dari rumah kumuh ke rumah susun (studi tentang pola
TRANSCRIPT
DARI RUMAH KUMUH KE RUMAH SUSUN
(Studi Tentang Pola Adaptasi Masyarakat Terhadap
Perubahan Akibat Relokasi Pasar Ikan Ke Rusunawa
Rawa Bebek)
Skripsi Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Penyusunan Skripsi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Dewi Sri Azizah Utami
111311100009
PROGRAM STUDI JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
DARI RUMAH KUMUH KE RUMAH SUSUN
(Studi Tentang Pola Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Akibat Relokasi
Pasar Ikan Ke Rusunawa Rawabebek)
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas Islam Negeri (UfN)
S yarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Of$ Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bkan hasil kaya asli
' saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UfN)
S yarif Hidayatullah Jakarta.
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi,renyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Dewi Sri Azizah Utami
NIM : 1113111000009
Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
DARI RUMAH KUMUH KE RUMAH SUSTIN
(Studi Tentang Pola Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Akibat Relokasi
Pasar Ikan Ke Rusunawa Rawabebek)
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Mengetahui,Ketua Program Studi
Dr.NIP. 197609182003 122003
Jakarta, 2 Maret 2078Menyetujui,Pembimbing
Dr. Muhammad Adlin Sila, MA., ph.DNIP. 1 97009161992$TA02
ilt
PENGESAIIAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
DARI RUMAH KUMUH KE RI.IMAH SUSTJN(Studi Tentang Pota Adaptasi Masyarakat Akibat Relokasi Pasar Ikan Ke
Rusunawa Rawa Bebek)
Oleh
Dewi Sri AzizahUtami1113111000009
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politikUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Maret 2018 Skripsiini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) padaProgram Studi Sosiologi.
Ketua, Sekretaris,
NrP. 1 97 609182003 1 22033
Penguji I, Penguji Il,
Dr.
@yDr. Dzuriyatun Toyibah, M.Si., M.A.NrP. 1 97608032003 122003
Diterit-na dan clinyatakan memenuhi syarat kelulusan pacla tanggal 23 lvlaret 20i 8
Ketua Proglam Studi SpsiologiFiSIP UINIIAKART
Nurhayati, M.Si
Rr. Satiti Shakuntala, M.SiNIP. 2010030111105
iv
19't 609t82003122033
Dr. Cucu NUrhayati, M.Si
v
ABSTRAKSI
Skripsi ini mengeksplorasi bentuk-bentuk perubahan yang terjadi akibat
relokasi masyarakat permukiman kumuh ke rumah susun serta menggambarkan
pola adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang terjadi. Tujuan daripada
penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana proses adaptasi yang dilakukan dan
apa saja yang dilakukan dalam rangka adaptasi terhadap sebuah lingkungan fisik
yang hampir baru sama sekali yaitu lingkungan fisik, lingkungan sosial dan struktur
sosial masyarakat yang harus ditata ulang oleh masyarakat eks Pasar Ikan sebagai
masyarakat relokasi di Rusunawa Rawa Bebek. Teori yang digunakan untuk
menganalisa data penelitian ini adalah teori Strukturasi yang dikembangkan oleh
Anthony Giddens. Teori ini mampu menjelaskan dan memberikan gambaran
tentang bagaimana hubungan masyarakat eks Pasar Ikan sebagai agen menghadapi
struktur yang berada di Rusunawa Rawa Bebek, di mana dalam teori ini agen dan
struktur memiliki hubungan satu dengan yang lainnya.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan subyek
penelitian sebanyak tujuh informan dari data yang diperoleh melalui wawancara.
Serta pengerjaan skripsi yang dilakukan mulai bulan Mei 2017 sampai Februari
2018. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proses adaptasi yang terjadi adalah
masyarakat eks Pasar Ikan di Rusunawa Rawa Bebek merubah beberapa pola
hidupnya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Misalnya seperti
menjadi lebih sadar akan lingkungan, di mana sebelumnya mereka sebagai
masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh kurang memperhatikan kebersihan
lingkungan maka di Rusunawa Rawa Bebek oleh struktur yang berlaku mereka
dibiasakan untuk hidup lebih bersih dan sadar akan kebersihan dan keindahan
lingkungan, kemudian penataan pola hidup yang lainnya adalah membangun
hubungan ketetanggan yang harmonis antar penghuni rusun dengan dalih merasa
senasib sebagai korban relokasi, dan yang terakhir menjadi lebih kompak dalam
menata kembali pranata sosial yang telah hilang. Bentuk-bentuk adaptasi tersebut
dilakukan sebagai bentuk reproduksi struktur yang mereka lakukan.
Kata kunci: adaptasi, adaptasi sosial, perubahan sosial, agen, struktur, penghuni
rusun
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul
DARI RUMAH KUMUH KE RUMAH SUSUN (Studi Tentang Pola Adaptasi
Masyarakat Terhadap Perubahan Akibat Relokasi Pasar Ikan Ke Rusunawa Rawa
Bebek). Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi untuk mendapat gelar
Sarjana Sosial Strata Satu pada Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penghargaan dan terima kasih setulus-tulusnya dari hati yang terdalam
untuk kedua orang tua yaitu ayahanda Ahmad Robihanka dan ibu Sukaesih yang
telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang serta perhatian moril maupun
materil. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat, kesehatan,
keberkahan dan Karunia di dunia dan akhirat atas jasa-jasanya yang tak terhitung
diberikan kepada penulis.
Penghargaan dan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada bapak Dr.
Muhammad Adlin Sila, MA.,Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membantu dan meluangkan banyak waktunya, serta mendengarkan berbagai keluh
kesah penulis dalam penulisan skripsi ini. Serta ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik sekaligus dosen Pembimbing Akademik (PA).
2. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi
3. Ibu Joharatul Jamilah M,Si selaku sekertaris Program Studi Sosiologi
vii
4. Yuliani Nanda Sari salah satu kerabat penulis yang banyak memberikan
inspirasi dan bantuan dalam proses penulisan skripsi ini. Terima Kasih
banyak loh Yul.
5. Kepala Pengelola Rusunawa Rawa Bebek Ibu Nuri Sawitri, dan sekertaris
pengelola yaitu Pak Ara. Serta masyarakat eks Pasar Ikan yang menjadi
Narasumber yaitu Ibu Ai, Ibu Nur, Ibu Siti Amini, Ibu Muriyati, Mpok Yati,
Pak Rais, Pak Suroso, Acip dan seluruh masyarakat Rusunawa Rawa Bebek
yang berjasa memberikan informasi kepada penulis.
6. Keluarga kedua penulis Yuliani Nanda Sari, Shofie Muthia Syar’ie, Ovi
Fauzia Tihamayati, Atikah Marwa Nasution, Shinta Pratandari, Ridha Illahi
Putri, Raudhatul Jannah. Terima kasih Mariana Tengker Family karena
telah menjadi teman seperjuangan sejak semester 3 sampai sekarang.
Terima kasih telah menjadi teman curhat, teman ngecakin orang, teman
belajar dan banyak pelajaran yang ku dapatkan dari kalian.
7. Irfan Yohandi seseorang yang begitu spesial, orang yang tak penah lelah
menemaniku dan banyak membantuku saat berjuang menulis skripsi, yang
tak pernah bosan mendengarkan keluhanku tentang sulitnya ini dan itu, dan
yang tak pernah lelah menyemangatiku saat ku mulai goyah.
8. Teman-teman Oprec yaitu Sari, Tiya, dan Angel yang menjadi penyemangat
penulis dalam penulisan skripsi ini.
9. Fatima Tussayidah adik yang selalu rela meminjamkan laptopnya untuk
dipakai dalam pengerjaan skripsi ini.
viii
10. Mba Pur selaku tante yang sudah seperti orang tua kandung dalam
memberikan semangat dan masukan-masukan yang membangun
11. Pak Kasyfi, Pak Abrori dan Bu Ida selaku dosen Sosiologi yang banyak
memberikan masukan kepada penulis.
12. Syueb yaitu binatang peliharaan penulis yang setia menemaniku bergadang
di kala sunyi malam dan menjadi penyemangat ketika sedang jenuh
mengerjakan skripsi.
13. Seluruh teman-teman Jurusan Sosiologi Angkatan 2013 khususnya teman-
teman dari kelas Sosiologi 13 A yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena begitu banyak kekurangan. Karena itu, penulis memohon kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaanya dan semoga bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Jakarta, 2 Maret 2018
Dewi Sri Azizah Utami
ix
Daftar Isi
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...................................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................................... iv
ABSTRAKSI ...................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vi
Daftar Isi ............................................................................................................................ ix
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Pernyataan Masalah ............................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 5
C. Tujuan penelitian .................................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 6
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 6
F. Penjelasan Konseptual dan Kerangka teori .......................................................... 12
1. Pengertian Relokasi. ......................................................................................... 12
2. Teori Strukturasi ............................................................................................... 13
G. Metode Penelitian ................................................................................................ 21
1. Pendekatan Penelitian ....................................................................................... 21
2. Subjek Penelitian .............................................................................................. 22
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 22
4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 23
5. Analisa Data ...................................................................................................... 25
H. Sistematika Penulisan........................................................................................... 27
BAB II ............................................................................................................................... 29
GAMBARAN UMUM PENELITIAN ............................................................................. 29
A. Pasar Ikan Penjaringan ......................................................................................... 29
B. Rumah Susun Rawa Bebek .................................................................................. 31
1. Profil Rusunawa Rawa Bebek........................................................................... 31
2. Sarana dan Prasarana Rumah Susun Rawa Bebek ............................................ 32
C. Profil Informan ..................................................................................................... 37
BAB III ............................................................................................................................. 43
HASIL DAN ANALISA PENELITIAN .......................................................................... 43
x
A. Bentuk-Bentuk Perubahan Pasca Relokasi .......................................................... 43
1. Perubahan Lingkungan Fisik ............................................................................ 43
2. Perubahan Lingkungan Sosial ........................................................................... 47
3. Perubahan Legalitas Hunian ............................................................................. 51
4. Perubahan Struktur ............................................................................................ 54
B. Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Yang Terjadi .................................... 60
C. Analisa Penelitian: Refleksi Teori........................................................................ 70
BAB IV ............................................................................................................................. 77
PENUTUP ........................................................................................................................ 77
1. Kesimpulan .......................................................................................................... 77
2. Saran..................................................................................................................... 79
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Rawa Bebek dalam dua tahun
terakhir ini namanya begitu banyak disorot di berbagai jagat media pemberitaan.
Tidak lain tidak bukan alasannya karena Rusunawa Rawa Bebek ini menjadi salah
satu rumah susun yang dipilih oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta
sebagai wadah untuk program relokasi masyarakat yang huniannya digusur oleh
Pemprov DKI Jakarta. Dalam waktu kurang dari 2 tahun, Pemprov DKI Jakarta
dibawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah menggusur dan
merelokasi permukiman-permukiman kumuh dan ilegal sebanyak 12 kali
penggusuran (http://www.beritasatu.com/). Namun, apa yang dilakukan oleh
Pemprov DKI Jakarta bukanlah tindakan tak berdasar.
Pemprov DKI Jakarta dalam rencana pembangunan perkotaan melakukan
revitalisasi terhadap kawasan-kawasan yang dapat dikembalikan fungsinya,
sehingga di kemudian hari berdampak pada berkurangnya permasalahan ibukota
salah satunya adalah banjir yang menjadi bencana ‘langganan’ di setiap musim
penghujan. Tujuan pokok pembangunan permukiman adalah untuk meningkatkan
tersedianya sarana rumah dan permukiman yang terjangkau oleh masyarakat,
khususnya masyarakat yang berpendapatan rendah, dan meningkatkan sistem
permukiman yang teratur, layak huni, berbudaya, ramah lingkungan, serta efisien
2
untuk meningkatkan sumber daya manusia, berarti kawasan permukiman di
perkotaan perlu ditata dengan baik (Adisasmita, 2013:140).
Sejalan dengan itu, Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta kala itu
mengungkapkan bahwa penggusuran dilakukan pada permukiman yang melanggar
aturan seperti permukiman yang berdiri di bantaran kali, Ahok juga mengatakan
bahwa membiarkan warga tinggal di bantaran kali menurutnya lebih tidak
manusiawi (http://megapolitan.kompas.com/). Oleh karenanya, Pemprov DKI
Jakarta merelokasi masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh dan ilegal ke
perumahan yang layak huni dengan berbagai fasilitas namun dengan biaya yang
terjangkau oleh masyarakat.
Oleh sebab itu, skripsi ini akan menjelaskan mengenai bentuk-bentuk
perubahan yang dirasakan oleh masyarakat yang direlokasi dari permukiman yang
dianggap kumuh ke Rusunawa Rawa Bebek, dan proses adaptasi terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan yang dimaksud berupa perubahan
kondisi lingkungan fisik, lingkungan sosial dan struktur masyarakat yang kemudian
perubahan tersebut membuat masyarakat harus beradaptasi terhadap perubahan.
Hal ini menarik untuk diteliti karena penulis menjadi tahu bagaimana masyarakat
menata ulang kehidupannya dalam menghadapi perubahan-perubahan setelah
direlokasi. Masyarakat yang direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek adalah
masyarakat Pasar Ikan Penjaringan dan Masyarakat Bukit Duri
(http://www.republika.co.id). Masyarakat relokasi dari Pasar Ikan Penjaringan
yang dalam hal ini menjadi objek penelitian.
3
Masyarakat permukiman Pasar Ikan telah menjadi sebuah komunitas
masyarakat pendatang yang bermukim selama bertahun-tahun di kawasan sekitar
Pasar Ikan, sehingga dalam kehidupan bermasyarakatnya telah terbangun sistem
sosial yang sedemikian rupa. Sehingga ketika direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek
dengan berbagai perubahan yang mereka rasakan, mereka harus mereproduksi
sistem sosial melalui adaptasi model hibridasi maupun yang baru sama sekali.
Perubahan yang dialami oleh masyarakat eks Pasar Ikan merupakan perubahan
(sistem) yang saling berkesinambungan satu dengan yang lainnya. Perubahan
lingkungan hidup yang begitu berbeda antara lingkungan Pasar Ikan dengan
lingkungan Rusunawa Rawa Bebek membuat masyarakat relokasi mengalami
proses adaptasi yang cukup sulit (Wawancara Ibu Nur, 16 Juni 2017).
Masyarakat eks Pasar Ikan terbiasa hidup dengan lingkungan dekat pasar
yang semrawut, kotor dan ramai. Kemudian, dalam kehidupan bermasyarakatnya
tidak banyak aturan atau dengan kata lain cenderung bebas terhadap berbagai
tindakannya serta sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya berada di sektor
informal (Wawancara Ibu Ai, 5 Juni 2017). Sebagaimana dikatakan Suparlan
bahwa kemiskinan identik dengan permukiman kumuh, kondisi fisik permukiman
kumuh yang padat, semrawut, kotor, mencerminkan kondisi miskin penghuninya
dan biasanya berdiri di dekat pabrik atau pasar-pasar yang merupakan tempat
tinggal para buruh dan pedagang kaki lima yang merupakan pendatang baru
(Suparlan, 2000:62)
Ketika direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek masyarakat harus melakukan
berbagai tindakan yang dalam hal ini sebagai proses adaptasi di lingkungan yang
4
baru. Sebagai masyarakat menengah kebawah, masyarakat cukup sulit beradaptasi
dalam hal menata ulang perekonomian mereka di lingkungan yang baru, minimnya
lapangan pekerjaan untuk masyarakat yang tidak memiliki ijazah minimal SMA
Sederajat merupakan problem utama masyarakat eks Pasar Ikan di Rusunawa Rawa
Bebek (Wawancara Pak Rais, 29 Mei 2017). Sehingga untuk menyesuaikan dengan
keadaan tersebut, masyarakat eks Pasar Ikan pada awal direlokasi banyak yang
masih bekerja di Pasar Ikan Terdapat beberapa keluarga yang kepala keluarganya
bekerja di Pasar Ikan namun waktu tempuh dari Rusunawa Rawa Bebek tidak
memungkinkan untuk pulang pergi memilih untuk tinggal terpisah. Biasanya
anggota keluarga yang bekerja di Pasar Ikan menyewa rumah atau tinggal dengan
sanak saudara yang tinggal dekat dengan Pasar Ikan, sehingga waktu untuk
berkumpul dengan keluarga inti yakni hanya sepekan sekali (Hasil Observasi, 5 juni
2017).
Hal tersebut semata-mata dilakukan untuk menyesuaikan dan memenuhi
kebutuhan hidup keluarga di Rusunawa Rawa Bebek. Kemudian menanggapi hal
tersebut, Pemprov bekerja sama dengan pengelola Rusunawa Rawa Bebek dan PT.
Transjakarta menyediakan bus pengumpan Transjakarta dengan jurusan Rusun
Rawa Bebek menuju Pasar Ikan. Walaupun tidak terlalu banyak menghemat waktu
perjalanan, namun bus tersebut begitu efisien digunakan masyarakat eks Pasar Ikan
yang mau bepergian ke Pasar Ikan sehingga tidak banyak melakukan transit.
(Wawancara Ibu Ai, 5 Juni 2017)
Dengan direlokasinya tempat tinggal mereka, maka struktur sosial
masyarakat tersebut berubah secara keseluruhan. Dan dengan berubahnya elemen-
5
elemen dasar kehidupan masyarakat, seperti lingkungan fisik, sosial dan struktur
sosial maka masyarakat perlu beradaptasi terhadap itu. Dengan berbagai kondisi
yang begitu berbeda antara Pasar Ikan dengan Rusunawa Rawa Bebek membuat
masyarakat eks Pasar Ikan merevisi tindakan-tindakan atau kebiasaan mereka
menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi.
Proses adaptasi yang dilakukan masyarakat eks Pasar Ikan di Rusunawa Rawa
Bebek sebagai respon terhadap perubahan mendorong penulis untuk mengambil
permasalahan tersebut dengan judul penelitian “ DARI RUMAH KUMUH KE
RUMAH SUSUN (Studi Tentang Pola Adaptasi Masyarakat Terhadap
Perubahan Pasca Relokasi Pasar Ikan Ke Rusunawa Rawa Bebek)”
B. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana bentuk-bentuk perubahan yang dialami Masyarakat Eks
Pasar Ikan setekah direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek?
2. Bagaimana pola adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang terjadi?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perubahan masyarakat yang dialami
Masyarakat Eks Pasar Ikan setelah direlokasi ke Rusunawa Rawa
Bebek
2. Untuk mengetahui pola adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang
terjadi
6
D. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai perubahan yang dialami Masyarakat Eks Pasar Ikan
Penjaringan dan pola adaptasinya terhadap perubahan yang terjadi.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat secara
teoritis yaitu sebagai kontribusi bagi pengembangan ilmu sosiologi.
3. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
4. Dan memiliki manfaat dalam kegunaan praktis seperti implikasi hasil
penelitian terhadap kebijakan.
E. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian sebe lumnya yang berkaitan dengan tema
penelitian penulis mengenai Pola Adaptasi Sosial Masyarakat Terhadap Perubahan
yang Terjadi di Rusunawa Rawa Bebek, yaitu satu penelitian tentang Pola Adaptasi
Penghuni Rumah Susun, dan dua penelitian yang berkaitan dengan penggunaan
teori Strukturasi Anthony Giddens. Ini bertujuan untuk memberikan gambaran
perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini. Beberapa penelitian
sebelumnya sebagai berikut:
Pertama, adapun penelitian yang berkaitan dengan tema pola adaptasi
penghuni rumah susun yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ernawati Purwaningsih
dengan penelitiannya yang berjudul Strategi Adaptasi Penghuni Rumah Susun
Sombo Terhadap Lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
7
gambaran rumah susun Sombo serta strategi adaptasi penghuni rumah susun
terhadap lingkungannya. Dalam penelitiannya, Ernawati menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif.
Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa strategi adaptasi terhadap
lingkungan fisik rumah susun meliputi ruang rumah tinggal, ruang satu lantai, ruang
satu blok dan antarblok. Strategi adaptasi penghuni dengan ukuran ruang 3 x 6
meter antara lain dengan memfungsikan satu ruang untuk berbagai fungsi. Strategi
adaptasi lingkungan sosial antara lain dengan adanya kegiatan pengajian yang
biasanya dilakukan secara bergiliran dari blok satu ke blok lainnya. Strategi
adaptasi terhadap lingkungan budaya terlihat pada pilihan keluarga inti.
Keterbatasan ruang menjadikan penghuni rumah susun melakukan perubahan dari
keluarga luas menjadi keluarga inti. Budaya disiplin juga menjadi peranan penting,
hal ini mencakup berbagai hal, misalnya membuang sampah pada tempatnya,
menjaga kebersihan, tidak membuat kebisingan dan lain sebagainya.
Kedua, penelitian yang berkaitan dengan penggunaan teori Strukturasi
Anthony Giddens yaitu penelitian oleh Dondick Wicaksono dalam tesisnya pada
tahun 2010 yang berjudul Agen dan Struktur dalam Sektor Informal: Reproduksi
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) melalui Interaksi Antar Kelompok
Kepentingan. Penelitian ini melihat perselisihan antara Pedagang kaki lima (PKL)
dengan pemerintah daerah, pola resistensi dari PKL terhadap peraturan pemerintah
yang melarang berdagang di ruang publik yang dalam hal ini adalah di tiga ruas
jalan sekitar stasiun kereta api Bogor. Penggunaan teori Strukturasi menekankan
pada pemaknaan terhadap tindakan pengaturan dan pada peninjauan ulang terhadap
8
aturan hukum oleh para PKL, serta juga pada mobilisasi sumberdaya PKL dalam
rutinitas mereka, tidak luput dari pembahasan mengenai resistensi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, dan hasil
penelitiannya terdapat 3 pembahasan yaitu mengenai reproduksi keberadaan PKL,
eksistensi kelompok kepentingan dan konsep relasi agen dan struktur Anthony
Giddens. Di mana kelompok kepentingan ini sebagai agen yang berusaha
mempengaruhi keberlangsungan struktur. Kemudian temuan penting dalam
penelitian ini adalah bahwa teori strukturasi tidak dapat menjelaskan tentang
terbentuknya pasal yang memperbolehkan PKL membuat sebuah paguyuban PKL,
toleransinya satpol PP terhadap para PKL dan hubungan antara satpol PP dan PKL
yang dikatakan sebagai sebuah praktik sosial yang terjadi karena aspek struktural.
Ketiga, penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penggunaan teori
strukturasi dalam menganalisis adaptasi PNS (agen) terhadap perubahan sistem
kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Rifky Nurruzaman, seorang mahasiswa
program studi Sosiologi di Universitas Islam Negeri Jakarta jenjang strata satu.
Penelitiannya berjudul RELASI AGEN DAN STRUKTUR PADA PERUBAHAN
SISTEM KERJA (Studi Kasus Sistem Absensi Elektronik Fingerprint pada Dinas
Pendidikan Provinsi DKI Jakarta). Metode yang digunakan dalam penelitiannya
adalah kualitatif deskriptif. Dengan tujuan penelitian melihat relasi agen dan
struktur yang dilakukan oleh PNS terhadap perubahan sistem kerja dan sistem absen
yang kini menjadi sistem absen fingerprint.
9
Hasil penelitiannya adalah relasi agen dan struktur ditandai dengan struktur
(sistem absensi fingerprint) menjadi pedoman tindakan agen, oleh sebab itu struktur
membatasi ruang gerak agen sehingga relasi yang terbentuk adalah agensi dari PNS
yang mengimprovisasi dan merevisi struktur dengan dua sifat sumberdaya
(resources) yaitu sumberdaya alokatif dan sumberdaya otoritatif. Kemudian respon
PNS terhadap perubahan sistem kerja yaitu PNS dengan kesadaran praktis dan
kesadaran diskursifnya menentukan bentuk-bentuk dan karakter tertentu dari
tindakan PNS sebagai agen.
10
Matriks Tinjauan Pustaka
No Nama Penulis Judul Penelitian Fokus Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1 Ernawati
Purwaningsih
Strategi Adaptasi
Penghuni Rumah Susu
Sombo Terhadap
Lingkungannya
Menggunakan
metode kualitatif
Membahas
adaptasi penghuni
rumah susun
Fokus pada
strategi adaptasi
Tidak
menggunakan
teori Strukturasi
Strategi adaptasi yang terjadi pada
penghuni rusun terbagi menjadi tiga bentuk
yaitu strategi terhadap lingkungan fisik,
strategi terhadap lingkungan sosial dan
strategi terhadap kebudayaan.
2 Dondick
Wicaksono
Agen dan Struktur
dalam Sektor
Informal: Reproduksi
Keberadaan
Pedagang Kaki Lima
(PKL) melalui
Interaksi Antar
Kelompok
Kepentingan.
Menggunakan
metode kualitatif
Menggunakan
teori Strukturasi
Anthony Giddens
Objek
penelitiannya
adalah sektor
informal/ PKL
hasil penelitiannya terdapat 3 pembahasan
yaitu mengenai reproduksi keberadaan
PKL, eksistensi kelompok kepentingan dan
konsep relasi agen dan struktur Anthony
Giddens. Temuan penting dalam penelitian
ini adalah bahwa teori strukturasi ini tidak
dapat menjelaskan bagiamana mungkin
terjadi keadaan pasal yang membolehkan
11
PKL membuat Paguyuban PKL, keadaan
toleransi Satpol PP terhadap PKL, dan
keadaan hubungan kemitraan antara PKL
dengan Satpol PP dapat dijelaskan sebagai
sebuah praktik sosial yang muncul secara
langsung karena aspek-aspek struktural.
3 Rifky
Nuruzzaman
RELASI AGEN DAN
STRUKTUR PADA
PERUBAHAN
SISTEM KERJA
(Studi Kasus Sistem
Absensi Elektronik
Fingerprint pada
Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta)
Menggunakan
teori Strukturasi
Membahas relasi
agen dan struktur
terhadap
perubahan
menggunakan
metode kualitatif
tidak membahas
adaptasi sosial
subjek
penelitiannya
bukan berupa
penghuni rusun
Relasi agen dan struktur ditandai dengan
struktur berupa aturan yang menjadi
pedoman bagi tindakan agen, namun agen
juga memiliki kapasitas mengimproviasi
dan merevisi struktur dengan tindakan
(agensi) yang dilakukan berdasarkan
kesadaran praktis dan diskursif agen.
12
F. Penjelasan Konseptual dan Kerangka teori
1. Pengertian Relokasi.
Secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia relokasi
diartikan sebagai pemindahan tempat atau pemindahan dari suatu lokasi ke
lokasi lain. Maka apabila dikaitkan dalam konteks perumahan dan
permukiman maka relokasi dapat diartikan pemindahan suatu lokasi
permukiman ke lokasi permukiman yang baru. Relokasi merupakan salah satu
wujud dari kebijakan pemerintah daerah yang termasuk kedalam kegiatan
revitalisasi. Revitalisasi sendiri berarti proses, cara dan perbuatan
menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang berdaya
(Setyaningsih, 2015).
Relokasi merupakan salah satu alternatif untuk memberikan
kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di permukiman yang kumuh,
status lahannya tidak legal atau bermukim di lingkungan yang rawan bencana
untuk menata kembali dan melanjutkan hidupnya di tempat yang baru.
Pemerintah provinsi DKI Jakarta melakukan relokasi permukiman sekitar
Pasar Ikan tidak semena-mena hanya melakukan penggusuran, pemerintah
melakukan relokasi terhadap warga yang rumah dan kiosnya terkena
penggusuran. Warga yang terkena penggusuran kemudian direlokasi ke
Rusun Marunda dan Rawa Bebek serta kiosnya dipindahkan ke Muara Baru.
Adapun tujuan dari kebijakan Pemprov DKI menggusur kawasan Pasar
Ikan Penjaringan, yaitu untuk merevitalisasi kawasan Pasar Ikan, penertiban
13
hunian liar yang berdiri di penampang basah juga ditujukan guna
mwngembalikan fungsi Stasiun Pompa Pasar Ikan. Selain itu, penertiban juga
dilakukan untuk mempercantik kawasan di Jakarta Utara serta
mengembalikan fungsi kawasan untuk mencegah banjir rob atau banjir akibat
pasang laut, kemudian lahan bekas hunian-hunian liar tersebut akan dijadikan
lahan untuk membangun Ruang Terbuka Hijau di kawasan Pasar Ikan.
Contohnya di sekitar Masjid Luar Batang akan dibangun plasa sehingga
mendukung wisata spiritual. Sementara kawasan di sekitar pasar dan Museum
Bahari akan dijadikan ruang terbuka yang dapat digunakan untuk jalan
kendaraan masuk dan tempat parkir kendaraan (http://metro.news.viva.co.id)
2. Teori Strukturasi
Dalam melihat adaptasi yang dilakukan oleh Masyarakat Eks Pasar Ikan
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akibat relokasi, maka penulis
menggunakan teori Strukturasi yang dikembangkan oleh Anthony Giddens.
Berangkat dari reproduksi tindakan-tindakan agen merupakan upaya
penyesuaian diri terhadap struktur baru. Dalam menghadapi perubahan,
masyarakat juga menata ulang struktur dan sistem sosial mereka.
Teori Strukturasi yang dikembangkan oleh Anthony Giddens
merupakan upaya mengintegrasikan antara agen dan struktur. Giddens
mencoba menjembatani dualisme kubu besar dalam sejarah pemikiran ilmu
sosial yaitu antara subjektivisme dan objektivisme. Subjektivisme merupakan
cara pandang yang memprioritaskan tindakan atau pengalaman individu
14
diatas gejala keseluruhan contohnya seperti pemikiran fenomenologi,
etnometodologi dan psikoanalisis, mereka itu antara lain Irving Goffman,
Harold Garfinkel, dan dalam hal tertentu juga Max Weber. Sementara kubu
objektivisme ialah cara pandang yang memprioritaskan gejala keseluruhan
diatas pengalaman individu seperti fungsionalisme, strukturalisme, dan
fungsionalisme-strukturalisme, beberapa tokohnya antara lain Emile
Durkheim, Talcot Parsons, dan Louis Althusser (Wirawan, 291: 2012)
Berdasar pada prinsip dualitas (timbal balik) antara struktur dan agen
ini, Giddens kemudian membangun teori Strukturasi. Anthony Giddens
mencoba mengajukan kaitan teoritis mengenai akar dualisme, menurutnya
akar munculnya dualisme terletak pada kerancuan kita dalam melihat objek
kajian ilmu sosial. Objek kajian ilmu sosial bukanlah keseluruhan, bukan
bagian, bukan struktur dan bukan juga perorangan melainkan titik temu agen
dan struktur. Itulah praktik sosial yang berulang serta terpola dalam lintas
waktu dan ruang (Priyono, 2016:6-7)
Penjelasan tentang teori strukturasi sendiri akan dibahas pada bagian-
bagian dibawah ini secara bertahap, mulai dari konsep-konsep yang menjadi
bagian penting dalam teori ini seperti agen, agensi, struktur, dualitas struktur
agen, dan ruang waktu;
15
1. Agen dan Agensi
Dalam bagian ini, akan dibahas mengenai konsep agen menurut
pembahasan Giddens. Dalam teori strukturasi, dualitas agen dan struktur
diumpamakan seperti dua sisi keping logam yang saling berdampingan dan
tak terpisahkan. Agen tidak hanya merujuk pada individu, melainkan juga
pada kelompok. Dalam teori strukturasi, Giddens menekankan bahwa
hubungan agen dan struktur bukan merupakan hubungan dualisme melainkan
relasi dualitas. Bersama dengan kesadaran praktis dan diskursif, Giddens
mendefinisikan agen sebagai berikut:
Aktor atau agen manusia –saya menggunakan istilah ini secara
bertukaran- sebagai suatu aspek yang ada pada apa yang mereka
lakukan, memiliki kemampuan memahami atas apa yang mereka
lakukan saat mereka melaksanakan perbuatan itu. Kemampuan refleksif
aktor manusia secara khas terlibat dalam suatu cara yang terus-menerus
yang memiliki rangkaian perilaku sehari-hari dalam konteks-konteks
aktivitas sosial. namun refleksifitas hanya bekerja dalam tataran
diskursif saja. Apa yang diketahui agen-agen tentang apa yang
dilakukannya dan mengapa mereka melakukannya ‒kemampuannya
mengetahui sebagai pelaku‒ kebanyakan dilakukan dalam kesadaran
praktis. (Giddens,1984:xxvii-xxviii)
Menurut Giddens di dalam diri agen terdapat tiga dimensi, Giddens
membedakannya yaitu kesadaran praktis, kesadaran diskursif dan motivasi
tak sadar (Priyono,2016:28). Tidak ada batasan antara kesadaran praktis
dengan kesadaran diskursif, namun hanya ada perbedaan antara apa yang bisa
dikatakan dan apa yang secara khas dilakukan (Giddens, 1984:8). Kesadaran
diskursif merupakan kemampuan agen dalam menjabarkan tindakannya
dengan kata-kata, sementara kesadaran praktis merupakan tindakan yang
16
diterima begitu saja oleh agen, tanpa mampu mengekspresikan apa yang
mereka lakukan melalui kata-kata (Ritzer dan Goodman, 2004:570).
Giddens dalam Ritzer dan Goodman (2004:570) menyatakan bahwa
berdasarkan fokus pada kesadaran praktis ini, dapat dilakukan transisi secara
lunak dari agen menjadi agensi, agensi sebagai hal-hal yang benar-benar
dilakukan agen
Dengan kata lain, kesadaran praktis ini merupakan kunci untuk
memahami proses bagaimana berbagai tindakan dan praktik sosial kita
lambat-laun menjadi struktur, dan bagaimana struktur itu mengekang serta
memampukan tindakan/praktik sosial kita (Priyono, 2016:29). Melalui
tindakan agen (agensi) yang berdialektika dengan struktur, maka tercipta
sebuah praktik sosial. Menurut Giddens, perkara sentral ilmu sosial adalah
“praktik sosial yang berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu”
(Wirawan, 2012:292).
Dalam konteks penelitian penulis, maka yang dikatakan sebagai pelaku
atau agen adalah masyarakat eks Pasar Ikan yang direlokasi ke Rusunawa
Rawa Bebek. Sementara agensi yang dilakukan Masyarakat Eks Pasar Ikan
sebagai agen adalah agen merevisi tindakannya dalam menghadapi
perubahan yang terjadi di lingkungan dan struktur yang baru. Reproduksi
struktur yang dilakukan oleh Masyarakat Eks Pasar Ikan semata-mata sebagai
pola adaptasi masyarakat terhadap perubahan.
17
2. Struktur
Berbicara tentang konsep struktur dalam teori strukturasi, Giddens
memahami bahwa ‘Struktur’ mengacu pada ‘sifat struktural’, atau lebih
tepatnya ‘sifat pemolaan’, yaitu sifat-sifat pemolaan yang memungkinkan
untuk ‘mengikat’ ruang dan waktu dalam sistem sosial, kemudian sifat-sifat
ini dapat dipahami sebagai aturan dan sumber daya, yang terus menerus
terlibat ke dalam reproduksi sistem sosial (Giddens,1979:111) . Berbeda
dengan pandangan Durkhemian tentang struktur yang bersifat mengekang
(constraining), sementara dalam pemikiran Giddens struktur juga bersifat
memberdayakan (enabling) dengan kata lain memungkinkan terjadinya
praktik sosial (Priyono, 2016:22).
Dalam pandangan Giddens, agen tidak seperti wayang yang
dikendalikan oleh struktur yang bersifat eksternal dan memaksa agen, struktur
diproduksi dan direproduksi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi
yang dilakukan agen. Dalam tema penelitian yang ditulis penulis, yang
dianggap sebagai struktur tidak hanya berbagai aturan yang diberlakukan oleh
pengelola. Sementara pranata-pranata sosial yang diproduksi dan
direproduksi oleh Masyarakat Eks Pasar Ikan juga dapat dianggap sebagai
struktur. Pranata keagamaan seperti pengajian yang dibangun kembali,
dengan kepengurusan dan anggota yang berbeda, serta aturan yang disepakati
bersama dan kegiatan-kegiatan yang memberdayakan masyarakat eks Pasar
Ikan.
18
Dari berbagai prinsip struktural, Giddens melihat tiga gugus besar
struktur, yaitu struktur pemaknaan atau signifikansi, struktur penguasaan atau
dominasi, dan struktur pembenaran atau legitimasi (Priyono, 2016:24).
Giddens beranggapan bahwa seluruh interaksi yang dilakukan manusia
melibatkan pemaknaan (signifikansi), penggunaan kekuasaan (dominasi),
dan sanksi normatif (legitimasi). Ketiga gugus struktur ini erat kaitannya
dengan keterulangan praktik sosial dan pembentukan sistem sosial. Yang
dimaksud dengan sistem sosial adalah pelembagaan dan regulasi praktik-
praktik sosial
3. Dualitas struktur agen
Inti dari teori strukturasi merupakan dualitas antara agen dan struktur,
di mana agen dan struktur saling berdialektika. Struktur dengan sifat
strukturalnya dan agen dengan kemampuan rasionalnya saling berhubungan
satu sama lain dan tidak terpisahkan.
For Giddens, structure and agency imply each other. Structure is
enabling, not just constraining, and makes creative actions possible, but
the repeated actions of many individuals work to reproduce and change
the social structured. The focus of Giddens’s theory is social practices
that are ‘ordered across space and time’, and it is through these that
social structures are reproduced. However, Giddens sees “structure” as
the rules and resources that enable social practices to be reproduce over
time, not as abstract, dosminating, external forces. This ‘duality of
structure’ is a way of rethinking the previous dichotomy. (Giddens and
Sutton,2014:25)
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa struktur dan agen
saling mempengaruhi satu sama lain dalam mereproduksi struktur sosial
melalui tindakan (agensi). Dualitas struktur dan agen pada hakikatnya
19
memandang bahwa struktur dan agen berinteraksi dalam proses produksi dan
reproduksi institusi dan hubungan-hubungan sosial, dalam arti bahwa agen
merupakan dari struktur, namun agen juga menjadi mediasi bagi
pembentukan struktur baru (Wirawan, 2012:294). Dalam hal ini dualitas
struktur dan agen dapat diimplikasikan pada apa yang terjadi di Rusunawa
Rawa Bebek. Aturan dari pengelola sebagai struktur yang membentuk agen,
dan agen berperan juga dalam reproduksi struktur pada proses penyesuaian
diri terhadap kondisi yang baru.
4. Ruang dan waktu
Ruang dan waktu merupakan variabel krusial di dalam teori strukturasi
Giddens. Giddens menempatkan ruang dan waktu sebagai variabel yang turut
membentuk kegiatan sosial. Yang dimaksud dengan ruang (space) di sini
bukan sekadar ruang fisik, melainkan ruang sosial (social space) di mana
ruang fisik sebagai tempat interaksi manusia, sementara yang dimaksud
dengan konsep waktu (time) di sini bukan semata-mata sejarah kronologis
melainkan pengalaman belajar dari peristiwa masa lalu (Wirawan, 2012:300).
Pembahasan tentang waktu, Giddens mengacu pada apa yang
dikemukakan oleh Heidegger, bahwa waktu, tidak semestinya diterima
sebagai unsur yang mengandung tiga dimensi saja yaitu masa lalu (past),
masa sekarang (present), dan masa yang akan datang (future), melainkan
harus diterima unsur yang didalamnya mengandung empat dimensi, dengan
20
menambahkan kehadiran (presencing) sebagai unsur keempat yang
menyatukan semuanya (Giddens, 1981:32)
Dalam mengembangkan teori strukturasi, Giddens mengenalkan dua
gagasan yang relevan dengan konteks ruang dan waktu, yaitu konsep lokal
atau daerah (locale) dan konsep tentang kesediaan kehadiran (presence
availability) sebagaimana yang ada dalam relasi-relasi antara integrasi sistem
dan sosial (Giddens, 1984,182). Untuk mengartikan ruang, Giddens memilih
menggunakan terma ‘daerah’ (locale) daripada sebagai ‘tempat’ (space).
