danau maninjau kondisi kekinian permasalahan dan pengelolaannya

16
Fajrie Ananda Putra - 1210015311020 DANAU MANINJAU, KONDISI KEKINIAN, PERMASALAHAN DAN PENGELOLAANNYA Jaya Arjuna I. KONDISI KEKINIAN 1. Pendahuluan Danau Maninjau bekas bentukan letusan Gunung Berapi Sitinjau memiliki ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan laporan hasil studi LIPI (2003), batimetri danau memiliki karakteristik luas permukaan 9.737,50 ha, panjang maksimum 16,46 km, lebar maksimum 7,5 km, keliling 65 Km, volume air 10.226.001.629,2 m3 dan kedalaman maksimum 105 m. Luas daerah tangkapan air (catchment area) Danau Maninjau adalah 13.260 ha. Danau Maninjau merupakan danau kaldera yang berbentuk elips dengan batas di sebelah timur dengan volkano-tektonik yang terbentuk dari batuan dasar kompleks yaitu granodiorit, diabas, phyllitic, sekis dan gamping. Bentukan danau yang memanjang terjadi setelah masa erupsi yang lama atau berkali-kali pada waktu pergeseran lateral kanan jalur patahan utama Sumatera. Puncak tertinggi endapan letusan di sekitar Danau Maninjau adalah daerah Puncak Lawang. Letusan Gunung Sitinjau melontarkan material sebanyak 220 – 250 km 3 , yang tersebar sejauh 75 km dari pusat erupsi. Tuff (material endapan letusan) yang disemburkan Gunung Sintinjau menimbun daerah sekitar Bukit Tinggi diperkirakan hingga mencapai tinggi 220 meter. Ngarai Sianok yang akhirnya membentuk lembah merupakan bekas endapan material jatuhan letusan Maninjau Purba. Danau Maninjau dapat dicapai dengan menyusur jalan Bukittinggi- Matur dan jalan turun dari Ambun Pagi sepanjang 10 km melewati 44 kelokan yang dikenal dengan Kelok 44. 2. Wilayah Administrasi Danau Maninjau secara administrasi masuk dalam wilayah Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat dengan jarak 105 km dari kota Padang sebagai Ibu Kota Provinsi. Secara geografis Danau Danau Maninjau, Kondisi Kekinian, Permasalahan Dan Pengelolaannya

Upload: fajrieanandaputra

Post on 17-Sep-2015

77 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Artikel

TRANSCRIPT

Fajrie Ananda Putra - 1210015311020

DANAU MANINJAU, KONDISI KEKINIAN, PERMASALAHAN DAN PENGELOLAANNYA

Jaya Arjuna

I. KONDISI KEKINIAN

1. Pendahuluan

Danau Maninjau bekas bentukan letusan Gunung Berapi Sitinjau memiliki ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan laporan hasil studi LIPI (2003), batimetri danau memiliki karakteristik luas permukaan 9.737,50 ha, panjang maksimum 16,46 km, lebar maksimum 7,5 km, keliling 65 Km, volume air 10.226.001.629,2 m3 dan kedalaman maksimum 105 m. Luas daerah tangkapan air (catchment area) Danau Maninjau adalah 13.260 ha. Danau Maninjau merupakan danau kaldera yang berbentuk elips dengan batas di sebelah timur dengan volkano-tektonik yang terbentuk dari batuan dasar kompleks yaitu granodiorit, diabas, phyllitic, sekis dan gamping. Bentukan danau yang memanjang terjadi setelah masa erupsi yang lama atau berkali-kali pada waktu pergeseran lateral kanan jalur patahan utama Sumatera. Puncak tertinggi endapan letusan di sekitar Danau Maninjau adalah daerah Puncak Lawang. Letusan Gunung Sitinjau melontarkan material sebanyak 220 250 km3, yang tersebar sejauh 75 km dari pusat erupsi. Tuff (material endapan letusan) yang disemburkan Gunung Sintinjau menimbun daerah sekitar Bukit Tinggi diperkirakan hingga mencapai tinggi 220 meter. Ngarai Sianok yang akhirnya membentuk lembah merupakan bekas endapan material jatuhan letusan Maninjau Purba. Danau Maninjau dapat dicapai dengan menyusur jalan Bukittinggi-Matur dan jalan turun dari Ambun Pagi sepanjang 10 km melewati 44 kelokan yang dikenal dengan Kelok 44.2. Wilayah Administrasi

