definisi kor

Upload: shinta-wahyusari

Post on 16-Jul-2015

978 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Definisi Kor pulmonal merupakan penyakit paru dengan hipertrofi dan atau dilatasi ventrikel kanan akibat gangguan fungsi dan atau struktur paru (setelah menyingkirkan panyakit jantung kongenital atau penyakit lain yang primernya pada jantung kiri). Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh: 1. Penyakit paru obstruksi kronik. 2. Emfisema 3. Obstruksi pembuluh darah: emboli paru, atau penyakit yang menyebabkan kompresi perivaskular atau destruksi jaringan pada fibrosis paru, granulomatosis, kanker paru. 4. Hipertensi pulmonal primer. 5. Vasokonstriksi pulmonal menyeluruh: dapat disebabkan oleh hipoksia, pirau intrapulmonal kanan ke kiri. Manifestasi Klinis Perlu dilakukan ananmesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak napas waktu beraktivitas, napas yang berbunyi, mudah fatig, dan kelemahan. Pada fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan, jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan, misalnya edema dan nyeri perut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi bronkus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul gagal jantung kanan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan sianosis, jari tabuh, peningkatan tekanan vena jugularis, heaving ventrikel kanan atau irama derap, pulsasi menonjol di sternum bagian bawah atau epigastrium (parasternal lift), pembesaran hepar dan nyeri tekan, asites, dan edema. Pemeriksaan Penunjang Pada foto toraks, tampak kelainan paru disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragrna sehingga jantung tampaknya normal. Pembesaran ventrikel kanan lebih jelas pada posisi oblik atau lateral. Harus diteliti adanya kelainan parenkim paru, pleura atau dinding, dan rongga toraks.

Pada EKG terdapat tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran atrium kanan, P pulmonal, aksis QRS ke kanan, atau right bundle branch block (RBBB), voltase rendah

karena hiperinflasi, RS-T sagging II, III, aVF, tetapi kadang-kadang EKG masih normal. Gelombang S yang dalam pada V6. EKG sering menyerupai infark miokard yaitu adanya gelombang Q pada II, III, aVF namun jarang dalam dan lebar seperti pada infark miokard inferior.

Sering ditemukan kelainan tes faal paru (spirometri) dan analisis gas darah. Ada respons polisitemik terhadap hipoksia kronik. Tes faal paru dapat menentukan penyebab dasar kelainan paru. Pada analisis gas darah bisa ditemukan saturasi O2 menurun PCO2 biasanya normal. Bila kor pulmonal disebabkan penyakit vaskular paru, PCO2 biasanya normal. Bila kor pulmonal akibat hipoventilasi alveolar (misalnya karena penyakit paru obstruktif menahun dengan emfisema), PCO2 meningkat.

Pada ekokardiogafi, dimensi ruang ventrikel kanan membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup pulmonal gelombang a hilang, menunjukkan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi sulit terlihat katup pulmonal karena accoustic window sempit akibat penyakit paru.

Pada kateterisasi jantung ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan, pembuluh paru. Tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler paru normal, menandakan bahwa hipertensi pulmonal berasal dari prakapiler dan bukan berasal dari jantung kiri. Diagnosis Banding Hipertensi vena pulmonal, yang biasa diderita pasien stenosis katup mitral dan perikarditis konstriktif, dapat dibedakan dengan tes fungsi paru dan analisis gas darah. Penatalaksanaan Pada dasarnya adalah mengobati penyakit dasarnya. Pengobatan terdiri dari: 1. Tirah baring, diet rendah garam, dan medikamentosa berupa diuretik, digitalis, terapi oksigen, dan pemberian antikoagulan. Digitalis diberikan terutama bila terdapat gagal jantung kanan, tetapi yang paling penting adalah mengobati penyakit paru yang mendasarinya. Terapi oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang perlu ventilator mekanik bila terjadi retensi CO2 yang berbahaya (gagal napas). Pada kasus eksaserbasi akut insufisiensi paru, sering pasien perlu dirawat intensif untuk aspirasi sekret bronkus, pengobatan infeksi paru, bronkodilator, kortikosteroid, keseimbangan cairan, dan pengawasan penggunaan sedatif. Kadang-kadang diperlukan trakeostomi untuk membantu aspirasi sekret dan mengurangi ruang mati. Antikoagulan dapat mencegah trombosis yang memperberat penyakit paru obstruktif kronik 2. Preventif, yaitu berhenti merokok olahraga dan teratur, serta senam pernapasan sangat bermanfaat walaupun harus dalam jangka panjang.