Alasannya adalah terma ini mengandung sebuah konotasi ruang yang
digunakan sebagai setting untuk interaksi sosial, setting disini bukan hanya
sebagai lingkungan fisik tempat ‘berlangsungnya’ interaksi, melainkan
sebagai setting interaksi yang dimanfaatkan secara rutin oleh agen dalam
melanggengkan komunikasi (Giddens, 1979:394)
Suatu bagian penting yang terdapat dalam teori strukturasi adalah
rutinitas, karena rutinitas merupakan dasar dari kegiatan sosial sehari-hari.
Rutinitas yang dilakukan orang sehari-hari dapat diartikan sebagai suatu pola
yang melalui ruang dan waktu.
21
G. Metode Penelitian
Metode penelitian mengacu pada sekumpulan teknik yang digunakan dalam
suatu penelitian untuk memilih kasus, mengukur dan mengamati kehidupan sosial.
Kemudian mengumpulkan dan menyempurnakan data, menganalisa data serta
melaporkan hasilnya (Neuman, 2013). Penjelasan tentang penggunaan metode
penelitian sendiri akan dijelaskan pada bagian-bagian selanjutnya secara bertahap,
mulai dari pendekatan penelitian yang digunakan, subjek penelitian, lokasi
penelitian, waktu penelitian dan teknik analisis data.
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis
penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono, penelitian kualitatif digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah di mana peneliti sebagai instrumen kunci,
analisis bersifat induktif dan hasil penelitian lebih menekankan pada makna
daripada generalisasi (Sugiyono,2007:1). Penelitian kualitatif berusaha
membangun makna tentang suatu fenomena berdasarkan pandangan-pandangan
dari para partisipan (Creswell,2016,24). Dalam hal ini, Penelitian kualitatif
merupakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui apa dan
bagaimana, seberapa banyak, seberapa jauh status tentang masalah yang diteliti.
Maka penelitian ini akan mendeskripsikan apa saja bentuk-bentuk perubahan yang
dirasakan masyarakat dan bagaimana adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang
terjadi pasca direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek.
22
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam hal ini adalah Masyarakat Eks Pasar Ikan yang
direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek. Masyarakat Eks Pasar Ikan yang dipilih
berdasarkan rekomendasi dari pihak pengelola, pengelola merekomendasikan dua
nama yang sekiranya dapat memberikan gambaran informasi yang mencukupi. Dua
nama tersebut adalah Bapak Rais selaku ketua RW dan Ibu Ai sebagai pedagang
yang aktif dan banyak memiliki kenalan dengan masyarakat antar RT lainnya di
Pasar Ikan. kemudian dari Pak Rais dan Bu Ai penulis meminta rekomendasi
narasumber yang mumpuni dijadikan sebagai informan. Sesuai dengan teknik
pengambilan sample yang digunakan berupa teknik snowball sampling.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat untuk melakukan penelitian ini, sesuai
dengan studi kasus yang diambil yaitu di Rusunawa Rawa Bebek. Rusunawa Rawa
Bebek berlokasi di Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur. Di mana Rusunawa Rawa
Bebek ini merupakan salah satu tempat relokasi warga yang rumahnya terkena
penggusuran Pasar Ikan Penjaringan. Sebanyak 165 Kepala Keluarga (KK)
dipindahkan dari Pasar Ikan Penjaringan ke Rusunawa Rawa Bebek. Rusunawa
Rawa Bebek terdiri dari beberapa blok, penulis melakukan penelitian di Blok A, B,
C dan D di mana blok tersebut adalah blok yang dihuni oleh Masyarakat Eks Pasar
Ikan.
Peneliti melakukan observasi dan wawancara di berbagai tempat di
Rusunawa Rawa Bebek, seperti selasar rusun blok A dan B yang banyak digunakan
23
sebagai tempat berdagang oleh masyarakat eks Pasar Ikan, kemudian penulis
melakukan pengamatan di mushola Al-Hijrah di Blok D yang digunakan untuk
berbagai kegiatan kegamaan Masyarakat Eks Pasar Ikan dan RPTRA Rusunawa
Rawa Bebek yang digunakan oleh berbagai kalangan mulai dari anak-anak maupun
orang tua. Serta beberapa kali penulis melakukan wawancara di rumah penghuni
rusun, seperti rumah Ibu Nuraini (Ai), Pak Rais dan Ibu Siti Amini.
Sementara untuk waktu penelitian yang diperlukan sekitar empat sampai
enam bulan, yaitu pada bulan Mei-September 2017. Dalam waktu tersebut peneliti
akan melakukan proses observasi dengan menjadi bagian dari masyarakat yang
direlokasi dan melakukan wawancara secara mendalam dengan narasumber utama
yaitu masyarakat yang direlokasi dari permukiman dan Pasar Ikan Penjaringan.
Pertengahan bulan Maret, penulis baru mulai mendatangi Rusunawa Rawa
Bebek untuk survei lokasi, dua pekan kemudian penulis kembali ke Rusunawa
Rawa Bebek untuk memberikan surat izin penelitian kepada pengelola Rusunawa
Rawa Bebek dengan sedikit wawancara dan meminta data mengenai Rusunawa
Rawa Bebek. Kemudian pada tanggal 29 Mei 2017 penulis baru mulai penelitian di
Rusunawa Rawa Bebek.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan (field research),
sehingga untuk mendapatkan sumber data berupa data primer maupun data
sekunder diperlukan teknik penelitian sebagai berikut:
24
1. Observasi
Penulis melakukan observasi untuk mendapatkan data sejelas mungkin
dengan cara mengamati, merasakan, dan menyaksikan dengan seksama
secara langsung bagaimana kondisi kehidupan di Rusunawa Rawa Bebek
serta berbagai kegiatan yang terjadi dan dilakukan oleh subjek penelitian.
Dalam proses observasi, penulis dengan posisinya sebagai instrumen
penelitian mencoba berbaur dengan subjek penelitian. Setiap kejadian yang
penulis lihat, dengar, maupun rasakan tak lupa penulis catat dengan catatan
kecil serta merekam percakapan dengan alat bantu rekam dari handphone.
Observasi dilakukan penulis melalui pengamatan secara langsung ke
lokasi penelitian. Dengan melakukan observasi penulis dapat mengetahui
gambaran yang lengkap dan menyeluruh mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan proses adaptasi masyarakat Eks Pasar Ikan di Rusunawa Rawa Bebek.
2. Wawancara
Selain menggunakan teknik observasi yaitu dengan melihat, mendengar
dan merasakan dengan segala indera. Penulis juga melakukan teknik
wawancara mendalam. Wawacara mendalam merupakan teknik penelitian
berupa mengajukan pertanyaan, mendengarkan, mengungkapkan minat, dan
merekam apa yang dikatakan (Neuman, 2013:493). Dalam hal ini, wawancara
dilakukan kepada subjek penelitian dengan membangun rapport agar
narasumber dapat memberikan gambaran yang sebenar-benarnya.
Dalam pemilihan narasumber untuk diwawancarai, penulis
menggunakan teknik pengambilan sampel berupa snowball sampling, yang
25
dalam hal ini diawali dengan mewawancarai pengelola Rusunawa Rawa
Bebek dan meminta rekomendasi narasumber. Kemudian selanjutnya dengan
cara yang sama sampai menggelinding menyerupai bola salju. Dalam
penelitian ini penulis mewawancarai sebanyak 8 informan, diantaranya
kepala UPRS Rawa Bebek dan masyarakat Eks Pasar Ikan yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang sesuai dengan bahasan penelitian.
3. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, studi dokumentasi dilakukan guna mendapatkan
data sekunder berupa dokumen tentang Rusunawa Rawa Bebek yang penulis
dapatkan dari pengelola Rusunawa Rawa Bebek. Selain itu, beberapa jurnal,
artikel dan tesis yang berkaitan dengan tema penelitian ini dan penggunaan
teori strukturasi dalam studinya.
5. Analisa Data
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, oleh karena itu
langkah-langkah analisa data mengambil dari langkah-langkah analisis data
kualitatif yang dikemukakan oleh Cresswell (2016) yaitu sebagai berikut; Langkah
pertama, dimulai dengan mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis dari
berbagai sumber, kemudian menelaah dan mempelajari data secara keseluruhan.
Kemudian direduksi data dan mulai melakukan koding. Lalu menerapkan proses
koding untuk mendeskripsikan setting (ranah), orang (partisipan), kategori dan
tema yang akan dianalisis.
26
Langkah selanjutnya adalah menerapkan pendekatan naratif dalam
menyampaikan hasil analisis, pembahasannya meliputi pembahasan tentang
kronologi, peristiwa atau keterhubungan antar tema. Dan langkah terkahir dari
analisis data adalah membuat interpretasi dalam penelitian kualitatif atau memaknai
data. Pemaknaan data dapat berupa interpretasi pribadi peneliti atau berupa makna
yang berasal dari perbandingan antara hasil penelitian dengan informasi dari
literatur atau teori. Dalam hal ini peneliti menegaskan apakah hasil penelitiannya
merupakan pembenaran atau bahkan mmenyangkal informasi atau teori
sebelumnya.
Singkatnya, gambaran analisis data yang dikatakan Cresswell. sama dengan
apa yang dikatakan Neuman yaitu analisa data melibatkan pemeriksaan, pemilahan,
penggolongan, evaluasi, perbandingan, sintesis dan perenungan data yang
dikodekan serta mengkaji data mentah dan data yang direkam. Dalam hal ini
pengolahan data diawali dengan mempelajari hasil wawancara dan observasi,
kemudian penulis menganalisa data tersebut dari awal hingga akhir penulisan.
Selanjutnya menarik kesimpulan dengan mengkaji dari data yang telah didapat.
27
H. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini, penulis menyusun dalam 4 bab, setiap bab berisi dari sub-
sub bab pembahasan yang memiliki keterkaitan antara bab dengan sub-sub bab
yang satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut:
BAB I :Pendahuluan
Bab ini terdiri dari pernyataan masalah atau latar
belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
teori, metodologi penelitian dan sistmatika pnulisan
BAB II :Gambaran Umum Penelitian
Bab ini terdiri dari penjelasan mengenai gambaran
umum lokasi penelitian, yang meliputi: pemaparan
data tentang profil Rumah Susun Rawa Bebek,
struktur kelembagaan dalam rumah susun, kapasitas
hunian rumah susun, dan jumlah Kartu Keluarga
(KK) yang direlokasi dari Pasar Ikan Penjaringan ke
Rumah Susun Rawa Bebek
BAB III :Temuan dan Analisis Data
Pada Bab ini penulis memaparkan analisis hasil
penelitian yang meiputi : kondisi sosial ekonomi
masyarakat permukiman dan Pasar Ikan sebelum
28
direlokasi dan dampak sosial ekonomi yang
dirasakan oleh masyarakat yang direlokasi ke rumah
susun rawa bebek.
BAB IV :Penutup
Penutup sebagai bab terakhir memuat kesimpulan
dan saran dari seluruh hasil pembahasan yang telah
dijelaskan pada bab-bab sebelumnya
DAFTAR PUSTAKA : Halaman daftar pustaka berisi rujukan pustaka
yang diacu dalam penulisan skripsi ini. Pustaka
yang diacu dipastikan berasal dari sumber yang
terpercaya misalnya buku teks, elektronik (e-book),
jurnal ilmiah, laporan penelitian dan dokumen resmi
lainnya
29
BAB II
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Pada bab ini penulis akan menjelaskan beberapa poin penting yang berkaitan
dengan gambaran umum penelitian. Pertama, penulis memulai dengan
mendeskripsikan kondisi Pasar Ikan Penjaringan. Kedua, penulis mendeskripsikan
kondisi Rusunawa Rawa Bebek. Ketiga, profil informan. Pembahasan ini untuk
memberikan gambaran kepada pembaca mengenai lokasi asal Masyarakat Eks
Pasar Ikan dan lokasi yang saat ini menjadi tempat tinggal Masyarakat Eks Pasar
Ikan.
A. Pasar Ikan Penjaringan
Pasar Ikan Penjaringan terletak di Jakarta Utara dekat dengan
Pelabuhan Sunda Kelapa secara administratif masuk kedalam Kelurahan
Penjaringan Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Berawal dari berdagang
di Pasar Ikan, orang-orang pendatang untuk sementara tinggal di sekitar Pasar
Ikan dan lambat laun menjadi sebuah permukiman atau biasa disebut
kampung Akuarium yang kemudian tercatat sebagai RT 01, 011, dan 012
dalam RW 04 kelurahan Penjaringan.
Kampung Akuarium mulai ramai dipadati penduduk sejak tahun
1980an (https://www.cnnindonesia.com). Kemudian, seiring perkembangan
zaman, kebutuhan akan lahan di wilayah sekitar Pasar Ikan menjadi semakin
bertambah. Masih dalam cakupan Kampung Akuarium erdapat juga
30
permukiman yang berdiri di atas tanah pemprov DKI, yang kemudian tercatat
menjadi RT 02 RW 04 Kelurahan Penjaringan.
RT 02 mulai dipadati penduduk pada akhir tahun 1999, berawal dari
informasi dari mulut ke mulut mengenai adanya tanah tak bertuan, maka
masyarakat berbondong-bondong membangun rumah yang akhirnya menjadi
salah satu permukiman ilegal yang padat penduduk (Hasil Wawancara ibu Ai,
5 Juni 2017). Jadi permukiman ilegal yang berada di sekitar Pasar Ikan ada 4
RT yaitu RT 01,02, 011 dan 012 di RW 04 Kelurahan Penjaringan . Awal
tahun 2016, Pasar Ikan menjadi sebuah nama yang viral di berbagai media
karena menjadi salah satu wilayah yang terkena program pemerintah Provinsi
DKI Jakarta yaitu relokasi permukiman kumuh dan ilegal ke rusunawa yang
telah disediakan pemprov DKI.
Untuk menemukan gambaran tentang kondisi fisik permukiman Pasar
Ikan, penulis memerlukan dokumentasi atau cerita dari masyarakat Pasar Ikan
sendiri. Karena kondisi Pasar Ikan saat ini dengan dahulu sudah berbeda.
Menurut penelitian dan penelusuran yang dilakukan penulis, dahulu Pasar
Ikan merupakan kawasan yang selalu ramai karena aktivitas pasar yang
beroperasi 24 jam, dan permukiman sekitar Pasar Ikan dikatakan oleh
masyarakat Pasar Ikan adalah permukiman yang cukup padat, dan dapat
dikatakan relatif kumuh (Wawancara Pak Suroso,8 Juli 2017).
Dengan kondisi bangunan rumah semi permanen, letaknya sangat
berdempetan antara satu rumah dengan rumah yang lain, memberikan kesan
31
kondisi permukiman yang begitu semrawut. Kemudian letaknya sangat dekat
dengan sungai yang terhubung dengan laut, namun sungai ini nampak sudah
begitu tercemar, selain banyak sampan yang sedang terparkir di atas sungai
tersebut, banyak pula sampah yang tergenang di sungai itu. Air sungai sudah
tidak terlihat sisi bersihnya dan ketika pertama kali mendatangi tempat
tersebut akan tercium aroma yang tidak sedap (Hasil Observasi Pasar ikan, 3
Juli 2017).
Dari penelusuran yang dilakukan oleh penulis, dapat dikatakan bahwa
kondisi yang ada di Pasar Ikan memang jauh dari kata layak. Hal ini
digambarkan oleh kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang
kehidupan masyarakat, seperti tidak adanya ruang terbuka hijau dan sarana
olahraga. Hal tersebut ditambah dengan kebiasaan masyarakat yang buruk
yaitu membuang sampah ke sungai dan tidak melakukan pengelolaan sampah
rumah tangga dengan baik (Wawancara Ibu Ai, 5 Juni 2017). Hal ini semakin
mempertegas bahwa permukiman Pasar Ikan dapat dikatakan sebagai
permukiman kumuh.
B. Rumah Susun Rawa Bebek
1. Profil Rusunawa Rawa Bebek
Rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Rawa Bebek merupakan
rusun yang dibangun dan dikelola oleh Unit Pengelola Rumah Susun (UPT)
yang berada di bawah naungan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman
Provinsi DKI Jakarta yang kemudian saat ini digunakan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta sebagai tempat relokasi untuk warga yang rumahnya
32
terkena relokasi dalam berbagai program pemerintah, seperti daerah Pasar
Ikan Penjaringan, Bukit Duri, Krukut dan Kalijodo. Untuk kepengelolaan
Rusunawa Rawa Bebek, saat ini kepala unit pengelola Rusunawa Rawa
Bebek adalah Nuri Sawitri S.E, adapun untuk susunan organisasi dan
sumberdaya manusia Unit Pengelola Rusunawa Rawa Bebek adalah sebagai
berikut:
Susunan Organisasi Unit Pengelola Rusunawa Rawa Bebek
Sumber: Data profil UPRS Rawa Bebek
2. Sarana dan Prasarana Rumah Susun Rawa Bebek
Rumah Susun Rawa bebek dibangun dengan visi yaitu mewujudkan
perumahan, permukiman dan bangunan gedung yang andal, legal dan
berwawasan lingkungan (Data Profil Rusunawa Rawa Bebek). Oleh
karenanya, rumah susun rawa bebek dilengkapi dengan berbagai fasilitas
KEPALA UPRS RAWA
BEBEK
Nuri Sawitri, SE
KA. SATUAN
PELAKSANA
PENERTIBAN
Sigit Tunggoro,
S.Sos
BENDAHARA
PENERIMAAN
BENDAHARA
PENGELUARAN
Ani Daniarsih,
SH
KA. SUBBAG
TATA
USAHA
Ara S.Sos
PENGURUS
BARANG
Nunung
Tresnawati
KA. SUBBAG
KEUANGAN
Fitri Aulia,
SH,MAP
KA. SATPEL
PELAYANAN
Ade
Setyartini, SH
KA. SATPEL
PRASARANA DAN
SARANA
Cahaya
Prihatiningsih, SH
33
sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan yang layak bagi
penghuninya.
Kehidupan ratusan kepala keluarga yang dulu tinggal di permukiman
kumuh dan ilegal seperti masyarakat Pasar Ikan penjaringan dan masyarakat
Bukit Duri berubah sejak direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek. Mereka
mendapatkan hak menempati rusun ini untuk kehidupan yang lebih layak
secara kondisi fisik, sosial dan diikuti oleh kelayakan perekonomian.
Rusunawa Rawa Bebek terdiri dari 17 Blok, dengan unit sebanyak 1700.
Relokasi Pasar Ikan menempati 4 Blok dengan 163 unit terisi dari 250 unit
yang disediakan, dan total 610 jiwa dari Pasar Ikan (Data Profil Rusunawa
Rawa Bebek).
Untuk relokasi Pasar Ikan, warga eks Pasar Ikan menempati tower Blok
A, B,C dan D. Blok tersebut terdiri dari 5 lantai, dengan masing-masing unit
hunian berukuran 36m², setiap satu unit terdiri dari dua kamar tidur, ruang
tamu, kamar mandi dan dapur (Hasil Observasi, 14 Juli 2017). Dari segi
sarana dan prasarana, di Rusunawa Rawa Bebek terdapat sarana dan
prasarana yang menunjang kehidupan yang layak seperti adanya puskesmas,
mushola, paud, sarana kebersihan, sarana olahraga futsal, RPTRA (Ruang
Publik Terbuka Ramah Anak), dan aula untuk perkumpulan rukun warga
serta selasar rusun yang dapat digunakan untuk berbagai aktifitas (Hasil
Observasi, 29 Mei 2017).
Untuk sarana kegiatan ibadah, Rusunawa Rawa Bebek hanya
membangun mushola karena sebagian besar penghuni rumah susun beragama
34
Islam. Terdapat satu mushola di Blok D dan diberi nama Mushola Al-Hijrah.
Mushola ini dilengkapi oleh beberapa perlengkapan kegiatan ibadah, seperti
speaker, mukena, sarung, Al-Quran, peralatan marawis dan peralatan untuk
kegiatan mengaji (Hasil Observasi,29 Mei 2017).
Untuk sarana kebersihan sudah dikelola oleh unit pengelola, pengelola
menyediakan petugas kebersihan yang setiap pagi dan sore hari bertugas
menyapu dan mengepel selasar dan halaman sekitar rusun, juga di setiap blok
terdapat dua tong sampah, yaitu dibedakan tong sampah organik dan tong
sampah bukan organik. Untuk puskesmas, di Rusunawa Rawa Bebek hanya
terdapat satu puskesmas di blok Gelatik (blok relokasi Bukit Duri),
puskesmas ini buka setiap hari senin-jumat, dan tidak dipungut biaya untuk
pelayanan di puskesmas ini hanya dengan membawa fotokopi ktp dan KK
(Hasil observasi dan Wawancara, 14 Juli 2017).
Untuk sarana olahraga, terdapat sarana olahraga berupa lapangan futsal.
Selain itu, pengelola juga membangun RPTRA yang dilengkapi sarana
bermain dan belajar untuk anak berupa ayunan, jungkat-jungkit, perpustakaan
dan sebagainya yang dibuka setiap hari mulai pukul 03.00 sampai dengan
pukul 22.00 (Hasil Observasi, 20 September 2017). Dan masih banyak lagi
ruang terbuka di Rusunawa Rawa Bebek yang dapat digunakan untuk area
parkir kendaraan, menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti acara resepsi
pernikahan, acara 17 agustusan dan lain-lain (Hasil Wawancara, 14 Juli
2017). Untuk keamanan di Rusunawa Rawa Bebek, unit pengelola juga
menyediakan petugas keamanan yang berjaga selama 24 jam.
35
Untuk akses transportasi ke Rusunawa Rawa Bebek, Pemprov telah
menyediakan bus pengumpan Transjakarta yang dikhususkan untuk melayani
penghuni rusun. Bus pengumpan Transjakarta yang disediakan untuk
Rusunawa Rawa Bebek sebanyak 3 unit bus berukuran sedang dengan jurusan
Rawa Bebek- Bukit Duri, Rawa Bebek-Pasar Ikan, dan Rawa Bebek-
Penggilingan dan akan bertambah sesuai permintaan dan kebutuhan
(Wawancara Pengelola, 24 Maret 2017). Sarana transportasi Transjakarta
dengan jurusan tersebut disediakan oleh Pemprov DKI untuk memudahkan
masyarakat relokasi untuk pulang pergi ke daerah asal mereka. Pemprov DKI
juga memberikan hak istimewa kepada masyarakat relokasi berupa gratis
menggunakan layanan Transjakarta dengan menunjukan kartu kependudukan
rusun. Untuk transportasi anak sekolah, Pemprov DKI juga telah
menyediakan bus sekolah yang dapat mengantarkan siswa yang tinggal di
rusun menuju sekolahnya (Wawancara Ibu Nur, 16 juni 2017).
Kemudian, di selasar Rusunawa Rawa Bebek juga dilengkapi kios-kios
yang disewakan dengan harga yang relatif murah, yaitu Rp.80.000 perbulan
(Wawancara Ibu Ai, 5 Juni 2017). Sementara untuk masyarakat yang tidak
mau menyewa kios dapat menggunakan selasar rusun sebagai tempat
berdagang. Banyak masyarakat yang berdagang hanya menggunakan meja
dan etalase, ada pula yang memakai gerobak. Dagangan yang dijual pun
bermacam-macam, ada yang membuka warung makan, warung kopi, warung
sembako, sayur-sayuran dan sebagainya (Hasil Observasi, 29 Mei 2017).
36
Selain itu, di selasar setiap blok disediakan kursi-kursi yang dapat
digunakan untuk menunggu Transjakarta atau sekedar berbincang-bincang
dengan tetangga, aula untuk perkumpulan rukun warga, toilet umum, untuk
penyandang disabilitas pun ada toilet khusus (Hasil Observasi, 29 Mei 2017).
Kemudian, pengelola juga begitu memperhatikan lansia, sehingga dibuatkan
beberapa unit rumah di lantai dasar sehingga untuk lansia tidak perlu naik dan
turun tangga.
Harga sewa perunit rumah yang dikenakan untuk umum dengan warga
relokasi berbeda, harga sewa untuk umum setiap bulannya harus membayar
Rp.470.000/bulan, sementara warga relokasi hanya membayar
Rp.310.000/bulan per tanggal 20, di luar listrik dan air, sistem pembayaran
melalui Bank DKI (Wawancara Pengelola, 24 Maret 2017). Untuk listrik,
setiap unit rusun dilengkapi listrik 1300watt dengan pembayaran listrik
menggunakan token pulsa. Untuk penyediaan air bersih, menurut observasi
yang dilakukan penulis, diketahui pemasok air bersih di Rusunawa Rawa
Bebek adalah perusahaan air bersih AETRA, untuk biayanya sebesar Rp.
5,500,- perkubik (Wawancara Pak Rais, 29 Mei 2017).
Kondisi Rusunawa Rawa Bebek yang telah digambarkan tersebut
begitu berbanding terbalik dengan kondisi tempat tinggal Masyarakat Eks
Pasar Ikan sebelum direlokasi. Oleh karenanya, dengan direlokasinya
masyarakat Pasar Ikan menjadi masyarakat Rusunawa Rawa Bebek, maka tak
dapat dipungkiri akan terjadi beberapa perubahan-perubahan baik perubahan
yang berarti maupun tidak. Setidaknya dari segi kondisi fisik berubah, maka
37
masyarakat yang terelokasi perlu melakukan adaptasi terhadap perubahan
eksternal yang terjadi agar dapat melanjutkan kelangsungan hidupnya
senyaman mungkin.
C. Profil Informan
1. Kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Rawa Bebek
Nuri Sawitri S.E saat ini menjabat sebagai kepala UPRS dibawah
naungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), terhitung
sejak bulan Maret 2017. Menurut beliau, UPRS Rusunawa Rawa Bebek tidak
mengetahui alasan direlokasinya masyarakat Pasar Ikan, Bukit Duri maupun
kali krukut. Pihak UPRS hanya menyediakan dan menambahkan unit rusun
sesuai permintaan dari dinas PUPR yang bekerjasama dengan Pemprov DKI.
Beliau juga mengatakan bahwa masyarakat relokasi mendapat
berbagai perlakuan khusus, seperti mendapat subsidi harga sewa yang
menjadi lebih murah dibanding penghuni rusun yang bukan relokasi,
mendapat fasilitas berupa penyediaan bus transjakarta dengan jurusan ke
daerah asalnya seperti jurusan Rusunawa Rawa Bebek-Pasar Ikan, dan
berbagai sarana dan prasarana yang terus diperlengkap agar menunjang
perumahan layak huni dan manusiawi. Hal berikut merupakan program dari
pemprov DKI. (Wawancara Ibu Nuri, 24 Maret 2017)
2. Nuraini (Ai)
Ibu Nuraini atau akrab disapa ibu Ai (45), ibu beranak empat ini dalam
kesehariannya bekerja membantu menambah pendapatan rumah tangga
38
dengan berdagang nasi uduk di selasar Rusunawa Rawa Bebek. Beliau
merupakan salah seorang dari Masyarakat Eks Pasar Ikan yang dengan
senang hati direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek. Beliau tidak pernah
menyesalkan kebijakan pemprov yang menggusur rumah yang telah ia
tempati selama 15 tahun. Di Rusunawa Rawa Bebek beliau tinggal di blok A
lantai 2. Di Pasar Ikan, bu Ai tinggal di RT 02 RW 04. Sebelum direlokasi,
Ibu Ai juga berdagang, yaitu berdagang nasi dan lauk matang. Selain itu, ibu
Ai juga menyewakan kamar-kamar rumahnya sebagai kost untuk para pekerja
yang bekerja di Pasar Ikan atau Pelabuhan. Pendapatan utama keluarga ibu
Ai adalah dari suaminya yang bekerja sebagai security (Wawancara Ibu Ai, 5
Juni 2017)
3. Nuraini (Nur)
Ibu Nuraini biasa dipanggil ibu Nur, Masyarakat Eks Pasar Ikan yang
kini tinggal di Rusunawa Rawa Bebek blok A lantai 2. Dalam kesehariannya
Ibu Nur sama halnya dengan Ibu Ai yaitu berdagang, dengan alasan yang
sama yaitu untuk menambah pendapatan rumah tangga karena suaminya
bekerja sebagai buruh proyek yang penghasilannya tidak menentu, sehingga
untuk dapat bertahan hidup di Rusunawa Rawa Bebek beliau berdagang
makanan ringan yang dimulai dengan modal kecil-kecilan. Ketika di Pasar
Ikan, Ibu Nur tinggal di RT 01 RW 04. Ibu Nur juga sebelumnya bekerja
sebagai pedagang di sekitaran Pasar Ikan, beliau menjual nasi dan lauk
matang. Di Rusunawa Rawa Bebek beliau hanya tinggal bersama ketiga anak
laki-lakinya, sementara suami dan anak perempuannya tinggal di rumah
39
saudara yang tinggal di dekat Pasar Ikan, suami dan anak perempuannya
memutuskan untuk tidak ikut tinggal di rusun karena bekerja di daerah sekitar
Pasar Ikan (Wawancara Ibu Nur, 16 Juni 2017)
4. Muriyati
Muriyati seorang pedagang nasi dan lauk matang sejak masih di Pasar
Ikan dan sampai di Rusunawa Rawa Bebek tetap berdagang nasi dan lauk
matang. Beliau tinggal bersama suami dan anak satu-satunya. Beliau
mengatakan bahwa suaminya tidak bekerja karena saat ini dalam keadaan
sakit sehingga sudah tidak mampu bekerja. Sementara anaknya bekerja di
salah satu perusahaan swasta. Untuk memenuhi kebutuhan hidup di
Rusunawa Rawa Bebek, Muriyati tak bisa hanya bertumpu pada anaknya,
sehingga Muriyati memutuskan untuk tetap berdagang walaupun beliau
mengakui bahwa pendapatan dari berdagang di rusun tidak seberapa bahkan
pernah mengalami kerugian (Wawancara Ibu Muriyati,12 Juni 2017).
5. Siti Amini
Siti Amini merupakan seorang ibu rumah tangga, beliau merupakan
istri dari bapak Mahadi yang kini ditunjuk menjadi ketua RT di Rusunawa
Rawa Bebek. Ibu Siti saat ini dalam kesehariannya sebagai ibu rumah tangga.
Sebelum direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek, beliau bekerja sebagai asisten
rumah tangga di daerah pasar pagi yang lokasinya tak jauh dari Pasar Ikan.
Namun ketika direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek beliau tidak bekerja
40
menjadi asisten rumah tangga lagi, karena jarak dari Rusunawa Rawa Bebek
yang sudah tidak memungkinkan untuk pulang pergi.
Sementara pak Mahadi tetap bekerja sebagai tukang ojek dan
merangkap sebagai ketua RT, bedanya waktu di Pasar Ikan pak Mahadi
menjadi tukang ojek pangkalan yang ‘mangkal’ di Pasar Ikan. sedangkan di
rusunawa tidak ada pangkalan ojek sehingga pak Mahadi hanya
mengantarkan langganan-langganan saja seperti langganan ojek ke sekolah-
sekolah. Pak Mahadi dan bu Siti tinggal di Rusunawa Rawa Bebek bersama
satu orang anaknya, beliau memiliki 3 orang anak, 2 anaknya telah menikah
dan berkeluarga sementara satu anaknya masih berada di sekolah menengah
pertama (SMP) (Wawancara Ibu Siti, 14 Juli 2017).
6. Mpok Yati
Ibu muda bernama Yati atau sering dipanggil Mpok Yati merupakan
seorang ibu rumah tangga biasa, namun saat ini beliau menambah kesibukan
dengan membuka toko kelontong di selasar Rusunawa Rawa Bebek.
Sebelumnya beliau tidak pernah berdagang, namun karena beliau merasa
bahwa berdagang di rusun saat ini cukup ramai, jadi beliau memutuskan
berdagang agar dapat menambah pendapatan rumah tangga karena beliau
mengakui pengeluarannya saat ini semakin banyak terlebih pada biaya listrik
dan air. Beliau mengaku sudah sejak kecil tinggal di Pasar Ikan, beliau
tinggal di Pasar Ikan RT 01 RW 04. Beliau mengaku orang tuanya membeli
41
tanah dengan harga yang cukup murah saat itu kemudian membangun rumah
seadanya (Wawancara Mpok Yati, 20 September 2017).
7. Rais
Rais yang kini dipilih sebagai salah satu ketua RW di Rusunawa Rawa
Bebek, sebelumnya seorang pegawai di salah satu perusahaan umum di
jakarta. Saat ini beliau hanya bekerja sebagai freelancer dan sebagai ketua
RW. Beliau mengakui bahwa sudah sejak kecil beliau tinggal di Pasar Ikan.
beliau begitu tidak terima ketika rumahnya yang telah ditempati puluhan
tahun harus rata dengan tanah begitu saja, karena menurutnya Pasar Ikan
sudah menjadi kampungnya. Dan keadaan di Rusunawa Rawa Bebek menurut
beliau tidak lebih baik dari Pasar Ikan, karena banyak sekali warganya yang
mengeluhkan sulitnya perekonomian di rusun. Ketika di Pasar Ikan beliau
tinggal di RT 12 RW 04, dan saat ini tinggal di Rusunawa Rawa Bebek di
blok B lantai 2 (Wawancara Pak Rais, 29 Mei 2017).
8. Suroso
Suroso salah seorang Masyarakat Eks Pasar Ikan yang kini tinggal di
Rusunawa Rawa Bebek blok C. Sebelumnya beliau tinggal di Pasar Ikan RT
02 RW 04, beliau mengaku telah tinggal selama 15 tahun di Pasar Ikan.
Sebelumnya beliau tinggal bersama orang tuanya di Luar Batang, dan masih
memiliki saudara yang kini tinggal di Luar Batang. Sebelum direlokasi beliau
membuka toko kelontong di depan rumah dan di dekat Pasar Ikan, namun saat
ini beliau mengaku tidak memiliki modal yang banyak untuk membuka toko
42
kelontong, sehingga di Rusunawa Rawa Bebek hanya istrinya yang berjualan
nasi dan lauk matang di selasar rusun blok A (Wawancara Pak Suroso, 8 Juli
2017).
43
BAB III
HASIL DAN ANALISA PENELITIAN
A. Bentuk-Bentuk Perubahan Pasca Relokasi
Setiap masyarakat yang mengalami relokasi ke sebuah tempat tinggal yang
baru, tentunya mengalami berbagai perubahan dalam kehidupannya. Perubahan
yang sudah pasti terjadi ketika sebuah masyarakat yang notabene masyarakat
permukiman kumuh direlokasi ke perumahan yang berbentuk hunian vertikal
tentunya mengalami berbagai perubahan sebagai berikut.
1. Perubahan Lingkungan Fisik
Dalam kasus penggusuran dan relokasi, perubahan kondisi fisik
merupakan hal yang utama. Umumnya masyarakat yang direlokasi adalah
masyarakat yang tinggal di kondisi permukiman kumuh nan liar. Menempati
tanah milik pemerintah setelah bertahun-tahun, maka ketika terdapat
kebijakan untuk direlokasi mau tidak mau masyarakat tersebut harus
menerima konsekuensinya. Mereka yang tergusur salah satunya adalah
masyarakat permukiman Pasar Ikan. Kehidupan ratusan kepala keluarga yang
sebelumnya tinggal di permukiman kumuh dan ilegal kini berubah sejak
direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek. Perubahan kondisi fisik dari rumah
tapak menjadi rumah vertikal, lingkungan yang relatif kumuh menjadi
lingkungan perumahan layak huni.
44
Kondisi fisik permukiman Pasar Ikan pada dasarnya adalah
permukiman padat penduduk yang berdiri di atas lahan milik pemerintah.
Masyarakat Pasar Ikan pun menyadari bahwa mereka tinggal di lingkungan
yang kumuh dan tidak sehat terlebih untuk anak-anak. Permukiman dengan
segala keadaan yang kurang menunjang untuk layak huni digambarkan oleh
salah satu narasumber bernama Ibu Ai sebagai berikut
“sebenernya ya, kita dipindahin kesini ada bagusnya juga yang biasanya
ga punya wc jadi punya wc. Maksudnya kan kalau orang yang ngontrak
kan wcnya rame-rame, kalau saya kan rumah sendiri. Kan orang di sini
banyak yang ngontrak, ya yang gak punya wc jadi punya dong, yang
tadinya kotor dekat kali di sini jadi bersih. Kan kehidupan disana kan
namanya kumuh, daerah Pasar Ikan kumuh kan.” (Wawancara Ibu Ai,
5 Juni 2017)
Lebih lanjut Ibu Ai juga mengakui bahwa dahulu rumahnya berdiri di
bantaran sungai yang terhubung dengan laut atau biasa disebut dengan
sebutan kali buntu oleh masyarakat sekitar. Kemudian Ibu Ai juga
menjelaskan bahwa kondisi permukiman Pasar Ikan minim fasilitas, seperti
tidak adanya sarana olahraga maupun ruang terbuka hijau (Hasil Observasi,
3 Juli 2017). Lingkungan kumuh dan tidak ramah anak ini juga dituturkan
oleh narasumber yang akrab disapa Ibu Nur:
“...ya kalau di sini ya emang enak buat anak-anak kan ga deket kali,
hawanya (red: udara) juga sehat lah ya, kalo di sono kan deket kali
banyak sampah apalah buat anak juga kurang bagus, anak saya nih si
acip maennya di kali...” (Wawancara Ibu Nur, 16 Juni 2017)
Narasumber lainnya juga mengakui bahwa permukiman Pasar Ikan
yang dahulu mereka tempati merupakan permukiman kumuh yang berdiri
diatas tanah pemerintah. seperti pernyataan Pak Rais sebagai berikut:
45
Pak Rais menuturkan bahwa tanah yang ditempati adalah tanah milik
pemerintah DKI Jakarta
“ya kita tau sendiri lah Pasar Ikan adalah sebuah pasar, ya sejenis pasar
dan di sekitar Pasar Ikan itu ada perkampungan-perkampungan, baik itu
perkampungan nelayan atau perkampungan pedagang yang berdagang
di pasar. Ya perkampungan biasa, perkampungan padet, rumahnya
banyak yang dibikin tingkat untuk dikontrakan, Cuma ya kita
dipindahin kesini ya karena kita tinggal di tanah pemerintah”
(Wawancara Pak Rais, 29 Mei 2017)
Lebih lanjut Pak Rais menggambarkan kondisi fisik permukiman Pasar Ikan
“ya dibilang kumuh bisa dibilang kumuh juga, ada banyak yang
rumahnya berdiri di pinggir kali, deket pasar juga ada banyak bangunan
semi permanen, tapi ga jarang juga kan yang rumahnya udah bagus,
udah dibikin permanen segala macamnya lah.. Kumuh bagi pemerintah
tapi mewah buat kami sebagai kelas menengah kebawah” (Wawancara
Pak Rais, 29 Mei 2017)
Permukiman Pasar Ikan yang berada di lingkungan pasar semakin
membuat permukiman tersebut menjadi semrawut, becek dan kotor. Lokasi
permukiman Pasar Ikan juga begitu dekat dengan sungai yang terhubung
dengan laut. Sungai dengan warna air yang sudah menghitam, sampah yang
berserakan, dan bau tak sedap yang menyengat, sementara masyarakat tinggal
di dekatnya. Sungai tersebut semakin mencerminkan kekumuhan
permukiman Pasar Ikan (Hasil Observasi, 3 Juli 2017) .
