupaten
Manggarai menunjukkan trend positif dengan kategori SANGAT BAIK, bahkan dalam kondisi
kategorisasi penilaian interval yang diperluas dari PermenPAN-RB sebelumnya. Hal itu berarti
selama ini Pemerintah Kabupaten Manggarai telah melakukan perbaikan kinerja di setiap unit
pelayanan dan instansi yang tercakup di dalamnya perihal kesembilan unsur pelayanannya.
Kondisi tersebut bisa dipahami dengan memperhatikan trend tuntutan masyarakat yang terus
meningkat sehingga Pemerintah Kabupaten Manggarai diharapkan dapat terus melakukan
perbaikan dan peningkatan terhadap setiap unsur pelayanan guna menjawab tuntutan dan
harapan masyarakat yang juga terus meningkat. Asumsi lain yang bisa dikemukakan adalah
masih terdapat kekuarang pada beberapa aspek dari setiap unsur pelayanan yang dinilai
seperti kurang maksimalnya fungsi penanganan pengaduan dan beberapa aspek lainnya
meskipun prosentase penilaian masyarakat terhadap berbagai sepek tersebut tidak signifikan.
Kondisi riil yang tergambar melalui penilaian sebagian besar masyarakat terhadap setiap
unsurpelayanan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan perbaikan terutama pada
beberapa unit pelayanan yang masih dinilai KURANG BAIK. Unsur layanannya cenderung
sudah berada para predikat BAIK dan SANGAT BAIK. Kondisi demikian menunjukan bahwa
budaya kerja yang diperankan oleh aparatur penyelenggara [pemberi layanan] sudah
mengalami perbaikan yang signifikan disbanding unsur lainnya yang cenderung
mengandalkan peralatan dan bahan.
Hal ini penting mengingat unit-unit pelayanan tersebut merupakan unit pelayanan yang
langsung berhubungan dengan masyarakat sehingga diharapkan dapat memberikan kepuasan
yang maksimal kepada masyarakat. Asumnsinya, persepsi masyarakat terhadap setiap unsur
pelayanan yang terkategori SANGAT BAIK tersebut tetap dipertahankan dan bahkan terus
ditingkatkan sehingga target penilaian yang belum tercapai pada ketujuh unsur pelayanan
yang terkategori BAIK dapat menjadi SANGAT BAIK pada periode pengukuran selanjutnya.
Capaian tersebut tentu sangat bergantung pada komitmen pemerintah daerah melalui
instansi terkait dalam melakukan pembenahan secara internal, menyediakan peralatan dan
bahan, menata mekanisme dan standar pelayanan, menguatkan komitmen dan integritas
atau bahkan secara komunal melalui komitmen bersama untuk melakukan reformasi total
terhadap kinerja pelayanan publik di lingkup Pemerintahan Kabupaten Manggarai secara
keseluruhan. Penting untuk diingat bahwa penilaian masyarakat terhadap setiap unsur
pelayanan bersifat perspektif dari sebagian besar masyarakat yang ada. Artinya, masih ada
sebagian kecil masyarakat yang merasa tidak puas dengan kinerja pelayanan Pemerintah
Kabupaten Manggarai meskipun prosentasenya tidak signifikan sehingga perbaikan kualitas
pelayanan masih tetap menjadi prioritas pemerintah Kabupaten Manggarai ke depannya.
6-4
6.2. SARAN DAN REKOMENDASI [STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK]
Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka beberapa strategi yang perlu dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam rangka peningkatan kinerja pelayanan publik pada
setiap instansi teknis dapat dirumuskan per unsurlayanan sebagai berikut:
a. Unsur persyaratan, strategi yang dapat dilakukan adalah:
Memperjelas aspek persyaratan sesuai dengan aturan yang berlaku
Memberikan kemudahan terkait persyaratan
Mengurangi jumlah persyaratan
Menyediakan informasi terkait persyaratan
Memperjelas informasi terkait persyaratan.
b. Unsur prosedur dan mekanisme pelayanan, strategi yang dapat dilakukan adalah:
Mempermudah tiap tahapan pelayanan dengan memotong rantai layanan
Memperjelas prosedur dan mekannisme pelayanan
Menyediakan bagan alur setiap mekanisme pelayanan
Memilih pos layanan yang substansial bila dibutuhkan dan beresiko
c. Unsur waktu pelayanan, strategi yang dapat dilakukan adalah:
Memperjelas batasan [durasi waktu] melalui media
Mempersingkat waktu pelayanansetiap tahapan pelayanan
Menjamin kepastian waktu
Membuat komitmen disiplin atas waktu pelaksanaan.
d. Unsur tarif/biaya pelayanan, strategi yang dapat dilakukan adalah:
Menyediakan informasi terkait tarif dan biaya pelayanan
Menetapkan tarif/biaya sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh regulasi yang
memperhatikan tingkat kemampuan masyarakat
Menghilangkan berbagai bentuk pungutan liar
e. Unsur produk spesifikasi jenis layanan, strategi yang dapat dilakukan adalah:
Memperjelas jenis produk layanan sesuai peruntukan
Mendesain seefisien mungkin bentuk dan jenis luaran
Memperpanjang masa berlaku produk luaran
Mendata secara cermat dan rapi setiap produk luaran
Mengawasi pemanfaatan setiap produk luaran di masyarakat
f. Unsur kompetensi pelaksana, strategi yang dapat dilakukan adalah:
Menempatkan penyedia layanan [pegawai] sesuai dengan standar kompetensi
keilmuan, keahlian dan pengalaman
Meningkatkan kompetensi penyedia layanan [pegawai] melalui kegiatan pendidikan
dan pelatihan
Memberikan reword terhadap petugas berprestasi dan punishmen atas petugas yang
melanggar standar pelayanan.
Melatih petugas pengganti sebagai konsekuensi pengkaderan [regenerasi]
Melakukan rotasi posisi aparatur dalam pemberian pelayanan
g. Unsur perilaku pelaksana, strategi yang dapat dilakukan adalah:
Mendekatkan nilai budaya dalam setiap aktifitas pelayanan
6-5
Mempertegas batasan urusan domestik dan profesionalisme birokrasi
Memperbaiki uniform [seragam] yang dikenakan oleh petugas
Meningkatkan disiplin dan penegakan aturan standar layanan
h. Unsur penanganan pengaduan, strategi yang dapat dilakukan adalah:
Menyediakan sarana pengaduan masyarakat langsung maupun tidak langsung
Mempercepat proses tindak lanjut pengaduan
Menyediakan link kontrol atasan langsung
Menyediakan forum kontrol publik.
i. Unsur sarana prasarana, strategi yang dapat dilakukan adalah:
Menyediakan sarana dan prasarana yang representatif dan nyaman
Memperbaiki sarana dan prasarana yang sudah tidak memadai
Memaksimalkan pemanfaatan teknologi dan informasi