Prognosis Sangat bervariasi, tergantung penjalanan alami penyakit paru yang mendasari dan ketaatan pasien berobat. Penyakit bronkopulmonal simtomatik angka kematian rata-rata 5 tahun sekitar 40-50%. Juga obstruksi vaskular paru kronik dengan hipertrofi ventrikel kanan mampunyai prognosis yang buruk. Biasanya pasien hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular kronik hanya bertahan hidup 2-3 tahun sejak timbulnya gejala.

askep kor pulmonalA. KONSEP DASAR 1.Defenisi. Korpulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertropi/ dilatasi) yang terjadi akibat penyakit yang menyerang struktur, fungsi paru atau pembuluh darahnya. Keadaan patoogis dengan ditemukannya hipertropi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktural paru. (WHO, 1993). Korpulmonal adalah suatu keadaan patologis akibat hipertropi/dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal, dengan penyebabnya adalah kelaianan penyakit parenkim paru, kelainan vascular paru dan gangguan fungsi paru. (Braunwahl, 1980). 2. Etiologi 1.penyakit paru menahun dengan gangguan hipoksia

COPD (paling sering). Fibrosis paru Penyakit fibrokistik. Cryptogenic fibrosing alveolitis. Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia.

2.kelainan dinding dada

Kifoskolosis, torakoplasti, fibrosis pleura Penyakit neuromuscular.

3. gangguan mekanisme kontrol pernafasan Obesitas, hipoventilasi idiopatik Penyakit serebrospinal. 4. kelainan primer pembuluh darah.

Hipertensi pulmonal primer. Emboli paru berulang. Vaskulitis pembuluh darah paru.

3.Anatomi Fisiologi. Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. 4.Patofisiologi. Vasokontriksi arteriol difus akibat Hipoksia alveoli

Perubahan anatomi jumlah p.darah difus -emfisema -eksisi paru pengurangan vaskularisasi paru -aplasia/oklusi . Aliran darah peningkatan resistensi vaskular paru Curah jantung Aliran kolateral hipertensi pulmonal Korpulmonal kronik Gagal jantung kanan 5. Manifestasi Klinis. Hipertensi pulmonal

Sering disamarkan oleh penyakit pulmonary primer atau kardiovaskular. Indikasi pertama hipertensi pulmonal radiografi dada (pembesaran batas jantung kanan) atau EKG (hipertropi vetrikel kanan). Manifestasi klinik umum : - keletihan. - Rasa tidak nyaman pada dada. - Takipnoe. - Dispnea terutama saat latihan. Kor pulmonal. Diperburuk oleh penyakit pernafasan primer, nyeri dada, BJ II lebih jelas, murmur katup pulmonal(+), murmur katup tricuspid menyertai terjadinya gagal ventrikel kanan. 6.Penatalaksanaan. Sasaran pengobatan untuk mengurangi beban ventrikel kanan dengan menurunkan tekanan arteri pulmonalis.1. pemberian o2 continue 1-3 l/mnt memperbaiki hipoksemia.

2. tirah baring & pembatasan garam jkia disertai gagal jantung mencegah memburuknya hipoksemia.3. diuretic membantu mengurangi cairan yang berlebihan dalam rongga paru

meningkatkan ventilasi alveoli & oksigenisasi. 4. digitalisasi mengatasi gagal jantung kanan. 5. vasodilator arteri pulmonalis mengatasi hipertensi pulmonal.

Asuhan Keperawatan kor pulmonal.1.Pengkajian fisik nafas cepat & dangkal sianosis (bibir & kuku).

Distensi vena jugularis. Takikardi. Bunyi jantung 2 lebih jelas.

Murmur katup pulmonik terdengar. Jari tabuh. Udem tungkai dan kaki.