Seketika mereka yang terbiasa hidup di lingkungan kumuh, harus
pindah tempat tinggal sejauh ±27 km dari Pasar Ikan. Lingkungan fisik yang
begitu bebeda dengan tempat tinggal terdahulunya, kini masyarakat
permukiman Pasar Ikan harus tinggal di rumah susun yaitu Rusunawa Rawa
Bebek yang terletak di Jakarta Timur. Dari segi fisik dan berbagai fasilitas,
46
Rusunawa Rawa Bebek terlihat begitu berbanding terbalik dengan
permukiman Pasar Ikan. Hunian vertikal ini dilengkapi fasilitas untuk
menunjang hunian yang layak.
Masyarakat tak lagi disuguhkan pemandangan sungai yang kotor dan
berbagai aktifitas keramaian pasar. Karena di rusun kondisi tempat tinggal
mereka telah berubah, mereka kini tinggal di rusun yang mengharuskan
mereka naik dan turun tangga untuk melakukan aktifitas sosialnya. Selain itu,
kondisi rusun yang bersih juga mengajarkan mereka hidup lebih disiplin.
Karena tak ada lagi kali di belakang rumah, maka mereka membuang sampah
sesuai pada tempatnya dan pengelolaannya dikelola oleh petugas kebersihan
yang disediakan oleh pengelola rusun. Kini masing-masing rumah memiliki
WC sehingga tidak lagi bergantian menggunakan WC umum untuk keperluan
mandi cuci kakus (MCK).
Untuk anak-anak, kini orang tua tidak perlu begitu khawatir anaknya
bermain di tempat yang menjadi sarang penyakit. Rusunawa Rawa Bebek
telah memfasilitasi ruang terbuka hijau ramah anak, sehingga anak-anak
memiliki sarana bermain dan belajar. Namun dengan fasilitas dan bangunan
rumah yang memadai tersebut, masyarakat diharuskan mengikuti berbagai
aturan yang diberlakukan oleh pihak pengelola rusun. Karena rusun ini
merupakan hunian sewa, maka masyarakat yang tinggal di rusun ini
diwajibkan membayar sewa setiap bulannya. Ditambah mereka juga perlu
membayar listrik dan air yang mereka gunakan. Kendati demikian,
masyarakat relokasi tetap mendapat hak istimewa berupa biaya sewa yang
47
terjangkau dan fasilitas gratis menggunakan bus Transjakarta. Seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Ai berikut ini mengenai fasilitas transjakarta gratis:
“sekarang udah enak, udah ada busway yang ke Pasar Ikan jadi
terjangkau lah. Enak lah, mau nengok sodara tinggal naik yang jam
sekian tinggal nunggu. Di sono turunnya di halte pakin depan
apartemen Mitra Bahari, enak ga bayar” (Wawancara Ibu Ai, 5 Juni
2017)
Perubahan kondisi fisik tempat tinggal masyarakat pada gilirannya
diikuti berbagai perubahan lainnya seperti perubahan lingkungan sosial dan
perubahan struktur. Kemudian, dengan adanya beberapa perubahan tersebut
membuat masyarakat harus beradaptasi yaitu adaptasi yang dilakukan dalam
bentuk reproduksi tindakan-tindakan sosial mereka.
2. Perubahan Lingkungan Sosial
Berpindahnya sebuah komunitas atau masyarakat ke tempat tinggal
yang baru tentunya membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan. Tak
dapat dihindari, perubahan sosial pun pasti terjadi. Khususnya untuk
masyarakat Pasar Ikan yang telah bertahun-tahun menetap di Pasar Ikan,
maka kehidupan sosial masyarakat Pasar Ikan telah terbentuk sedemikian
rupa. Keberadaan Pasar Ikan, selain sebagai tempat perputaran ekonomi
masyarakat, juga menjadi tempat di mana masyarakat dapat berinteraksi dan
membangun sebuah hubungan sosial dengan masyarakat antar RT maupun
pekerja-pekerja di pasar dan pelabuhan Sunda Kelapa (Hasil Observasi, 3 Juli
2017) Namun, ketika dipindahkan ke Rusunawa Rawa Bebek hubungan
sosial mereka sedikit ataupun banyak mengalami perubahan.
48
Di Rusunawa Rawa Bebek, di mana masyarakat yang direlokasi tidak
hanya dari Pasar Ikan, melainkan juga masyarakat yang direlokasi dari Bukit
Duri yang tinggal di tower yang sama dengan masyarakat relokasi dari Pasar
Ikan. Oleh karenanya, tetangganya berubah total. Karena diketahui relokasi
Pasar Ikan tidak hanya dipindahkan ke Rusunawa Rawa Bebek. Ada juga
yang direlokasi ke Rusunawa Marunda dan Muara Kapuk. Berikut penuturan
Ibu Nur:
“iya jadi untuk ngambil rusun itu sedapetnya, di sono (rusun marunda)
kan udah penuh jadi ada yg kesini, kalau yang marunda penuh jadi
kesini, terus kalau disini penuh jadinya ke kapuk, pada mencar
warganya” (Wawancara Ibu Nur, 16 Juni 2017)
Narasumber lain yaitu Pak Suroso, menyatakan hal yang sama sebagai
Masyarakat Eks Pasar Ikan mengakui bahwa masyarakat yang direlokasi ke
Rusunawa Rawa Bebek tidak sebanyak ketika dahulu di Pasar Ikan. Berikut
pernyataannya
“ iya, kalau Pasar Ikan yang pindah kesini cuma 180 KK, kalau di Pasar
Ikan mah banyak, 500an KK kurang lebih mah ada. Orang banyak
warganya, perkampungan padet terus banyak yang
ngontrak”(Wawancara Pak Suroso, 8 Juli 2017)
Sebelum dipindahkan ke rusun tipe keluarga, Masyarakat Eks Pasar
Ikan untuk sementara selama satu tahun menempati rusun lajang yaitu rusun
yang diperuntukan bagi yang belum berkeluarga. Di rusun lajang Rawa
Bebek, Masyarakat Eks Pasar Ikan dibagi dalam dua blok yaitu blok A dan
blok F. 4 RT yang direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek diacak untuk
49
pembagian blok dan unit rusunnya, sehingga yang awalnya tidak mengenal
menjadi saling mengenal dan bertetangga (Hasil Observasi, 5 Juni 2017).
Begitu pula ketika dipindahkan ke rusun tipe keluarga yaitu blok A, B,
C dan D. Untuk penentuan blok dan unitnya dilakukan dengan sistem undian.
Serta di blok yang sama ditambah dengan masyarakat relokasi dari Bukit Duri
(Hasil observasi, 8 Juli 2017). Seperti yang dinyatakan oleh beberapa
narasumber, pernyataan Ibu Ai sebagai berikut.
“ iya nyampur di sini sekarang tetangganya ga cuma dari Pasar Ikan,
ada dari Bukit Duri. Jadi kita mah ga ngerasa tetangganya berkurang ya
walaupun yang Pasar Ikannya cuma dikit tapi kan jadi nambah dari
Bukit Duri, trus ada yang dari krukut juga, tapi paling banyak Bukit
Duri sih.” (Wawancara Ibu Ai, 5 Juni 2017)
Lebih lanjut Ibu Ai menjelaskan perubahan kondisi sosial yang dirasakanya
ketika di Rusunawa Rawa Bebek.
“baru semua, bareng sama Bukit Duri kan. terus biar dikata ada yang
dari Pasar Ikan kan dulu di Pasar Ikan kita ga tetanggaan, paling tau
doang dia siape dia siape trus pas di sini malah jadi tetangga selantai
jadi kenal dah tuh wataknya si ini si itu.” (Wawancara Ibu Ai, 5 Juni
2017)
Narasumber lain yaitu Ibu Muryati mengatakan hal serupa, bahwa saat ini
tetangganya hampir semuanya baru. Berikut kutipan pernyataan Ibu Muryati:
“Ya lain-lain lagi, tergantung kocokannya. Mencar-mencar, beda beda
bloknya. Ya tetangganya jadi banyak, ada yang dari Bukit Duri juga...
dulu kan saya sama dia ( seraya menunjuk pedagang sebelah tokonya)
bukan tetangga, emang sama sama dari Pasar Ikan, tapi jadi tetangga
mah baru pas disini kita satu blok. Denger-denger sih mau ditambah
lagi yang Bukit Duri, ini yang Bukit Duri belom semuanya pindah
kesini. (Wawancara Bu Muriyati,15 Juni 2017)
Sehingga yang terjadi demikian, masyarakat relokasi Pasar Ikan dengan
masyarakat relokasi Bukit Duri menjadi bertetangga dan menjadi satu
50
kesatuan masyarakat Rusunawa Rawa Bebek. Seperti yang diharapkan oleh
Pak Rais sebagai ketua RW di Rusunawa Rawa Bebek. Berikut kutipannya:
“ di sini masyarakatnya harus berbaur, jangan sampai berfikir saya
dari Pasar Ikan, saya dari Bukit Duri ,saya dari kali krukut, yang saya
tau kalian warga saya warga Rusunawa Rawa Bebek karena kalian
tinggal di sini bukan di sana” (Wawancara Pak Rais, 29 Mei 2017)
Selain perubahan komposisi tetangga yang sudah pasti dirasakan oleh
masyarakat yang terelokasi. Untuk anak sekolah, perubahan lingkungan
sekolah yang termasuk lingkungan sosial untuk anak juga ikut berubah.
Sebagian besar orang tua memilih untuk memindahkan sekolah anaknya ke
sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggal, sehingga hampir tidak ada
anak sekolah yang masih bersekolah di daerah Pasar Ikan. Karena jarak yang
terlampau jauh dari Rusunawa Rawa Bebek ke Pasar Ikan, waktu perjalanan
yang digunakan pun tidak akan efisien untuk an ak sekolah.
Perubahan lingkungan sekolah tentunya menuntut anak untuk
beradaptasi dengan sekolah barunya. Seperti yang dirasakan oleh anak dari
Ibu Nur yaitu Acip, sebagai berikut
“dulu sekolah di Al-Falah luar batang, terus pindah ke SD di rawa
kuning sini, SD 13 rawa kuning. kalo di sini naek ojek 5rb ke SD 13
Rawa Kuning. kalau di Pasar Ikan mah deket dia jalan kaki ke sekolah.
Alhamdulillah si di sini dapet negeri, kalau di al falah bayar kan
namanya swasta ya. Jadi ngga bayaran di sini” (Wawancara Ibu Nur,
16 Juni 2017)
Selain anak dari Ibu Nur, anak dari Ibu Siti Amini yaitu Dewi juga harus
mengalami pindah sekolah. Berikut penuturannya Ibu Siti Amini
“iya madrasah Al-Fallah, kalau kesini pindah jadi ke sekolah negeri.
Smp 146, enak sih jadi ngga bayaran. Tapi di al-falah juga ga mahal
51
sih, sebulannya 100rb kalau uang pangkalnya 500rb. waktu di alfalah
anak saya rangking terus tau, pas di sini nggak, susah kali ya?
Saingannya banyak kali ya?” (Wawancara Ibu Siti Amini, 14 Juli 2017)
Keadaan ini pada gilirannya ikut merubah sistem sosial yang telah
dibangun di tempat asalnya. Pada sistem sosial maupun ekonomi masyarakat
harus kembali beradaptasi, karena terjadinya perubahan-perubahan yang
telah disebutkan. Maka dalam proses kelangsungan hidupnya, Masyarakat
Eks Pasar Ikan harus dengan menata ulang sistem sosial dan ekonomi mereka,
agar tetap dapat bertahan hidup dan menjadi masyarakat yang seutuhnya
walaupun dengan kondisi yang berbeda sama sekali.
3. Perubahan Legalitas Hunian
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Pasar Ikan dan sekitarnya
digunakan sebagai kawasan niaga pasar dan pelelangan ikan di pertengahan
abad 19 tepatnya tahun 1846. Pasca kemerdekaan, kawasan sekitar Pasar Ikan
menjadi permukiman ilegal oleh berbagai pendatang dari luar
(https://properti.kompas.com/). Oleh karena itu Pemprov DKI menggusur
dan merelokasi hunian-hunian liar yang tidak memiliki sertifikat hak milik.
Masyarakat eks Pasar Ikan pun secara sadar menempati tanah tersebut, seperti
yang dikatakan oleh ibu Ai sebagai berikut:
“di Kampung Akuarium emang banyak rumah kan terus mereka ga rela
karena dia bilang dia ada sertifikat kalau kita mah emang ga ada, kalau
saya kan pernah ngadep (menghadap) ke kelurahan. Saya pernah tanda
tangan di atas materai bunyinya begini ‘gapapa ngebangun rumah tapi
bilamana Pemprov DKI akan pakai tanah itu akan di gusur’ itu april 2011.
Tapi kan kita kan kalau di gusur ya gusur aja tapi masa ga dikasih uang
paku. Gitu, saya udah tanda tangan di penjaringan. Nah udah gitu kan
banyak yang dijual-jualin, kalau saya kan saya pake sendiri. Banyak yang
dijual, dilimpahin ke orang jadi ngga tau kalau ada janji, kalau saya mah
52
masih inget kalau saya tanda tangan di kelurahan... Yang pertamanya
(tanda tangan) ya itu Pak Iwan Konto sama Pak Jamaludin. Susah juga sih
kita mau nuntut kan kita pernah tanda tangan, kalau pendatang kan ga pada
tau. Dia rumahnya dibagus-bagusin, beli 30 juta, ngebangun 300 juta, salah
siapa?. Kalau kita mah pinggir kali, kalau mau rubuh ya baru benerin”
(Wawancara Ibu Ai, 5 Juni 2017)
Beberapa informan juga menyatakan hal serupa, bahwa mereka tidak
memiliki legalitas atas tanah yang mereka tempati, berikut pernyataan Pak
Suroso:
“iyasih kita ga punya sertifikat, namanya juga tanah garap. Tapi waktu
Jokowi ga gitu gitu amat, kandang ayam aja dapet ganti rugi, orang dulu
tuh sebelum saya yang di waduk pluit ada yang dapet 50 juta. Itu temen
saya yang jaga disana. Jokowi manusiawi juga. Ga kaya (gubernur) ini.
Jokowi bagus. Kita juga kan udah lama ya disana udah enak lah tapi
disuruh pindah gitu aja, mana kurang lagi sosialisasinya, tau tau dateng aja
ngegusur” (Wawancara Pak Suroso, 8 juli 2017)
Di dukung oleh pernyataan ibu Muriyati yang mengaku membeli rumah
namun tidak ada sertifikat hak milik. Berikut pernyataannya:
“ngga ada (sertifikat) sih, tapi dulu jaman Jokowi kalau penggusuran ada
gantinya, orang yg di kolong jembatan atau di empang aja dapet ganti
perkamar 4 juta apalagi yang di daratan. Itu mangkanya banyak yang sakit
hati sama Ahok karena ga dapet ganti, harusnya sama rakyat kecil ganti
kek sedikit walaupun ga seutuhnya. ya kasih uang ini lah, ya berapa gitu
untuk modal lah.” (Wawancara Ibu Muriyati, )
Walaupun tinggal di tanah yang ilegal dan cenderung kumuh,
masyarakat eks Pasar Ikan mengaku bahwa mereka telah nyaman di Pasar
Ikan karena cukup mudah untuk bertahan hidup di Pasar Ikan. masyarakat eks
Pasar Ikan sebagai masyarakat kelas menengah kebawah mengakui bahwa
sebagian besar mereka bekerja di sektor informal, sehingga ketika direlokasi
yang menjadi kekhawatiran terbesar mereka adalah tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidup.
53
“saya mah betahnya di sono itu karna dagangan rame, nyari duitnya
gampang, cuma saya ngga sukanya di sono tuh ga bagus pergaulannya,
sama tetangga juga ga mulus hubungannya, bodoamatan orang sono mah
sama tetangga. Kan beda sama di sini mah, orangnya bae bae. Kalo ada
informasi bantuan bantuan gitu langsung pada ngasih tau di sini mah. Di
sono mah boro-boro” (wawancara Ibu Nur, 25 Maret 2018)
Tanpa legalitas yang jelas maka bangunan yang berdiri di sekitar Pasar Ikan
tepatnya RT 01, RT 02, RT 11, dan RT 12 dianggap sebagai hunian liar.
Mereka yang merelokasi diri ke Rusunawa yang telah disediakan, menyadari
bahwa mereka salah tinggal di tanah pemerintah, sehingga tidak ikut
melakukan aksi protes dengan tetap bertahan di lahan bekas penggusuran .
Rusunawa Rawa Bebek sebagai rumah susun yang dibangun oleh
pemerintah dalam rangka menyediakan perumahan, permukiman dan
bangunan yang legal serta berwawasan lingkungan memiliki dasar hukum
yang jelas (Data Profil Pengelola Rusunawa Rawa Bebek, 2017). Oleh karena
itu, masyarakat eks Pasar Ikan yang direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek
mengalami perubahan status legalitas hunian yang ditempati. Apabila
sebelumnya mereka tinggal di hunian liar yang melanggar hukum, maka kini
mereka tinggal di tempat yang legal serta layak huni. Masyarakat eks Pasar
Ikan pun mengakui bahwa lebih nyaman tinggal di hunian yang jelas
statusnya. Mereka yang memilih direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek
berpikir lebih baik tinggal di Rusunawa Rawa Bebek yang sudah jelas
legalitasnya. Seperti yang dikatakan Ibu Nur berikut ini:
“nyaman mah saya sekarang lebih enak di sini lah kalo kata saya, kan di
sono mah kita was was ya tiap hari takut digusur, di sini mah engga, kalo
udah bisa nyari duitnya mah di sini enak bayar apa apa juga jadi kerasa
54
murah. Yang penting kita rajin deh udah, tergantung gimana kitanya aja”
(Wawancara Ibu Nur, 25 Maret 2018)
Di dukung oleh pernyataan Ibu Ai sebagai berikut:
“saya bilang kalau saya mah ga mau protes-protes, ngapain? Orang kita
emang salah kok, kita gak punya sertifikat, terus saya sendiri juga kan
pernah tanda tangan surat perjanjian. Jadi saya ga pernah ada dendam-
dendam sama Ahok, ya kalau saya ngebangun rumah terus besoknya
digusur anggep aja kalah main judi. Lagi pula kita dipindahin kesini kan
enak, tuh rumahnya bagus bayarnya murah, kita minta keringanan
misalnya belom bisa bayar sama pengelola dingertiin, kita minta ada bus
ke Pasar Ikan dikasih, kurang apalagi coba? Kalo udah lama-lama di sini
juga enak ko, ayam aja dilepas di mana aja bisa idup, masa kita yang punya
akal pikiran ga bisa cari makan.” (Wawancara Ibu Ai, 25 Maret 2018)
4. Perubahan Struktur
Perubahan yang sudah pasti terjadi berikutnya adalah perubahan
struktur. Struktur mengacu pada yang didefinisikan oleh Giddens merupakan
aturan dan sumberdaya. Giddens memahami Struktur tidak hanya bersifat
mengekang, melainkan struktur diimplikasi dalam reproduksi sistem sosial.
struktur diimplikasikan serta direproduksi melalui rutinitas sehari-hari dari
interaksi yang dilakukan manusia. Dalam konteks penelitian ini, Masyarakat
Eks Pasar Ikan di tempat asalnya yaitu permukiman Pasar Ikan memiliki
struktur sebagai masyarakat permukiman kumuh dan ilegal, oleh karenanya
masyarakat tidak perlu membayar sewa rumah yang mereka tempati, namun
ketika dipindahkan ke Rusunawa Rawa Bebek yang memiliki aturan bahwa
rumah yang ditempati adalah rumah sewaan, masyarakat Pasar Ikan kini
dibebani tanggungan biaya sewa perbulan.
55
Selain itu, tarif dari daya listrik dan debit air yang digunakan begitu
berbeda antara di Pasar Ikan dengan Rusunawa Rawa Bebek. Seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Siti Amini
“iya dulu di sana kita rumahnya udah bagus, bangun rumah sendiri ngga
ngontrak, jadi ngga mikirin bayar sewanya. Beneran deh saya mah
pusing banget, dari yang biasanya ga bayar jadi bayar”(Wawancara Ibu
Siti Amini, 14 Juli 2017)
Lebih lanjut Ibu Siti Amini menjelaskan pengeluarannya terkait kebutuhan
sewa rusun
“kalau di Pasar Ikan listrik sama air murah, beda banget disini ya.
Listriknya ampun dah disini mah, beli yang 23 ribu masuknya cuma 13
kwh” (Wawancara Ibu Siti Amini, 14 Juli 2017)
Tentunya perubahan struktur ini berdampak pada sistem perekonomian
mereka yaitu bertambahnya pengeluaran perbulan. Senada dengan yang
dikatakan oleh Ibu Muriyati
“subsidi listrik diputus, di sini pakai listriknya yang 1300 watt, kan
pakai token ya jadi mahal, pengeluarannya gede buat listrik. saya 50rb
buat 5 hari sebulan berapa tuh? kalau gitu boro-boro buat bayar rusun.
Belom lagi aernya 5500/kubik nya di sini. Kalau di Pasar Ikan listrik
sama air murah, rumah sendiri ga ngontrak.” (Wawancara Ibu Muriyati,
12 Juni 2017)
Rais juga mengeluhkan hal yang sama terkait relokasi membawa dampak
pada sistem perekonomiannya karena pengeluarannya semakin banyak,
sehingga bertahan hidup di rusun dirasa cukup sulit. Pak Rais menuturkan
“ya makin sulit, sudah tidak punya pekerjaan, sewa rusun walaupun
dapat dikatakan murah ya lantai 1 dengan dua kamar hanya 306rb cuma
ya itu aja biaya lainnya itu seperti listrik dan air...” (Wawancara Pak
Rais, 29 Mei 2017)
56
Pak Rais pun menjelaskan rincian pengeluaran untuk listrik dan air
“kita kan voucher ya, bisa 400, paling minim 250rb lah. Air pun tidak
subsidi tadinya di Pasar Ikan kita 1200/kubik karena kita kan menengah
kebawah dan itu juga subsidi dari pam, disini rumah milik negara kok
ga ada subsidi, 5500/’kubik” (Wawancara Pak Rais, 29 Mei 2017)
Aturan untuk membayar sewa setiap bulan sudah diatur dalam bentuk
peraturan dan tata tertib penghuni Rusunawa Rawa Bebek. Kurang lebih
aturannya mengharuskan penghuni rusun membayar sewanya setiap bulan.
Dan untuk penghuni yang berstatus masyarakat relokasi mendapat
keringanan biaya sewa yang telah disubsidi oleh pemerintah. hal ini yang
tidak dirasakan oleh Masyarakat Eks Pasar Ikan, di mana ketika di Pasar Ikan
mereka tidak perlu membayar sewa rumah. Tak hanya sistem sosial yang
banyak berubah, namun juga pada perekonomian sebagian kecil atau besar
ikut terdampak. Masyarakat Pasar Ikan, terbiasa dekat dengan pasar sehingga
mata pencaharian dominan masyarakatnya adalah pedagang. Sejauh yang
peneliti temui, masyarakat Pasar Ikan memiliki mata pencaharian utama
sebagai pedagang dan pekerja-pekerja serabutan.
Selain aturan untuk membayar sewa setiap bulan, pengelola Rusunawa
Rawa Bebek juga mengeluarkan beberapa aturan mengikat lainnya,
diantaranya adalah memelihara lingkungan rusun serta larangan membawa
miras dan narkoba. Seperti yang tertera dalam hak dan kewajiban penghuni
rusun pada surat perjanjian sewa. Sementara di Pasar Ikan, masyarakat dapat
lebih bebas menentukan kepedulian akan kondisi lingkungannya. Tidak
57
adanya aturan yang mengikat untuk memelihara lingkungan sehingga
lingkungannya menjadi kumuh.
Selain itu, untuk penggunaan narkoba dan miras, menurut penuturan
salah satu narasumber bahwa di daerah Pasar Ikan, masyarakat maupun ketua
RT dan ketua RW kurang memiliki kontrol sosial sehingga penggunaan miras
dan narkoba dapat lebih bebas di Pasar Ikan. Sementara di rusun, dengan
peraturan yang mengenakan sanksi yang begitu tegas maka mau tak mau
masyarakat mengikuti aturannya. Diketahui bahwa sebelumnya masyarakat
Pasar Ikan kurang peduli dengan tetangga sekitar yang menggunakan narkoba
atau mengkonsumsi miras (Wawancara Ibu Ai, 5 Juni 2017). Jarang ada
tindak lanjut atas perbuatan terlarang tersebut. Karakteristik masyarakat Pasar
Ikan sebagai masyarakat permukiman kumuh menjadi salah satu struktur
yang terbentuk di permukiman Pasar Ikan.
Oleh karena itu struktur Masyarakat eks Pasar Ikan yang sebelumnya
adalah masyarakat kumuh yang tidak banyak memiliki aturan dalam
melakukan rutinitas kehidupan sehari-harinya, kini berbeda dengan keadaan
di Rusunawa Rawa Bebek yang memiliki banyak aturan sehingga
mengharuskan mereka melakukan adaptasi dengan melakukan produksi dan
reproduksi atas tindakan mereka.
Selain aturan dari pengelola yang sifatnya mengikat, masyarakat eks
Pasar Ikan dan eks Bukit Duri sebagai masyarakat Rusunawa Rawa Bebek
saat ini juga mereproduksi pranata-pranata sosial. Seperti pranata keagamaan
58
dalam bentuk pengajian baik pengajian untuk ibu-ibu, remaja maupun anak-
anak. Selain itu, peringatan hari-hari besar keagamaan seperti Maulid Nabi,
Isra Mi’raj dan sebagainya turut dibangun lebih aktif di Rusunawa Rawa
Bebek guna meningkatkan nilai religiusitas masyarakat dan mempererat tali
silaturahmi antar warga (Wawancara Mpok Yati, 25 Maret 2018)
Kemudian dalam pranata politik, pengelola Rusunawa Rawa Bebek
memberikan kebebasan pada masyarakat untuk menentukan susunan struktur
sosial mereka yang dalam hal ini yaitu kepengurusan RT dan RW serta
aturan-aturan terkait kehidupan bertetanggaan. Seperti kutipan wawancara
dengan pengelola Rusunawa Rawa Bebek berikut:
“...RW nya di sini RW 17. Kami kasih mereka kebebasan untuk memilih
siapa ketua RT dan ketua RW nya, karena yang mengetahui karakter
mereka ya hanya masyarakat itu yang tau. Nanti juga kan mereka
bergabung sama Bukit Duri jadi nanti mereka harus bermusyawarah dulu.”
(Wawancara ketua UPRS Rawa Bebek, 24 maret 2017)
Dalam hal mereproduksi struktur, masyarakat eks Pasar Ikan sebagai
agen memiliki kekuasaan untuk menentukan struktur sosial mereka.
Masyarakat eks Pasar Ikan memilih ketua RT dan ketua RW yang berasal dari
Masyarakat relokasi Pasar Ikan dan disetujui oleh Masyarakat eks Bukit Duri.
Selanjutnya, ketua RT dan ketua RW mewakili masyarakat Rusunawa Rawa
Bebek membuat berbagai aturan untuk menjadikan masyarakat relokasi
menjadi masyarakat yang lebih baik dan teratur. Aturan-aturan tersebut seperti
ketua RT dan ketua RW dalam rangka menjaga kebersihan rusun sebagai salah
satu kewajiban penghuni rusun, maka masyarakat Rusunawa Rawa Bebek
59
mengadakan kegiatan kerja bakti setiap hari minggu (Hasil Observasi, 9 juli
2017)
Kegiatan kerja bakti dan gotong royong ini sebelumnya tidak pernah ada
di Pasar Ikan maupun Bukit Duri, dan kini di Rusunawa Rawa Bebek mereka
memproduksi struktur yang sebelumnya tidak ada. Kegiatan-kegiatan tersebut
dilakukan guna meningkatkan solidaritas antar penghuni Rusunawa Rawa
Bebek. Seperti pernyataan salah satu informan berikut:
“dulu di tempat saya (Pasar Ikan) ngga pernah sih ada kerja bakti, masing-
masing aja lah. Udah ada tukang sampah jadi ngandelin tukang sampah
aja, kalo sedikit-sedikit atau pas tukang sampahnya lagi ga dateng kita
buang ke kali sedikit mah...arisan sama pengajian juga jarang. Di lajang
ada tuh arisan tapi pas di sini bubar, gatau nih lagi nungguin RT nya
ngegerakin lagi” (Wawancara Ibu Nur, 25 Agustus 2017)
Selain kerja bakti dan gotong royong dalam hal menjaga kebersihan
rusun, terdapat beberapa aturan-aturan yang ditetapkan dan disetujui oleh
masyarakat Rusunawa Rawa Bebek. Salah satunya adalah untuk tidak
bergadang di luar hunian, serta melaporkan berbagai tindakan penyimpangan
seperti pencurian, tawuran, penyalahgunaan narkoba dan miras, dan tindakan
kriminal lainnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga nama baik penghuni
Rusunawa Rawa Bebek. Masyarakat Rusunawa Rawa Bebek dituntut aktif
agar terciptanya lingkungan rusun yang aman dan nyaman. Berikut
penuturan salah satu informan mengenai aturan yang dibuat oleh masyarakat
rusun:
“iya sekarang mah banyak aturannya, kita kan di sono biasa 24 jam
rame ya, di sini kaga boleh tau. Kalo ada yang begadang diluar terus
ketauan ditegor tau... nah kalo di sini ketatnya kalo ada masalah-
masalah yang kaya gitu, kaya kemaren ada yang nyuri HP orang
60
Bukit Duri tuh, nah kan langsung diamanin kan ke petugas. Yang
ngelaporin bukan yang keilangan tau, trus jadi bahan omongan di
sini, kalo di sono (Pasar Ikan) kan ngga, lu mau gimana-gimana juga
dibiarin aja. Terus itu emaknya jadi malu ketemu tetangga
juga”(wawancara Ibu Ai, 5 Juni 2017)
Selain peraturan-peraturan tersebut, pengelola juga mengadakan
pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelatihan membatik dan menjahit
Namun, pelatihan tersebut kurang diminati oleh masyarakat relokasi di rusun
khususnya masyarakat eks Pasar Ikan (Wawancara Pak Rais, 29 Mei 2017).
Dalam hal ini, masyarakat eks Pasar Ikan menggunakan kekuasaannya untuk
memberi masukan kepada pengelola bahwa kebutuhan masyarakat eks Pasar
Ikan adalah akses transportasi yang mudah untuk dapat ke Pasar Ikan karena
sebagian masyarakat eks Pasar Ikan masih bekerja di Pasar Ikan. Oleh karena
itu, pengelola menerima masukan dari masyarakat sehingga yang terjadi
demikian adalah disediakan bus pengumpan Transjakarta dengan jurusan
Rusunawa Rawa Bebek ke Pasar Ikan dan Rusunawa Rawa Bebek ke Bukit
Duri.
B. Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Yang Terjadi
Adaptasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
penyesuaian diri terhadap lingkungan, pekerjaan atau pelajaran (http://kbbi.go.id/).
Adaptasi merupakan sebuah penyesuaian diri manusia terhadap lingkungannya,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Adaptasi menempatkan indvidu
atau kelompok untuk senantiasa selalu mengikuti perubahan-perubahan yang
terjadi, jika dihadapkan pada posisi di mana mereka merasa tidak sesuai maka
61
manusia akan mencari dan kemudian memilih tingkah laku yang dianggap cocok
dalam menghadapi lingkungan tersebut.
Bennet sebagaimana dikutip oleh Sarwindah (1995), mengemukakan bahwa
upaya adaptasi merupakan keterlibatan manusia secara aktif dalam menghadapi
perubahan yang terjadi, adaptasi bersifat selalu berkembang yang diwujudkan dari
tindakan yang nyata. Tindakan tersebut bertujuan untuk menjelaskan: a) Bagaimana
manusia memenuhi kebutuhannya, b) bagaimana manusia itu menyesuaikan
kehidupannya pada lingkungan yang dihadapinya, c) bagaimana manusia
membentuk suatu lingkungan sehubungan dengan kehidupan beserta tujuan-tujuan
yang hendak dicapainya (Sarwindah,1995:24).
Lebih lanjut Bennet mengemukakan bahwa terdapat konsep kunci untuk
membahas dinamika kehidupan dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan,
salah satunya adalah tindakan strategi, yaitu tindakan yang dilakukan atau
direncanakan dalam upaya penyesuaian demi tercapainya tujuan dalam proses
pemanfaatan sumberdaya, maka di dalamnya terdapat upaya rasionalisasi,
mekanisasi, dan orientasi pada kemajuan (Sarwindah, 1995:34). Hal ini senada
dengan pemikiran Giddens bahwa agen memiliki kemampuan untuk menentukan
apa yang dilakukannya, sehingga terdapat upaya rasionalisasi dalam setiap tindakan
agen.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia sangat dipengaruhi oleh
lingkungan hidupnya. Oleh karenanya, ketika terjadi perubahan pada lingkungan
maka akan mempengaruhi pola adaptasi mereka. Pola adaptasi Masyarakat Eks
62
Pasar Ikan terhadap perubahan dibagi menjadi 3 adaptasi sesuai perubahan yang
terjadi. Pertama, adaptasi terhadap perubahan lingkungan fisik berupa berubahnya
pola pikir dan kebiasaan masyarakat. Pola pikir dan kebiasaan masyarakat yang
berubah seiring perubahan lingkungan fisik salah satunya adalah cara mereka
membuang sampah. Ketika masih di Pasar Ikan, rumah mereka yang dekat dengan
kali membuat mereka malas membuang sampah di pengolahan sampah yang
semestinya. Sehingga mereka kerap membuang sampah sembarangan, atau
sampahnya di buang saja ke kali. Seperti penuturan Ibu Ai berikut ini
“buangnya ke kali, kan belakang rumah saya kali buntu tuh. Ya sedikit
sedikit buangnya, satu ember saya buang di kali aja karena males kan
keluar jauh. Waktu ada berita soal ikan-ikan pada mati karena banyak
limbah itu saya panik karena saya merasa buang sampahnya ke kali kan”
(Wawancara Ibu Ai, 5 Juni 2017)
Selain Ibu Ai, narasumber lain juga mengakui bahwa ketika di Pasar Ikan
beliau sering membuang sampah ke kali dekat rumahnya, hal tersebut sebagaimana
dinyatakan oleh Ibu Siti Amini
“iya kadang kalo males, kalo cape kan abis pulang kerja yaudah sesekali
buang ke kali buntu” (Wawancara Ibu Siti Amini, 14 Juli 2017)
Kemudian, Ibu Siti Amini menambahkan bahwa tetangganya di Pasar Ikan
memiliki kebiasaan membuang sampah ke kali. Pernyataannya sebagai berikut
“Bersih sih di sini, beda sama Kampung Bar u, orang-orangnya dulu buang
sampah ke kali. Kalo di sini mau buang ke kali mana coba?” (Wawancara
Ibu Siti Amini, 14 Juli 2017)
Kebiasaan membuang sampah ke kali yang dahulu dilakukan di Pasar Ikan
terjadi karena letak rumah yang dekat dengan kali sehingga membuat
masyarakatnya menjadi malas untuk memperhatikan kebersihan lingkungannya.
63
Sementara di Rusunawa Rawa Bebek, masyarakat dengan kondisi tempat tinggal
yang baru dan tentunya keadaan kebersihan lingkungan yang berbeda dengan Pasar
Ikan, membuat Masyarakat Eks Pasar Ikan harus beradaptasi dengan lingkungan
barunya. Lingkungan perumahan yang bersih membawa masyarakat beradaptasi
dengan lingkungan yang bersih, sehingga pola hidup masyarakat terhadap
kebersihan ikut menyesuaikan dengan lingkungannya.
Kini Masyarakat Eks Pasar Ikan dihadapkan dengan lingkungan fisik yang
bersih, sehingga mereka merubah pola kebiasaanya menjadi hidup lebih bersih dan
sehat juga. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan
baru. Salah satu perubahan perilaku yang dilakukan oleh Masyarakat Eks Pasar
Ikan sebagai adaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan fisik yaitu dengan
membuang sampah pada tempatnya, tidak malas untuk membersihkan area sekitar
rumah dan tempat berdagang, serta menjaga kebersihan tempat-tempat umum. Hal
tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan salah satu informan yaitu Ibu Nur
“iya saya jadi seneng bersihin di sini (read: tempat berdagang/selasar
rusun), gara-gara udah bersih dari sononya kali ya, jadi gaenak kalo kotor”
(Wawancara Ibu Nur, 16 Juni 2017)
Dipertegas oleh pernyataan Ibu Muriyati sebagai informan yang juga berdagang di
selasar Rusunawa Rawa Bebek
“iya lah, saya juga bersihin lantai ini kan namanya banyak orang wara wiri,
jadi lantainya gampang kotor, ya saya bersihin yang bagian saya aja.
Karena petugas kebersihan dari pengelola kan cuma bersihin pagi sama
sore, kalo siang siapa lagi yang bersihin kalo bukan kita?” (Wawancara Ibu
Muriyati, 12 Juni 2017)
64
Para pedagang di selasar Rusunawa Rawa Bebek blok A dan blok B dengan
kesadaran membersihkan tempat berdagangnya agar terlihat lebih bersih, hal ini
semata-mata karena lingkungan rusun yang terbilang bersih, sehingga membawa
perubahan perilaku masyarakatnya menjadi lebih memperhatikan kebersihan.
Walaupun sudah ada petugas kebersihan yang disediakan oleh pengelola Rusunawa
Rawa Bebek, rupanya suasana rusunawa yang bersih membawa perubahan perilaku
masyarakat yang menempatinya. Seperti yang terjadi oleh Ibu Ai yang mengakui
memiliki perubahan dalam pengelolaan sampah. Sebelumnya Ibu Ai mengakui
bahwa beliau sering membuang sampah ke sungai, sementara ketika di Rusunawa
Rawa Bebek sudah tidak melakukan hal tersebut. Berikut pernyataannya.
“di sini buang sampahnya di bawah nih (read: sambil menunjuk tong
sampah besar), terus di bawah sini (read: selasar) juga dibersihin pihak
kebersihan pengelola. Tiap pagi sama sore dipel, jadi kitanya biasa bersih
ikut kebawa jadi suka bersihin lantai bawah juga.” (Wawancara Ibu Ai, 5
Juni 2017)
Selain beberapa pernyataan dari beberapa informan yang penulis dapatkan,
dalam kehidupan sehari-hari yang peneliti lihat selama observasi juga seringkali
peneliti mendapati masyarakat Rusunawa Rawa Bebek yang menjaga kebersihan
seperti membersihkan lantai tempat mereka berdagan g di selasar rusun, seperti
menyapu dan mengepel lantai yang seringkali kotor karena banyaknya orang yang
lewat. Sementara di fasilitas-fasilitas umum rusun seperti toilet umum, mushola dan
RPTRA, penulis selalu mendapati fasilitas tersebut dalam keadaan bersih. Tentunya
kebersihan fasilitas-fasilitas tersebut juga karena partisipasi masyarakat dalam
65
menjaga kebersihan rumah susun, yang tak hanya memperhatikan kebersihan
hunian tetapi juga ikut menjaga kebersihan rusunawa secara keseluruhan.
