dampak perubahan iklim terhadap degradasi lahan
DESCRIPTION
Pengaruh perubahan iklim berdampak pada degradasi lahanTRANSCRIPT
NCC Research RepotImpact of Climate Change on Land Degradation over IndiaDampak Perubahan Iklim Terhadap Degradasi Lahan di India
P.G. Gore, B. A Roy and H. R Hatwar
Tugas Mata Kuliah Agroklimat dan Hidrologi
Oleh:Budy Frasetya Taufikqurrohman
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG2012
1
I. PENDAHULUAN
Penggurunan telah lama dikenal sebagai masalah utama lingkungan,
kondisi ini mempengaruhi mata pencaharian penduduk di beberapa negara di
dunia. Pada tahun 1977, sebuah konferensi PBB tentang penggurunan telah
diadakan di Nairobi Kenya untuk menghasilkan program yang efektif dan
terkoordinasi dalam mengatasi degradasi lahan. Komisi PBB bidang
pembangunan berkelanjutan melaporkan hasil penelitian pada tahun 1988 bahwa
penggurunan telah menjadi masalah lingkungan yang paling serius dan masalah
sosial-ekonomi dunia. Berbagai penilaian yang dilakukan oleh UNEP terus
menunjukkan hasil bahwa penggurunan merupakan hasil interaksi antara sifat
fisik, kima, biologi, sosial-ekonomi dan persoalan politik ditingkat lokal, nasional
dan global.
Penelitian yang dilakukan oleh UNEP (United Nations Enviromental
Programme) menunjukkan bahwa dalam 20 tahun terakhir, permasalahan
degradasi lahan terus berlanjut dan semakin parah. Hasil penelitian lebih lanjut
menunjukkan praktek-praktek pertanian secara terus menerus, penggembalaan,
penggundulan hutan dan pengeloaan irigasi yang buruk berdampak pada
penurunan fungsi lahan kering di setiap benua. Faktor utama masalah ini adalah
jumlah populasi (manusia dan ternak), penggunaan lahan yang tidak tepat,
aktivitas pertanian, masalah-masalah sosial dan kekeringan. Telah diketahui
bahwa aktivitas manusia dan perubahan iklim berperan pada masalah kekeringan
berkepanjangan dan memperparah penurunan fungsi lahan. Hal ini menyebabkan
secara resmi UNCCD (United Nations Convention to Combat Desertification)
mendefinisikan penggurunan sebagai “ penurunan fungsi lahan di zona iklim arid,
semi-arid dan Dry Sub-Humid akibat berbagai macam faktor, termasuk variasi
iklim dan aktivitas manusia”.
Suatu wilayah dikategorikan kering berdasarkan ratio P = rata-rata presipitasi
tahunan dibandingkan dengan PE = rata-rata Evaporasi Potensial tahunan
menggunakan persamaan Thornthwaite. Tanah kering didefinisikan sebagai
wilayah-wilayah dengan rasio antara rata-rata curah hujan tahunan dengan rata-
2
rata evapotranspirasi potensial antara 0,05 sampai 0,65. Catatan penting bahwa
CCD menganggap daerah arid, semi-arid, dan dry sub-humid sebagai lahan kering
(dryland) wilayah Hyper-Arid dengan rasio P/PE lebih kecil dari 0,05 tidak
termasuk dalam konvensi tentang dryland. Konvensi juga mengecualikan daerah
dengan kelembaban Sub-Humid, Humid dan Per-Humid berbagai wilayah di
dunia. Tujuan yang paling penting dari Konvensi ini adalah untuk memerangi
penggurunan terjadi di daerah lahan kering di dunia dan mengurangi dampak
kekeringan.
Proses penggurunan merupakan interaksi komplek antara sifat fisika,
biologi, sosial, budaya dan faktor ekonomi. Dampak penggurunan terhadap
pertumbuhan ekonomi tidak hanya berdampak pada daerah yang bersangkutan
akan tetapi negara secara keseluruhan. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan
perekonomian dan sosial. Penggurunan dan kekeringan mempengaruhi
pembangunan secara berkesinambungan dikarenakan masalah-masalah sosial
seperti kemiskinan, kesehatan dan gizi buruk, kerawanan pangan, konsekuensinya
menyebabkan migrasi dan konflik sosial yang tidak diinginkan. Konvensi CCD
menekankan perlunya mengatasi masalah ini secara terpadu.
India menjadi anggota UNCCD pada tanggal 14 Oktober 1994. Hadir pada
pertemuan pada tanggal 17 Maret 1997 sebagai salah satu kewajiban negara
anggota hadir ke konvensi, termasuk menyiapkan program nasional untuk
mengatasi penggurunan dan mengurangi dampak kekeringan.
Pada penelitian terkini, penurunan fungsi lahan telah dikaji berdasarkan
status kelembaban tanah dalam dua periode berbeda. Jika terjadi penurunan fungsi
lahan akan menyebabkan perubahan iklim.
3
III. METODOLOGI
Rasio antara Presipitasi (P) dengan Evapotranspirasi Potensial (PE)
merupakan metode sederhana dalam memperkirakan status kelembaban suatu
tempat/ lokasi. Jika rasio kurang dari satu, ini artinya kelembaban tanah pada
tempat tersebut tidak cukup memenuhi kebutuhan evapotranspirasi yaitu daerah
beriklim kering. Jika rasio lebih besar dari satu kelembaban tanah lebih besar dan
iklim dikategorikan lembab. Berdasarkan indeks kelembaban dibuatlah klasifikasi
wilayah kedalam zona yang berbeda
Dalam penelitian ini, kriteria empiris untuk mengklasifikasikan
berdasarkan zona yang berbeda berdasarkan pada rasio P/PE yakni Arid
(P/PE=0,05-0,20), semi arid (P/PE=0,21-0,5) dan Dry Sub Humid (P/PE=0,51-
0,65). Nilai P dan PE telah dihitung berdasarkan curah hujan normal dari periode
1941-1990 untuk data terbaru dan periode tahun 1901-1950 untuk data terdahulu
dari berbagai stasiun cuaca di dalam negeri. Perubahan nilai dari P/PE dari
periode terdahulu (1901-1950) dan periode terkini (1941-1990) telah dikaji
dengan tujuan untuk mempelajari perubahan iklim pada berbagai kondisi
kelembaban kawasan konservasi dan dampaknya pada lahan. Sebagai batasan
perubahan nilai P/PE pada dua periode yang berbeda diasumsikan nyata,
perbedaan nilai P/PE pada dua periode yang berbeda seperti yang telah dijelaskan
di atas diambil 0,05. Berdasarkan kriteria ini, perubahan signifikan rasio P/PE
pada berbagai stasiun cuaca di berbagai negara, pada berbagai zona iklim telah
diidentifikasi.
3. Data
Curah hujan normal periode 1901-1950 dan periode 1941-1950 dari
berbagai stasiun cuaca di seluruh India telah dipublikasikan oleh India
Meteorological Departmen dan telah digunakan untuk menghitung rasio P/PE
(Presipitasi/ Potensial Evapotranspirasi). Nilai PE dari setiap stasiun cuaca telah
digunakan pada publikasi yang berjudul, ‘Potential Evapotranspiration (PE) over
India’,laporan ilmiah No. 136.
4
IV. HASIL
Berdasarkan pada indek kelembaban (P/PE) telah dibuat klasifikasi di
seluruh India berdasarkan indeks kelembaban yaitu Arid (P/PE=0,05-0,20), Semi
Ard(0,21-0,5) dan Dry Sub Humid (P/PE=0,51-0,65) menggunakan data curah
hujan normal periode 1901-1950 dan 1941-1990 pada tabel 1. Distrik Punjab
berda di kawasan Semi Arid dan Dy Sub Humid. Distrik Haryana domina berada
di kawasan Semi Arid. Negara bagian Gujarat, Maharashtra, Uttar Pradesh,
Karnataka, Andhra Pradesh dan Distrik Tamil Nadu berada pada kawasan Semi
Arid dan Dry Sub Humid. Madhya Pradesh sebagian besar berada pada wilayah
Dry Sub Humid.
Pengujian mengenai naik turunnya rasio P/PE dalam dua periode yaitu
tahun 1901-1950 dan tahun 1941-1990 sebagai berikut:
Rajashtan distrik Ganganagar, Anupgarh, Bikaner, Jodhpur dan Jaisalmer
(Kawasan Arid/ Kering), distrik Jhunjhunu, Sikar, Jaipur, Ajmer, Tonk, Sirohi,
Pali, Jalore dan Churu (Semi Arid) dan distrik Sawai Madhopur dan Bundi (Dry
Sub Humid) menunjukkan kenaikan rasio P/PE. Kenaikan tajam terjadi di distrik
Sirohi, Jaipur dan Sawai Madhopur. Distrik Kota, Chittorgarh mengalami
penurunan rasio P/PE. Distrik Barmer, Alwar, Bharatphur, Bhilwara, Udaipur
wialayah Semi Arid tidak mengalami perubahan.
Punjab distrik Amritsar (semi arid), Gurudaspur, Jalandhar, Ludhiana dan
Patiala (Dry Sub Humid) menunjukkan peningkatan rasio P/PE dimana
peningkatan yang tajam terjadi di Amritsar, Jalandhar, Ludhiana dan Patiala.
Distrik Firozepur (semi arid) menunjukkan penurunan tajam rasio P/PE.
Haryana distrik Rohtak, Hissar, Gurgaon, Karnal (semi Arid) dan Ambala
(Dy Sub Humid) menunjukkan kenaikan rasio P/PE peningkatan tajam terjadi di
Gurgaon dan Karnal. Wilayah Delhi (Semi Arid) menunjukkan peningkatan rasio
P/PE.
Gujarat distrik Kachchh (Arid) menunjukkan kenaikan rasio P/PE. Distrik
Mahesa, Sabarkantha, Ahmedabad, Jamnagar, Rajkot, Surendranagar, Bahvnagar
dan Amreli (Semi Arid), distrik Junagadh (dry sub humid) menunjukkan
5
peningkatan rasio P/PE, dengan peningkatan tajam terjadi di Ahmedabad, Amreli,
Junagadh dan Jamnagar. Distrik Banaskantha (semi arid), distrik Vadodara, Surat
dan Panch Mahal (dry sub humid) menunjukkan penurunan rasio P/PE. Pada
distrik Surat terjadi penurunan rasio P/PE secara tajam.
Maharashtra distrik Dhule, Jalgaon, Aurangabad, Ahmednagar, Beed,
Solapur dan Sangli (semi arid), distrik Amravati, Yavatmal, Nanded, Parbhani dan
Buldhana (dry sub humid) menunjukkan kenaikan rasio P/PE. Kenaikan tajam
rasio P/PE terjadi di Solapur, Sangli, Parbhani dan Nanded. Penurunan rasio P?PE
terjadi di Pune. Sedangkan di distrik Akola dan Osmanabad (semi arid) dan
Nashik (dry sub humid) tidak terjadi perubahan.
Uttar Pradesh distrik Aligarh, Mathura dan Kanpur (semi arid), distrik
Meerut, Bulanshahar, Agra, Etawah dan Jhansi (dry sub humid) menunjukkan
peningkatan rasio P/PE. Peningkatan tajam terhjadi di Bulandshahar, Aligarh,
Meerut, Agra dan Etawah. Distrik Mainpuri(semi arid) menunjukkan penurunan
rasio P/PE.
Madhya Pradesh distrik Bhind(semi aird) dan distrik Morena, Gwalior,
Datia, Shivpuri, Mandsaur, Jhabua, Dhar, Indore dan Ujjain(dry sub humid)
menunjukkan peningkatan rasio P/PE secara nyata terjadi di Gwalior, Datia,
Bhind dan Shivpuri.
Karnataka distrik Gulbarga, Bijapur, Raichur, Chitradurga dan
Mandya(semi aird) dan distrik Dharwad, Mysore, Bidar dan Bangaluru (dry sub
humid) menunjukkan peningkatan P/PE dengan peningkatan nyata terjadi di
Gulbarga, Bijapur, Raichur dan Bidar. Distrik Bellary, Tumkur (semi arid) dan
Hassan(dry sub humid) menunjukkan penurunan nilai P/PE secara nyata di distrik
Hassan.
Andhra Pradesh distrik Ananthapur, Cuddapah, Kurnool, Hyderbad dan
Nalgonda (semi arid) dan Chittoor, Nellore dan Warangal (dry suby sub humid
humid) menunjukkan peningkatan rasio P/PE secara nyata terjadi di Hyderabad,
Cuddapah dan Nellore. Tidak ada perubahan nilai P/PE di Guntur (semi arid) dan
Srikakulam (dry sub humid).
6
Tamil Nadu distrik Madurai dan Salem (dry sub humid) menunjukkan
peningkatan rasio P/PE secara nyata terjadi di Salem. DistrikCoimbatore (semi
arid) dan distrik Thanjavur (dry sub humid) menunjukkan penurunan rasio P/PE
secara nyata di Coimbatore.
Daerah-daerah yang memeiliki perubahan rasio P/PE secara nyata periode
data 1901-1950 dan 1941-1990 disajikan pada tabel II.
Peningkatan nilai rasio P/PE pada periode awal (1901-1950) ke periode
terkini menunjukkan peningkatan ketersediaan kelambaban tanah. Ada 35 distrik
dari semi arid dan dari seluruh wilayah yang menunjukkan peningkatan
ketersediaan kelembaban tanah.
Penurunan nilai P/PE pada kedua periode mengindikasikan adanya
penurunan fungsi lahan karena ketersediaan kelambaban tanah kurang. Ada 18
distrik dari semi arid(P/PE=0,21-0,5) dan dry sub humid (P/PE=0,51-0,65). Dari
18 distrik, 5 distrik menunjukkan penurunan fungsi lahan yang nyata. Gambar 1
menunjukkan total lahan yang terdegradasi dan juga lahan yang terdegradasi
secara nyata.
7
V. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kriteria indeks kelembaban (P/PE)
beberapa lahan yang mengalami penurunan/ terdegradasi telah teridentifikasi.
1. Pada wilayah Arid (P/PE=0,05-0,20) tidak terjadi degradasi
2. Pada Wilayah semi arid (P/PE=0,21-0,5) distrik Firozepur (punjab)
Banaskantha(Gujarat), Pune(Maharashtra), Mainpuri (Uttar Pradesh), Bellary
dan Tumkur (Karnataka), Coimbatore, Tiruchirappali, Tirunelveli dan
Ramanthapuram (tamil Nadu) menunjukkan terjadinya degradasi lahan.
3. Pada wilayah Dry Sub Humid (P/PE=0,51-0,65) distrik Kota and Chittorgarh
(Rajasthan), districts Vadodara, Bharuch, Surat and Panch Mahal (Gujarat),
Hassan (Karnataka) and Thanjavur (Tamil Nadu) menunjukkan degradasi
lahan.
4. Ada 18 lahan yang terdegradasi dari seluruh wilayah di seluruh India dari semi
arid (P/PE=0,21-0,5) dan dry sub humid (0,51-0,650). Daerah yang sangat
nyata lahannya terdegradasi berdasarkan indeks kelembaban yaitu Surat
(Gujarat), Firozepur(Punjab) Hassan (Karnataka, dan Coimbatore (Tamil
Nadu).
8
DAFTAR PUSTAKA
National action programme to combat desertification in the context of United
Nations Covention to Combat Desertifiation (UNCCD), 2001, Vol.I –
Status of Desertification, Vol. II – National Action Programme.
Rao, K.N., George, C.J. and Ramasastri, K.S., 1971, ‘Climatic Classification of
India’, PPSR No. 158.
Rao, K.N., George, C.J. and Ramasastri, K.S., 1971, ‘Potential
Evapotranspiration (PE) over India’, IMD Scientific Report No.136.
Subrahmanyam, V.P., 1956, ‘Climatic types of India according to the rational
classification of Thornthwaite’, I.J.M&G., Vol. 7, No. 3.
Subrahmanyam, V.P., Subba Rao, B. and Subramaniam, A.R., 1965, ‘Koppen
and Thornthwaite systems of climatic classification as applied to India’,
Annals of the Arid Zone, Vol.4, No.1.
Thornthwaite, C.W. and Mather J.R., 1955, ‘The water balance, publications on
climatology’, Vol. VIII, No.1.
9
LAMPIRAN
Tabel 1. Indeks Kelembaban berbagai wilayah di India
10
Tabel 1. Indeks Kelembaban berbagai wilayah di India (lanjutan)
11
Tabel 1. Indeks Kelembaban berbagai wilayah di India (lanjutan)
12
Tabel II. Stasiun/ wilayah yang memiliki perbedaan nyata rasio P/PE pada dari periode 1901-1950 dan 1941-1990
13
Gambar 1. Peta Wilayah yang Mengalami Degradasi Lahan Berdasarkan Kriteria
Indeks Kelembaban (P/PE)