2.Diagnosa keperawatan 1. kerusakan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolus. 2. kelebihan volume cairan b.d hipertensi pulmonal. 3. intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 4. resiko penurunan kardiak out put b.d gagal ventrikel kanan. 3.Intervensi. 1. meningkatka pertukaran gas. Agd dipantau terhadap tanda-tanda hipoksemia, asidosis respirtorik & alkalosis respiratorik. R:/ memudahkan dalam memantau tanda-tanda hipoksemia, asidosis respiratorik & alkalosis respiratorik. Terapi o2 dengan aliran lambat. R:/ mencegah kekurangan oksigen pada paru dan jaringan. Istirahat. R:/ istirahat yang cukup memulihkan kembali keadaan pasien. 2. mencegah kelebihan volume cairan. Timbang BB setiap hari. R:/ penaikan BB menunjukan adanya kelebihan nutrisi yang dapat meningkatkan metabolisme, sehingga menaikkan kerja dari jantung. Pantau intake output cairan.

R:/ menghindari kelebihan dan kekurangan cairan yang masuk kedalam tubuh. Anjurkan latihan sedang atau ubah posisi klien dengan sering untuk meningkatkan perfusi paru yang adekuat. R:/ posisi yang nyaman dapat memaksimalkan pemasukan o2 kedalam paru-paru. Ukur lingkar abdomen secara teratur untuk mengkaji perkembangan asites. R:/ lingkar abdomen yang lebih dari normal menandakan adanya asites. 3. meningkatkan intoleransi aktivitas. Berikan waktuyang cukup untuk melakukan aktivitas. R:/ aktivitas yang dikerjakan dengan terburu-buru membuat pasien cepat lelah. Berikan o2 sesuai kebutuhan sebelum & sesudah beraktivitas. R:/ menghindari kekurangan oksigen sewaktu beraktivitas. Anjurkan klien secara bertahap untuk beraktivitas. R:/ beraktivitas secara bertahap membantu mengurangi intoleransi aktivitas. 4. penkes perawatan dirumah. Klien disarankan untuk: menghindari benda-benda yang mengiritasi jalan nafas. Jika diberi o2 continue ajarkan cara penggunaannya. Sarankan untuk menghindari rokok. Konseling nutrisi. Waspadai tanda-tanda hipoksemia (gelisah, depresi, perilaku atipikal).

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) COR PULMONAL ATAU PULMONARY HEART DISEASEBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pulmonary Heart Disease atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan. Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung di cor pulmonal. Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap pulmonale cor, tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder untuk berbagai proses penyakit cardiopulmonary. Meskipun pulmonale cor umumnya memiliki progresif dan perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau pulmonale cor diperburuk dengan komplikasi yang mengancam kehidupan dapat terjadi. Data kematian yang dikumpulkan sejak tahun 1991 dari bagian Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI Unit paru RSU Persahabatan penyebab kematian akibat cor pulmonal sebanyak 7 kasus dari 175 jumlah total kematian pasien penderita penyakit paru atau sebesar 4,10%. Cor pulmonal menduduki ranking kelima setalah TB paru, tumor paru, pneumonia, dan bronkhiektasis. Jika cor pulmonal terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada cor pulmonal dapat menimbulkan gangguan fungsi paru, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam mengenai penyakit cor pulmonal untuk dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien cor pulmonal dengan pendekatan proses keperawatan yang benar.

1.2

Rumusan Masalah1. Apa definisi pulmonary heart disease? 2. Apa etiologi/ faktor pencetus pulmonary heart disease? 3. Apa saja manifestasi klinis pulmonary heart disease?

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Bagaimana patofisiologi pulmonary heart disease? Apa saja pemeriksaan diagnostik pada pulmonary heart disease? Bagaimana penatalaksanaan klien dengan pulmonary heart disease? Apa komplikasi dari pulmonary heart disease? Bagaimana prognosis dari pulmonary heart disease? Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan pulmonary heart disease?

1.3

Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya pulmonary heart disease. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Mengetahui definisi pulmonary heart disease. Mengetahui etiologi/ faktor pencetus pulmonary heart disease. Menyebutkan manifestasi klinis pulmonary heart disease. Menyebutkan patofisiologi pulmonary heart disease. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pulmonary heart disease. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan pulmonary heart disease. Mengetahui komplikasi dari pulmonary heart disease. Mangatahui prognosis dari pulmonary heart disease. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan pulmonary heart disease.

1.4

Manfaat 1. Mendapatkan pengetahuan tentang pulmonary heart disease. 2. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pulmonary heart disease.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan. Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.

Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.

2.2.Patogenesis Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu : 1. a. Obstuksi

Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 0.5 % pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru. 1. b. Obliterasi Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru. 1. c. Vasokontriksi

Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah.

Hiperkapnea secara tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis. 1. d. Idiopatik

Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.

2.3.Etiologi Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain : 1) 2) 3) 4) 5) Penyakit paru menahun dengan hipoksia : Penyakit paru obstrutif kronik, Fibrosis paru, Penyakit fibrokistik, Cryptogenic fibrosing alveolitis, Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia Kelainan dinding dada : Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura, Penyakit neuromuscular, Gangguan mekanisme control pernafasan : Obesitas, hipoventilasi idopatik, Penyakit serebro vascular. Obstruksi saluran nafas atas pada anak : Hipertrofi tonsil dan adenoid. Kelainan primer pembuluh darah :

Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah paru.

2.4.Manifestasi Klinis Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease. 1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis. 2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum). 3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope). 4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah. Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul. Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen. Gejala- gejala tambahan ialah: 1. 2. 3. 1. 2. 3. Sianosis Kurang tanggap/ bingung Mata menonjol

2.5.Patofisiologi Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada pulmonary heart disease berbanding lurus dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar.

Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini seringkali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunanan oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia ( penurunan PaO2 ) dan hipercapnea ( peningkatan PaCO2) , yang nantinya akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan vaskularisasi paru seperti pada emfisema dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru ( arterial mean preassure) adalah 45mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat menimbulkan pulmonary heart disease. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin akan diikuti gagal jantung kanan.

2.6.Pemeriksaan Diagnostik Gambaran radiologis Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus dan arteri pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi kecil/tidak nyata. Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena adanya dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan pada foto dada karena adanya hiperinflasi paru (misalnya pada emfisema). Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari ukuran normal.

Gambaran elektrokardiogram Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu:1. Gelombang P mukai tinggi pada lead II

2. Depresi segmen S-T di II, III, Avf 3. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3 4. Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG menunjukkan: 1. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +90 2. Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf 3. Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation)

4. 5. 6. 7.

Rasio R/S di V1 lebih dari 1 Rasio R/S di V6 lebih dari 1 Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri) RBBB incomplete atau incomplete

Pada cor-pulmonal akut (emboli paru masif),EKG menunjukkan adanya Right Ventrikular Strain yaitu adanya depresai segmen S-T dan gelombang T yang terbalik pada sandapan perikordial kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan yang klasik sulit didapat. Padmavati dalam penelitiannya menyatakan criteria yang lain untuk kor-pulmonal dalam kombinasi EKG sebagai berikut: 1) rS di V5 dan V6 2) Aksis bergeser ke kanan 3) qR di AVR 4) P pulmonal

Laboratorium Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan oksigen (PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.

2.7.Penatalaksanaan Terapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada penatalaksanaan untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di paru. Pada pulmonary heart disease akut akan dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu di fokuskan pada kestabilan klien. Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary heart disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang meliputi masalah pengisian cairan di ventrikel dan pemberian vasokonstriktor (epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang adekuat. Tetapi pada dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah utama, misalnya pada emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan, agen trombilisis atau tindakan pembedaham embolektomi. Khususnya jika sirkulasi terhambat akan dipertimbangkan pula pemberian broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan PPOK; pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru. Terapi oksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline, dan terapi antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada cor pulmonal kronis. a) Terapi Oksigen.

Terapi oksigen sangat penting diberikan pada klien. Klien dengan pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar, kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, meringankan hipoksemia jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2 kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%. Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status fungsional. Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan untuk managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia atau penyakit paru obstruktif (PPOK). b) Diuretik.

Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis, terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer. Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya. Volume pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan penuruna cardiac output. Komplikasi lain dari diuretic adalah produksi hypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas stimulasi karbondioksida pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam yang merugikan sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac output. Oleh karena itu diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease kronis, dengan memperhatikan pemakaian.

2.8.Komplikasi Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya: a) b) c) d) Sinkope Gagal jantung kanan Edema perifer Kematian

2.9.Prognosis Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun.

Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir. Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati normal.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian

3.1.1 Anamnesa,meliputi: 1. Identitas pasien

Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru.

Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.

Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi. Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor pulmonal.