Kedua, adaptasi terhadap perubahan lingkungan sosial. Sebagaimana telah
disebutkan pada sub bab sebelumnya, Masyarakat Eks Pasar Ikan dihadapkan
dengan lingkungan sosial yang baru. Dalam menghadapi lingkungan sosial yang
baru sama sekali ini Masyarakat Eks Pasar Ikan tentunya harus melakukan adaptasi
dengan tetangga baru. Adaptasi yang dilakukan masyarakat terhadap lingkungan
sosial baru adalah dengan merubah pola interaksi dan membangun hubungan sosial
yang harmonis dengan tetangga baru mereka, di mana hal ini tidak terjadi ketika
mereka masih tinggal di Pasar Ikan
Hubungan sosial yang terjadi di lingkungan Rusunawa Rawa Bebek
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Hubungan
sosial antar penghuni Rusunawa Rawa Bebek bersifat kerjasama dan hubungan
yang bersifat konflik. Contoh hubungan yang bersifat kerjasama dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari antar penghuni. Antara masyarakat relokasi Pasar Ikan
maupun relokasi Bukit Duri yang saling berbaur dan menyatu satu sama lain. Hal
ini disebabkan rasa memiliki kesamaan nasib sebagai masyarakat relokasi. Seperti
yang dikatakan pak Suroso sebagai berikut
“nah ini orang Bukit Duri juga bae nih, kalo kita ada yang kesusahan dia
mau bantu gitu, ya karna sama sama ngerasa warga relokasi kali ya jadi ya
suka tolong menolong. Saya akuin di sini kita jadi lebih solid, jadi saling
ngerti. Bagus sih... misalnya nih kan kita orang Pasar Ikan dulu minta ya
ke pengelola kalo kita harus ditempatin di lantai 1 sama 2, tapi ternyata
orang Bukit Duri ada yang lebih butuh di lantai itu jadinya kita ada aja yang
ngalah” (Wawancara Pak Suroso, 8 Juli 2017)
66
Hubungan tolong menolong dalam kehidupan masyarakat Rusunawa Rawa
Bebek juga tercermin seperti mereka sering berbagi baik dalam bentuk makanan
atau yang lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Mpok Yati sebagai berikut:
“(dengan tetangga di Pasar Ikan) Deket sih deket, cuma ya gitu pada cuek-
cuek banget. Terus antar tetangga juga suka pada berantem, suka pada
sengkek (keras kepala) dah orangnya. Kalo di sini kan ngga, ga banyak
masalah sama tetangga.Tetangga samping saya nih baik banget kalo lagi
masak banyak gitu suka pada ngasih ke tetangga, lah yang di Pasar Ikan
mah ibarat kata ya kita kelaperan juga dicuekin aja.” (Wawancara Mpok
Yati, 20 September 2017)
Senada dengan yang dikatakan oleh Ibu Siti Amini seperti yang diujarkannya
berikut:
“kalau di sini kan kita sama-sama susah ya, jadi ya jarang sih. Tapi ada nih
yang orang Bukit Duri bae bener, nenek-nenek suka ngasih kalau ada
makanan atau kalau lagi masak banyak, kadang saya gaenak ya karena saya
lebih muda terus saya juga boro-boro ngasih ke dia. Bae banget tau, waktu
mau lebaran ngasih daging, suka dianterin, mana daging udah mateng
tinggal makan, ini juga kue dikasih dua toples, saya mah ngga bisa kebeli.
Saya kan jadi gaenak ya, malu soalnya saya gabisa kasih apa apa. Tapi ya
kita juga kalo ada yang minta timun suri yang kemaren hasil panen si bapak
mah ambil aja kalo mau” (Wawancara Ibu Siti Amini, 14 Juli 2017)
Hubungan sosial yang dibangun oleh Masyarakat Eks Pasar Ikan dengan
masyarakat relokasi lainnya semata- mata untuk membangun berbagai pranata yang
hilang dan dengan komposisi masyarakat yang berbeda dengan sebelumnya, maka
Masyarakat Eks Pasar Ikan dan masyarakat penghuni rusun lainnya bersatu menjadi
satu kesatuan masyarakat yang kemudian menata kembali struktur sosialnya.
Kemudian dalam membangun sebuah masyarakat yang utuh, masyarakat rusunawa
harus membangun pranata-pranata sosial yang menjadi struktur masyarakat
tersebut.
67
Dalam membangun hubungan sosial dan melakukan interaksi sosial di
Rusunawa Rawa Bebek, masyarakat eks Pasar Ikan memanfaatkan fasilitas rusun
sebagai sarana untuk melakukan interaksi sosial dengan penghuni rusun lainnya.
Tempat-tempat yang sebelumnya menjadi sarana berinteraksi masyar akat eks Pasar
Ikan yaitu di Pasar Ikan dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Sementara di Rusunawa
Rawa Bebek, masyarakat beradaptasi dengan lingkungan yang baru dengan
menggunakan sarana yang tersedia di rusun seperti RPTRA dan Selasar rusun.
Selasar rusun digunakan oleh masyarakat Rusunawa Rawa Bebek untuk
berkumpul-kumpul atau sekedar berbincang dan bertegur sapa dengan tetangga.
Ketiga, adaptasi terhadap perubahan struktur. Perubahan struktur yang terjadi
di Rusunawa Rawa Bebek, masyarakat melakukan adaptasi dengan caranya
masing-masing. Struktur yang paling jelas berubah yaitu di Rusunawa Rawa Bebek
mereka diharuskan mematuhi aturan membayar sewa rusun dan beberapa
tanggungan lainnya. Berbagai struktur yang ada di Rusunawa Rawa Bebek tersebut
mempengaruhi sistem sosial ekonomi masyarakat karena berhubungan dengan
pengeluaran. Masyarakat Pasar Ikan yang direlokasi ke Pasar Ikan harus memutar
otak untuk menata ulang perekonomian mereka.
Mereka sebagai masyarakat kelas menengah kebawah banyak yang tidak
memiliki pekerjaan tetap, oleh karena itu banyak dari mereka yang mengandalkan
berdagang sebagai mata pencaharian utama mereka. Prinsipnya pedagang selalu
mencari lapak yang ramai pembeli. Ketika di Pasar Ikan, yang dikatakan selalu
ramai 24 jam maka ketika masyarakat berdagang di sekitar maupun di dalam Pasar
Ikan mereka tidak pernah sepi pembeli. Beberapa pedagang di Pasar Ikan yang
68
terelokasi ke Rusunawa Rawa Bebek mengeluhkan omset yang begitu turun tajam.
Contoh kecilnya adalah Nur, dahulunya beliau berdagang nasi dan lauk matang di
sekitar Pasar Ikan, namun dengan berbagai keadaan di Rusunawa Rawa Bebek
membuat Nur memutar otak untuk berdagang di rusun. Berikut penjelasan Nur
“dulu saya di deket Pasar Ikan nya jualan nasi sama lauk mateng gitu, rame
banget dagangan saya, saya sehari bisa habis 7 liter (nasi), ga seharian sih
ya cuma sampe jam 2 siang saya dari pagi, lumayan sehari bisa dapet
300rb. Kalau disini wah saya bingung, apalagi di lajang saya sempet
berenti, ga jualan. Suami saya kan namanya kerja di proyek ya kalau ada
ya ada kerjaan, kalau lagi ga ada ya nganggur. Jadi gapunya modal buat
dagang lagi, terus sempet mau coba dagang nasi tapi ga mungkin karena di
blok F waktu itu saya udah banyak yang jualan nasi udah gitu pada ga laku,
akhirnya saya jadi jualan ini ciki-ciki (red: makanan ringan)” (Wawancara
Ibu Nur, 16 Juni 2017)
Senasib dengan Ibu Nur, beberapa pedagang di Rusunawa Rawa Bebek
mengeluhkan sepi pembeli di rusun, terlebih ketika mereka di rusun tipe lajang.
Oleh karena itu, banyak diantara mereka yang nunggak membayar sewa rumah dan
air. Struktur tersebut membawa dampak pada perubahan pengeluaran setiap
bulannya. Untuk menyesuaikan pengeluaran yang kini berbeda dengan
sebelumnya, masyarakat beradaptasi dengan berbagai cara. Berbagai cara yang
mereka lakukan untuk bertahan hidup di Rusunawa Rawa Bebek, diantaranya
dengan menambah pendapatan keluarga walaupun hal ini terbilang sulit dengan
keadaan rusun yang berbeda dengan Pasar Ikan. Kemudian, untuk tetap bertahan
hidup mereka juga menyiasati beberapa pengeluaran lainnya.Seperti yang dialami
beberapa informan berikut:
“saya di sini kalau ada tetangga yang mau digosokin atau dicuciin
pakaiannya saya lakonin (kerjakan), lumayan buat nambah-nambahin
pemasukan kan. Abis si bapak begitu kan penghasilannya disini turun
69
drastis,sedangkan kita kebutuhannya makin banyak” (Wawancara Ibu Siti
Amini, 14 Juli 2017)
Tidak jauh berbeda, Ibu Ai menyatakan hal serupa:
“bener deh disini berat banget tanggungannya, kita yang biasanya punya
kontrakan sekarang malah ngontrak, kan mikir ya mesti gimana buat
nutupinnya. Makanya saya selain jualan, terima pesenan kue kue juga. Kan
lumayan dapet untungnya” (Wawancara Ibu Ai, 5 Juni 2017)
Pengeluaran rumah tangga Masyarakat Eks Pasar Ikan yang kian bertambah
tidak diiringi dengan pendapatan yang bertambah, justru pendapatan dirasa makin
berkurang. Dalam beradaptasi dengan keadaan tersebut, Masyarakat Eks Pasar Ikan
kemudian menyiasatinya dengan berbagai cara, salah satunya dengan menekan
belanja rumah tangga, seperti yang dilakukan Ibu Siti Amini:
“kalau dulu saya kan belanja seminggu sekali ya, penuhin kulkas. Terus
kalo buat sehari-hari saya paling beli, beli soto atau pecel ayam, paling 35
ribu sekali makan. Kalau disini mah mending masak, lebih irit. Belanja
25rb bisa buat seharian. Terus anak saya kan dapet KJP, kalo dulu KJP
anak saya buat bayaran sekolah waktu di Al-Falah Kalo sekarang kan
sekolah ga bayaran, jadi KJPnya bisa buat beli kebutuhan sehari-hari tau,
bisa dibelanjain ke carefour atau dibelanjain ke sembako murah yang 85
ribu dapet sembako itu loh” (Wawancara Ibu Siti Amini, 14 Juli 2017)
Begitu pula dengan Ibu Nur, agar tetap dapat bertahan hidup di rusun maka
bu Nur menyiasatinya dengan berbagai cara, mulai dari berdagang makanan ringan
yang dirintis dengan modal awal seadanya, kemudian lebih sering menggunakan
KJP untuk membeli kebutuhan pangan daripada kebutuhan sekolah anaknya,
bahkan agar tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan ketiga anak laki-
lakinya, ibu Nur tidak tinggal serumah dengan suami dan anak pertamanya.
Dikarenakan suami dan anaknya bekerja di Pasar Ikan, sehingga mereka lebih
70
memilih untuk tinggal bersama saudara yang tinggal di Luar Batang. Berikut
penuturannya:
“suami saya ga tinggal disini, suami saya di Luar Batang sama anak saya
yang pertama, soalnya pada kerja disana, jadi ketemu seminggu sekali aja.
Saya tiap minggu ke Luar Batang sama anak-anak dari sini naek busway
tuh enak cepet, nanti dari sana saya dikasih uang buat bayar rumah, aer
atau listrik. Kalau uang hasil dagang kan buat muter lagi, keuntungannya
paling buat ongkos sekolah si atip (anak bungsu bu Nur). KJP nya si atip
juga sekarang buat beli sembako murah yang dapet telor, beras, ayam sama
daging. Lumayan kan buat makan sehari-hari” (wawancara Ibu Nur, 25
Agustus 2017)
Hal-hal tersebut yang telah dipaparkan dalam sub bab ini adalah berbagai
pola adaptasi masyarakat dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi,
adaptasi yang dilakukan berupa tindakan masyarakat secara sadar merubah
perilaku, pola pikir dan kebiasaan-kebiasaannya agar dapat menyesuaikan dengan
struktur yang ada di Rusunawa Rawa Bebek.
C. Analisa Penelitian: Refleksi Teori
Analisa penelitian ini menggunakan teori stukturasi yang dikembangkan oleh
Anthony Giddens. Melihat adaptasi dari kacamata teori strukturasi penulis
menggunakan konsep dualitas agen dan struktur. Masyarakat Eks Pasar Ikan
sebagai agen, sementara struktur berupa aturan dari pengelola dan pranata-pranata
yang terbentuk di Rusunawa Rawa Bebek. Sebagaimana telah disebutkan, teori
strukturasi berdasar pada relasi dualitas antara agen dan struktur. Dalam konsep
adaptasi, agen melakukan adaptasi terhadap struktur.
Untuk memahami teori strukturasi Giddens perlu adanya pembagian konsep,
yaitu pertama, dualitas agen dan struktur merupakan pola adaptasi Masyarakat Eks
Pasar Ikan sebagai agen, sementara aturan dari pengelola maupun berbagai fasilitas
71
di rusun sebagai media produksi dan reproduksi struktur yang baru di tempat tinggal
yang baru. Kedua, perubahan sosial yang ditandai dengan struktur memfasilitasi
individu dengan aturan yang membimbing tindakan mereka berupa penyesuaian
diri. Ketiga, ruang dan waktu menciptakan ketertiban dengan cara menjelaskan
lingkungan dan menyusun kehidupan sosial yang diprediksi.
Dualitas agen dan struktur pada masalah ini adalah dalam bentuk agen
beradaptasi terhadap struktur yang berbeda dengan sebelumnya. Sebagaimana telah
disinggung sebelumnya, Masyarakat Eks Pasar Ikan yang kini tinggal dan menetap
di Rusunawa Rawa Bebek dikatakan sebagai agen. Sementara struktur aturan,
berupa aturan-aturan dari pihak pengelola Rusunawa Rawa Bebek dan pranata-
pranata sosial yang terbentuk sebagai struktur sumberdaya. Kemudian Masyarakat
Eks Pasar Ikan sebagai agen beradaptasi dengan struktur tersebut, sehingga untuk
dapat menyesuaikan diri dengan struktur tersebut masyarakat melakukan beberapa
rasionalisasi terhadap tindakan-tindakannya. Seperti menjadi pedagang agar dapat
memenuhi kebutuhan membayar sewa, hal ini dillakukan karena Masyarakat Eks
Pasar Ikan tidak memiliki ijazah SMA sederajat, sehingga banyak dari mereka yang
mengandalkan berdagang dan bekerja serabutan sebagai mata pencaharian utama.
Kondisi di Rusunawa Rawa Bebek nyatanya mendukung Masyarakat Eks
Pasar Ikan untuk berdagang, yaitu disediakannya selasar yang dapat digunakan
sebagai tempat berdagang serta daya beli dari Masyarakat Eks Bukit Duri yang
cukup tinggi. Sehingga pola yang terbentuk adalah Masyarakat Eks Pasar Ikan
sebagian besar menjadi pedagang di Rusunawa Rawa Bebek sementara sebagian
72
besar Masyarakat Eks Bukit Duri sebagai pembeli (Hasil Observasi dan Wawancara
Ibu Nur, 25 Agustus 2017).
Struktur berupa aturan membayar sewa rumah dan aturan menjadi dasar bagi
agen untuk melakukan tindakan berupa penyesuaian seperti menyiasati pendapatan
dan pengeluaran rumah tangga. Masyarakat Eks Pasar Ikan ditandai sebagai
masyarakat relokasi yang merupakan struktur pemaknaan (signifikansi).
Sebagaimana Priyono (2016) menjelaskan bahwa terdapat tiga gugus besar struktur,
yaitu, Pertama, struktur penandaan atau pemaknaan (signifikansi) yang
menyangkut skemata simbolik, pemaknaan, penyebutan dan wacana. Kedua,
Struktur dominasi berkaitan dengan penguasaan yang mencakup penguasaan agen
terhadap struktur. Dalam hal ini Masyarakat Eks Pasar Ikan sebagai agen memiliki
kekuasaan terhadap produksi dan reproduksi sistem sosial yang kemudian
dikatakan sebagai struktur di Rusunawa Rawa Bebek. Ketiga, struktur legitimasi
yang menyangkut peraturan normatif dan terungkap dalam tata hukum. Struktur
legitimasi di Rusunawa Rawa Bebek berupa berbagai aturan dari pengelola dan
sanksi normatif apabila dilanggar yang telah disetujui oleh Masyarakat Eks Pasar
Ikan sebagai agen.
Dalam perubahan struktur yang dirasakan oleh masyarakat eks Pasar Ikan di
Rusunawa Rawa Bebek, struktur yang berupa aturan maupun sumberdaya apabila
dikaitkan dalam tiga gugus besar struktur yaitu struktur signifikansi atau
pemaknaan, struktur dominasi atau kekuasaan, dan struktur legitimasi atau
pengesahan, maka yang terjadi demikian adalah sebagai berikut:
73
Misalnya dalam struktur yang dibuat oleh pengelola berupa menjaga
kebersihan Rusunawa Rawa Bebek. Pemaknaan dari struktur tersebut adalah
Rusunawa Rawa Bebek dianggap sebagai huniah yang bersih dan layak huni.
Sementara dominasinya adalah struktur tersebut memang dibawah kewenangan
pengelola sebagai pemilik kekuasaan di Rusunawa Rawa Bebek. Sementara
struktur legitimasinya adalah aturan tersebut memang secara sah berpedoman pada
perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian untuk struktur yang berupa pranata-pranata sosial yang diproduksi
dan direproduksi berupa pengajian, kerja bakti dan kegiatan gotong royong lainnya
dimaknai sebagai kesepakatan bersama. hal hal tersebut yang menjadikan dasar
bagi agen untuk melakukan praktik sosial. Praktik sosial yang mereka lakukan
sebagai masyarakat relokasi adalah penyesuaian tindakan-tindakan mereka yang
sesuai dengan tempat tinggal mereka saat ini.
Praktik sosial yang dilakukan oleh Masyarakat Eks Pasar Ikan sebagai agen
yang beradaptasi dengan struktur yaitu untuk memenuhi struktur aturan,
masyarakat menyiasati pendapatan rumah tangga dengan membuka usaha
berdagang dan mengatur ulang pengeluaran (hidup lebih hemat) (dilakukan
berdasarkan kesadaran diskursif).
Kemudian merevisi tindakan menjadi hidup lebih bersih dan lebih peduli
dengan lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial (dilakukan
berdasarkan kesadaran praktis dan diskursif), serta mereproduksi sistem sosial
sehingga tercipta sebuah struktur baru (pranata-pranata sosial) melalui sifat struktur
74
memberdayakan (enabling). Struktur dengan sifatnya yang selain mengekang
(constraining) melainkan juga memberdayakan (enabling) membuat Masyarakat
Eks Pasar Ikan memiliki kemampuan untuk mengintervensi pereproduksian
struktur.
Selanjutnya dalam pembahasan Giddens mengenai tiga hal penting yang
mendasari terjadinya tindakan (agensi), disebutkan bahwa terdapat model
stratifikasi agen yang terdiri dari 3 yaitu refleksif monitoring action, rationalization
of action, dan motivation of action (Giddens,1989:6). Ketiga tingkatan agensi ini
yang mendasari terjadinya sebuah interaksi sosial. agensi yang dilakukan oleh
Masyarakat Eks Pasar Ikan berada pada tingkatan rasionalisasi tindakan, di mana
rasionalisasi tindakan ini dibagi menjadi dua tipe kesadaran yaitu kesadaran praktis
dan kesadaran diskursif.
Tindakan-tindakan yang dilakukan agen dalam masalah ini berdasar pada
rasionalisasi tindakan agen yang dilakukan dalam upaya penyesuaian diri.
Mengubah pola hidup dari yang sebelumnya mencerminkan kekumuhan menjadi
lebih peduli akan lingkungan adalah sebuah tindakan yang dilakukan berdasarkan
kesadaran praktis agen, karena tindakan dilakukan begitu saja tanpa banyak alasan
yang dapat dikatakan oleh agen. Sementara tindakan agen seperti menyiasati
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga –menambah pendapatan dengan
berdagang, dan mengurangi pengeluaran dengan hidup hemat—dilakukan
berdasarkan kesadaran diskursif agen karena agen memiliki landasan analitis dalam
melakukan hal tersebut.
75
Pada pembahasan mengenai ruang dan waktu, sebagaimana Priyono
menjelaskan bahwa tindakan bersifat kodrati atau dengan kata lain tidak ada
tindakan tanpa ruang dan waktu. Dalam konsep ruang (locale), di mana setting
ruang digunakan sebagai tempat berlangsungnya interaksi sosial yang dilakukan
secara rutin dan dimanfaatkan untuk melanggengkan komunikasi, dalam hal ini
ruang dan waktu yang terjadi dalam aktivitas sosial Masyarakat Eks Pasar Ikan
telah berbeda, apabila sebelumnya ruang yang digunakan dalam berlangsungnya
interaksi sosial yaitu di Pasar Ikan, Pelabuhan Sunda Kelapa dan Masjid yang
digunakan untuk ruang berkumpul masyarakat. Maka saat ini pada kondisi ruang
yang berbeda, masyarakat melakukan interaksi sosial di selasar rusun, RPTRA, bus
Transjakarta dan aula rusun yang dimanfaatkan untuk kegiatan sosial masyarakat
relokasi.
Dalam konsep waktu, agen memproduksi dan mereproduksi pola-pola
interaksi melalui perjumpaan tatap muka atau dengan kata lain yaitu kehadiran
(precensing). Jadi dalam interaksi sosial yang dilakukan Masyarakat Eks Pasar Ikan
di Rusunawa Rawa Bebek terjadi dalam ruang dan waktu. Dan interaksi menempati
setting tertentu yang berlangsung pada masa tertentu. Yang kini keadaanya berbeda
dari sebelumnya, dalam setting interaksi di Pasar Ikan yang berlangsung pada kurun
waktu sebelum tahun 2015, maka interaksi sosial Masyarakat Eks Pasar Ikan
sebagai masyarakat relokasi menempati setting Rusunawa Rawa Bebek yang
berlangsung pada waktu saat ini.
Selanjutnya dalam konteks perubahan sosial, perubahan sosial dapat
dimaknai sebagai perubahan yang terjadi dalam sistem sosial maupun modifikasi-
76
modifikasi perilaku masyarakat. Sebagaimana Macisionis dalam Stzompka bahwa
perubahan sosial adalah transformasi dalam organisasi masyarakat, dalam pola
pikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu (Sztompka, 2008:5) Oleh karena itu,
berbagai pola adaptasi masyarakat yang berbentuk perubahan pola pikir dan
perilaku termasuk praktik sosial yang dilakukan secara rutin dalam kehidupan
sehari-hari dapat ditransformasikan. Lambat laun, yang kemudian terjadi
memungkinkan sebuah transformasi struktural. Transformasi struktural ini dapat
dikatakan sebagai sebuah proses perubahan sosial.
77
BAB IV
PENUTUP
Pada bab penutup ini penulis akan menyampaikan dua poin penting, yaitu: 1)
Kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian, 2) Saran berupa
anjuran mengenai pemberian kontribusi pada penelitian ini
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah menjawab dua
pertanyaan pada penelitian ini, Pertama, Bagaimana perubahan yang dialami oleh
Masyarakat Eks Pasar Ikan selama di Rusunawa Rawa Bebek?. Kedua, Bagaimana
Pola adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang terjadi yang dilakukan oleh
Masyarakat Eks Pasar Ikan di Rusunawa Rawa Bebek?
Pada pertanyaan pertama, perubahan-perubahan yang dialami oleh
Masyarakat Eks Pasar Ikan pasca relokasi berupa perubahan-perubahan yang
berkesinambungan, perubahan yang terjadi tidak hanya semata-mata perubahan
kondisi fisik lingkungan hidup, dari perubahan lingkungan hidup kemudian diikuti
perubahan pada berbagai pranata sosial dan ekonomi. Apabila merujuk pada konsep
dasar perubahan sosial, maka perubahan yang terjadi pada Masyarakat Eks Pasar
Ikan dapat dikatakan sebagai perubahan sosial. sebagaimana telah disebutkan
bahwa perubahan yang terjadi pada Masyarakat Eks Pasar Ikan mencakup
perubahan pada pranata atau institusi sosial masyarakat. Perubahan-perubahan
tersebut juga menuntut masyarakat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Sebagaimana yang dijelaskan untuk menjawab pertanyaan kedua di bawah ini.
78
Pada pertanyaan kedua, mengenai pola adaptasi yang dilakukan masyarakat
terhadap perubahan yang terjadi, adaptasinya apabila dianalisa dengan teori
strukturasi maka adaptasi merupakan strukturasi (dualitas agen dan struktur).
Konsep-konsep yang digunakan dalam teori strukturasi adalah agen, struktur dan
dualitas agen dan struktur itu sendiri yang terpola dalam ruang dan waktu. Dalam
hal ini yang menjadi agen adalah Masyarakat Eks Pasar Ikan, dan yang menjadi
Struktur di Rusunawa Rawa Bebek berupa aturan (rules) adalah aturan atau tata
tertib yang diberlakukan oleh pengelola terhadap masyarakat relokasi di Rusunawa
Rawa Bebek, struktur berupa aturan tersebut tidak ada dalam struktur masyarakat
Pasar Ikan ketika di Pasar Ikan.
Sementara struktur berupa sumberdaya (resources) yang merupakan hasil
dialektika antara agen dan struktur adalah pranata-pranata sosial yang direproduksi
oleh Masyarakat Eks Pasar Ikan bersama dengan Masyarakat Eks Bukit Duri
sebagai kesatuan masyarakat Rusunawa Rawa Bebek seperti membentuk karang
taruna, pengajian dan berbagai kegiatan lainnya. Sehingga yang terjadi demikian
adalah model adaptasi yang dilakukan oleh Masyarakat Eks Pasar Ikan adalah
model hibridasi, yaitu bentuk penyesuaian diri yang dilakukan dengan merevisi
tindakan namun ada beberapa nilai-nilai yang tetap dibawa. Masyarakat Eks Pasar
Ikan sebagai masyarakat relokasi di Rusunawa Rawa Bebek kerap merevisi
tindakannya contohnya seperti lebih sadar akan kebersihan lingkungan agar sesuai
dengan keadaannya saat ini karena bukan lagi sebagai masyarakat yang tinggal di
permukiman kumuh, menjadi lebih suka bergotong royong dan tolong menolong
dengan tetangga. Menurut teori Strukturasi, Masyarakat sebagai agen pada
79
dasarnya bertindak dengan didasari oleh kesadaran praktis dan diskursifnya. Oleh
karenanya, Masyarakat Eks Pasar Ikan melakukan penataan ulang terhadap
perubahan yang terjadi agar kembali ke keseimbangan.
2. Saran
Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti lainnya, untuk
menyempurnakan penelitian yang sudah ada. Dalam penelitian, penggunaan teknik
dan metode penelitian juga perlu ditambahkan agar penelitian ini bisa berkembang.
Dalam proses penelitian kualitatif penulis menyarankan untuk fokus dalam
melakukan observasi pada proses penelitian, tidak hanya terfokus pada wawancara,
karena dari pengalaman penulis data yang didapatkan dari observasi akan sangat
natural dan sesuai dengan kondisi yang ada. Dalam melakukan wawancara agar
mendapatkan jawaban yang senatural mungkin, maka peneliti harus membangun
rapport dengan informan.
Terlebih ketika peneliti merupakan orang asing dari subjek penelitian, maka
membangun rapport harus lebih ekstra. Selain itu penulis menyarankan dalam
melakukan penelitian harus memperhatikan konsep etic dan emic, dimana etic
merujuk pada pandangan orang luar yang digunakan untuk generalisasi dan emic
menujukkan kerangka berpikir dari subjek peniliti. Karena dengan memahami dua
konsep tersebut, akan memudahkan penulis dalam membuat kerangka berfikir dan
membuat analisa data.
80
Daftar Pustaka
Buku, Jurnal/Artikel, dan Tesis
Henrry, B, dan Priyono. 2016. Anthony Giddens Suatu Pengantar. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia
Giddens, Anthony. 2011. The Constitution Of Society Teori Strukturasi untuk Analisis
Sosial (dialihbahasakan oleh Adi Loka Surjono). Yogyakarta:Pedati.
Giddens, Anthony dan Philip W Sutton. 2014. Essential Concepts in Sociology.
Cambrige:Polity Press
Giddens, Anthony. 1981. A Contemporary Critique Of Historical Materialism. Los
Angeles: University of California Press.
Ritzer, George dan Douglas J Goodman. 2004. Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai
Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Wirawan, I. B. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi
Sosial dan Perilaku Sosial. Jakarta:Kencana
Piotr, Sztompka. 2008. The Sociologi of Change (dialihbahasakan oleh Alimandan).
Jakarta: Prenada
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta
Cresswell, Jhon W. 2016. Research Design (Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif,
dan Campuran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Neuman, W. Lawrence. 2013. Metode Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif (dialihbahasakan Oleh Edina T. Sofia). Jakarta: Indeks.
Adisasmita, Rahardjo. Pembanguunan Kawasan dan Tata Ruang. Graha Ilmu:
Yogyakarta. 2013
Suparlan, Pasudi. 2003. Pembangunan dan Kemiskinan. Vol. 5. Jurnal Polisi
Indonesia
Wiroto, Dondick Wicaksono. 2010. Agen dan Struktur dalam Sektor Informal: Reproduksi
Pedagang Kaki Lima (PKL) Melalui Interaksi Antar Kelompok Kepentingann
[tesis]. Universitas Indonesia
Nurrazaman, Rifki. 2016. Relasi Agen dan Struktur Pada Perubahan Sistem Kerja (Studi
Kasus Sistem Absensi Elektronik Fingerprint pada Dinas Pendidikan Provinsi DKI
Jakarta) [skripsi]. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Sarwindah. 1995. Pola Adaptasi Penghuni di Lingkungan Permukiman Rumah Susun.
[Tesis]. Universitas Indonesia.
81
DOKUMEN DAN SURAT KABAR
UPRS Rawa Bebek, Perjanjian Sewa Bagi Penghuni Satuan Rumah Susun Sederhana
Sewa. Nomor : /-076. 43. Dokumen. 2017
UPRS Rawa Bebek. Data BLUD Rawa Bebek. Tahun 2017
Wicaksono, Bayu Adi dan Fajar Ginanjar Mukti. “Tujuan Ahok Menggusur Warga dari
Luar Batang”. Diakses dari http://metro.news.viva.co.id/news/read/759212-
tujuan-ahok-menggusur-warga-dari-luar-batang pada 13 April 2017 pukul
17.00
Alsadad, Rudi “Ahok: Jauh Tidak Manusiawi Mengajari Rakyat Salah Demi Menang
Pilkada”. Diakses pada 28 September 2017 pukul. 18.55 dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2017/01/13/21531961/ahok.jauh.tidak.man
usiawi.mengajari.rakyat.salah.demi.menang.pilkada
Tambun, Lenny Trisia. “Selama Menjadi Gubernur DKI, Ahok Telah Lakukan 12
Penggusuran”. Diakses pada 17 Oktober 2017 Pukul 13.55 dari
http://www.beritasatu.com/megapolitan/389284-selama-menjadi-gubernur-dki-
ahok-telah-lakukan-12-penggusuran.html
Pratiwi, Priska Sari. “Riwayat Kampung Akuarium, Penelitian Hingga Penggusuran”.
Diakses pada 27 Oktober 2017 Pukul 01.01 dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160415192424-20-
124299/riwayat-kampung-akuarium-penelitian-hingga-penggusuran
Alexander, Hilda B. “Pasar Ikan dan Luar Batang, Riwayat "Batavia" dengan Karakter
Beragam” Diakses pada 11 januari 2018 pukul 14.00 dari
https://properti.kompas.com/read/2016/04/15/123207421/Pasar.Ikan.dan.
Luar.Batang.Riwayat.Batavia.dengan.Karakter.Beragam
Jamil, Ahmad Islamy. “Melihat Rusunawa Rawa Bebek Dari Dekat”. Diakses pada
tanggal 2 November 2017 Pukul 13.15 dari
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-
nasional/16/10/29/ofrqau361-melihat-rusunawa-rawa-bebek-dari-dekat
lxxxv
Lampiran
Pedoman Wawancara
I. Sewaktu di Pasar Ikan
1. Sejak kapan tinggal di Pasar Ikan?
2. Bagaimana awal mulanya tinggal di Pasar Ikan?
3. Bagaimana kondisi lingkungan rumah di Pasar Ikan?
4. Bagaimana mata pencaharian masyarakat Pasar Ikan?
5. Bagaimana hubungan dengan tetangga di Pasar Ikan?
6. Bagaimana kegiatan gotong-royong di Pasar Ikan?
7. Bagaimana kegiatan keagamaan di Pasar Ikan?
8. Bagaimana pergaulan anak dan remaja di Pasar Ikan?
9. Bagaimana perasaan anda tinggal di tanah ilegal dalam arti melanggar hukum?
10. Bagaimana perasaan anda ketika dikatakan sebagai masyarakat yang kumuh?
II. Perubahan di Rusunawa Rawa Bebek
1. Bagaimana perasaan ketika direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek?
2. Apa yang dirasakan ketika tinggal di Rusunawa Rawa Bebek yang jelas legalitasnya
dan layak huni?
3. Apa saja perubahan yang dirasakan?
4. Adakah sebuah kebiasaan yang hilang?
5. Apakah mendapat bantuan/subsidi dari pemerintah?
6. Bagaimana dengan kepengurusan RT dan RW di Rusunawa Rawa Bebek.
7. Adakah aturan atau norma baru yang ditetapkan oleh masyarakat Rusunawa Rawa
Bebek?
III. Respon Terhadap Perubahan
1. Apa yang dilakukan dalam menghadapi perubahan lingkungan rumah?
2. Apa yang dilakukan dalam menghadapi perubahan mata pencaharian?
3. Apa yang dilakukan dalam mengahadapi tetangga dan orang-orang baru?
4. Bagaimana hubungannya dengan tetangga baru? Khususnya dari Bukit Duri?
5. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap aturan-aturan dari pengelola?
6. Bagaimana perasaan anda dalam menerima fasilitas dan bantuan/subsidi yang
diberikan untuk penghuni Rusunawa Rawa Bebek?
lxxxvi
TRANSKIP WAWANCARA
INFORMAN 1
Kepala UPRS Rawa Bebek: Nuri Sawitri S.E
Rusun Bujang Lajang Rawa bebek, 24 maret 2017
Penulis : Ada berapa Kepala Keluarga yang direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek?
Ibu Nuri : kalau dari Pasar Ikan ya sekarang ada 185 KK, total semuanya ada 561 KK
Penulis : yang direlokasi ke sini, apakah hanya dari Pasar Ikan dan Bukit Duri bu?
Ibu Nuri : ada yang dari kali krukut juga, tapi ngga banyak. Yang paling banyak Bukit Duri, baru
Pasar Ikan
Penulis : Rusunnya dibentuk tahun berapa?
Ibu Nuri : tahun 2015
Penulis : saat ini ada berapa blok?
Ibu Nuri : sekarang ada 10 blok, yang rusun bujang lajang ada 6 blok, dari blok A,B,C,D,E sama
F, sama ada blok burung ada 4 blok, itu blok Merpati, gelatik, cendrawasih sama merak,
nah itu nanti ada lagi yang blok summarecon itu ada 4 blok. Jadi nanti ada 14 blok. Ada
yang sedang berjalan lagi ini nanti dibangun yang 11 lantai.
Penulis : kalau yang dari Pasar Ikan tinggalnya di sini (rusun bujang lajang) ya bu?
Ibu Nuri : iya untuk sementara, nanti harus pindah ke rusun summarecon itu.
Penulis : emangnya kenapa bu dipindahin bu?
Ibu Nuri : ya karena di rusun bujang lajang ini kan tipe studio jadi itu tipe 24 ya ukurannya hanya
6x4 meter, kalau di rusun summarecon itu nanti rusun keluarga, tipe 36 ukurannya 6x6
meter jadi ada kamarnya dua. Kalau rusun bujang lajang kan memang diperuntukan
untuk pekerja yang belum berkeluarga, jadi terlalu kecil kalau untuk keluarga
Penulis : oh jadi nanti rusun yang ini buat lajang aja bu?
Ibu Nuri : iya untuk lajang, karena ini kan peruntukannya memamng untuk pekerja ya, lajang
tapi bekerja hehe. Jadi nanti yang dari Pasar Ikan dan krukut yang sekarang nempatin
rusun lajang harus pindah di rusun yang baru bergabung dengan relokasi Bukit Duri
yang sedang proses penggusuran tuh tau kan?
Penulis : oh begitu bu, oh iya bu Rusunawa Rawa Bebek dibentuk emang untuk warga relokasi
atau gimana bu?
Ibu Nuri : tidak hanya untuk warga relokasi ya, tapi memang ini rusunawa yang juga menjadi
salah satu rusun tujuan untuk relokasi
Penulis : harga sewa berapa?
Ibu Nuri : kalo di rusun lajang itu 450, kalau untuk yang relokasi itu 300.000 jadi sama tuh semua
lantai, karna di sini kan pakai lift. Nah kalau nanti di summarecon beda-beda setiap
lxxxvii
lantainya, semakin atas semakin murah. Setiap lantainya beda 50.000. yang lantai 1 nya
303.000. di luar listrik dan air.
Penulis : oh begitu bu, ini Rusunawa nya dibawah kepengelolaan pemprov atau gimana bu?
Ibu Nuri : di bawah dinas perumahan, ini tanahnya ya tanah pemprov
Penulis : di sini sarana dan prasarana serta fasilitas nya apa saja bu?
Ibu Nuri : kalau di sini fasilitasnya kita sediain ada tempat tidur tingkat, ada meja 2 sama lemari
1. Tapi kalau di rusun summarecon itu kosong. Tapi banyak sarana yang
menunjangnya, di sana di lantai bawahnya kita sediain buat yang mau jualan ada
kiosnya dengan harga sewa yang cukup murah ya, ada aula juga, ada hunian buat yang
lansia atau difable ya jadi ngga usah naik tangga, terus udah ada puskesmasnya juga
di sana, ada pertpustakaan, ada paud sama ada lapangan basket, futsal juga, dan nanti
akan dibuatkan ruang terbuka hijau juga ya
Penulis : wah lengkap banget ya bu, terus bu di sini tuh banyak aturan dan tata tertibnya ga
sih?
Ibu Nuri : aturan dan tata tertib pasti ada ya, di setiap perjanjian sewa rusun ada tata tertib
sebagaimana hak dsan kewajiban penghuni rusun yang harus dipenuhi ya. nanti minta
sama ara datanya
Penulis : oh iya baik bu, tapi kalau aturan-aturan yang tidak tertulis di sini apa aja tuh bu yang
selalu dihimbau sama pengelola?
Ibu Nuri : ga banyak sih ya, karena kan bukan keinginan mereka juga untuk tinggal di sini.
Mereka terpaksa ke sini dan mengikuti aturan dan tata tertib yang berlaku di sini jadi
kita juga mau banyak menekankan aturan jadi ga enak ya. Tapi karena kalian tinggal
di rumah kita ya umpamanya, jadi kalian harus ikutin bagaimana aturan kita, yang
paling sering kita himbau itu ya untuk tidak menunggak sewa ya, walaupun kita ngerti
bagaimana sulitnya mereka di tempat baru tapi kan itu kewajibannya. Terus kita juga
sering menghimbau agar menjaga kebersihan dan keindahan rusunnya ya, ini rusun
baru kan sayang kalau nanti rusunnya jadi jelek karena ga dirawat sama penghuninya.
Penulis : oh di sini dituntut untuk hidup bersih juga ya bu?
Ibu Nuri : iya jadi masyarakatnya ngga Cuma dipindahin rumahnya aja tapi dibangun juga
karakter masyarakatnya biar peduli lingkungan
Penulis : oh selain itu bu, ada pemberdayaan lainnya juga bu di sini?
Ibu Nuri : oh iya ada kita nanti akan adain pelatihan membatik sama pelatihan tata boga. Kalau
di sini yang udah berjalan waktu itu kita adakan budidaya lele sama tanaman hidroponik
ya kemarin sudah panen.
Penulis : oh seperti itu bu, kalau pengelola di sini membentuk organisasi untuk masyarakat
rusun ga bu?
