dampak kegiatan gawai seni kota tanjungpinang dalam ...repository.umrah.ac.id/3431/1/darmawan (2019)...
TRANSCRIPT
1
Dampak Kegiatan Gawai Seni Kota Tanjungpinang
Dalam Pelestarian Seni Tradisional Melayu
1Darmawan, 2Imam Yudhi Prastya, 3Edison
Email : [email protected]
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Kegiatan Gawai Seni merupakan sebuah implementasi kebijakan pemerintah Kota
Tanjungpinang berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 6 tahun
2015 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang yang diatur dalam Rencana
Strategis (Renstra) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang Tahun
2013-2018 yang dalam usahanya melakukan pelestarian (revitalisasi) seni dan
budaya Melayu. Kegiatan yang telah menjadi rutinitas tahunan ini ditujukan sebagai
wahana aktualitas budaya terhadap internalisasi nilai-nilai kebudayaan berbasis
kearifan lokal. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, Peneliti akan
mengupas kegiatan Gawai Seni beserta dampak dari penyelenggarannya kepada
masyarakat Kota Tanjungpinang beserta stakeholders. Gawai Seni Kota
Tanjungpinang seyogianya dapat mengakomodir ranah kreatifitas seniman dan
masyarakat Kota Tanjungpinang. Komitmen birokrasi budaya pada kegiatan ini
telah memberikan citra dan pengaruh positif terhadap pelestarian dan revitalisasi
budaya Melayu. Sebaliknya, justru semua pihak yang terlibat dalam kegiatan gawai
seni kota Tanjungpinang sebisa mungkin harus menjalin komunikasi agar terjalin
silaturahmi antarpenggiat seni dengan pemerintah daerah, masyarakat, dan sekolah-
sekolah. Sehingga tidak melahirkan kubu-kubu antarpenggiat seni yang mampu
membuat seni tradisional yang digeluti terpecah belah. Disamping itu, pemerintah
Kota Tanjungpinang sendiri sebaiknya membuat langkah-langkah inovatif dalam
mengembangkan gawai seni sehingga tidak terkesan membosankan setiap tahunnya
mulai dari penambahan cabang lomba (seni tradisional Melayu), melakukan
pembinaan dari proses persiapan hingga selesai penampilan pada kelompok sasaran
saat perhelatan gawai seni dan melakukan penambahan untuk besarnya jumlah
hadiah.
Kata kunci : Evaluasi Dampak, Kebijakan, Gawai Seni
1 Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Fisip Umrah 2 Dosen Ilmu Administrasi Negara, Jalan Raya Dompak Kompleks Gedung Fisip Umrah, 29100, [email protected] 3 Dosen Ilmu Administrasi Negara, Jalan Raya Dompak Kompleks Gedung Fisip Umrah, 29100, [email protected]
2
PENDAHULUAN
Perkembangan budaya tidak terlepas dari kerja manusia yang menjaga
kebudayaan itu untuk terus bertahan, sehingga pandangan terhadap perkembangan
sebuah budaya tidak hanya terlepas dari permasalahan sosio-kulturalnya saja, tetapi
dari faktor ekonomi dan dialektika sejarah tempatan menjadi parafrasa yang tak
kalah penting bagi ketahanan sebuah kebudayaan nilai-nilai yang terkandung
didalamnya (nilai kearifan lokal).
Pemerintah yang baik seyogianya dapat menjaga, merawat, serta
melestarikan kebudayaan beserta nilai-nilai kearifan lokal sebagai bagian dari
kekayaan budaya yang turut membangun karakter dan identitas bangsa. Apalagi
pasca Undang-undang pemajuan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2017; tentang pemajuan kebudayaan diresmikan, maka seharusnya sinergitas antara
kebudayaan dan kerja pemerintah daerah semakin mengakar.
Demikian halnya di Provinsi Kepulauan Riau, Pasca menjadi provinsi
mandiri di tahun 2002 silam, kerja pemerintah dalam khasanah pembangunan
cukup pesat, baik dari segi pembangunan infrastruktur maupun sumber daya
manusianya. Rencana-rencana strategis mulai dikonsep sekaligus direalisasikan.
Dalam hal kebudayaan, Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau memiliki
pandangan yang optimis, hal ini tertuang dengan visi Kepulauan Riau yakni
Terwujudnya Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah Melayu yang Sejahtera,
Berakhlak Mulia, Ramah Lingkungan dan Unggul di Bidang Maritim (RPJMD
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021). Keseriusan pemerintah Provinsi
Kepri dalam merealisasikan visi tersebut cukup dapat diapresiasi dengan usahanya
memelihara dan melestarikan budaya, meskipun proses pelestarian itu baru terasa
3
geliatnya pada beberapa kota besar saja (kota/kabupaten yang menjadi sentra
budaya) di Kepulauan Riau, yakni Kab. Lingga, Karimun, Bintan, dan Kota
Tanjungpinang.
Banyak sekali kesenian dan kebudayaan Melayu yang tumbuh dan
berkembang di Kota Tanjungpinang. Hal ini terbukti dengan maraknya berbagai
event atau kegiatan yang diadakan oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang dalam
usahanya melakukan pemartabatan budaya lewat salah satu kegiatan pemerintah
yang dikenal dengan nama Gawai Seni Kota Tanjungpinang. Kegiatan yang telah
menjadi agenda tahunan ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang yang didalamnya melombakan
berbagai macam bentuk kesenian, diantaranya adalah lomba berbalas pantun untuk
tingkat SD, lomba tari tradisi untuk tingkat SMP, lomba visualisasi puisi untuk
tingkat SMA dan Perguruan Tinggi, panggung penyair Kota Tanjungpinang dan
lomba tari kreasi tingkat sanggar. Program yang dilaksanakan berdasarkan Visi
Misi Walikota Tanjungpinang Nomor 6 Tentang Kebudayaan ini adalah sebuah
kegiatan yang termasuk dalam penganggaran pemerintah kota Tanjungpinang dan
pertama kali dilakukan tahun 2003.
Pada dasarnya, kegiatan gawai seni merupakan implementasi Peraturan
Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 6 tahun 2015 tentang Uraian Tugas Pokok dan
Fungsi Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Tanjungpinang yang diatur dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang Tahun 2013-2018. Lebih rinci kegiatan
gawai seni termuat dalam program pengelolaan keragaman budaya.
4
Kendati demikian, realisasi kegiatan gawai seni kota Tanjungpinang dalam
mencapai tujuan tentunya harus memperhatikan sasaran. Sulit untuk mencapai
tujuan sesuai dengan hasil yang hendak dituju ketika jumlah peminat seni
tradisional Melayu (baik individu maupun komunitas budaya/sanggar) makin
berkurang. Dalam data tertulis di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Tanjungpinang (2017) terdapat sanggar aktif dan tidak aktif dengan jumlah 73
sanggar. Jumlah sanggar tidak aktif lebih mendominasi dibandingkan sanggar aktif.
Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap produktivitas sanggar
menuju ajang gawai seni Kota Tanjungpinang. Pasalnya, jumlah peserta tari kreasi
tingkat sanggar dalam Gawai Seni Kota Tanjungpinang mengalami penurunan
(inkonsistensi grafik), seperti pada tahun 2017 berjumlah 8 sanggar, sedangkan
pada tahun 2018 berjumlah sebanyak 6 sanggar. Bukan hanya peserta tari kreasi
tingkat sanggar saja yang mengalami penurunan angka dalam ajang Gawai Seni
kota Tanjungpinang. Namun jumlah sanggar aktif di Kota Tanjungpinang tahun
2018 pun mengalami penurunan angka, dari 24 sanggar di bulan Desember 2017
menjadi 20 sanggar di tahun 2018 (Sumber : Olah Data Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Tanjungpinang, 2018).
Adanya penurunan jumlah sanggar aktif dari tahun ke tahun membuktikan
bahwa sanggar seni tidak dapat berdiri sendiri untuk tetap eksis dan produktif,
sehingga semarak kegiatan gawai seni terkesan hanya menjadi rutinitas agenda
yang mesti dilaksanakan untuk menyerap anggaran. Potensi kompetisi sanggar-
sanggar cenderung berorientasi pada kemenangan yang berujung untuk eksistensi
sebuah sanggar atau komunitas budayanya saja. Hal ini semakin pelik yang
akhirnya memunculkan kubu-kubu ekslusif pada masing-masing bidang (tangkai)
5
perlombaan dalam gawai seni seperti kubu penyair, pemantun, dan koreografer.
Sehingga tujuan gawai seni sebagai perekat tali silaturahmi justru menimbulkan
perang dingin antarbidang kompetisi untuk saling menjatuhkan.
Penyegaran budaya hanya sebatas pertandingan (event tahunan), setelah
dilaksanakan lalu dilupakan dan tidak terealisasinya nilai-nilai suatu budaya yang
membumi dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih kegiatan Gawai Seni Kota
Tanjungpinang juga, hanya menjadi sebuah seni yang tontonan non-komersial oleh
masyarakatnya, bukan pada tataran internalisasi nilai-nilai kearifan lokal. Sehingga
masyarakat hanya menganggap bahwa kegiatan gawai seni tidak lebih dari sekedar
agenda pemerintah yang menyebabkan terciptanya jarak antara masyarakat,
penggiat seni dan nilai budaya Melayu itu sendiri. Eksistensi kegiatan gawai seni
hanya sebatas transformasi budaya menjadi bahasa gerak atau sastra verbal. Dimana
tujuannya lebih berorientasi pada kepentingan sebuah perlombaan tanpa adanya
realisasi di kehidupan sehari-hari sehingga tidak memberikan efek atau dampak
yang berkelanjutan.
Berdasarkan argumentasi diatas, fokus studi dalam penelitian ini lebih
berorientasi pada evaluasi dampak dari kegiatan gawai seni Kota Tanjungpinang
dalam pelestarian seni tradisional Melayu. Dengan menggunakan teori yang
dikemukakan oleh Owen & Roger (dalam Wahyudi, 2010 : 28) yaitu evaluasi
dampak memiliki tujuan yakni (1) melihat dan menilai program tertentu dan
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai; (2) siapa saja yang terlibat; dan (3) apa
manfaat yang didapat setelah mereka terlibat.
6
BAHAN DAN METODE
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif yang digunakan adalah pendekatan
studi kasus, Stake & Yin (Creswell, 2014:42) mengatakan bahwa pendekatan studi
kasus adalah desain penyelidikan yang ditemukan di banyak bidang, terutama
evaluasi, di mana peneliti mengembangkan analisis mendalam tentang suatu kasus,
sering kali berupa program, acara, kegiatan, proses, atau satu atau lebih individu.
Kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi
terperinci menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode
waktu yang berkelanjutan.
Penelitian ini dilakukan di Kota Tanjungpinang. Selain itu, penelitian ini
juga bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinanag,
pihak pendidikan (SD, SMP, SMA) serta sanggar seni yang memungkinkan peneliti
mendapatkan data penelitian. Dalam proses pengumpulan data, peneliti
menetapkan sumber data yang sesuai dengan data yang dibutuhkan yakni data
primer dan data sekunder. Adapun informan dalam penelitian ini berjumlah empat
belas orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Program pengelolaan keragaman budaya memiliki tujuan yakni
meningkatkan pelestarian keragaman budaya daerah dalam rangka memperkuat jati
diri dan karakter bangsa serta meningkatkan daya saing pariwisata. Sedangkan
sasarannya yaitu: (1) meningkatkan kualitas pengelolaan, perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya; (2) meningkatnya fungsi dan
7
kualitas pelayanan pengelolaan keragaman seni dan budaya. Adapun indikator
kinerja program pengelolaan keragaman budaya yakni : (1) memenuhi standar
pelayanan dan pengelolaan; (2) sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sejarah; (3)
sebagai salah satu tujuan destinasi wisata.
Kegiatan gawai seni juga merupakan pelaksanaan misi ke-2 Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang yakni Meningkatkan Potensi
Budaya Lokal yang Memiliki Daya Saing sebagai Daya Tarik Wisata dengan
tujuan meningkatkan pelestarian, pembinaan dan pengembangan budaya lokal.
Selain itu, sasaran kegiatan gawai seni berdasarkan misi ke-2 yaitu
meningkatnya pelestarian budaya dan meningkatnya pembinaan dan
pengembangan budaya dengan indikator sasaran yaitu jumlah benda, situs dan
kawasan cagar budaya yang dilestarikan, jumlah seni dan budaya lokal yang
dilestarikan (sanggar), dan jumlah event Festival Seni dan Budaya Skala
Nasional (event).
Dalam hal pelestarian tradisi, sebenarnya sudah diatur dengan apik oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dengan
mengeluarkan Permendikbud RI No. 10 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian
Tradisi. Di dalam Permendikbud tersebut telah disebut uraikan dengan jelas
bahwasanya Pelestarian Tradisi adalah upaya perlindungan, pengembangan, dan
pemanfaatan suatu kebiasaan dari kelompok masyarakat pendukung kebudayaan
yang penyebaran dan pewarisannya berlangsung secara turun menurun. Indikasi
dari bentuk Pelestarian Tradisi sebagiamana yang telah diatur dalam Permendikbud
RI No.10 Tahun 2014 seyogianya menjadi acuan atau parameter bagi pemerintah
daerah kabupaten/kota dalam melestarikan tradisi yang tersemai di daerahnya.
8
Sebagai salah satu daerah dengan kekentalan tradisi Melayu-nya, Kegiatan
Gawai Seni Kota Tanjungpinang menjadi salah satu kegiatan andalan dalam upaya
pemerintah kota melakukan pelestarian seni dan budaya Melayu. Dengan mengacu
pada indikasi Pelestarian Tradisi yang telah diatur oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia juga berdasarkan data observasi dan
wawancara yang diperoleh peneliti, hasil penelitian yang didapatkan berkaitan
dengan dampak pelestarian budaya Melayu melalui kegiatan gawai seni di Kota
Tanjungpinang berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Owen & Roger (dalam
Wahyudi, 2010 : 28) adalah sebagai berikut :
1. Melihat dan Menilai Program Tertentu dan Berorientasi pada Hasil
Pemerintah Kota Tanjungpinang dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata, seyogianya melakukan retropeksi program. Gawai Seni sebagai sebuah
kegiatan yang sedikit banyaknya mampu mengakomodir gelora kreatifitas para
penggiat seni Kota Tanjungpinang suatu saat akan mengalami kekeringan peserta.
Hal ini dikarenakan, sebagai salah satu lembaga birokrasi kebudayaan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata hanya baru memberikan ‘wadah’, dan bukan ‘isi’.
Pada dasarnya, yang dimaksud dengan ‘isi’ adalah bagaimana membuat
masyarakat Kota Tanjungpinang semakin sadar dan peduli terhadap budaya tradisi,
sehingga menimbulkan motivasi bagi para komunitas budaya untuk dapat bergerak
menyemarakkan kegiatan Gawai Seni sebagai peserta (bukan hanya sebagai
apresiator yang sekedar menyaksikan sebuah pergelaran seni budaya). Untuk itu,
perlunya internalisasi nilai-nilai tradisi kepada masyarakat Kota Tanjungpinang.
Sebuah internalisasi nilai-nilai, bukanlah hal yang begitu saja datang dari Tuhan,
atau merupakan bawaan alamiah. Tapi, kegiatan internalisasi adalah sebuah
9
kegiatan yang sengaja diciptakan untuk menumbuhkembangkan semangat
nasionalis lewat mencintai seni budaya lokal.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan bahwasannya terjadi kesenjangan
antara jumlah keterlibatan sanggar seni dengan kualitas garapan saat perhelatan
gawai seni. Di mana terjadi penurunan jumlah sanggar dari tahun ke tahun
meskipun kualitas garapan karya malah menguat dan mengalami peningkatan.
Kualitas garapan karya dapat dilihat dari penambahan pola gerak tari (khusus
sanggar seni) yang lebih kreatif tanpa meninggalkan bentuk tradisinya, warna
musik lebih semakin indah baik itu dari segi keberagaman alat musik yang
digunakan maupun penciptaan instrumen/melodi musik, penataan busana yang
semakin kreatif dan didukung dengan tata rias yang mempesona, dan pengangkatan
tema garapan dengan konsep yang dipadukan semakin membuat isi dari sebuah
garapan menjadi sesuatu yang menarik untuk disaksikan dan dinikmati oleh
masyarakat serta khalayak umum.
Menurut Gupta & Davidson ( dalam Allan Mcconnell 2010 : 22), kesuksesan
sebuah kebijakan atau program terkait secara luas dengan hasil evaluasi
kebijakan/program. Pendekatan tersebut berhubungan dengan pencapaian tujuan
dan sejauh mana mereka yang terlibat terpengaruh oleh program/kebijakan. Oleh
karena itu, sebuah program atau kebijakan yang berhasil adalah sejauh mana tujuan
tersebut tercapai yang diprakarsai oleh para pendukung program/kebijakan. Dari
penjelasan pendekatan tersebut, diuraikan bahwa sebuah program atau kebijakan
berhasil, jika mencapai tujuan yang diharapkan, memiliki dukungan yang
menyeluruh dan tidak menarik kritik apapun.
10
Jika melihat pendapat dari Gupta & Davidson (dalam Allan Mcconnell 2010
: 22) terkait kesuksesan sebuah program maka para pendukung kebijakan yang
sangat berpengaruh di dalam kegiatan gawai seni yakni komunitas budaya (sanggar
seni) dan aktor yang terlibat. Di mana sanggar seni menjadi induk dalam
menampung kreatifitas dan inovasi sebuah garapan. Garapan yang diperlombakan
di gawai seni mencakup lomba berbalas pantun, tari tradisional, visualisasi puisi,
laga penyair, dan tari kreasi tingkat sanggar. Beberapa cabang lomba tersebut
seringkali menggunakan tenaga pelatih dan penyewaan kostum/busana yang
berasal dari sanggar seni. Sehingga eksistensi sanggar seni dalam keikutsertaan
pada program gawai seni sangat besar pengaruhnya.
Sejauh ini kegiatan gawai seni telah menunjukkan hasil pada pencapaian
tujuan program terkait meningkatkan kreatifitas insan seni dalam melestarikan
budaya daerah dan menjadikan ajang prestasi generasi muda dan masyarakat
umum. Peningkatan kreatifitas insan seni dapat dilihat dari kualitas gararapan karya
yang semakin tahun semakin baik dan mengalami penyegaran warna garapan musik
dan tari bagi sanggar/umum dan garapan lebih berinovasi kreatif bagi pihak
sekolah. Kemudian, penilaian program yang ideal dapat dilihat dari prestasi yang
dicapai oleh peserta yang terlibat. Tentu saja, peserta yang terlibat mendapatkan
prestasi baik itu dalam bentuk apresiasi dari masyarakat umum maupun
penghargaan dari pemerintah daerah (ketika dinobatkan sebagai juara).
2. Siapa Saja yang Terlibat
Keterlibatan peserta terhadap kegiatan gawai seni tidak cukup terlibat saja
tetapi juga perlu bertanggungjawab dalam melestarikan budaya Melayu.
Sebagaimana Keith Davis (Rohmad, 2016 : 121) mendefinisikan partisipasi sebagai
11
sebagai keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut
bertanggungjawab di dalamnya. Berikut aktor yang terlibat di Kegiatan Gawai Seni
Kota Tanjungpinang yaitu :
Tabel I Aktor yang Terlibat dalam Penyelenggaraan Kegiatan Gawai Seni Kota
Tanjungpinang
No Aktor yang Terlibat Keterangan
1 Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Tanjungpinang Sebagai pihak penyelenggara Kegiatan Gawai Seni Kota Tanjungpinang
2 Sekolah
(SD,SMP,SMA)
Sebagai peserta yang terlibat dalam perlombaan berbalas pantun, visualisasi puisi, laga penyair,
dan tari makan sirih pada Kegiatan Gawai Seni Kota Tanjungpinang
3 Sanggar Seni
(Penari, Pemusik, Pimpinan
Sanggar, Penggiat Seni)
Peserta lomba tari kreasi tingkat sanggar
4 Stakeholder dan Masyarakat
Sebagai pemerhati, budayawan, peneliti kebudayaan, penikmat seni, dan juri yang terlibat didalam Kegiatan Gawai Seni Kota
Tanjungpinang
Sumber : (Olah Data Peneliti, 2019)
Kondisi partisipasi atau keterlibatan dalam hasil temuan peneliti,
seyogianya dapat dikatakan sebagai kondisi emosional (secara emosi). Hal ini
dikarenakan, keterlibatan sekolah hanya sekedar memburu hadiah atau kehormatan
sebagai pemenang kompetisi; perlombaan saja. Bukan keterlibatan emosi yang
menyublim dengan mentalitas sehingga menimbulkan kemurnian spirit dalam
melestarikan tradisi lokal.
Sebagai kegiatan yang bertujuan untuk melestarikan tradisi lokal dalam
wahana perlombaan, tentunya hadiah pembinaan dan kehormatan dapat menjadi
tawaran menggiurkan bagi para peserta lomba, terlebih dengan kebijakan baru di
sekolah-sekolah saat ini, yang dapat menampung siswa/i baru lewat jalur prestasi
berbasis seni dan budaya tradisi. Selain itu, keikutsertaan peserta di gawai seni pun
memiliki target yang berbeda-beda mulai dari hanya mencari pengalaman,
12
mempererat hubungan silaturrahmi, hingga untuk mendapatkan prestasi (ajang
menjadi juara).
Pemerintah Kota dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Tanjungpinang, semestinya lebih mengedepankan strategi penciptaan komunitas
budaya yang aktif dalam produksi. Sehingga, hadiah dan kehormatan tentunya
hanya menjadi side effect dari kerja keras para peserta dalam berlatih. Penciptaan
komunitas budaya ini terlebih akan strategis apabila disejalankan menjadi sebuah
implementasi pembinaan masyarakat. Sehingga kedepannya, dengan diadakan atau
tidaknya Gawai Seni, dengan dapat atau tidaknya hadiah, semangat melestarikan
seni budaya tradisi itu telah menjadi kewajiban bagi masyarakat Kota
Tanjungpinang dengan sendirinya. Hal ini, akan membuat roda pergerakan
kreatifitas dan pelestarian seni budaya tradisi akan terus konstan dan lebih tertata.
Elida Imro’atin Nur Laily (2015:187) menyatakan bahwasannya partisipasi
yang baik dilakukan dengan dua arah dimana pihak pemerintah sebagai
penyelenggara program dan masyarakat sebagai pihak yang merasakan langsung
dampak dari program tersebut. Masyarakat dapat memberikan respon positif dalam
artian mendukung atau memberikan masukan terhadap program atau kebijakan
yang diambil oleh pemerintah, namun dapat juga menolak kebijakan atau program
tersebut.
Sejauh ini, kegiatan gawai seni hanya menerapkan partisipasi dengan sistem
satu arah dimana Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang
melakukan komunikasi kepada peserta terlibat yakni sanggar seni, pihak sekolah,
dan masyarakat umum untuk perhelatan gawai seni tanpa melakukan pembinaan
terkait untuk pengembangan dan pemajuan program tersebut. Padahal hakikat
13
komunikasi semestinya dilakukan secara dua arah dan berkelanjutan (Subhan dalam
Fajar Mutia Suri 2017:16). Penyebaran informasi terkait pelaksanaan gawai seni
kepada peserta yang dilibatkan tidak lebih jauh untuk membangun komunikasi yang
lebih akrab berupa pemantauan atau kontinyuitas komunikasi mulai dari proses
persiapan peserta hingga menuju gawai seni dengan memberikan pembinaan
kepada peserta yang terlibat. Secara singkatnya, pemerintah membuat program
tersebut untuk memaksakan kehendak agar program tersebut dijalankan tanpa
memperhatikan kondisi peserta yang dilibatkan.
Selain itu, kontinyuitas komunikasi antara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Tanjungpinang kepada peserta yang terlibat (sanggar seni, pihak sekolah,
masyarakat) seyogianya tidak hanya terbangun pada saat ingin melakukan
perhelatan gawai seni saja, namun juga sanggar seni, pihak sekolah, dan masyarakat
dilibatkan dari proses persiapan hingga selesai gawai seni. Sehingga mampu
membuat masyarakat umum merasa menjadi bagian dan memiliki program tersebut
serta tidak menimbulkan jarak antara pemerintah dengan masyarakat.
3. Manfaat Setelah Terlibat
Manfaat yang ingin peneliti telusuri melalui penelitian ini yaitu sebagaimana
dikemukakan oleh Owen & Roger (1999:266) mengenai evaluasi dampak menggali
informasi melalui keuntungan-keuntungan atau manfaat yang diperoleh oleh
partisipan selama atau setelah program dilaksanakan baik dalam bentuk perubahan
pengetahuan, keterampilan, sikap, kondisi maupun status. Berikut pemaparan
manfaat yang didapat setelah terlibat di kegiatan gawai seni kota Tanjungpinang
sebagai berikut :
14
a. Pengetahuan
Pengetahuan dapat diasumsikan sebagai informasi yang diketahui atau
disadari oleh seseorang. Dalam penelitian ini pengetahuan yang dimaksud lebih
mengarah kepada perubahan pola pikir individu ataupun kelompok terhadap seni
tradisional Melayu dengan adanya perhelatan gawai seni kota Tanjungpinang.
Pengetahuan memiliki peranan dalam memunculkan sikap dan persepsi seseorang
terhadap suatu objek tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman,
proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya (Mar’at dalam Hamrat, 2018:22).
Pengetahuan bisa didapatkan melalui pengalaman ketika mengikuti atau
menyaksikan gawai seni bagi sanggar seni dan juga proses belajar disekolah bagi
pelajar.
Dengan perhelatan gawai seni peserta yang terlibat sudah mengalami
perubahan pengetahuan dalam bentuk penambahan pemahaman baru mengenai seni
tradisional Melayu. Baik itu seni tradisional yang masih asli dan juga seni
tradisional yang sudah dikreasikan. Masyarakat bisa belajar seni tradisional Melayu
lewat tontonan hasil karya penggiat seni. Tidak hanya masyarakat tetapi pihak
sekolah dan sanggar seni juga makin bisa menajamkan pemikirannya mengenai
kebudayaan Melayu sehingga kedepan bisa belajar dari pengalaman ketika terlibat
di kegiatan gawai seni. Penyegaran budaya muncul dari penambahan pengetahuan
yang dimiliki oleh masyarakat sehingga peradaban budaya semakin menampakkan
eksistensinya.
b. Keterampilan
Keterampilan dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan dan kapasitas
yang diperoleh melalui usaha-usaha yang disengaja, sistematis, dan berkelanjutan
15
untuk secara lancar dan adaptif melaksanakan aktivitas yang melibatkan ide-ide,
hal-hal keterampilan, dan orang-orang yang memiliki keterampilan. Menurut
Dunette (Hamrat, 2018:26), keterampilan dapat dihasilkan dari pengembangan
pengetahuan yang didapatkan melalui pelatihan dan pengalaman dengan
melakukan kegiatan-kegiatan.
Semakin bertambahnya waktu keterampilan para penggiat seni dan
pemerintah daerah semakin meningkat. Dari segi penggiat seni, baik itu sanggar
seni maupun pihak sekolah garapan karya semakin bagus didukung oleh anggota
yang terlibat sebagai pemerannya (misalnya, ditarian ada penari) bagus dalam
memperagakan karya tersebut. Dari segi pemerintah daerah, peningkatan kualitas
konsep acara semakin baik (mulai dari roundown acara hingga penataan panggung).
c. Sikap
Sikap cenderung menghasilkan perilaku (Eagly & Chaiken dalam Hamrat
2018:30), sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap objek yang di
ekspresikan kedalam proses-proses kognitif, afektif, dan perilaku. Proses kognitif
dapat terjadi melalui pengalaman langsung, misalnya pada saat individu minum soft
drink kemudian merasakan kesegarannya atau pengalaman tidak langsung yang
diperoleh dengan menonton iklan soft drink yang memperlihatkan bintang iklan
berubah penampilan menjadi segar setelah minum soft drink tersebut ditelivisi.
Terdapat perbedaan perubahan sikap diantara peserta yang terlibat dan
berkecimpung di gawai seni. Pemerintah daerah (Disbudpar) sangat peduli dengan
kegiatan gawai seni sebagai bentuk pelestarian budaya Melayu dengan bahu-
membahu seluruh elemen di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Tanjungpinang dalam mensukseskan acara tersebut. Berbeda dengan masyarakat
16
yang memandang gawai seni sebagai tontonan atau hiburan saja. Bagi pihak
sekolah, sangat menanti-nantikan gawai seni dengan mengambil sikap peduli
terhadap lestarinya budaya Melayu. Terakhir bagi sanggar seni, gawai seni yang
sekarang sebenarnya merubah sikap penggiat seni hanya untuk turut serta saja tidak
seperti beberapa tahun belakangan kalau gawai seni gaungnya mampu membuat
semangat penggiat seni dalam menciptakan garapan baru.
d. Kondisi
Kondisi peserta yang terlibat setelah keikutsertaan gawai seni dipengaruhi
oleh ketika menjadi pemenang dan tidak menjadi pemenang. Ketika menjadi
pemenang keadaan sanggar atau sekolah semakin semangat dalam latihan dan
aktivitas produksi serta memiliki acuan untuk membuat garapan/karya baru untuk
dilanjutkan ke tingkat provinsi bagi sanggar seni. Sedangkan ketika sebagai peserta
biasa yang belum diapresiasi sebagai pemenang oleh juri maka kondisi sanggar seni
atau peserta biasa-biasa saja sama seperti sebelum keikutsertaan gawai seni tetapi
tetap menjalani latihan rutin. Latihan rutin yang dilaksanakan tidak menambah
semangat berbeda ketika menjadi pemenang semangat latihan menggebu-gebu. Dan
kondisi sanggar yang tidak menang tetap jalan ditempat mengulang lagi proses
untuk persiapan gawai seni berikutnya sembari mendapatkan job tampilan.
e. Status
Setelah keikutsertaan gawai seni peserta yang terlibat mampu menaikkan
status namanya baik individu maupun organisasi. Bagi sanggar seni dan sekolah
ketika mendapatkan juara (prestasi) maka nama baik sekolah akan terangkat dan
statusnya akan diperhitungkan untuk penyelenggaraan gawai seni berikutnya.
Sehingga gengsi pemenang akan lebih mengharumkan nama organisasi dan mampu
17
membuat sanggar seni atau sekolah lain untuk lebih mempersiapkan diri untuk
gawai seni berikutnya. Selain itu, pemerintah daerah (Disbudpar) yang posisinya
sebagai penyelenggara kegiatan tentu selalu mendapat apresiasi dari pemerintah
kota Tanjungpinang dan masyarakat apalagi kegiatan tersebut meriah dan sukses
diselenggarakan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan oleh
peneliti tentang dampak kegiatan gawai seni kota Tanjungpinang dalam pelestarian
seni tradisional Melayu dapat disimpulkan bahwa kegiatan gawai seni sudah
memberikan dampak bagi pelestarian seni tradisional Melayu tetapi belum
signifikan dalam meningkatkan keterlibatan peserta khususnya sanggar seni.
Terdapat kesenjangan antara jumlah keterlibatan sanggar seni dengan kualitas
garapan saat perhelatan gawai seni. Dimana terjadi penurunan jumlah sanggar dari
tahun ke tahun namun kualitas garapan karya malah menguat dan mengalami
peningkatan. Jika merujuk pada parameter pelestarian yang diatur dalam
Permendikbud RI Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi,
maka bentuk pelestarian seperti perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
dinilai masih belum optimal dalam realisasinya. Perlindungan yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui kegiatan Gawai Seni baru sebatas
mencatat, Pengembangan sekedar mewadahi kreatifitas dalam ranah Tari Kreasi
(yang berangkat dari ranah tradisi), dan Pemanfaatan yang dilakukan baru sebatas
penyebarluasan informasi nilai-nilai tradisi. Padahal masih banyak bentuk-bentuk
realisasi lainnya yang justru lebih efektif dan dapat bersinergi aktif dalam kegiatan
Gawai Seni Kota Tanjungpinang. Selain itu, dalam pelestarian budaya Melayu
18
Kegiatan Gawai Seni dibantu dengan kegiatan pendamping yakni Festival Pulau
Penyengat yang dimasukkan kedalam Program Pengelolaan Keragaman Budaya
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang.
Kegiatan Gawai Seni melibatkan beberapa aktor yang berperan besar dalam
pelestarian seni tradisional Melayu. Adapun aktor yang terlibat didalam kegiatan
gawai seni yaitu pihak penyelenggara dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Tanjungpinang, sanggar seni, pihak sekolah (SD,SMP,SMA), dan
melibatkan masyarakat secara tidak langsung sebagai penikmat seni dan budaya.
Setelah keikutsertaan kegiatan gawai seni, aktor yang terlibat mendapatkan
manfaat dari perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap, kondisi, dan status.
Dimana perubahan tersebut sangat dirasakan oleh sanggar seni dan pihak sekolah
ketika menjadi peserta dalam perhelatan gawai seni. Dampak revitalisasi
budayapun muncul sebagai penyegaran budaya melalui inovasi ide-ide kreatif
penggiat seni yang membuat seni tradisional Melayu lebih indah dalam
pengemasannya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Creswell, John. 2014. Research Design. Edited by Vicky Knight. 4th Edition.
Singapore: SAGE Publication.
Sibarani, R. 2012. Kearifan lokal: hakikat, peran, dan metode tradisi lisan. Jakarta:
Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).
Sumber Publikasi Jurnal :
Hamrat, Bakri Muthmainnah. 2018. Pengaruh Pengetahuan, Keterampilan, dan
Sikap Terhadap Tingkat Penerimaan Teknologi Budidaya Organik (Studi
Kasus Petani Sayuran Organik di Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep).
Tesis Universitas Hasanuddin : Makasar
Laily, Nur Imro’atin Elida. 2015. Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan
Pengembangan Partisipatif. Jurnal kebijakan dan Manajemen Publik Ilmu
19
Administrasi Negara Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015. Universitas
Airlangga : Surabaya.
Mcconnell, Allan. 2010. Policy Success, Policy Failure and Grey Areas In-
Between. Journal of Public Policy.
Melyanti, Merry Imelda. 2014. Pola Kemitraan Pemerintah, Civil Society, Dan
Swasta Dalam Program Bank Sampah Di Pasar Baru Kota Probolinggo.
Kebijakan Dan Manajemen Publik 2 (1): 1–9.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/kmpe0736a7a4efull.pdf.
Owen, J. M. & Rogers, P. J. (1999). Program evaluation: Forms and approaches
(2nd ed.). St. Leonards, NSW: Allen & Unwin.
Suri, Mutia Fajar. 2017. Pengaruh Partisipasi dan Motivasi Terhadap Tingkat
keberhasilan Rural Infrastruktur Support-Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri di Desa Waringin Sari Pringsewu. Jurnal Perspective
Business Administrasi Niaga Vol 1. No. 1 Bulan Desember 2017. Universitas
Tulang Bawang : Lampung.
Wahyudi, Arif. 2010. Evaluasi Dampak Program Rumah Susun di Kota Surakarta.
Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret :
Surakarta.
Sumber Lain (Dokumen, Internet) :
Laporan Kegiatan Fasilitasi Penyelenggaraan Festival Budaya Daerah (Gawai
Seni), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang : 2018.
Buku Rencana Strategis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang
2013-2018