1. Riwayat sakit dan Kesehatan

Keluhan utama

Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada

Riwayat penyakit saat ini

Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu

muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhankeluhan tersebut. Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat. Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas. Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan. Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas

Riwayat penyakit dahulu

Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat hipertensi pulmonal.

3.1.2 Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS) 1. B1 (BREATH)

Pola napas : irama tidak teratur Jenis: Dispnoe Suara napas: wheezing Sesak napas (+)

1. B2 (BLOOD)

Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-) Nyeri dada (+) Bunyi jantung: murmur CRT : tidak terkaji Akral : dingin basah

1. B3 (BRAIN)

Penglihatan(mata) Pupil : tidak terkaji Selera/konjungtiva : tidak terkaji

Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji

Penciuman (hidung) : tidak terkaji Pusing Gangguan kesadaran

1. B4 (BLADDER)

Urin: Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam Warna : kuning pekat Bau : khas

Oliguria

1. B5 (BOWEL)

Nafsu makan : menurun Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji Abdomen : asites Peristaltic : tidak terkaji

1. B6 (BONE)

Kemampuan pergerakan sendi: terbatas Kekuatan otot : lemah Turgor : jelek Oedema

1. Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.

3.2 Diagnosa keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru. 2. Ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat). 4. Intoleransi aktifitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan. 5. Perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria.

3.3

Perencanaan Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.

Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh. Kriteria hasil : o Klien tidak mengalami sesak napas. o Tanda-tanda vital dalam batas normal o Tidak ada tanda-tanda sianosis. o Pao2 dan paco2 dalam batas normal o Saturasi O2 dalam rentang normal o Intervensi dan Rasional : Rasional Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.

Intervensi Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan.Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, tidakmampuan bicara/ berbincang. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong nafas perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu. Awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.

Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. Dorong mengeluarkan sputum; Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah penghisapan bila diindikasikan. sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. Auskultasi bunyi nafas, catat area Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara penurunan aliran udara dan/atau bunyi atau area konsolidasi. Adanya mengi tambahan. mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada intertisial/dekompensasi jantung. Palpasi fremitus. Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak. Awasi tingkat kesadaran/ status mental. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum Selidiki adanya perubahan. pada hypoxia, GDA memburuk disertai bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi sersbral yang berhubungan dengan hipoksemia. Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori Berikan lingkungan yang tenang dan pasien secara total tak mampu melakukan aktifitas kalem. Batasi aktifitas pasien atau dorong sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. untuk tidur/ istirahat dikursi selama fase Istirahat diselingi aktifitas perawatan masih

akut. Mungkinkan pasien melakukan penting dari program pengobatan. Namun, aktifitas secara bertahap dan tingkatkan program latihan ditujukan untuk meningkatkan sesuai toleransi individu. ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. Awasi tanda vital dan irama jantung Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. Kolaborasi 1. Awasi/gambarkan seri GDA dan Paco2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema) nadi oksimetri. dan pao2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 normal atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik. b. Berikan oksigen tambahan yang sesuaiDapat memperbaiki/mencegah memburuknya dengan indikasi hasil GDA dan toleransi hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur pasien. pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan pao2 berlebihan.

1. Berikan penekanan SSP (misal: Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah ansietas, sedative, atau narkotik) yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, dengan hati-hati. eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas. d. Bantu instubasi, berikan/pertahankan Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI memerlukan penyelamatan hidup. sesuai instruksi pasien.

1. 2.

Ketidakefektifan pola napas b.d. Hipoksia. : o Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal. Kriteria hasil : o Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif. o Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan Intervensi dan Rasional :

Tujuano o o

Tindakan/intervensi Rasional Berikan posisi fowler atau semi Memaksimalkan ekspansi paru, fowler menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi

Ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan

Obserfasi TTV (RR atau frekuensi permenit)

Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberika pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas. Mengetahui keadekuatan frekuensi pernapasan dan keefektifan jalan napas

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).

Tujuan : Nafsu makan membaik. Kriteria hasil : o Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi o Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal. o Intervensi dan Rasional : Rasional Agar pasien mau memenuhi diet yang disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme. Mengurangi anorexia pada pasien. Untuk mengetahui perkembangan asupan gizi klien melalui sampel darah. Untuk mengetahui perkembangan klien dalam mempertahankan berat badan normal.