Ibu Nuri : di sini ada organisasi GKI yaitu gerakan kepedulian indonesia yang berkolaborasi
sama Pemprov melalui Dinas perumahan untuk memberdayakan warga rusun
Penulis : oh contohnya memberdayakan seperti apa tuh bu?
Ibu Nuri : oh kalau untuk saat ini memang belum ya, nanti akan diaktifkan ketika semua warga
relokasi sudah pindah ke summarecon. Jadi nanti akan membuat kegiatan-kegiatan
lxxxviii
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat khususnya dari anak-anak ya di
RPTRA. Cuma kan kalau sekarang RPTRA nya belum dibangun
Penulis : oh begitu bu, kalau organisasi organisasi dari masyarakatnya seperti karang taruna
ada ga bu?
Ibu Nuri : oh kalau setahu saya ada ya, di sini sudah mereka bentuk, dan cukup aktif terlebih
dalam kegiatan seperti 17 agustusan. Tapi nanti mungkin akan berubah lagi ketika
sudah bergabung dengan Bukit Duri karena kan mereka akan tinggal bersama jadi ga
bisa itu karang taruna dari Pasar Ikan saja atau dari Bukit Duri saja, sebisa mungkin
kita satukan. Oh iya itu satu lagi yang akan kami hambau terus ke warga relokasi,
karena nanti mereka akan tinggal dalam satu blok maka mereka harus menjaga
keharmonisan antar masyarakat Rusunawa Rawa Bebek.
Penulis : oh iya ya bu takutnya nanti ada sentimen atau konflik antar kelompok, nah kalau untuk
kepengurusan kependudukannya gimana bu?
Ibu Nuri : oh untuk RT dan RW nya ya?
Penulis : iya bu di sini masuknya kelurahan cakung ya bu?
Ibu Nuri : iya kelurahan cakung, Rwnya di sini RW 17. Kami kasih mereka kebebasan untuk
memilih siapa ketua RT dan ketua RW nya, karena yang mengetahui karakter mereka
ya hanya masyarakat itu yang tau. Nanti juga kan mereka bergabung sama Bukit Duri
jadi nanti mereka harus bermusyawarah dulu.
Penulis : oh jadi ngga ditentuin sama pengelola ya bu siapa ketua RT sama ketua RW nya?
Ibu Nur : oh iya kita nggak nentuin, kita Cuma menyediakan fasilitas-fasilitas berserta tata tertib
yang berlaku
Penulis : tapi di sini suka ada keluhan ga bu?
Ibu Nuri : wah banyak, bukan ada lagi
Penulis : gimana menyikapi laporan atau keluhan itu bu?
Ibu Nuri : . Banyak mereka yang ngeluh ga bisa bayar karena mereka jadi ngga kerja semenjak
di sini karena untuk kerja di Pasar Ikan terlalu jauh dan memakan waktu apalagi naik
transjakarta banyak sekali transitnya. Makanya nanti untuk tindak lanjutnya kami akan
sediakan juga Transjakarta yang langsung jurusan Pasar Ikan, jadi dari sini langsung ke
Pasar Ikan, jadi buat yang mau ke Pasar Ikan kita permudah. Intinya mereka di sini
kami kasih kehidupan yang layak.
Penulis : oh itu sebagai bentuk perlakuan istimewa untuk warga relokasi bukan bu?
Ibu Nuri : ya bisa jadi, karena pemprov tidak lepas tangan begitu aja terhadap warga yang
direlokasi. Karena mereka juga kan ngga dapet kompensasi atas penggusuran, jadi
waktu awal di sini selama 3 bulan gratis biaya sewa rusun, kemudian sewa rusun yang
seharusnya Rp.450.000 disubsidi menjadi Rp.300.000, terus untuk anak-anak mereka
pun di sini semua dipindahinnya ke sekolah negeri kalau negeri kan ngga kena bayaran
ya.
Penulis : oh jadi benar-benar diminimalisir pengeluaran mereka ya bu... tapi saat ini banyak
yang nunggak bu?
Ibu Nuri : banyak hahaha ya begitu kan alasannya mereka ngga ada pekerjaan, mereka dagang
sepi
lxxxix
Penulis : oh tapi ada sanksi nya ga bu buat yang belum bayar?
Ibu Nuri : ya paling kena denda kan untuk yang belum bayar, ga banyak sih dendanya Cuma
6000 hahaha, tapi nanti juga kita kasih SP (surat peringatan) 1, terus SP 2 terus baru
kita sidak.
Penulis : oh kalau untuk pelanggaran tata tertib dan aturan yang lain bu itu ada sanksi tegasnya
ga bu?
Ibu Nuri : ya ada misalnya menggangu keamanan rusun ya bisa kita cabut perjanjian sewanya
Penulis : oh begitu ya bu, nah kalau soal keamanan nanti di summarecon akan ada sistem
keamanan yang dikelola sama pengelola atau biarkan masyarakat membentuk sendiri
bu?
Ibu Nuri : oh itu kita sediakan, nanti akan kita sediakan security yang akan berjaga 24 jam di
rusun
Penulis : kalau untuk kebersihannya bu bagaimana bu?
Ibu Nuri : kebersihan juga di sini kita yang atur, ada dari dinas kebersihannya yang akan
mengambil sampah di bak sampah di lantai bawah yang telah disediakan, kalau
warganya tinggal buang sampah dari atas itu nanti ada bak sampahnya. Terus untuk
kebersihan lainnya juga seperti yang saya katakan tadi kita minta ke warganya untuk
tetap menjaga kebersihan dan keindahan, walaupun di sisi lain ada petugas kebersihan
yang akan kami sediakan untuk membersihkan berbagai sarana dan prasarana yang ada.
Penulis : oh begitu bu, tapi kalau untuk kegiatan-kegiatan yang diadakan masyarakatnya juga
masyarakat memiliki kebebasan bu?
Ibu Nuri : oh iya dong, kami bebaskan mau adakan kegiatan apapun asal positif dan tidak
mengganggu, tidak merusak. Kalau kegiatan seperti pengajian, atau acara 17an kan
bagus jadi ya boleh-boleh aja.
Penulis : nah bu kalau hubungan pengelola sama warga rusun ini bagaimana bu?
Ibu Nuri : oh kita baik-baik aja sama warga relokasi mana pun, kita melayani mereka dengan
baik-baik, kami terima semua masukan, keluhan mereka dan kami sampaikan keluhan
mereka ke pemprov melalui dinas perumahan.
Penulis : wah gitu ya bu, nah bu kan saya akan melakukan penelitian di sini ya bu. Kira-kira
ibu bisa kasih rekomendasi ga bu dua orang siapa yang bisa saya jadiin narasumber bu?
Ibu Nuri : siapa ya? (berfikir sejenak) kalau menurut saya bisa wawancarai pak rais itu yang saya
dengar orang Pasar Ikan milih dia untuk jadi ketua RW nantinya, satu lagi sama ibu
siapa sih itu namanya lupa... (kemudian bertanya ke salah satu staff) “ra itu siapa yang
orang Pasar Ikan yang ibu-ibu yang deket ama lu?”... oh ibu Nuraini. Iya coba aja
wawancarain mereka dulu. Tapi bikin surat izin dari dinas perumahan dulu ya baru
nanti izin kesini lagi.
Penulis : oh iya baik bu, terimakasih banyak ya bu.
Ibu Nuri : iya sama sama, sukses ya skripsinya.
xc
Transkip Observasi 1
Pasar Ikan dan sekitarnya, 19 April 2017
15.15-18.30
Penulis tiba di pasar ikan pukul 15.15, ketika peneliti terlihat kebingungan dimana letak kampung
akuarium ada seorang warga yang bertanya “mau kemana?” kemudian penulis mengutarakan tujuan
penulis yaitu mencari tahu letak keberadaan kampung akuarium dan pasar ikan
“kalau kampung akuarium disitu yang ada motor belok kiri” ujar seorang bapak sambil menunjukan
arahnya
“terimakasih pak” ucap peneliti kemudian berlalu menuju kampung akuarium yang ditunjukan oleh si
bapak
Sesampainya di lokasi yang dahulunya disebut “kampung akuarium”, pandangan saya menyapu ke
seluruh sisa sisa gusuran tersebut. Tepat di depan tempat saya berdiri, terdapat sebuah mushola bernama
Mushola Al-Hijrah dan tepat di di depan mushola tersebut terdapat sebuah panggung kecil dengan
banner bertuliskan “peringatan 1 tahun penggusuran paksa pasar ikan” di panggung tersebut banyak
anak-anak seusia tanggung sedang bercengkrama. Pemandangan lainnya yang terlihhat jelas adalah sisa
sisa reruntuhan bangunan dan, terdapat bangunan-bangunan kecil di beberapa tepat yang terlihat seperti
gubuk terbuat dari triplek dan seng.
Gambar 1 . Panggung peringatan 1 tahun penggusuran diambil pada tanggal 19 April 2017
Gambar 2. Masih terdapat bangunan-bangunan untuk tempat tinggal warga yang memilih
bertahan diatas puing-puing
xci
Menelisik kondisi fisik “bekas” kampung akuarium lebih dalam, terdapat beberapa tenda-tenda yang
dibangun di atas tanah tak bertuan itu. Tak jarang pula peneliti melihat berbagai ungkapan-ungkapan
seperti “kembalikan kampung kami” yang dicoretkan di berbagai tempat seperti tembok-tembok dan
seng ataupun dalam bentuk banner dan spanduk.
Gambar 3. Ungkapan dari warga ataupun berbagai kalangan yang kontra dengan relokasi pasar
ikan
Ketika sedang berjalan menyusuri lebih dalam kampung akuarium yang telah direlokasi, penulis
mencoba mengajak ngobrol seorang ibu yang sedang membakar sampah berupa plastik
Perbincangan antara peneliti dan ibu yang diketahui bernama Wuriani ini membicarakan bagaimana
kondisi pasar ikan sebelum direlokasi, ibu wuriani dengan senang hati menggambarkan kondisi pasar
ikan sebelum direlokasi, menceritakan bagaimana huru hara ketika penggusuran dan bagaimana
reaksinya ketika harus direlokasi.
Setelah berbincang sekitar 30 menit dengan ibu wuriani, peneliti kembali melakukan pengamatan
terhadap kondisi fisik dan sosial warga pasar ikan. Saat itu jam menunjukan pukul 17.00, peneliti
melihat berbagai suasana permukiman kumuh terlebih ketika peneliti mencoba melihat sampan milik
warga yang bekerja menyewakan jasa penyebrangan ke pelabuhan menggunakan sampan.
xcii
Gambar 4. Sampan milik warga sebagai alat untuk mata pencaharian warga pasar ikan
Aroma tidak sedap menyambut peneliti ketika penelit sampai ke tempat sampan-sampan tersebut
“diparkir”, sungai yang masih terhubung dengan laut itu berwarna coklat kehitaman dengan beberapa
sampah berserakan. Bau anyir yang menusuk hidung membuat peneliti tidak nyaman berlama-lama di
sana, jadi peneliti hanya bertanya kepada seorang warga berapa tarif naik sampah dan warga terbebut
menyebutkan “5000 rupiah kalau ke pelabuhan aja, kalau keliling2 saya kurang tahu, tanya orangnya
aja” ujarnya seorang bapak yang berada dalam sebuah perahu berukuran sedang. Kemudian sayaa
bertanya kepada penyedia jasa tersebut, dan pria paruh baya ini hanya menjawab singkat “gocap”
kemudian berlalu dan duduk-duduk bersama warga lainnya di sebuah sampan penghubung antara
kampung akuarium dengan perkampungan seberangnya yang terpisah oleh sungai kecil tersebut.
Waktu sudah semakin sore, peneliti berniat menyudahi pengamatan hari ini. Tak lupa peneliti
mengambil gambar sisa-sisa bangunan pasar ikan yang telah di robohkan satu tahun yang lalu.
Ketika di jalan menuju halte transjakarta, peneliti sempat kepikiran untuk mengunjungi pelabuhan,
karena menurut beberapa kali wawancara peneliti dengan para warga pasar ikan, mereka mengatakan
bahwa pelabuhan cukup berpengaruh terhadap kondisi perekonomian masyarakat pasar ikan. Setelah
mempertimbangkan estimasi waktu, akhirnya peneliti berbelok ke pelabuhan sunda kelapa. Berjalan
sekitar 500 meter dari musem bahari, peneliti sampai di pelabuhan.
Ketika di pelabuhan penulis dihampiri oleh seorang bapak bernama lutfi, pak lutfi awalnya
menawarkan jasa keliling pebuhan naik sampan, tetapi peneliti tolak karena hari mulai petang.
Kemudian terdapat sedikit perbincangan antara peneliti dengan pak lutfi.
Peneliti memulai sedikit bertanya ke pak lutfi “orang pasar ikan banyak pak yang suka ke pelabuhan?”
“banyak, mereka sering ada yang kesini” ujar pak Lutfi
“biasanya ngapain mereka kesini pak?” tanya peneliti lagi
“mereka kan pada jasa sewa sampan kaya saya gini, trus ada juga yang jadi kuli-kuli pelabuhan” jawab
pak lutfi
Tak banyak yang peneliti tanyakan ke pak lutfi karena keterbatasan waktu. Peneliti hanya sekitar 15
menit di pelabuhan, setelah mendokumentasikan suasana pelabuhan, peneliti memutuskan untuk
pulang.
xciii
Transkip Observasi 2
Rusunawa Rawa Bebek, 29 mei 2017
13.00-19.15
Siang itu dikala teriknya matahari, penulis menoleh jam yang tertera di Handphone penulis, terpampang
pukul 12. 55. Sudah bersiap diri untuk turun dari Transjakarta jurusan Penggilingan-Rusun Rawa
Bebek, penulis lupa melihat jam, sehingga penulis pastikan jam 13.00 penulis mulai menginjakan kaki
di Rusunawa rawa Bebek.
“blok A bang blok A” teriak seorang anak laki-laki. Karena banyak penumpang yang turun di Blok A,
penulis memutuskan untuk ikut turun di Blok A.
Setelah bus pengumpan tersebut melaju, penulis melihat pemandangan Rusunawa Rawa Bebek Blok
A. Diikuti menoleh ke kiri dan ke kanan, penulis melihat sebuah bangunan rumah berlapis dengan warna
yang mencolok dan ornamen hiasan betawi menambah keindahan bangunan yang baru dihuni ini.
Sekeliling rusunawa rawa bebek saat itu terlihat begitu gersang dengan masih terhampar tanah-tanah
kosong dan tanah yang sedang dalam tahap awal pembangunan sebuah gedung baru.
Penulis mulai melakukan observasi di Rusunawa Rawa Bebek Blok A dengan melihat-lihat berbagai
fasilitas dan kondisi fisik Rusunawa Rawa Bebek. Tak banyak aktifitas yang dilakukan oleh penghuni
rusun saat itu.
Masuk menyusuri rusun lebih jauh terdapat 4 tower rusun yang saling berhadapan dengan berinisial A,
B, C dan D. Cat yang masih terlihat mentereng begitu mencerminkan bahwa bangunan ini adalah
bangunan yang baru jadi.
Dari keempat blok tersebut, semuanya memiliki fasilitas yang sama. Di lantai dasar rusun masing-
masing memiliki toilet umum untuk laki-laki, perempuan maupun toilet disabilitas. Kemudian terdapat
2 unit rusun untuk lansia, ruangan aula serba guna, ruko yang berjajar sebanyak 8 ruang, ruang
keamanan/ security dan terdapat satu musholla di Blok D.
2 jam berlalu penulis mengamati keadaan keempat blok yang masih sangat sepi. Terlihat hanya satu
atau dua orang yang turun dan kemudian kembali naik ke huniannya. Penulis duduk di sebuah bangku
yang disediakan di selasar Blok A guna menunggu bus pengumpan.
Suasana rusun yang gersang membuat rasa dahaga begitu mengganggu puasa kala itu. Penulis berfikir
mungkin ini alasan rusun ini begitu sepi saat siang hari.
Setelah berperang dengan rasa bosan mengamati Blok A, penulis menyusuri blok yang lain. Sebenarnya
terdapat 3 blok lagi di belakang blok D, yang terkenal dengan sebutan Blok Burung. Disebut blok
burung karena setiap bloknya memakai nama burung seperti blok gelatik, blok cendrawasih dan blok
merpati. Apabila dibandingkan dengan blok A,B,C maupun D, blok burung ini terlihat lebih ramai.
Dari informasi yang penulis ketahui, blok burung ini adalah tempat relokasi masyarakat dari bukit duri
yang lebih dahulu direlokasi. Ketika sedang melihat-lihat ke blok burung ini kemudian penulis disapa
oleh seorang bapak-bapak menggunakan baju koko menuju mushola, ya kala itu adzan ashar sedang
berkumandang
“nyari siapa neng? Celingak celinguk aja” ujar bapak tersebut
Spontan penulis tersenyum dan menjawab pertanyaan beliau “oh ngga pak ga nyari siapa-siapa disini,
Cuma lagi mengamati aja nih pak, kebetulan saya bukan warga rusun pak” jawab penulis dengan
canggung
“oh begitu, mari neng udah iqomah saya solat dulu” ucap si bapak dengan terburu-buru menuju mushola
yang terlihat agak ramai. Sementara apabila dibandingkan dengan mushola di blok D, sangat berbeda
xciv
keadaannya. Karena tak ada seorang pun yang solat di mushola blok D, penulis sampai bingung apakah
ini benar musholla atau bukan? Tapi di dalam ruangan tersebut terdapat karpet yang biasa ada di
musholla maupun masjid.
Kemudian penulis kembali ke blok A, terlihat beberapa pedagang mulai membuka tempat
berdagangnya, membersihkan dan menyiapkan apa yang akan dijualnya. Kemudian penulis
menghampiri salah satu ibu-ibu yang sudah tidak sibuk menyiapkan dagangannya. Setelah beliau
merasa sudah rapih beliau duduk santai menunggu pembeli yang datang. Segera penulis menghampiri
warung beliau, dengan ramah beliau melemparkan senyuman kepada penulis dan menyuruh penulis
duduk di bangku kayu memanjang yang memang disediakan untuk pembeli. Kemudian terjadilah
perbincangan penulis dengan ibu tersebut
“mau beli apa nih? Tapi masih jam segini, buka puasanya masih lama masa mau beli es” ujarnya seraya
tertawa kecil
“iya ibu nanti aja saya belinya, saya numpang duduk dulu ya bu di sini sambil nunggu maghrib” jawab
penulis
“iya gapapa sini aja, masih sepi juga noh yang jualan, ini (kamu) bukan orang sini ya? kayaknya ga
pernah liat dah” tanya ibu tersebut sambil sedikit-sedikit membersihkan etalase
“iya ibu saya dewi mahasiswa uin yang sedang melakukan pengamatan buat bikin skripsi bu di sini,
saya juga mau wawancarain masyarakat relokasi pasar ikan bu” ungkap penulis
“saya dari pasar ikan saya, mau cari siapa emangnya?” tanyanya kembali
“saya sih hari ini mau ketemu pak RW nya bu, namanya pak Rais kalau tidak salah bu, ibu tau ga bu
rumahnya di blok yang mana?” ujar penulis
“oh (terdiam sejenak)... siapa si itu ya Rwnya, iya saya tau tuh Rais Rais itu tapi saya lupa dia bapaknya
siapa sih ya itu nama anaknya” jawab ibu tersebut sambil berfikir dan mencoba mengingat, kemudian
ibu tersebut bertanya ke anaknya yang sedang duduk di bangku untuk menunggu bus “tip itu sapa si
pak RW disini tuh bapaknya sapa ya itu yang cewe temen atip”
“bapaknya sarah?” tanya anaknya untuk memastikan
“nah iya itu rumahnya dimana dia tip?” tanya ibu kepada anaknya
“di blok B lantai 2, tapi atip gatau nomer berapa” jawab si anak
“nah di blok B lantai 2 neng, kesono aja sekarang tuh nanti tanya sama orang blok B kan banyak juga
yang jualan tuh dibawah”
“wah iya bu coba ya saya ke blok B dulu, nanti saya kesini lagi bu, makasih sebelumnya bu” ujar penulis
seraya meniggalkan blok A menuju Blok B.
Ya benar apa yang dikatakan ibu tersebut, kali ini sudah agak banyak pedagang yang membuka
dagangannya dan siap dijual. Penulis menghampiri seorang ibu yang sedang menjaga toko kelontong
dan bertanya kepada beliau dimana rumah pak Rais lebih tepatnya, kemudian dengan ramah ibu tersebut
memberi tahu unit hunian pak rais.
Lalu penulis meuju unit hunian pak Rais, awalnya hanya ingin mencari urutan unit huniannya saja,
namun ada seorang ibu yang menegur penulis dan bertanya saya mencari rumahnya siapa. Tak ragu
saya menjawab sedang mencari rumah pak RW. Tak disangka-sangka ibu tersebut keluar rumah dan
mengetuk hunian pak RW dan mengatakan bahwa ada yang mencarinya.
xcv
Dengan sedikit terkejut, penulis segera menghampiri seorang wanita muda yang ternyata merupakan
istri pak RW. Tanpa sepatah kata yang diucapkan ke penulis, beliau segera memanggil pak RW,
sementara penulis menunggu di depan pintu.
Tak lama kemudian Pak Rais keluar dan melontarkan pertanyaan “oh dari mana nih dek?”
Penulis mencium tangan dan kemudian mengungkapkan maksud dan tujuan penulis untuk meminta
waktu beliau untuk wawancara sekaligus meminta izin untuk penelitian di rusunawa rawa bebek.
Beliau menyuruh penulis masuk seraya berkata “saya mewakili sebagian warga saya di pasar ikan,
belum bisa terima dengan keadaan ini sekalipun ini rumah bagus, cukup mewah tetapi warga saya
sangat terbebani dalam hal masa depan terkait ekonomi itu yang sangat penting. Bisa ditanyakan ke
pengelola siapa sih warga pasar ikan yang sudah tidak ada hutang atau terbilang lunas baik sewa rusun,
air atau listrik. Saya kategorikan yang bisa melunasi itu hanya 10% dari seluruh warga”
Kemudian penulis memulai wawancara dengan transkip wawancara sebagaimana transkip wawancara
informan 2
xcvi
Transkip Wawancara
Informan 2
Wawancara tanggal 30 Mei 2017
Tempat: Rusunawa Rawa Bebek, Blok B Lantai 2
I. IDENTITAS INFORMAN
Nama : Rais
Usia : 45
Status : Menikah
Pekerjaan : Freelance dan Ketua RW
Jumlah anggota keluarga : memiliki 3 anak yang masih sekolah
Ketika di Pasar Ikan tinggal di RT 12
II. TINGGAL DI PASAR IKAN
Awal mula tinggal di pasar ikan?: Dari nenek moyang Pasar Ikan itu sudah ada, ya
udah turun temurun lah. Dari kakek. Ya kita kan orang bugis, dari zaman di sunda kelapa
ada sejarah perahu pinishi ya itu keluarga saya sudah ada disitu. Lahir dan besar di situ,
sebelum pasar ikan padat seperti itu keluarga saya sudah di situ, merantau. Itu kan baru
rame tahun 80an baru banyak pendatang dari mana mana pada dateng.
Pekerjaan ketika di pasar ikan?: tadinya saya kerja di perum, semenjak relokasi
kesini ya udah berenti sekarang saya hanya freelance-freelance aja
Kondisi fisik Pasar ikan yang bapak ketahui?: ya kita tau sendiri lah pasar ikan adalah
sebuah pasar, ya sejenis pasar dan di sekitar pasar ikan itu ada perkampungan-
perkampungan, baik itu perkampungan nelayan atau perkampungan pedagang yang
berdagang di pasar. Ya perkampungan biasa, perkampungan padet, rumahnya banyak yang
dibikin tingkat untuk dikontrakan... permukiman kumuh kata pemerintah, cuma ada yang
ngincar sepertinya untuk dibuat sebuah apartemen, karena itu pasar ikan wadahnya bagus,
aliran airnya banyak. Alhamdulillah ga sebanyak disini nyamuknya, walaupun kumuh. Ya
dibilang kumuh bisa dibilang kumuh juga, ada banyak yang rumahnya berdiri di pinggir
laut, deket pasar juga ada banyak bangunan semi permanen, tapi ga jarang juga kan yang
rumahnya udah bagus, udah dibikin permanen segala macamnya lah. Kumuh bagi
pemerintah tapi mewah buat kami sebagai kelas menengah kebawah
Hubungan dengan tetangga di pasar ikan?: kalau di pasar ikan sih saya biasa aja
ya, berhubungan baik sama semuanya, semuanya dalam arti tetangga-tetangga dekat rumah
saya ya. Kalau disini kan saya RW, ya sama siapa aja jadi kenal, karena disini kan kita
nyampur ya RT berapa RT berapa... pastilah hidup bermasyarakat, dalam hal kerja bakti ya
sudah pasti rutinitas, apalagi pertemuan-pertemuan musyawarah aktif lah, Cuma dalam
bentuk hal pertemuan karena kita hampir 100%, ya saya katakan hanya 3 kepala keluarga
lah yang non muslim, jadi kita selalu mengadakan pertemuan di mesjid2 dalam kegiatan
apapun,seperti karang taruna ada kok... (rutinitasnya) yaa aktif lah aktif, tapi lebih aktif
disini di jakarta timur nih. RW waktu di sana cukup santai ya kerjanya, kalau saya disini
cukup cape (diselingi tertawa)
Pendapatan dan pengeluaran di pasar ikan?
xcvii
(saya pribadi) Alhamdulillah, saya seumur-umur dek, saya pribadi nih dari mungkin saya
mulai ngerti jajan sampe saya punya anak tiga seperti ini.. ee gapunya duit di sini sering
saya ngalamin, seribu rupiah pun gak punya, bayangin punya anak 3, sekolah semua.
Pusing ga?
(kalau masyarakat) : ada sekitar 30% masyarakat yang membuka usaha yang berada di
dalam pasar nya, tetapi ada juga yang berbentuk jasa, tenaga-tenaga. Kan pasar ikan deket
sama beberapa tempat wisata seperti kota tua, sunda kelapa, trus ada wisata-wisata lautnya
ya otomatis ada yang sewain sampan untuk ngantar-ngantar turis segala macam. Jadi disana
kita ngga sulit ya nyari duitnya. Mangkanya kalau dibilang faktor ekonomi itu lah yang
sangat utama, biasanya mah ada aja gitu di hari-hari libur kerjaan mah. Kemudian kan ada
makam-makam di luar batang, nah bisa aja jualan walaupun hanya air mineral ditaruh di
meja ada yang beli. Kalau di sini hari libur ya udah begini aja, lapangan pekerjaan di sini
susah, untuk ngelamar kemana-mana susah karena bersaing dengan yang muda-muda, trus
warga saya juga tidak ada ijazah trus udah tua siapa yang mau nerima?. Nah itu saya sudah
coba usulkan dengan kadis dinas perumahan apabila membutuhkan cleaning service atau
apa tolong lah pakai warga saya. Dengan tidak adanya ijazah ya itu tidak keterima.
Iya (di sini) rumah bagus tapi ngontrak, di sana rumah saya rumah sendiri bahkan punya
kontrakan disini malah ngontrak, di sana omset saya sehari bisa 200-500 ribu perhari saya
dapet. Di sini 50 ribu aja sulit. Ga ada pembeli, siapa yang mau beli disini. Ini aja bulan
puasa biasanya kan rame, tapi ya gini sepi... di sini ya makin sulit, sudah tidak punya
pekerjaan, sewa rusun walaupun dapat dikatakan murah ya hanya 306.000 cuma ya itu aja
biaya lainnya itu seperti listrik dan air . maksud saya tuh tolong deh 1 rupiah pun tidak ada
bantuan untuk saudara-saudara kami warga pasar ikan.... listrik kita kan voucher ya, bisa
400.000, paling minim 250.000 lah. Air pun tidak subsidi tadinya di pasar ikan kita
1200/kubik karena kita kan menengah kebawah dan itu juga subsidi dari pam, disini rumah
milik negara kok ga ada subsidi, 5500/’kubik
III. PERUBAHAN YANG DIRASAKAN DI RUSUNAWA RAWA BEBEK
Bagaimana lingkungan rusunawa rawa bebek?: ya disini rusun ya, rusun yang baru
jadi. Jadinya semuanya masih bagus, sebenernya termasuk murah ya disini lantai 1 dengan
dua kamar hanya 306rb, kamar mandi bagus. Beda sama pasar ikan ya, apalagi banyak
warga saya yang tinggalnya deket kali nah itu rumah dibikin seadanya. Tapi kami nyaman
disana walaupun terlihat tidak layak.
Bedanya tinggal di pasar ikan dengan rusunawa rawa bebek?:Lingkungan
disini sangat berbeda ya sama pasar ikan, ya seperti yang kita ketahui di pasar ikan
itu dekat dengan pasar, rame, deket laut. Ya kalau disini kan beda, Cuma tembok
aja yang kita liatin hehe disini masih sepi juga walaupun banyak yang direlokasi
kesini tapi kalau siang-siang sepi disini orang pada males keluar.
Bagaimana organisasi sosial di Rusunawa Rawa Bebek ?:Ada karang taruna,
aktif dibentuk sejak tanggal 6 juni 2016. berjalan sih, Cuma ya income dari masyarakat
itu ketika kita melakukan sebuah aktifitas yang menggunakan dana, agak terbentur disitu.
Seperti kegiatan-kegiatan 17 agustus ya alakadarnya aja karena cuma dari swadaya
masyarakat aja, tidak ada bantuan-bantuan dari mana mana, termasuk dari pengelola juga
nggak.
Ada pelatihan dari pengelola?: Ada pelatihan membatik untuk ibu-ibu, waktu itu,
namun setelah bu vero udah ga kesini ya udah selesai... banyak sebenernya, pelatihan
bogasari misalnya ya tapi kesananya ga ada kelanjutannya. Saya sih hanya berusaha keras
agar warga saya tidak mengingat kembali apa yang sudah terjadi, pemerintah sudah seperti
xcviii
itu, saya sebagai seorang muslim itu kehendak Allah mungkin lewat pemerintah, kita ga
pernah tau apa yang bakal terjadi. Saya hanya mengharapkan bagaimana upaya2
pemerintah untuk mensejahterakan warga bukan hanya diberikan sebuah wadah, kami
seperti burung yang tinggal di sebuah sangkar yang mewah cuma tidak ada
penghasilan.tidur di tempat kumuh tapi saya bisa tidur nyenyak
IV. KEBIASAAN YANG BERUBAH
Kebiasaan apa saja yang berubah?: 99% berubah, contohnya ya kita dalam hal
lingkungan pasar kalau dalam bahasa sundanya kan ngabuburit ya, kita bicara pas bulan
ramadhan ya. Semua warga berlomba2 untuk mencari sampingan, entahlah jualan cendol,
gorengan, ya takjil lah ya karyawan2 pasar ikan ada aja yang beli. Kedua, disaat seperti ini
kita kan ada di lingkungan laut, kalau orang jakarta pusat, jakarta selatan mungkin
ngabuburitnya ke taman, kalau kita ngabuburitnya ke laut mungkin cari ikan, kerang atau
mancing malemnya kita jual bisa menghasilkan. kalau di sini mati lah, orang laut disuruh
pindah ke rawa-rawa. Jadi ya kalau saya pribadi disini dirumah aja. Mau ngabuburit
kemana disini? Orang puasa pada males naik turun tangga juga kan. Orang pasar disuruh
ke perumahan. Orang pasar yang sehari2nya berniaga, usaha, ya ada ajalah, namanya kita
hidup di lingkungan pantai asal jangan malas untuk bertahan hidup ya alhamdulillah
Penggunaan kjp untuk apa?: kjp tidak semua bisa dapat, karena data dari jakarta utara
semuanya bentrok di catatan sipilnya, orang yang di rawa bebek datanya terhapus semua.
Jadi tidak bisa. Beberapa kali saya ngeluh tapi ya jawabnya sedang diusahakan pak. Kalau
anak saya yang nomer 2 tuh dapat dia KJP, dapat setiap bulannya 100rb dipakai beli
sembako murah buat meringankan kebutuhan lah. Kalau untuk keperluan sekolah dia
gunakan yang setiap 6 bulan dapat 1,2jt cukup lah karna ga bayaran kan sekolah negeri.
Kegiatan-kegiatan masyarakat disini gimana? Seperti pengajian, nurul
mustofa, kerja bakti dan sebagainya?: Kita disini belum dibentuk pengajian ya,
karena nunggu masyarakat bukit duri siapa tau memang sudah ada pengajian jadi
bisa gabung saja. Jangan sampai terpecah pengajian khusus pasar ikan atau bukit
duri. Ini juga kepengurusan masjid dibawah memang saat ini masih pasar ikan yang
mendominasi, tapi kalau bukit duri mau ikut mengurus ya itu lebih baik. Kita gotong
royong melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan.
V. HUBUNGAN DENGAN TETANGGA DI RUSUNAWA RAWA BEBEK
Bagaimana hubungan dengan tetangga saat ini?: : saya disini jadi banyak kenalan
ya, sama warga pasar ikan yang baru saya kenal ya semua baik-baik saja. Kadang suka
cerita-cerita gimana kehidupan disini sekarang, mereka suka mengeluh ya kita sama kan
korban penggusuran juga jadi sama sama ngerasain lah, jadi harus berbaur, jangan sampai
berfikir saya dari pasar ikan, saya dari bukit duri saya dari kali krukut, yang saya tau kalian
warga saya warga rusun rawa bebek karena kalian tinggal di sini bukan di sana. Sebisa
mungkin jangan sampai ada perselisihan yang membuat perpecahan antara warga ini
dengan warga itu sehingga muncul sentimen antar kampung.
Bagaimana hubungan masyarakat pasar ikan dengan masyarakat bukit
duri?: ya berjalan dengan baik, kalau tidak berjalan saya kampleng semua... tapi jarang
sih ya saya ketemu warga bukit duri, karena kan warga bukit duri baru sedikit yang pindah
kesini. Warga bukit duri yang baru loh ya, yang akan tinggal satu blok sama kita di blok
sini. Bukan yang blok burung itu.
Catatan: Pak Rais merekomendasikan penulis untuk mewawancarai Pak Suroso dan Bu
Nuraini dari RT 2 dan Ibu Muriyati dari RT 11
xcix
Transkip Observasi 3
Rusunawa Rawa Bebek, 5 Juni 2017
11.35-17.00
Ya, lagi-lagi penulis tiba di Rusunawa Rawa Bebek pada siang hari. Kali ini mendekati pukul 12.00
penulis tiba di Rusunawa Rawa Bebek. Penulis menggunakan transportasi bus pengumpan transjakarta
lagi untuk dapat sampai ke rusunawa rawa bebek. Ketika di dalam bus pengumpan penulis sempat
berbincang-bincang dengan seorang ibu yang pernah melihat penulis ketika penulis melakukan
observasi di rusunawa rawa bebek tanggal 29 mei lalu.
Ibu tersebut menyapa seraya bertanya pada penulis
“kayaknya kemarenan saya liat eneng, dari bukit duri?”
Penulis sontak menjawab dan juga bertanya “oh nggak bu, saya lagi penelitian di rusun bu buat skripsi
saya, ibu dari pasar ikan ya bu?”
“iya” jawabnya singkat
“di blok mana bu tinggalnya?” tanya penulis untuk melanjutkan percakapan
“di blok C saya, alhamdulillah si sekarang di blok ini (B) udah enak, ada kamarnya, ada dapurnya”
ujarnya memberi tahu
“oh iya sebelumnya di rusun lajang ga ada kamar sama dapurnya ya bu?”
“iya kaga ada, kan bikin orang gabetah ya, mana sepi banget lagi. Pernah kaga ke rusun lajang?”
jawabnya dengan antusias
“iya dulu pernah bu, waktu relokasi pasar ikan masih di lajang hehe”
“nah iya itu tau kan gimana tuh sepinya? Cuman emang enaknya pake lift dia kaga naek turun tangga
dia”
“hehe iya bu ada plus minusnya ya bu... ibu maaf kan ibu orang pasar ikan ya bu, ibu kenal ibu nuraini
ga bu?”
“nuraini yang mana tuh ya? ada dua orang pasar ikan yang namanya nuraini”
Penulis berfikir sejenak, dan kemudian menjawab
“oh itu bu yang dulunya tinggal di RT 2 waktu di pasar ikan, tau ga bu?”
“oh tau saya, orangnya yang kecil suka ada di blok A itu dia”
“oh emang rumahnya di Blok A bu?”
“iya di blok A dia, tapi gatau dah lantai berapanya”
“oh baiklah bu nanti saya tanyain ke warga blok A saja, makasih banyak ya bu”
Percakapan penulis dengan ibu yang tidak diketahui namanya berhenti sampai di situ, karena kala itu
bus sudah tiba di Rusunawa Rawa bebek penulis segera turun di Blok A.
Sesampainya di Blok A yang siang itu terlihat sepi, hanya terdapat satu atau dua pedagang yang
membuka tokonya kala itu. Kemudian penulis bertanya kepada seorang ibu pedagang toko kelontong
c
dan menanyakan unit hunian ibu Nuraini (Ai). Kemudian beliau memberi tahu unit hunian ibu Ai karena
kebetulan beliau merupakan tetangga yang tinggal satu lantai dengan ibu Ai.
Segera penulis mengunjungi unit hunian ibu Ai, menyusuri lantai demi lantai hanya pemandangan yang
sepi dan tak terlihat seorangpun berada di luar unit hunian. Sesampainya di unit hunian yang diberitahu
ibu pedagang tersebut, penulis memastikan nomor unit hunian sudah benar.
Penulis mendapati hunian ibu Ai dalam keadaan kosong, karena penulis telah berusaha mengetuk-
ngetuk namun tidak ada seorangpun yang keluar.Kemudian penulis memutuskan untuk kembali lagi
beberapa jam kemudian. Penulis kembali ke selasar rusun blok A.
Sekitar 15 menit duduk di kursi yang disediakan untuk menunggu bus pengumpan transjakarta,
kemudian penulis memutuskan untuk solat dzuhur terlebih dahulu. Mushola yang bernama mushola Al-
Hijrah itu terlihat sepi. Hanya ada satu orang pria paruh baya yang sedang melantunkan dzikir.
Setelah penulis selesai salat, penulis melihat tak ada seorang pun yang singgah di musholla ini. Sejauh
pengamatan penulis kala itu di mushola, walaupun mushola terlihat baru dan terlihat belum dibentuk
kepengurusannya namun untuk peralatan dan perlengkapan ibadah seperti mukena, Al-Quran, peralatan
kosidah, meja untuk mengaji, speaker dan lain sebagainya sudah cukup lengkap.
Selesai dari mushola penulis kembali ke blok A, sambil menyusuri Blok B dan Blok C yang terlihat
masih begitu sepi.
Dua jam berlalu penulis mengamati hiruk pikuk suasana ramadhan di Rusunawa Rawa Bebek. Beberapa
kali bus transjakarta yang masuk maupun keluar Rusunawa Rawa Bebek pun terlihat sepi. Hanya bus
jurusan Bukit Duri yang masih telihat sedikit ramai, karena memang di Rusunawa Rawa Bebek
sebenarnya lebih banyak masyarakat relokasi dari Bukit Duri.
Kemudian tanpa penulis sadari, terdapat bus jurusan pasar ikan yang berhenti di Blok A dan
menurunkan penumpang. Dari kejauhan terdengar seorang ibu yang teriak “neng tuh yang namanya
nuraeni, yang baru naek noh barusan” teriak seorang ibu ke arah penulis yang sedang duduk.
Ternyata sauara tersebut adalah suara ibu pedagang yang tadi penulis tanyakan unit hunian ibu Nuraini
(Ai), sontak penulis segera berterima kasih dan setengah jam kemudian kembali mengunjungi unit
hunian ibu Ai.
