dampak relokasi permukiman terhadap...
TRANSCRIPT
DAMPAK RELOKASI PERMUKIMAN TERHADAP KONDISI
SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT DI RUMAH SUSUN
JATINEGARA BARAT
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
Nurul Istiqomah
NIM. 11140840000050
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
DAMPAK RELOKASI PERMUKIMAN TERHADAP KONDISI SOSIAL
DAN EKONOMI MASYARAKAT DI RUMAH SUSUN JATINEGARA
BARAT
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Nurul Istiqomah
NIM. 11140840000050
Di bawah Bimbingan:
Dosen Pembimbing
Pheni Chalid, SF., MA., Ph.D
NIP. 19560505 200012 1001
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Selasa, 10 April 2018 telah dilaksanakan Ujian Komprehensif atas
nama mahasiswi:
1. Nama : Nurul Istiqomah
2. NIM : 11140840000050
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Dampak Relokasi Permukiman Terhadap Kondisi Sosial
dan Ekonomi Masyarakat di Rumah Susun Jatinegara Barat
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiwi tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 April 2018
1.
Arief Fitrijanto, M.Si
NIP. 19711118 200501 1 003
2.
Drs. Jackie Nurdjaman Rachman, MPS
NIP.
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari Selasa, 29 Januari 2019 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama
2. NM
3. Jurusan
4. Judul Skripsi
: Nurul Istiqomah
: 11140840000050
: Ekonomi Pembangunan
: Dampak Relokasi Permukiman Terhadap Kondisi
Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Rumah Susun
Jatinegara Barat
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Januari 2019
1. Arief Fitrijanto, M.Si
NIP. 19711118 200501 1 003
2. Drs. Pheni Chalid, S.F., M.A., PhD
NIP. 19560505 200012 1 001
3. Dr. Lukman, M.Si
NIP. 19570617 198503 1 002
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 11140840000050
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, Januari 2019
Yang menyatakan
(Nurul Istiqomah)
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Nurul Istiqomah
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 2 Juli 1995
Alamat : Jl. Jagakarsa No. 37, RT 02 / RW
07. Jagakarsa. Jakarta Selatan
Telepon : 081807159259
Email : [email protected]
II. LATAR BELAKANG KELUARGA
Ayah : H. Abdullah
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Desember 1972
Ibu : Fathiati
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 4 Juli 1974
III. PENDIDIKAN
1. TK Islam Al-Athfal II 2000-2001
2. SDN 04 Petukangan Selatan 2001-2007
3. SMPN 110 Jakarta 2007-2010
4. SMAN 3 Jakarta 2010-2013
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014-2018
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. 2015 Anggota Divisi Internal & Eksternal HMJ Ekonomi
Pembangunan
2. 2016 Sekretaris Koordinator Divisi Kemahasiswaan HMJ
Ekonomi Pembangunan
3. 2017 Kepala Bidang III HMJ Ekonomi Pembangunan
vi
ABSTRACT
The purpose of this study is to find out the impacts of relocation toward
economic and social conditions of the people in Rumah Susun Jatinegara Barat.
This study applies to 50 randomly selected samples. Through the Paired Samples
Test method, it is found that there are differences average household income in
Rumah Susun Jatinegara Barat at Rp.642,800.00. The household income tenants
before relocated is greater than after being relocated. Meanwhile, there is a
difference average household expenditure in Rumah Susun Jatinegara Barat at Rp.
1,027,660.00. The average household expenditure before relocation is smaller than
after being relocated. Then, social interaction among tenant members in Rumah
Susun Jatinegara Barat is more individualistic than before relocation.
Keywords: Resettlements, family income, family expenses, social interactions,
paired samples test
vii
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan
pasca relokasi pada kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di Rumah Susun
Jatinegara Barat. Penelitian ini menggunakan 50 sampel yang dipilih secara acak.
Melalui metode Paired Samples Test, ditemukan bahwa terdapat perbedaan rata-
rata pendapatan keluarga di Rumah Susun Jatinegara Barat sebesar Rp.642.800,00
di mana rata-rata pendapatan keluarga sebelum direlokasi lebih besar dibandingkan
setelah direlokasi. Kemudian, terdapat perbedaan rata-rata pengeluaran keluarga di
Rumah Susun Jatinegara Barat sebesar Rp.1.027.660,00 di mana rata-rata
pengeluaran keluarga sebelum direlokasi lebih kecil dibandingan setelah direlokasi.
Sementara itu, pada kondisi sosial masyarakat di Rumah Susun Jatinegara Barat
ditemukan perbedaan pada interaksi sosial antar warga, yang mana setelah
direlokasi masyarakat menjadi individual dibandingkan sebelum direlokasi.
Kata kunci: Relokasi permukiman, pendapatan keluarga, pengeluaran
keluarga, interaksi sosial, paired samples test
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan
kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke
zaman terang benderang. Penelitian yang berjudul Dampak Relokasi Permukiman
Terhadap Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Rumah Susun Jatinegara
Barat ini ditujukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini juga tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa adanya
keterlibatan orang lain. Maka dari itu, pada kesempatan kali ini, penulis ingin
menyampaikan terima kasih atas semua bentuk bantuan, dukungan hingga
semangat dan doa yang telah diberikan selama proses studi penulis di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta berlangsung. Secara khusus, penulis ingin berterima kasih
kepada:
1. Keluarga tercinta, Ayah Doel dan Mama Tia yang selalu memberikan doa
serta dukungan baik moril maupun materi kepada penulis. Kemudian, adik-
adik tersayang yaitu Wiyah dan Kiki yang setia menjadi teman penghibur
ketika penulis merasa penat mengerjakan skripsi ini.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengenyam pendidikan di kampus tercinta ini.
3. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si dan Bapak Sofyan Rizal, M.Si selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta atas peran aktifnya menjaga atmosfer akademik di
Jurusan Ekonomi Pembangunan yang membuat perjalanan studi penulis
dapat berjalan dengan lancar.
4. Bapak Drs. Pheni Chalid, S.F., M.A., Ph.D selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, motivasi, serta arahan kepada penulis dengan
sabar dan bijaksana sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
ix
Terima kasih atas waktu yang telah bapak luangkan dan ilmu yang telah
bapak berikan. Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan dan keberkahan
oleh Allah SWT.
5. Seluruh Tenaga Pengajar di Jurusan Ekonomi Pembangunan yang telah
memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis. Semoga ilmu yang
telah diberikan menjadi manfaat bagi penulis dan pihak lain di kemudian
hari.
6. Seluruh pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membantu
penulis dalam hal administrasi sehingga mendapat kelancaran dalam
menyelesaikan studi ini.
7. Tante Titis, Om Yulian, Nicho, Dicho, dan Calista yang telah memberikan
motivasi dan doa agar penulis dapat segera menyelesaikan skripsi ini.
8. Remaja Masjid, Mala dan Malik, atas semua kebaikan kalian selama masa
perkuliahan. Terima kasih karena selalu ada baik dalam keadaan senang
maupun sedih. Semoga kalian selalu diberikan keberkahan oleh Allah SWT.
9. Para SPG Griya Hijau 2, Nadya, Tina, Alida, Mincul, dan Rizka yang telah
merelakan kamarnya untuk dijadikan posko penampungan penulis ketika
tidak ada dosen selama masa perkuliahan.
10. Teman-teman seperjuangan skripsi, Tiara, Anis, Tina, Effa, Yusup, dan Ka
Rival. Terima kasih karena selalu memberi motivasi bahwa penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
11. Seluruh teman-teman Jurusan Ekonomi Pembangunan angkatan 2014,
terlebih untuk teman-teman konsentrasi Otonomi dan Keuangan Daerah
yang telah menjadi teman seperjuangan, teman berbagi inspirasi dan canda
tawa selama masa perkuliahan.
12. Para Master EP, Ka Didi, Tanu, dan Dwi atas segala bantuan untuk penulis
selama mengerjakan skripsi ini. Terima kasih karena selalu rela untuk
diganggu dengan pertanyaan-pertanyaan receh dari penulis.
13. Calon ahli gizi gagal, Zashika dan Ratna atas dukungan dan doa yang
diberikan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
14. Teman-teman wacanaers, Syahra, Nuna, Maya, dan Nabila yang selalu
memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
x
15. Keluarga cendana, Yeshi, Riky, Caesar, Dimas, Riska, dan Ayu yang tiada
henti memberikan dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
16. Seluruh rekan kerja selama penulis menjadi anggota HMJ Ekonomi
Pembangunan Periode 2015-2016, 2016-2017, dan 2017-2018 atas
pengalaman yang berharga dalam berorganisasi.
17. Seluruh responden penelitian di Rusun Jatinegara Barat yang telah
meluangkan waktunya untuk menjawab pertanyaan penulis dan seluruh
pengelola Rusun Jatinegara Barat yang telah membantu penulis selama
proses penelitian.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih memiliki
kekurangan akibat terbatasnya pengalaman dan sumber daya penulis. Oleh karena
itu, penulis mengapresiasi segala bentuk kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk kesempurnaan penelitian ini. Penulis juga memohon maaf apabila
terdapat kesalahan penulisan yang menyinggung pihak tertentu. Pada akhirnya,
penulis berharap penelitian ini dapat berguna bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Jakarta, Januari 2019
Nurul Istiqomah
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ........................................iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................................................vi
ABSTRAK ........................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xiv
DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 9
A. Landasan Teori ..................................................................................................... 9
1. Perumahan dan Permukiman .......................................................................... 9
2. Permukiman Kumuh ...................................................................................... 12
3. Relokasi Permukiman..................................................................................... 16
4. Rumah Susun .................................................................................................. 19
5. Kondisi Sosial .................................................................................................. 21
6. Kondisi Ekonomi ............................................................................................. 26
7. Strategi Koping Ekonomi ............................................................................... 31
B. Penelitian Sebelumnya ........................................................................................ 32
C. Kerangka Berpikir .............................................................................................. 35
D. Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 37
A. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................. 37
xii
B. Metode Penentuan Sampel ................................................................................. 37
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................................ 38
1. Data Primer ..................................................................................................... 38
2. Data Sekunder ................................................................................................. 39
D. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 39
1. Analisis Kondisi Ekonomi Masyarakat Sebelum Dan Setelah Relokasi .... 39
2. Identifikasi Strategi Koping Ekonomi Yang Dilakukan Masyarakat Untuk
Mengatasi Kondisi Ekonomi Setelah Relokasi ..................................................... 41
3. Analisis Kondisi Sosial Masyarakat Sebelum Dan Setelah Relokasi ......... 41
E. Operasional Variabel Penelitian ........................................................................ 42
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................................. 43
A. Gambaran Umum Rumah Susun Jatinegara Barat ........................................ 43
1. Kependudukan ................................................................................................ 44
2. Sarana dan Prasarana .................................................................................... 45
3. Kegiatan ........................................................................................................... 46
B. Deskripsi Responden .......................................................................................... 48
1. Responden Berdasarkan Usia ........................................................................ 48
2. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ....................................................... 48
3. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan.............................................. 49
4. Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ........................... 50
5. Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan .................................................... 51
C. Analisis dan Pembahasan ................................................................................... 52
1. Hasil Uji Normalitas ....................................................................................... 52
2. Dampak Relokasi Terhadap Kondisi Ekonomi ............................................ 53
3. Strategi Koping Ekonomi ............................................................................... 59
4. Dampak Relokasi Terhadap Kondisi Sosial ................................................. 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 70
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 70
B. Saran .................................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 72
LAMPIRAN..................................................................................................................... 76
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rumah Susun Sewa di DKI Jakarta Tahun 2015......................... 3
Tabel 4.1 Penduduk Rumah Susun Jatinegara Barat berdasarkan Jenis
Kelamin........................................................................................ 44
Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana di Rumah Susun Jatinegara Barat............. 45
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Tingkat Pendapatan Keluarga..................... 52
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Tingkat Pengeluaran Keluarga................... 52
Tabel 4.5 Paired Samples Test Pendapatan Keluarga.................................. 53
Tabel 4.6 Paired Samples Test Pengeluaran Keluarga................................. 56
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Rumah Susun Jatinegara Barat................................................ 43
Gambar 4.2 Suasana Koridor di Lantai Hunian Rumah Susun Jatinegara
Barat.........................................................................................
66
xv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Penduduk Rumah Susun Jatinegara Barat berdasarkan
Tingkat Pendidikan............................................................. 44
Diagram 4.2 Responden Berdasarkan Usia............................................. 48
Diagram 4.3 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.............................. 49
Diagram 4.4 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...................... 49
Diagram 4.5 Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga..... 50
Diagram 4.6 Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan............................ 51
Diagram 4.7 Tingkat Pendapatan Keluarga Sebelum dan Setelah
Relokasi.............................................................................. 54
Diagram 4.8 Tingkat Pengeluaran Keluarga Sebelum dan Setelah
Relokasi.............................................................................. 57
Diagram 4.9 Rata-rata Pengeluaran Keluarga Sebelum dan Setelah
Relokasi.............................................................................. 57
Diagram 4.10 Persentase Strategi Koping Mengurangi Pengeluaran
Pangan................................................................................ 60
Diagram 4.11 Persentase Strategi Koping Mengurangi Pengeluaran
Bidang Kesehatan............................................................... 61
Diagram 4.12 Persentase Strategi Koping Mengurangi Pengeluaran
Bidang Pendidikan.............................................................. 62
Diagram 4.13 Persentase Strategi Koping Mengurangi Pengeluaran Non
Pangan Lainnya................................................................... 63
Diagram 4.14 Persentase Strategi Koping Meningkatkan Pendapatan...... 64
Diagram 4.15 Persentase Perubahan Interaksi Sosial Asosiatif................. 65
Diagram 4.16 Persentase Perubahan Konflik di Masyarakat..................... 68
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian............................................................. 77
Lampiran 2 Informasi Umum Responden................................................ 85
Lampiran 3 Pekerjaan Utama Kepala Keluarga Responden.................... 87
Lampiran 4 Pendapatan Keluarga............................................................ 89
Lampiran 5 Pengeluaran Keluarga........................................................... 91
Lampiran 6 Persentase Strategi Koping Ekonomi.................................... 93
Lampiran 7 Hasil Uji Normalitas............................................................. 94
Lampiran 8 Hasil Paired Samples Test Pendapatan Keluarga................. 95
Lampiran 9 Hasil Paired Samples Test Pengeluaran Keluarga................ 96
Lampiran 10 Kondisi Tempat Penelitian.................................................... 97
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di wilayah perkotaan yang lebih pesat dibandingkan di
wilayah pedesaan menjadi daya tarik bagi penduduk non perkotaan untuk
bermigrasi ke kota. Sebagaimana pendapat Sujarto (2002) bahwa pertumbuhan
penduduk di perkotaan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pertambahan
penduduk secara alami dan pertambahan penduduk melalui urbanisasi. Sejalan
dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan sarana dan prasarana
perkotaan juga bertambah, satu diantaranya adalah kebutuhan perumahan. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Adam dalam
Nasution (2002:3) bahwa permasalahan yang akan ditimbulkan dari hyper
urbanisasi ialah mencari rumah sebagai tempat tinggal.
Rumah merupakan kebutuhan dasar yang bersifat material dimana
memiliki fungsi baik sebagai fungsi fisik maupun fungsi non fisik. Fungsi fisik
dari sebuah rumah ialah melindungi orang-orang yang ada di dalamnya dari
ancaman atau gangguan yang berasal dari luar rumah seperti panas, hujan, dan
angin serta gangguan keamanan. Sedangkan, fungsi non fisik dari sebuah rumah
ialah sebagai tempat yang memberikan rasa nyaman, damai, dan tentram;
menjamin kelangsungan hidup atau reproduksi, serta pengembangan pola relasi
sosial atau sosialisasi.
Walaupun merupakan satu dari kebutuhan dasar, pemenuhan kebutuhan
perumahan di perkotaan masih terbatas dan sulit untuk dipenuhi, terutama untuk
masyarakat berpenghasilan rendah. Meningkatnya kebutuhan akan perumahan
menyebabkan adanya kompetisi dalam mendapatkan lahan yang berakibat pada
tingginya harga tanah. Ketersediaan lahan yang terbatas di wilayah perkotaan
disebabkan karena selain untuk pembangunan tempat tinggal, lahan yang
tersedia digunakan untuk pembangunan perkantoran, pusat perdagangan, dan
fasilitas publik. Semakin tingginya harga tanah yang tidak diimbangi dengan
daya beli masyarakat, maka telah mendorong masyarakat berpenghasilan
2
rendah untuk membangun permukiman baru di daerah-daerah yang bukan
peruntukkannya, seperti di tepian sungai dan rel kereta api. Dengan demikian,
berkembanglah kawasan permukiman ilegal, yang kemudian ditambah dengan
merosotnya kondisi hunian dan pada akhirnya menjadi kawasan permukiman
kumuh.
Permukiman kumuh menurut Komarudin (1997:83) adalah lingkungan
permukiman dengan kepadatan penduduk melebihi 500 orang per Ha, memiliki
kondisi sosial dan ekonomi yang rendah, jumlah rumah yang sangat padat dan
ukurannya di bawah standar, prasarana lingkungan hampir tidak ada atau tidak
memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, dibangun di atas tanah negara atau
tanah milik orang lain, dan di luar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Indonesia melalui RPJMN 2015-2019 menargetkan kota tanpa kawasan
kumuh di tahun 2019. Target tersebut sejalan dengan target SDGs ke 11, yaitu
mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di
permukiman kumuh pada tahun 2020. Dalam rangka mewujudkan target
tersebut, pemerintah perlu bekerja sama dengan instansi terkait dan pemerintah
daerah untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Salah satu daerah yang memperhatikan isu permukiman kumuh adalah
Provinsi DKI Jakarta. Sebagaimana tercantum dalam RPJMD DKI Jakarta
2013-2017, pemerintah DKI Jakarta menetapkan salah satu isu startegis yaitu
peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman kota melalui
program penataan kampung dan lingkungan kumuh.
Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia tidak terlepas
dari permasalahan permukiman kumuh. Menurut BPS (2013) dalam Evaluasi
Rukun Warga (RW) Kumuh DKI Jakarta, terdapat 223 RW kumuh di DKI
Jakarta dengan sebesar 16,18% status tanah tempat mereka tinggal adalah tanah
negara. Satu kasus permukiman kumuh di DKI Jakarta adalah terletak di
sepanjang tepian Sungai Ciliwung. Sungai Ciliwung yang memiliki fungsi
drainase bagi Kota Bogor, Depok, dan Jakarta telah mengalami perubahan
fungsi akibat munculnya permukiman kumuh pada tepian sungai dan kondisi
tersebut mengganggu fungsi sungai sebagai area resapan air. Akibatnya, saat
musim penghujan tiba, sungai tidak dapat menahan laju dan debit air yang
3
sangat besar sehingga menyebabkan air sungai meluap ke permukaan dan
mengakibatkan banjir.
Dalam hal menyikapi permasalahan banjir yang juga terkait dengan
permukiman ilegal, Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta menempuh
kebijakan melalui Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Detil Tata Ruang
(RDTR) bahwa kawasan permukiman yang berada di bantaran sungai, waduk,
dan situ serta yang mengganggu sistem tata air harus ditata dan/atau direlokasi.
Relokasi merupakan pilihan alternatif yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat untuk menata kembali dan melanjutkan kehidupannya di tempat
yang baru dimana sebelumnya mereka tinggal di permukiman kumuh, status
lahan yang ilegal dan bermukim di lingkungan yang rawan akan bencana
(Yudhohusodo dalam Musthofa, 2011:3). Penduduk yang berada di kawasan
ilegal dan kumuh tersebut akan dipindahkan ke rumah susun sewa yang telah
disediakan oleh Pemda DKI Jakarta yang bekerjasama dengan Dinas Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat. Rumah susun sewa (Rusunawa) dinilai sebagai
salah satu strategi penataan permukiman kumuh perkotaan yang dapat
membantu mengatasi permukiman kumuh dengan menjamin kepastian dan
keamanan tinggal bagi masyarakat yang semula menghuni kawasan ilegal.