Tindakan/intervensi Beri motivasi pada klien untuk mengubah kebiasaan makan.

Sajikan makanan untuk klien semenarik mungkin. Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit. Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat.

Diskusikan dengan ahli gizi dalam Untuk bisa lebih tepat memberikan diet menentukan kebutuhan protein untuk klien. kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori yang dibutuhkan. Pertahankan kebersihan mulut yang baik. Menambah nafsu makan dan membersihkan kuman-kuman yang ada dalam mulut, sehingga makanan yang klien makan akan terasa lebih nikmat.

1. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigen

Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen. Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi. Intervensi dan Rasional :

Tindakan/ Intervensi Beri bantuan untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari

Rasional Ajarkan klien bagaimana meningkatkan rasa control dan mandiri dengan kondisi yang ada Ajarkan klien bagaimana menghadapi Istirahat memungkinkan tubuh aktifitas menghindari kelelahan dan memperbaiki energy yang digunakan berikan periode istirahat tanpa gangguan selama aktifitas di antara aktifitaa Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai Dengan ahli gizi,perawat dapat menu makanan pasien menentukan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi untuk memaksimalkan pembentukan energy dalam tubuh pasien.

1. Perubahan pola eliminasi urin b.d. Penurunan curah jantung.

Tujuan : mengembalikan pola eliminasi urin normal. Kriteria hasil : klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin. Intervensi dan Rasional :

Tindakan/intervensi Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

Rasional Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring. Pantau/hitung keseimbangan intake dan output Terapi diuretic dapat disebabkan oleh selama 24 jam kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal posisi semifowler selama fase akut. dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan dieresis. Pantau TD dan CVP (bila ada) Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) mual, distensi abdomen dan konstipasi. dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal. Konsul dengan ahli diet. Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

BAB IV PENUTUP

3.1

Simpulan

Kor-pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Kor-pulmonal dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab Cor Pulmonale akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan Cor Pulmonale kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada Cor Pulmonale kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada Cor Pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan. DOWNLOAD : WOC COR PULMONAL

DAFTAR PUSTAKA

A Sovari, Ali.2009.Cor Pulmonal.(online),emedicine.medscape.com,7 Oktober 2009 Boughman, Diane C & Hackley, Joann C.2000.Buku Saku Keperawatan Medical Bedah.Jakarta:EGC Wilkinson, Judith. M.2002.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria NOC.EGC:Jakarta ----------.1997.Mastering Medical-Surgical Nursing.USA:Springhouse Corporation. ----------.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Balai Penerbit FK UI http://cintalestari.wordpress.com/2009/08/29/chronic-obstructive-pulmonal-disease-copd/ http://en.wikipedia.org/wiki/Cor_pulmonale http://bayuaslilow.multiply.com/journal/item/2 http://www.kabarindonesia.com/berita.php? pil=3&jd=CLINICAL+UPDATE+2009%3A+Cystic+Fibrosis&dn=20081209064030 http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.pdf/14Da mpakDebuIndustripadaParuPekerja115.html http://books.google.co.id/books?id=wzIGJflmD4gC&pg=PA184&lpg=PA184&dq= %22prevalensi+kor+pulmonal

%22&source=bl&ots=c0hU0FIQt2&sig=eTKShvi2moK1eAo6SL65E2rXq0&hl=id&ei=Rxz bStefK9CAkQX7gZnJDg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=8&ved=0CBgQ6AEw Bw#v=onepage&q=&f=false