Pukul 15. 36 penulis tiba di rumah Ibu Ai, saat itu dengan keadaan pintu yang terbuka lebar dan terlihat
seorang Ibu bersama anak remaja perempuan di Ruang tamu sedang melakukan aktifitas, penulis
memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuan penulis untuk mewawancarai
beliau.Dengan senang hati beliau bersedia menjadi salah satu narasumber penulis, seraya melakukan
kegiatannya yaitu membuat kotak untuk pesanan kue yang dilakoni Ibu Ai.
Setelah melakukan bincang-bincang yang cukup panjang, akhirnya penulis memutuskan untuk
menyudahi observasi dan wawancara hari ini. Tepat pukul 17.00 WIB penulis meninggalkan Rusunawa
Rawa Bebek. Pemandangan Rusunawa Rawa Bebek yang terakhir penulis lihat sore itu masih sama
seperti sebelumnya penulis ke Rusunawa Rawa Bebek. Terdapat beberapa pedagang yang berjualan,
baik jualan takjil maupun makanan lainnya, tetapi tak begitu ramai pembeli.
ci
Transkip Wawancara
Informan 3
Wawancara tanggal 5 Juni 2017
I. IDENTITAS INFORMAN
Nama : Nuraini (Ai)
Usia : 45
Status : Menikah
Pekerjaan : Pedagang Nasi Uduk, Suami bekerja sebagai security di dekat
pasar ikan
Jumlah anggota keluarga : memiliki 4 anak, 3 yang masih sekolah
II. Kehidupan Di Pasar Ikan
Awal mula tinggal di Pasar Ikan?: saya mah lahirnya di deket mesjid kramat luar batang,
rumah orang tua di luar batang tapi masa mau tinggal sama orang tua mulu. Namanya kita
denger-denger kan di sana ada tanah garap ya udah kita ambil lah karena deket situ juga
ada rumah kakak saya. ya namanya tanah tak bertuan daripada ditempatin buaya mending
ditempatin manusia, dibangun lah udah 15 tahun. Tahun 2000, bangun serentak ada 58
rumah di RT 2...Cuma di kampung akuarium emang banyak rumah kan, mereka ga rela
karena dia bilang dia ada sertifikat kalau kita mah emang ga ada, kalau saya kan pernah
ngadep ke kelurahan saya pernah tanda tangan di atas materai bunyinya begini “gapapa
ngebangun rumah tapi bilamana Pemprov DKI akan pakai tanah itu akan di gusur” itu april
2011. Perjanjian tapi kampung baru doang itu RT 2. Tapikan kita kan kalau di gusur ya
gusur aja tapi masa ga dikasih uang paku. Gitu, saya udah tanda tangan di (kelurahan)
Penjaringan. Nah udah gitu kan banyak yang dijual-jualin, kalau saya kan saya pake sendiri.
Banyak yang dijual, dilimpahin ke orang jadi ngga tau kalau ada janji, kalau saya mah
masih inget kalau saya tanda tangan di kelurahan.
Bagaimana kondisi lingkungan fisik pasar ikan?: ya ga terlalu kumuh sih kalau daerah
rumah saya di kampung baru ga terlalu kumuh, tapi kalau daerah pasar ikan kan kumuh itu
deket pasar gitu . Enak di sini sebenernya ya, kita dipindahin kesini ada bagusnya juga yg
biasanya ga punya wc jadi punya wc. Maksudnya kan kalau orang yang ngontrak kan
wcnya rame-rame, kalau saya kan rumah sendiri. Kan orang di sini banyak yang ngontrak,
ya yang gak punya wc jadi punya dong, yang tadinya kotor dekat kali di sini jadi bersih,
Kan kehidupan disana kan namanya kumuh ya cuma daerah pasar ikan kumuh kan.
Bagaimana hubungan sosial dengan tetangga pasar ikan?
Deket ya deket sama yang satu RT, secara udah 15 tahun kita sejejeran rumahnya ibarat
kata mah. Suka kenal juga sama yg 1 RW, suka ketemu di pasar atau walaupun ga
tetanggaan pasti anaknya sekolah satu sekolahan, suka tegor sapa. Sama orang yang
ngontrak juga deket kan suka beli makanan di kita.Cuma ya kalau permasalahan antar
tetangga mah ada aja.
Aturan-aturan yang berlaku di pasar ikan?
yaiya kalau aturan buat gotong royong antar tetangga itu ada, cuman yaaa kadang-kadang
aktif, kadang-kadang ngga aktif kalau kegiatan mah. Cuman misalkan kayak ngelarang-
larang kayaknya jarang deh. RT sama Rwnya ga peduli masyarakatnya mau gimana juga.
Misalnya kalau anak muda disana suka nongkrong-nongkrong, ada tawuran juga dah...sama
anak muara baru, kemaren ada yang meninggal tuh.. yaa narkoba juga banyakk, ya gara-
cii
gara narkoba. Banyak yang meninggal. Jadi bisa diitung dengan jari nih, setiap satu orang
pasti ada, setiap satu rumah pasti ada korbannya... Apalagi orang mabok, aduhhhh!!!! orang
tempat minumannya di Pasar Ikan. Maksudnya tempat jualannya di situ. Warganya ya cuek
kalau ngga punya anak laki...“ah ga ganggu gua ini” gitu kali ya pikirannya kali ya. Kan
susah ntar kalau dilarang “lu rese lu” gitu, jadi ribut ntar kan, jarang sih ada yang
ngelaporin, orang pada mikirnya gaenak kali ya sama tetangga, dibiarin aja nanti paling
ketauan sendiri. Masing-masing aja lah daripada ntar ribut.
Kebiasaan-kebiasaan masyarakat di pasar ikan?
Namanya di pasar ikan ya orang-orangnya kerjaannya pada dagang aja, disono banyak yang
dagang. Dagang apa aja. Kalo kebiasaan yang paling jeleknya ya itu kita kadang suka males
ya buang sampah keluar, jadi dikit-dikit buang ke kali, kan rumah kita belakangnya kali
buntu tuh.
Terus waktu di pasar ikan juga kita kan namanya ada aja ya duit mah, suka jalan-jalan kita
ke pluit village atau ke manga dua, makan gitu. Atau anak-anak ngajak berenang di ancol,
kan deket tuh ya. kalo malem juga kan disono mah rame terus ya, suka nyari makan kita
malem-malem beli bakso kek atau apa kek deket pasar.apalagi kalo ada pasar kaget, bareng-
bareng suka ke pasar kaget ama tetangga.
III. Kehidupan di Rusunawa Rawa Bebek
Bagaimana lingkungan fisik rusunawa rawa bebek?: enak, di sini rumah idaman.
Rumah idaman kalau di bawah trus ga bayar, ada tamannya. Enak 2 kamar, ada ruang tamu
ya kan? Dapur, nyuci piring nya berdiri, kalau dulu nyuci piring jongkok.
Bagaimana perasaan tinggal di rusunawa rawa bebek? Sejak awal sampai saat ini: :
euhhhh beda banget. Stress lu. Mau kemana-mana ko jauh yah. Dulu kan belom ada
busway. Dulu kan “ya Allah dilempar ke sini sama si Ahok sialan”. Udah gitu pas pindah
di Lajang ga ada dapur kan ya. satu petak doang, dapurnya kan jauh ke depan yang
kerangkeng-kerangkeng itu. Kan keder, kitamah makannya di sono, masaknya mah di sini.
Saya dulu jualan, di sini ngga jualan. Bapaknya dulu 6 bulan tuh dia ngontrak di sana, kan
belom ada busway, seminggu sekali baru pulang, malam minggu baru pulang.Di sini udah
terbiasa tinggal di rusun, sekarang juga saya udah mulai jualan lagi, tapi yang modalnya ga
gede, Cuma yang saya kaget, listriknya mahal. Di lajang listrik sebulan 50rb, di sini 20rb
buat 2 hari, saya juga udh jarang gosok, mesin cuci, kipas angin sama tv doang pakenya,
lampu cuma satu yang saya gunain, kalau abis keluar dr kamar mandi langsung matiin.
Pinter-pinter ngatur duitnya dah disini.
Bagaimana hubungan ketetanggaan di rusun rawa bebek?: nyampur di sini sekarang
tetangganya ga cuma dari pasar ikan, ada dari bukit duri. Jadi kita mah ga ngerasa
tetangganya berkurang ya walaupun yang pasar ikannya cuma dikit tapi kan jadi nambah
dari bukit duri, trus ada yang dari krukut juga, tapi paling banyak bukit duri sih.
Tetangganya baru semua, bareng sama bukit duri kan. terus biar dikata ada yang dari pasar
ikan kan dulu di pasar ikan kita ga tetanggaan, paling tau doang dia siape dia siape trus pas
di sini malah jadi tetangga selantai jadi kenal dah tuh wataknya si ini si itu. Ya baik-baik
ajalah sama aja kaya dulu, sama tetangga yang dulu juga kalo ketemu masih suka ngobrol-
ngobrol ya tapi udah ga sering kayak dulu kan sekarang kita beda blok, jadi jauh aja
berasanya. Jauh karena naek turun tangga kali ya hahaha
Bagaimana hubungan dengan warga bukit duri?: yaaa deket, kita kan yang namanya
sama tetangga yah deket-deket aja lah. Dibikin happy aja, yang penting kitamah ngga
nyolek, yang pentingmah lu baik gua baik.
Adakah kebiasaan-kebiasaan yang berubah?: berubah banyak, kaya temen gua noh
males banget keluar rumah sekarang, sampe gua katain “sombong lu sekarang dirumah
ciii
mulu”, kalo gua kan dagang ya jadi keluar rumah terus, ya ada mulu dah di bawah. Terus
sekarang kan tetangganya banyak orang bukit duri, ngomongnya jadi “gue-gue” jadi kaya
orang betawi tinggal di sini.
Kebiasaan yang udah ilang mah ya buang sampah ke kali, kan ga ada kali disini juga harus
hidup bersih, sayang lah rumah udah bagus begini kan kaya apartemen haha
Sama kita udah gapernah belanja, maen ke mall udah gapernah tuh udah hampir 2 tahun,
ngirit disini mah yang penting cukup makan sama bayar kontrakan. Pake kjp juga sekarang
mah udah bukan buat bayaran sekolah atau beli perlengkapan sekolah, kita lebih mentingin
beli sembako murah yang bisa pake kjp. Karna kan di sini anak sekolah ga bayaran, ongkos
irit karna tiap hari naek bus sekolah, buku udah dari sekolah, perlengkapan paling berapa
sih, ketutup lah sama kjp.
Bagaimana hubungan masyarakat relokasi dengan pengelola?: baik-baik aja sih, lu
tanya nih sama Pak Ara pasti dia kenal ama bu nuraeni. Deket saya sama pak Ara. Cuma
ada beberapa orang yang rese yang ga suka sama pengelola, padahal mah pengelola
pengertian ama kita, harusnya kan kita namanya ngontrak ama pengelola ya kita harus
tunduk ama peraturannya ya, tapi ini mah enak pengelolanya dengerin kita ngeluh
begimana juga terus dicariin solusi kaya kita minta pasar ikan harus di lantai 1 sama 2
dikasih, terus kita minta ketua Rwnya orang pasar ikan dikasih.
IV. ATURAN-ATURAN DI RUSUNAWA RAWA BEBEK
Apa saja aturan-aturan dari pengelola?: banyak di sini mah aturannya, apa coba? Bayar
rusun lah hahaha tapi di sini bagus bikin kita jadi pinter-pinter ngatur duit, gimana sih
caranya hidup hemat kita jadi belajar. Ibarat kata dulu kemana2 naek ojek, naek angkot,
sekarang naek busway gratis, anak naek bus sekolah gratis, tinggal kita nyari duit buat
bayar rusunnya...Terus di sini juga kita diajarin hidup kaya orang bener, ga kaya orang
kumuh gitu dulu kan kita urakan banget kan gua udah bilang ama lu dulu gua buang
sampahnya di kali, lah sekarang kita bersih coy, buang sampah di bak sampah tuh tiap lantai
ada pintu kecilnya, liat kaga lu?...Kalo dari aturan masyarakatnya mah ga ada kayaknya,
cuman itu doang tuh pak RT suka kaga ngebolehin kita begadang-begadang, takutnya
disangka yang aneh-aneh sama pengelola. Kalo di sono mah kita mau begadang sampe
tepar juga lu kaga ada yang ngelarang.
Apakah memiliki pengaruh terhadap kelangsungan hidup masyarakat?: ya itu
masyarakatnya kita jadi lebih teratur aja kalo gua ngerasanya, gua aja biasanya pake daster
kalo jualan, sekarang mah malu tau pake daster, jadi mentingin keindahan gitu hahaha
Bagaimana masyarakat menyikapi aturan-aturan tersebut?: ya bagus ko aturan-
aturannya bikin kita jadi berkembang, berubah ga kaya dulu.
Adakah aturan-aturan yang terbentuk dari dalam masyarakat?: Ya itu doang pak RT
nya rese kita kaga boleh begadang-begadang di sini (lantai bawah), ya gitu lah RT nya jadi
bikin aturan-aturan.
Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan disini bagaimana?: Kalo sekarang udah ada,
pengajian udah ada. Pengajian anak-anak, pengajian remaja ada. Arisan juga ini mau
diadain tau kita yang orang-orang blok A...Iya nyampur semua sama orang bukit duri.
Catatan: Ibu Ai merekomendasikan Mpok Yati untuk diwawancarai.
civ
Transkip Observasi 4
Rusunawa Rawa Bebek, Senin, 12 Juni 2017
13.30-19.00
Hari ini penulis datang lebih siang dari biasanya, kali ini rencana penulis adalah bertemu dengan pak
suroso dan meminta waktunya untuk wawancara. Sama seperti hari-hari sebelumnya, kondisi Rusunawa
Rawa Bebek terlihat sangat sepi. Hanya terdapat pria paruh baya sedang duduk menunggu bus
pengumpan transjakarta di kursi yang disediakan di Blok D tepat di depan ruang keamanan.
Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, kini penulis memutuskan untuk turun dari bus pengumpan
transjakarta di Blok D. Tanpa tujuan yang jelas kala itu karena belum mengetahui unit hunian pak
Suroso. Penulis duduk tepat disamping pria paruh baya tersebut, dan mencoba menegur serta memulai
percakapan
“Nunggu bus ya pak?” tanya penulis dengan lembut
“iya neng” jawabnya singkat
Penulis kembali bertanya “emang mau kemana pak? Ke pasar ikan atau ke bukit duri?”
“ke bukit duri, biasanya cepet nih” jelasnya
“oh bapak relokasi dari bukit duri ya pak?” selidik penulis
“iya tapi masih tahap pindahan ini, rumah (di Bukit Duri) belom dibongkar Cuma udah ngambil rusun
aja daripada keabisan kan” jawabnya dengan semangat
“oh jadi ini belum pada pindah pak yang dari bukit duri ke sini?” ujar penulis
“belom kalo yang saya mah, baru sedikit ini yang ngambil rusun. Orang pasar ikan neng?”
“oh ngga pak ini saya lagi pengamatan aja nih pak disini” jawab penulis spontan
“oh kirain dari pasar ikan” jawabnya seraya melihat jam tangan yang menunjukan pukul 13.45
Penulis akhirnya menyadari bahwa masyarakat relokasi dari bukit duri belum sepenuhnya pindah ke
rusunawa rawa bebek. Penulis seketika berfikir “pantas saja rusun selalu sepi baik di atas maupun di
selasar, ternyata karena unit huniannya belum banyak yang terisi”
Tak lama bus pengumpan yang ditunggu bapak tersebut datang, dan dengan tergesa-gesa pria tersebut
meninggalkan penulis seraya berkata “duluan ya” diiringi dengan senyuman, penulis pun membalasnya
“mari pak”
Kini penulis mecoba menyambangi Blok C yang jarang sekali penulis datangi karena sangat jarang ada
masyarakat yang bercengkrama di Blok C. Ya, hal itu disebabkan di selasar blok B tidak diperkenankan
untuk berdagang, karena di lantai dasar blok C terdapat ruangan pengelola, ruangan kontrol CCTV dan
sebagainya. Namun ketika penulis melihat lebih dalam ruangan pengelola ternyata masih ruangan
kosong, belum diisi. Sehingga pengelola masih bekerja di ruang pengelola yang berada di rusun lajang.
Kemudian penulis kembali mencari tempat yang dapat digunakan penulis untuk duduk. Sambil duduk,
penulis mengamati masyarakat relokasi di rusunawa rawa bebek. Hanya terdapat satu atau dua orang
yang berada di selasar rusunawa rawa bebek. Sebagian besar pedagang memilih untuk membuka toko
atau dagangannya ketika hari mulai sore dan mendekati maghrib.
Pukul 14.37 penulis masih melihat suana rusun yang sepi. Begitu jarang masyarakat yang melakukan
kegiatan “ngabuburit”. Setengah jam berlalu penulis masih di blok D, tak lama kemudian adzan ashar
mulai berkumandang. Dari berbagai blok mulai berdatangan bapak-bapak yang akan menunaikan shalat
cv
ashar berjamaah. Penulis pun segera mengikuti ke mushola untuk juga mengikuti shalat ashar
berjamaah. Terlihat jamaah shalat kala itu hanya satu shaf laki-laki, sementara perempuan tak ada
satupun dari masyarakat rusunawa rawa bebek, sehingga hanya penulis lah jamaah perempuan kala itu.
Setelah itu penulis kembali melihat-lihat di sekitar selasar blok A dan Blok B, mencari tahu apakah
penulis akan mendapati pedagang yang sudah membuka warungnya. Menyapu pandangan ke seluruh
bagian lantai dasar Rusunawa Rawa Bebek blok per blok, penulis melihat salah seorang wanita muda
yang mulai membuka warungnya, setelah dirasa rapi. Penulis kemudian menyambangi warung tersebut
dan membeli dagangannya. Karena pedagang tersebut begitu ramah dalam melayani pembeli, maka
penulis memberanikan diri untuk bertanya-tanya
“ibu maaf ibu relokasi dari pasar ikan bukan bu?” ujar penulis
“oh iya iya saya dari pasar ikan, kenapa gitu?” jawabnya seraya memberikan kembalian.
“ini bu saya mau tanya, ibu kenal sama yang namanya pak suroso ga bu? Dulunya tinggal di RT 2”
tanya penulis
Berfikir sejenak kemudian ibu tersebut menjawab “saya juga dulu tinggalnya di RT 2, tapi saya lupa
pak Suroso yang mana, mungkin kalo istrinya saya kenal, tau ga nama istrinya?”
“wah saya gatau juga bu nama istrinya, Cuma tau nama pak suroso aja... hmm kalau ibu muriyati ibu
kenal ga bu? Dahulunya sih tinggal di RT 11 bu” sambung penulis
“nah ibu muriyati ini samping saya dagangnya, yang orang jawa kan orangnya?” ujarnya
“wah saya kurang tau juga bu orang jawa atau bukan, Cuma tahu dulunya tinggal di RT 11 bu” jawab
penulis
“saya gatau juga ya ibu ini (muriyati) dari RT 11 apa bukan, tapi tungguin aja deh disini coba, bentar
lagi juga buka nih dagangannya.. sini sini duduk” ujar ibu tersebut seraya mempersilahkan penulis
menunggu di kursi yang disediakan warungnya.
Sambil menunggu ibu Muriyati, penulis tetap mengamati masyarakat Rusunawa Rawa Bebek, sampai
pukul 16.00 pun belum banyak pedagang yang membuka dagangannya. Tak banyak juga pembeli yang
datang ke warung ini, sehingga ibu tersebut dapat sesekali meninggalkan dagangannya untuk
mengambil sesuatu di unit huniannya di lantai atas.
Pukul 17.00 penulis belum juga mendapati Ibu Muriyati membuka warung dagangannya, namun tak
lama kemudian tanpa penulis sadari ibu Muriyati datang dan mulai merapikan etalase dagangannya.
“neng itu ibu muriyati udah buka” tegur ibu pedagang yang tadi
penulis segera menoleh ke warung ibu Muriyati, namun dagangannya belum sepenuhnya rapi jadi
penulis menunggu beberapa menit agar tidak mengganggu ibu muriyati yang sedang beberes. Setelah
dirasa ibu muriyati mulai santai, penulis mendatangi ibu Muriyati, tanpa lupa berterimakasih kepada
ibu pedagang yang mempersilahkan penulis untuk menunggu Ibu Muriyati di warungnya.
“ibu maaf jualan gorengan juga ya bu, berapaan ini bu?” sapa penulis
“iya gorengan satu seribu, dua ribu (dapat) tiga” jawab ibu Muriyati kental dengan logat jawa ngapak
“ini Ibu jualan nasi sama lauk matang juga ya bu?” tanya penulis
“iya ni jualan indomie juga” jawabnya singkat
“yaudah ibu saya beli gorengannya sama nasi nanti ya bu setelah berbuka, tapi saya boleh nunggu
maghrib di sini ga bu?” ujar penulis
cvi
“boleh boleh gapapa duduk aja disitu” jawab ibu muriyati seraya membersihkan meja yang akan
digunakan penulis
“ibu maaf sebelumnya, ibu benar ibu Muriyati bu?” tanya penulis
“iya saya ibu muriyati, kenal dari mana sama saya ya?” ujar ibu muriyati dengan sedikit bingung
“ini bu tadi saya tanya sama ibu sebelah itu (seraya menunjuk ibu pedagang samping dagangan ibu
muriyati), saya tanya kenal sama ibu muriyati yang waktu di pasar ikan tinggal di RT 11, lalu katanya
ibu namanya ibu muriyati namun ibu itu gatau ibu dulu tinggal di RT berapa bu” jelas penulis
“oh iya benar saya dulu tinggal di RT 11 deket pasar ikan” jawab Ibu Muriyati memastikan
“oh berarti benar ibu yang direkomendasikan pak RW untuk saya wawancarai bu, jadi kenalin bu saya
dewi, saya mahasiswa UIN yang sedang penelitian disini jadi saya berniat untuk mewawancarai ibu,
ibu bersedia ga bu saya wawancarai?” ujar penulis menjelaskan maksud kedatangan penulis
“wah wawancara apa tuh? Saya kurang ngerti kalo diwawancarain begitu” jawabnya diiringi tertawa
“ini ko bu Cuma mau tanya-tanya pengalaman waktu di pasar ikan bu, tapi maaf bu bukannya saya
berniat untuk mengingat-ingat kan ibu kepada penggusuran” jawab penulis dengan rasa tidak enak hati
“oh boleh boleh kalau itu, wawancara sekarang aja nih sambil nunggu maghrib” ujar ibu Muriyati
mempersilahkan
Maka selanjutnya penulis mewawancarai ibu muriyati, dengan transkip wawancara dilampirkan setelah
transkip observasi ini.
Sekitar hampir 45 menit penulis mewawancarai Ibu Muriyati dengan dibarengi ibu Muriyati melayani
pembeli yang membeli takjil maupun lauk matang untuk berbuka puasa. Setelah selesai mewawancarai
ibu Muriyati dan berbuka puasa di warung ibu Muriyati, penulis segera bergegas dan tak lupa
berterimakasih dengan ibu Muriyati. Syukurlah dengan senang hati Ibu Muriyati diwawancarai dan
memberikan informasi yang cukup untuk penulis.
Penulis segera bergegas ke Mushola Al-Hijrah untuk menunaikan shalat maghrib. Ternyata ketika
penulis sampai di Mushola, shalat maghrib berjamaah belum dilaksanakan. Tak lama setelah penuls
mengambil wudhu, terdengar iqomah menyeru. Penulis melihat pada shaf laki-laki hanya ada 2 shaf,
dan perempuan hanya 6 orang termasuk penulis, 4 orang ibu-ibu dan satu anak kecil berusia sekitar 10
tahun.
Setelah selesai Shalat maghrib, jamaah segera meninggalkan mushola dan tersisa pria paruh baya yang
melantunkan dzikir-dzikir. Matahari sudah terbenam, lampu-lampu di Rusunawa sudah sepenuhnya
menyala. Penulis berjalan menuju blok A, terlihat di blok B mulai sedikit ramai karena terdapat
sekumpulan ibu-ibu yang sedang berbincang dan bersenda gurau. Begitu pula dengan Blok A, anak-
anak kecil yang sedari tadi hanya satu atau dua yang penulis lihat, kini mulai banyak anak kecil yang
bermain di lantai dasar Rusunawa Rawa Bebek. Kemudian dari kejauhan penulis melihat ibu Ai sedang
duduk-duduk dan mengobrol dengan dua orang ibu-ibu. Penulis segera menyapa dan menyalami ibu
Ai. Ibu Ai pun bertanya
“dari mana lu? Tumben ampe malem lu di sini”
“iya nih bu tadi abis dari Blok B sama Blok D, ini juga saya mau pulang bu mau nunggu bus bu” jawab
penulis
“barusan lewat itu bis nya, tapi lu mah turun di walikota doang kan? Bisa naek apaan aja, tunggu aja 15
menit lagi paling keluar, tadi rame disini banyak yang nunggu”
“oh mau pada kemana tuh bu?” tanya penulis
cvii
“biasa pada jalan-jalan, ada yang mau pulang ke pakin juga. Nyampenye jam berapa tuh ye” ujar Ibu
Ai
“ibu kan dulu tinggal di RT 2 ya bu? Ibu kenal pak Suroso ga bu?” tanya penulis ke Ibu Ai sembari
menunggu bus datang
“kenal ini warung bininya, cuman lagi tutup nih warungnya, biasanya mah ada disini dia, pokoknya
yang orangnya item tuh dia” jawab ibu Ai
“kayaknya lagi pulang si ke luar batang dia” sela ibu yang duduk disamping ibu Ai.
“eh iya ini lu waktu itu gua suruh wawancarain nur kan? Ini yang namanya nur” ucap bu Ai ke penulis
Spontan penulis tersenyum dan menyapa ibu Nur yang merupakan rekomendasi dari Ibu Ai, penulis
segera memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud penulis untuk meminta waktunya untuk
wawancara di lain hari
“oh ini ibu Nur? Ibu saya dewi mahasiswa UIN Jakarta yang lagi penelitian di sini, ibu saya mau
wawancarain ibu kira-kira ibu bersedia ga bu? Tapi ngga sekarang bu wawancaranya” jelas penulis
kepada ibu Nur
“ini nur dia lagi penelitian buat skripsinye, mau nanya-nanya gimana kita di pasar ikan dulu. Kan enak
ya di pasar ikan mah rame” sela ibu Ai dengan diselingi candaan
“oh wawancara aja sini, kapan aja saya mah bisa orang saya ada disini mulu. Kayaknya saya juga pernah
ngeliat situ beberapa hari yang lalu, lagi duduk disitu nunggu bus” jawab ibu Nur
“di pasar ikan mah enak lampunya kaga mahal ya nur, bener deh sini pusing sama lampunya doang
mahal banget” sambung ibu Nur dengan berbicara ke ibu Ai dan penulis
Tak lama kemudian, bus yang penulis tunggu sudah datang. Sayang sekali penulis belum bisa
berbincang lebih lama dengan ibu Ai da Ibu Nur. Penulis segera berpamitan kepada keduanya dan
meninggalkan rusunawa rawa bebek.
Catatan: Ibu Nur dan ibu Ai memiliki nama yang sama yaitu “Nuraini” sehingga penulis membedakan
nama panggilan ibu Ai dan Ibu Nur. Oleh tetangga di Rusunawa ibu Ai terkadang dipanggil ibu Nur
juga.
cviii
Transkip Wawancara
Informan 4
Rusunawa Rawa Bebek Blok B, 12 Juni 2017
I. IDENTITAS INFORMAN
Nama : Muriyati
Usia : 45
Status : Menikah
Pekerjaan : Pedagang Nasi dan Lauk Matang, Suami tidak bekerja karena
sakit
Jumlah anggota keluarga : memiliki 1 anak yang sudah bekerja
Di Pasar Ikan tinggal di RT 11, di Rusunawa Rawa Bebek tinggal di Blok D.
II. KEHIDUPAN DI PASAR IKAN
Awal mula tinggal di Pasar Ikan?: : udah lama, saya udah lupa dari tahun berapa. Dari
anak saya masih kecil... awalnya saya pindah, saya ngontrak rumah di situ. terus saya kan
dagang ternyata rame banget, terus karena udah lama di situ akhirnya yang punya
rumahnya jual sama tanahnya ke saya... 35juta. ngga ada (sertifikatnya) sih, tapi dulu jaman
Jokowi kalau penggusuran ada gantinya, orang yg di kolong jembatan atau di empang aja
dapet ganti perkamar 4jt apalagi yang di daratan
Bagaimana kondisi lingkungan fisik pasar ikan?: ya biasa aja kaya rumah-rumah
biasanya. saya deket sama pasarnya sama pelabuhan, : ngga ko ga terlalu kumuh, rumahnya
udah pada permanen. Kalo kumuh yang deket kali kumuh itu. ya (rumahnya) ga bagus-
bagus banget sih, sama ini (rusun) bagusan ini. Ya namanya kita udah nyaman di sana kan
matapencahariannya gampang
Bagaimana hubungan sosial dengan tetangga pasar ikan?: ya kalau soal ngobrol-
ngobrol mah sama kayak disini juga suka ngobrol antar tetangga, disini kalau untuk tempat
tinggal mah enak tapi kalau soal mata pencaharian mah beda... hmm biasa aja sih, ga terlalu
yang deket-deket banget sama tetangga, paling tetangga nongkrong di warung saya yaudh
ngobrol-ngobrol biasa lah sama kaya di sini, Cuma kalo di sini kan kita lebih banyak curhat
curhat misalnya lagi susah nih cerita di sini ngumpul-ngumpul, terus nanti mah ada yang
bisa bantu jadinya dibantuin, jadi ya sama sama ngerasain jadi korban gusuran
Aturan-aturan yang berlaku di pasar ikan?: : ngga sih, jarang ada yang ngelarang-
ngelarang di sana mah, masing-masing aja sama anggota keluarganya. Beda loh sama di
sini, kalo di sini mah ada perjanjiannya. Pas perjanjian sewa gak boleh bawa narkoba nanti
kita bisa diusir. Kalo di sana punya rumah sendiri siapa yang mau ngusir?.. ya pokoknya
cuek-cuek aja, yang penting kerja nyari uang bisa buat makan. Ga ngurusin orang lain
Pendapatan dan pengeluaran di Pasar Ikan?: iya rame dagang di sono mah, ya sekitar
3 sampai 5 juta, jarak 5 tahun aja saya udh bisa bangun rumah. Kalau di sini mah boro-boro
3 juta... iya sama jualan ini (nasi dan lauk matang) juga, pokoknya bagusan di pasar ikan
lah, kan disana banyak kuli-kuli pelabuhan terus makan nya di tempat saya. jadi lebih
ramai disana dagangan lebih laku. Udah gitu semuanya murah, mau belanja deket sama
cix
pasar tinggal jalan kaki... di sini lebih murah sewa rumahnya, tapi listriknya lebih mahal
karena ini wattnya 1300. Kalo di Pasar Ikan kan kita ga mikirin bayar (kontrak rumah) tiap
bulan, bayar listrik sama aer mah ga banyak
Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan di Pasar Ikan?: ga ada, ga pernah ada gituan
(organisasi pemuda atau majelis masjid) di sono mah anak muda cuek-cuek aja... ga ada
tuh, ga pernah ada acara apa apa sih waktu saya tinggal di sana. 17an juga ga rame di RT
saya ga ngadain apa apa. Saya mah sibuk dagang aja seharian, di sini ada kegiatan-kegiatan
ngebatik gitu juga ga ikut-ikutan.
III. PERUBAHAN YANG DIRASAKAN DI RUSUNAWA RAWA BEBEK
Perubahan yang seperti apa terkait lingkungan fisik? : di sini mah bagus rumahnya,
ada kamar dua, kalo di lajang kan ga ada kamarnya, Cuma sepetak doang. Kalo pasar ikan
mah rumahnya ga sebagus-bagus di sini
Apakah tetangganya berubah?: ya lain-lain lagi, tetangga saya banyak yang di marunda,
banyak yang ga dapet rusun juga. Kalo di sini tergantung kocokannya, pas di lajang kita
udah beda tetangga semua RT dicampur, terus di sini tetangga yang di lajang mencar-
mencar di blok yang beda-beda. Ya bagusnya tetangganya jadi banyak,nanti ada yang dari
bukit duri juga... iya, dulu kan saya sama dia (menunjuk pedagang sebelah tokonya) bukan
tetangga, emang sama sama dari pasar ikan, tapi jadi tetangga mah baru pas disini kita satu
blok. Di sini juga rame karena bakal ditambah lagi yang dari bukit duri, ini yang bukit duri
belom semuanya aja pindah kesini.... ya banyak lah, rumahnya beda, tetangganya beda,
penghasilan di sini sama di Pasar Ikan beda banget..
Bagaimana tata tertib sebagai penghuni rusun, baik dari pengelola maupun ke
masyarakatnya?: kalo di sini mah ada perjanjiannya. Pas perjanjian sewa gak boleh bawa
narkoba nanti kita bisa diusir. Kalo di sana punya rumah sendiri siapa yang mau ngusir?...
. Di sini rumah bagus fasilitas lengkap tapi kan bayar, kalo di sana kan engga... subsidi
listrik diputus, di sini pakai listriknya yang 1300 watt, kan pakai token ya jadi mahal,
pengeluarannya gede buat listrik. saya 50rb buat 5 hari sebulan berapa tuh? kalau gitu
boro-boro buat bayar rusun. Belom lagi aernya 5500/kubik nya di sini. Kalau di pasar ikan
listrik sama air murah, rumah sendiri ga ngontrak.... (soal kebersihan) pengelola selalu
negesin biar jaga bareng-bareng rusunnya, tuh di tembok-tembok juga dipasangin
peringatan biar jaga kebersihan. Kalo di Pasar Ikan mana ada kan suka suka kita, mau
rumah kita bersih atau ngga namanya rumah sendiri mikirnya, kalo ini kan kita ngontrak
sama orang jadinya.
IV. ADAPTASI YANG DILAKUKAN TERHADAP PERUBAHAN
Adaptasi terhadap lingkungan rumah yang baru?: : sama aja sih, paling jadi males
keluar kalau saya udah naek ke atas ya udah di atas aja, males kemana-mana. Terus kalau
dulu nyuci baju bisa setiap hari, sekarang jadi berapa hari sekali, karna kan saya ga bisa
naek turun rusun terus saya harus jagain ini sedangkan rumah saya di blok D, jadi nyucinya
sekalian banyak biar hemat aer juga. jadi kalo selama di sini kita jadi ngatur duitnya jadi
irit banget, biasa kemana-mana naik ojek sekarang naik bus biar ga ongkos. Setiap harinya
mikirin buat bayar rusun dulu yang penting.
Adaptasi terhadap tetangga baru?: : ya masing-masing aja, kita sama tetangga ya Cuma
tegor menegor sama tetangga baru, gamau nyari masalah lah sama tetangga
Adaptasi terhadap aturan dan tata tertib baru?: ya keberatan, tapi mau gimana kan kita
yang harus ngikutin. ya kita taat aturan, kalau pengelola bilang ini kita ikutin selagi itu baik
buat kita, cuma sayangnya di sini subsidinya itu kenapa harus diputus, udah ga ada bantuan,
kita di sini dagang sepi jadi kita yang harus mikir gimana buat muterin modalnya, mikirin
gimana kurang-kurangin pake listrik sama aer buar ga mahal bayarnya
cx
Transkip Observasi 5
Rusunawa Rawa Bebek Blok A, Jumat 16 Juni 2017
10.00-18.30
Hari ini penulis tiba di Rusunawa Rawa Bebek sedikit lebih pagi, tepat pukul 10.00 penulis menginjakan
kaki di Rusunawa Rawa Bebek. Seperti biasa, kondisi rusun yang penulis temui adalah suasana
rusunawa rawa bebek yang sepi. Tak banyak masyarakat rusunawa rawa bebek yang berada di lantai
dasar Rusunawa Rawa Bebek. Kemudian penulis memutuskan untuk naik ke lantai 1 dan 2 blok A.
Melihat-lihat suasana jejeran unit hunian yang terlihat bersih, rapi, dan masih sangat terlihat sebagai
bangunan baru. Sebagian besar unit hunian lantai 1 dan 2 sudah terisi,namun suasananya tetap sunyi,
tanpa ada satu orang pun yang keluar dari rumah, pintunya pun tertutup rapat-rapat.
Ya mungkin karena bulan Ramadhan, sehingga masyarakat memilih untuk tidak banyak melakukan
aktifitas yang tak berarti di luar rumah.
Satu jam kemudian sekitar pukul 11.00 terlihat beberapa anak sekolah dasar yang baru pulang sekolah
dan langsung naik ke unit huniannya masing-masing. Di beberapa kursi untuk menunggu bus
transjakarta terdapat beberapa orang yang sedang menunggu bus.
Penulis saat ini berada di Blok A, tower blok A yang berhadapan dengan Blok D membuat penulis dapat
melihat seseorang dari Blok D menuju Blok A membawa banyak belanjaan. Penulis dapat memastikan,
wanita paruh baya yang membawa belanjaan tersebut adalah ibu Nur. Segera penulis datangi untuk
membantu membawakan beberapa belanjaannya.
Sesampainya di Blok A, Ibu Nur memanggil anaknya yang sedang bermain di tanah kosong yang akan
dijadikan RPTRA.
“Acip sini dulu bantuin mama” panggil Ibu Nur ke anaknya
Acip yang mendengar panggilan ibunya langsung berlari datang ke Ibu Nur. Segera Ibu Nur menyuruh
Acip untuk menaruh belanjaan yang penulis bawa untuk ditaruh di laci meja dagangan Ibu nur,
sementara Ibu Nur naik ke unit huniannya untuk beberes rumah. Penulis pun membantu Acip menaruh
barang dagangan Ibu Nur.
Setelah rapi, penulis duduk di kursi tempat dagang Ibu Nur bersama Acip. Acip tidak kembali bermain
di lahan kosong tersebut, karena cuaca yang semakin panas membuatnya takut ‘batal puasa’ kalau
bermain dibawah terik matahari.
Acip pun mulai bertanya-tanya ke penulis
“kak lagi ngapain kak? Kok dari kemaren acip liat kakak kesini mulu kak?” tanya acip penuh selidik
“kakak mau wawancara sama orang-orang pasar ikan cip, dulu kamu tinggal di pasar ikan kan?” ujar
penulis
“iya kak” jawab acip singkat
Penulis kembali mengajak acip ngobrol
“sekarang sekolah di mana cip?”
“di SD 13 sini kak” jawabnya sambil menunjuk ke arah sekolahnya
“oh yang di rawa kuning ya? dulu di pasar ikan sekolahnya di mana cip?” tanya penulis kembali
“dulu mah acip di Al-Falah kak, enak kak Al-Falah mah deket dari rumah acip, tinggal jalan kaki aja”
ujar Acip menjelaskan
cxi
“enak karena deket cip? Emangnya di sini kalo sekolah acip naek apa cip?” tanya penulis lagi
“berangkat acip naek ojek kak, kalo pulangnya kalo duit acip abis acip jalan kak lewat situ” jelas acip
sambil menunjuk arah rusun Blok Burung
“emang di situ ada tembusannya cip? Ga jauh jalannya? Eh bukannya ada bus sekolah ya cip?”
“ada kak lewat situ kan ada pintu rahasia, jadi ga jauh banget jalannya, kalo lewat sini (depan) jauh
kak, kalo bus sekolah kan jalannya jam setengah 6 kak, acip baru masuk jam setengah 7, kepagian acip
datengnya, di sekolah masih sepi” jelasnya panjang lebar
“oh gitu cip, tinggal di sini betah ga cip?” tanya penulis
“betah aja, enak kak rumahnya bagus, apalagi di lajang ada liftnya” ucapnya dengan spontan
“kalo temennya di sini gimana cip? Banyak temen baru ga cip?”