Tabel 1.1
Rumah Susun Sewa di DKI Jakarta Tahun 2015
Kota Administratif Blok Total Jumlah Unit
Jakarta Selatan 6 440
Jakarta Utara 62 6.320
Jakarta Barat 17 blok + 3 tower 2.009
Jakarta Pusat 6 540
Jakarta Timur 57 blok + 2 tower 5.318
Sumber: Paparan Penanganan Kawasan Kumuh DKI Jakarta, 2016
Pada tahun 2015, tercatat terdapat 57 blok dan 2 tower rumah susun di
wilayah Jakarta Timur (Tabel 1.1). Jumlah tersebut merupakan jumlah blok
terbanyak di DKI Jakarta. Wilayah administratif Jakarta Timur memiliki luas
area sebesar 188,03 Km2. Kota Jakarta Timur didesain untuk menjadi daerah
pengembangan yang diperuntukkan sebagai permukiman penduduk dan
4
berbagai aktifitas ekonomi, terutama dalam bidang industri pengolahan dan
pariwisata (BPS, 2007). Oleh karena itu, wilayah ini dijadikan sebagai lokasi
pembangunan rumah susun dalam rangka menangani kawasan permukiman
kumuh. Rumah susun yang dibangun diperuntukkan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah dan diutamakan untuk dihuni terlebih dahulu oleh
masyarakat yang direlokasi dari permukiman kumuh.
Salah satu rumah susun yang terletak di wilayah Jakarta Timur adalah
Rumah Susun Jatinegara Barat, tepatnya di Jalan Jatinegara Barat, Kelurahan
Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Kota Adminitrasi Jakarta Timur.
Rumah Susun Jatinegara Barat dibangun pada 31 Desember 2013 di atas lahan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat dan memiliki dua tower dengan 16 lantai, dimana Tower A
memiliki 266 unit hunian dan Tower B memiliki 252 unit hunian.
Rumah Susun Jatinegara Barat disiapkan untuk menampung masyarakat
yang direlokasi dari kawasan Kampung Pulo. Kampung Pulo merupakan salah
satu permukiman yang terletak di tepian Sungai Ciliwung, tepatnya di
Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Kampung
Pulo memiliki luas wilayah sekitar 8 Ha dengan jumlah penduduk pada tahun
2010 sebanyak 10.022 jiwa (Data Kelurahan Kampung Melayu). Kawasan
permukiman tersebut berdekatan dengan pusat kegiatan sekunder di bidang
perdagangan dan jasa DKI Jakarta yaitu Pasar Jatinegara dan Terminal Bus
Kampung Melayu. Meskipun berada pada lokasi yang strategis, kawasan
Kampung Pulo memiliki permasalahan-permasalahan seperti kondisi prasarana,
sarana, dan utilitas umum yang buruk dan menjadi kawasan yang terkena banjir
dikala musim penghujan tiba akibat luapan dari Sungai Ciliwung (Pangkerego
dan Denny, 2013:18).
Program relokasi kawasan Kampung Pulo dilakukan pada tahun 2015
dengan memindahkan sebanyak 518 Kepala Keluarga ke permukiman baru,
yaitu Rumah Susun Jatinegara Barat. Melalui program relokasi permukiman
diharapkan dapat memberikan perubahan yang lebih baik dari kondisi sebelum
direlokasi kepada masyarakat yang menjadi sasaran program tersebut. Sehingga
5
pemerintah merasa perlu untuk melakukan perubahan yang lebih baik meliputi
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang mana dapat menciptakan
lingkungan permukiman yang berkelanjutan.
Sebelum melakukan penelitian yang lebih mendalam, peneliti
melakukan preliminary research atau studi pendahuluan untuk mengetahui
permasalahan-permasalahan yang terjadi pasca relokasi tersebut dengan
melakukan wawancara kepada 3 orang warga Rumah Susun Jatinegara Barat.
Menurut penuturan seorang warga Rusunawa Jatinegara Barat, Ibu Dewi
(Wawancara Pribadi, 23 Januari 2018), dimana pasca dirinya beserta keluarga
direlokasi, kondisi ekonomi keluarga dinilai mengalami perubahan yaitu
adanya peningkatan pengeluaran selain untuk mencukupi kehidupan
keluarganya, Ia harus membayar sewa unit hunian, air PDAM, dan listrik. Hal
serupa juga dikatakan oleh Bapak Iwan (Wawancara Pribadi, 23 Januari 2018),
dimana Ia mengatakan bahwa pendapatannya setelah direlokasi mengalami
penurunan sebagai akibat warungnya yang terkena gusur.
Adanya perubahan dalam kondisi ekonomi keluarga pasca relokasi
dapat menimbulkan tekanan dalam kehidupan keluarga. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Feil (2012:10) bahwa tekanan ekonomi dapat ditimbulkan
karena kehilangan rumah, kehilangan pekerjaan, atau terjadi perubahan besar
dalam status finansial keluarga. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elder
et al. (1992:13) terdapat tiga pengukuran mengenai tekanan ekonomi, yaitu
tingkat pendapatan, perubahan pendapatan yang merugikan, dan status
pekerjaan yang tidak stabil. Feil (2012) menyatakan bahwa dalam menghadapi
tekanan ekonomi maka perlu dilakukan strategi koping. Strategi koping
merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh individu dalam menghadapi
kesenjangan antara tekanan situasi dengan sumber daya yang mereka miliki.
Pada umumnya, keluarga melakukan strategi koping untuk menghadapi tekanan
ekonomi melalui dua macam strategi, yaitu peningkatan pendapatan dan/atau
penghematan atau pengurangan pengeluaran (Puspitawati, 1998:1). Oleh
karena itu, masyarakat Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa) Jatinegara
6
Barat perlu melakukan strategi koping untuk mengatasi perubahan kondisi
ekonomi yang terjadi setelah direlokasi.
Selain kondisi ekonomi, kondisi sosial masyarakat yang menjadi
sasaran program relokasi juga mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan
penempatan unit hunian untuk setiap warga dilakukan dengan cara pengundian
atau pengambilan nomor secara acak. Oleh karena itu, masyarakat diharuskan
untuk beradapatasi kembali dengan lingkungan atau tetangga sekitar unit
hunian. Menurut pengakuan seorang warga Rusunawa Jatinegara Barat, Ibu
Etty (Wawancara Pribadi, 23 Januari 2018), dirinya kini merasa hanya cukup
seperlunya saja untuk keluar rumah dikarenakan tetangga kanan-kiri unit
huniannya bukanlah tetangga yang telah Ia kenal seperti sebelumnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Dampak Relokasi Permukiman Terhadap Kondisi
Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Rumah Susun Jatinegara Barat”.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang sering terjadi di wilayah kota-kota besar adalah
munculnya permukiman kumuh. Permukiman kumuh tersebut muncul
disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk
dengan kebutuhan permukiman, yaitu jumlah penduduk yang terus bertambah
sedangkan luas wilayah tetap. Permukiman kumuh biasanya dihuni oleh
masyarakat kelas bawah karena mereka tidak mampu untuk membeli rumah
yang layak untuk dijadikan sebagai tempat tinggal sehingga mereka memilih
untuk mendirikan rumah di kawasan-kawasan yang bukan merupakan
peruntukannya sebagai tempat tinggal, seperti di pinggir rel kereta api dan
bantaran sungai. Satu diantara kota-kota besar yang memiliki masalah terkait
permukiman kumuh ialah Kota Jakarta. Berdasarkan hasil Evaluasi Rukun
Warga (RW) Kumuh di DKI Jakarta, pada tahun 2013 terdapat 264 RW yang
memiliki status sebagai wilayah kumuh yang tersebar di enam wilayah
Kabupaten dan Kota di DKI Jakarta.
Kawasan Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan
Jatinegara merupakan kawasan permukiman kumuh yang terletak di bantaran
Sungai Ciliwung. Berkembangnya permukiman kumuh di bantaran Sungai
7
Ciliwung telah mengurangi daerah resapan air dan mempersempit badan sungai
sehingga sungai tidak dapat menahan laju debit air ketika musim penghujan tiba
dan mengakibatkan bencana banjir sehingga masyarakat yang tinggal di
permukiman tersebut mengalami kerugian.
Upaya yang dilakukan pemerintah daerah DKI Jakarta dalam mengatasi
banjir ialah dengan melakukan normalisasi sungai agar fungsi sungai kembali
seperti semula. Relokasi permukiman penduduk merupakan solusi yang diambil
pemerintah daerah selain untuk mengembalikan fungsi sungai juga untuk
memberikan kesempatan kepada warga yang tinggal di permukiman kumuh
tersebut untuk memiliki permukiman yang lebih layak. Namun setelah program
relokasi berjalan, masyarakat mengalami perubahan dalam kehidupan sehari-
hari baik dari kondisi sosial maupun kondisi ekonomi seperti perubahan pada
interaksi sosial antar warga, tingkat pendapatan keluarga, serta tingkat
pengeluaran keluarga.
Adanya perubahan pada kondisi ekonomi yang dilihat dari aspek tingkat
pendapatan dan tingkat pengeluaran menyebabkan setiap keluarga di Rusunawa
Jatinegara Barat untuk melakukan sebuah upaya nyata untuk mengatasi
perubahan kondisi tersebut dengan melakukan strategi koping ekonomi agar
dapat bertahan hidup.
Adapun strategi koping ekonomi yang dapat dilakukan sebuah keluarga
terdiri dari dua strategi, yaitu dengan meningkatkan pendapatan keluarga
dan/atau melakukan penghematan atau mengurangi pengeluaran keluarga.
Dampak setelah relokasi permukiman tersebut selanjutnya dapat ditelusuri
melalui beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak relokasi permukiman Kampung Pulo terhadap
tingkat pendapatan dan tingkat pengeluaran keluarga di Rumah Susun
Jatinegara Barat?
2. Bagaimana strategi koping ekonomi yang dilakukan keluarga dalam
mengatasi perubahan tingkat pendapatan dan pengeluaran di Rumah
Susun Jatinegara Barat?
3. Bagaimana dampak relokasi permukiman Kampung Pulo terhadap
interaksi sosial antar warga di Rumah Susun Jatinegara Barat?
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka
tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini, antara lain:
1. Menganalisis dampak sebelum dan setelah relokasi permukiman dari
Kampung Pulo ke Rumah Susun Jatinegara Barat terhadap tingkat
pendapatan dan tingkat pengeluaran keluarga di Rumah Susun
Jatinegara Barat.
2. Menganalisis strategi koping ekonomi keluarga yang dilakukan setelah
relokasi permukiman dari Kampung Pulo ke Rumah Susun Jatinegara
Barat.
3. Menganalisis dampak sebelum dan setelah relokasi permukiman dari
Kampung Pulo ke Rumah Susun Jatinegara Barat terhadap interaksi
sosial masyarakat di Rumah Susun Jatinegara Barat.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan penjabaran latar belakang dan rumusan masalah, maka
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam merumuskan
kebijakan relokasi dan penataan permukiman kumuh selanjutnya.
2. Sebagai bahan masukan atau referensi bagi penelitian-penelitian
selanjutnya pada bidang yang sama dengan penelitian ini.
3. Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan untuk
kalangan akademik maupun publik mengenai relokasi permukiman.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Perumahan dan Permukiman
Berdasarkan UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman, perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah
yang layak huni. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia yang
memiliki arti, fungsi, dan peranan penting dalam eksistensi kehidupannya.
Selain sebagai tempat manusia melangsungkan kehidupannya, rumah juga
berfungsi sebagai tempat manusia melangsungkan proses sosialisasi dengan
diperkenalkan pada norma dan adat kebiasaan yang berlaku dalam suatu
masyarakat (Sarwono dalam Budiharjo, 1983:145). Lersch (2012:48)
menyatakan bahwa rumah memiliki arti lebih dari sekadar atap dan
pembatas, karena rumah menyediakan rasa aman, tempat reproduksi,
tempat pemenuhan kebutuhan privasi individu dan mengekspresikan diri.
Menurut Turner (1976:151) terdapat tiga fungsi yang terkandung dalam
rumah, yaitu:
1) Rumah sebagai penunjang identitas keluarga (identity), yang mana
hal ini diwujudkan dalam kualitas hunian atau perlindungan yang
diberikan oleh rumah. Hal ini dikarenakan kebutuhan rumah sebagai
tempat tinggal bertujuan agar penghuni dapat memiliki tempat untuk
melindungi penghuni dan keluarganya dari iklim setempat.
2) Rumah sebagai penunjang kesempatan (opportunity) keluarga untuk
berkembang dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi atau
berfungsi sebagai pengemban keluarga. Fungsi ini diwujudkan
dalam pemilihan lokasi rumah tersebut didirikan yang mana menjadi
penentu sebagai akses dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan
kemudahan ke tempat kerja untuk memperoleh pendapatan.
10
3) Rumah sebagai penunjang rasa aman, yaitu terjaminnya keadaan
keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan
keamanan atas lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan
berupa kepemilikan rumah dan lahan.
Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat berpendapatan rendah
dengan karakter extended family dan cenderung menyimpan banyak barang,
rumah bukan merupakan produk akhir, melainkan proses membangun yang
berkelanjutan yang dilakukan tahap demi tahap. Sebagian besar dari
masyarakat berpendapatan rendah tersebut juga menganggap rumah sebagai
tempat bekerja dan peluang usaha yang dapat menambah pendapatan
mereka (Budiharjo, 1983:199-206), yang mana mereka membuka usaha
warung, bengkel, tempat jahit, dan lain-lain yang mewujudkan pola
campuran dalam fungsi rumah. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh
Johan Silas (1993) bahwa selain sebagai tempat untuk menyelenggarakan
kehidupan, menjamin kelangsungan kehidupan sosial, memberi
ketenangan, kesenangan, dan kenyamanan bagi penghuninya, rumah juga
menjadi sarana berusaha di mana penghuni dapat meningkatkan
pendapatannya demi keberlangsungan hidup keluarga.
Perumahan dan permukiman merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 1 Tahun 2011,
permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup yang terdiri lebih
dari satu satuan perumahan yang memiliki prasarana, sarana, dan utilitas
umum, serta memiliki penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan
atau kawasan pedesaan. Menurut Suraatmadja (1988:191) permukiman
merupakan bagian dari permukaan bumi yang dihuni oleh masyarakat dan
meliputi segala prasarana dan sarana penunjang kehidupannya yang
menjadi satu kesatuan dengan tempat tinggal yang bersangkutan. Adapun
konsep permukiman menurut Soedarsono adalah sebagai berikut:
a) Permukiman merupakan kawasan perumahan yang lengkap dengan
sarana umum dan fasilitas sosial di mana mengandung keterpaduan,
kepentingan, dan kesadaran serta pemanfaatan sebagai lingkungan
kehidupan.
11
b) Permukiman memberikan ruang gerak, sumber tenaga, dan pelayanan
bagi peningkatan mutu kehidupan suatu kecerdasan warga penghuninya
yang berfungsi sebagai ajang kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi.
c) Permukiman merupakan penataan kawasan yang dibuat oleh manusia
dengan tujuan untuk bertahan hidup, membuat rasa aman dan bahagia,
dan mengandung kesempatan untuk pembangunan manusia seutuhnya.
Permukiman memiliki arti yang lebih luas daripada perumahan
karena permukiman bukan hanya berbentuk fisik, melainkan sebuah
perpaduan antar elemen-elemen dasar yang saling berkaitan (Doxiadis
dalam Kuswartojo, 1997:21). Adapun elemen-elemen dari permukiman
tersebut, antara lain:
a) Nature (alam), yang dapat dimanfaatkan untuk membuat bangunan yang
dapat difungsikan secara maksimal.
b) Man (manusia), merupakan pemeran utama dari adanya sebuah
pemukiman atau perumahan karena rumah merupakan kebutuhan dasar
manusia.
c) Society (masyarakat), adalah sekelompok orang di suatu lokasi yang
membentuk komunitas tertentu. Hal ini dikarenakan dalam menjalani
sebuah kehidupan, tidak hanya terdapat kehidupan pribadi, tetapi juga
kehidupan atau hubungan sosial antar masyarakat.
d) Shells (rumah), sebagai bangunan yang digunakan oleh manusia untuk
berlindung dan menetap dalam rangka menyelenggarakan hidupnya.
e) Networks (jaringan), berupa sarana dan prasarana yang mendukung
fungsi permukiman, seperti jalan, pengadaan air bersih, jaringan listrik,
drainase, dan lainnya.
Menurut Sinulingga dalam Umajah (2002:77) permukiman yang
baik, yaitu:
1) Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan
lain, seperti pabrik, yang mana umumnya dapat memberikan
dampak pada pencemaran udara atau pencemaran lingkungan lain.
12
2) Terdapat akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan
kesehatan, pendidikan, dan perdagangan yang dapat dicapai melalui
tersedianya jalan dan sarana transportasi di permukiman tersebut.
3) Terdapat fasilitasi drainase yang mampu mengalirkan air hujan
sehingga tidak akan menimbulkan genangan air walaupun dalam
kondisi hujan lebat.
4) Terdapat fasilitas penyediaan air bersih berupa saluran distribusi
yang disalurkan ke masing-masing rumah.
5) Terdapat fasilitas pembuangan air kotor yang dapat dibuang dengan
sistem individual seperti tangki septik dan lapangan rembesan
ataupun tangki septik komunal.
6) Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah
secara teratur agar lingkungan permukiman tetap nyaman
7) Terdapat fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak-anak,
lapangan, tempat ibadah, pendidikan, dan kesehatan yang
disesuaikan dengan skala besarnya permukiman.
8) Terdapat fasilitas jaringan listrik dan telepon.
2. Permukiman Kumuh
a. Pengertian Permukiman Kumuh
Permukiman kumuh berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 adalah
permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan,
tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana
dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Kumuh memiliki pengertian
tidak beraturan, tidak terawat, dan kotor. Wilayah kawasan kumuh menurut
Bank Dunia (1999) (dalam www.kotaku.pu.go.id, diakses 23 Juli 2018)
merupakan bagian yang terabaikan dalam pembangunan perkotaan, yang
mana ditunjukkan dengan kondisi sosial demografi seperti kepadatan
penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak
memenuhi syarat, serta minimnya fasilitas untuk pendidikan, kesehatan, dan
sarana prasarana sosial budaya.
13
Menurut ILO (2008) dalam Suharto (2009:69), kawasan kumuh
merupakan tempat tinggal yang kumuh, yang mana dihuni oleh penduduk
dengan pendapatan rendah dan tidak menentu, serta lingkungan yang tidak
sehat bahkan membahayakan hidup penghuninya dari ancaman penyakit
maupun bencana.
Lingkungan permukiman kumuh oleh Komarudin (1997:83)
didefinisikan sebagai lingkungan permukiman dengan kepadatan penduduk
melebihi 500 orang per Ha, memiliki kondisi sosial dan ekonomi yang
rendah, jumlah rumah yang sangat padat dan ukurannya di bawah standar,
prasarana lingkungan hampir tidak ada atau tidak memenuhi persyaratan
teknis dan kesehatan, dibangun di atas tanah negara atau tanah milik orang
lain, dan di luar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Silas (1990) dalam tulisannya Surabaya, Pembangunan
dan Kehadiran dan Pemukiman Kumuh menyatakan bahwa permukiman
kumuh adalah kawasan yang terbentuk karena adanya keterbatasan suatu
kota dalam menampung perkembangan kota sehingga muncul kompetisi
dalam menggunakan lahan di perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman
dengan kepadatan yang tinggi merupakan embrio dari permukiman kumuh.
Permukiman tersebut selalu menempati lahan yang berada dekat dengan
pasar kerja informal, terdapat sistem angkutan yang memadai, dan dapat
dimanfaatkan secara mudah walau tidak selalu murah. Menurut Silas dalam
Titisari (1999:8) menjelaskan bahwa kriteria untuk menentukan
permukiman kumuh, antara lain: 1) Berada di lokasi yang tidak legal; 2)
Keadaan fisik yang sub standar; 3) Pendapatan penguninya rendah; 4) Tidak
dapat dilayani berbagai fasilitas kota; dan 5) Tidak diinginkan kehadirannya
oleh publik (kecuali yang berkepentingan).
Menurut Yudohusodo dalam Ridlo (2001:22), kriteria permukiman
kumuh dilihat dari karakteristik fisik, yaitu: 1) Bentuk hunian tidak
berstruktur, 2) Bentuk hunian tidak berpola dengan letak rumah dan jalan-
jalannya tidak beraturan, 3) Tidak tersedia fasilitas umum, dan 4) Tidak
tersedia fasilitas, sarana dan prasarana permukiman dengan baik, misalnya
tidak terdapat saluran air, sarana air bersih, dan jalan yang buruk.
