daster farmakologi antiinflamasi revisi1
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM VIII
ANTIINFLAMASI
A. Tujuan Praktikum
Mempelajari daya antinflamasi obat pada binatang dengan radang
buatan.
B. Dasar Teori
Inflamasi adalah respon normal terhadap cedera, ketika terjadi cedera,
zat seperti histamin, bradikinin, Pa, serta serotonin dilepaskan. Pelepasan
zat-zat diatas menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan permeabilitas
kapiler (Priyono, 2010).
Obat-obat antiinflamasi yang banyak digunakan terutama dari
kelompok antiinflamasi non-steroid (NSAID) dan sebagian kecil dari
golongan antiinflamasi steroid (AINS). Kerja utama dari obat-obat NSAID
yaitu sebagai penghambat enzim siklooksigenase yang mengakibatkan
penghambatan sintesis senyawa endoperoksida siklin PGG2 dan PGH2
(Mycek, 2001).
Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat yang
ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan yang berfungsi
menghancurkan, mengurangi atau menetralisir baik agen pencedera
maupun jaringan yang cedera itu. Hal-hal yang terjadi pada proses radang
akut sebagian besar dimungkinkan oleh pelepasan berbagai macam
mediator kimia, antara lain amina vaso aktif, protease plasma, metabolit
asam arakhidonat dan produk leukosit. Metabolit asam arakhidonat banyak
berasal dari fosfolipid membran sel yang diaktifkan oleh cedera. Asam
arakhidonat dapat dimetabolisme melalui 2 jalur yang berbeda, yaitu jalur
sikooksigenase (COX) menghasilkan sejumlah prostaglandin dan
tromboksan serta jalur lipooksigenase yang menghasilkan leukotrien
(Hasanah, 2011).
Kortikosteroid sebagai antiinflamasi dapat diberikan secara oral dan
topical. Pemakaian kortiksteroid secara oral dapat menimbulkan efek
samping seperti pendarahan lambung, gangguan pertumbuhan, diabetes
mellitus, hipertensi dan osteoporosis. Kortikosteroid bersifat
imunosupresan jika digunakan dalam dosis besar atau dalam jangka waktu
yang lama. Kortikosteroid juga menstimulasi produksi asam lambung dan
pepsin (Fransina, 2008).
Obat anti radang dibagi menjadi 2 golongan utama yaitu obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dan kortikosteroid. Antiinflamasi
adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan
karena mikroorganisme (non infeksi). Obat antiinflamasi yang banyak
digunakan terutama dari kelompok obat-obatan antiinflamasi nonsteroid.
(Neal, 2006)
Obat analgesik anti inflamasi non steroid merupakan suatu kelompok
sediaan dengan struktur kimia yang sangat heterogen, dimana efek
samping dan efek terapinya berhubungan dengan kesamaan mekanisme
kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase (COX). AINS
dikelompokkan berdasarkan struktur kimia, tingkat keasaman dan
ketersediaan awalnya. Sekarang yang popoler dikelompokkan berdasarkan
selektifitas hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim constitutive
cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible cycloocygenase-2 (COX-2).
COX-1 selalu ada diberbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam
mempertahankan fisiologi tubuh seperti produksi mukus di lambung tetapi
sebaliknya, COX-2 merupakan enzim indusibel yang umumnya tidak
terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada keadaan
nflamasi atau patologik. AINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan
berikatan pada bagian aktif enzim, pada COX-1 dan atau COX-2, sehingga
enzim ini menjadi tidak berfungsi dan tidak mampu merubah asam
arakidonat menjadi mediator inflamasi prostaglandin. AINS yang
termasuk dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2
adalah ibuprofen,indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal
termasuk sangat selektif menghambat menghambat COX-1. Piroxicam
lebih selektif menyekat COX-1, sedangkan yang termasuk selektif
menyekat COX-2 antara lain diclofenak, meloxicam dan nimesulid.
Celecoxib dan rofecoxib sangat selektif menghambat COX-2 (Fajriani,
2008).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Alat suntik
b. Pletismometer
2. Bahan
a. Karagenan
b. Larutan NaCl
c. Suspensi Asam Mefenamat
d. Suspensi Aspirin
e. Suspensi Allupurinol
f. Suspensi Meloxicam
g. Suspensi Na-Diklofenak
h. Suspensi Piroxicam
i. Tikus jantan
D. Cara Kerja
1. Dikelompokkan dan ditimbang tikus
2. Diberikan tanda dengan bantuan spidol pada kaki belakang kiri tikus
3. Diukur volume kaki tikus dan dinyatakan sebagai volume awal untuk
setiap tikus
4. Dicatat volume kaki tikus sebelum dan sesudah pengukuran,
diusahakan jangan sampai ada air raksa yang tumpah
5. Diberikan obat secara oral pada kelompok tikus uji dan tikus kontrol
diberikan larutan NaCl
6. Pada menit ke 25 disuntikkan larutan karagenan 0,05 ml pada bagian
telapak kaki kiri tikus secara intraplantar
7. Setelah 1 jam diukur volume kaki tikus pada masing-masing kelompok
8. Pengukuran dilakukan pada 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam; 3 jam
9. Dicatat perubahan volume kaki setiap pengukuran
10. Dicatat hasil pengamatan dalam tabel setiap kelompok
DAFTAR PUSTAKA
Fajriani. 2008. Pemberian Obat-Obatan Antiinflamasi Non Steroid (AINS) Pada Anak. Indonesian Journal of Dentistry; 15 (3): 200-204.
Fransina, dkk. 2008. The Desease of Nasal Polyp Size after COX-2 inhibitor Treatment in Comparison with Corticosteroid Treatment. The Indonesian Journal of Medical Science. Vol. 1 No. 1 : 22-30.
Hasanah, A.N, dkk. 2011. Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Kencur. Jurnal Matematika dan Sains. Vol. 16 No. 3 : 147-152.
Mycek, M.J. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Widya Medika;
Jakarta.
Neal, M.J. 2006. At A Glance Farmakologi Medis Edisi 5. Erlangga; Jakarta.
Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar. Leskonfi; Depok.