“ga ada kak” jawabnya singkat
“temen acip banyak yang di marunda kak, ada juga yang ikut pindah kesini waktu di lajang trus sekarang
dia pesantren, disini maen ama si keling doang” sela acip sebelum penulis kembali melontarkan
pertanyaan
“hahaha si keling siapa cip? Dari pasar ikan juga? Emang ga maen sama anak bukit duri cip?”
“ada itu anaknya item banget kak sama di sini (blok A) juga rumahnya. Ga ada anak bukit duri yang
acip kenal kak”
“makanya kenalan cip, kan acip orangnya gampang deket tuh ama orang” jawab penulis
Acip hanya tersenyum tersipu malu. Tak lama kemudian ibu Nur turun dan memanggil Acip untuk
mengganti pakaian sekolahnya.
Karena sudah dzuhur, penulis pun memutuskan untuk ke mushola dahulu, namun sebelumnya penulis
janjian dengan ibu Nur untuk wawancara sekitar pukul 16.00
Ya, sama seperti sebelumnya, suasana mushola Al-Hijrah sepi. Namun di depan mushola terdapat meja
dan satu orang lelaki berbusana koko. Ternyata beliau adalah pengurus penyaluran zakat. Setelah selesai
shalat, penulis mendatangi penyaluran zakat tersebut untuk sedikit bertanya-tanya
“mau zakat dek?” tanya pria paruh baya tersebut kepada penulis
“oh ngga pak hehe, saya mau nanya-nanya boleh ga pak?” pinta penulis
“tanya apa dek?” ujarnya
“bapak dari pasar ikan pak?” tanya penulis
“iya dek dari kampung baru (RT 2) saya, kenapa dek?” jawabnya
“oh di sini banyak ya pak yang dari kampung baru.. udah banyak pak yang bayar zakat di sini?”
“baru sedikit dek, ini aja daritadi belom ada yang bayar” ujarnya
“oh gitu pak, sebelumnya waktu di pasar ikan bapak jadi pengurus penyalur zakat juga pak?”
“oh nggak, dulu mah si itu siapa si namanya saya lupa orangnya pindah ke marunda, ga kesini. Saya
mah dulu ngojek. Ini karna ga ada langganan (ngojek) aja jadi saya yang ngisi ini, daripada ga ada”
jelas pria paruh baya tersebut
cxii
“oh gitu pak, ini juga baru banget ya pak musholanya jadi belom ada kepengurusannya ya pak?” tanya
penulis
“iya dek ini masih baru banget musholanya, kita pindah kesini juga masih baru banget, belom ada
sebulan kayaknya. Dulu kan kita sementara di lajang dulu setaun” ujar beliau
“oh iya bapak saya dewi mahasiswa UIN Jakarta yang lagi penelitian di sini pak, mohon maaf bapak
namanya siapa pak?” ujar penulis memperkenalkan diri
“oh mahasiswa, saya kira orang gelatik (Blok Burung). Saya mahadi, dulu di lajang sering juga
mahasiswa yang datang buat wawancara, pernah ngga ke lajang dulu?” tanya pak Mahadi
“oh iya pernah pak tapi dulu saya Cuma nganter doang, ngga ikut wawancara” jawab penulis
Belum sempat melanjutkan percakapan dengan pak mahadi, tiba-tiba datang tiga orang yang ingin
membayar zakat. Penulis segera berpamitan dengan pak Mahadi untuk melihat-lihat kondisi rusun yang
lain.
Penulis melihat jam yang tertera di Handphone yaitu pukul 14.05. untuk menghabiskan waktu sekitar
dua jam penulis bingung harus melakukan pengamatan di mana. Penulis kemudian kembali ke blok A.
Penulis melihat Blok A masih dalam keadaan sepi, penulis duduk di kursi tempat menunggu bus
pengumpan transjakarta, melihat berbagai interaksi masyarakat rusunawa rawa bebek seraya menunggu
warung ibu Nur buka. Tak lama kemudian, seorang wanita bertubuh gempal datang dan duduk di
samping penulis, kemudian memulai percakapan dengan penulis selagi menunggu bus.
“mau ke pasar ikan apa ke bukit duri neng?” ucap ibu tersebut dengan ramah
“ oh nggak bu saya lagi duduk aja disini hehe” jawab penulis
“kirain lagi nunggu bis juga, saya mau ke bukit duri ini, yang bukit duri udah lewat belom ya?” tanya
beliau
“wah seinget saya bu tadi barusan yang terakhir lewat itu bukit duri bu...”
“yahhhhh, lama lagi deh” potong beliau
“oh emangnya tiap berapa menit sekali bu?” tanya penulis
“kan bisnya cuman satu jadi nunggu yang bukit duri balik kesini dulu, yaudah deh saya naek yang ke
penggilingan aja” ujarnya menggebu-gebu
“oh begitu bu, iya bu tunggu aja paling juga sebentar lagi bu yang reguler hehe” ujar penulis
Ibu tersebut pun segera menelpon seseorang yang sepertinya sedang menunggunya. Setelah selesai
menelpon, ibu tersebut menoleh ke penulis dan memulai perbincangan lagi dengan penulis
“saya ditungguin anak saya ini daritadi, anak saya udah marah aja mau kondangan katanya mama lama”
ujar beliau
Spontan penulis tersenyum dan menjawab “oh ibu mau kondangan, pantesan udah dandan cantik banget
bu hehe”
“hahaha tapi udah keringetan juga ini saya, ini lama juga lagi yang penggilingan. Kamu orang pasar
ikan? tinggal di blok mana?” tanya beliau
“oh ngga bu saya bukan warga rusun, saya mahasiswa yang lagi pengamatan di sini bu hehe” jawab
penulis
cxiii
“oh mahasiswa, kuliah di mana? Kalau anak saya baru lulus tuh kemarin, baru wisuda” ujar beliau
dengan semangat
“saya di UIN Jakarta bu, oh ibu anaknya kuliah di mana bu? Wah selamat ya bu buat anaknya udah
wisuda”
“UIN di mana tuh ya? anak saya di Uhamka situ pasar rebo tau ga?” kata beliau
“UIN di ciputat bu tanggerang selatan dekat lebak bulus bu...ohhh Uhamka saya tau bu atuh deket dari
rumah saya bu pasar rebo” ujar penulis menjelaskan
“buset jauh ya tanggerang, kesini naek apaan? Emang rumah kamu di mana?” tanya beliau
“iya jauh bu kalau dari sini, rumah saya mah di condet bu jakarta timur” jawab penulis
“oh di condet, yang deket PGC ya itu?”
“nah iya bu deket PGC, itu ada bus masuk tuh bu... kayaknya yang penggilingan bu” ujar penulis dengan
menunjuk bus yang terlihat masuk Rusunawa Rawa Bebek.
Dan ternyata benar saja bus tersebut merupakan bus jurusan Rusun Rawa Bebek- Penggilingan. Dengan
tergesa-gesa ibu tersebut naik bus pengumpang yang sedari tadi ditunggu. Penulis pun tetap mengamati
Rusunawa Rawa Bebek di tempat ini. Dua jam berlalu, kemudian ibu Nur mulai sibuk membereskan
warungnya, terlihat beberapa pedagang takjil juga mulai membuka dagangannya. Pembeli pun satu per
satu mulai berdatangan.
Setelah selesai merapikan meja dan etalase dagangannya, Ibu Nur duduk di kursi yang disediakan tak
lama ibu Nur duduk datanglah tiga orang wanita yang kemudian duduk di samping ibu Nur. Terdengar
oleh penulis bahwa mereka sedang membicarakan kampung akuarium yang akan dibangun kembali
oleh pemprov DKI dibawah pemerintahan Anies-Sandi. Tak lama kemudian ketika bus pengumpan
transjakarta datan, ketiga wanita tersebut bergegas naik bus tersebut entah dengan tujuan kemana.
Penulis segera menghampiri Ibu Nur, dengan sedikit perbincangan kecil guna memulai wawancara.
“udah rapi bu?” tanya penulis seraya duduk di samping Ibu Nur
“Udah nih, tuh kalo sore gini udah mulai rame disini. Bentar lagi pada jajan ni anak-anak kecil (yang)
pada kaga puasa” ucap Ibu Nur
Baru selesai ibu Nur bicara seperti itu, benar saja ada anak kecil yang membeli makanan ringan di
warung ibu Nur. Seraya melayani satu atau dua pembeli yang datang Ibu Nur pun bersedia
diwawancarai. Observasi dan wawancara hari ini selesai setelah berbuka dan selesai menunaikan shalat
maghrib di Rusunawa Rawa Bebek
Hasil Transkip Wawancara Ibu Nur di halaman selanjutnya, sebagai berikut
cxiv
Transkip Wawancara
Informan 5
Wawancara tanggal 16 Juni 2017
I. IDENTITAS INFORMAN
Nama : Nuraini (Nur)
Usia : 45
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga dan Berdagang kecil-kecilan
Jumlah anggota keluarga : memiliki 4 anak, 1 anak sudah bekerja, 2 anak
yang masih sekolah
Ketika di pasar ikan tinggal di RT 01, Di Rusunawa Rawa Bebek tinggal di Blok
A
VI. KEHIDUPAN DI PASAR IKAN
Awal mula di Pasar Ikan?: sebelumnya saya bukan di pasar ikan, di luar batang dulu trus
pindah ke pasar ikan. Di RT 1 saya, deket sama pasar. Saya pindah kesitu ikut sama suami
tapi sekarang suami saya tinggalnya di luar batang sama nak pertama saya. Suami saya
sama orang tuanya, anak saya yang cewe juga ikut di sana karna kerja disana, suami saya
juga gitu kerjanya masih di deket pasar ikan jadi ga ikut kesini. Di sini Cuma saya acip
sama kakaknya tuh dua lagi anak saya.
Bagaimana kondisi lingkungan fisik pasar ikan?: kalo di sono kan deket kali banyak
sampah apa buat anak juga kurang bagus, cuma di sini cari duitnya doang susah... kalau
rumahnya ya samping-sampingan, padet sih. Kan banyak yang di gang-gang gitu
rumahnya... rata-rata rumahnya dibikin tingkat buat kontrakan kecil-kecilan. Kalo sama ini
(rusun) ya bagusan rusun, murah juga disini sewanya, Cuma lampunya (listrik) doang yang
mahal
Bagaimana hubungan ketetanggaan (sosial) di Pasar Ikan?: ya deket deket aja saya
mah sama tetangga, Cuma ya kita emang jarang ngumpul-ngumpul ga kaya di sini kan saya
di bawah mulu jadi nongkrong ama siapa aja. Kalo di sono kan dagang di deket pasar jadi
ya paling ngobrol ama pembeli apa pelanggan gitu... jarang sih kalau bantu-bantu.. oh kalo
disono mah musti diminta kita kasih harga berapa gitu, ya bayar kalo buat bantu-bantuin
masak atau bantuin apa juga. Kadang ga mikirin juga ama tetangga minta bayarannya
mahal. ya beberapa orang ada yang suka duduk-duduk di warung gitu, kalo saya mah jarang
si kalo di sono. Saya ga ikut-ikutan soalnya suka pada ngomongin orang.
Bagaimana aturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat di Pasar Ikan?: ga
pernah ada aturan-aturan apa larangan-larangan sih, mikirnya lu lu gue gue
Pendapatan dan pengeluaran di Pasar Ikan?: dulu saya di deket Pasar Ikan nya jualan
nasi sama lauk mateng gitu, rame banget dagangan saya, saya sehari bisa habis 7 liter (nasi),
ga seharian sih ya cuma sampe jam 2 siang saya dari pagi, lumayan sehari bisa dapet 300rb.
Kalau disini wah saya bingung, apalagi di lajang saya sempet berenti, ga jualan. Suami saya
kan namanya kerja di proyek ya kalau ada ya ada kerjaan, kalau lagi ga ada ya nganggur.
Jadi ga punya modal buat dagang lagi, terus sempet mau coba dagang nasi tapi ga mungkin
karena di blok F waktu itu saya udah banyak yang jualan nasi udah gitu pada ga laku,
akhirnya saya jadi jualan ini ciki-ciki (red: makanan ringan...Rame di sana mah, namanya
saya dagang deket Pasar kan ada aja yang beli. Sehari bisa dapet Rp. 300.000 tau, itu ga
cxv
sampe sehari kan saya kalau udah setengah hari udah pulang. Di sana biaya-biaya ga gede,
lampu (listrik) sama aer murah, rumah kaga bayar, cukup lah di sana mah.
Bagaimana kegiatan keagamaan masyarakat di Pasar Ikan?: kalau pengajian di pasar
ikan kurang, kalau di (rusun) lajang saya ikut pengajian tiap malem jumatan, kalau di sini
(Blok A) ga yasinan ga ada apa, kepengen saya mah diadain gitu ya. kurang aktip disana
mah, makanya anak saya kalau disana mah dateng ustadz nya ke rumah ngajarin ngaji,
dateng. Di sini mah anak mau ngaji, ga ada pengajian, ustadznya juga ga ikut ke sini lagi.
makanya gatau nanti abis lebaran ada pengajian apa ngga... ga ada di sono mah, kalo anak-
anaknya mau ikut yang kegiatan majelis taklim paling ke luar batang, itu di mesjidnya rame
suka ada acara-acara kaya gitu. Kan bagus ya anak-anaknya kegiatannya bener... kalo anak
Pasar Ikan mah bandel-bandel, suka tawuran, mangkanya saya ngeri punya anak cowo 3
takut ikut-ikutan bener deh
Kegiatan kemasyarakatan atau gotong royong di Pasar Ikan?: ga ada, gotong royong
apaan di sono, pas digusur aja pada masing-masing aja. Ini saya kan hampir ngga dapet
rusun, cuman akhirnya saya dibantuin sama temennya suami saya, bukan sama tetangga
saya... ga ada setau saya mah, ga pernah ada karang taruna segala macem begitu di Pasar
Ikan mah.. di Pasar Ikan juga ga ada arisan, pas di lajang ada tuh terus kan udahan. Nah
gatau mau mulai lagi apa ngga, saya mah maunya adain lagi. Cuma orang-orangnya pada
mencar beda blok jadi belom ada omongan... ga ada tuh, ga pernah ada kerja bakti apalagi
siskamling, siapa yang mau gerakin coba di sono, udah tetangga saya pada cuek cuek aja
terus RT sama Rwnya begitu. Masing-masing aja udah
VII. PERUBAHAN YANG DIRASAKAN DI RUSUNAWA RAWA BEBEK
Perubahan yang seperti apa terkait lingkungan fisik? : ya kalau di sini ya emang enak
buat anak-anak kan ga deket kali, hawanya (red: udara) juga sehat lah ya, kalo di sono kan
deket kali banyak sampah apalah buat anak juga kurang bagus, anak saya nih si acip
maennya di kali...betah di sini mah bagus rumahnya, bersih saya seneng. Enak lah
pokoknya, si acip juga maennya noh di RPTRA bagus sekarang jelas paling maen bola di
situ
Bagaimana hubungan ketetanggaan di rusun rawa bebek?: ya deket saya mah
ama siapa aja, Cuma enak sekarang nih ya tetangganya ga rese. Rese dah pokoknya, suka
ngomongin orang terus kurang rasa kebersamaannya loh. Beda sama di sini ya tetangganya
sekarang bae bae banget... iya suka ngebantu, suka bagi-bagi makanan gitu kalo dia lagi
masak banyak. Kan kita jadi kaga enak ya, nanti kalo kita gilirannya masak banyak saya
balikin piringnya dia sambil kasih makanan juga. iya kaya gitu, jadi kita deket sama
tetangga. Kalo ketemu juga negor nyapa tau mau kemana gitu nanti ngobrol-ngobrol di sini
sambil nunggu busnya ngga cuek-cuek aja di sono mah, malah kalo dikasih makanan piring
saya suka kaga balik
Kegiatan gotong-royong dalam kehidupan bermasyarakat di Rusunawa Rawa
Bebek?: ada, kita di sini ada jadwal kerja bakti, kalo minggu suka ada senam juga tau di
RPTRA, terus kalau 17an rame di sini ngadain lomba-lomba seru tau... iya itu karang
tarunanya, sekarang udah ada karang tarunanya dicampurin sama Bukit Duri. Itu anak-anak
Bukit Duri yang aktif, soalnya kan Bukit Duri banyak anak mudanya, di RPTRA buat
belajar bareng tiap malem buat bantuin yang ada PR apa tugas sekolah sekarang anak-anak
tugasnya banyak, si acip aja ada PR mulu... udah ada di sini pengajian anak-anak ada,
pengajian remaja ada, pengajian yasinan ibu-ibu tiap malem jumat ada. Udah enak di sini...
pak RW nya, terus minta ke anak muda yang bisa ngaji buat ngajarin anak-anak ngaji
cxvi
bayarnya sukarela kita aja orang tua, kalo ga mampu bayar juga tetep diajarin sama dia.
Siapa sih itu anak nya cowo saya lupa namanya. Dia masih kerja juga di Pasar Ikan.
Bagaimana tata tertib sebagai penghuni rusun, baik dari pengelola maupun
masyarakatnya?: tata tertibnya yang paling ditekenin di sini tuh biar kita bersih, bener-
bener ngga boleh jorok. Kalau soal bayar rumah nunggak satu bulan dua bulan masih
dimaklumin tapi kalo soal lantai kotor tuh ga boleh. Tempat sampah di sini (selasar rusun)
disediain banyak biar ga buang sampah sembarangan. Petugasnya sekarang juga siang-
siang ada yang negebersihin sekarang mah, terus ditembok-tembok ditempelin peringatan
gitu, udah gitu di sini kan ada cctv ya ketauan tau kalo kita jorok kaga bersih misalnya
tempat dagangnya nanti ditegor pas ada sidak atau pas pengelola lagi ada yang kesini.
Makanya nih pak Rtnya pak mahadi bawel banget kalo turun lagi duduk-duduk di sini
ngebilangin mulu “jaga kebersihannya” gitu. Soalnya nanti kan dia kena tegor juga dibilang
ga bisa ngatur masyarakatnya sebagai ketua RT
VIII. ADAPTASI YANG DILAKUKAN TERHADAP PERUBAHAN YANG TERJADI
Adaptasi terhadap lingkungan rumah yang baru?: ya itu kita di sini diajarin hidup
bersih, kita dikasih contohnya buat ngejaga kebersihan rusun, sekarang tukang bersih-
bersih yang dari pengelola jadi makin sering bersihin lantainya. Terus karna kita udah biasa
dibersihin kali ya, jadi kalo ini (lantai dasar) kotor kita ga betah. Kalo saya itu ya jadi suka
bersih saya. Kita udah ga seenaknya buang sampah ke kali, gimana ga mau digusur ya
orang kumuh di sono mah. Terus kita kalo mau ngobrol-ngobrol ama tetangga kan enak di
sini sambil nunggu bus misalnya, atau ga di RPTRA enak. Beda lah pokoknya di sini udah
betah udah bisa ngatur hidup kita enaknya gimana.
Adaptasi terhadap tetangga baru?: orang Bukit Duri sama aja sih kita di sini udah sama
aja udah sama sama orang rusun rawa bebek sekarang.... oh itu sih paling kita
terpengaruhnya yang suka bagi-bagi makanan kalo lagi masak banyak itu kita ikutin, kalo
dulu kan sama tetangga di Pasar Ikan boro boro bagi-bagi makanan.
Adaptasi terhadap aturan dan tata tertib baru?: kita di sini sekarang kan bukan rumah
sendiri, jadi kita mau ga mau atur gimana caranya dapet duit buat cukupin kebutuhan, kaya
saya nih sama suami saya. Suami sama anak pertama saya tinggal di luar batang, saya sama
anak-anak di sini. Saya dagang buat nyukupin kebutuhan makan anak, buat bayar rusun,
lampu sama aernya dari anak saya sama dari suami saya. Di sini yang istrinya pada dagang
banyak loh buat nambahin penghasilannya karena sekarang kan tanggungannya banyak
tau.... orang di sini jadi pada mau jualan soalnya liat kita tetangganya sekarang dagang rame
jadi pada dagang... udah pada betah di sini. Makin lengkap semuanya juga, udah pada tau
gimana celah celahnya... kan kita ga punya uang nih tadinya, terus modal kecil-kecilan buat
dagang biar ada pemasukan sedikit, terus kalo ada duit kita kaga boros-borosin. Kita masak
biar makan kaga beli, kan boros kalo makan pada beli. Beli baso apa mie ayam udah 10rb
satu orang sekali makan, kalo saya berempat jadi 40rb sekali makan, kalo dua kali makan
jadi 80rb. Coba kalo masak, 25 apa 30rb juga udah bisa buat makan seharian... Kemaren
alhamdulillah dapet KJP 450rb duitnya ga dipake, katanya buat beli tas nanti abis lebaran,
paling yang tiap bulan 100rb saya ambil buat beli beras, telor pokoknya buat makan
sekeluarga aja, , kalau di Pasar Ikan kan ada bayaran sama beli-beli buku segala macem ya,
jadi buat bayaran gitu terus sisanya buat beli baju, sepatu sama buku tulis palingan. Kalo
di sini Alhamdulillah nih ngga bayaran, buku juga dipinjemin dari sekolah jadi ringan lah,
KJPnya bisa buat beli peralatan sekolah sama bisa saya ambil buat beli beras, telor, ayam,
pokoknya buat makan sekeluarga di sini dah. iya Alhamdulillah banget kebantu, kita kan
di sini susah ya, jadi pinter-pinternya kita pake duitnya gimana, kalo mama nya masak kan
jadi anak ga banyak jajan
cxvii
Transkip Observasi 6
Rusunawa Rawa Bebek, Sabtu 8 Juli 2017
05.05-20.00
Hari ini penulis datang ke Rusunawa Rawa Bebek lebih pagi dari biasanya. Penulis kali ini ditemani
oleh seseorang untuk datang lebih pagi, karena niat penulis adalah untuk melihat kegiatan masyarakat
eks pasar ikan dari pagi sampai malam. Penulis tiba di Rusunawa Rawa Bebek pukul 05.05, salah satu
tujuan penulis datang sebelum pukul 05.30 adalah agar penulis dapat melihat bus sekolah yang
menjemput anak-anak sekolah dari Rusunawa Rawa Bebek menuju sekolahnya. Namun tanpa penulis
sadari, penulis datang di hari sabtu. Di mana tak ada bus sekolah yang akan mengangkut anak-anak
sekolah, karena hari sabtu merupakan hari libur akhir pekan untuk seluruh anak sekolah di Jakarta. Hehe
kira-kira seperti itulah kecerobohan penulis
Sesampainya di Rusunawa Rawa Bebek, penulis segera ke mushola untuk sholat subuh. Di Mushola
penulis melihat terdapat dua orang pria paruh baya sedang membaca Al-Quran. Setelah shalat, penulis
mencari tempat duduk. Kemudian penulis duduk di bangku yang disediakan untuk menunggu bus
pengumpan transjakarta di Blok D. Kali ini ada security yang menjaga di ruang keamanan di Blok D.
Security tersebut menghampiri penulis dan bertanya kepada penulis
“pada mau kemana pagi-pagi?” tanya beliau seraya duduk dekat penulis
“oh ngga kemana-kemana pak, saya lagi mengamati aja nih. Saya mahasiswa UIN yang lagi penelitian
di sini pak hehe” jawab penulis
“oh saya kira orang sini lagi nunggu bus... udah izin belum sama pengelola?” tanya beliau
“oh sudah kok pak, saya juga bawa surat izinnya pak.” Jawab penulis sambil mengeluarkan surat izin
yang penulis bawa
“ooh bagus dah, yaudah silahkan dilanjutkan penelitiannya, semangat yah” ucap beliau seraya
meninggalkan penulis dan kembali masuk ke ruangan keamanan.
Kala itu penulis melihat suasana Rusunawa Rawa Bebek mulai ramai, terlihat beberapa warga
Rusunawa yang sedang melakukan olahraga lari pagi mengelilingi Rusunawa Rawa Bebek. Tak jarang
juga penulis melihat anak-anak kecil bermain di area rusunawa Rawa Bebek, karena hari ini merupakan
hari libur sekolah. Bermain sepeda, bermain sepak bola, maupun hanya berlari-larian anak-anak
tersebut terlihat begitu bahagia. Suasana Rusunawa yang ramah anak membuat orang tua tidak khawatir
membiarkan anak-anaknya bermain di luar rumah.
Sekitar pukul 06.00 penulis melihat beberapa petugas kebersihan yang sedang membersihkan lantai
dasar Rusunawa Rawa Bebek di setiap bloknya. Menyapu, pel dan membersihkan tembok yang dirasa
kotor, serta membersihkan toilet umum.
Para pedagang mulai membuka warungnya, sejak penulis tiba di Rusunawa Rawa Bebek penulis
mendapati beberapa pedagang sudah membuka dagangannya. Seperti warung kopi, depot air isi ulang
di Blok A, tukang nasi uduk dan tukang sayur di Blok B. Penulis merasa kali ini sepertinya suasana
Rusunawa Rawa Bebek sudah mulai ramai, tak seperti beberapa kali sebelumnya penulis datang yaitu
mendapati kondisi Rusunawa Rawa Bebek yang sangat sepi.
Penulis pun berjalan-jalan menyusuri setiap blok Rusunawa Rawa Bebek, merasakan segarnya udara
pagi di Rusunawa Rawa Bebek. Kemudian penulis bertemu dengan Ibu Ai yang baru saja belanja dari
Blok Burung. Penulis segera menyalami dan menyapa ibu Ai.
“lu gini hari udah di sini aja, ngapain lu pagi-pagi kesini?” tanya Ibu Ai.
cxviii
“hehe iya nih bu, tadinya mau ngeliat bus sekolah eh lupa ini hari sabtu. Yaudah deh jalan-jalan aja
jadinya” jawab penulis
“ibu abis belanja bu? ko belanjanya di blok burung bu? di blok B kan ada tukang sayur bu?” sambung
penulis
“iya di sono lebih murah soalnya hehe lu tau lah emak-emak beda gope juga diitung” jawab Ibu Ai
diselingi tertawa
“ohahaha bener juga bu” jawab penulis
“yaudah gua balik dulu ya mau masak gua” ujar Ibu Ai sambil melenggangkan kakinya menuju blok
A.
Namun, sepertinya hari ini penulis sedang tidak fokus. Karena hari ini penulis sebenarnya berencana
akan mewawancarai pak Suroso namun belum tahu di mana unit hunian pak Suroso. Kemudian penulis
pergi menuju blok B, dengan tujuan mencari tempat untuk sarapan. Penulis pun mengunjungi dagangan
Ibu Muriyati dan memutuskan untuk sarapan di warung Ibu Muriyati, tak banyak perbincangan dengan
ibu Muriyati saat itu, karena yang penulis lihat Ibu Muriyati cukup sibuk saat itu sebab banyak pembeli
yang satu per satu berdatangan untuk membeli lauk matang maupun dagangan yang lainnya.
Blok B yang berhadapan dengan blok C membuat penulis dapat melihat sebuah pemandangan yang
tidak biasa di Blok C. Selasar Blok C yang biasanya merupakan blok paling sepi, kini penulis melihat
di Blok C terdapat banyak anak kecil dan beberapa anak muda dengan usia sekitar 20 tahun sedang
melakukan sebuah kegiatan. Dengan rasa penasaran, penulis bertanya kepada Ibu Muriyati tentang apa
yang sedang mereka lakukan, Ibu Muriyati pun menjelaskan bahwa hal itu merupakan acara yang
beberapa minggu sekali dilakukan untuk membantu meningkatkan minat belajar anak, acara tersebut
difasilitasi oleh pengelola Rusunawa Rawa Bebek.
Kemudian penulis mencoba melihat lebih dekat, ternyata saat ini mereka sedang melakukan lomba
mewarnai. Wah kegiatan yang mengasikan bukan untuk anak-anak?
Dari Blok B kemudian penulis menoleh ke Blok A, terlihat warung Ibu Nur sudah buka. Penulis pun
segera mendatangi warung ibu Nur untuk membeli beberapa camilan makanan ringan, sekaligus ingin
bertanya di mana unit hunian pak Suroso.
Ibu Nur dengan kesehariannya yang ramah dan interaktif terhadap orang lain, beliau menyapa penulis
terlebih dahulu.
Beliau mengatakan “eh kesini lagi?” dengan senyuman yang sumringah
“iya nih bu hehe masih mau wawancara bu, wawancarain pak Suroso” ujar penulis
“oh pak suroso nanti siang dia jam 12an ada di sini, tungguin aja, ini warung istrinya kan” ucap Ibu Nur
seraya menunjuk tempat berdagang istri dari Pak Suroso yang belum dibuka.
“oh yaudah bu saya numpang nunggu di sini boleh ga bu?” tanya penulis
“ya boleh lah sini aja sini duduk” jawab Ibu Nur mempersilahkan
Penulis membeli beberapa camilan dan minuman di warung Ibu Nur selagi menunggu pak Suroso,
hingga kemudian beberapa jam telah berlalu tak terasa adzan dzuhur sudah berkumandang. Segera
penulis menunaikan shalat dzuhur menuju mushola Al-Hijrah, kali ini pemandangan yang berbeda juga
terlihat yaitu jamaah shalat dzuhur pun bertambah. Sedikit lebih banyak dari sebelumnya, jamaah
perempuan pun ada yang shalat berjamaah di Rusunawa Rawa Bebek. Setelah dari Mushola, penulis
kembali ke Blok A, dengan tujuan menunggu pak Suroso dan mencari makan siang. Sesampainya
penulis di Blok A, Ibu Nur langsung memberi tahu bahwa pak suroso sedang minum kopi di tempat
cxix
mie ayam. Dalam hati penulis “wah kebetulan sekali saya mau makan, sekalian saja saya meminta
waktu pak suroso untuk wawancara”
Tanpa berlama-lama, penulis segera menghampiri penjual mie ayam dan memesan mie ayam serta
duduk di hadapan pak suroso yang saat itu sedang menyeruput kopinya yang masih satu gelas penuh.
Selagi menunggu mie ayam pesanan penulis datang, penulis mendengar percakapan pak suroso dengan
seorang wanita paruh baya, yang kala itu sedang bercerita dengan menggebu-gebu. Beberapa kali pak
suroso menanggapi wanita tersebut. Karena membicarakan program Kartu Jakarta Pintar (KJP), penulis
pun mencoba ikut berkomentar dalam obrolan tersebut, kurang lebih sebagai berikut percakapannya
“kenapa ibu keponakannya? Saya dengar tidak bisa dapat KJP bu?” tanya penulis kepada wanita paruh
baya yang selanjutnya penulis inisialkan sebagai ibu NS
Belum sempat Ibu NS menjawab, pak Suroso sudah lebih dahulu menjawab mewakili Ibu NS
“ini dia keponakannya kaga bisa sekolah gara-gara terhambat biaya, padahal anaknya mau sekolah loh
tapi sayang gapunya duit jadi susah mau sekolah” ujar pak Suroso menjelaskan
“iya dia baru lulus SD, cuman nemnya kecil jadi gabisa dapet (sekolah) negeri, mau masuk swasta kan
biayanya mahal, kalo di sono (Pasar Ikan) mah ada Al-Falah ya murah bayarnya, lah di sini di mana
coba” ujar ibu NS menambahkan
“oh begitu bu, terus ngga dapet KJP juga bu?” tanya penulis
“ngga, katanya data nya lah begini begitu, kalo anak saya dapet KJP dua duanya. kasian anaknya udah
ngerengek aja minta sekolah tapi orang tuanya ngga ada duit” jelasnya kembali
“kalau anak saya kemarin nemnya sebenernya bisa buat masuk negeri, tapi anaknya malah minta ‘pak
angga mau pesantren aja’, ya saya mah sebagai orang tua seneng lah anak saya malah minta pesantren”
ujar pak suroso ketika bercerita mengenai anaknya
Kemudian mie ayam pesanan penulis pun tiba, tak lupa menawarkan pak suroso dan Ibu NS kemudian
penulis segera menyantap mie ayam tersebut. Seraya menyantap makanan, sesekali penulis bertanya ke
pak suroso tentang anak-anak sekolah yang direlokasi dari pasar ikan. setelah selesai makan dan
berbincang-bincang ringan, penulis pun mengutarakan maksud penulis untuk wawancara. Dengan
senang hati pak suroso meluangkan waktunya untuk diwawancarai saat itu juga. Sementara Ibu NS telah
pergi meninggalkan kami sedari tadi ketika beliau sudah selesai makan.
*Transkip wawancara Pak Suroso dilampirkan setelah transkip observasi ini
Setelah selesai mewawancarai pak Suroso, pak suroso enggan untuk dimintai foto. Sehingga penulis
tidak dapat memaksa. Namun, pak Suroso merekomendasikan penulis untuk mewawancarai pak
Mahadi sebagai seseorang yang banyak mengetahui selak-beluk pasar ikan, dan saat ini akan resmi
ditunjuk sebagai ketua RT 01 RW17 di Rusunawa Rawa Bebek.
Ketika mendengar nama pak Mahadi, penulis merasa tidak asing dengan nama tersebut, namun penulis
lupa. Pak Suroso juga tak lupa memberi tahu unit hunian pak mahadi, sehingga saat itu juga penulis
dapat mendatangi unit hunian pak Mahadi.
Sekitar pukul 14.00 penulis menyambangi unit hunian pak Mahadi. Namun, bukan pak mahadi yang
penulis dapati. Melainkan istrinya, ketika penulis menjelaskan niat penulis kepada istrinya, segera Istri
pak mahadi pergi melihat ke balkon blok A yang menghadap ke sebuah lahan kosong. Dari kejauhan
penulis melihat sosok yang dikatakan sebagai pak Mahadi. Ya, seketika penulis ingat bahwa pak
Mahadi merupakan seorang pria paruh baya yang tempo hari sedikit berbincang-bincang dengan penulis
ketika beliau sedang menjadi pengurus penyaluran zakat.
cxx
Namun kala itu pak Mahadi terlihat sedang sibuk dengan kegiatannya di lahan kosong, Istrinya pun
memberi tahu bahwa pak mahadi sedang mengambil dan membersihkan sisa-sisa hasil panen timun suri
yang ditanamnya ketika bulan puasa yang lalu.
Penulis pun bertanya “pak mahadi kira-kira selesainya kapan itu bu?”
“wah kalo dibiarin mah bisa sampe sore disitu, bentar saya panggilin ya” jawab Istri pak mahadi dengan
lembut
Seketika penulis mencegah beliau “gausah bu, gapapa kok bu kalau pak Mahadinya lagi sibuk, saya
tunggu aja, nanti saya kesini lagi bu”
“gapapa neng? Yaudah nanti ibu bilangin ke bapak kalau ada yang nyariin ya neng” jawab istri pak
Mahadi
Kemudian penulis berpamitan dan segera kembali ke lantai dasar Blok A, seperti biasa penulis duduk
di kursi tempat menunggu bus pengumpan transjakarta. Kini warung-warung yang berdagang baik di
ruko maupun di selasar mulai ramai pembeli. Selidik demi selidik, nyatanya setelah lebaran hampir
semua masyarakat relokasi Bukit Duri telah mengisi hunian di Rusunawa Rawa Bebek.
Penulis pun menyadari saat ini jumlah bus pengumpan yang beroperasi semakin bertambah. Kemudian,
pantas saja banyak wajah baru yang penulis temui di rusun saat ini. Pembeli di warung Ibu Nur pun
terlihat semakin banyak, terlihat berbeda dengan keadaan sebelum relokasi bukit duri pindah ke Rusun.
Di mana pedagang banyak yang mengeluh sepi pembeli, tak jarang mereka yang justru gulung tikar
karena tidak dapat memutar modal penjualan.
Namun dengan ramainya kondisi rusun saat ini, penulis melihat lantai dasar Rusunawa Rawa Bebek
terutama Blok A menjadi lebih kotor. Ibu Nur dan pedagang lainnya menjadi lebih sering
membersihkan lantai sekitar tempat dagang mereka. Karena menurut pengamatan penulis, petugas
kebersihan yang disediakan pengelola rusun hanya membersihkan 2 kali dalam satu hari yaitu pagi dan
sore hari atau pagi dan malam hari.
Hari ini, sore hari di rusunawa rawa bebek begitu berbeda dengan beberapa hari sebelumnya saat penulis
observasi di Rusunawa Rawa Bebek. Sangat jelas kini Rusunawa Rawa Bebek menjadi lebih ramai.
Banyak anak-anak kecil yang bermain di sekitar rusun, dan banyak anak-anak remaja tanggung yang
berkumpul-kumpul sekedar untuk berbincang-bincang atau bersenda gurau. Ya, remaja-remaja tersebut
sebelumnya tidak pernah penulis lihat berada di lingkungan rusunawa Rawa bebek, dan benar saja
dugaan penulis bahwa mereka berasal dari bukit duri ketika penulis menanyakan apakah mereka dari
pasar ikan atau bukit duri mereka menjawab bahwa mereka relokasi dari bukit duri tahap ke dua.
Waktu telah menunjukan pukul 17.23, penulis berniat untuk kembali ke rumah pak Mahadi. Tanpa
berlama-lama berfikir penulis pun segera menuju rumah pak Mahadi. kali ini penulis bertemu langsung
dengan pak mahadi, pak mahadi pun menyadari bahwa sempat bertemu dengan penulis tempo hari. Pak
Mahadi dengan senang hati ketika penulis menyampaikan maksud penulis untuk mewawancarai pak
mahadi, namun tidak untuk saat itu juga penulis meminta waktu pak mahadi. setelah berbincang
beberapa menit untuk menentukan waktu yang tepat untuk wawancara maka diputuskan untuk penulis
kembali ke rumah pak mahadi tanggal 12 Juli 2017.
Setelah itu penulis berpamitan dan kembali ke lantai dasar lagi, kemudian penulis memutuskan untuk
menunggu waktu maghrib di Blok D. Menit demi menit telah berlalu, kemudian kumandang adzan
maghrib pun terdengar. Matahari secara perlahan mulai tenggelam, dan anak-anak kecil yang sedari
tadi bermain di sekitar rusun segera masuk ke unit huniannya masing-masing. Beberapa pria berbusana
baju kokoh pun terlihat keluar dari setiap blok menuju Mushola Al-Hijarah untuk menunaikan shalat
berjamaah. Begitu pula wanita-wanita yang telah mengenakan mukena untuk ikut shalat berjamaah
segera bergegas menuju tempat shalat wanita, penulis pun segera mengambil wudhu dan ikut shalat
berjamaah. Penulis melihat perubahan yang cukup berarti dengan penambahan jumlah jamaah shalat
maghrib kala itu. Terlihat kurang lebih 3 shaf laki-laki dan 2 shaff perempuan, tak jarang pula anak-
cxxi
anak seusia 10 tahun yang ikut shalat berjamaah saat itu. Setelah selesai shalat, anak-anak tersebut
segera mengambil alat-alat yang mereka gunakan untuk mengaji seperti Iqro, Juzz amma, Al-Quran
dan tempat untuk menaruh Al-Quran ketika sedang dibaca.
Penulis pun penasaran, penulis bertanya ke salah satu anak tersebut
“ini mau pada ngaji ya? ustadz nya siapa?” tanya penulis dengan ramah
“iya kak ini lagi pada hafalan, dikasih tugas ngehapal kita, ustadznya kak kiki kak”jawabnya dengan
penuh kepolosan
“oh ini dibentuk pengajiannya udah lama atau belum?” tanya penulis kembali
“baru seminggu lebih kak” celetuk seorang anak cowok yang sedari tadi mendengar obrolan penulis
dengan anak betubuh gempal ini.
“oh baru seminggu?” tanya penulis untuk memastikan
“iya kak diajarinnya sama kak kiki tapi kadang kak kiki kerja jadi suka ga ada pengajian kalo ga ada
kak kiki nya” ujar seorang anak kecil perempuan berambut panjang
Kali ini penulis dapat lebih lama dalam melakukan observasi sehingga dapat sampai lebih dari jam
19.00 karena penulis tidak menunggu bus pengumpan transjakarta dan tidak stuck apabila terjebak
macet.
Malam hari di rusunawa rawa bebek terlihat tidak ada yang istimewa, hanya di beberapa warung
terdapat beberapa pria dan wanita dewasa yang sedang bersenda gurau dengan sesama masyarakat
rusunawa rawa bebek.
Satu jam kemudian, tepat pukul 20.00 penulis melihat kondisi Rusunawa Rawa Bebek mulai sepi.
Beberapa pedagang mulai menutup warungnya, penulis pun memutuskan untuk menyudahi observasi
untuk hari ini.
cxxii
Transkip Wawancara
Informan 6
Rusunawa Rawa Bebek, 8 Juli 2017
I. IDENTITAS INFORMAN
Nama : Suroso
Usia : 49
Status : Menikah
Pekerjaan : Petugas PPSU dan istri yang berdagang
Jumlah anggota keluarga : memiliki 1 anak yang masih sekolah
Ketika di Pasar Ikan tinggal di RT 2, saat ini tinggal di blok C Rusunawa Rawa Bebek
II. KEHIDUPAN DI PASAR IKAN
Awal mula tinggal di Pasar ikan?: lama saya di sana, saya dari tahun 1974. Waktu saya
masih kecil sih bapak (orang tua) tinggal di situ. Saya kan pernah punya rumah juga di luar
batang itu, warisan orang tua semacam di perumahan gitu tapi kena gusur buat apartemen
mitra bahari. Setelah saya digusur itu akhirnya saya nempatin tanah garap. ya dulu kan
namanya tanah garap, cuman udah beranak cucu disitu.
Bagaimana kondisi lingkungan fisik pasar ikan?: ya saya rasa sama aja ya sama
kampung-kampung di jakarta juga banyak yang kaya pasar ikan, ya namanya ada pasar
pasti deket situ rame, orang pada mau (tinggal) deket pasar.. ya kalau dibilang kumuh ya
kumuh sih, cuma ya emang deket sama kali deket sama pasar jadi kaya yang kumuh banget
keliatannya. Kalo sama di sini ya jauh di sini mah cakep banget, gedung baru namanya
juga...kalau saya mah pribadi mending pindah udah, daripada disono penyakit juga ya, kena
abu, panas, apalagi deket kali, air bersih susah. Tapi ga dipungkiri juga namanyaa mata
pencahariannya di sana, di sini kan susah
Bagaimana hubungan ketetanggaan di pasar ikan?: kita namanya udah tetanggaan
bertahun-tahun mah deket ya deket ya, tapi rata-rata ya cuek-cuek aja. Apalagi sama
pengontrak, jarang yang deket, yang punya rumah sama yang ngontrak aja jarang deket,
kan disana mah banyak pengontrak ya, ya cuek lah intinya sama tetangga... lebih ke masing-
masing aja di sana mah, kalo ketemu doang suka negor wajar dong.
Adakah kegiatan gotong-royong dalam kehidupan bermasyarakat di Pasar Ikan?
Bagaimana aturan-aturan yang terbentuk di pasar ikan?: ya begitu masing-masing aja
kita... terkait penggunaan narkoba kalau orang kampung baru sih kayaknya ga ada, di sana
cenderung bebas ya kalau soal begitu kita bodoamat, gamau tau. Gatau kalau di pasar
ikannya. Saya sih deket ke pasar ikan tapi saya jarang ke pasar ikan karena saya usahanya
di luar batang, jadi condongnya ke luar batang... ngga ada (larangan) sih, abis anak muda
mah makin dilarang malah makin dilakuin kan. Jadi dari orang tua masing-masing aja
gimana ngejaga anaknya.
Kebiasaan-kebiasaan masyarakat di pasar ikan?: Kebiasaan ya? apa ya? kalo saya ya
kan saya anggota PPSU, orang pasar ikan mah ga peduli ama sampah, buang seenaknya
aja. Jadi itu yang bikin keliatan kumuh, karna ga mikirin kebersihan. Tapi beda nih, kalo
saya perhatiin di sini rumahnya pada bersih-bersih banget, rapih juga di sini, beda banget
dah. Anak-anak juga kan biasanya mah maennya di deket kali di sono mah, jorok kan.
cxxiii
III. PERUBAHAN YANG DIRASAKAN SELAMA DI RUSUNAWA
RAWABEBEK
Bagaimana lingkungan fisik rusunawa rawa bebek?: yah ini mah jelas ya bagus,
cukup mewah lah untuk kita yang biasa hidup di perkampungan, bentuk bentukan
rumahnya serba modern, nyuci piring aja udah kaga jongkok disini mah, beda banget sama
di pasar ikan. intinya bagus rusun ini...sekarang udah cukup betah ya, karna ruangan di sini
banyak, kamar ada 2. Walaupun ga pake lift tapi cukup lah kalau buat rumah udah layak
banget ini. Cuma ya bedanya kita dulu biar rumah jelek juga kan ga bayar, ga mikirin tiap
bulannya, kalo di sini rumah bagus tapi punya pemprov bukan punya sendiri.
Bagaimana hubungan ketetanggaan di rusun rawa bebek?: kalau pasar ikan yang
pindah kesini cuma 180 kk, kalau di pasar ikan mah banyak, 500an kurang lebih mah ada.
Orang banyak warganya, perkampungan padet terus banyak yang ngontrak... kalau warga
pasar ikan nya mah iya berkurang, tapi di sini kan nyampur sama bukit duri, jadi nambah
kenalan juga. Tapi saya jadinya ngobrol-ngobrolnya sama yang tinggal di blok A aja... baru
sih tapi ga semuanya baru, kan ada beberapa yang masih tetangga saya, ya sama aja sih
deket saya mah sama siapa aja.
nah ini orang bukit duri juga bae nih, kalo kita ada yang kesusahan dia mau bantu gitu, ya
karna sama sama ngerasa warga relokasi kali ya jadi ya suka tolong menolong. Saya akuin
di sini kita jadi lebih solid, jadi saling ngerti. Bagus sih... misalnya nih kan kita orag pasar
ikan dulu minta ya ke pengelola kalo kita harus ditempatin di lantai 1 sama 2, tapi ternyata
orang bukit duri ada yang lebih butuh di lantai itu jadinya kita ada aja yang ngalah
Kegiatan gotong-royong dalam kehidupan bermasyarakat di Rusunawa Rawa
Bebek?: ada di sini orang-orangnya jadi pada sadar kebersihan, dari RT RW nya juga aktif
ngadain kerja bakti, bagus sih di sini warganya aktif.
Bagaimana tata tertib sebagai penghuni rusun, baik dari pengelola maupun ke
masyarakatnya?: oh iya jelas di sini kita ketat banget, kalo aturan dari pengelola yang
kaya begitu mah bagus sebenernya, jadi kita ngga khawatir sama pergaulan anak kita, karna
kan temennya anak-anak rusun juga yang ga boleh kena begituan juga... kalo RT RW nya
ga banyak bikin aturan, Cuma banyak menghimbau gimana kita tinggal di rusun berbaur
sama warga warga yang lain jangan sampe berantem.
IV. ADAPTASI YANG DILAKUKAN TERHADAP PERUBAHAN YANG TERJADI
Adaptasi terhadap lingkungan rumah yang baru?: wah awal-awal mah sulit, banyak
banget yang beda di Pasar Ikan sama di rusun. Pasar Ikan kita deket pasar, biasa rame eh
di sini jauh dari pasar terus sepi.terus kan kita namanya muter otak ya buat nyesuaiin sama
bayar rusun dan segala macamnya kita jadi cari pendapatan sampingan terus kita musti
pinter ngatur keuangan, ngebatesin jajan anak, istri saya aja jadi tiap hari masak tuh waktu
awal-awal di lajang, waktu di lajang mah bener-bener dah cuma satu petak, di sini mah
udah enak deh fasilitas juga udah lengkap tinggal kita ngejaganya aja.
Adaptasi terhadap tetangga baru?: kita di sini sama warga Bukit Duri atau sama yang
dari Pasar Ikan tetep ya berhubungan baik, kita ga mau cari musuh. Gamau lah ada
berantem-berantem cuman karena lu orang Bukit Duri gua orang Pasar Ikan. gamau kita.
Malah kita jadi lebih solid di sini karena sama sama korban gusurannya ahok, jadi kita
berusaha lah bangun bareng-bareng kehidupan di sini. Intinya kita jadi lebih solid padahal
sebelumnya sama tetangga cuek cuek aja, sekarang kalau tetangga ada kesusahan kita yang
bisa bantuin ya kita bantuin.
cxxiv
Adaptasi terhadap aturan dan tata tertib baru?: aturan yang paling ngaruh itu kan bayar
rusun ya, ya kita mau tinggal di sini ya harus ikutin aturan dari pengelolanya. Ya pinter-
pinternya kita aja sama keadaan sekarang, kaya misalnya ini kan sekarang rusun rame, apa
salahnya kita buka usaha yang belom ada di sini misalnya pangkas rambut kan belom ada...
kalau sama aturan-aturan yang laen sejauh ini menurut saya aturannya bagus ya, kita
dipindahin kesini ga cuman dipindahin doang, kita diajarin hidup bermasyarakat yang baik
gimana. Awal awal emang berat karena susah nyesuaiinnya, di sini seret pendapatannya
tapi lama-lama kan bisa kita tau celah-celahnya
Catatan: Pak Suroso merekomendasikan Pak Mahadi untuk diwawancarai
cxxv
Transkip Observasi 7
Rusunawa Rawa Bebek, Rabu 14 Juli 2017
05.15-16.00
Pagi ini, penulis kembali datang sebelum pukul 05.30 dengan tujuan melihat bus sekolah mengangkut
anak-anak sekolah di Rusunawa Rawa Bebek secara langsung. 10 menit penulis menunggu, dari
kejauhan terlihat Bus Sekolah yang mulai memasuki area Rusunawa Rawa Bebek. Di Blok A terdapat
cukup banyak anak sekolah berseragam SMP dan SMA sederajat. Ketika pintu bus mulai dibuka,
segeralah mereka berdesakan untuk masuk dan berebut bangku dalam bus. Dari luar bus terlihat, bahwa
hampir seluruh bangku bus terisi oleh anak-anak tersebut. Kemudian bus melanjutkan menuju blok B
dan D. Tak banyak yang menunggu di blok D, namun tetap ada satu atau dua pelajar yang menunggu
di Blok D. Kemudian bus sekolah melaju menuju blok burung dan mengangku cukup banyak pelajar
dari blok burung. Sehingga penumpang dalam bus terlihat cukup padat.
Kala itu penulis juga tak lupa untuk bertanya-tanya kepada salah satu orang tua dari pelajar yang
menggunakan fasilitas berupa bus sekolah tersebut yang merupakan salah satu narasumber penulis yaitu
ibu Ai. Ibu Ai menjelaskan bahwa dalam kesehariannya anaknya yang merupakan pelajar SMP 146
menggunakan fasilitas bus sekolah yang disediakan pemprov DKI Jakarta dan Pengelola Rusunawa
Rawa bebek. Ibu Ai pun bercerita bahwa ketika di Pasar Ikan, anaknya pergi ke sekolah menggunakan
angkutan umum yang bayar hanya dengan Rp.2000. namun dengan adanya bus sekolah di rusunawa
rawa bebek, maka Ibu Ai tidak terlalu khawatir, baik dalam hal keamanan maupun uang saku anaknya.
Hal senada juga diungkapkan oleh orang tua dari salah satu pelajar yang setiap harinya menggunakan
bus sekolah, sebut saja ibu Diana
“enaknya di sini ada bus sekolah, ya ngeringanin lah. Coba kalo ga ada, mau naek apa anak saya? Di
sini ga ada angkot, mau ga mau naek ojek. Ojek ama tetangga ceban (sepuluh ribu), Grab (ojek online)
juga segitu” ucap Ibu Diana disela-sela obrolan penulis dengan Ibu Ai
“anak-anak di sini hampir semuanya menggunakan bus sekolah bu setiap berangkat dan pulang
sekolah?” tanya penulis kepada Ibu Ai dan Ibu Diana
“lah iya udah beda dong, kalo disono kita naek angkot, kalo di sini kita serba naek bis, anak sekolah
naek bis sekolah, emak-emaknya naeknya busway (Bus Transjakarta) kalo kemana-mana” Jawab Ibu
Ai dibarengi dengan tertawa
Kemudian ibu Ai juga bercerita walaupun untuk awal-awal direlokasi cukup sulit untuk bertahan hidup,
maka seiring berjalannya waktu ketika beliau sudah paham dengan keadaannya, beliau sudah dapat
mengatasi berbagai masalahnya serta sudah memiliki polanya sendiri dalam menyesuaikan diri dengan
keadaan yang baru sama sekali. Dengan banyaknya bantuan yang diberikan oleh pemprov DKI sebagai
pertanggungjawaban atas digusurnya rumah mereka, Ibu Ai merasa bersyukur dan dapat menata ulang
kehidupannya. Contohnya kini ibu Ai menjadi hidup lebih bersih karena memiliki hunian yang begitu
bagus dan bersih, Ibu AI juga bersykur karena saat ini memiliki tetangga baru sehingga beliau dapat
kembali membangun hubungan sosial seluas-luasnya. Kemudian, penataan ulang yang dilakukan terkait
dengan penggunaan KJP, bus Transjakarta maupun bus sekolah, menjadi salah satu pola yang terjadi
dalam proses adaptasi di Rusunawa Rawa Bebek. Apabila sebelumya ibu Ai menggunakan KJP untuk
membeli perlengkapan sekolah saja, maka kini untuk menyiasatinya beliau pun membeli sembako
cxxvi
murah yang dapat dibeli menggunakan saldo KJP. Alasan Ibu Ai memakai saldo KJP untuk membeli
sembako murah adalah agar dapat meringankan pengeluaran rumah tangga setiap bulan.
Setelah sekitar 30 menit berbincang-bincang, Ibu AI dan Ibu Diana berpamitan dan segera menuju unit
huniannya masing-masing untuk mengurus keperluan rumah tangga mereka.
Sekitar pukul 07.00 penulis mencoba menyambangi blok burung. Sebelumnya penulis pernah sekali ke
blok ini, masih sama seperti sebelumnya blok ini begitu ramai. Penulis melihat penjual sayur yang
begitu ramai di kerumuni pembeli. Kemudian penulis melihat di selasar blok cendrawasih terdapat
sebuah puskesmas yang sedang tutup. Dengan kertas yang menempel di Kaca bertuliskan bahwa
pelayanan puskesmas tidak dipungut biaya apabila mmbawa fotokopi ktp dan fotokopi kk.
Sebelumnya penulis berfikir bahwa yang kurang dari rusunawa rawa bebek adalah tidak adanya sarana
kesehatan, namun hari ini penulis baru mengetahui bahwa selama ini ada puskesmas yang melayani
penghuni rusun dengan gratis.
Setelah mengamati puskesmas yang kala itu sedang tidak buka, penulis memutuskan untuk kembali ke
Blok A, sekiranya pukul 09.00 warung ibu nur telah dibuka. Dan keadaan rusun blok A dan B pun mulai
ramai terlebih di tempat menunggu bus. Kini penulis makin tidak bisa membedakan mana warga
relokasi Bukit Duri dan mana warga relokasi Pasar Ikan. karena semuanya berbaur berinteraksi di
selasar, di depan warung, di tempat menunggu bus maupun di lorong-lorong setiap lantai rusun.
Hari ini penulis memiliki janji untuk wawancara pak Mahadi setelah dzuhur, pada waktunya pun penulis
segera menyambangi unit hunian pak mahadi. Namun yang penulis dapati bukan pak mahadi,
melainkan istrinya. Istri pak mahadi mengatakan bahwa pak mahadi saat ini sedang mengantar
pelanggan ke daerah harapan indah, istri pak Mahadi pun mempersilahkan penulis menunggu di dalam
karena dirasa pak mahadi tidak akan lama maka penulis mengiyakan tawaran istri pak Mahadi.
Ketika itu istri pak Mahadi atau yang biasa dipanggil ibu siti, saat itu sedang masak sehingga penulis
ditinggal untuk beberapa lama tak lupa disuguhi minum dan camilan. Sekitar pukul 13.00 anak dari ibu
siti pulang sekolah, dengan malu-malu anak ibu siti yang bernama Dewi ini menyalami penulis
kemudian segera masuk ke kamar dan tidak keluar lagi. Setelah selesai masak ibu siti menyuruh Dewi
makan dan menawarkan penulis untuk ikut makan, namun penulis menolak karena sebelum ke rumah
ibu siti penulis makan dahulu.
Satu jam berlalu namun pak Mahadi belum juga pulang, ibu siti pun berinisiatif untuk menelpon pak
Mahadi. Dan ketika ditelepon ternyata pak mahadi mengatakan akan pulang selepas maghrib. Karena
pak mahadi mendadak diajak mengantar penumpang ke bekasi. Kemudian ibu siti pun menawarkan
untuk mewawancarai dirinya, karena kurang lebih dirinya tahu banyak mengenai kehidupan di Pasar
Ikan
*Akhirnya penulis memilih untuk mewawancarai ibu siti, transkip wawancara ibu siti dilampirkan
setelah transkip observasi ini
Setelah selesai mewawancarai ibu siti, penulis pun memutuskan untuk segera pulang, karena hari pun
mulai sore. Pukul 16.00 penulis menyudahi penelitian hari ini.
cxxvii
Transkip Wawancara
Informan 7
Wawancara tanggal 14 Juli 2017
I. IDENTITAS INFORMAN
Nama : Siti Amini
Usia : 45
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga dan Suami bekerja sebagai tukang ojek serta
menjabat sebagai ketua RT
Jumlah anggota keluarga : memiliki 3 anak, 1 anak masih sekolah
II. KEHIDUPAN DI PASAR IKAN
Awal mula tinggal di Pasar Ikan?: asal mah saya lahir di luar batang, kalau orang tua
dari pandeglang. Jadi hidupnya di jakarta, punya rumah sedikit sedikit... terus disana kan
matok-matok tanah, rumah saya di luar batang dijual sama ipar trus berantem karena
rebutan terus denger denger ada tanah garap bisa matok yaudah tuh si bapak (suami) ikut
matok tanah trus mulai beli beli triplek alhamdulillah punya rumah sendiri jadi ga ngontrak.
Udah 16 tahun deh disitu, tahun 2000 udah jadi tuh, berarti 1999 kali yah, iya semuanya,
pertama-tamaa kita patungan 50.000an buat bikin jalanan trus nguruk ngambil tanah di
ancol rame-rame, sampe enak jalanannya motor udah bisa masuk. Waktu pindahan mah
saya nangis mulu karena ngga rela rumah udah bagus begini, sampe ngga mau makan tau...
ada 50an KK di RT 2.. akuarium? udah lama itumah, lama sebelum adanya kampung baru
Bagaimana lingkungan fisik Pasar Ikan?: kampung baru rumahnya udah bagus-bagus,
dulu mah rumah saya udah begini bagus, udah keramik. Cuman ya emang sih ga sebagus
di sini, ga serapih di sini. Di sana bangunanya pada tingkat tapi ya gitu jadi kamar-kamar
kecil pada ngontrakin rumahnya, jadi rame disana mah banyak pengontrak. Itu juga
jeleknya kita deket kali, yang kalinya kotor itu.
Bagaimana hubungan ketetanggaan di Pasar Ikan?: ya deket tapi ga deket-deket
banget, kalau saya mah jarang ngumpul-ngumpul karena saya kan kerja setiap hari... suka
ngobrol-ngobrol, kadang-kadang ngobrol-ngobrol di depan rumah saya kan ada terasnya
tuh depannya. Tapi saya ngga boleh ngomongin orang sama suami saya, suka ngomel si
bapak kalau ngomongin orang
Kegiatan-kegiatan gotong royong di Pasar Ikan?: ga ada lagi, Cuma itu doang gotong
royong bikin jalan sama mushola yang pas pertama pada matok. Kesininya mah udah ga
ada lagi... kerja bakti ada tapi jarang-jarang, siskamling juga kadang-kadang ada, kadang
nggak. Dulu pernah ada trus bubar. Jadi masing-masing aja jaga keamanan. Kalo di sana
kurang sih gotong royong nya...maulidan jarang-jarang, kalau yang setiap tahunnya ada itu
di masjid kramat luar batang.
Aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat di Pasar Ikan?: ga ada
aturan-aturan sih, cuek aja kita disana masing-masing aja asal ngga ganggu kita juga ga
bakal ganggu... ga ada, kita masing-masing aja. Kalo ada masalah narkoba atau tawuran
gitu ga ada yang ngelaporin ke RT atau RW... gaenak kalo sama tetangga begitu, biarin aja
dia kena ciduk sendiri. Lagian RT nya juga begitu si, mangkanya si bapak jadi RT di sini
cxxviii
peraturannya ketat. Kita kan di rumah orang ya sekarang jangan sampe kita ngerusak daerah
atau nama rusun rawa bebek... biasa aja sih di sana mah, ga pernah ngelarang-ngelarang
kita sama tetangga. Kalo ada apa apa sama tetangga juga saya mah ga boleh ngomong-
ngomongin gitu. Jadi ya diem diem aja
Kebiasaan-kebiasaan di Pasar Ikan?: waktu di Pasar Ikan mah ga kebanyakan mikir buat
ini itu, misalnya kita mau jalan-jalan yaudah tinggal jalan, kadang ke mangga dua sekedar
makan makan, nonton mah ngga. Trus ke ragunan. Kalau disini mah udah gapernah
kemana-mana, kemarin diajakin jalan-jalan kemana gitu lupa, gamau saya, mendingan
uangnya buat belanja... saya ga suka nabung , paling saya suka beli perhiasan. Saya suka
sih beli perhiasan, gatau kenapa hobi aja ngumpulin perhiasan... ,suka main arisan juga
seminggu 300.000, dapetnya 13 juta... kalo kebiasaan buruknya suka pada buang sampah
ke kali, malah ada yang rumahnyaga bikin septictank jadi buangnya langsung ke kali kan
jorok ya... kalau anak-anak mudanya rada bandel-bandel, suka pada nongkrong-nongkrong
di samping museum, ya biasalah anak muda kalo udah nongkrong-nongkrong.
Pendapatan dan pengeluaran di Pasar Ikan?: bapak ngojek, kalau saya kerja momong
anak, nyuci, gosok di daerah pasar pagi. Bantuin bapak lah daripada nganggur ya, saya mah
emang dari gadis maunya kerja aja. Saya udah berapa tahun kerja di pasar pagi itu, pas
pindah kesini bapak ngga mau nganter karena jauh, cape naek motor. Udah jadi berenti gitu
aja,nyesel banget disini jadi nganggur deh. Padahal bosnya baik banget loh itu... enak,
bukan gampang lagi di sana mah cari duitnya. Bapaknya banyak langganan disana, nganter-
nganter yang beli sayur, trus kalau ada orang kapal kalo ngasih duit bisa sampe 150.000
sehari . Lumayan lah kalau ada kapal dateng lumayan. Jadi bapak sehari bisa dapet sampe
200.000, belum termasuk yang langganan. bapak ngojek nganter anak sekolah 2 orang,
sebulan 300.000 buat satu orangnya lumayan dah. Terus saya kerja dibayarnya bulanan
700.000. Daripada disini aduh saya suka nangis tau, kalau disini mah boro-boro dah, nih
seharian ini aja ga ngojek bapaknya, baru dapet ini nganter ke cikarang... Listrik juga murah
bayarnya kan Cuma 450 watt. Ini mah aduh beli listrik paling 23.000 masuknya cuma
13.000 Kwh. Pokoknya enak di kampung baru dah.. , Cuma emang di sana lebih boros buat
belanja sama jajan, karena kita namanya ada duit ya. kalau saya kan masak kalau minggu
aja yaa, jadi kalo hari-hari makan paling beli. Beli soto atau pecel lele, habis 35 buat bertiga
sekali makan. Seminggu sekali aja saya belanja, penuhin kulkas... 2 minggu sekali ke tanah
abang beli baju... hahaha ya gitu, paling beli yang 300an. Kalau gajian kan belanja, disini
mah boro-boro. Makan makan juga alhamdulillah, kalau disini mah...
III. PERUBAHAN YANG DIRASAKAN SELAMA DI RUSUNAWA RAWABEBEK
Bagaimana lingkungan fisik Rusunawa Rawa Bebek?: bagus sih di sini, mendingan
deh daripada di lajang, lajang mah ga ada kamarnya. Kalo ini tuh ada dua kamarnya, ada
dapurnya enak masak ga di luar. Walaupun ga ada liftnya tapi bagus sih rumahnya.
Bagaimana hubungan ketetanggaan di Rusunawa Rawa Bebek?: tetangganya di sini
baru lagi, mencar semua, beda beda RT kita dulunya, waktu di lajang juga gitu emang
udah dicampur semua. Tapi enak saya malah seneng jadi banyak kenalnya. iya ada yang ke
marunda juga... ngga ngerasa tetangga berkurang juga, malah nambah dari bukit duri. Kalau
ketemu suka nyapa, ramah-ramah kok, baik muda maupun tua. suka nyapa kalau ketemu...
Suka ngobrol juga, orang Bukit Duri baek-baek bener. Mau deket sama orang baru gitu.
Suka berbagi, suka tolong menolong kalo ada yang susah, suka jenguk kalo ada yang sakit...
ada nih yang orang bukit duri bae bener, nenek-nenek suka ngasih kalau ada makanan,
kadang saya gaenak ya karena saya lebih muda terus saya juga boro-boro ngasih ke dia.
Bae banget tau, waktu mau lebaran ngasih daging, suka dianterin, mana daging udah
cxxix
mateng tinggal makan, ini juga kue dikasih 2 toples, saya mah ngga bisa kebeli. Saya kan
jadi gaenak ya, malu soalnya saya gabisa kasih apa apa. Paling saya Cuma bisa kasih timun
suri yang kemaren dipanen sama bapak. itu iseng aja tanem timun suri, pas udah panen
banyak yang minta ya dikasih aja, kadang ada yang mau bayarin tapi saya bilang gausah
ya berbagi aja ama tetangga ya. dulu jarang kalau warga pasar ikan mah bagi-bagi gitu.
Kegiatan-kegiatan gotong royong sebagai penghuni rusun?: ya itu kita saling bantu
kalo ada yang kesusahan, terus kalau ada kegiatan-kegiatan kaya 17an itu bareng-bareng
sama Bukit Duri. Terus kan bapak ngadain kerja bakti setiap minggunya, terus kadang ada
gerakan kepedulian indonesia itu bikin-bikin acara gitu di RPTRA. Karang tarunanya aktif
ngajarin anak-anak di perpustakaan RPTRA, sama ngajarin ngaji anak-anak kalo maghrib.
Ada juga yang ngadain kelas menari gitu si yang saya denger dari si Dewi. Cuma kalo
pengajian ibu-ibu belom ada di sini, udah ada si yang ngomong ke RW biar sampein ke
warganya. Cuma belom dapet ustadzahnya. Jadi saya sementara kalo mau pengajian di sini
ikut ke pengajian di Pulogebang bareng sama bu RW.
Aturan-aturan yang berlaku di Rusunawa Rawa Bebek?: banyak di sini aturannya,
bayar rusun, jaga kebersihan, ga boleh ngerusak, ga boleh bawa narkoba atau miras,
menjaga hubungan harmonis dengan tetangga tuh yang saya inget waktu baca surat
perjanjiannya. Kalo si bapak bikin aturan sama pak RW nya biar kita ingetin terus ke warga
biar ga jorok, apalagi yang dagang di bawah harus jaga kebersihan. Terus ngga boleh
nongkrong-nongkrong kalo udah tengah malem, takutnya nanti dicurigain sama pengelola.
IV. ADAPTASI YANG DILAKUKAN TERHADAP PERUBAHAN
Adaptasi terhadap perubahan lingkungan fisik?: Bersih sih di sini, beda sama kampung
baru, orang-orangnya dulu buang sampah ke kali. Kalo di sini mau buang ke kali mana
coba?... Enak di sini bersih rapih teratur kita. Jadi ga Cuma rumahnya doang kita dikasih
bagus, tapi kita diajarin bersih juga di sini... palingan kalo saya mah jadi males keluar aja
karena cape naek turun tangga, jadi kalo abis belanja langsung naek ke atas udah ga turun-
turun lagi.
Adaptasi terhadap perubahan lingkungan sosial?: Kita semenjak di sini jadi mau deket
sama orang baru gitu. Suka berbagi, suka tolong menolong kalo ada yang susah, suka
jenguk kalo ada yang sakit... ih iya tau saya mah biasanya di Pasar Ikan ya tetangga sakit
juga kita ga tau, tapi orang Bukit Duri mah tau loh kalo ada tetangganya yang sakit apa
kesusahan, jadi kitanya juga jadi ikut suka tolong menolong... iya saya deket, malah dulu
sama tetangga ga ada yang sedeket ini,ga ada yang se bae ini juga soalnya. Kitanya jadi
kebawa sama kebiasaannya Bukit Duri suka bagi-bagi makanan misalnya, ya paling ngga
kaga cuek dah ama tetangga. Biar kata ngomongnya rada kasar tapi rasa kebersamaannya
jadi berasa di sini bener deh.
Adaptasi terhadap aturan-aturan di Rusunawa Rawa Bebek?: banyak di sini mah, kita
yang biasanya hidup kaga banyak aturan sekarang banyak aturan dari pengelola, gaboleh
ini itu. Terus musti bayar ini itu, jadinya banyak yang berubah. Ada yang jadi males keluar
rumah karena cape naek turun tangga kaya saya, jadi saya deketnya sama yang selantai
biasanya. Terus kita di sini lebih bersih ya, walaupun enakan di kampung baru tapi beda
bersihnya di sini kita ga buang sampah ke kali... karena di sini juga si bapak susah cari
duitnya, banyak yang kita batesin, kita jadi belajar hidup hemat, ngatur keuangan gimana
biar cukup buat bayar rusun, beli listrik, bayar air. mangkanya dewi juga jajannya dibatesin
10rb aja sehari berangkat sekolah dianter bapaknya, pulang sekolah naek BS, untung
anaknya ngerti tau, terus makan ga boleh beli, jadinya mendingan masak lebih irit. KJPnya
dewi dipake buat beli sembako murah, soalnya dewi kan masuk negeri jadi ngga kepake
cxxx
buat bayaran sekolah... listrik juga sekarang lebih dihemat, udah ga pake mesin cuci trus
jarang nonton tv juga di sini mah. Kalau di sana mah ga terlalu mikirin listrik, mesin cuci
juga tiap hari saya pakai, air juga enak bayarnya Ya gitu nyiasatinnya sekarang mah biar
kita betah tinggal di sini.
cxxxi
Transkip Wawancara
Informan 8
Wawancara tanggal 20 september 2017
I. IDENTITAS INFORMAN
Nama : Mpok Yati
Usia : 45
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga dan pedagang mie ayam
Jumlah anggota keluarga : memiliki 3 anak yang masih sekolah
Ketika di Pasar Ikan tinggal di RT 12, di Rusunawa Rawa Bebek tinggal di
Blok B
II. KEHIDUPAN DI Pasar Ikan
Bagaimana lingkungan fisik Pasar Ikan?: ya namanye dulu mah kampung rame (padat)
ye rumahnya banyak, orangnya juga banyak. Rame gitu dah, apalagi Pasar Ikan kan 24 jam
tuh. Di kampung akuarium tuh orang-orangnya ga pada mikirin kebersihan, kan akuarium
mah deket banget sama pasarnya tuh jadi kotor banget, kalo ujan becek terus bau dah.
Kampung baru juga samanya, kampung baru kumuhnya karna rumahnya di pinggir kali.
Orang-orang pada suka males buang sampah ke depan, jadinya pada buang sampah di kali.
Kalinya lu tau ga? Jorok tau... Ya seneng mah di pasar ikan, lah buset udah jadi kampung
sendiri namanya udah bertahun-tahun disana. Udah enak ga bayar rumah, walaupun
lingkungannya begitu kan berantakan banget tapi ya udah nyaman aja disana
Bagaimana hubungan ketetanggaan di Pasar Ikan?: Deket sih deket, karena kita udah
lama tinggal disitu aja kali ya. cuma ya gitu sebenernya mah pada cuek-cuek banget. Terus
sama tetangga juga suka pada berantem, suka pada sengkek dah orangnya. Kalo di sini kan
ngga, ga banyak masalah sama tetangga. Kaya saya sama orang Bukit Duri nih tetangga
samping saya nih bae bener kalo lagi masak banyak gitu suka pada ngasih ke tetangga, lah
yang dipasar ikan mah kita kelaperan juga ibarat kata ya dicuekin aja. Lebih masing-masing
aja di Pasar Ikan, berasa si bedanya.
Kegiatan-kegiatan gotong-royong dan kemasyarakatan di Pasar Ikan?: Oh kalau di
deket-deket rumah saya mah ngga ada pengajian, kalau mau ikut pengajian paling ikut ke
pengajian ibu-ibu di luar batang atau di kampung baru kayaknya ada deh
Kebiasaan-kebiasaan remaja di Pasar Ikan?: Yah jangan ditanya itumah, tawuran
sering sama anak muara baru ato ga sama anak luar batang, kalo narkoba yah sama aja sih
beberapa orang ada yg kena kasus narkoba, nah kalo minum-minum tuh banyak. Tiap
malem minggu pada nongkrong-nongkrong depan museum tuh trus belinya di pasar ikan
kan deket tuh ya.
Aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat di Pasar Ikan?: Cuek
cuek aja sih kalo ada yang minum-minum ga pada ngusir, kalo yang narkoba mah ga
terang2an kan. Makenya ngumpet2, tau tau nanti mah ketangkep aja kalo ga ketangkep ya
mati. Di sono mah bebas-bebas aja tau suka-suka aja lah. Kaya misalnya di sono juga mau
genjrang genjreng (main gitar) apa ga dengerin dangdutan pake speaker kenceng-kenceng
cxxxii
juga ga ada yang ngelarang. Lah kalo di sini coba berisik sedikit nih, langsung pengelola
atau security dateng dah ngegedor ngebilangin gaboleh berisik.
III. PERUBAHAN YANG DIRASAKAN SELAMA DI RUSUNAWA RAWABEBE.K
Bagaimana lingkungan fisik Rusunawa Rawa Bebek?: ya disini lebih bersih sih, ya
cakep lah rumahnya bagus... Ya kalau dulu kan rumah saya lingkungannya ga kaya gini,
kalo soal bersih mah disini lebih bersih deh
Bagaimana hubungan ketetanggaan di Rusunawa Rawa Bebek?: Kalau tetangga disini
saya ada yang tetangga baru, ada yang tetangga di pasar ikan. Di lantai ini tetangga saya
pasar ikan semua, tapi dulu kita ga se RT. Kalo diatas nih (lantai 4) itu orang bukit duri
semua... Hmm saya mah deket sama sape aje, sama orang bukit duri juga saya suka negor
biar kata kita kaga kenal ya kita namanya tinggal se daerah sekarang masa ga coba buat
sosialisasi... Ga kok, tetangganya ternyata bae bae bener. Yang orang pasar ikan misalnye
kita tau muka doang disini jadi tetangga, dan ternyata orangnya baik, diajak ngobrolnya
enak. Kalo kita pintu kebuka atau lagi nyapu ngepel di depan sini suka negor. Intinya ga
cuek cuek kaya tetangga saya dulu.
Kegiatan-kegiatan gotong royong sebagai penghuni rusun?: Di sini ada PKK sekarang,
ada kan tuh tugas pokoknya kita harus gotong royong, banyak deh kegiatannya ada
pengajian ibu-ibu, anak-anak, anak anak tanggung juga ada. Diajarin marawisan gitu
bareng sama Bukit Duri... ada kerja bakti tiap minggunya soalnya kan petugas
kebersihannya libur tuh kalo minggu jadinya kita adain kerja bakti di sini... pokoknya di
sini aktif deh.
Aturan-aturan yang berlaku di Rusunawa Rawa Bebek?: beuh banyak aturan di sini...
kaya tadi saya bilang di sini ga boleh berisik sedikit... terus kaya misalnya kebersihan di
sini kita diatur juga, klo pengelola liat depan rumahnya berantakan gitu langsung ditegor
kita, terus dibawah nih kita kan jualan ya kalo depan dagangannya kotor langsung ditegor
juga. Pengelola kalo hari kerja rajin banget keliling. Makanya kalo kata saya mah kita di
sini dididik bener-bener, biar ga urakan kaya waktu di Pasar Ikan.
IV. ADAPTASI YANG DILAKUKAN TERHADAP PERUBAHAN
Adaptasi terhadap perubahan lingkungan fisik?: Ya gitu awal2 pada nganggur, yang
dulunya dagang sempet berenti tuh waktu baru2 dipindahin ke lajang, ada juga tetangga
gua yang sempet dagangnya tetep di pasar ikan trus pulangnya kesini tapi lama2 orang juga
mikir kok cape amat bolak balik pasar ikan kesini jauh, udah berapa jam aja itu dijalan.
Nah kalo sekarang nih dari yang gua rasain udah mulai ada kemajuan, dagangan udah mulai
rame yang beli, karena kan sekarang yang bukit duri udah pada dipindahin kesini jadi ada
aja yang beli, kalau dulu mah waktu di lajang orang2 pasar ikan doang isinya, sama sama
susahnya ama kita jadi kan dulu pikirannya daripada beli makan mendingan masak. Jadi
yang dagang sepi pembeli, pas dipindahin kesini karena udah nyampur ama warga bukit
duri, yang pada dagang jadi pada banyak yang beli rata2 orang bukit duri.
Adaptasi terhadap perubahan lingkungan sosial?: Ga kok, di sini tetangganya ternyata
bae bae bener. Yang orang pasar ikan misalnye kita tau muka doang pas disini jadi tetangga,
dan ternyata orangnya baik, diajak ngobrolnya enak. Kalo kita pintu kebuka atau lagi nyapu
ngepel di depan sini suka negor. Intinya ga cuek cuek kaya tangga saya dulu. Jadi kita suka
negor sama tetangga, suka bantu juga... (dengan warga dari Bukit Duri) Bae ko sama juga,
cuman kan orang bukit duri kayak orang betawi, ngomongnya gue gue. Kadang suka
kebawa nih tetangga saya orang pasar ikan ga biasa ngomong betawi tapi pas disini tinggal
selantai sama orang bukit duri bahasanya jadi ke betawian... ya namanya hidup tetanggaan
ya jadi begitu lingkungan kan banyak kepengaruh. Lingkungan sosial itu pengaruh banget
loh buat sikap sama pribadi orang. Hehe kaya orang bener ye gue ngomong
cxxxiii
Adaptasi terhadap aturan-aturan di Rusunawa Rawa Bebek?: Namanya sekarang kita
banyak tanggungannya kan bayar kontrakan, bayar aer, beli pulsa listrik. Ya jadi kita cari-
cari tambahan lah. Jangan disamain kaya masih di Pasar Ikan ye, di Pasar Ikan kita kaga
kerja juga ada kontrakan tiap bulan barang gope (Rp.500.000) mah megang, belom laki kita
kerja kan, bayar listrik murah kita cuma 450watt kan, paling sebulan berapa si... ya sama
aturan mah kita taat ya, daripada kita gapunya rumah kan. Jadi yang ngga biasa kita biasa
biasain, misalnya kaya di sono kita ga biasa kerja bakti, di sini kita biasain kerja bakti
bebersih... ya lu tempatin diri dah di mana lu tinggal. Di Pasar Ikan lu boleh bebas, di sini
kalo ga boleh ya ga boleh, saya sendiri mah ikutin aja sih selagi aturannya baik buat saya,
kan kaya ini kita sebenernya diajarin lebih tertib gitu