14
Tumbuhnya permukiman kumuh di perkotaan disebabkan oleh
beberapa faktor. Komarudin (1997:84) menyatakan bahwa urbanisasi dan
migrasi yang dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah merupakan
penyebab utama permukiman kumuh meningkat. Selain itu, kesulitan dalam
memperoleh pekerjaan, ketidakmampuan untuk mencicil atau menyewa
rumah, pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang kurang tegas,
program perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik
rumah, dan rendahnya sikap disiplin masyarakat turut mendorong
berkembangnya jumlah permukiman kumuh.
b. Mengatasi Permukiman Kumuh
Cheema dalam Nova (2010) menyatakan bahwa dalam
pembangunan kota, pemerintah di negara-negara berkembang memiliki tiga
tipe kebijakan untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di kota, yaitu: (1)
Menggusur perkampungan kumuh dan rumah-rumah liar yang ada; (2)
Mengurangi jumlah daerah kampung miskin dengan memindahkan mereka
dan menempatkan kembali di daerah baru; dan (3) Melegalisasi kampung
kumuh dengan merenovasi struktur yang ada dan memberikan bantuan
dalam perbaikan lingkungan perumahan mereka.
Dalam mengatasi permukimah kumuh, perlu dilakukan peremajaan
permukiman kumuh (Komarudin, 1997:91). Peremajaan permukiman
kumuh memiliki arti sebagai pembongkaran sebagian atas seluruh
permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada di atas
tanah negara dan kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan
fasilitas lingkungan rumah susun serta bangunan-bangunan lain sesuai
dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan. Lingkungan kumuh
yang diremajakan terdiri dari lingkungan yang berada pada lokasi strategis
yang mendukung fungsi kota, kurang strategis tetapi memiliki potensi
secara komersil, kurang strategis tetapi cocok untuk daerah permukiman, di
daerah perdagangan, dan di daerah berbahaya seperti rawan banjir, jaringan
listrik tegangan tinggi, dan rel kereta api (Komarudin, 1997:96).
Pelaksanaan peremajaan permukiman kumuh menurut Inpres No.5 Tahun
15
1990 tentang Peremajaan Lingkungan Permukiman Kumuh di Atas Tanah
Negara (dalam Komarudin, 1997:92) memiliki tujuan, antara lain:
1) Meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat,
dan martabat masyarakat penghuni permukiman yang sehat dan teratur.
2) Mewujudkan kawasan kota yang ditata secara lebih baik sesuai dengan
fungsinya sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang kota yang
bersangkutan.
3) Mendorong penggunaan tanah yang lebih efisien dengan pembangunan
rumah susun, meningkatkan tertib bangunan, memudahkan penyediaan
prasarana dan fasilitas lingkungan permukiman yang diperlukan, serta
mengurangi kesenjangan kesejahteraan penghuni dari berbagai
kawasan di daerah perkotaan.
Menurut Nugroho Sukmanto dalam Komarudin (1997:97) terdapat
empat pola dalam peremajaan permukiman kumuh, yaitu relokasi
(resettlement), pembebasan tanah, konsolidasi tanah (penataan kembali),
dan partisipasi masyarakat setempat dengan sistem bank tanah (land
banking). Sementara itu, menurut Komarudin (1997:98) sebagai upaya
pemecahan masalah lingkungan kumuh, terdapat beberapa upaya alternatif
yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Program perbaikan kampung, seperti MHT dan IUDP di Jakarta;
2) Relokasi dan penataan lingkungan kumuh dengan membangun rumah
susun sederhana yang disewakan kepada penghuni lama;
3) Penataan lingkungan kumuh dengan memasukkan Perumnas, yaitu
penghuni lama menyewa dengan biaya rumah sebesar operating cost
saja;
4) Pembangunan rumah susun sederhana, yaitu penghuni lama diberikan
ganti rugi sejumlah uang yang cukup untuk membayar uang muka KPR;
5) Pembebasan tanah dan melibatkan peran serta pihak swasta, yaitu
pembangunan lingkungan kumuh menjadi kawasan permukiman,
pertokoan, perkantoran, dan perdagangan; dan
6) Konsolidasi tanah perkotaan.
16
3. Relokasi Permukiman
a. Pengertian Relokasi
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk turut serta
berpartisipasi dalam menghapus kawasan kumuh, seperti yang tertera pada
target ke 11 MDGs, yaitu mencapai perbaikan yang berarti untuk
meningkatkan kehidupan sedikitnya 100 juta masyarakat miskin yang hidup
di permukiman kumuh hingga tahun 2020. Dalam rangka mencapai target
tersebut, Ditjen Cipta Karya merancang tiga pola penanganan permukiman
kumuh, yaitu 1) pemugaran, 2) peremajaan, dan 3) pemukiman kembali atau
relokasi.
Relokasi merupakan proses pemindahan yang dilakukan terhadap
penduduk dari suatu lokasi permukiman yang tidak sesuai dengan
peruntukannya ke lokasi lain yang telah disiapkan yang sesuai dengan
rencana pembangunan kota (Ridlo, 2001:95). Kemudian, Yudohusodo
(dalam Umbara, 2003:51) menyatakan bahwa relokasi permukiman
dilakukan terhadap permukiman yang berada pada lokasi bukan
peruntukkan sebagai perumahan atau lokasi permukiman yang berada pada
wilayah rawan bencana. Relokasi adalah proses pemindahan suatu tempat
dari sebuah lokasi ke lokasi yang lain, biasanya jarak dari lokasi sebelumnya
dengan lokasi baru cukup jauh dan dapat memengaruhi hal-hal yang ada di
dalamnya.
Menurut Bawole (2015:121) relokasi sebagai proses memindahkan
atau memukimkan kembali masyarakat ke daerah permukiman yang baru,
tidak hanya menyediakan fasilitas rumah untuk tempat tinggal beserta
fasilitas infrastrukturnya saja, melainkan juga memindahkan kehidupan
masyarakatnya baik secara individu, keluarga, ataupun kelompok ke sebuah
lingkungan yang baru. Oleh karena itu, aspek ekonomi, sosial dan budaya,
serta kualitas lingkungan harus turut serta dipindahkan bersama-sama
dengan mereka. Selain itu, aspek ekonomi dan sosial juga merupakan aspek
yang tidak dapat terpisahkan karena pada dasarnya kedua aspek tersebut
memiliki hubungan yang saling terkait satu sama lain, di mana tidak ada
kegiatan ekonomi yang tidak berpengaruh terhadap keadaan sosial. Begitu
17
pun sebaliknya, setiap kegiatan sosial akan berdampak atau setidaknya
menggunakan logika ekonomi dalam memperhitungkannya (Chalid,
2009:36-37).
b. Dampak Relokasi
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh World Bank melalui
artikel “Involuntary Resettlement” tahun 1990, program relokasi yang
dilakukan oleh beberapa negara berkembang seperti India, Thailand, dan
Filipina lebih banyak memberikan dampak negatif. Hal ini dikarenakan
program relokasi yang dilakukan bukan hanya memberikan kerugian secara
materil di lokasi yang lama, tetapi juga menimbulkan kesulitan-kesulitan
lain bagi masyarakat yang menjadi sasaran program relokasi di lokasi yang
baru.
Asian Development Bank (Nopember, 1995) mengemukakan
dampak yang dapat ditimbulkan dari relokasi permukiman, yaitu struktur
dan sistem masyarakat, hubungan sosial dan pelayanan sosial pada
lingkungan permukiman yang sudah terbentuk menjadi berubah atau
terganggu; Adanya sumber-sumber produktif, pendapatan, dan mata
pencaharian yang hilang; Menurunnya kultur budaya dan gotong-royong
yang sudah terbentuk sebelumnya; serta terjadi eksploitasi ekosistem,
kesulitan hidup, ketegangan sosial dan kemiskinan sejalan dengan
hilangnya sumbernya kehidupan dan pendapatan masyarakat.
World Bank (2001) juga melihat terdapat beberapa dampak yang
mungkin dapat timbul setelah relokasi permukiman, yaitu hilangnya mata
pencaharian dan kekayaan masyarakat, rusaknya jaringan sosial masyarakat
yang sudah terbentuk, hilangnya organisasi masyarakat, serta efek
kumulatif dari 3 poin di atas adalah rusaknya sistem sosial dan ekonomi
masyarakat setempat.
Hasil yang diharapkan dari relokasi permukiman adalah kondisi
kehidupan masyarakat yang menjadi sasaran relokasi permukiman menjadi
lebih baik dari sebelumnya (De Wet dalam Musthofa, 2011:20). Adapun
kondisi yang lebih baik yang dimaksud dilihat dari aspek tingkat
pendapatan, keberagaman lapangan pekerjaan, status dan jaminan di lokasi
18
permukiman yang baru, serta akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar
menjadi lebih mudah.
Dalam pelaksanan program relokasi permukiman tidak hanya terjadi
proses pemindahan masyarakat dari suatu lokasi ke lokasi yang lain, namun
juga perilaku dan identitas-identitas mereka. Menurut Finsterbusch dalam
Musthofa (2011:21), suatu kebijakan yang diterapkan akan menyebabkan
masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan tersebut merasakan dampak-
dampak baik secara ekonomi, lingkungan, transportasi, sosial, dan
psikologi.
Berdasarkan uraian mengenai dampak dari program relokasi
permukiman, Jha (2010) menjelaskan bahwa sebelum melakukan relokasi
permukiman perlu diperhatikan prinsip-prinsip relokasi untuk menjamin
keberlangsungan kehidupan masyarakat yang direlokasi tersebut sehingga
dapat melanjutkan kehidupan di tempat tinggal baru dengan lebih nyaman,
antara lain:
1) Perencanaan program relokasi yang efektif adalah yang dapat
membantu membangun permukiman dan melihat secara positif;
2) Relokasi bukanlah suatu pilihan yang harus dilakukan karena resiko
dapat dikurangi dengan mengurangi jumlah penduduk pada suatu
permukiman daripada memindahkan seluruh permukiman;
3) Relokasi bukan sekadar merumahkan kembali manusia, tetapi juga
menghidupkan dan membangun kembali masyarakat, lingkungan, dan
modal sosial;
4) Lebih baik menciptakan insentif yang mendorong manusia untuk
direlokasi daripada memaksa mereka untuk direlokasi;
5) Relokasi seharusnya mengambil tempat sedekat mungkin dengan lokasi
asal mereka;
6) Mayarakat di lokasi yang akan ditempati juga merupakan satu
kelompok yang akan merasakan dampak dari program relokasi dan
mereka juga harus dilibatkan dalam perencanaan.
19
4. Rumah Susun
Dalam memenuhi perumahan yang layak bagi rakyat, terutama
untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah sebagaimana yang tertera
dalam UU No. 20 Tahun 2011, pemerintah Indonesia mendirikan rumah
susun. Menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, yang dimaksud dengan rumah susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secraa fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertikal, dan merupakan satuan-satuan yang masing-
masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat
hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.
Sasaran rumah susun tertulis satu diantaranya untuk masyarakat
yang terkena proyek pembangunan atau masyarakat yang berada di kawasan
kumuh yang menjadi sasaran untuk direlokasi. Sebagaimana tercantum
pada buku Rusunawa, Komitmen Bersama Penanganan Permukiman
Kumuh oleh Kementerian PU pada Tahun 2012, rumah susun sebagai
hunian vertikal merupakan satu solusi dalam menata permukiman kumuh
dan liar untuk menjamin kepastian dan keamana tempat tinggal bagi
masyarakat yang semula menghuni kawasan ilegal.
Menurut Zulviton (2010) rumah susun merupakan kumpulan rumah
yang dihuni oleh sejumlah orang. Perpindahan ke rumah susun bukan saja
memindahkan susunan rumah ke arah vertikal, namun memindahkan
seluruh elemen yang ada di permukiman termasuk lingkungan dan
kehidupan sosial sekitarnya. Rumah susun adalah perumahan dengan
bentuk berbeda yang memiliki dasar-dasar yang sama dalam pembentukan
perumahan, karena rumah susun berfungsi sebagai tempat tinggal, maka
rumah susun perlu mengakomodir aktivitas, kebutuhan, dan perilaku
penghuninya.
John FC Turner dalam bukunya Housing by People (1976)
mengatakan bahwa dalam merancang rumah susun, secara prinsip berbeda
dengan merancang bangunan lain. Hal tersebut dikarenakan dalam
20
merancang rumah susun harus perhatikan bagaimana rumah susun tersebut
dapat memberi dampak positif bagi penghuninya. Kemudian, dalam proses
perancangan, sebaiknya calon penghuni diberi kesempatan untuk terlibat
dalam proses pengambilan keputusan sehingga hasil yang dicapai dapat
sesuai dengan maksud dan tujuannya, serta bermanfaat bagi masyarakat.
Selain itu, keputusan yang diambil dengan melibatkan partisipasti
masyarakat akan memberikan hasil yang lebih baik daripada keputusan
yang diambil tanpa melibatkan masyarakat.
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011, rumah susun berdasarkan
tujuan dan syarat pembangunannya dibedakan menjadi empat jenis, antara
lain:
1) Rumah susun umum, dibangun untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), di mana pembangunan dan
pengelolaan di bawah tanggung jawab pemerintah;
2) Rumah susun khusus, dibangun untuk memenuhi kebutuhan khusus;
3) Rumah susun negara, rumah susun jenis ini dimiliki negara dan
berfungsi sebagai tempat tinggal, sarana pembinaan keluarga, serta
penunjang pelaksanaan tugas pejabat atau pegawai negeri;
4) Rumah susun komersial, dibangun untuk memperoleh keuntungan, di
mana pembangunannya dapat dilakukan oleh setiap orang, tetapi
pengelolaan di bawah tanggung jawab badan hukum tertentu.
Rumah susun sebagai kumpulan rumah juga harus mengakomodasi
layanan dan fasilitas yang diperlukan dalam kehidupan berumah tangga dan
bertetangga. Hal tersebut mencakup ruang terbuka, ruang berkumpul,
fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tempat ibadah, tempat berbelanja,
dan lain-lain. Menurut Towers (2005:61-62), kualitas ruang komunal dan
ruang terbuka menjadi esensial dalam sebuah rumah susun. Hal ini
dikarenakan para penghuni harus berbagi akses umum, yang mana akses
tersebut harus aman dan dapat dijaga bersama. Selain itu, rumah susun juga
perlu mempertimbangkan hubungan lokasinya dengan jaringan transportasi
umum.
21
Rumah susun sebagai hasil dari perubahan pola permukiman yang
menyebar secara horisontal menjadi menumpuk ke atas (vertikal) akan
memberikan konsekuensi tertentu, seperti menjadi terbatasnya ruang gerak,
berubahnya pola komunikasi, dan adanya peraturan yang mengikat di
bawah pengelola rumah susun. Ruang gerak yang menjadi terbatas
menyebabkan penghuni cenderung membatasi komunikasinya dengan
tetangga terdekat saja, misal dengan tetangga di satu lantau karena
hubungan antar lantai lain menjadi lebih sulit. Masyarakat yang terbiasa
tinggal di permukiman liar dengan kebebasannya akan mengalami
perbedaan dengan ruang yang sudah diatur (Sarwono., et al dalam
Budiharjo, 1978).
5. Kondisi Sosial
Dalam kehidupan bermasyakarat, setiap manusia mengalami
perubahan sosial. Perubahan-perubahan tersebut dapat berupa perubahan
dalam nilai-nilai sosial, norma sosial, pola perilaku organisasi, lapisan-
lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, serta interaksi sosial.
Menurut MacIver dalam Soekanto (2012:262), perubahan-
perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial
atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial.
Kemudian, menurut Gillin dan Gillin, perubahan sosial merupakan sebuah
variasi dari cara-cara manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat
yang terjadi karena adanya perubahan dalam kondisi geografis, kebudayaan
materiil, komposisi penduduk, ideologi, dan adanya penemuan-penemuan
dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan yang terjadi bukan hanya dapat diartikan
sebagai sebuah kemajuan, namun juga dapat berarti sebuah kemunduran
dari bidang-bidang tertentu. Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang
terjadi dengan sendirinya. Pada umumnya, perubahan sosial terjadi karena
keinginan manusia untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan
sekitar ataupun disebabkan oleh faktor ekologis (Susanto 188). Selain itu,
perubahan sosial di masyarakat dapat disebabkan karena adanya sesuatu
22
yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan atau dapat dikatakan terdapat
faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat.
Perubahan sosial dapat dipengaruhi baik dari dalam masyarakat itu
sendiri maupun dari luar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan sosial di masyarakat, antara lain: bertambah atau berkurangnya
jumlah penduduk, adanya penemuan-penemuan baru, terjadi pertentang
dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi, peperangan,
adanya pengaruh kebudayaan dari masyarakat lain.
Menurut Himes dan Moore (dalam Martono, 2011:5), perubahan
sosial dapat dilihat dari beberapa dimensi, yaitu:
1) Dimensi Struktural
Perubahan sosial dilihat dari dimensi struktural mengacu pada
bentuk struktur masyarakat yang terkait dengan perubahan dalam
peranan, munculnya peranan baru, perubahan struktur kelas sosial, dan
perubahan dalam lembaga sosial. Struktur masyarakat dibentuk oleh
dua unsur yaitu status dan peranan.
2) Dimensi Kultural
Kultur dapat diartikan sebagai budaya. Perubahan kultural yang
terjadi pada relokasi terkait juga dengan perubahan struktural.
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat senantiasa
mempengaruhi nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku dalam
kelompok masyarakat. Perubahan sosial dalam dimensi kultural adalah
perubahan yang terjadi pada nilai-nilai yaitu suatu konsep abstrak
mengenai keyakinan, pemikiran pandangan dan juga perilaku
masyarakat.
Mengacu pada perubahan budaya dalam masyarakat, perubahan
tersebut meliputi:
a. Inovasi kebudayaan, merupakan komponen internal yang
memunculkan perubahan sosial dalam suatu masyarakat.
b. Disufi, merupakan komponen eksternal yang mampu menggerakan
terjadinya perubahan sosial.
23
c. Integrasi, merupakan wujud perubahan budaya yang “relatif lebih
halus”.
3) Dimensi Interaksional
Interaksi sosial merupakan hal utama dari sebuah kehidupan
sosial karena tanpa adanya interaksi sosial maka tidak akan tercipta
kehidupan bersama (Kimball Young dan Raymond W. Mack dalam
Soekanto, 2012:54). Kehidupan sosial akan terjadi ketika antarindividu
atau antarkelompok melakukan kerja sama dan saling berbicara untuk
mencapai tujuan bersama, melakukan persaingan, pertikaian, dan lain
sebagainya.
Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2012:55) interaksi
sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis dimana
melibatkan hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-
kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan
kelompok manusia.
Menurut Bonner dalam Razak (2008:57) interaksi sosial adalah
hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih sehingga tindakan
yang dilakukan oleh satu individu dapat memengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki tindakan individu yang lain, begitupun sebaliknya.
Menurut George Herbert Mead dalam Narwoko (2007:20)
berpendapat bahwa agar interaksi sosial bisa berjalan dengan teratur
dan agar anggota masyarakat dapat berfungsi secara normal, maka yang
diperlukan bukan hanya kemampuan untuk bertindak sesuai dengan
konteks sosialnya, tetapi juga memerlukan kemampuan untuk menilai
secara objektif perilaku kita sendiri dari sudut pandang orang lain.
Secara teoritits, terdapat dua syarat dalam terjadinya interaksi
sosial, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi (Narwoko, 2007:10).
Kontak sosial merupakan tahap pertama terjadinya hubungan sosial,
kemudian komunikasi merupakan proses penyampaian informasi yang
menunjukkan dimulainya interaksi sosial tersebut.
24
Berdasarkan definisi interaksi sosial di atas, dapat disimpulkan
bahwa interaksi sosial merupakan proses sosial yang terkait dengan
hubungan timbal balik antar individu, antar kelompok, maupun
individu dengan kelompok guna menciptakan aktifitas-aktifitas sosial
dalam suatu masyarakat.
Menurut Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2007) interaksi
sosial dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu asositif dan disosiatif.
Berikut ini merupakan rincian dari masing-masing bentuk interaksi
sosial:
a. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif
1) Kerja sama
Kerja sama merupakan suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan
bersama. Dalam kegiatan kerja sama, individu memberikan
stimulus kepada individu lain kemudian individu lain tersebut
memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterimanya ataupun
sebaliknya. Kerja sama ini dapat dilihat dari turut sertanya
individu dalam kegiatan kelompok. Bentuk-bentuk kerjasama
adalah kerukunan (gotong royong), barganing (perjanjian
mengenai pertukaran barang atau jasa), kooptasi (proses
penerimaan unsur-unsur baru untuk menghindari terjadinya
kegoncangan pada suatu organisasi), koalisi (kombinasi dua
orang atau lebih yang memiliki tujuan yang sama), join venture
(kerja sama dalam pengusahaan proyek tertentu).