COR-PULMONALE CHRONICUM (CPC) http://dokmud.wordpress.com/2010/03/17/corpulmonale-chronicum-cpc/PENGERTIAN Kor pulmonal merupakan suatu keadaan dimana timbul hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan; timbul akibat penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru-paru atau pembuluh darahnya. Definisi ini menyatakan bahwa penyakit jntung kiri maupun penyakit jantung bawaan tidak bertanggung jawab atas patogenesis kor pulmonale. Kor pulmonale bisa terjadi akut (contohnya, emboli paru-paru masif) atau kronik. PATOFISIOLOGI Fungsi Normal dari Sirkulasi Paru-paru. Sirkulasi paru-paru terletak diantara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran gas. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskuler paru-paru tidak hanya tergantung dari ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa pada pergerakan pernapasan. Karena sirkulasi paru-paru normal merupakan sirkulasi yang bertekanan dan resistensi rendah; maka curah jantung dapat meningkat sampai beberapa kali (seperti yang terjadi pada waktu latihan fisik) tanpa peningkatan bermakna dari tekanan arteria pulmonalis. Keadaan ini dapat terjadi karena besarnya kapasitas anyaman vaskuler paru-paru, dimana perfusi normal hanya 25% dalam keadaan istirahat, serta kemampunan untuk menggunakan lebih banyak pembuluh sewaktu latihan fisik. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonale adalah penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-paru berulang, dan penyakit yang mengganggu aliaran darah paru-paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif. PPOM terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab tersering dari kor pulmonale. Penyakit-penyakit pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonal dapat berupa penyakit-penyakit intrinsik seperti fibrosis paru-paru difus, dan kelainan ektrinsik seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis, atau gangguan neuromuskuler berat yang melibatkan otot-otot pernapasan. Akhirnya, penyakit vaskuler paru-paru yang mengakibatkan obstruksi terhadap aliran darah dan kor pulmonale cukup jaran terjadi dan biasanya merupakan akibat dari emboli paru-paru berulang. Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonale biasanya terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru-paru dan hipertensi pulmonar. Hipertensi pulmonar pada akhirnya

meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan resistensi vaskuler paru-paru pada arteria dan arteriola kecil. Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru-pru adalah : 1. Vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-paru. 2. Obstruksi dan/atau obliterasi anyaman vaskuler paru-paru. Mekanisme yang pertama tampaknya paling penting dalam patogenesis kor pulmonale. Hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOM bronkitis lanjut adalah contoh yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana kedua mekanisme itu terjadi. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang lebih kuat untuk menimbulkan vasokontriksi pulmonar daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis, hiperkapnea dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnea, juga ikut meningkatkan tekanan arteria paru-paru. Mekanisme kedua yang turut meningkatkann resistensi vaskuler dan tekanan arteria paruparu adalah bentuk anatomisnya. Emfisema dicirikan oleh kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu, pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik dari volume paru-paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting vasokontriksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonale. Kira-kira duapertiga sampai tigaperempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteria paru-paru yang bermakna. Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan perfusi-ventilasi.

Patofisiologi (Etiologi Pulmonale).

dan

Patogenesis

Cor-

Kelainan Restriktif Paru Kelinan Obstruktif Paru Kelainan Vascular Paru Perubahan Anatomis Pada Pembuluh Darah Paru-Paru. Perubahan Fungsional Pada Paru-paru.

HipoksemiaAsidosis Berkurangnya Anyaman Vascular Paru-paru.

Hiperkapnea

Vasokonstriksi Arteriola Paru-paru.

Meningkatnya ResistensiVascular Paru-paru.

Hipertensi Pulmonale Hipertropi Ventrikel Kanan. Gagal Jantung Kongestif.

Kor-Pulmonale. Dalam pembahasan diatas jelas diketahui bahwa setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi pertukaran gas, mekanisme ventilasi, atau anyaman vaskuler paru-paru dapat mengakibatkan kor pulmonale. MANIFESTASI KLINIS. Diagnosis kor pulmonale terutama berdasarkan pada dua kriteria yaitu: 1 2 Adanya penyakit pernapasan yang disertai hipertensi pulmonl. Bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan.

Adanya hipoksemia menetap, hiperkapnea, dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan pada radiogram menunjukan kemungkinan penyakit paru-paru yang mendasarinya. Adanya emfisema cenderung mengaburkan gambaran diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul sebagai gejala emfisema dengan atau tanpa kor pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak atau kelelahan, siknop pada waktu bekerja, atau rasa tidak enak angina pada substernal mengisyaratkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik dari hipertensi pulmonal

berupa kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua,dan bising akibat insufisiensi katup trikispidalis dan pulmonalis, irama gallop (S3 dan S4) distensi vena jugularis dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali, dan edema perifer dapat terlihat pada pasien dengan gagal ventrikel kanan. PENATALAKSANAAN. Penanganan kor pulmonle ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar (dan vasokontriksi paru-paru yang diakibatkanya) dengan pemberian oksigen konsentrasi rendah dengan hatihati. Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal, polisitemia, dan takipnea; memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas (kersten,1989). Bronkodilator dan antibiotik membantu meredakan obstruksi aliran udara pada pasien-pasien PPOM (COPD). Pembatasan cairan yang masuk dan diuretik mengurangi tanda-tanda yang timbul akibat gaagal ventrikel kanan. Terapi antikoagulansia jangka panjang diperlukan jika terdapat emboli paru-paru berulang. Pustaka : A. Price Sylvia, M. Wilson Lorraine, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 2, EGC, Jakarta, 1995.