Danau Maninjau secara administrasi masuk dalam wilayah Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat dengan jarak 105 km dari kota Padang sebagai Ibu Kota Provinsi. Secara geografis Danau Maninjau terletak pada 001512,15 002414,34 LS dan 1000 0912,88-1000 1311,57 BT, berjarak 36 kilometer dari Bukittinggi dan 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam. Danau Maninjau berada dalam lingkup 7 nagari (gabungan dari beberapa desa) yaitu Nagari Maninaju, Nagari Bayur, Nagari Koto Kaciak, Nagari Tanjung Sani, Nagari II Koto, Nagari III Koto dan Nagari Sungai Batang yang masuk dalam wilayah Kecamatan Tanjung Raya. Kecamatan Tanjung Raya sebagai elemen pemerintah yang mengelola Danau Maninjau memiliki luas 24.400,03 Ha, termasuk luas perairan danau sebesar 9.737,50 Ha. Sebagai danau bekas letusan gunung berapi, Danau Maninjau hanya memiliki lahan datar di sekeliling danau yang sangat terbatas. Daerah dataran dimanfaatkan untuk permukiman penduduk, pertanian sawah dan palawija serta fasilitas pariwisata, sedangkan pada lerengnya merupakan lahan konservasi yang masih ditumbuhi hutan. Jumlah penduduk di kawasan Danau Maninjau relatif merata di 7 nagari. Jumlah penduduk terbesar berada di Nagari Tanjung Sani (5.799 jiwa), diikuti oleh Nagari II Koto (4.781 jiwa) serta Nagari III Koto (4.667 jiwa), Nagari Bayur (4.255 jiwa), Nagari Sungai Batang (4.019 jiwa), Nagari Koto Kaciak (3.670 jiwa), sedangkan Nagari yang berpenduduk paling sedikit adalah Nagari Maninjau (3.341 jiwa). Gambaran kondisi jumlah penduduk di kawasan Danau Maninjau disajikan pada Tabel 1.

3. Topografi

Kawasan Danau Maninjau mempunyai bentuk lahan dari datar sampai dengan perbukitan atau bergunung. Topografi kawasan danau terdiri dari berbagai kelas kelerengan, yaitu lahan datar dengan kelas kelerangan (0 8%), landai (8 15%), agak curam (1525%), curam (2540% ) dan sangat curam > 40%. Wilayah di bagian utara-barat punggung dalam DTA Danau Maninjau mempunyai Topografi relatif datar, sehingga lebih berkembang sebagai kawasan pembangunan. Daya tarik pengembangan wilayah ini karena adanya objek wisata alam danau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana seperti jalan, hotel dan restoran. Wilayah di bagian timur-selatan punggung dalam DTA Danau Maninjau mempunyai. Topografi berbukit dan bergunung dengan kemiringan tanah >15% dengan luas 95,79 ha.

4. Jenis Tanah dan Tingkat Bahaya Erosi

Jenis-jenis tanah yang ada di kawasan danau secara keseluruhan meliputi 6 jenis, yaitu (i) tanah andosol distrik seluas 17.319 ha (32,69%), (ii) glisol distrik seluas 13.323 ha (25,15%), (iii) kambisol distrik seluas 6.808 ha (12,85%), (iv) organosol saprik seluas 3.687 ha (6,69 %), (v) regosol seluas 1.044 ha (1,97%) dan (vi) kombisol eutrik seluas 558 ha (1,10 %).

5. Sumber Air Danau

Danau Maninjau terutama bersumber dari sungai-sungai yang mengalir sepanjang DAS yang bermuara ke danau, air hujan dan dari dalam danau sendiri. Di kawasan danau terdapat 88 buah sungai besar dan kecil dengan lebar maksimum 8 meter yang mengalir ke danau. Sungai-sungai di sebelah utara yang bermuara ke Danau Maninjau memiliki pola linear (lurus atau tidak bercabang), sedangkan sungai di sebelah barat danau pada umumnya berpola dendritik (bercabang). Kebanyakan dari sungai tersebut (61,4%) kering pada waktu musim kemarau, sedangkan sungai-sungai yang berair sepanjang tahun hanya 34 buah sungai. Sungai-sungai tersebut mengalir dengan debit yang relatif kecil. Menurut Bapedalda Sumbar tahun 2001, inflow air Danau Maninjau sebagian besar bersumber dari aliran sungai dan juga air dari dasar danau. Sungai relative besar yang bermuara ke Danau Maninjau dapat dilihat pada Tabel 2.

6. Debit Aliran Masuk dan Keluar

Air yang masuk danau Danau Maninjau terdiri dari : air hujan (281 juta m3 /th), surface run-off (250 juta m3/th) dan recharge air tanah (4,18 juta m3/th), sedangkan air yang keluar danau melalui Batang Antokan adalah 14.13 m3/sec atau 445,6 juta m3/tahun. Evaporasi (97 juta m3 /th), aliran yang keluar melalui Sungai Batang Antokan dan intake PLTA (4.6 juta m3/th). Komponen aliran air tanah paling besar (89 %), yang masuk ke danau, sehingga perlu untuk memberi perhatian terhadap upaya konservasi kawasan yang memberi pasokan untuk pengisian kembali air tanah. Berdasarkan kesetimbangan air masuk dan keluar, Danau Maninjau selain dari hujan, air sungai dan air tanah juga memiliki mata air sendiri di dasar danau sekitar 90,18 juta m3/tahun.7. Tinggi Muka Air Danau

Dari data yang ditampilkan dokumen Penyusunan Rancana Tata Ruang Kawasan Danau Maninjau diketahui bahwa tinggi dasar sungai saluran keluar air Danau Maninjau adalah 462 mdpl. Saluran keluar air dari Maninjau adalah Batang Sri Antokan yang juga dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Maninjau. Kapasitas PLTA Maninjau adalah 4 x 17 MW = 68 MW yang beroperasi mulai tahun 1983. PLTA dioperasikan dengan membuat bendungan saluran air keluar pada ketinggian bendung 464 meter dpl. Berdasarkan kondisi ini, maka dipastikan puncak muka air tertinggi Danau Maninjau adalah 464 meter dpl. Pada kondisi air danau di bawah 462 mdpl, maka tidak ada air yang keluar dari danau dan masuk ke Batang Antokan. Sebelum PLTA Danau Maninjau beroperasi, tinggi muka air Danau Maninjau adalah berkisar 463,7 mdpl hingga 464,5 dpl (tahun 1984 s.d 1987). Setelah PLTA beroperasi, tinggi muka air terus menurun mulai tahun 1993 hingga 1995, dan puncaknya tahun 1998 sudah tidak mengalir (over flow) ke Batang Antokan. Data tinggi muka air danau sejak tahun 1984 hingga 2001 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi muka air Danau Maninjau adalah 462,5 hingga 463,5 dpl. PLTA Maninjau beroperasi normal pada tinggi muka air 463,15 dpl, maka keberadaan dan operasional PLTA Maninjau hampir selalu berada pada kondisi tidak dapat beroperasi sesuai kapasitas pasangnya. Hal ini berarti kerugian bagi Sumatera Barat karena kekurangan energy dari sumber yang dapat terbarukan, biaya operasinal murah dan tidak mencemari lingkungan. Selain dari curah hujan di permukaan danau, fluktuasi tinggi muka air danau juga ditentukan oleh curah hujan di daerah tangkapan air yang jadi pemasok air ke Danau Maninjau. Pengelolaan hutan dan pemanfaatan lahan pada DTA ini akan mempengaruhi pasokan maupun kualitas air Danau Maninjau.

8. Saluran Keluar dari Danau Maninjau

Saluran keluar air dari Maninjau adalah Batang Sri Antokan. Debit Batang Antokan tergantung kepada tinggi muka air Danau Maninjau yang dapat diatur. Batang Antokan sebagai saluran keluar air danau dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Maninjau. Kapasitas PLTA Maninjau adalah 4 x 17 MW = 68 MW. Sesuai dengan ketersediaan air danau, tidak semua turbin dapat dioperasikan maksimal selama 24 jam. Hanya 1 unit turbin dapat dioperasikan 24 jam/hari dan 3 unit turbin beroperasi 6 jam/perhari dari jam 18.00 24.00. Dari hasil pengamatan 22 30 januari 2006 outflow rata-rata 960,708 m3/hari dan dari laporan tahun 2005 outflow rata-rata 1.164.604 m3/hari. Terjadi penurunan debit Batang Antokan akibat defisit debit Danau Maninjau. Defisit danau mengakibatkan over flow ke Batang Antokan juga berkurang, sehingga berakibat pada pemadaman listrik secara bergiliran di Sumatra Barat. Pada kondisi debit air kritis, PLTA Maninjau hanya menghasilkan kurang dari 50% kapasitas terpasang.

9. Iklim

Curah hujan di kawasan danau tahun 2003 adalah 1.466 mm dengan jumlah hari hujan 112 hari, sedangkan curah hujan pada tahun 2004 adalah 1.413 mm dengan jumlah hari hujan 177 hari. Pada tahun 2005 curah hujan menurun hingga 1.363 mm dengan jumlah hari hujan 140 hari. Bulan terkering di kawasan Danau Maninjau adalah Juni dengan curah hujan 171,3 mm dan bulan terbasah adalah Nopember dengan curah hujan 497,8 mm. Kawasan Danau Maninjau memiliki curah hujan rata-rata tahunan kurang lebih 1.563 mm, mengalami dua puncak hujan dalam setahun yaitu bulan AprilMei dan OktoberNopember. Keragaman curah hujan di kawasan danau juga dipengaruhi oleh sistem topografi yang memungkinkan terjadinya tipe hujan orografik. Kondisi ini menyebabkan kawasan danau memiliki sifat relatif basah, terjadi hujan sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata bulanan pada musim yang lebih kering (kemarau) berkisar antara 171,3267,6 mm, sedangkan pada musim hujan berkisar antara 283,4497,8 mm. Data iklim bulanan di daerah kawasan Danau Maninjau tercantum pada Tabel 3.

10. Penggunaan Lahan

Sebahagian besar (50%) daerah di sekitar Danau Maninjau masih didominasi hutan. Pemanfaatan lain adalah kegiatan perkebunan, termasuk kebun campuran dan sawah, baik sawah irigasi maupun tadah hujan. Kegiatan permukiman, pariwisata, dan perikanan menempati luas lahan yang cukup pesat pertumbuhannya. Pengelolaan lahan dalam kawasan Daerah Tangkapan Air dengan cara membuka tutupan tanah akan berpengaruh terhadap erosi dan sedimentasi di sub-sub DAS yang bermuara di Danau Maninjau. Besarnya erosi yang terbawa oleh limpasan yang terjadi di wilayah kawasan danau per tahun rata-rata 16 ton per ha, dengan total sedimen yang masuk ke danau setiap tahunnya sebanyak 2.410 ton (PSDA Sumbar, 2005). Erosi yang terjadi di kawasan Danau Maninjau menurunkan produktivitas lahan, meningkatkan kerusakan lingkungan, dan mengganggu estetika danau. Erosi yang mengikis lapisan tanah memberi dampak terhadap sifat fisik dan kimia dan juga aktivitas biologi tanah, terutama akibat tertutupnya pori tanah lapisan atas. Lahan di bahagian lereng kaldera Danau Maninjau yang relative curam didominasi oleh tanaman keras tahunan . Sedangkan pada bagian lereng yang lebih landai dijumpai tanaman tahunan alami dan tanaman kebun yang dibudidayakan oleh masyarakat seperti cengkeh, lada, jeruk, pisang dan kayu manis. Pada kawasan yang datar didominasi tutupan lahan untuk tanaman padi sawah dan palawija seperti cabe. Pada Tabel 4 dapat dilihat klasifikasi penggunaan lahan di Kecamatan Tanjung Raya selingkup Danau Maninjau.

Tabel 4. Penggunaan Lahan di selingkup Danau Maninjau.

Penggunaan lahan berpengaruh terhadap penutupan tanah yang akan berdampak terhadap tingkat erosi dan sedimentasi serta akhirnya akan mempengaruhi kualitas air danau. Beberapa penggunaan lahan yang mempengaruhi dan memberi tekanan terhadap kualitas air danau adalah: (i) Permukiman yang menyebar di selingkup danau. Penyebaran pusat permukiman umumnya mengikuti ketersediaan sarana dan prasarana jalan. Terdapat kecenderungan menempatkan tapak perumahan atau hotel pada bantaran pantai danau. Limbah yang bersumber dari permukiman baik bentuk padat maupun cair dapat menimbulkan dampak penurunan kualitas lingkungan tanah dan lahan yang akhirnya masuk dan mempengaruhi air danau. (ii) Hutan alam yang keberadaannya sangat menentukan terhadap kualitas dan kelestarian danau. Singkapan tutupan hutan akan menyebabkan erosi dan pengurangan resapan air. (iii) Sawah merupakan salah satu sumber pencaharian yanag mendukung usaha budidaya pertanian. Selain untuk lahan pertanian, sawah juga dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Umumnya sawah menggunakan sistem pertanian tadah hujan, hanya sebagian yang mendapat pasokan air dari sarana irigasi setengah teknis. Penggunaan pupuk dan pestisida yang tidak tepat waktu, tepat dosis dan tepat cara akan meningkatkan nutrient atau unsur hara di perairan. (iv) Tegalan diusahakan untuk tanaman pertanian yang tidak banyak menggunakan air seperti palawija.

II. TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Danau Maninjau merupakan salah satu berkah luar biasa dari Allah Swt. untuk rakyat Sumatera Barat, khususnya yang bermukim di selingkup danau. Keindahan pemandangan danau dapat dinikmati dari lokasi pengamatan seperti dari Embun Pagi dan Puncak Lawang. Air danau dan segala biota yang dikandungnya baru sebagian kecil yang terungkap dalam pengetahuan kita melalui penelitian, sementara masih banyak species yang dikhawatirkan sudah punah sebelum diketahui keberadaan dan fungsinya dalam ekosistem danau. Demikian juga dengan legenda adanya bunyi suara music yang terdengar dari tengah danau setiap kali air danau melepaskan belerang, konon ada kaitannya dengan pesta urang bunian Kita menikmati dan mengetahui secerbis kekayaan Danau Maninjau dalam pengalaman hidup yang rentang waktunya sangat singkat, tanpa memahami sepenuhnya untuk apa Allah menitipkan Danau Maninjau dalam kehidupan kita. Kita bahkan tak pernah merasa kehilangan, walau begitu banyak bagian lain yang sirna tanpa kita pernah menyadari tahu manfaatnya baik bagi kita maupun ekosistem danau itu sendiri. Kita banyak kehilangan masa depan danau karena merasa bahwa keberadaan danau hanyalah untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin saat ini.

Pemanfaatan danau yang hanya kita lihat dari sisi ekonomi dan kepentingan pembangunan saat ini sudah mulai dirasakan dampak negatifnya. Masyarakat tepi danau mulai merasakan terjadinya penurunan kualitas lingkungan perairan dan daratan serta nilai estetika dari danau. Bila kita dapat mensyukuri nikmat dan mengelolanya dengan baik, maka Allah akan menambah nikmat tersebut. Bila kita menyia-nyiakan, kita akan memperoleh azab yang kita tidak tahu bila dan apa bentuknya, serta sejauh mana akan mempengaruhi hidup kita dimasa depan. Sesuai dengan potensinya, pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Danau Maninjau menganut tiga pilar kesetimbangan antara ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Danau Maninjau dan daerah tangkapan airnya ditetapkan sebagai (i) kawasan resapan bagi DAS Antokan dan sekitarnya, (ii) objek wisata alam dan buatan, (iii) sumber energi terbarukan bagi Provinsi Sumatera Barat dan Riau, (iv) sumber air bagi penduduk setempat dan masyarakat di hilirnya dan (e) budi daya atau perikanan tangkap air tawar. Tantangan utama dalam membangun Danau Maninjau sesuai dengan peruntukkannya adalah karena rona awalnya sudah mengalami tekanan dan bahkan perubahan akibat berbagai kegiatan dari sektor pembangkit energy, perikanan, jasa pariwisata, pertanian, kehutanan dan pemukiman . Tekanan yang dialami Danau Maninjau berdampak terhadap perubahan kualitas dan kuantitas air danau, serta berbagai komponen lingkungannya. Tekanan yang berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan serta mengancam kelestarian danau antara lain dilihat dari:

1. Penurunan Tinggi Muka Air Danau

Tinggi muka air danau sebelum PLTA Maninjau beroperasi diatas 463,6 mdpl. PLTA Maninjau dirancang untuk beroperasi normal pada tinggi muka air danau 463,15 mdpl. Empat tahun berturut turut sebelum PLTA Maninjau beroperasi, tinggi muka air Danau Maninjau berfluktuasi pada 464,7 mdpl dan 463,7. Setelah PLTA Maninjau beroperasi, tinggi muka air Danau Maninjau terus menurun dan bahkan tahun 1992, 1993 dan 1998 sampai tidak bisa beroperasi karena tidak ada lagi air overflow dari badan air danau.Karena rendahnya muka air danau, dipastikan PLTA Maninjau tidak bisa beroperasi maksimal. Penurunan kualitas dan fungsi air danau sangat dirasakan karena terdapat perbedaan tinggi muka air danau pada musim penghujan dengan musim kemarau. Kondisi ini akan mempengaruhi terhadap beberapa spesies biota air yang diduga sebagian telah punah karena tidak mampu bertahan hidup dengan fluktuasi muka air yang relative sangat tajam.

2. Tekanan Aktivitas Penduduk

Selingkup Danau Maninjau berada dalam wilayah Kecamatan Tanjung Raya. Berdasarkan data dari Penduduk Kecamatan Tanjung Raya dalam angka tahun 2005, penduduknya berjumlah 30.532 jiwa. Kecamatan Tanjung Raya dengan luas 244,03 Km2 terdiri atas 9 (sembilan) Nagari dengan 53 jorong yang didominasi oleh permukaan danau, persawahan dan perbukitan. Masyarakat Kecamatan Tanjung Raya menggantungkan sumber kehidupannya pada bidang perdagangan, pegawai dan sebagian besar pada bidang pertanian meliputi usaha keramba, bercocok tanam dan berkebun. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Agam Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, warga Kecamatan Tanjung Raya berjumlah 28.311 jiwa yang terdiri atas 2.939 KK dan sebanyak 2.126 KK diantaranya masih dikategorikan miskin. Walaupun memiliki danau yang sangat potensial sebagai objek wisata, namun potensi ini belum bisa dibangkitkan untuk membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja sebagai sumber pendapatan. Besarnya jumlah penduduk yangtergolong miskin akan memberikan tekanan terhadap kualitas dan kelestarian danau maupun daerah daratan yang dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Kemiskinan juga dapat menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk. Kerusakan lahan pada daerah tangkapan air menyebabkan terjadinya kerusakan pada DAS yang berpengaruh terhadap aliran air sungai yang bermuara ke danau. Aliran air sungai yang dahulunya dimanfaatkan untuk sumber air bersih kering pada musim kemarau dan meluap di musim hujan. Kerusakan lahan dan tata air lainnya dirasakan dengan menghilangnya mata air di selingkar danau, sehingga masyarakat kekurangan sumber air bersih. Makin meningkatnya kebutuhan masyarakat yang bersandar pada potensi sumber daya alam danau, menyebabkan kearifan local menyelamatkan ikan danau dengan membatasi penangkapan telah hilang. Demikian juga karena rendahnya tingkat pendapatan petani di darat menyebabkan masyarakat tidak mampu menjalankan upaya konservasi lahan. Pada lokasi permukiman, seluruh limbah cair masyarakat telah jadi beban bagi badan air Danau Maninjau, karena belum ada upaya pengolahan limbah tinja maupun rumah tangga dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat perseorangan.

3. Usaha Keramba Jaring Apung

Usaha Kerqamba Jaring Apung mulai diperkenalkan ke perairan Danau Maninjau pada tahun 1991. Usaha Keramba Jaring Apung (KJA) dilakukan masyarakat pada 8 nagari (Koto Malintang, Koto Gadang VI Koto, Koto Kaciak, Duo Koto, Bayua, Maninjau, Sungai Batang dan Tanjung Sani. Tahun 2008 - 2009 terdapat 15.051 petak KJA di permukaan danau, dan jumlah ini menurun menjadi 12.860 petak pada tahun 2009 - 2010 dan tahun 2010-2011 sebanyak 9.830 petak. Penurunan ini dapat diduga karena adanya kejadian gempa bumi yang menghunjam Tanah Agam. Tahun 2010, sembilan (seluruh) nagari di Kecamatan Tanjung Raya menjadi tempat usaha pembibitan ikan yang awalnya tahun 2008 - 2009 hanya menempati areal 71,5 Ha, dan tahun 2009 - 2010 meningkat menjadi 91,5 Ha. Selain budidaya ikan keramba, sebanyak 363 KK dari masyarakat melakukan usaha perikanan tangkap (2009 - 2010). Selain budi daya ikan di permukaan danau, masyarakat juga melakukan budi daya ikan di kolam air deras sebanyak 129 petak. Rendahnya pengetahuan tentang kegiatan akrab lingkungan untuk usaha pada daerah danau sebagaimana rendahnya juga pengetahuan untuk lahan usaha di darat, menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan danau maupun daratan secara bersamaan. Erosi yang terjadi di darat menyebabkan pendangkalan di danau. Penurunan kualitas air danau akan menurunkan daya dukungnya baik untuk ketersediaan air bersih, pariwisata maupun untuk budidaya perikanan. Keluhan masyarakat yang juga didukung oleh hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan tingkat kejernihan air serta munculnya bau tak sedap dari air danau. Masyarakat juga menemukan endapan lumpur dan peralatan pendukung usaha keramba di dasar danau seperti limbah potongan bambu, karung, sekam (sisa pakan), jala dan juga drum bekas. Penurunan kualitas air danau yang paling dirasakan secara langsung adalah karena terjadinya penurunan jumlah kujungan dari wisatawan baik local maupun asing. III. RESPON DAN UPAYA PENGELOLAANMenyadari bahwa tingginya tingkat penyusutan muka air danau disebabkan oleh pemanfaatan airnya untuk memutar turbin ditambah dengan factor lainnya seperti curah hujan, air larian dan juga mata air, PLTA Maninjau perlu melakukan evaluasi terhadap kondisi ketersediaan air dan jumlah dan rentang waktu operasi turbin. Upaya mengurangi jam operasi serta jumlah turbin yang dipakai perlu lebih dimaksimalkan, sehingga pemakaian air tidak mengurangi fungsi dan kualitas air danau. Sebagai konsekwensinya, Sumatera Barat akan kekurangan sumber listrik yang berbiaya murah dan rendah polusi. Upaya pengaturan pemanfaatan air juga disertai dengan pemulihan luas tutupan hutan serta pencegahan masuknya sedimen ke badan air sungai yang bermuara ke Danau Maninjau. Upaya lain adalah dengan mengolah lahan dalam kawasan DTA dengan pola pertanian dan perkebunan akrab lingkungan. Tingginya tingkat sedimentasi di dasar danau dengan berbagai material baik hasil erosi, limbah padat, sisa pembangunan dan operasi Keramba Jaring Apung. Pemerintah bersama pengusaha keramba serta masyarakat perlu melakukan pencegahan antara lain dengan penerapan usaha Keramba Jaring Apung yang lebih ramah lingkungan, pengelolaan lahan darat dalam daerah tangkapan air dan pengerukan sedimen yang dirasa sudah menghambat aktivitas pemanfaatan danau. Dari berbagai masalah terkait kegiatan usaha Keramba Jaring Apung perlu upaya memininimalkan dampaknye terhadap lingkungan antara lain dengan cara:

1. Pembatasan jumlah unit dan sebaran Keramba Jaring Apung di permukaan air danau sehingga keberadaannya tidak menurunkan kualitas lingkungan baik dari sisi aspek fisik-kimia dan biologi perairan serta estetika. Dari hasil perhitungan, dengan system pengelolaan maksimum daya dukung Danau Maninjau hanya untuk 2.500 s.d. 3.500 petak keramba, sedangkan saat ini jumlahnya sudah mencapai 10.000 unit. 2. Penarikan retribusi jasa lingkungan kepada pengusaha keramba yang proposional dengan dampak yang ditimbulkannya dengan pertimbangan atas lokasi, jumlah unit serta kualitas air disekitar lokasi kegiatannya.

3. Pembentukan tim independen yang bertindak sebagai pembimbing dan penyuluh kegiatan usaha keramba jaring apung, sekaligus menyerap aspirasi masyarakat terkait kasus kerusakan lingkungan yang patut diduga berasal dari kegiatan pengelolaan Keramba Jaring Apung. Tim independen juga bertindak sebagai inovator bagi upaya peningkatan nilai ekonomis dan ekologis kegiatan usaha Keramba Jaring Apung. 4. Menurunnya tingkat kunjungan wisatawan karena semakin kotor dan baunya air Danau Maninjau perlu dicermati secara serius. Perlu kajian manfaat dan resiko keberadaan Keramba Jaring Apung dari aspek lingkungan fisik-kimia-biologi, ekonomi, social, serta aestetika untuk jangka pendek dan menengah terkait fungsi dan pertimbangan manfaat keberadaan danau untuk kesejahteraan masyarakat selingkup danau. Usaha Keramba Jaring Apung yang sudah beroperasi sejak 1991 ternyata terbukti tidak mampu mengangkat tingkat perkenomian dan pendapatan penduduk Kecamatan Tanjung Raya yang dilihat dari masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat. Indikator lain adalah tingginya tingkat perpindahan penduduk yang ditunjukkan terjadinya penurunan jumlah penduduk tahun 2010 dibanding tahun 2005. Ketidak berhasilan dari segi ekonomi juga ditandai dengan makin menurunnya kualitas lingkungan.5. Sampai saat ini belum ada pengelolaan limbah rumah tangga dan perhotelan yang dikelola dengan baik seperti menggunakan septik tank akrab lingkungan pada kawasan permukiman dan jasa pariwisata di selingkup danau. Selain menimbulkan pencemaran, bangunan permukiman dan hotel yang menempati sepandan danau juga harus ditertibkan.

Tabel 1: Penduduk di selingkup Danau Maninjau dalam wilayah Kecamatan Tanjung Raya.

Gambar 1: Lokasi Danau Maninjau dalam wilayah administrasi Kabupaten Agam

Danau Maninjau

Tabel 2: Sungai besar dari 88 sungai sebagai sumber air yang masuk ke Danau Maninjau

Tabel 3: Kondisi Iklim sekitar Danau Maninjau

Gambar 2: Fluktuasi Muka Air Danau Maninjau 1984-2001

Danau Maninjau, Kondisi Kekinian, Permasalahan Dan Pengelolaannya