2) Akomodasi
Akomodasi merupakan proses sosial yang menunjuk pada
upaya-upaya yang dilakukan manusia untuk meredakan
pertentangan atau untuk mencapai suatu keseimbangan. Dengan
adanya akomodasi, individu atau kelompok dapat melakukan
penyesuaian dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Akomodasi bertujuan untuk mengurangi suatu pertentangan dan
25
memungkinkan terciptanya kerja sama antara kelompok-
kelompok sosial.
3) Asimilasi
Asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha untuk
mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada, baik antar individu
maupun antar kelompok guna menmperoleh tujuan bersama.
Dalam asimilasi, individu tidak lagi memikirkan kepentingan
dirinya sendiri, melainkan kepentingan kelompok atau bersama.
Bentuk asimilasi ditandai dengan adanya pengembangan sikap
yang sama dengan kelompok untuk mencapai suatu tujuan.
b. Interaksi sosial yang bersifat disosiatif
1) Persaingan
Persaingan merupakan bentuk proses sosial yang dilakukan
oleh individu atau kelompok untuk mendapatkan keuntungan
atau kemenangan dengan cara kompetitif tanpa menggunakan
kekerasan maupun ancaman kepada pihak lawannya.
2) Kontroversi
Kontroversi adalah bentuk proses sosial antara persaingan
dan konflik. Kontroversi ditandai dengan sikap tidak senang
terhadap orang lain atau suatu kelompok, baik secara sembunyi-
sembunyi maupun terang-terangan.
3) Konflik
Konflik merupakan suatu proses sosial antar individu atau
antar kelompok yang berusaha untuk memenuhi tujuannya
dengan cara menentang pihak lawan yang disertai dengan
ancaman dan kekerasann. Konflik terjadi akibat adanya
perbedaan pendirian dan kepentingan sehingga menimbulkan
jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara
mereka yang bertikai tersebut.
26
6. Kondisi Ekonomi
Ekonomi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia dengan
memanfaatkan sumber daya produksi yang langka untuk menghasilkan
barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk selanjutnya dikonsumsi
oleh sekelompok orang atau masyarakat. Menurut George Soul dalam
Lipsey (1991:9) ekonomi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari bagaimana manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dalam rangka mencapai kemakmuran dan kesejahteraan.
Ilmu ekonomi juga dikatakan sebagai ilmu sosial karena objek
penelitian dalam ilmu ekonomi adalah perilaku manusia yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang
luas karena mempelajari sisem ekonomi dari unit terkecil (mikro) hingga
yang terbesar (makro). Satu unit terkecil dari sistem ekonomi ialah ekonomi
keluarga yang mana membahas bagaimana suatu keluarga menghadapi
sumber daya yang langka untuk memuaskan kebutuhan keluarga tersebut
akan barang dan jasa (Shinta, 2015:1).
Menurut Hendrayati (2015:166), ekonomi keluarga merupakan
suatu hal yang terkait dengan pendapatan pribadi maupun kelompok dan
upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dalam keluarga sesuai dengan
prinsip ekonomi. Abraham H. Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan
manusia terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
1) Tingkat 5: aktualisasi atau realisasi diri dengan indikator psikologis
berupa keinginan mengembangkan diri secara optimal melalui usaha
sendiri, kreatifitas, dan ekspresi;
2) Tingkat 4: rasa hormat dengan indikator psikologis berupa
menerima keberhasilan diri, kompetensi, keyakinan, rasa diterima
orang lain, apresiasi, rekognisi, dan dignitas atau martabat;
3) Tingkat 3: rasa disertakan, rasa cinta dan aktifitas sosial dengan
indikator psikologis berupa rasa bahagia berkumpul dan berserikat,
perasaan diterima dalam kelompok, rasa bersahabat, dan afeksi;
4) Tingkat 2: rasa aman dengan indikator psikologis berupa terhindar
dari bahaya dan bebas dari rasa takut atau terancam; dan
27
5) Tingkat 1: fisik atau biologis dengan indikator lapar, haus, seks, rasa
enak, tidur, dan istirahat.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan, setiap keluarga akan
melakukan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tersebut
terdiri dari beberapa indikator (Soehandono dalam Ragil, 2015: 32), yaitu:
1) jumlah anggota keluarga yang bekerja,
2) status pekerjaan dari yang paling menunjang,
3) jenis pekerjaan dari yang paling menunjang,
4) yang memiliki penghasilan terbesar yang dapat mencukupi
kebutuhan sehari-hari,
5) kepemilikan aset,
6) jumlah penghasilan per bulan,
7) ketergantungan terhadap pemberian atau kiriman,
8) mengalami kesulitan makan apabila anggota keluarga yang
menunjang kehidupan sehari-hari tidak bekerja selama seminggu,
9) bersedia apabila ada pekerjaan sementara dengan upah Rp5000,- per
hari,
10) jumlah anggota keluarga laki-laki usia >15 tahun yang mencari
pekerjaan,
11) jumlah anggota keluarga perempuan usia >15 tahun yang mencari
pekerjaan,
12) pernah ada usaha bangkrut sejak terjadinya krisis ekonomi.
Melly G. Tan dalam Herawati (2015:16) menjelaskan bahwa
kedudukan sosial ekonomi seseorang atau sebuah keluarga mencakup tiga
faktor, yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Kemudian, menurut
Abdulsyani (1994) kedudukan sosial ekonomi individu dalam masyarakat
dapat dilihat dari jenis aktifitas ekonomi yang dilakukan, pendapatan,
pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi.
Selain itu, menurut UNDP, status ekonomi dapat juga diukur dari
sisi konsumsi, yaitu dengan menghitung seberapa besar pengeluaran yang
dilakukan seseorang atau sebuhah keluarga untuk memenuhi kebutuhan
28
sandang, pangan, papan, serta kebutuhan lainnya dalam waktu atau periode
tertentu. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan variabel
pendapatan keluarga dan pengeluaran keluarga untuk melihat kondisi
ekonomi keluarga sebelum dan setelah direlokasi.
a. Tingkat Pendapatan
Setiap orang yang bekerja memiliki tujuan untuk memperoleh
pendapatan. Menurut Suparyanto (2014) pendapatan merupakan
sejumlah penerimaan oleh para anggota masyarakat untuk jangka waktu
tertentu sebagai bentuk balas jasa atas faktor-faktor produksi yang telah
mereka sumbangkan dalam proses produk nasional. Bentuk dari balas
jasa tersebut dapat berupa upah, bunga, sewa, dan laba tergantung pada
faktor produksi apa yang terlibat dalam proses produksi tersebut
(Sudremi, 2007:133).
Menurut Zaidin (2010) dalam Suparyanto (2014), keluarga
adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena adanya
pernikahan, hubungan darah, dan adopsi dalam suatu rumah tangga,
yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam rangka menciptakan dan
mempertahankan suatu budaya.
Secara umum, sebuah keluarga terdiri dari seorang kepala
keluarga dan beberapa orang anggotanya. Seorang kepala keluarga
merupakan individu yang paling bertanggungjawab terhadap rumah
tangga tersebut dan menjadi penentu utama pendapatan keluarga.
Sedangkan, anggota keluarga adalah mereka yang hidup dalam satu
atap, baik menjadi tanggungan kepala keluarga yang bersangkutan
maupun turut berperan dalam memperoleh pendapatan keluarga
(Darmawan, 2002:8-9).
Menurut Subandi (2001, dalam Gunarsih., dkk, 2013)
pendapatan keluarga merupakan pendapatan yang diperoleh dari seluruh
anggota keluarga yang bekerja, baik di sektor pertanian maupun non
pertanian. Pendapatan keluarga tersebut akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan dalam keluarga.
29
Menurut Oktama (2013:17) pendapatan dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu:
1) Pendapatan pokok, Jenis pendapatan ini dihasilkan dari pekerjaan
utama yang bersifat rutin. Pendapatan ini biasanya diterima setiap
bulan, ada pula yang tidak diterima setiap bulan tergantung pada
jenis pekerjaannya.
2) Pendapatan sampingan, Pendapatan sampingan merupakan
pendapatan yang diperolah dari pekerjaan diluar pekerjaan utama.
Sehingga tidak semua orang mempunyai pendapatan jenis ini.
3) Pendapatan lain-lain, Pendapatan jenis terkahir ini didapatkan dari
hasil pemberian orang lain, baik berupa barang maupun dalam
bentuk uang.
Menurut Soekartawi (2002:132), pendapatan yang diterima oleh
seseorang akan mempengaruhi dirinya dalam mengonsumsi barang dan
jasa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Mahyu (2014:9) yang
menyatakan bahwa tingkat pendapatan akan mempengaruhi tingkat
konsumsi, yaitu pengeluaran konsumsi akan meningkat seiring dengan
meningkatnya pendapatan, dan begitu pun sebaliknya. Tinggi rendahnya
pengeluaran seseorang atau sebuah keluarga bergantung pada
kemampuannya dalam mengelola pendapatan yang dimiliki.
Pendapatan sebuah keluarga menurut Badan Pusat Statistik
diukur melalui pendapatan yang diperoleh dari tiap anggota keluarga
yang bekerja yang terdiri dari:
a. Pendapatan dari upah atau gaji yang diterima oleh seluruh anggota
keluarga yang bekerja dan merupakan imbalan bagi pekerjaan yang
telah dilakukan untuk suatu perusahaan, majikan, dan instansi
tertentu.
b. Pendapatan dari usaha seluruh anggota keluarga yang berupa
pendapatan kotor.
c. Pendapatan lainnya yaitu pendapatan diluar gaji atau upah yang
bersumber dari usaha lain seperti penerimaan sewa rumah milik
30
sendiri, bunga, dividen, royalti, paten, sewa/kontrak lahan, rumah,
gedung, bangunan dan peralatan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan menurut
Sukmayani (2008:117), yaitu lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja
yang tersedia, keahlian, motivasi, keuletan kerja, dan jumlah modal yang
digunakan.
b. Tingkat Pengeluaran
Pengeluaran keluarga atau disebut juga dengan konsumsi
merupakan sebuah bentuk pemenuhan kebutuhan, baik untuk kebutuhan
pangan maupun non pangan. Menurut Mankiw (2013) konsumsi
memiliki arti sebagai pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga.
Maksud dari barang tersebut mencakup pembelanjaan rumah tangga
atau keluarga untuk barang yang bertahan lama, seperti perlengkapan
rumah tangga dan barang yang tidak bertahan lama, seperti makanan.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2001), arti dari konsumsi
yaitu pengeluaran yang dilakukan untuk memenuhi pembelian barang-
barang dan jasa akhir guna untuk mendapatkan kepuasan ataupun
memenuhi kebutuhannya. Konsumsi terbagi menjadi dua macam, yang
pertama konsumsi rutin dan yang kedua konsumsi sementara. Konsumsi
rutin mempunyi arti sebagai pengeluaran yang dilakukan untuk
pembelian barang dan jasa secara terus menerus yang dikeluarkan
selama bertahun-tahun. Sedangkan arti konsumsi sementara yaitu setiap
tambahan yang sifatnya tidak terduga terhadap konsumsi rutin.
Berdasarkan pengertian pengeluaran di atas, pengeluaran
merupakan materi yang dikeluarkan setiap bulan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia, baik untuk pangan maupun non pangan.
Pengeluaran pengan meliputi tindakan konsumsi terhadap bahan pangan
kelompok padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayuran,
kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman,
bumbu-bumbuan, makanan dan minuman jadi. Sedangkan bahan non
panan meliputi biaya untuk perumahan, pendidikan, kesehatan, bahan
31
bakar, penerangan dan air, barang dan jasa, pakaian, pajak dan asuransi,
keperluan pesta, olahraga, dan rekreasi.
Menurut BPS, pada kondisi keadaan pendapatan yang terbatas,
pemenuhan kebutuhan pangan akan menjadi prioritas utama, sehingga
pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat sebagian
besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Namun,
ketika terjadi peningkatan pendapatan, maka akan terjadi pergeseran
pengeluaran yaitu penurunan porsi pendapatan yang akan dibelanjakan
untuk pangan dan peningkatan porsi pendapatan yang akan dibelanjakan
untuk non pangan.
7. Strategi Koping Ekonomi
Koping menurut Folkman, Lazarus, Dunkel-Schetter, Delongis dan
Gruen (1986: 993) merupakan sebuah upaya atau tindakan yang dilakukan
oleh seseorang dalam mengelola sebuah tuntutan baik tuntutan eksternal
maupun internal yang mana secara spesifik dapat dinilai sebagai hal yang
membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki oleh seseorang
tersebut.
Menurut Sunarti (2013:1), strategi koping merupakan upaya yang
dilakukan oleh sebuah keluarga dalam menghadapi situasi tekanan dengan
mengoptimalkan sumber daya yang mereka miliki agar dapat memenuhi
kebutuhan keluarganya.
Berdasarkan definisi koping di atas, dapat disimpulkan bahwa
strategi koping adalah suatu upaya yang dilakukan baik oleh seorang
individu ataupun sebuah keluarga dalam melakukan adaptasi atau
penyesuaian kesenjangan antara tuntutan situasi atau tekanan dengan
sumber daya atau kemampuan yang mereka miliki untuk mengurangi
maupun menghilangkan tuntutan situasi atau tekanan tersebut.
McCubin et al (1987) mengembangkan model adaptasi keluarga
dalam menghadapi tekanan, yaitu dalam sebuah proses koping, keluarga
mengalokasikan sumber daya dan kemampuan semua anggota keluarga
untuk memenuhi berbagai tuntutan yang mereka hadapi. Sementara itu,
menurut Puspitawati (2003:26) strategi koping yang dapat dilakukan oleh
32
keluarga untuk mengatasi masalah ekonomi dikategorikan menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Generating additional income, adalah strategi yang dilakukan untuk
meningkatkan ketersediaan sumber daya keuangan keluarga dengan
cara anggota keluarga melakukan pekerjaan tambahan (pekerjaan
kedua), bekerja dengan tambahan waktu yang lebih lama, atau
terdapat tambahan anggota keluarga yang bekerja.
b. Cutting back expenses, adalah strategi yang dilakukan untuk
merespon ketersediaan sumber daya yang lebih rendah melalui
perubahan pola pengeluaran, seperti mengurangi pengeluaran
terhadap kebutuhan sehari-hari, pendidikan, pemeliharaan
kesehatan, perabotan rumah tangga, menunda liburan, sumbangan
sosial, membeli barang bakas, dan lain sebagainya.
B. Penelitian Sebelumnya
1. Demi Hasfinul Nasution (2002)
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan dari kebijakan relokasi
dan penataan kawasan permukiman liar di Kota Batam terhadap penduduk
yang menjadi sasaran kebijakan tersebut. Selain itu, penelitian tersebut juga
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong timbulnya
permukiman liar di Kota Batam. Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah analisis deskriptif; analisis tabulasi silang;
analisis tingkat kesejahteraan yang meliputi nilai Good Service Ratio,
indeks diversitas konsumsi, dan pendapatan; analisis entropy sebaran
permukiman liar; serta analisis motivasi dan preferensi pilihan lokasi tempat
tinggal dengan menggunakan Quantifikasi Hayashi II.
Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa variabel
pendapatan, jenis pekerjaan, jumlah tanggungan dalam keluarga, tingkat
pendidikan, dan status kepemilikan lahan menjadi faktor yang mendorong
seseorang untuk tinggal di permukiman liar. Kemudian pemerintah Kota
Batam mengatasi persoalan tersebut melalui kebijakan relokasi yang mana
telah memperbaiki kehidupan masyarakat yang menjadi sasaran baik dari
33
kondisi ekonomi maupun sosial. Pada kondisi sosial terjadi peningkatan
tingkat keamanan, peningkatan kualitas hubungan sosial dan tingkat
partisipasi sosial di lingkungan baru, dan telah menstimulir perubahan
perilaku masyarakat dalam hal penanganan sampah. Kemudian pada
kondisi ekonomi melalui nilai GSR terlihat bahwa nilai GSR pada
permukiman relokasi lebih rendah dari permukiman liar sehingga ini
mengindikasikan terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Andy Rizal Umbara (2003)
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang menyebabkan gagalnya program relokasi permukiman kumuh nelayan
ke rumah susun Kedaung, Kelurahan Sukamaju, Bandar Lampung. Dalam
penelitian tersebut dijelaskan bahwa dalam mengatasi permasalahan
permukiman kumuh di permukiman nelayan, Pemerintah Bandar Lampung
mengambil kebijakan relokasi permukiman ke rumah susun Kedaung agar
masyarakat yang menjadi sasaran dapat memiliki kehidupan yang lebih
layak. Namun, kebijakan tersebut gagal dikarenakan terdapat lima faktor
yang mempengaruhi, antara lain: 1) faktor fisik lingkungan yaitu jarak
rumah dengan jaringan ekonomi nelayan cukup jauh, 2) faktor ekonomi
yaitu kondisi ekonomi yang menurun karena adanya peningkatan
pengeluaran rumah tangga, 3) faktor sosial yaitu rusaknya jaringan sosial
akibat komunitas nelayan yang terpecah, 4) faktor budaya dimana adanya
kesulitan dalam melakukan adaptasi budaya dari budaya hunian kampung
pantai ke hunian rumah susun, dan 5) faktor hukum yaitu adanya ketidak-
konsistenan pemerintah daerah dalam menetapkan lokasi TPI dan lemahnya
penegakan hukum terhadap masyarakat yang kembali ke permukiman
semula.
3. Zaini Musthofa (2011)
Penelitian yang dilakukan berkaitan dengan program relokasi
permukiman di Kelurahan Pucangsawit, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.
Penelitian tersebut mencoba untuk mengevaluasi pelaksanaan program
relokasi permukiman di Kelurahan Pucangsawit, Kecamatan Jebres, Kota
Surakarta dan untuk mengetahui bagaimana perubahan yang terjadi
34
terhadap sasaran dari program relokasi tersebut yang dilihat dari aspek fisik,
sosial, dan ekonomi. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis
deskriptif dimana hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa program
relokasi yang dilakukan di Kelurahan Pucangsawit sudah berhasil dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan. Program relokasi tersebut juga
memberikan dampak yang positif dari aspek fisik dan sosial, sedangkan dari
aspek ekonomi dampak yang ditimbulkan adalah negatif. Meskipun
demikian, respon masyarakat terhadap pelaksanaan program relokasi adalah
puas karena dapat memberikan manfaat kepada mereka.
4. Ibnu Mustaqim (2015)
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis perubahan
sosial ekonomi yang dialami oleh masyarakat sekitar Pelabuhan Muara
Angke sebagai hasil dari rencana reklamasi Pantai Utara Jakarta. Penelitian
tersebut merupakan penelitian deskriptif yang menggambarkan bahwa
terdapat perubahan dalam pendapatan rumah tangga yang menurun pada
kelompok masyarakat pedagang dan pengolah kerang serta non perikanan.
selain itu terdapat kenaikan pada pengeluaran rumah tangga pada kelompok
masyarakat pedagang dan pengolah ikan serta nelayan.
5. Tri Wulandari Henny Astuti (2015)
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi tekanan
ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga petani di daerah rawan
banjir, serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian
tersebut dilakukan di Desa Kemujan dan Desa Tegalsari, Kecamatan
Adimulyo, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan menggunakan uji
beda t, uji beda Mann Whitney, dan uji regresi linier berganda.
Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan pada persepsi tekanan ekonomi dan tingkat kesejahteraan
keluarga petani di Desa Kemujan dan Desa Tegalsari. Sedangkan pada
intensitas strategi koping yang dilakukan keluarga petani di Desa Kemujan
dan Desa Tegalsari tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
35
C. Kerangka Berpikir
Terbatasnya lahan untuk permukiman di Provinsi DKI Jakarta
Terganggungnya fungsi sungai dan menimbulkan bencana banjir
Normalisasi Sungai Ciliwung untuk memperbaiki fungsi sungai
Munculnya permukiman kumuh dan liar di bantaran Sungai Ciliwung
Merelokasi permukiman penduduk Kampung Pulo yang berada di bantaran
Sungai Ciliwung
Kondisi ekonomi
masyarakat
Kampung Pulo
sebelum dan setelah
relokasi
Strategi koping
ekonomi yang
dilakukan
masyarakat untuk
mengatasi kondisi
ekonomi setelah
relokasi
Kondisi sosial
masyarakat
Kampung Pulo
sebelum dan setelah
relokasi
Analisis Pendapatan
dan Pengeluaran
Keluarga dengan
Paired Sample t Test
Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif
Kesimpulan
36
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah dugaan sementara yang masih dapat dibuktikan
kebenarannya (Sugiyono, 2009:64). Berikut merupakan hipotesis dalam
penelitian ini, antara lain:
H1:
H0:
Diduga terdapat perbedaan pada tingkat pendapatan dan tingkat
pengeluaran keluarga di Rumah Susun Jatinegara Barat sebagai akibat
dari relokasi permukiman Kampung Pulo.
Diduga tidak terdapat perbedaan pada tingkat pendapatan dan tingkat
pengeluaran keluarga di Rumah Susun Jatinegara Barat sebagai akibat
dari relokasi permukiman Kampung Pulo.
H1:
H0:
Diduga keluarga di Rumah Susun Jatinegara Barat melakukan strategi
koping ekonomi yaitu dengan mengurangi pengeluaran dan
meningkatkan pendapatan keluarga dalam menghadapi perubahan
ekonomi keluarga pasca relokasi permukiman Kampung Pulo.
Diduga keluarga di Rumah Susun Jatinegara Barat tidak melakukan
strategi koping ekonomi yaitu dengan mengurangi pengeluaran dan
meningkatkan pendapatan keluarga dalam menghadapi perubahan
ekonomi keluarga pasca relokasi permukiman Kampung Pulo.
H1:
H0:
Diduga terdapat perubahan pada interaksi sosial antar warga di Rumah
Susun Jatinegara Barat sebagai akibat dari relokasi permukiman
Kampung Pulo.
Diduga tidak terdapat perubahan pada interaksi sosial antar warga di
Rumah Susun Jatinegara Barat sebagai akibat dari relokasi permukiman
Kampung Pulo.
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya ruang lingkup sebagai
batasan-batasan penelitian. Ruang lingkup penelitian diperlukan untuk menjaga
agar penelitian tidak keluar atau bias dari tujuan yang hendak dicapai. Dalam
ruang lingkup penelitian dibutuhkan penekanan pada aspek lokasi, waktu, dan
variabel-variabel yang akan dibahas.
Pada penelitian ini, peneliti telah membatasi ruang lingkup penelitian.
Pada aspek lokasi, penelitian akan dilakukan di lingkungan Rumah Susun
Jatinegara Barat. Pada aspek waktu, penelitian akan berlangsung dalam jangka
waktu dua bulan, terhitung sejak Juni-Juli 2018. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui dampak relokasi permukiman terhadap kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat di Rumah Susun Jatinegara Barat.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi menunjuk pada keseluruhan jumlah dari objek yang akan
diteliti. Menurut Sanusi (2011:87) populasi merupakan kumpulan elemen yang
menunjukan ciri-ciri tertentu yang dapat digunakan untuk membuat
kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah warga Rumah Susun
Jatinegara Barat yang mengalami relokasi permukiman dari wilayah Kampung
Pulo, yaitu sebanyak 518 Kepala Keluarga.
Apabila suatu populasi sangat besar dan tidak memungkinkan seorang
peneliti untuk mempelajari semua populasi, maka diperlukan sampel untuk
mewakili populasi tersebut. Menurut Sugiyono (2007:56) sampel merupakan
bagian dari jumlah dan karakteristik yang merepresentatifkan populasi. Dalam
menentukan sampel yang akan digunakan, peneliti harus melakukan sampling,
yaitu proses untuk memilih sejumlah elemen dari populasi yang akan digunakan
untuk penelitian. Metode yang digunakan dalam penentuan jumlah sampel
penelitian ini adalah sampling aksidental. Sampling aksidental merupakan
teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, jika
38
dipandang orang yang kebetulan ditemui tersebut cocok sebagai sumber data
(Sugiyono, 2001:60).
Sampel yang digunakan dalam sebuah penelitian sebaiknya adalah
sampel yang representatif atau dapat mewakili populasinya. Menurut teori
Roscoe dalam buku Research Methods For Business (dalam Sugiyono,
2010:74) bahwa ukuran suatu sampel yang layak digunakan dalam sebuah
penelitian minimal adalah 30 sampai 500. Populasi di lingkungan Rumah Susun
Jatinegara Barat sebanyak 518 Kepala Keluarga. Adanya keterbatasan tenaga
dan biaya yang dimiliki peneliti, maka peneliti menetapkan jumlah sampel yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 sampel.
C. Metode Pengumpulan Data
Data dalam sebuah penelitian memiliki peran sebagai alat untuk
membuktikan hipotesis yang telah dibuat agar tujuan dalam penelitian tersebut
dapat tercapai. Seorang peneliti harus dapat mengetahui jenis data apa yang
dibutuhkan dan bagaimana cara untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, serta
mengolah data yang telah diperoleh tersebut. Metode pengumpulan data yang
digunakan menjadi aspek yang berperan dalam hal kelancaran dan keberhasilan
suatu penelitian.
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat baik melalui teknik kuesioner, wawancara, atau pun observasi
yang masih memerlukan analisa lebih lanjut. Adapun data primer yang
digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui teknik sebagai berikut:
a. Observasi
Menurut Sugiyono (2012:145) observasi merupakan teknik
pengumpulan data yang memiliki ciri spesifik berkenaan dengan
perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan responden yang
diamati tidak terlalu besar. Observasi pada penelitian ini dilakukan pada
bulan Juni-Juli 2018 di lingkungan Rumah Susun Jatinegara Barat.
b. Kuesioner
Menurut Sugiyono (2011:199) kuesioner adalah teknik
pengumpulan data dengan memberikan responden seperangkat
39
pertanyaan atau pernyataan tertulis untuk dijawab. Pada penelitian ini
digunakan kuesioner dengan daftar pertanyaan yang telah disusun
berupa pertanyaan terkait dengan informasi pribadi responden, kondisi
sosial responden sebelum dan setelah direlokasi, kondisi ekonomi
responden sebelum dan setelah direlokasi, serta strategi koping ekonomi
yang dilakukan oleh keluarga responden dalam mengatasi perubahan
kondisi ekonomi setelah direlokasi. Kuesioner tersebut kemudian
disebar kepada responden melalui teknik wawancara dengan tujuan
mempermudah pengisian dan penjelasan dari pertanyaan-pertanyaan
yang peneliti ajukan.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data primer yang diolah dan disajikan
oleh pihak lain (Umar, 2010:36). Data sekunder pada penelitian ini berasal
dari studi pustaka seperti buku, artikel dan skripsi. Selain itu juga terdapat
data yang berasal dari media elektronik berupa junal digital, berita, dan
informasi dari situs-situs internet yang terkait dengan penelitian.
D. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam bentuk pola, kategori, dan satuan uraian dasar
sehingga ditemukan tema yang dapat dirumuskan menjadi hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2004:280-281).
Metode analisis yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara
manual dan menggunakan bantuan program Microsoft Excel dan SPSS versi 22.
1. Analisis Kondisi Ekonomi Masyarakat Sebelum Dan Setelah
Relokasi
Menganalisis kondisi ekonomi masyarakat di Rumah Susun
Jatinegara Barat dilakukan dengan uji beda rata-rata (Paired t Test).
Paired t test digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan pada
kondisi ekonomi masyarakat antara sebelum dan setelah direlokasi.
Kondisi ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat
pendapatan dan tingkat pengeluaran keluarga. Pendapatan keluarga
40
diperoleh dari besarnya penerimaan yang diperoleh baik kepala keluarga
maupun anggota keluarga yang bekerja. Sedangkan pengeluaran
keluarga diperoleh dari besarnya biaya yang dikeluarkan oleh keluarga
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan.
Adapun tahapan yang dilakukan untuk menganalisis kondisi
ekonomi masyarakat di Rumah Susun Jatinegara Barat sebelum dan
setelah relokasi, adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui
apakah data dalam penelitian terdistribusi normal atau tidak
sehingga langkah yang akan dilakukan selanjutnya tidak
menyimpang dari kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan
(Sudjana, 1996:291). Pengambilan keputusan uji normalitas adalah
sebagai berikut:
1) Jika nilai Sig < 0,05 maka H1 bahwa data berdistribusi normal
ditolak.
2) Jika nilai Sig > 0,05 maka H1 diterima, bahwa data berdistribusi
normal.
b. Paired t Test
Paired sample t test digunakan untuk menguji apakah terdapat
perbedaan nilai rata-rata antara dua kelompok data yang
berpasangan. Berpasangan atau berhubungan yang dimaksud ialah
satu sampel mendapatkan dua buah perlakuan berbeda dari dimensi
waktu (Siregar, 2015: 152). Hipotesis dari paired sample t test dalam
penelitian ini, yaitu:
41
1) H1 : Ada perbedaan tingkat pendapatan masyarakat Rumah
Susun Jatinegara Barat sebelum dan setelah direlokasi dari
Kampung Pulo.
H0 : Tidak ada perbedaan tingkat pendapatan masyarakat
Rumah Susun Jatinegara Barat sebelum dan setelah direlokasi
dari Kampung Pulo.
2) H1 : Ada perbedaan tingkat pengeluaran masyarakat Rumah
Susun Jatinegara Barat sebelum dan setelah direlokasi dari
Kampung Pulo.
H0 : Tidak ada perbedaan tingkat pengeluaran masyarakat
Rumah Susun Jatinegara Barat sebelum dan setelah direlokasi
dari Kampung Pulo.
2. Identifikasi Strategi Koping Ekonomi Yang Dilakukan Masyarakat
Untuk Mengatasi Kondisi Ekonomi Setelah Relokasi
Dalam menjawab rumusan masalah nomor 2, penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan metode
yang digunakan untuk meneliti sekelompok manusia, kondisi, objek,
pemikiran, atau peristiwa yang terjadi (Nazir, 2005). Analisis deskriptif
dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai upaya atau strategi
koping ekonomi yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi
perubahan kondisi ekonomi setelah direlokasi dari Kampung Pulo ke
Rumah Susun Jatinegara Barat.
3. Analisis Kondisi Sosial Masyarakat Sebelum Dan Setelah Relokasi
Menganalisis kondisi sosial masyarakat dilakukan dengan
analisis deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan
gambaran perbandingan kondisi sosial masyarakat sebelum dan setelah
direlokasi dari Kampung Pulo ke Rumah Susun Jatinegara Barat. Pada
penelitian ini, kondisi sosial masyarakat diteliti melalui dimensi
interaksional atau interaksi sosial antar masyarakat.
42
E. Operasional Variabel Penelitian
Setiap variabel yang digunakan dalam penelitian perlu didefinisikan
secara operasional berdasarkan kepada karakteristik yang diamati dengan
tujuan mempermudah peneliti dalam melakukan observasi secara cermat
terhadap objek penelitian. Berikut operasional variabel yang digunakan oleh
peneliti dalam penelitian ini, antara lain:
1. Tingkat Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan semua penerimaan seseorang sebagai balas jasa
seseorang tersebut dalam proses produksi dalam bentuk berupa upah,
bunga, sewa, dan laba tergantung pada faktor produksi apa yang terlibat
dalam proses produksi. Pendapatan keluarga pada penelitian ini diukur
melalui jumlah pendapatan yang diperoleh dari setiap anggota keluarga
yang bekerja, baik sebelum direlokasi maupun setelah direlokasi.
2. Tingkat Pengeluaran Keluarga
Pengeluaran merupakan materi yang dikeluarkan oleh keluarga setiap
bulannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pengeluaran keluarga
pada penelitian ini diukur melalui jumlah pengeluaran pangan dan non
pangan, baik sebelum direlokasi maupun setelah direlokasi.
3. Strategi Koping Ekonomi
Strategi koping merupakan upaya yang dilakukan oleh sebuah keluarga
dalam menghadapi situasi tekanan dengan mengoptimalkan sumber
daya yang dimiliki agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Pada
penelitian ini strategi koping diukur melalui dua dimensi, yaitu
meningkatkan pendapatan keluarga dan mengurangi pengeluran
keluarga.
4. Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan proses sosial yang berkaitan dengan
hubungan timbal balik antar individu, antar kelompok, ataupun individu
dengan kelompok yang menjadi syarat utama terciptanya aktifitas-
aktifitas sosial dalam suatu masyarakat.
43
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Rumah Susun Jatinegara Barat
Rumah Susun Jatinegara Barat terletak di Kelurahan Kampung Melayu,
Kecamatan Jatinegara, Kota Adminitrasi Jakarta Timur. Rumah Susun
Jatinegara Barat dibangun pada 31 Desember 2013 di atas lahan Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.
Luas area Rumah Susun Jatinegara Barat sebesar 7.460 m2 dengan
berdiri dua tower, yaitu Tower A dan Tower B yang mana masing-masing
terdiri dari 16 lantai. Lantai 1 dan 2 digunakan sebagai fasilitas sosial dan
ekonomi, sedangkan lantai hunian dimulai dari lantai 3 sampai dengan lantai 16
yang masing-masing terdiri dari 16-19 unit. Jumlah unit yang terdapat di Rumah
Susun Jatinegara Barat sebanyak 518 unit dengan luas unit sebesar 30 m2.
Gambar 4.1
Rumah Susun Jatinegara Barat
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018
44
1. Kependudukan
a. Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan data demografi Rumah Susun Jatinegara Barat pada
April 2018, jumlah penduduk di Rumah Susun Jatinegara Barat
sebanyak 2.200 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada berikut:
Tabel 4.1
Penduduk Rumah Susun Jatinegara Barat
berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (jiwa)
Laki-laki 1.147
Perempuan 1.053
Total 2.200
Sumber: Data Demografi Warga Rumah Susun Jatinegara Barat
Pada Tabel 4.1 dapat diketahi bahwa penduduk di Rumah Susun
Jatinegara Barat terdiri dari 1.147 jiwa Laki-laki dengan persentase
sebesar 52% dan 1.053 jiwa Perempuan dengan persentase sebesar 48%.
b. Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Data kependudukan warga Rumah Susun Jatinegara Barat
berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat dilihat pada diagram
berikut:
Sumber: Data Demografi Warga Rumah Susun Jatinegara Barat
354281
344 322
721
59
Tidak /Belum
Sekolah
Belum TamatSD
Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Akademi / PT
0100200300400500600700800
Diagram 4.1
Penduduk Rumah Susun Jatinegara Barat Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
45
Berdasarkan Diagram 4.1 diketahui bahwa penduduk Rumah
Susun Jatinegara Barat paling banyak merupakan penduduk dengan
pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 721 orang. Kemudian,
penduduk yang tidak ataupun belum sekolah sebanyak 354 orang.
Penduduk dengan pendidikan terakhir SD yaitu sebanyak 344 orang dan
penduduk dengan pendidikan terakhir SMP yaitu sebanyak 322 orang.
Sementara itu, penduduk dengan tingkat pendidikan tertinggi, yaitu
Akademi/PT merupakan yang paling rendah jumlahnya sebanyak 59
orang.
Dengan demikian, tingkat pendidikan penduduk Rumah Susun
Jatinegara Barat secara umum tergolong sedang, karena penduduk
dengan pendidikan terakhir SMA merupakan yang paling banyak.
Sementara, penduduk dengan pendidikan terakhir tingkat Akademi/PT
merupakan yang paling sedikit.
2. Sarana dan Prasarana
Rumah Susun Jatinegara Barat memiliki dua tower dengan total unit
hunian sebanyak 518 unit, yaitu 266 unit pada Tower A dan 252 unit pada
Tower B. Luas setiap unit hunian adalah 30 m2 dengan dilengkapi dua
kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu yang terhubung dengan dapur,
balkon yang digunakan untuk menjemur pakaian, exhaust fan untuk
menyaring udara panas dalam setiap hunian, dan grease trape untuk
menyaring kotoran dari wastafel dalam setiap unit hunian.
Selain fasilitas yang terdapat di masing-masing unit hunian, Rumah
Susun Jatinegara Barat memiliki fasilitas sarana dan prasarana umum yang
cukup lengkap yang dapat dinikmati para penghuninya. Rincian sarana dan
prasarana yang terdapat di Rumah Susun Jatinegara Barat dapat dilihat pada
Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2
Sarana dan Prasarana di Rumah Susun Jatinegara Barat
Fasilitas
Pemadam
Kebakaran
- Hydrant;
- APAR;
- Deep weell
46
Penerangan - Unit Hunian dan Fasos Fasum: PLN
- Halaman Rusun: Dinas Perindustrian dan
Energi
- Genset : Emergency Apabila Aliran Listrik dari
PLN Padam
Fasilitas
Kesehatan
- Poliklinik Gigi;
- Poliklinik Umum;
- Posyandu;
- Posbindu
Fasilitas
Umum
- Sarana PAUD,
- Poliklinik Gigi dan Umum
- Perpustakaan,
- Ruang Posyandu,
- Koperasi
- Ruang PKK,
- Taman,
- Masjid,
- Sarana parkir kendaraan roda dua (motor),
- Sarana tempat berjualan di halaman dan lantai 2
Sumber: Profil Rusunawa Jatinegara Barat, 2018
3. Kegiatan
Berbagai kegiatan dilaksanakan baik oleh pengelola Rumah Susun
Jatinegara Barat maupun oleh perangkat warga RT dan RW setempat guna
meningkatkan rasa kekeluargaan antar warga Rumah Susun Jatinegara
Barat. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan di Rumah Susun
Jatinegara Barat, antara lain:
• BAKSOS (Pembagian Sembako, Pelayanan Kesehatan Gratis);
• Kegiatan Pelayanan (Perubahan KK,KTP Rusun, Pembuatan Rek.
Bank DKI, Pembuatan BPJS, Imunisasi, Digitalisasi Arsip);
• Sosialisasi (Penyuluhan Kesehatan, Penyuluhan Narkoba,
Penanggulangan HIV AIDS);
• Kegiatan Pelatihan (Damkar, Komputer);
47
• Kegiatan Bimbingan Belajar (Bimbel oleh Pelajar SMA 8 Jakarta;
• Kegiatan Warga (Kerja Bakti, Senam Aerobik)
• Kegiatan Pemberdayaan / Pelatihan yang sudah dan akan
dilaksanakan:
o Pelatihan Service Motor
o Pelatihan Bogasari
o Pelatihan Tata Boga
o Pelatihan Daur ulang barang bekas dari BKOW
o Membuat kue basah dan kering
o Hidroponik
• Home industri ( Wiraswasta )
• Membuat bantal dan Kasur
• Produksi kue untuk pemasok kue subuh ke Pasar Senen
• Usaha dagang
o Toko kelontongan / Sembako difasilitasi di lantai 2
o Makanan dan minuman difasilitasi di Halaman Rusun
• Pembinaan Usaha dan Bantuan Modal
o Bank DKI memberikan modal dengan bunga rendah untuk
pedagang
o Dinas Sosial memberikan bantuan modal kepada kelompok usaha
bersama (KUBE)
• Kegiatan Pembinaan anak – anak Rusun :
o Komunitas Belajar Cerdas Ceria
o Bimbingan belajar matematika
o Bimbingan Mengaji
o Bimbingan Belajar Bahasa Inggris
o Latihan Menari Tradisional
o Pencak Silat
o Sepak Bola
48
B. Deskripsi Responden
Responden dalam penelitian ini adalah warga Rusun Jatinegara Barat
yang menjadi target kebijakan relokasi permukiman dari Kampung Pulo.
Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 50 orang. Berikut ini adalah
deskripsi terkait dengan usia responden, jenis kelamin responden, tingkat
pendidikan responden, jumlah tanggungan keluarga responden, dan jenis
pekerjaan utama responden.
1. Responden Berdasarkan Usia
Jawaban responden mengenai usia adalah jawaban terbuka yang
diisi sesuai dengan usia responden. Jawaban tersebut kemudian dibagi
dalam beberapa kategori untuk mempermudah deskripsi. Hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:
Diagram 4.2
Responden Berdasarkan Usia
Sumber: Data primer diolah, 2018
Berdasarkan diagram 4.2 menunjukkan bahwa kelompok usia 41-50
tahun mendominasi persentase responden dalam penelitian ini dengan
persentase sebesar 32% atau berjumlah 16 orang. Kemudian diikuti oleh
kelompok usia 51-60 tahun sebesar 26% atau berjumlah 13 orang.
Sementara itu, kelompok usia dengan persentase terendah berada pada
kelompok usia > 60 tahun.
2. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka didapat hasil
deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut:
12%
22%
32%
26%
8%
21-30 Tahun
31-40 Tahun
41-50 Tahun
51-60 Tahun
>60 Tahun
49
Diagram 4.3
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Data primer diolah, 2018
Pada Diagram 4.3 terlihat bahwa responden dalam penelitian ini
didominasi oleh responden perempuan dengan persentase sebesar 60% atau
sebanyak 30 orang. Sedangkan responden laki-laki memiliki persentase
sebesar 40% atau berjumlah 20 orang.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden perempuan lebih
banyak melakukan aktifitas di rumah, baik sebagai ibu rumah tangga
maupun sebagai pelaku usaha (pedagang).
3. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan
terakhir yang ditempuh oleh responden. Adapun hasil persebaran tingkat
pendidikan responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Diagram 4.4
Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sumber: Data primer diolah, 2018
Perempuan60%
Laki-laki40%
Tidak Tamat SD
12%
SD24%
SMP36%
SMA26%
S12%
50
Berdasarkan Diagram 4.4 terlihat bahwa mayoritas pendidikan
terakhir yang dimiliki oleh responden adalah SMP dengan persentase
sebesar 36% atau sebanyak 18 orang. Posisi kedua ditempati oleh responden
dengan pendidikan akhir tingkat SMA dengan persentase sebesar 26% atau
berjumlah 13 orang. Kemudian diikuti oleh responden dengan pendidikan
terakhir SD yang memiliki persentase sebesar 24% atau sebanyak 12 orang
dan responden yang tidak tamat SD dengan persentase 12% atau berjumlah
6 orang. Sementara responden dengan pendidikan terakhir S1 adalah yang
paling kecil, yaitu 2% dari total responden yang ada atau hanya sebanyak 1
orang.
4. Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga adalah semua orang yang menjadi
anggota keluarga dan menjadi tanggungan orang tua. Semakin banyak
jumlah tanggungan keluarga, maka semakin besar beban keluarga tersebut,
dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
deskripsi mengenai jumlah tanggungan keluarga terlihat pada diagram
berikut ini:
Diagram 4.5
Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
Sumber: Data primer diolah, 2018
Jumlah tanggungan keluarga dalam penelitian ini didominasi oleh
responden dengan tanggungan keluarga sejumlah 3-4 orang, yaitu sebesar
50% atau sebanyak 25 orang responden. Kemudian, terdapat 44% atau
sebanyak 22 orang responden dengan tanggungan keluarga sejumlah 1-2
44%
50%
6%
1-2 orang
3-4 orang
>4 orang
51
orang. Sementara itu, responden dengan tanggungan keluarga > 4 orang
hanya 6% atau sejumlah 3 orang responden.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa keluarga di Rumah Susun
Jatinegara Barat tergolong dalam keluarga yang cukup besar, di mana lebih
didominasi oleh responden dengan tanggungan keluarga yang jumlahnya
cukup banyak.
5. Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Kota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan segala kegiatan
ekonomi yang berkembang dengan pesat dipenuhi oleh masyarakat dengan
berbagai jenis pekerjaan. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa jenis
pekerjaan yang dimiliki oleh penghuni Rusun Jatinegara Barat seperti yang
terlihat dalam diagram di bawah ini:
Diagram 4.6
Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Sumber: Data primer diolah, 2018
Pada Diagram 4.6 terlihat bahwa persentase tertinggi jenis pekerjaan
responden di Rumah Susun Jatinegara Barat adalah pedagang dengan
persentase sebesar 50% dari total responden atau sejumlah 25 orang.
Kemudian, responden dengan pekerjaan sebagai buruh memiliki persentase
sebesar 16% atau sejumlah 8 orang responden. Persentase untuk jenis
pekerjaan sebagai karyawan memiliki persentase sebesar 14% atau
sejumlah 7 orang. Sementara itu, responden pada kategori jenis pekerjaan
50%
16%
14%
20%
Pedagang
Buruh
Karyawan
Lainnya
52
lainnya yang tercatat dalam penelitian ini, yaitu sebagai penjahit, jasa pijit,
jasa service barang elektronik, sopir, dan pekerja rumah tangga memiliki
persentase sebesar 20%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa warga Rusun
Jatinegara Barat didominasi oleh warga dengan jenis pekerjaan pada sektor
informal.
C. Analisis dan Pembahasan
1. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan berdistribusi normal atau tidak. Hal ini perlu dilakukan karena
untuk melanjutkan pengolahan data menggunakan Uji Paired t Test
diperlukan data yang berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan melalui
program SPSS 20 dengan hasil sebagai berikut:
a. Hasil Uji Normalitas Tingkat Pendapatan Keluarga
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Tingkat Pendapatan Keluarga
Tingkat Pendapatan Keluarga Sig.
Sebelum Relokasi 0.200
Setelah Relokasi 0.086
Sumber: Data primer diolah, 2018
Berdasarkan output uji normalitas untuk tingkat pendapatan
keluarga pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai Sig. pada tingkat
pendapatan sebelum relokasi adalah sebesar 0.200 dan tingkat
pendapatan setelah relokasi adalah sebesar 0.086. Nilai Sig. tersebut
lebih besar dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi
normal.
b. Tingkat Pengeluaran
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas Tingkat Pengeluaran Keluarga
Tingkat Pengeluaran Keluarga Sig.
Sebelum Relokasi 0.200
Setelah Relokasi 0.200
Sumber: Data primer diolah, 2018
53
Berdasarkan hasil uji normalitas tingkat pengeluaran keluarga
pada Tabel 4.4, didapatkan bahwa nilai Sig. pada tingkat pengeluaran
sebelum relokasi dan setelah relokasi adalah masing-masing sebesar
0.200. Nilai Sig. tersebut lebih besar dari 0.05 maka dapat disimpulkan
bahwa data berdistribusi normal.
2. Dampak Relokasi Terhadap Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi masyarakat yang direlokasi merupakan satu
indikator yang dapat menjelaskan bagaimana perubahan taraf hidup mereka
setelah direlokasi. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tingkat
pendapatan dan tingkat pengeluaran keluarga untuk melihat dampak
ekonomi yang ditimbulkan dari kebijakan relokasi Kampung Pulo. Berikut
merupakan uraian mengenai dampak yang terjadi pada kondisi ekonomi
masyarakat Rumah Susun Jatinegara Barat:
a. Dampak Relokasi Terhadap Tingkat Pendapatan Keluarga
Tingkat pendapatan keluarga pada penelitian ini merupakan
pendapatan yang dihasilkan oleh anggota keluarga yang bekerja. Dalam
menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan Paired Sample t
Test untuk mengetahui terdapat perbedaan atau tidak terdapat perbedaan
antara pendapatan keluarga ketika sebelum direlokasi dan setelah
direlokasi. Adapun hasil olah data yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.5
Hasil Paired Sample t Test Pendapatan Keluarga
Jenis Nilai (Rp/bulan)
Rata-rata pendapatan keluarga sebelum relokasi 3.981.000
Rata-rata pendapatan keluarga setelah relokasi 3.338.200
Selisih 642.800
Nilai t hitung = 2,933
Sig. = 0,005
Sumber: Data primer diolah, 2018
54
Berdasarkan output pada Tabel 4.5 diketahui bahwa nilai t
hitung sebesar 2,933 dengan nilai signifikansi ≤ 0,05, maka H1 diterima
yaitu terdapat perbedaan pendapatan masyarakat Rusun Jatinegara Barat
sebelum dan setelah direlokasi dari Kampung Pulo. Perbedaan tersebut
menunjukkan adanya perubahan yaitu berupa penurunan pendapatan
keluarga.
Sebelum direlokasi, rata-rata pendapatan keluarga responden
adalah sebesar Rp.3.981.000/bulan. Kemudian, setelah direlokasi
mengalami penurunan pendapatan dengan persentase sekitar 16,15%
atau sebesar Rp.642.800/bulan dan menjadi sebesar
Rp.3.338.200/bulan. Penurunan pendapatan keluarga tersebut terjadi
akibat hilangnya lapangan pekerjaan maupun beralihnya pekerjaan
kepala keluarga dan anggota keluarga yang bekerja setelah pindah ke
Rumah Susun Jatinegara Barat. Adapun perbandingan tingkat
pendapatan keluarga sebelum direlokasi dan setelah direlokasi disajikan
dalam diagram sebagai berikut:
Sumber: Data primer diolah, 2018
Berdasarkan diagram 4.7 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan
pendapatan keluarga setelah direlokasi. Pada tingkat pendapatan <
Rp.1.500.000 per bulan baik sebelum relokasi maupun setelah relokasi
tidak terdapat perubahan, yaitu masing-masing terdapat 2 orang
2
15 14
19
2
1922
7
0
5
10
15
20
25
< Rp.1.500.000 Rp.1.500.000 -Rp.3.000.000
Rp.3.000.000 -Rp.4.500.000
> Rp.4.500.000
Diagram 4.7
Tingkat Pendapatan Keluarga Sebelum dan Setelah
Relokasi
Sebelum Relokasi Setelah Relokasi
55
responden. Kemudian, pada tingkat pendapatan Rp.1.500.000-
Rp.3.000.000 per bulan terdapat 15 orang responden ketika sebelum
relokasi dan meningkat menjadi 19 orang responden setelah relokasi.
Pada tingkat pendapatan Rp.3.000.000-Rp.4.500.000 per bulan terdapat
14 orang responden ketika sebelum relokasi dan 22 orang responden
setelah direlokasi. Sementara itu, pada tingkat pendapatan >
Rp.4.500.000 per bulan, sebelum relokasi terdapat 19 orang responden
dan setelah relokasi menurun menjadi sejumlah 7 orang responden.
Penduduk Kampung Pulo sebelum direlokasi mayoritas
menjadikan rumah mereka sebagai sarana untuk memperoleh
pendapatan, seperti membuka usaha warung sembako, warung kopi,
warung makan, tempat jahit, sercive barang rusak dan sewa rumah
kontrakan. Setelah direlokasi ke Rumah Susun Jatinegara Barat,
aktivitas ekonomi yang sebelumnya dilakukan di rumah, saat ini
menjadi terbatas. Pengelola rumah susun membuat peraturan mengenai
larangan membuka usaha di unit. Oleh sebab itu, telah disediakan
fasilitas tempat untuk berjualan di area yang telah ditentukan, yaitu
lantai 2 dan area halaman rumah susun yang terletak di sebelah masjid.
Meskipun demikian, solusi yang diberikan tersebut belum
menjawab permasalahan ekonomi masyarakat yang
bermatapencaharian sebagai pedagang. Masyarakat yang berjualan kini
dikenakan biaya sewa tempat sehingga menambah beban biaya mereka.
Selain itu, terbatasnya tempat yang tersedia untuk berjualan dan jenis
usaha yang dilakukan hampir sejenis sehingga menimbulkan banyaknya
pesaing dan mengurangi kesempatan mereka untuk berjualan. Pada
akhirnya, beberapa penduduk memutuskan untuk tetap membuka usaha
di unit hunian mereka meskipun kondisi lingkungan di setiap lantai lebih
sepi dibandingkan di area berjualan yang telah disediakan.
b. Dampak Relokasi Terhadap Tingkat Pengeluaran Keluarga
Pengeluaran keluarga merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya dimana pengeluaran tersebut terdiri
56
dari pengeluaran untuk kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan.
Peneliti menggunakan Paired Sample t Test untuk mengetahui terdapat
perbedaan atau tidak terdapat perbedaan antara pengeluaran keluarga
ketika sebelum direlokasi dan setelah direlokasi. Adapun hasil olah data
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6
Hasil Paired Sample t Test Pengeluaran Keluarga
Jenis Nilai (Rp/bulan)
Rata-rata pengeluaran keluarga sebelum relokasi 2.076.690,00
Rata-rata pengeluaran keluarga setelah relokasi 3.104.350,00
Selisih 1.027.660,00
Nilai t hitung = -18,759
Sig. = 0,000
Sumber: Data primer diolah, 2018
Berdasarkan output pada Tabel 4.6 diketahui bahwa nilai t
hitung sebesar -18.759 dengan nilai signifikansi < 0.05 yaitu sebesar
0.000, maka H1 diterima yaitu adanya perbedaan pengeluaran
masyarakat Rusun Jatinegara Barat sebelum dan setelah direlokasi dari
Kampung Pulo. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya perubahan
berupa peningkatan pada pengeluaran keluarga. Sebelum direlokasi,
rata-rata pengeluaran keluarga sebesar Rp.2.076.690/bulan dan setelah
direlokasi mengalami peningkatan dengan persentase sekitar 49,50%
atau sebesar Rp.1.027.660/bulan dan menjadi sebesar
Rp.3.104.350/bulan. Adapun perbandingan tingkat pengeluaran
keluarga sebelum direlokasi dan setelah direlokasi disajikan dalam
diagram sebagai berikut:
57
Diagram 4.8
Tingkat Pengeluaran Keluarga Sebelum dan Setelah Relokasi
Sumber: Data primer diolah, 2018
Berdasarkan Diagram 4.8 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan
pada pengeluaran keluarga setelah direlokasi. Sebelum direlokasi ke
Rusun Jatinegara Barat, pengeluaran keluarga paling banyak berada
pada rentang Rp.1.500.000-Rp.3.000.000 per bulan dengan jumlah
responden sebanyak 33 orang. Sedangkan, setelah direlokasi sebanyak
27 orang responden memiliki pengeluaran keluarga pada rentang
Rp.3.000.000-Rp.4.500.000 per bulan. Selain itu, terdapat 2 orang
responden yang memiliki pengeluaran keluarga > Rp.4.500.000 per
bulan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran keluarga
mengalami peningkatan setelah direlokasi.
Diagram 4.9
Rata-rata Pengeluaran Keluarga Sebelum dan Setelah Relokasi
Sumber: Data primer diolah, 2018
11
33
6
00
21
27
2
0
10
20
30
40
< Rp.1.500.000 Rp.1.500.000 -Rp.3.000.000
Rp.3.000.000 -Rp.4.500.000
> Rp.4.500.000
Sebelum Relokasi Setelah Relokasi
1758730
317960
2272600
831750
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
Pangan Non Pangan
Sebelum Relokasi Setelah Relokasi
58
Pada Diagram 4.9 di atas dapat diketahui bahwa setelah relokasi
terjadi peningkatan rata-rata pengeluaran keluarga, baik untuk
kebutuhan pangan maupun non pangan. Peningkatan pengeluaran
keluarga tersebut secara signifikan disebabkan oleh meningkatnya
pengeluaran keluarga untuk kebutuhan non pangan, yaitu sebesar
Rp.513.790 per bulan. Sebelum direlokasi, rata-rata pengeluaran
keluarga untuk kebutuhan non pangan sebesar Rp.317.960 per bulan dan
meningkat menjadi Rp.831.750 per bulan setelah direlokasi.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya tambahan biaya yang
harus dibayarkan untuk kebutuhan perumahan. Pasca relokasi, warga
Rumah Susun Jatinegara Barat harus membayar sewa unit rumah susun
setiap bulan sebesar Rp.300.000. Selain itu, biaya untuk air PDAM dan
listrik rumah tangga yang sesuai dengan pemakaian masing-masing
keluarga juga menjadi penyebab meningkatnya pengeluaran keluarga
tersebut.
Berdasarkan hasil pemaparan di atas, relokasi permukiman dari
Kampung Pulo ke Rumah Susun Jatinegara Barat menimbulkan dampak
pada kondisi ekonomi keluarga, yaitu terjadinya penurunan pendapatan
keluarga dan peningkatan pengeluaran keluarga. Hasil penelitian ini
sesuai dengan pernyataan oleh Asian Development Bank (1995) bahwa
dampak yang dapat ditimbulkan dari relokasi permukiman salah satunya
adalah terdapat sumber-sumber produktif, pendapatan, dan mata
pencaharian yang hilang hingga menimbulkan kesulitan hidup
masyarakat yang direlokasi.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Andy Rizal Umbara (2003), Zaini Musthofa (2011), dan Ibnu Mustaqim
(2015) yang menemukan bahwa relokasi permukiman memberikan
dampak berupada penurunan pada kondisi ekonomi masyarakat yang
direlokasi. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan
masukan untuk penelitian di masa mendatang maupun menjadi bahan
evaluasi untuk pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Berdasarkan
59
program pemerintah daerah yang bersinergi dengan tujuan
pembangunan berkelanjutan dari pemerintah pusat, salah satunya yaitu
menjadikan kota dan permukiman yang inklusif, aman, dan
berkelanjutan.
3. Strategi Koping Ekonomi
Pasca relokasi permukiman penduduk dari kawasan Kampung Pulo
ke Rumah Susun Jatinegara Barat, warga merasakan perubahan pada
kondisi keuangan keluarga mereka. Bertambahnya beban ekonomi keluarga
menyebabkan masing-masing keluarga tersebut perlu melakukan strategi
penyesuaian untuk menghadapi tekanan atau tuntutan pengeluaran dengan
sumber daya keuangan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Strategi tersebut biasa disebut dengan strategi koping ekonomi. Strategi
koping ekonomi pada penelitian ini diukur melalui dua dimensi, yaitu
mengurangi pengeluaran dan meningkatkan pendapatan.
a. Mengurangi Pengeluaran
Strategi koping dengan mengurangi pengeluaran merupakan
upaya yang dilakukan keluarga dengan merespon ketersediaan
sumberdaya yang dimiliki menjadi lebih rendah melalui perubahan pola
pengeluaran (Pupitawati dalam Kabbaro, 2014:25). Strategi mengurangi
pengeluaran dibedakan menjadi mengurangi pengeluaran pangan dan
mengurangi pengeluaran non pangan.
1. Mengurangi Pengeluaran Pangan
Pangan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia yang
harus dicukupi kebutuhannya setiap hari. Kebutuhan pangan setiap
keluarga bervariasi atau tidak sama satu dengan lainnya. Ketika
sebuah keluarga mengalami krisis atau tekanan ekonomi, satu
strategi yang dapat dipilih adalah dengan mengurangi pengeluaran
pangan. Namun, terdapat batasan di mana pengeluaran untuk pangan
tidak dapat dikurangi lagi, baik jumlah maupun jenisnya.
60
Sumber: Data primer diolah, 2018
Pada strategi koping ekonomi dengan mengurangi
pengeluaran pangan seperti yang terlihat pada Diagram 4.10,
persentase tertinggi strategi koping yang dilakukan keluarga
responden adalah menyimpan makanan yang tidak habis untuk
dikonsumsi esok hari, yaitu sebesar 68% atau sejumlah 34 orang
responden. Responden biasanya menyimpan makanan yang tidak
habis untuk dikonsumsi pada keesokan harinya jika makanan
tersebut masih layak untuk dikonsumsi, sehingga untuk sarapan di
pagi hari mereka cukup mengonsumsi makanan tersebut sebelum
melakukan aktifitas di luar rumah. Sedangkan strategi pengeluaran
untuk pangan yang paling rendah dilakukan oleh responden adalah
mengurangi uang jajan anak yaitu sebesar 10% atau sejumlah 5
orang responden.
2. Mengurangi Pengeluaran Non Pangan
Selanjutnya, strategi koping ekonomi dengan mengurangi
pengeluaran untuk non pangan dikategorikan menjadi beberapa
bidang, yaitu: bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan lainnya.
68
10
56
22
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Menyimpan makanan
yang tidak habis
untuk dikonsumsi
esok hari
Mengurangi uang
jajan anak
Mengganti lauk
dengan lauk lain yang
lebih murah
Mengurangi
pembelian kebutuhan
pangan
Diagram 4.10
Persentase Strategi Koping Mengurangi
Pengeluaran Pangan
61
Diagram 4.11
Persentase Strategi Koping Mengurangi Pengeluaran
Bidang Kesehatan
Sumber: Data primer diolah, 2018
Berdasarkan persentase strategi koping dengan mengurangi
pengeluaran non pangan di bidang kesehatan pada Diagram 4.11,
mendaftarkan diri dan anggota keluarga sebagai anggota BPJS
merupakan strategi yang dilakukan oleh seluruh responden yaitu
sebesar 100%. Dengan menjadi anggota BPJS ketika terdapat
anggota keluarga responden yang sakit, mereka dapat mengakses
fasilitas kesehatan untuk berobat tanpa mengeluarkan biaya. Hal
tersebut juga didukung dengan rendahnya responden yang memilih
untuk menunda pengobatan anggota keluarga yang sakit, yaitu
sebesar 36% atau sejumlah 18 orang responden.
100
36
82
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Mendaftarkan diri dananggota keluarga sebagai
anggota BPJS
Menunda pengobatananggota keluarga yang
sakit
Memilih tempat berobatgratis
62
Diagram 4.12
Persentase Strategi Koping Mengurangi Pengeluaran
Bidang Pendidikan
Sumber: Data primer diolah, 2018
Selanjutnya, strategi koping dengan mengurangi pengeluaran
untuk non pangan di bidang pendidikan yang paling banyak
dilakukan oleh responden berdasarkan Diagram 4.12 adalah anak
tidak mengikuti bimbingan belajar, yaitu sebesar 84% atau sejumlah
42 responden. Sementara itu, tidak ada satu pun responden yang
melakukan strategi koping dengan membeli perlengkapan sekolah
bekas untuk anak-anaknya maupun memberhentikan anaknya
sekolah. Hal ini karena anak-anak yang bersekolah di wilayah DKI
Jakarta telah mendapatkan bantuan pendidikan dari Pemda DKI
Jakarta berupa Kartu Jakarta Pintar.
64
84
0 00
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Anak yangbersekolah
terdaftar sebagaipenerima KJP
Anak tidakmengikuti
bimbingan belajar
Membeliperlengkapansekolah bekas
(seragam/sepatu)
Anak berhentisekolah
63
Diagram 4.13
Persentase Strategi Koping Mengurangi Pengeluaran
Non Pangan Lainnya
Sumber: Data primer diolah, 2018
Strategi koping dengan mengurangi pengeluaran keluarga pada
bidang lainnya (Diagram 4.13) yang paling banyak dilakukan oleh
responden adalah mengurangi pembelian perabot rumah tangga
yaitu sebesar 96% atau sejumlah 48 orang responden. Responden
kini telah terhindar dari bencana banjir yang dapat menyebabkan
rusak bahkan hilangnya barang-barang rumah tangga mereka.
Sehingga mereka dapat lebih berhemat dengan mengurangi
pembelian barang-barang rumah tangga tersebut. Sedangkan strategi
koping terendah yang dilakukan oleh keluarga responden adalah
mengurangi penggunaan pulsa/paket data yaitu terdapat sebesar
52% atau sejumlah 26 orang responden. Pada masa kini kebutuhan
akan pulsa atau paket data sulit untuk dikurangi karena kebutuhan
untuk berkomunikasi dengan keluarga maupun kerabat lain dan
untuk mengakses segala informasi yang dibutuhkan.
b. Meningkatkan Pendapatan
Dimensi strategi koping ekonomi selanjutnya adalah dengan
meningkatkan pendapatan. Strategi tersebut adalah upaya yang
dilakukan oleh keluarga untuk meningkatkan ketersediaan sumberdaya
5652
82
96
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Mengurangipenggunaan listrik
Mengurangipenggunaan
pulsa/paket data
Mengurangipembelian
kebutuhan pribadi
Mengurangipembelian perabot
rumah tangga
64
keuangan atau upaya dalam pemenuhan kebutuhan oleh anggota
keluarga (Puspitawati dalam Kabbaro, 2012:27). Adanya peningkatan
jumlah pengeluaran keluarga yang tidak diimbangi dengan peningkatan
pendapatan menyebabkan kondisi ekonomi penghuni Rumah Susun
Jatinegara Barat menjadi lebih buruk. Pengeluaran yang tidak dapat
ditunda pembayarannya mendorong penghuni untuk berupaya
memperoleh pendapatan di luar pendapatan utama keluarga. Upaya
yang dilakukan penghuni rumah susun jatinegara barat dalam
meningkatkan pendapatan keluarga dapat dilihat sebagaimana pada
diagram berikut:
Diagram 4.14
Persentase Strategi Koping Meningkatkan Pendapatan
Sumber: Data primer diolah, 2018
Berdasarkan Diagram 4.14 dapat dilihat bahwa sebesar 18% atau
sejumlah 9 orang responden memiliki anggota keluarga yang bekerja
selain kepala keluarga untuk meningkatkan pendapatan. Kemudian,
sebesar 2% atau hanya 1 orang kepala keluarga responden memiliki
pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan keluarga mereka.
Pekerjaan sampingan tersebut yaitu menekuni sebagai pedagang kopi
keliling ketika sore hari.
Sementara itu, tidak ada satu pun kepala keluarga responden
yang melakukan strategi koping dengan menambah jam kerja dari
pekerjaan utama. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan kepala keluarga
9
01
0123456789
10
Terdapat anggotakeluarga selain KepalaKeluarga yang bekerja
untuk menambahpendapatan keluarga
Kepala Keluargamenambah jam kerjadari pekerjaan utama
Kepala Keluargamemiliki pekerjaansampingan untuk
menambahpendapatan keluarga
65
responden dimulai dari pagi hari hingga sore hari sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan lain selain pekerjaan utama.
4. Dampak Relokasi Terhadap Kondisi Sosial
Relokasi permukiman Kampung Pulo sebagai akibat dari kebijakan
normalisasi daerah aliran sungai Ciliwung telah memberikan perubahan
sosial kepada masyarakat yang menjadi target kebijakan tersebut.
Perubahan sosial pada penelitian ini dilihat melalui dimensi interaksional,
dimana peneliti ingin mengetahui bagaimana interaksi antar warga Rumah
Susun Jatinegara Barat pasca direlokasi dari kawasan Kampung Pulo.
Interaksi sosial dibedakan menjadi dua jenis, yaitu asosiatif dan
disosiatif. Interaksi asosiatif pada penelitian ini dapat dilihat dari bagaimana
kerjasama antar warga di Rumah Susun Jatinegara Barat. Ketika di relokasi
dari Kampung Pulo ke Rumah Susun Jatinegara Barat, penempatan unit-
unit untuk para warga tersebut menggunakan metode pengocokan. Hal ini
menyebabkan lingkungan sosial yang sudah terbentuk ketika di Kampung
Pulo menjadi berubah ketika direlokasi ke Rusunawa Jatinegara Barat.
Warga tidak mengenal tetangga-tetangga baru mereka meskipun berasal
dari satu kawasan permukiman yang sama.
Diagram 4.15
Persentase Perubahan Interaksi Sosial Asosiatif
Sumber: Data primer diolah, 2018
98 100 92
68
16
50 48
72
0
20
40
60
80
100
Mengenaltetangga dalam
lingkup 1 RT
Menyempatkandiri berbincang
dengan tetangga
Membantutetangga ketika
mengadakanacara atau
memerlukanbantuan
Aktif dalamkegiatan yangdilakukan dilingkungan
tempat tinggal
Sebelum Relokasi Setelah Relokasi
66
Berdasarkan Diagram 4.15 dapat dilihat bahwa setelah direlokasi,
dari 50 orang responden, diketahui hanya sebesar 16% atau sebanyak 8
orang responden yang mengenal warga lain dalam lingkup 1 RT. Sedangkan
sisanya atau sebanyak 42 responden hanya mengenal tetangga yang tinggal
pada 1 lantai yang sama dengan mereka. Hal ini diindikasikan karena lama
tinggal penghuni di rumah susun baru menginjak usia 3 tahun sehingga
mereka belum banyak mengenal tetangga sekitar.
Gambar 4.2
Suasana Koridor di Lantai Hunian Rumah Susun Jatinegara Barat
Sumber: Dokumen Pribadi, 2018
Terlepas dari kegiatan yang dimiliki oleh masing-masing warga,
sebesar 100% responden selalu menyempatkan diri untuk mengobrol atau
berbincang dengan tetangga ketika mereka masih tinggal di Kampung Pulo.
Pada siang hingga sore hari, warga khususnya ibu-ibu biasa berkumpul di
satu rumah warga untuk mengobrol, saling bercerita hingga makan bersama.
Interaksi ketika di Kampung Pulo terasa lebih mudah karena hanya cukup
membuka pintu rumah, mereka dapat dengan mudah berbincang dengan
tetangga. Berbeda dengan setelah direlokasi, responden yang
menyempatkan diri untuk mengobrol atau berbincang dengan tetangga
hanya sebesar 50% atau sejumlah 25 orang responden. Hal ini disebabkan
oleh banyaknya warga yang lebih menutup diri setelah direlokasi
sebagaimana yang terlihat pada gambar 4.2. Warga di Rumah Susun
Jatinegara Barat lebih sering menutup pintu ketika sudah berada di dalam
unit. Selain itu, naik-turun lift menjadi kendala bagi warga Rumah Susun
Jatinegara Barat untuk melakukan interaksi dengan warga lainnya yang
berbeda lantai.
67
Selain interaksi sehari-hari yang cukup intensif, sebelum direlokasi
ke Rumah Susun Jatinegara Barat, sebesar 92% atau sejumlah 46 orang
responden menyatakan bahwa mereka turut membantu tetangga mereka
yang akan mengadakan sebuah acara atau membutuhkan bantuan. Namun,
setelah di relokasi hanya sebesar 48% atau sejumlah 24 orang responden
yang menyatakan bahwa mereka masih turut serta membantu tetangga
mereka. Hal ini karena lingkungan sosial yang lebih individual, kurang
mengenal baik tetangga sekitar sehingga merasa segan untuk saling
membantu maupun meminta bantuan.
Adanya perubahan pada interaksi sosial antar warga di lingkungan
Rumah Susun Jatinegara Barat mendorong pihak pengelola rusun beserta
perangkat masyarakat di lingkungan tersebut untuk mengadakan kegiatan-
kegiatan yang dapat mengeratkan hubungan dan interaksi antar warga. Hal
tersebut terbukti dari adanya peningkatan responden yang aktif mengikuti
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di lingkungan Rumah Susun
Jatinegara Barat, yaitu ketika sebelum direlokasi sebesar 68% atau sejumlah
34 orang dan setelah direlokasi menjadi sebesar 72% atau sejumlah 36
orang. Sebelum direlokasi kegiatan-kegiatan yang diadakan di Kampung
Pulo antara lain kerja bakti, arisan, pengajian ibu-ibu, pengajian bapak-
bapak, dan posyandu. Kegiatan kerja bakti merupakan kegiatan yang rutin
dilakukan di Kampung Pulo dan umumnya responden pada penelitian ini
aktif mengikuti kegiatan tersebut. Hal ini dikarenakan lokasi tempat tinggal
yang berada di bantaran sungai sehingga warga merasa perlu untuk
melakukan kerja bakti secara rutin, terutama pasca rumah-rumah mereka
terkena banjir. Sedangkan setelah direlokasi, kegiatan yang diadakan lebih
bervariasi daripada di Kampung Pulo. Kegiatan yang paling banyak
diminati oleh warga Rusunawa Jatinegara Barat yaitu senam sehat yang
diadakan setiap hari Jumat pagi. Pada umumnya, senam ini diikuti oleh ibu-
ibu. Kemudian, untuk pengajian bapak-bapak biasa dilakukan di masjid
yang terdapat di kompleks Rusunawa Jatinegara Barat. Sedangkan
pengajian untuk ibu-ibu, biasa dilaksanakan pada Kamis malam di ruang
terbuka yang berada di depan lift setiap lantai. Selanjutnya, kegiatan kerja
68
bakti di Rusunawa Jatinegara Barat dijadwalkan setiap satu kali dalam
sebulan dari Kelurahan dan setiap satu kali dalam seminggu dari pihak RT.
Namun, kegiatan kerja bakti tersebut kurang efektif karena terdapat petugas
kebersihan yang telah dibayar setiap bulan oleh warga Rusunawa Jatinegara
Barat.
Meskipun kegiatan-kegiatan yang dilakukan di lingkungan
Rusunawa Jatinegara Barat cenderung bersifat untuk mendekatkan antar
warga. Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa tidak
terjadi konflik di antara mereka.
Diagram 4.16
Persentase Perubahan Konflik di Masyarakat
Sumber: Data primer diolah, 2018
Pada Diagram 4.16 terlihat bahwa sebesar 30% atau sejumlah 15
orang responden menyatakan bahwa mereka pernah mengalami perselisihan
dengan tetangga saat mereka tinggal di Kampung Pulo. Sedangkan, pasca
relokasi lebih sedikit masyarakat yang terlibat konflik atau perselisihan
dengan tetangga mereka, yaitu sebesar 4% atau sejumlah 2 orang responden.
Perselisihan yang terjadi baik ketika di Kampung Pulo maupun di Rumah
Susun Jatinegara Barat dominan disebabkan karena pertengkaran anak-anak
yang menyeret orang tua mereka ikut berselisih paham. Selain itu,
perselisihan juga terjadi karena adanya persaingan ekonomi keluarga.
Berdasarkan perselisihan yang terjadi, responden memilih untuk
menyelesaikan konflik dengan cara kekeluargaan hingga tidak terjadi
kesalahpahaman lagi di antara mereka.
30
4
0
5
10
15
20
25
30
Terlibat konflik dengan tetangga
Sebelum Relokasi Setelah Relokasi
69
Berdasarkan hasil pemaparan di atas, relokasi permukiman dari
Kampung Pulo ke Rumah Susun Jatinegara Barat menimbulkan dampak
pada kondisi sosial masyarakat, yaitu masyarakat cenderung lebih bersifat
individual ketika setelah direlokasi. Hal ini dikarenakan desain rumah susun
yang berbentuk vertikal membatasi ruang interaksi antar warga. Hasil
penelitian ini sesuai dengan pernyataan oleh World Bank (1995) bahwa
dampak yang dapat ditimbulkan dari relokasi permukiman salah satunya
adalah rusaknya jaringan sosial masyarakat yang sudah terbentuk.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Andy Rizal Umbara pada tahun 2003 yang menemukan bahwa rusaknya
jaringan sosial yang sudah terbentuk pada permukiman lama dan
masyarakat gagal melakukan adaptasi dengan lingkungan permukiman
yang baru. Hasil pada penelitian ini juga terdapat perubahan interkasi sosial
di masyarakat setelah direlokasi karena proses penempatan unit hunian
dilakukan dengan metode pengundian sehingga mereka terpencar dengan
tetangga-tetangga mereka di permukiman sebelumnya. Selain itu, setelah
direlokasi masyarakat dibebankan dengan biaya sewa unit huninan sehingga
lebih banyak masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi di luar unit
untuk memperoleh pendapatan keluarga dan hal tersebut menyebabkan
berkurangnya interaksi antar masyarakat.
70
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Susun Jatinegara
Barat dengan judul “Dampak Relokasi Permukiman Terhadap Kondisi Sosial
dan Ekonomi Masyarakat di Rumah Susun Jatinegara Barat” dapat
disimpulkan bahwa:
1. Terdapat perbedaan rata-rata pendapatan dan rata-rata pengeluaran
masyarakat Rumah Susun Jatinegara Barat sebelum dan setelah
direlokasi. Pasca relokasi permukiman, terjadi penurunan pendapatan
sekitar 16,15% per bulan. Kemudian, terjadi peningkatan pengeluaran
sekitar 49,50% per bulan. Dengan demikian, relokasi permukiman dari
Kampung Pulo ke Rumah Susun Jatinegara Barat berdampak pada
kondisi ekonomi masyarakat dengan menghilangkan beberapa sumber
pendapatan, namun pengeluaran tetap seperti biaya listrik, air, dan sewa
unit menjadi meningkat dan tidak dapat ditunda. Sebagai
konsekuensinya, kehidupan masyarakat yang direlokasi menjadi
terhimpit dan sulit.
2. Sejalan dengan kesimpulan pada poin 1, maka dalam menghadapi
perubahan kondisi ekonomi keluarga pasca relokasi, masyarakat di
Rumah Susun Jatinegara Barat melakukan strategi koping ekonomi
melalui upaya melibatkan beberapa anggota keluarga untuk bekerja dan
mengurangi pengeluaran kebutuhan sekunder dan tersier.
3. Terdapat perbedaan pada interaksi sosial antar masyarakat di Rumah
Susun Jatinegara Barat sebelum dan setelah direlokasi, yaitu masyarakat
cenderung lebih bersifat individual di Rumah Susun Jatinegara Barat.
Interaksi sosial masyarakat ketika di Kampung Pulo masih lebih baik
daripada kondisi saat ini di Rumah Susun Jatinegara Barat. Hal tersebut
terjadi karena desain Rumah Susun Jatinegara Barat yang vertikal tidak
memungkinkan menjadi ruang terbuka untuk melakukan interaksi
sosial.
71
B. Saran
Sehubungan dengan penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka
terdapat beberapa saran yang dapat peneliti berikan, antara lain:
1. Pengelola rumah susun agar dapat memberikan program pelatihan
keterampilan kepada penghuni rumah susun yang didesain hingga mereka
memperoleh pekerjaan sehingga dapat meningkatkan pendapatan penghuni
rumah susun
2. Penghuni rumah susun dalam menyikapi peningkatan pengeluaran keluarga
sebaiknya merancang keuangan keluarga dengan mengurangi kegiatan-
kegiatan yang membutuhkan biaya.
3. Pengelola rumah susun dan tokoh masyarakat di rumah susun agar
mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan frekuensi
pertemuan antar warga sehingga terjadi interaksi yang lebih leluasa.
72
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Tri Wulandari Henny. 2015. Kajian Tekanan Ekonomi, Strategi Koping,
Dan Kesejahteraan Keluarga Petani di Daerah Rawan Banjir. Thesis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jawa Barat.
Bawole, Paulus, 2015. Program Relokasi Permukiman Berbasis Masyarakat Untuk
Korban Bencana Alam Letusan Gunung Merapi Tahun 2010. Jurnal Tesa
Arsitektur Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Kristen Duta Wacana,
Vol. 13, Nomor 2, Desember 2015.
BPS. 2013. Evaluasi Rukun Warga (RW) Kumuh DKI Jakarta 2013.
Budiharjo, Eko. 1983. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung: Penerbit
Alumni.
Chalid, Pheni. 2009. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Center for Social Economic
Studies (CSES) Press.
Feil JK. 2012. Coping with economic stressors: religious and non-religious
strategies for managing psychological distress [Thesis]. Submitted in Partial
Fulfillment of the Requirements for Masters of Arts in
Industrial/Organizational Psychology Minnesota State University Mankato.
Minnesota.
Folkman, S., Lazarus, R.S., Dunkel-Schetter, C., Delongis A. & Gruen, R.J. 1986.
Dynamic of a Stressful Encounter: Cognitive Appraisal, Coping, and
Encounter Outcomes. Journal of Personality and Social Psychology 50 (5).
Hendrayati, Neni. 2015. Ekonomi Keluarga dan Implementasi Pada Program Wajib
Belajar Sembilan Tahun di Desa Kajenengan Kecamatan Bojong Kabupaten
Tegal. Jurnal Pendidikan Ekonomi Dinamika Pendidikan. Vol. 10.
http://kotaku.pu.go.id/view/3798/penanganan-permukiman-kumuh-perkotaan-
berbasis-partisipasi-masyarakat, diakses 23 Juli 2018.
Involuntary Resettlement, Asian Development Bank, Manila, November 1995.
Involuntary Resettlement, The World Bank Operational Manual (BP 4.12),
Desember 2001.
Involuntary Resettlement, The World Bank Operational Manual (OD 4.30), June
1990.
73
Kabbaro, Hurriyyatun. 2014. Modal Sosial, Strategi Koping Ekonomi, dan
Kesejahteraan Objektif Keluarga dengan Perempuan Sebagai Kepala
Keluarga. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Komarudin. 1997. Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman.
Jakarta: Yayasan Realestat Indonesia – PT. Rakasindo.
Kuswartojo, tjuk dan Suparti A. Salim. 1997. Perumahan dan Permukiman yang
Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen dan Kebudayaan.
Lersch, Philipp M. 2012. Residential Relocation and Their Life Consequences. Life
Course Research. Tilburg: Springer VS.
Martono, Nanang. 2014. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern,
Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers.
Mustaqim, Ibnu. 2015. Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap
Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di
Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara).
Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta.
Musthofa, Zaini. 2011. Evaluasi Pelaksanaan Program Relokasi Permukiman
Kumuh (Studi Kasus: Program Relokasi Permukiman di Kelurahan
Pucangsawit Kecamatan Jebres Kota Surakarta). Skripsi. Fakultas Teknik.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Nasution, Demi Hasfinul. 2002. Dampak Sosial dan Ekonomi Kebijakan Relokasi
dan Penataan Pemukiman Liar di Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Kota
Batam). Thesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jawa Barat.
Oktama, Reddy Zaki. 2013. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi terhadap Tingkat
Pendidikan Anak Keluarga Nelayan di Kelurahan Sugihwaras Kecamatan
Pemalang Kabupaten Pemalang Tahun 2013. Skripsi. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
Pangkerego, Gabriel Efod Virant., dan Zulkaidi, Denny. Perancangan Kembali
Kawasan Perumahan Kampung Pulo Di Tepi Sungai Ciliwung Provinsi DKI
Jakarta. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPPK V3N1, 2014.
74
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 1 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.
Paparan Penanganan Kumuh DKI Jakarta 2016. Program Peningkatan Kualitas
Terhadap Perumahan dan Permukiman Kumuh.
Puspitawati, Herien. 2003. Poverty Level and Conflicts Over Money Within
Families. Media Gizi dan Keluarga, 27 (1): 23-35.
Reksoprayitno. 2004. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Jakarta: Bina
Grafika.
Ridlo, Mohamad Agung. 2001. Kemiskinan di Perkotaan. Semarang: Unissula
Press.
Santoso, S., & Tjiptono, F. 2001. Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan
SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Silas, Johan. 1990. Modul Peningkatan Kemampuan di Tingkat Lokal dan
Pembangunan SDM, Dalam Pelatihan Manajemen Lingkungan Perkotaan.
Surabaya: Lembaga Penelitian ITS Surabaya.
Silas, Johan. 1993. Perumahan: Hunian dan Fungsi Lebihnya. Pidato Pengukuhan
Guru Besar Arsitektur FTSP Surabaya.
Soekanto, Soejono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Soekartawi. 2002. Faktor-Faktor Produksi. Jakarta: Salemba Empat.
Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Di Indonesia. Bandung:
ALFABETA Bandung.
Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
PT Reflika Aditama.
Sukmayani, Ratna., et.al. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: PT Galaxy Puspa
Mega.
Sunarti, Euis. 2013. Work stability, Economic Pressure, and Family Welfare.
Department of Family and Consumer Sciences. Faculty of Human Ecology.
Bogor Agricultural University. Bogor. West Java Province. Indonesia.
Suryani dan Hendryadi. 2015. Metode Riset Kuantitaif, Teori dan Aplikasi Pada
Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam. Jakarta: Prenadamedia
Group.
75
Titisari, Ema Yunita dan Farid Kurniawan. 1999. Kajian Permukiman Desa
Pinggiran Kota; Mengukur Tingkat Kekeumuhan Kampung. Surabaya: ITS
Surabaya.
Umajah, S. 2002. Kriteria Kawasan Kumuh. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Umbara, Andy Rizal. 2003. Kajian Relokasi Permukiman Kumuh Nelayan ke
Rumah Susun Kedaung Kelurahan Sukamaju, Bandar Lampung. Thesis.
Magister Teknik Pembangunan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang.
UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Wesnawa, I Gede Astra. 2015. Geografi Permukiman. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Zulviton, Hendri., et al. 2010. Konsep Rusunawa untuk Urban Renewal bagi
Permukiman Kumuh. Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam
Pembangunan Kota.
76
LAMPIRAN
77
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
DAMPAK RELOKASI PERMUKIMAN TERHADAP KONDISI SOSIAL
DAN EKONOMI MASYARAKAT DI RUMAH SUSUN JATINEGARA
BARAT
No. Kuesioner :
Hari/Tanggal Observasi :
Lokasi :
Karakteristik Informan
Nama :
Usia : tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Pendidikan Terakhir :
Status Pernikahan Responden :
Jumlah tanggungan dalam keluarga : orang
Kondisi Ekonomi
1. Tingkat Pendapatan
No Uraian Pertanyaan Sebelum Relokasi Setelah Relokasi
1 Apakah pekerjaan
utama Kepala
Keluarga Anda?
□ Tidak bekerja
□ Pedagang
□ Buruh
□ Karyawan Swasta
□ PNS
□ Lainnya ....
□ Tidak bekerja
□ Pedagang
□ Buruh
□ Karyawan Swasta
□ PNS
□ Lainnya ....
78
2 Berapa rata-rata
pendapatan Kepala
Keluarga Anda selama
satu bulan dari
pekerjaan utama
tersebut?
Rp
□ < Rp1.500.000
□ Rp1.500.000 -
Rp.3.000.000
□ Rp3.00.000 -
Rp.4.500.000
□ > Rp4.500.000
Rp
□ < Rp1.500.000
□ Rp1.500.000 -
Rp.3.000.000
□ Rp3.00.000 -
Rp.4.500.000
□ > Rp4.500.000
3 Apakah Kepala
Keluarga Anda
memiliki pekerjaan
sampingan atau usaha
lain selain pekerjaan
utama?
□ Ya (Sebutkan apa
pekerjaan sampingan
tersebut dan berapa
pendapatan yang
diperoleh)
□ Tidak
□ Ya (Sebutkan apa
pekerjaan sampingan
tersebut dan berapa
pendapatan yang
diperoleh)
□ Tidak
4 Apakah ada anggota
keluarga lain yang ikut
bekerja?
□ Ya (Sebutkan apa
pekerjaan yang dimiliki
dan berapa rata-rata
pendapatan yang
diperoleh)
□ Tidak
□ Ya (Sebutkan apa
pekerjaan yang dimiliki
dan berapa rata-rata
pendapatan yang
diperoleh)
□ Tidak
79
No Uraian Pertanyaan Jawaban
5 Jika pekerjaan Kepala Keluarga
Anda saat ini berbeda dengan
sebelum direlokasi ke Rumah
Susun, apakah Kepala Keluarga
Anda merasa mudah untuk
mendapatkan pekerjaan baru
tersebut setelah direlokasi?
□ Ya (berikan alasan)
□ Tidak (berikan alasan)
6 Apakah terdapat
program/kegiatan
pemberdayaan ekonomi yang
diberikan oleh Pengelola
Rumah Susun?
□ Ya (sebutkan)
□ Tidak
7 Apakah Anda mengikuti
program/kegiatan
pemberdayaan ekonomi yang
diberikan oleh Pengelola
Rumah Susun?
□ Ya (jelaskan)
□ Tidak (berikan alasan)
80
2. Tingkat Pengeluaran
No Uraian Pertanyaan Sebelum Relokasi Setelah Relokasi
1 Apakah penghasilan
yang keluarga Anda
terima cukup untuk
memenuhi
kebutuhan sehari-
hari keluarga?
□ Ya
□ Tidak
□ Ya
□ Tidak
2 Apakah keluarga
Anda menyisihkan
pendapatan untuk
menabung?
□ Ya
□ Tidak
□ Ya
□ Tidak
3 Berapakah
pengeluaran per
bulan untuk
keperluan pangan
keluarga Anda?
Rp.
□ < Rp.500.000
□ Rp.500.000-
Rp.1.500.000
□ Rp.1.500.000-
Rp.3.000.000
□ > Rp.3.000.000
Rp.
□ < Rp.500.000
□ Rp.500.000-
Rp.1.500.000
□ Rp.1.500.000-
Rp.3.000.000
□ > Rp.3.000.000
4 Berapakah
pengeluaran per
bulan untuk
keperluan non
pangan keluarga
Anda?
Rp.
□ < Rp.500.000
□ Rp.500.000-
Rp.1.500.000
□ Rp.1.500.000-
Rp.3.000.000
□ > Rp.3.000.000
Rp.
□ < Rp.500.000
□ Rp.500.000-
Rp.1.500.000
□ Rp.1.500.000-
Rp.3.000.000
□ > Rp.3.000.000
81
Strategi Koping Ekonomi
1. Strategi Mengurangi Pengeluaran
a. Mengurangi Pengeluaran Pangan
No Strategi Koping Ya Tidak
1 Mengurangi pembelian kebutuhan pangan
2 Mengganti lauk dengan lauk lain yang lebih murah
3 Mengurangi frekuensi makan
4 Mengurangi uang jajan anak
5 Anggota keluarga membawa bekal untuk beraktifitas
(sekolah/bekerja)
6 Menyimpan makanan yang tidak habis untuk
dikonsumsi esok hari
b. Mengurangi Pengeluaran non Pangan
No Strategi Koping Ya Tidak
1 Mendaftarkan diri dan anggota keluarga sebagai
anggota BPJS Kesehatan
2 Menunda pengobatan anggota keluarga yang sakit
3 Memilih tempat berobat gratis
4 Anak yang bersekolah terdaftar sebagai penerima KJP
5 Anak tidak mengikuti bimbingan belajar
6 Membeli perlengkapan sekolah bekas (seragam/sepatu)
7 Anak berhenti sekolah
8 Mengurangi penggunaan air
9 Mengurangi penggunaan listrik
10 Mengurangi penggunaan pulsa/paket data
11 Mengurangi pembelian kebutuhan pribadi
12 Mengurangi pembelian perabot rumah tangga
82
2. Strategi Menambah Pendapatan
No Strategi Koping Ya Tidak
1 Kepala keluarga memiliki pekerjaan sampingan untuk
menambah pendapatan keluarga
2 Kepala keluarga menambah jam kerja dari pekerjaan
utama
3 Terdapat anggota keluarga selain Kepala Keluarga yang
bekerja untuk menambah pendapatan keluarga
3. Strategi Lain (Ketika terdapat kebutuhan mendesak)
No Strategi Koping Ya Tidak
1 Berhutang
2 Menggadaikan barang yang dimiliki untuk memenuhi
kebutuhan
3 Menjual barang yang dimiliki untuk memenuhi
kebutuhan
Kondisi Sosial
No Uraian Pertanyaan Sebelum Relokasi Setelah Relokasi
1 Apakah Anda mengenal
semua warga yang
berada dalam lingkup 1
RT dengan Anda?
□ Ya
□ Tidak
□ Ya
□ Tidak
2 Apakah Anda selalu
terlibat dalam kegiatan-
kegiatan sosial di
lingkungan tempat Anda
tinggal?
□ Ya
□ Tidak (berikan
alasan)
□ Ya
□ Tidak (berikan
alasan)
83
3 Anda terlibat dalam
kegiatan sosial seperti
apa?
□ Kerja bakti
□ Bakti Sosial
□ Pengajian Majelis
Taklim
□ PKK
□ Musyawarah warga
□ Lainnya ...
□ Kerja bakti
□ Bakti Sosial
□ Pengajian Majelis
Taklim
□ PKK
□ Musyawarah warga
□ Lainnya ...
4 Apakah Anda selalu
menyempatkan diri
untuk mengobrol dengan
tetangga?
□ Ya
□ Tidak (berikan
alasan)
□ Ya
□ Tidak (berikan
alasan)
5 Apakah Anda membantu
tetangga jika mereka
mengadakan acara?
□ Ya
□ Tidak (berikan
alasan)
□ Ya
□ Tidak (berikan
alasan)
6 Apakah Anda selalu
menyempatkan diri
untuk hadir dalam acara
yang diadakan tetangga
Anda?
□ Ya
□ Tidak (berikan
alasan)
□ Ya
□ Tidak (berikan
alasan)
7 Apakah Anda
mengetahui jika tetangga
Anda memiliki masalah?
□ Ya
□ Tidak (berikan
alasan)
□ Ya
□ Tidak (berikan
alasan)
84
8 Apakah Anda pernah
terlibat konflik dengan
tetangga Anda?
□ Ya (Jelaskan
bagaimana
penyelesaian konflik
tersebut)
□ Tidak
□ Ya (Jelaskan
bagaimana
penyelesaian konflik
tersebut)
□ Tidak
85
LAMPIRAN 2
INFORMASI UMUM RESPONDEN
No Usia Jenis
Kelamin
Pendidikan
Terakhir
Jumlah
Tanggungan
Keluarga
1 50 tahun Perempuan SMP/Sederajat 5
2 45 tahun Perempuan SD/Sederajat 3
3 28 tahun Perempuan SMA/Sederajat 2
4 50 tahun Perempuan Tidak Tamat SD 1
5 39 tahun Laki-laki SMP/Sederajat 3
6 30 tahun Laki-laki SMA/Sederajat 4
7 31 tahun Perempuan SMP/Sederajat 3
8 51 tahun Laki-laki SMP/Sederajat 3
9 63 tahun Perempuan SMP/Sederajat 2
10 52 tahun Perempuan SMP/Sederajat 3
11 59 tahun Laki-laki SD/Sederajat 1
12 38 tahun Perempuan SMP/Sederajat 4
13 47 tahun Laki-laki SD/Sederajat 2
14 33 tahun Laki-laki SMA/Sederajat 2
15 64 tahun Perempuan Tidak Tamat SD 2
16 57 tahun Perempuan Tidak Tamat SD 1
17 41 tahun Perempuan SMA/Sederajat 3
18 29 tahun Laki-laki SMA/Sederajat 4
19 58 tahun Perempuan Tidak Tamat SD 2
20 39 tahun Perempuan SMP/Sederajat 4
21 46 tahun Perempuan SD/Sederajat 3
22 55 tahun Laki-laki Akademi/Perguruan
Tinggi
1
23 58 tahun Perempuan SMA/Sederajat 2
24 34 tahun Perempuan SMP/Sederajat 3
86
25 69 tahun Laki-laki Tidak Tamat SD 2
26 42 tahun Perempuan SD/Sederajat 5
27 25 tahun Laki-laki SMA/Sederajat 2
28 21 tahun Perempuan SMP/Sederajat 2
29 59 tahun Perempuan SD/Sederajat 2
30 42 tahun Laki-laki SMA/Sederajat 5
31 39 tahun Perempuan SMA/Sederajat 4
32 48 tahun Laki-laki SMP/Sederajat 4
33 41 tahun Perempuan SMP/Sederajat 4
34 33 tahun Perempuan SMA/Sederajat 3
35 35 tahun Perempuan SMA/Sederajat 4
36 44 tahun Perempuan SD/Sederajat 3
37 34 tahun Perempuan SMP/Sederajat 3
38 29 tahun Laki-laki SMP/Sederajat 4
39 53 tahun Perempuan SMP/Sederajat 2
40 45 tahun Perempuan SMP/Sederajat 3
41 42 tahun Perempuan SMA/Sederajat 2
42 49 tahun Laki-laki SMA/Sederajat 2
43 43 tahun Laki-laki SMP/Sederajat 2
44 48 tahun Perempuan SMP/Sederajat 2
45 58 tahun Laki-laki SD/Sederajat 3
46 54 tahun Laki-laki SD/Sederajat 3
47 36 tahun Perempuan SD/Sederajat 4
48 59 tahun Laki-laki SD/Sederajat 2
49 52 tahun Laki-laki SD/Sederajat 3
50 63 tahun Laki-laki Tidak Tamat SD 2
87
LAMPIRAN 3
PEKERJAAN UTAMA KEPALA KELUARGA RESPONDEN
No Pedagang Buruh Karyawan Lainnya
1 √
2 √
3 √
4 √
5 √
6 √
7 √
8 √
9 √
10 √
11 √
12 √
13 √
14 √
15 √
16 √
17 √
18 √
19 √
20 √
21 √
22 √
23 √
24 √
25 √
26 √
27 √
88
28 √
29 √
30 √
31 √
32 √
33 √
34 √
35 √
36 √
37 √
38 √
39 √
40 √
41 √
42 √
43 √
44 √
45 √
46 √
47 √
48 √
49 √
50 √
89
LAMPIRAN 4
PENDAPATAN KELUARGA
Pendapatan Sebelum Relokasi Pendapatan Setelah Relokasi
4.125.000 4.975.000
4.050.000 2.650.000
5.250.000 3.950.000
3.300.000 2.550.000
4.900.000 3.000.000
4.950.000 4.050.000
1.500.000 2.250.000
2.400.000 3.275.000
1.000.000 800.000
5.700.000 4.800.000
6.800.000 2.850.000
3.000.000 2.600.000
3.600.000 3.160.000
3.150.000 2.400.000
2.550.000 2.875.000
6.675.000 4.200.000
6.550.000 6.325.000
5.550.000 3.750.000
2.375.000 1.400.000
5.250.000 5.000.000
4.850.000 2.400.000
7.500.000 7.700.000
2.500.000 3.700.000
1.000.000 1.500.000
5.550.000 4.050.000
3.750.000 3.750.000
3.000.000 2.625.000
2.950.000 2.525.000
90
4.950.000 3.950.000
4.050.000 3.750.000
6.500.000 1.800.000
4.550.000 3.000.000
1.500.000 4.050.000
2.400.000 3.600.000
2.400.000 2.400.000
2.700.000 3.600.000
4.050.000 2.750.000
2.000.000 2.500.000
8.325.000 4.950.000
1.875.000 3.600.000
7.050.000 2.550.000
4.500.000 3.575.000
1.800.000 3.500.000
4.050.000 3.300.000
3.750.000 3.425.000
2.250.000 2.250.000
1.800.000 2.400.000
3.675.000 2.900.000
8.100.000 4.500.000
3.000.000 3.450.000
91
LAMPIRAN 5
PENGELUARAN KELUARGA
Sebelum Relokasi Setelah Relokasi
3347000 3803000
2341000 2823000
1540000 2964000
1168500 1709500
3417500 4010500
2550500 4004000
2560500 4158500
2414000 3374000
863500 1815500
2758500 3162000
1332500 2089000
1850500 3305000
1976000 3080500
1917500 2827500
1329500 2337000
1380000 1968000
2348500 3104000
1940000 4258500
1890000 3161000
3133000 5011000
2052000 2895000
2566000 3466000
1649000 2599000
1950000 3532500
1159000 1777000
2450000 2904500
1791500 3002000
1483500 2576500
92
1453000 2184000
1626000 3142000
2969000 4264500
3203000 3668500
2255000 3190000
1935000 3038000
2442000 3849000
2253000 3133000
2623000 3761500
3014000 4138000
1497000 2557000
2252500 3309000
1803000 2929000
1425000 2289000
2030000 3039000
1783000 3053500
3342000 4575500
1558000 2464000
2535500 3558000
1327000 2059500
1533000 2811500
1816000 2486000
93
LAMPIRAN 6
PERSENTASE STRATEGI KOPING EKONOMI
Strategi Koping %
Dimensi Mengurangi Pengeluaran Pangan
- Mengurangi pembelian kebutuhan pangan
- Mengganti lauk dengan yang lebih murah
- Mengurangi uang jajan anak
- Menyimpan makanan yang tidak habis untuk dikonsumsi
esok hari
22,0
56,0
10,0
68,0
Dimensi Mengurangi Pengeluaran Non Pangan
- Seluruh anggota keluarga terdaftar sebagai anggota BPJS
Kesehatan
- Menunda pengobatan anggota keluarga yang sakit
- Memilih tempat berobat gratis
- Anak yang bersekolah terdaftar sebagai penerima KJP
- Anak tidak mengikuti bimbingan belajar
- Anak berhenti sekolah
- Membeli perlengkapan sekolah bekas (seragam/sepatu)
- Mengurangi penggunaan air
- Mengurangi penggunaan listrik
- Mengurangi penggunaan pulsa/paket data
- Mengurangi pembelian kebutuhan pribadi
- Mengurangi pembelian perabot rumah tangga
100,0
36,0
82,0
64,0
84,0
0
0
42,0
56,0
52,0
82,0
96,0
Dimensi Menambah Pendapatan
- Kepala keluarga memiliki pekerjaan sampingan untuk
menambah pendapatan keluarga
- Kepala keluarga menambah jam kerja dari pekerjaan utama
- Terdapat anggota keluarga selain Kepala Keluarga yang
bekerja untuk menambah pendapatan keluarga
2,0
0
18,0
94
LAMPIRAN 7
HASIL UJI NORMALITAS
A. Pendapatan Keluarga
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pendapatan Sebelum
Relokasi
,099 50 ,200* ,960 50 ,088
Pendapatan Setelah
Relokasi
,117 50 ,086 ,934 50 ,008
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
B. Pengeluaran Keluarga
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pengeluaran Sebelum
Relokasi
,103 50 ,200* ,964 50 ,130
Pengeluaran Setelah
Relokasi
,095 50 ,200* ,983 50 ,699
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
95
LAMPIRAN 8
HASIL PAIRED SAMPLES TEST PENDAPATAN KELUARGA
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1
Pendapatan Sebelum Relokasi 3981000,00 50 1880950,151 266006,521
Pendapatan Setelah Relokasi 3338200,00 50 1200800,226 169818,797
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pendapatan Sebelum Relokasi &
Pendapatan Setelah Relokasi
50 ,571 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
Pendapatan Sebelum
Relokasi - Pendapatan
Setelah Relokasi
642800,000 1549581,958 219143,982 202413,680 1083186,320 2,933 49 ,005
96
LAMPIRAN 9
HASIL PAIRED SAMPLES TEST PENGELUARAN KELUARGA
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pengeluaran Sebelum 2076690,00 50 637208,868 90114,942
Pengeluaran Setelah 3104350,00 50 751578,246 106289,215
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pengeluaran Sebelum &
Pengeluaran Setelah
50 ,857 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pengeluaran Sebelum -
Pengeluaran Setelah
-1027660,000 387366,862 54781,947 -1137748,444 -917571,556 -18,759 49 ,000
97
LAMPIRAN 10
KONDISI TEMPAT PENELITIAN
98