KOR PULMONAL KRONIK http://dc122.4shared.com/img/TeAZ-10C/preview.html Definisi Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan kelainan parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan dengan keluhan jnatung kiri. Kor pulmonal kronis adalah hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif atau terstriktif.

Etiologi 1. penyakit pembuluh darah paru 2. tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastenum, aneurisma, granuloma atau fibrosis

3. penyakit neuromuskular dan dinding dada 4. penyakit yang mengenai aliraan udara paru, alveoli, termasuk PPOK. Penyakit paru lain adalah penyakit paru interstisial dan gangguan pernafasan saat tidur.

Patofisiologi Penyakit paru kronis akan mengakibatkan berkurangnya vaskular bedparu, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru. Di samping itu juga mengakibatkan asidosis dan hiperkapnia, hipoksia alveolar yang akan merangsang vasokontriksi pembuluh darah serta polisitemia dan hiperviskositas darah. Semua kelainan tadi akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal. Dalam jangka panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan berlanjut menjadi gagal jantung.

Gejala klinis Tingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.

Diagnosis Diagnosis kor pulmonal ditegakkan dengan menemukan tanda PPOK; asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal (diketahui dengan adanya gambaran EKG P pulmonale dengan deviasi aksis ke kanan. Pada foto Thoraks terdapat pelebaran cabang paru di hilus), hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan (ditegakkan dengan adanya peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites maupun edema tungkai).

Perjalanan Penyakit Hipertensi Pulomonal Pada PPOK Curah jantung dari ventrikel kanan disesuaikan dengan preload, konraktilitas dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat memenuhi kebutuhan saat terjadi alira balik vena meningkat mendadak (seperti saat menarik nafas). Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat sebagai akibat gangguan di pembuluh darah sendiri maupun akibat kerusakan parenkim paru. Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat PPOK, sebagai akibat kompresi kapiler alveolar dan pemanjangan pembuluh darah dalam paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru turun mendadak akibat reseksi paru, demikian pula pada restriksi paru ketika pembuluh darah mengalami kompresi dan berubah bentuk. Afterload meningkat pada ventrikel kanan juga dapat ditimbulkan pada vasokontriksi paru dengan hipoksia atau asidosis. Perubahan hemodinamik kor pulmonal pada PPOK dari normal menjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal, dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang diikuti dengan gagal jantung.

Tatalaksana Tujuannya: 1. mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas 2. menurunkan hipertensi pulmonal 3. mengobati gagal jantung kanan 4. meningkatkan kelangsungan hidup 5. pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya Diawali dengan menghentikan merokok, kemudian dilanjutkan: 1. terapi oksigen. mekanismenya meningkatkan kelangsungan hidup ada 2 hipotesis, yaitu (1) terapi oksigen mengurangi vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskular paru yang kemudian meningkatkan isi sekucup ventrikel kanan. (2) terapi oksigen

meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dn organ vital lain. 2. vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, inhibitor ACE dan prostaglandin). Rubin menemukan pedoman untuk menggunakan vasodilator bila didaptakan respon hemodinamik sbb; (a) Resistensi vaskular paru diturunkan minimal 20% (b) curah jantung meningkat atau tidak berubah (c) tekanan arteri pulmonal menurun atau tidak berubah (d) tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan. Kemudian harus dievaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan hemodinamik di atas menetap atau tidak. 3. digitalis. Hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri. 4. diuretik. Akan menyebabkan mengurangi cairan, sehingga preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun. 5. flebotomi. Untuk menurunkan hematokrit. Hanya merupakan terapi tambahan pada pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut. 6. antikoagulan. Diberikan pada kor pulmonal karena didasarkan atas kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien Di samping terapi di atas, pasien kor pulmonal pada PPOK harus mendapat terapi standar untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta.