dakwah yayasan al-huda bogor perspektif manajemen …
TRANSCRIPT
DAKWAH YAYASAN AL-HUDA BOGOR PERSPEKTIF MANAJEMEN STRATEGIS
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh: Nurdin
Nim: 104053002060
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H/2011 M
i
ABSTRAK Nurdin Nim : 104053002060 Pembimbing : M. Hudri, M. Ag Nip : 197206061998031003 Dakwah Yayasan Al-Huda Bogor Jawa Barat Perspektif Manajemen Strategis
Menebar dakwah Islam ahlussunnah waljama’ah yang sesuai dengan pemahaman para ulama terdahulu (salafus shalih) adalah alasan dan juga visi yayasan Al-Huda berdiri. Di tengah terpaan arus modernisasi globalisasi teknologi yang membawa konsekwensi-konsekwensi baik yang positif ataupun negatif terhadap kondisi masyarakat, masih banyaknya masyarakat yang terpuruk dan kesesatan aqidah, dakwah Islam yayasan Al-Huda tampil sebagai tawaran jawaban terhadap kondisi yang tengah terjadi di tengah-tengah masyarakat tersebut. Dengan keyakinan bahwa metode dakwah rasullah (dakwah ala minhajinnubuwah) yang merupakan contoh sempurna yang harus ditiru dan dicontohkan untuk menghadapi permasalahan yang dialami masyarakat seiring dengan derasnya arus globalisasi yang banyak mendatangkan dampak negatif bagi spiritualitas mereka.
Demikianlah, permasalahan-permasalahan di atas menjadi faktor pendorong bagi penulis untuk melakukan penelitian di yayasan tersebut dengan terpusat pada metode dakwah yayasan Al-Huda tersebut. Penulis dalam kesempatan ini mengambil judul “Dakwah Yayasan Al-Huda Perspektif Manajemen Strategis”.
Penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu usaha niat mulya dalam pembenahan intern gerakan dakwah dan dengan harapan dapat memberikan informasi-informasi penting bagi khazanah keilmuan dakwah.
Adapun penelitian skripsi yang dilaksanakan menggunakan metode kualitatif dengan cara mendeskripsikan objek secara ril dengan berpijak pada hasil pengumpulan data baik observasi maupun wawancara. Begitupun di dalamnya penulis menggunakan pendekatan SWOT sebagai unsur penting dalam kaiatannya dengan proses penetapan rencana strategis yayasan.
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan penulis memberi kesimpulan akhir bahwa yayasan Al-Huda merupakan lembaga sosial integratif yang cenderung menganut model lini – operasional. Dalam aktivitas dakwahnya yayasan berpegang teguh pada dua prinsip yang diyakininya yaitu ; Dakwah yang benar dan cara berdakwah yang benar. Dari sini pulalah bermacam strategi turunan terlahir. Yayasan selalu mengedepankan jalan musyawarah dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan yang dihadapi ataupun dalam evaluasi kinerjanya.
ii
KATA PENGANTAR
Hanya milik Allah SWT. Segala puja dan puji yang kita panjatkan.
Dialah Rabb semesta alam yang telah menciptakan kita dan menyempurnakan
ciptaannya.
Shalawat dan salam, pun semoga tercurah kepada penghulu kita, Nabu
Muhammad Saw. Teruntuk juga kepada keluarga beliau, sahabat-sahabatnya, dan
kepada ummatnya yang tercinta.
Dengan penuh rasa syukur akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai titik akhir akumulasi perjalanan mencari ilmu strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ini. Dalam proses perjalanannya, tentunya bukan tiada
halangan dan rintangan sebagai cobaan yang kerap kali menghadang. Tetapi,
karena izin dan ridha Allah melalui perantara hamba-hambanya yang mulia yang
terus memberikan dukungan baik moril maupun materil telah menjelma menjadi
kekuatan bagi saya untuk menghadapinya dengan penuh rasa sabar dan tawakal.
Terkhusus saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Arif Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi.
iii
3. Drs. Cecep Castrawijaya, MA. Selaku Kepala Jurusan Manajemen
Dakwah dan sekaligus Ketua serta Penguji II dalam sidang
munaqasyah. Beliau telah memberikan motivasi, arahan, masukan,
dan pembelajaran kepada penulis dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan.
4. H. Mulkanasir, BA. S.Pd. MM. Selaku Sekretaris Jurusan yang
juga ikhlas dan sabar untuk memberikan motivasi, arahan,
masukan, dan bantuannya kepada penulis.
5. Drs. Sugiharto, MA. Sebagai sekretaris merangkap anggota
Penguji dalam sidang munaqasyah. Juga telah berkenan
meluangkan waktu untuk menguji sidang penulis, memberikan
arahan, dorongan motivasi dan pembelajaran bagi penulis.
6. Drs. Study Rizal, LK. MA. Sebagai Penguji utama. Yang telah
menguji sidang penulis, juga memberikan arahan, dorongan
motivasi dan pembelajaran yang sangat penting bagi penulis.
7. M. Hudri, M.Ag. selaku pembimbing penulis dalam
merampungkan skripsi ini. Segala macam arahan, motivasi,
pembelajaran, pemikiran, waktu dan tenaga yang diberikan kepada
penulis.
8. Seluruh staf akademik, staf perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi terlebih bagi para Dosen yang telah
membantu dan memberikan ilmu-ilmunya bagi penulis.
iv
9. Ust. Eka Sakti Habibullah, Lc. (Ketua Yayasan Al-Huda), Ust.
Imam Jafar, Lc. (Ketua Departemen Dakwah yayasan Al-Huda)
dan seluruh pengurus yayasan, Syukran wajazakumullah khairan
fidduniya walakhirah yang telah menerima penulis dan segala
macam bantuan serta motivasinya.
10. Orang tuaku tercinta, entah kalimat apa yang patut ananda ucapkan
untuk mewakili semua cinta kasih ananda kepada kalian. Kiranya
hanya panjatan do’a semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita
semua dan semoga Allah mengasihi dan menyayangi kalian seperti
kalian mengasihi dan menyayangi ananda di waktu kecil hingga
sekarang. Amin.
11. Adik-adikku tercinta terima kasih atas semuanya. Semoga kalian
menjadi anak yang shalih dan shalihah yang selalu berbakti kepada
nusa, bangsa khususnya orang tua dan agama.
12. Seluruh sahabat-sahabatku kalian adalah kekuatan bagi saya.
Akhir kata dari semua ini, hanya kepada Allah juwalah penulis
panjatkan puji serta syukur dan semoga Allah membalas budi dan perbuatan baik
semuanya.
Tangerang, 22 Desember 20011
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyeru kebaikan (amar
ma’ruf) dan berusaha semampuh mungkin mencegah dari perbuatan buruk
(nahi munkar) adalah muatan isi daripada Islam yang prosesnya disebut
aktifitas dakwah. Bagi umat Islam sendiri, dakwah merupakan kewajiban
individu (fardlu ain). Perintah (amar) Allah mengenai kewajiban dakwah bagi
umat Islam tersurat khusus dalam firmanNya yaitu :
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. An-Nahl :125) Keharusan adanya aktifitas dakwah di tengah-tengah umat, di samping
sebagai kewajiban, ia juga disebabkan oleh faktor kebutuhan manusia itu
sendiri terhadap Islam yang merupakan satu-satunya jalan yang dapat
menghantarkannya menuju kepada kebahagiaan hidup baik di dunia maupun
di akhirat. Tanpa adanya ajaran Islam, hidup manusia tak ubahnya seperti buih
2
dalam lautan. Terombang-ambing kesana-kemari mengikuti kemana ombak
menerpa. Gerak hidupnya tidak terarah dan hampa.
Mengenai kebutuhan manusia akan petunjuk Allah Prof. Dr. M.
Quraish Shihab, MA. Memberikan suatu penjelasan sederhana dengan
analoginya sebagai berikut :
“Hidup manusia bagaikan lalu lintas, masing-masing ingin berjalan dengan selamat sekaligus cepat sampai ke tujuan. Namun, karena kepentingan mereka berlain-lainan, maka apabila tidak ada peraturan lalu lintas kehidupan, pasti akan benturan dan tabrakan. Dengan demikian, ia membutuhkan peraturaan demi lancarnya lalu lintas kehidupannya. Manusia membutuhkan rambu-rambu lalu lintas yang akan memberinya petunjuk seperti kapan harus berhenti (lampu merah) harus hati-hati (lampu kuning) dan lampu hijau (silahkan jalan), dan sebagainya. Siapa yang mengatur lalu lintas kehidupan itu ? manusiakah ? paling tidaak dalam persoalan pengaturan di atas, manusia mempunyai dua kelemahan : Pertaama, keterbatasan pengetahuannya dan Kedua sifat egoisme (ingin mendahulukan kepentingan diri sendiri). Kalau demikian, yang seharusnya mengatur lalu-lintas kehidupan adalah Dia yang paling mengetahui sekaligus yang tidak mempunyai kepentingan sedikitpun. Yang dimaksud adalah Allah SWT”1 Aktifitas dakwah Islam sampai saat ini, di samping dilakukan oleh
individu, tentunya tidak sedikit dilakukan oleh suatu kelompok atau
organisasi. Sudah menjadi pengetahuan umum bagi masyaraakat di Indonesia
bahwa banyak sekali lembaga atau yayasan yang memfokuskan tujuannya
untuk tujuan dakwah. Hal ini tentunya tidak bisa terlepas karena Indonesia
sendiri dihuni oleh sebagian besar masyaraakatnya yanag beragama Islam.
Kondisi tersebut di satu sisi, secara kuantitas merupakan prestasi umat
Islam sendiri. Hanya saja di sisi lain, secara kualitatif, kerap kali menyisakan
1 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung. Mizan, 2004), hal. 211
3
realitas yang tak jarang berlawanan. Baiknya kualitas kondisi umat sering
nampak tidak harmonis dan kontras dengan kuantitas umatnya. Banyaknya
bermunculan organisasi-organisasi dakwah tidak mencerminkan semangat
yang muncul dari pribadi dalam pengertian mengamalkan ajaran Islam secara
benar tetapi lebih cenderung pada kesan pemetaan kebenaran hanya pada
kelompoknya. Dengan bahasa lain, kerap kali satu kelompok merasa lebih
benar daripada kelompok lainnya. Hasilnya, kultus terhadap kelompok dan
pemimpin kelompoknya lebih terlihat dibandingkan membesarkan Islam itu
sendiri. Fakta ini tergambar dalam seringnya fenomena kontra fisik antar
kelompok ketika menyikapi satu permasalahan di tengah-tengah masyarakat.
Kondisi ini bukan hanya tidak menguntungkan bagi kesadaran pribadi umat
Islam saja melainkan juga menjadi hambatan bagi kualitas perkembangan
Islam.
Secara internal umat Islam, fenomena kontraksi antar kelompok atau
organisasi dakwah akan menimbulkan kebingungan umatnya yang pada saat
bersamaan menimbulkan kelemahan dalam menghadapi permasalahan
eksternal yang datang terhadap tubuh umat Islam. Contoh ril yang dapat kita
rasakan saat ini adalah fenomena efek negatif dari derasnya arus globalisasi.
Segala macam tindak-tanduk kehidupan manusia di jagat raya ini dengan
cepat secara massal mampuh menjadi budaya yang mendunia. Seperti
pendapatnya A. Qodry Azizy bahwa :
Di era globalisasi ini pergesekan dan saling mempengaruhi antar nilai-nilai budaya tidak bisa dihindarkan. Untuk itu, Islam dan umatnya bukan saja harus mampuh bertahan, namun juga mampuh berperan aktif. Kalau peran “bertahan” ada kemungkinan akan menimbulkan
4
isolasi, ketertutupan dan inferiority : peran aktif (usaha mempengaruhi) akan menghasilkan keterbukaan dan superiority. Setidaknya, kemungkinan ketiga, akomodatif; yakni penyesuaian dan penerimaan akan hal-hal sejauh bisa ditolelir. Oleh karena itu, persiapan intern – baik tentang pemahaman maupun sikap dan mentalitas umatnya – harus dibenahi terlebih dahulu2. Dalam penjelasan selanjutnya ia mengatakan bahwa :
Era globalisasi ini berarti terjadi pertemuan dan gesekan nilai-nilai budaya dan agama di seluruh dunia yang memanfaatkan jasa komunikasi, transportasi dan informasi hasil modernisasi teknologi tersebut. Pertemuan dan gesekan ini akan menghasilkan kompetisi liar yang berarti saling dipengaruhi (dicaplok) dan mempengaruhi (mencaplok); saling bertentangan dan tabrakan nilai-nilai yang berbeda yang akan menghasilkan kalah atau menang; atau saling kerjasama (eclectic) yang akan menghasilkan sintesa dan antitesa baru3. Dari penjelasan A. Qadry Azizy tersebut di atas menegaskan betapa
efek globalisasi tersebut menimbulkan kompleksitas yang terjadi di segala
sendi kehidupan manusia. Bagaimana tidak, globalisasi yang merupakan
himpunan proses pengaliran global berbagai jenis objek yang melibatkan
berbagai bidang aktifitas manusia, boleh jadi berbentuk fizikal maupun non
fizikal. Boleh jadi dalam bentuk maklumat, ide, nilai, institusi atau sistem
yang mengalami ‘perkawinan’ dengan kecanggihan teknologi dan di dalamnya
tidak pernah absen dari motivasi kotor tangan-tangan manusia itu sendiri.
Himpunan proses pengaliran global dan bidang aktifitas manusia yang terlibat
kian kait-mengait, saling bergantung dan kompleks sifatnya. Globalisasi ini
menimbulkan konsekwensi-konsekwensi logis ke dalam berbagai perilaku
kehidupan manusia baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif.
2 A. Qadri Azizy, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan SDM
Terciptanya Masyarakat Madani), (Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2004), Cet. V. hal. 4 3 Ibid., hal. 20
5
Pengaliran global berbagai jenis objek manusia tentunya diyakini
sebagai peningkatan kemaslahatan kehidupan manusia dalam tujuan awalnya.
Tetapi, pada realitasnya justru kontradiksi yang banyak terjadi pada
perikehidupan manusia. Pergeseran perikehidupan manusia adalah wujud
nyata yang bisa disaksikan yang menyurut keprihatinan. Dekadensi moral,
biasnya relasi sosial, terorisme global dan fundamentalisme agama adalah
beberapa dari sekian banyak contoh kongkrit dampak negatif globalisasi.
Di samping itu, perbedaan kondisi suatu Negara dengan Negara yang
lainnya – antara Negara maju dengan Negara berkembang/terbelakang di
tengah era globalisasi ini menampakkan semakin melebarnya jurang antara
yang miskin dan yang kaya, antara yang kuat dan yang lemah ataupun antara
yang besar dan yang kecil. Ini membuat tantangan bagi umat Islam. Senada
dengan yang disebutkan oleh Suyuthi Pulungan bahwa globalisasi dapat
menimbulkan efek berikut :
a. Membentuk pandangan manusia yang lebih mementingkan nilai ekonomi dan kebendaan (materialisme)
b. Mendorong manusia mengubah pandangan hidupnya ke arah tatanan masyarakat yang sekuler dan individualis dan sebagainya.
c. Membuat manusia lupa akan jati dirinya yang sebenarnya. d. Mendorong terjadinya degradasi kehidupan beragama, terutama
aspek moral dan akhlak. e. Persaingan yang semakin kompetitif dengan menitik beratkan pada
kualitas Sumber Daya Manusia)4.
Bagi umat Islam tantangan-tantangan globalisasi di atas seharusnya mampuh untuk dilalui. Karena seperti disebutkan J. Suyuthi Pulungan bahwa umat Islam mempunyai potensi dan kekuatan dibandingkan dengan yang lainnya. Potensi dan kekuatan yang melekat pada Islam dapat dilihat dari segi ajaran, segi penganut, segi kekayaan sumberdaya
4 J. Suyuthi Pulungan, Universalisme Islam, (Jakarta. Moyo Segoro Agung, 2002), hal. 31-32
6
alam, segi khazanah pemikiran dan budaya dalam sejarah dan fungsi-fungsi manusia di bumi sebagai khalifah.
Dari segi ajaran Islam kaya dengan informasi yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan yang dapat difungsikan sebagai pedoman dan pembimbing manusia dalam menjalani kehidupannya. Informasi ajaran Islam dapat berfungsi sebagai kritik dan pengawasan sosial untuk menangkal nilai-nilai negatif yang masuk melalui arus informasi global.
Dari segi kuantitas, Islam memiliki penganut sekitar satu miliyar dari penduduk bumi, dan di Indonesia mayoritas. Ini merupakan potensi dan kekuatan besar bila kualitas pemahaman agamanya, tingkat pendidikan dan ekonominya baik. Dari segi kekayaan sumberdaya alam, umat Islam tinggal di wilayah-wilayah yang kaya akan sumberdaya alam yang masih tersimpan di perut bumi dan masih memerlukan pengolahan sebagai salah satu sumber kemakmuran hidup di dunia. Dari segi khazanah pemikiran dan budaya, umat Islam memilikinya sehingga perlu dikaji ulang sebagai iktibar dalam merekayasa masa depan5.
Demikian, kondisi umat yang secara internal baik di antara individu
dan kelompok masih relatif rapuh – baik dari sisi pemahaman ajaran maupun
pengalaman, jika dibenturkan dengan situasi eksternal yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat adalah bukan hal yang aneh jika kehidupan yang
Islami hanya menjadi cita-cita belaka. Ini merupakan penegasan korektif bagi
semua aktivitas dakwah terutama lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi
yang memposisikan kifrahnya bagi kepentingan dakwah Islam untuk
melakukan pembenahan internal demi efektifitas dan efisiensi dakwah itu
sendiri.
Atas dasar itu, dalam rangka usaha pembekalan intern – baik tentang
pemahaman maupun sikap dan mentalitas umat Islam sebagai suatu
pembenahan diri guna menerima segala apa yang timbul dari arus globalisasi
sejauh bisa ditolelir dan menyisihkan segala dampak negatif globalisasi, pun
5 Ibid., hl. 34-35
7
demikian yang paling penting utamanya adalah terus berusaha menunaikan
kewajiban sebagai individu muslim untuk berdakwah sebagai satu bagian dari
implementasi firman Allah yang menyatakan :
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Al-Imran : 104).
Dan juga dilandaskan pada motivasi keinginan untuk menjadi bagian
dari umat terbaik sebagaimana firman Allah :
Artinya: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. Al-Imran : 110).
Dalam bentuk dan forsi yang berbeda, saya menulis skripsi ini di mana
saya memfokuskan diri pada permasalahan-permasalahan hulu. Yaitu, menitik
beratkan mengenai pandangan-pandangan pada lembaga dakwah yang
8
menjadi awal di mana isi pesan dakwah itu diramu hingga proses disampaikan
dakwah tersebut kepada masyarakat.
Adapun penulis membahas mengenai organisasi atau lembaga dakwah
didasari atas pandangan penulis karena dakwah yang terlembagalah yang
mempunyai sistem manajemen yang terarah dan juga mempunyai program
yang lebih jelas di tengah-tengah masyarakat. Di samping itu, lembaga
dakwah lebih mempunyai kekuatan dalam berperan dan bertindak dalam
rangka menyebarkan nilai-nilai ajaran Islam. Maka, sebagai salah satu usaha
sumbangsih pemikiran menuju arah perbaikan terhadap maksimalisasi peran
institusi atau lembaga dakwah membuat saya merasa tertarik untuk melakukan
penelitian di sebuah lembaga Islam. Adapun dalam hal ini saya memilih salah
satu yayasan yang berada di daerah Bogor Jawa Barat yaitu yayasan Al-Huda.
Yayasan Al-Huda ini terletak di Jalan raya Cimanglid Gang Purnama
Sukamantri – Taman Sari Kota Bogor Provinsi Jawa Barat yang berada di 60
KM dari ibu kota Jakarta. Pemilihan yayasan tersebut didorong karena ia
mempunyai tujuan utama yaitu untuk menebar dakwah ahlussunnah
waljama’ah di tengah masyarakat. Di mana manhaj ahlussunnah waljama’ah
itu sendiri sudah melekat pada keyakinan umat ini sebagai cara yang benar
yang harus diikuti.
Adapun dalam penelitian ini saya mengambil judul “Dakwah Yayasan
Al-Huda Perspektif Manajemen Strategis”.
9
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam kesempatan ini penulis membatasi penelitiannya pada
permasalahan bagaimana dakwah yayasan Al-Huda Bogor dalam perspekktif
manajemen strategis. Dan untuk mengetahui gambaran ril tentang hal tersebut
penulis merumuskan tiga permasalahan pokok yang diramu dalam pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana yayasan Al-huda merumuskan strategi dakwahnya ?
2. Bagaimana yayasan Al-Huda mengimplementasikan strategi
dakwah yang telah dirumuskan ?
3. Seperti apa evaluasi atau pengendalian strategi dakwah yayasan
Al-Huda ?
C. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam upaya mengungkapkan permasalahan yang ada, maka
peneliti menggunakan metode kualitatif. Bogdan dan Taylor
mendefinisikan “penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati”6. Oleh karena itu cara yang
penulis gunakan adalah dengan cara menganalisis data dalam bentuk
deskriptif. Yang mana cara ini merupakan prosedur pemecahan masalah
yang diteliti dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek
6 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung. Remaja Rosdakarya, 2008),
Cet. 25. hal. 4
10
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya. Instrumen yang peneliti gunakan dalam
melaksanakan teknik ini adalah kepustakaan (library research), artinya
permasalahan dan pengumpulan data berasal dari kajian kepustakaan.
Dengan kegiatan telaah naskah, dokumen, buku, jurnal, internet, majalah,
dan bahan-bahan bacaan yang dapat diambil sesuai dengan pokok bahasan.
Adapun dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengungkap dan
mendeskripsikan secara faktual, akurat dan sistematis mengenai
bagaimana konsep dakwah yayasan tersebut ditinjau dari sisi manajemen
strategis.
2. Sumber Data
a. Subjek penelitian
Yang menjadi subjek penelitian skripsi ini adalah Yayasan Al-Huda
Bogor.
b. Objek penelitian
Sedangkan yang menjadi objek penelitian di sini yaitu dakwah
Yayasan Al-Huda Bogor Perspektif Manajemen Strategis.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis
data. Data tersebut yaitu:
a. Data Primer
Dalam hal ini penulis mendapatkan data-data dari pengurus
yayasan yang direkomendasikan oleh ketua yayasan.
11
b. Data Sekunder
Data sekunder yang dalam hal ini bersifat pelengkap yang
diperoleh dari buku, majalah, Koran dan sumber lainnya yang
berkaitan dengan pembahasan ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah sebagai berikut :
a. Observasi, yaitu penulis mendatangi yayasan Al-Huda Bogor,
tinggal di sekitar yayasan dalam waktu yang diperlukan dalam
pengumpulan data dan melibatkan diri dalam beberapa kegiatan
yang dilaksanakan oleh yayasan.
b. Interview, dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan secara langsung kepada pengurus yayasan.
4. Teknik Analisa Data
Teknik yang penulis gunakan di sini adalah menggunakan analisis
deskriptif yaitu dengan cara mengumpulkan data, disusun, disajikan, yang
kemudian dianalisis untuk mengungkapkan arti data tersebut,
menggambarkan keadaan sasaran apa adanya. Adapun caranya, data yang
terkumpul, kemudian disusun sesuai dengan kerangka laporan.
Mengenai teknik penulisan, penulis mengacu pada buku pedoman
penulisan skripsi, tesis, dan disertasi terbitan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai langkah awal melakukan
penulisan berdasarkan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
12
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dakwah Yayasan Al-Huda
Bogor Perspektif Manajemen Strategis.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Memberikan wawasan dan pengetahuan dalam upaya
mengembangkan study dakwah, sehingga lembaga dakwah dalam
menyampaikan dakwah Islamiyah dapat diterima oleh masyarakat
sesuai dengan tujuan dan fungsinya.
b. Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi yang tepat sesuai dengan peranan yayasan dalam
menyebarkan dakwah, diharapkan bisa dijadikan bahan acuan atau
perbandingan oleh yayasan.
E. Tinjauan Pustaka
Berkaitan dengan penelitian mengenai dakwah Yayasan Al-Huda
Bogor Jawa Barat yang ditinjau dari perspektif manajemen strategis yang
menjadi objek penelitian penulis, sejauh ini informasi yang penulis dapatkan
belumlah ada. Tetapi, kalaupun dalam kenyataannya ada, itupun tentunya
tidak akan terlepas dari perbedaan dari sisi pembahasannya walaupun
objeknya sama.
13
Adapun dalam menyusun skripsi ini ada beberapa skripsi yang menjadi
patokan sebagai acuan bagi penulis. Namun yang perlu penulis tegaskan di
sini bahwa acuan tersebut semata karena ada kemiripan dalam pembahasannya
namun pada substansinya bahkan subjek yang penulis teliti adalah sama sekali
berbeda. Skripsi tersebut berjudul “Manajemen Strategi Dakwah Yayasan Al-
Sofwa Lenteng Agung Jakarta”. Karya Agung Rahadian Mahasiswa Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Dalam skripsi tersebut saudara Agung
membahas tentang strategi dakwah yang dilakukan yayasan Al-Sofwa Lenteng
Agung Jakarta yang diterapkan dengan manajemen.
Yang kedua skripsi karya saudara Syaiful Alawi yang berjudul
“Manajemen Strategi Pondok Pesantren At-Taqwa Putera Bekasi Dalam
Meningkatkan Kualitas Santri”. Saudara syaiful dalam skripsinya hanya
membahas mengenai manajemen strategi dari sisi teoritis dan implementasi
strategi dari pondok pesantren tersebut serta sedikit evaluasi internal saja.
Perbedaan skripsi karya Agung Rahadian dan karya saudara Syaiful
Alawi di atas dengan penelitian penulis adalah penerapan manajemen strategi
baik dari perumusan, implementasi dan evaluasi manajemen strategi terlebih
pada persoalan SWOT yang menjadi pijakan putusan strategi. Jadi, jika
saudara Agung Rahadian hanya membahas mengenai strategi dakwah saja dan
saudara Syaiful Alawi mencoba membahas mulai dari perumusan,
implementasi serta sedikit evaluasi internal pada objek penelitiannya maka
dalam skripsi ini penulis mencoba membahas kesemuanya dengan memberi
14
forsi lebih dalam analisis baik internal maupun eksternal pada objek yang
penulis teliti sebagai bagian integral dari manajemen strategis itu sendiri.
F. Sistematika Pembahasan
Dalam menyusun skripsi ini, penulis membaginya menjadi lima bab,
yaitu :
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan, terdiri dari: latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, metodologi penelitian, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua, tinjauan tentang Dakwah yang meliputi ; definisi dakwah
dan unsur-unsur dakwah. Manajemen strategis meliputi ; pengertian
manajemen strategis dan tahap-tahap manajemen strategis.
Bab Ketiga, Tinjauan Umum Yayasan Al-Huda Bogor Jawa Barat,
terdiri dari : sejarah berdiri dan lokasi yayasan Al-huda, visi dan misi, struktur
kepengurusan, program kerja, penghimpunan dana serta sarana dan prasarana.
Bab Keempat, analisa Dakwah Yayasan Al-Huda Perspektif
Manajemen Strategis, yang terdiri dari : perumusan strategi dakwah yayasan
Al-Huda, implementasi strategi dakwah yayasan Al-Huda dan evaluasi atau
pengendalian strategi dakwah yayasan Al-Huda.
15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
TENTANG DAKWAH YAYASAN AL-HUDA BOGOR
PERSPEKTIF MANAJEMEN STRATEGIS
A. Dakwah
1. Definisi Dakwah
Menurut Ali Aziz, “dakwah secara etimologi merupakan kata yang
berasal dari bahasa arab Da’a, Yad’u, Da’watan, yang artinya : mengajak
atau mendorong kepada suatu tujuan7.
“Istilah dakwah sering diberi arti yang sama dengan istilah-istilah
tabligh, amar ma’ruf dan nahi mungkar, mauidzah hasanah, tabsyir indzar,
washiyah, tarbiyah, ta’lim, dan khutbah”8.
Adapun dakwah menurut terminology (istilah) di bawah ini adalah
definisi-definisi para ahli :
Menurut Ki M. A. Machfoeld, “dakwah artinya : panggilan,
tujuannya, ialah : membangkitkan keinsyafan orang untuk kembali ke
jalan Allah SWT”9.
Prof. H. M. Toha Yahya Omar, MA mendefinisikan, “dakwah
menurut Islam ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan
7 Luis Ma’ruf, Kamus Munjid, (Beirut. Darul Masyrid. 1986), Cet. 26. Hal. 216 8 Suyuthi Pulungan. Op. cit., hal. 67 9 M. A. Mach foeld, Falsafat Da’wah Ilmu Da’wah dan Penerapannya (Jakarta. Bulan
Bintang, 1975), hal. 33
16
yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat”10.
Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., “dakwah adalah
seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi kepada
situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun
masyarakat”11.
Menurut Dr. M. Bahri Ghazali, M.A., “dakwah pada hakekatnya
merupakan upaya untuk mempengaruhi seseorang dalam bertindak dan
berperilaku, dengan dakwah diharapkan akan mampuh mengubah
kepribadian baik secara individu maupun kolektif”12.
Dari perspektif muatan isi A.A. Baramuni memandang bahwa :
Dakwah secara garis besar dapat dilihat dari dua segi, yaitu : isi dan bentuk, substansi dan forma, pesan dan cara penyampaian, esensi dan metode. Hanya perlu disadari bahwa isi, substansi, pesan dan esensi senantiasa mempunya dimensi universal, yang tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dalam hal ini substansi dakwah adalah pesan keagamaan itu sendiri yang merupakan sisi pertama tentang dakwah. Sisi kedua adalah bentuk, forma, cara penyampaian dan metode, yang disebutkan dalam al-Qur’an Syi’ar dan Minhaj, yang bisa berbeda-beda mengenai tuntutan ruang dan waktu13. Dari berbagai definisi di atas dapat kita pahami setidaknya ada
empat hal yang terkandung di dalamnya, yaitu ; Pertama, arti dakwah itu
10 M. Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah (Jakarta. Al-Mawardi Prima, 2004), hal. 67 11 M. Quraish Shihab, op.cit., hal. 194 12 Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi
Dakwah (Jakarta. Pedoman Ilmu, 1997), hal. 45 13 A.A. Baramuni dalam sekapur sirih buku Manajemen Dakwah Dalam Kehidupan Pluralis
Indonesia. A. Suriani, MA. Upaya Membumikan Nilai-Nilai Kisah Nabi Hud AS. Dalam Al-Qur’an. The Media Of Social And Cultural Comunication (CMM), (Ciputat, 2005), hal. Xviii-XIX
17
sendiri. Kedua, tujuan dan fungsi dakwah Islam. Ketiga, hukum dakwah.
Keempat, cara menyampaikan dakwah.
Pertama, bahwa dakwah merupakan proses penyampaian ajaran
Islam yang terkandung di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. “…..Mengenai
isi, substansi, pesan dan esensi senantiasa mempunyai dimensi universal,
yang tidak terikat oleh ruang dan waktu”14.
Kedua, bahwa tujuan daripada dakwah Islam tiada lain adalah
untuk menginsyafkan dan merubah kondisi umat menjadi lebih baik
sehingga tercapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Menginsyafkan di sini bisa dipahami sebagai upaya mempertemukan
kembali fitrah manusia dengan ajaran-ajaran Allah (Islam) dan meluruskan
keyakinan manusia kepada ajaran yang benar menurut al-Qur’an dan as-
Sunnah serta mengajak agar manusia kembali mengamalkan ajaran-ajaran
Islam di dalam kehidupannya.
Sementara merubah kondisi umat menjadi lebih baik, adalah
merubah pribadi umat mejadi pribadi yang shalih. Demikian pula proses
tersebut, adalah bentuk artikulasi dari tujuan kerisalahan. Yaitu, menjadi
rahmat bagi seluruh alam. Di sisi lain juga merupakan jawaban Islam
terhadap kondisi umatnya.
Adapun mengenai tujuan dakwah di sini Andy Dermawan
menegaskan, “tujuan dakwah adalah mempertemukan kembali fitrah
manusia dengan agama atau menyadarkan manusia supaya mengakui
14 Ibid., hal. Xviii-XIX
18
kebenaran Islam dan Iman, mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi
orang baik. Menjadikan orang baik berarti menyelamatkan orang itu dari
kesesatan, dari kebodohan, dari kemiskinan dan dari keterbelakangan”15.
Bahkan seterusnya ia menambahkan bahwa, “tujuan dakwah bukan
memperbanyak pengikut, tetapi memperbanyak orang yang sadar akan
kebenaran Islam”16.
Dengan istilah yang berbeda Abdul Rasyid membedakan tujuan
dakwah pada dua hal yaitu :
1. Tujuan utama 2. Tujuan departemental
Tujuan utama dakwah ialah “terwujudnya kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat, yang diridhai Allah SWT.
Sementara tujuan departemental atau maksudnya nilai-nilai atau hasil apa yang harus di capai oleh aktivitas dakwah pada masing-masing segi atau bidang kehidupan. Demikian pula Suyuthi Pulungan menegaskan : Secara kualitatif dakwah Islam bertujuan untuk mempengaruhi dan mentransformasikan sikap batin dan perilaku warga masyarakat menuju terbentuknya tatanan keshalihan individu dan keshalihan kolektif. Dakwah dengan pesan-pesan keagamaan dan pesan-pesan sosialnya juga merupakan ajakan kepada keinsyafan untuk senantiasa komit (istiqomah) di jalan yang lurus. Ajakan dilakukan guna membebaskan individu atau masyarakat dari pengaruh nilai-nilai kejahiliahan dan merefleksikan nilai-nilai ketuhanan, dan ajakan untuk meningkatkan pemahaman keagamaan dalam berbagai asfek ajarannya agar diaktualisasikan dalam bersikap, berpikir dan bertindak17.
15 Andy Dermawan, dkk.(ed), Metodologi Ilmu Dakwah (Yogyakarta, LESFI, 2002), hal. 8 16 Ibid., hal. 8 17 Suyuthi Pulungan, op.cit., hal. 65-66
19
Mengenai fungsi dakwah itu sendiri, Dr. M. Ali Aziz, M.Ag.
menyebutkan dakwah berfungsi 18:
1. Dakwah berfungsi untuk menyebarkan Islam kepada manusia sebagai individu dan masyarakat sehingga mereka merasakan rahmat Islam sebagai rahmatan lil’alamin bagi seluruh makhluk Allah.
2. Dakwah berfungsi melestarikan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi kaum muslimin berikutnya sehingga kelangsungan ajaran Islam beserta pemeluknya dari generasi ke generasi berikutnya tidak terputus.
3. Dakwah berfungsi korektif artinya meluruskan akhlak yang bengkok, mencegah kemungkaran dan mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani.
Ketiga, dakwah merupakan amanat dari Allah SWT. Bagi setiap
umat Islam di dunia. Amanat adalah wajib hukumnya. Maka mengemban
dakwah adalah kewajiban. Mengenai hukum dakwah bagi umat Islam
Allah menegaskan di dalam al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125 Allah
berfirman :
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Sebaliknya, setiap umat Islam yang meninggalkan dakwah yang di
bebankan di atas pundak dan kepalanya maka ia berdosa. Dan tentunya
18 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta. Prenada Media, 2004), hal. 59
20
ada konsekwensi yang senantiasa harus ditanggung oleh mereka yang
enggan atau tidak mengamalkan dan mengajarkan nilai-nilai ajaran Islam
kepada setiap individu atau kelompok lain.
Jelaslah, segala usaha untuk membentuk masyarakat Islam itu
hukumnya wajib, fardlu ain, yang ditugaskan setiap individu yang
beragama Islam. Dan jalan yang paling tepat untuk menegakkan
masyarakat Islam itu adalah dakwah. Maka jelaslah bahwa “…dakwah itu
hukumnya wajib, fardlu ain. Dan orang-orang yang meninggalkan dakwah
itu berdosa, karena meninggalkan menurut Islam”19. Dengan bahasa lain,
dakwah merupakan kewajiban bagi umat Islam secara keseluruhan, baik
secara individu sesuai dengan kafasitas dan kemampuannya masing-
masing maupun secara berkelompok atau kelembagaan yang diorganisir
secara rapih dan modern, dikemas secara apik dan professional serta
dikembangkan secara terus-menerus mengikuti irama dan dinamika
perubahan zaman dan masyarakat.
Keempat, proses penyampaian dakwah Islam dilakukan dengan
cara-cara bijaksana. Ia dilaksanakan tidak dengan jalan kekerasan. Karena
pada esensinya ketika dakwah itu dilancarkan dengan penuh kebrutalan,
penuh nuansa terror, menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran di tengah
objeknya, adalah menghilangkan sifat Islam itu sendiri sebagai pesan
dakwah sebagai rahmat bagi seluruh alam.
19 Fathi Yakan, Bagaimana Kita Memanggil Kepada Islam. Alih bahasa: Chadidjah Nasution,
(Jakarta. Bulan Bintang, 1978), hal. 21
21
Mengenai proses penyampaian dakwah jika kita perhatikan di
dalam prakteknya, proses dakwah yang telah dan tengah berjalan selama
ini yang dijalankan oleh setiap individu atau satu lembaga kerap kali kita
temui terdapat banyak kekurangan dari sisi proses penyajian dan kualitas
subjek dakwah bahkan isi, materi atau pesan dakwah yang disuguhkan
kepada masyarakat sebagai objek dakwah. Dari sisi proses penyajiannya,
pertimbangan efektifitas dan efisiensi kurang mendapat perhatian.
Terkadang, pencapaian nilai, hasil atau tujuan dakwah tidak berimbang
dengan waktu dan besarnya biaya yang telah dikeluarkan. Ini biasa terjadi
di suatu lembaga dakwah. Begitu juga dari asfek subjek dakwah yang
kurang berkualitas sehingga profesionalismenya tidak teruji dan pesan
dakwah yang kurang memadai dan tidak sesuai dengan kondisi objek yang
memungkinkan dakwah itu mudah diterima atau tidak.
Berkenaan dengan masalah penyuguhan, kualitas dan isi pesan
dakwah seharusnya lebih bisa ditekankan bersifat dialektis dengan
problematika yang dihadapi oleh objek dakwah (apresiatif). Karena jika
diperhatikan secara seksama proses dakwah mulai sejak kemunculan Islam
itu sendiri selalu konstan dengan kondisi umatnya. Sejalan dengan
pendapatnya M. Bahri Ghazali yang mengatakan :
Dakwah islam dan perubahan sosial saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan dakwah terjadilah perubahan sosial dari suatu masyarakat, begitu pula sebaliknya perubahan sosial ikut juga menentukan arah dakwah dilaksanakan. Kebanyakan dakwah Islam
22
dituntut oleh adanya pergeseran nilai yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian kebutuhan model-model dakwah yang sesuai20. Lebih jelas lagi ia mengatakan :
Dakwah merupakan agen perubahan baik dalam pengertian material maupun immaterial. Dalam pengertian immaterial berarti dakwah sebagai aktivitas yang mampuh melakukan perubahan perilaku dan pola pikir sehingga orientasi pemikiran manusia menuju ke arah yang lebih positif. Sedangkan dalam pengertian material dakwah dapat menimbulkan corak kegiatan yang lebih menjanjikan masa depan bagi suatu masyarakat. Dakwah dalam dimensi immaterial dikenal sebagai dakwah bil-lisan, yang lebih banyak memfokuskan kepada penekanan informatif-persuasif. Sedangkan dakwah yang berdimensi material disebut dakwah bil-hal karena lebih menekankan kepada hal-hal yang bersifat praktis yang mampuh merangsang agar mad’unya lebih cepat melakukan perubahan dalam kegiatannya sehari-hari21. Di sisi lain, alasan keharusan sesuainya materi atau pesan dakwah
dengan kebutuhan kondisi objek didasarkan karena, kegiatan dakwah
sering dipahami sebagai upaya untuk memberikan solusi Islam terhadap
berbagai masalah dalam kehidupan. Masalah kehidupan tersebut
mencakup seluruh aspek, seperti aspek ekonomi, sosial, budaya, hukum,
politik, sains, teknologi, dsb. Untuk itu menurut yunan yusuf, bahwa :
Dakwah harus dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan kontekstual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata, serta kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Memilih cara dan metode yang tepat, agar dakwah menjadi aktual, faktual dan kontekstual, menjadi bahagian strategis dari kegiatan dakwah itu sendiri. Tanpa ketepatan metode dan keakuratan cara, kegiatan dakwah akan terjerumus ke dalam “Arang habis besi binasa”. Aktivitas dakwah akan berputar dalam pemecahan
20 Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi
Dakwah (Jakarta. Pedoman Ilmu, 1997), hal. 46 21 Ibid. hal. 45
23
problema tanpa solusi dan tidak jelas ujung pangkal penyelesaiannya22. Apabila kondisi seperti ini terus terjadi di setiap proses aktivitas
dakwah, pencapaian tujuan untuk merubah kondisi masyarakat tidak akan
tercapai. Ia akan menjadi rutinitas belaka tanpa cita-cita yang pada
akhirnya ajaran-ajaran Islam sebagai pesan dakwah, seolah tidak mampuh
menjawab problematika yang dihadapi oleh masyarakat dan tidak
dijadikan filosofi hidupnya. Karena sebagaimana dimaksudkan di atas,
“perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman
keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja. Tetapi juga
menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus
lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih
menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan”23.
2. Unsur-Unsur Dakwah
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah Ali Aziz berpendapat:
…
.komponen-komponen yang selalu ada dalam kegiatan dakwah. Unsur-
unsur tersebut adalah da’I (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah),
maddah (materi dakwah), washilah (media dakwah), thariqah (metode
dakwah), dan atsar (efek dakwah)24.
22 Pengantar oleh M. Yunan yusuf dalam buku Metode Dakwah, Tim Penulis Rahmat Semesta, Center For Dakwah, Education, Low, Social, and Economic Studies. Forum
Komunikasi Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana UIN Syahida (Jakarta. Prenada Media, 2006), hal. IX
23 Ibid. hal. 194 24 M. Ali Aziz, op.cit. hal. 75-143
24
a. Da’I (Pelaku Dakwah)
Yang dimaksud dengan da’I di sini adalah orang yang melaksanakan
dakwah baik secara lisan, tulisan, ataupun perbuatan, baik sebagai
individu, kelompok, atau berbentuk organisasi atau kelompok.
Da’I merupakan unsur dakwah yang paling utama. Tanpa seorang da’I
Islam sebagai suatu ajaran mulia hanya menjadi sebuah cita-cita, hanya
ada dalam dunia ide semata. Da’I terlepas dari semua unsur perdebatan
hukum kewajiban berdakwah yang ada selama ini, adalah individu
umat Muhammad secara keseluruhan. Maka, bagi mereka yang
termasuk umat Muhammad adalah da’I. Ia memikul tanggung jawab
untuk memahami, mengamalkan dan menyampaikan ayat-ayat Allah
dalam al-Qur’an dan juga sunnah. Berkaitan dengan itu semua maka,
mereka harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Mendalami al-Qur’an dan Sunnah dan sejarah kehidupan rasul serta, khulafaurrasyidin.
b. Memahami keadaan masyarakat yang akan dihadapi. c. Berani dalam mengungkapkan kebenaran kapanpun dan di
manapun. d. Ikhlas dalam melaksanakan tugas dakwah tanpa tergiur oleh
nikmat materi yang hanya sementara. e. Satu kata dengan perbuatan. f. Terjauh dari hal-hal yang menjatuhkan harga diri25.
Demikian sifat-sifat di atas merupakan faktor-faktor terpenting yang
menjadikan kesuksesan dakwah yang disampaikan oleh padara da’i.
25 Ibid., hal 76
25
g. Mad’u (Mitra Dakwah)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u, yaitu manusia yang menjadi
sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu
maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam
maupun tidak; atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.
Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Saba ayat 28 :
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Q.S. Saba : 28)
Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk
mengajak mereka mengikuti agama Islam sedangkan kepada orang-
orang yang sudah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan
kualitas Iman, Islam dan Ihsan.
Al-Qur’an mengenalkan kepada kita beberapa tipe mad’u. Secara
umum mad’u terbagi tiga, yaitu : mukmin, kafir dan munafik. Dan dari
tiga klasifikasi besar ini mad’u masih bisa dibagi lagi dalam berbagai
macam pengelompokan. Orang mukmin umpamanya bisa dibagi
menjadi tiga, yaitu : dzalim linafsih, muqtashid, dan sabiqun
bilkhairat. Kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi.
26
Sementara jika digolongkan dari derajat pemikirannya, mad’u (mitra
dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan manusia, yaitu :
a. Umat yang berpikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang selalu berpikir mendalam sebelum menerima sesuatu yang dikemukakan kepadanya.
b. Umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh paham baru (suggestible) tanpa menimbang-nimbang secara mantap apa yang dikemukakan kepadanya.
c. Umat bertaklid, yaitu golongan yang fanatik, buta berpegang kepada tradisi, dan kebiasaan turun temurun tempat menyelidiki salah atau benarnya26.
c. Maddah (Materi Dakwah)
Unsur dakwah yang ketiga adalah maddah (materi dakwah). Materi
dakwah tentunya meliputi semua ajaran Islam yang terkandung di
dalam al-Qur’an dan Sunnah yang kesemuanya meliputi; akidah,
syari’ah, dan akhlaq.
d. Washilah (Media Dakwah)
Unsur dakwah yang keempat adalah washilah (media) dakwah, yaitu
alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran
Islam) kepada mad’u.
Dalam hal media yang menjadi alat bantu penyampaian dakwah
Hamzah Ya’qub menyebutkan beberapa piranti yang bisa
dimanfaatkan. Piranti tersebut dibagi menjadi lima macam, yaitu lisan,
tulisan, lukisan, audio visual, dan akhlak27.
e. Thariqah (Metode Dakwah)
26 Hamzah Ya’qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah Islam dan Leadership, (Bandung.
Dipenogoro, 1981), hal. 33 27 Ibid.,47-48
27
Thariqah (metode) merupakan unsur dakwah yang tidak kalah
pentingnya dengan unsur-unsur lain yang dapat menentukan
kesuksesan aktivitas dakwah.
Mengenai masalah metode di sini sangat tergantung kepada situasi dan
kondisi di mana aktivitas dakwah dilakukan. Metode dakwah di sini
kerap kali disebut juga sebagai strategi dakwah.
Prinsip penggunaan metode dakwah Islam sudah termaktub dalam Al-
Qur’an dan Al-Hadis Rasulullah SAW28. Prinsip-prinsip dakwah ini
disebutkan dalam surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut :
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. An-Nahl : 125)
Dari Al-Qur’an di atas bahwasanya metode dakwah ada tiga cara yaitu:
1. Dakwah dengan hikmah (bilhikmah)
2. Dakwah dengan pelajaran yang baik (mauidzah hasanah)
3. Dakwah dengan cara mendebat (wa jadilhum billati hia ahsan)
Dalam al-Qur’an dan hadis di atas merupakan konsep dasar mengenai
strategi atau metode dakwah. Segala macam bentuk strategi yang
28 Rafi’uddin dan Manan Abdul Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung. Pustaka
Setia, 1997), hal. 77
28
ditetapkan di setiap bidang kehidupan manusia semuanya berpedoman
pada 3 (tiga) metode dakwah yang telah disebutkan di atas.
f. Atsar (Efek dakwah)
Atsar (efek) adalah unsur dakwah terakhir yang juga di sisi lain ia
merupakan unsur daripada evaluasi. Efek di sini sering disebut feed
back (umpan balik). Ia merupakan pijakan dalam membuat keputusan
untuk pelaksanaan aktivitas dakwah selanjutnya. Di samping itu efek
adalah syarat mutlak dalam menimbang sejauh mana keberhasilan
dakwah yang telah dicapai, apa saja yang menjadi kekurangan, dan
lain-lain. Karena pada dasarnya, demikian Aly Aziz menegaskan,
bahwa pengaruh daripada dakwah itu meliputi tiga aspek, yaitu; aspek
pengetahuan (knowledge), aspek sikap (attitude), dan aspek perilaku
(behavioral)29.
Dalam menyikapi unsur-unsur dakwah di atas agar keberhasilan
dakwah dapat tercapai, pertimbangan efektifitas dan efisiensi haruslah
diramu dan diproses melalui manajemen strategi dakwah yang mapan.
B. Manajemen Strategis
1. Pengertian Manajemen Strategis
Manajemen strategis adalah “serangkaian keputusan dan tindakan
mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan
29 M. Ali Aziz, op.cit. hal. 143
29
oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi tersebut30.
Dalam pengertian lain disebutkan bahwa manajemen strategis
adalah “usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan organisasi
untuk mengeksploitasi peluang yang muncul guna mencapai tujuannya
yang telah ditetapkan sesuai dengan misi yang telah ditentukan”31.
Adapun Prof. Dr. Hadari Nawawi dalam bukunya “Manajemen
Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan” memberikan
penjelasan mengenai pengertian manajemen strategik ini cukup terperinci.
Adapun itu bahwa :
“Manajemen strategik adalah perencanaan berskala besar (disebut perencanaan strategik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil) agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operasional untuk menghasilkan barang atau jasa pelayanan) yang berkualitas dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategik) dan berbagai sasaran (tujuan operasional) organisasi32. Dari beberapa pengertian di atas cukup memberikan gambaran
jelas setidaknya dapat dipetik beberapa poin bahwa manajemen strategis :
1. Merupakan keputusan inti sebuah organisasi.
2. Keputusan manajemen strategis bersifat jangka panjang
30 Sondang P. Siagian, Manajemen Strategis, (Jakarta. Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-5, hal. 15 31 Suwarsono, Manajemen Strategik Konsep dan Kasus, (Yogyakarta. UPP AMP YKPN,
1996), Cet-1, hal. 6 32 Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan,
(Jogjakarta. Gadjah Mada University Press, 2003), Cet. Kedua, hal. 149
30
3. Manajemen strategis erat hubungannya dengan pihak
manajerial dalam hal ini adalah pimpinan puncak.
4. Manajemen strategis bersifat menyeluruh yang harus
dijalankan oleh setiap anggota organisasi mulai dari level yang
paling tinggi hingga yang paling bawah guna tercapainya
tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Miller (1998) menekankan lima ciri utama manajemen strategis,
yaitu :
1. Manajemen strategis mengintegrasikan berbagai macam fungsi dalam organisasi.
2. Manjemen strategis berakibat terhadap tujuan organisasi secara menyeluruh.
3. Manajemen strategis mempertimbangkan kepentingan berbagai petaruh (stakeholders).
4. Manajemen strategis berkaitan dengan horizon waktu yang beragam.
5. Manajemen strategis berurusan dengan efisiensi dan efektifitas33.
Manajemen strategis dalam sebuah organiasi merupakan tindakan
keharusan mengingat kebutuhan tumbuh kembangnya organisasi ke depan.
Di samping itu juga tidak terlepas harus adanya keinginan kuat dari
seluruh jajaran anggota organisasi akan keberhasilan organisasinya dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan di awal yang merupakan hasil yang
hendak dicapai (rencana strategis). Tanpa adanya proses manajemen
strategis, sebuah organisasi rasanya sulit berkembang bahkan
kemungkinan besar organisasi tersebut bisa mengalami kebangkrutan. Hal
33 Hendrawan Supratikno, Anton Wachidin Widjaja, Sugiarto, dan Darmadi Darmanto,
Advanced Strategic Management, (Jakarta. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 11
31
ini dikarenakan manajemen strategis bukan hanya berfungsi dalam menata
langkah kinerja organisasi tetapi juga sebagai sebuah pedoman kerja
apabila dalam proses aplikasinya menghadapi kendala baik yang dating
dari internal organiasi maupun yang datang dari lingkungan eksternal
organisasi. Jadi manajemen strategis tentunya juga bersifat mengikat. Lain
daripada itu juga bahwa manajemen strategis sebagaimana pendapatnya
David yang dikutif oleh Hendrawan Supratikno dan kawan-kawan dalam
bukunya “Advanced Strategic Management” menyebutkan bahwa
sekurang-kurangnya ada lima manfaat manajemen strategis yaitu :
Pertama, manajemen strategis melatih setiap orang dan organisasi untuk berpikir secara antisipatif dan proaktif. Kedua, proses penyusunan manajemen strategis mendorong terjadinya komunikasi yang sangat dibutuhkan dalam organisasi. Ketiga, mendorong lahirnya komitmen manajerial. Keempat, proses tersebut melahirkan pemberdayaan staf. Kelima, organisasi yang menerapkan manajemen stratejis, menunjukan kinerja finansial yang baik34.
2. Tahapan-Tahapan Manajemen Strategis
Tahap-tahap manajemen strategis menurut Amrullah dan Sri Budi
Cantika secara garis besar terdiri dari beberapa tahapan berikut ini :
a. Perumusan strategi
b. Implementasi strategi dan
c. Evaluasi atau pengendalian strategi35.
a. Perumusan Strategi
34 Hendrawan Supratikno, Anton Wachidin Widjaja, Sugiarto, dan Darmadi Darmanto, Advanced Strategic Management, (Jakarta. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 12
35 Amrullah dan Sri Budi Cantika, Manajemen Strategik, (Yogyakarta. Graha Ilmu, 2002), Cet. Ke-1, hal. 10
32
Perumusan strategi dalam hal ini adalah proses merancang dan
menyeleksi berbagai strategi yang pada akhirnya menuntut pada
pencapaian misi dan tujuan organisasi. Strategi yang ditetapkan tidak
lahir begitu saja. Diperlukan suatu proses dalam memilih berbagai
strategi yang ada.
Menurut David Aaker, sebagaimana dikutpp oleh H. Kusnadi HMA,
M.Si., terdapat kriteria yang harus diperhatikan dalam merumuskan
atau memilih suatu strategi, yaitu :
1) Strategi harus tanggap terhadap lingkungan eksternal 2) Strategi melibatkan keunggulan kompetitif 3) Strategi harus sejalan dengan strategi lainnya yang terdapat di
dalam organisasi 4) Strategi menyediakan keluwesan yang tepat terhadap bisnis dan
organisasi 5) Strategi harus sesuai dengan misi organisasi dan tujuan jangka
panjang 6) Strategi secara organisasional dipandang layak (wajar)36.
Di samping beberapa kriteria tersebut, terdapat beberapa faktor
berpengaruh yang perlu dicermati dalam menetapkan pilihan strategi.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
1) Kesadaran manajemen tentang strategi perusahaan di masa lalu 2) Persepsi manajerial tentang ketergantungan eksternal 3) Sikap manajemen terhadap resiko 4) Pengaruh kekuatan internal 5) Waktu pemilihan (Timing) 6) Reaksi pesaing37.
“Dalam perumusan strategi termasuk di dalamnya ialah pengembangan
tujuan, mengenai ancaman eksternal, menetapkan suatu objektifitas,
36 Kusnadi, Pengantar Manajemen Strategik, (Malang. Universitas Brawijaya, 2001), edisi
ketiga, hal. 215 37 Amrullah dan Sri Budi Cantika, op.cit. hal. 127
33
menghasilkan strategi alternatif, memilih strategi untuk
dilaksanakan”38. Dalam perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap
untuk memutuskan, memperluas, menghindari atau melakukan suatu
keputusan dalam suatu proses kegiatan dakwah. Teknik perumusan
strategi yang penting dapat dipadukan menjadi kerangka kerja di
antaranya :
1) Tahap input (masukan), dalam tahap ini proses yang dilakukan
ialah meringkas informasi sebagai masukan awal, dasar yang
diperlukan untuk merumuskan strategi dakwah Islam.
2) Tahap pencocokan. “proses yang dilakukan ialah memfokuskan
strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor-faktor
eksternal dan internal”39. Juga pencocokan antara da’I, mad’u
serta metode yang akan diterapkan dalam tahap pelaksanaan.
3) Tahap keputusan. “menggunakan satu macam teknik setelah
diperoleh dari input secara sasaran dalam mengevaluasi strategi
alternatif yang telah diidentifikasikan dalam tahap kedua”40.
Perumusan strategi haruslah selalu melihat ke arah depan
dengan tujuan, peran tujuan sangatlah penting dan mempunyai
andil yang sangat besar.
Sementara itu dalam kaitannya dengan yayasan yang
operasionalisasinya menekankan pada aktivitas dakwah Islam maka
perumusan strategi tentunya haruslah mempertimbangkan asas-asas
38 Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep, (Jakarta. Prenhalindo, 2002), hal. 3 39 Ibid. hal. 183 40 Ibid. hal. 198
34
dakwah itu sendiri. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan nilai akhir
yang hendak dicapai oleh lembaga dakwah (yayasan) dan organisasi
profit (perusahaan). Tetapi, walaupun demikian, memang terdapat
persamaan universal mengenai perumusan strategi ini. Adapun
beberapa asas dakwah yang harus diperhatikan dalam perumusan
strategi ini di antaranya sebagai berikut ;
1. Asas filosofis : asas ini terutama membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau dalam aktivitas dakwah.
2. Asas kemampuan dan keahlian da’I (achievement and profesionalis) : asas ini menyangkut pembahasan mengenai kemampuan dan profesionalisme da’I sebagai subjek dakwah.
3. Asas sosiologis : asas-asas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintah setempat, mayoritas agama di suatu daerah, filosofis sasaran dakwah, dan sebagainya.
4. Asas psikologis : asas ini membahas masalah yang erat hubungannya dengan kejiwaan manusia. Seorang da’I adalah manusia. Begitupun sasaran dakwahnya yang memiliki karakter yang unik. Yakni berbeda satu sama lainnya. Pertimbangan-pertimbangan masalah psikologis harus diperhatikan dalam proses pelaksanaan dakwah.
5. Asas efektifitas dan efisiensi : asas ini maksudnya adalah di dalam aktivitas dakwah harus diusahakan keseimbangan antara biaya, waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, sehingga hasilnya bisa maksimal41.
Dalam mengambil suatu kebijakan strategis mana yang paling tepat
dan benar, perlulah mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan dan penggunaannya. Ini dimaksudkan agar
strategi yang dipilih dan digunakan benar-benar fungsional. Adapun
faktor-faktor itu di antaranya :
41 Samsul Munir Amin, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, (Jakarta. AMZAH, 2008),
hal. 176-177. dan lihat Asmuni Syukir, Dasar-Dasat Strategi Dakwah Islam, (Surabaya. Al-Ikhlas, 1983), hal. 32-33
35
1. Tujuan, dengan berbagai jenis dan fungsinya 2. Sasaran dakwah (masyarakat/individual), dengan segala
kebijakan/politik pemerintah, tingkat usia, pendidikan, peradaban (kebudayaan) dan lain sebagainya.
3. Situasi dan kondisi yang beraneka ragam keadaannya 4. Media dan fasilitas (logistic) yang tersedia, dengan berbagai
macam kuantitas dan kualitasnya. 5. Kepribadian dan kemampuan seseorang da’I/muballigh42.
Selain poin-poin di atas, untuk mencapai strategi yang strategis
pendapat Hisyam Alie yang dikutip oleh Rafi’uddin perlu juga
dikedepankan. Yaitu harus memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Kekuatan, yaitu memperhitungkan kekuatan yang dimiliki dan biasanya menyangkut manusia, dana dan beberapa piranti yang dimiliki.
2. Kelemahan, yaitu memperhitungkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki dan menyangkut aspek-aspek sebagaimana kekuatan.
3. Peluang, melihat seberapa besar peluang yang mungkin tersedia di luar, sehingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos.
4. Ancaman, yaitu memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dari luar43.
b. Implementasi Strategi
Implementasi strategi menurut Asmuni Syukir adalah termasuk
pengembangan budaya dalam mendukung strategi, menciptakan
struktur organisasi yang efektif, mengubah arah, menyiapkan
anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi yang
masuk44.
42 Asmuni Syukir, Dasar-Dasat Strategi Dakwah Islam, (Surabaya. Al-Ikhlas, 1983), hal. 103 43 Rafi’uddin dan Manan Abdul Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung. Pustaka
Setia, 1997), hal. 77 44 Asmuni Syukir, op.cit. hal. 5
36
Implementasi strategi sering pula disebut sebagai tindakan dalam
strategi karena implementasi berarti memobilisasi untuk mengubah
strategi yang dirumuskan menjadi tindakan konkrit. Menetapkan
tujuan, dan melengkapi kebijakan, mengalokasikan sumber daya dan
mengembangkan budaya yang mendukung, strategi merupakan usaha
dalam mengimplementasikan strategi itu sendiri. Implementasi yang
sukses merupakan dukungan disiplin, motivasi dan kerja keras.
Sebagaimana dikemukakan oleh para pakar Reiman “strategi terbagus
sekalipun akan hancur bila diimplementasikan dengan buruk”45.
Berarti implementasi yang sukses adalah tergantung dari kerja sama di
antara fungsionaris dan divisi sebuah organisasi atau lembaga dakwah
itu sendiri. Dalam tahap pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat
membutuhkan komitmen dan kerjasama dari seluruh unit, tingkat dan
anggota organisasi. Tanpa adanya komitmen dan kerjasama dalam
pelaksanaan strategi, maka formulasi dan analisis strategi hanya akan
menjadi impian dari kenyataan. Implementasi strategi bertumpu pada
alokasi dan pengorganisasian SDM yang ditampakkan melalui
penetapan struktur organisasi, mekanisme kepemimpinan yang
dijalankan berikut budaya perusahaan46.
1) Penetapan Struktur Organisasi
Fungsi utama dari sebuah struktur organisasi adalah membantu
dalam mengidentifikasi kegiatan-kegiatan kunci perusahaan
45 Ibid., hal. 5 46 Muhamad Ismail Yusanto dan Muhamad Karebet Widjaja kusuma, Manajemen Strategi
Perspektif Syariah, (Jakarta. Khairul Bayan, 2003), Cet. Ke-1, hal. 92
37
dan cara kegiatan-kegiatan itu dikoordinasikan untuk mencapai
tujuan strategi perusahaan47. Dengan kata lain struktur
organisasi berfungsi untuk mendikte bagaimana cara untuk
mencapai tujuan dan melaksanakan strategi perusahaan.
Untuk mendapatkan struktur organisasi yang paling efektif
sangatlah bergantung dan disesuaikan dangan tuntunan strategi
organisasi atau perusahaan, karena desain organisasi erat
kaitannya dengan kegiatan dan sumberdaya penting
perusahaan. Jika struktur organisasi sesuai dengan perubahan
yang diusulkan di dalam strategi maka akan memudahkan
pengimplementasian strategi dan menunjukkan organisasi
dalam kondisi sangat kuat, namun bila struktur organisasi tidak
sejalan dengan formulasi strategi yang telah ditetapkan akan
sulit untuk diimplementasikan sehingga akan menunjukkan
organisasi dalam kondisi yang lemah.
2) Mekanisme Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam konteks manajemen strategis,
kepemimpinan strategi adalah “kemampuan dalam
mengantisipasi setiap permasalahan yang terjadi, memiliki visi,
mampuh mempertahankan fleksibilitas organisasi, dan dapat
47 Amirullah dan Sri Budi Cantika, Manajemen Strategik, (Yogyakarta. Graha Ilmu, 2002),
Cet. Ke-1, hal. 158
38
memberikan atau mendelegasikan kuasa kepada orang lalin
untuk menciptakan perubahan strategis yang perlu”48.
Adapun tugas pertama yang harus dilakukan oleh pemimpin strategis
dalam implementasi strategi organisasi antara lain meliputi :
a) Menentukan arah strategi organisasi yang mengacu pada pengembangan jangka panjang tujuan strategi organisasi.
b) Memanfaatkan dan mempertahankan sumber daya dan kemampuan yang berguna sebagai sumber keunggulan organisasi.
c) Mengembangkan dan memotivasi sumber daya manusia melalui program pelatihan dan pengembangan SDM guna membangun visi bersama tentang organisasi.
d) Mempertahankan budaya organisasi yang efektif e) Menanamkan etika bisnis dalam budaya organisasi f) Mengembangkan pengendalian organisasi49.
Dan yang terpenting bagi seorang pemimpin, apapun gaya
kepemimpinan yang dianut manajemen perusahaan, harus siap dan
mampuh melakukan transformasi.
3) Budaya Organisasi
Budaya organisasi menurut John L. Pierce dan John W. Newstrom
dalam bukunya “Buku Pintar Manajer Aneka Pandangan
Kontemporer” adalah :
“pola asumsi-asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan suatu kelompok tertentu dalam usaha belajar mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal, dan terbukti cukup sahih dan karenanya diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk memikirkan dan merasakan dalam kaitannya dengan masalah-masalah tersebut”50.
48 Amirullah dan Sri Budi Cantika, op.cit. hal. 165 49 Ibid. hal. 167-168 50 John L. Pierce dan John W. Newstrom, (ed), Buku Pintar Manajer Aneka Pandangan
Kontemporer, (Jakarta. Bina Rupa Aksara, 1996), Cet. Ke-1, hal. 115
39
Setiap organisasi memiliki budaya yang terbentuk. Keberadaan
sebuauh budaya dalam organisasi sangat memberikan peran
yang penting bagi kelangsungan hidup organisasi dan dalam
pelaksanaan strategi organisasi. Budaya dapat menjadi suatu
pengikat sekaligus motivator rasa kebersamaan para anggota
organisasi melalui pemahaman yang sama tentang tata cara dan
batasan perilaku dalam berorganisasi51.
c. Evaluasai atau Pengendalian Strategi
Evaluasi merupakan proses yang cukup krusial dalam meninjau tingkat
keberhasilan dengan cara menilai dan membandingkan capaian kinerja
dengan standar rencana yang telah ditetapkan dalam suatu institusi atau
oraganisasi.
Mengenai arti evaluasi itu sendiri agustinus memberikan pengertian
bahwa “Evaluasi strategi adalah proses mendapatkan informasi
mengenai pelaksanaan rencana-rencana yang telah ditetapkan berikut
kinerjanya serta membandingkan rencana tersebut dengan standar yang
telah ditentukan”52.
Demikian dari definisi di atas memberikan penjelasan bahwa evaluasi
dalam prosesnya terjadi pada dua tahapan yaitu tahap pertama
pengumpulan informasi dan tahap kedua yaitu tahap pembandingan
51 Amirullah dan Sri Budi Cantika, Manajemen Strategik, (Yogyakarta. Graha Ilmu, 2002),
Cet. Ke-1, hal. 172 52 Agustinus Sri Wahyudi, Manajemen Strategik; Pengantar Proses Berpikir Strategik,
(Jakarta. Binarupa Aksara, 1996), hal. 11
40
yang akhirnya berakhir pada titik penilaian dan kembali lagi pada
proses perencanaan strategi apa berikutnya.
Evaluasi merupakan proses akhir dalam implementasi strategi tetapi
sekaligus menjadi proses awal dalam melahirkan strategi baru.
Menurut Amirullah dan Sri Budi Cantika bahwa ada tiga macam
aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi yaitu :
1) Meninjau faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi, adanya faktor eksternal, perubahan yang ada akan menjadi suatu hambatan dalam pencapaian tujuan begitu juga dengan faktor internal yang di antaranya. Strategi yang tidak efektif atau aktivitas implementasi yang buruk dapat berakibat buruk pula bagi hasil yang akan dicapai.
2) Mengukur prestasi (membandingkan hasil yang diharapkan dengan kenyataan), menyelidiki penyimpangan dari rencana, mengevaluasi prestasi individual dan menyimak kemajuan yang dibuat ke arah penyampaian sasaran yang dinyatakan. Kriteria untuk mengevaluasi strategi harus diukur dan dibuktikan. Kriteria yang meramalkan hasil lebih penting daripada kriteria yang diungkapkan apa yang telah terjadi.
3) Mengambil tindakan korektif untuk memastikan bahwa prestasi sesuai dengan rencana. “tindakan korektif diperlukan bila tindakan atau hasil tidak sesuai dengan yang dibayangkan semula atau pencapaian yang direncanakan, maka di situlah tindakan korektif diperlukan”53.
53 Ibid. hal. 104
41
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG
YAYASAN AL-HUDA KOTA BOGOR JAWA BARAT
A. Sejarah Dan Lokasi Yayasan Al-Huda
Yayasan Al-Huda berdiri pada tanggal 1 Jumadats Tsaniyah 1413 H/25
November 1992 M melalui Akte Notaris Anis Husin Abdat, SH. No. 46/1992.
Yayasan tercatat di pengadilan negeri Bogor No. 21/14 Januari 1993. Yayasan
Al-Huda ini adalah sebuah lembaga yang komitmen terhadap ilmu dakwah
Islam berdasarkan aqidah Ahlussunnah Waljama’ah dan Manhaj (jalan) para
salafu shalih (pendahulu umat yang baik)1.
Berdirinya yayasan Al-Huda dipelopori tiga tokoh utama yaitu oleh
Ust. Abdul karim, Ust. Takdir Syamsudin Ali, Ust. Fauzi dan tentunya
bersama-bersama dengan orang-orang yang memiliki kehendak mulia ini2.
Ketiga tokoh ini mendirikan yayasan Al-Huda dilandaskan pada dua hal yang
melatar belakanginya yaitu :
“Pertama, dorongan keprihatinan keadaan kaum muslimin di Indonesia yang masih banyak terpuruk ke dalam kesyirikan, bid’ah, khurafat dan amalan lain yang menyelisihi ajaran Islam. Kedua, keadaan masyarakat muslim Indonesia yang masih banyak terpuruk ke dalam kemiskinan yang menjadi pemandangan paradoksal di tengah negeri yang kaya akan sumber daya alamnya3.
1 Yayasan Al-Huda, “Profil Yayasan”, diakses pada tanggal 25 Maret 2011 dari
http://www.alhuda.or.id 2 Wawancara pribadi dengan ketua yayasan Ust. Eka Sakti Habibulloh Lc. Bogor, 27 Maret
2011 3 Wawancara pribadi dengan ketua yayasan Ust. Eka Sakti Habibulloh Lc. Bogor, 27 Maret
2011
42
Berdasarkan dua faktor di atas, jelaslah bahwa kifrah yayasan Al-Huda
sebagai lembaga dakwah telah sesuai dengan artikulasi tujuan dakwah itu
sendiri. Yaitu mewujudkan terciptanya masyarakat yang relijius di satu sisi
tetapi juga sejahtera di sisi lain. Bukan hanya kehidupan ukhrawi tetapi juga
kehidupan duniawi demikian juga sebaliknya. Pada forsi yang lain, sebagai
bagian dari bangsa Indonesia, yayasan Al-Huda juga turut bertanggung jawab
untuk membantu mencerdaskan bangsa, memperbaiki aqidah dan akhlak
masyarakat serta terus berusaha mengentaskan mereka dari keterpurukan yang
dialami. Tentunya dengan tenaga dan kemampuan yang ada.
Yayasan Al-Huda didirikan berdasarkan asas dan prinsip yang jelas.
yayasan ini berasaskan Islam, beraqidah ahlussunnah waljama’ah dengan
mengikuti pemahaman para salaful ummah, dan berpendapat bahwa mereka
adalah golongan yang paling mengerti dan memahami tentang Islam, sehingga
wajib diikuti. Ini didasarkan pada hadis Imran bin Husain radhiallahu’anhu,
bahwasanya Rasulullah S.A.W. bersabda :
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku, disusul generasi setelahnya, disusul oleh generasi setelahnya”. Imran radhiallahu ‘anhu berkata,”saya tidak tahu pasti, beliau menyebutkan dua generasi berikutnya –setelah generasinya- atau tiga generasi berikutnya”. (lanjutan hadis) “kemudian setelah itu muncul segolongan kaum yang bersaksi tanpa diminta kesaksiannya, berkhianat dan tidak bisa dipercaya, bernadzar dan tidak menunaikannya, dan tubuh-tubuh mereka terlihat banyak dagingnya (gemuk, makan melebihi batas)”. (HR. Al-Bukhari, kitab keutamaan para shahabat). Telah diriwayatkan oleh Irbadh bin Sariyah radhiallahu ‘anhu, ia
berkata :
“Suatu hari Rasulullah SAW. Shalat bersama kami, kemudian beliau menghadapi kami dan memberikan kepada kami wejangan yang sangat
43
jelas, yang membuat air mata berlinang dan menggetarkan hati”. kemudian salah seorang berkata, “wahai Rasulullah, seakan-akan wejangan ini adaalah wejangan perpisahan. Apakah yang engkau wasiatkan kepada kami ?” beliau Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, “saya wasiatkan kepada kalian semua, agar senantiasa bertakwa kepada Allah SWT., mendengar dan mentaati, meski kepada budak hitam Habasyi. Sesungguhnya siapa yang hidup pada zaman setelah aku, ia akan melihat banyak perpecahan, maka hendaklah kalian senantiasa memegang teguh sunnahku dan sunnah para khulafa’urrasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah dengan teguh daan gigitlah dengan gerahammu. Hendaklah kalian menghindari hal-hal baru (dalam agama), karena setiap hal yang baru itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah sesat”. (HR. Abu Dawud dalam Kitab As-Sunnah dan dishahihkan oleh Al-Albani). Di samping itu prinsip yang dipegang teguh sebagai pedoman
pelaksanaan dakwah, tentunya dakwah dalam arti yang seluas-luasnya, ketika
di dalam prosesnya mengalami kesukaran ataupun permasalahan hukum yang
tidak ada nashnya, yayasan merujuk kepada ulama besar ahlussunnah
waljama’ah yang telah disaksikan kepiawaian dalam keilmuan dan tingkat
ketakwaan, berdasarkan kitab-kitab mereka, seperti Imam Abu Hanifah, Imam
Malik bin Anas, Imam Syafi’I, Imam ahli hadis Ahmad bin Hambal, Syaikh
Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim –semoga Allah merahmati
mereka semua- dan yang lainnya dari ulama salaf. Juga kepada para ulama
umat ini yang masih hidup, yang terkenal ketakwaannya dan kebijaksanaannya
di dalam menyikapi berbagai permasalahan. Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami
beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Q.S. An-Nahl : 43)
44
Yayasan Al-Huda benar-benar tidak fanatik kepada salah satu ulama
atau meninggalkan yang lain, pun tidak berpendapat ada seseorang yang
ma’shum (terbebas dari kesalahan) kecuali Rasulullah SAW. Yayasan
meyakini bahwa sikap fanatik dan membatasi diri pada seseorang akan
menjerumuskan ke dalam kesesatan sebagaimana keadaan ahlul bid’ah dan
hizbiyah. Bila mana orang tersebut secara sengaja atau tidak sengaja
terjerumus ke dalam kelalaian dan kesesatan, maka pengikutnya juga akan
sesat.
Yayasan Al-Huda memanfaatkan ilmu dari semua ulama ahlussunnah
waljama’ah yang telah disaksikan tingkat keilmuannya, derajat ketakwaannya,
kebijaksanaannya dan tingkat ittiba (mencontoh) mereka kepada para salaful
ummah4.
B. Visi Dan Misi
Dalam upaya perwujudan maksud dan tujuan yayasan, yayasan Al-
Huda mempunyai visi dan misi sebagai berikut5 :
1. Visi
Terbentuknya masyarakat yang taat beribadah kepada Allah SWT.
berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah menurut pemahaman salafus
shalih hingga yaumul kiamah.
4 Yayasan Al-Huda, “Profil Yayasan”, diakses pada tanggal 25 Maret 2011 dari http://www.alhuda.or.id
5 Yayasan Al-Huda, “Profil Yayasan”, diakses pada tanggal 25 Maret 2011 dari http://www.alhuda.or.id
45
2. Misi
a. Menyebarkan dakwah Islamiyah serta merumputkan manhaj
ahlussunnah waljama’ah.
b. Mendidik generasi muslim yang bertauhid dan beribadah
dengan benar dan berakhlak mulia.
C. Struktur Kepengurusan
Yayasan Al-Huda membentuk kepengurusannya dalam struktural yang
terdiri dari : penasehat utama, Pembina, ketua yayasan, sekretaris dan
bendahara. Sementara struktur di bawahnya, terdiri dari 5 (lima) departemen
yayasan dan 5 (lima) divisi kerja yayasan.
Di antara 5 (lima) departemen tersebut yaitu :
1. Departemen dakwah dan kaderisasi
2. Departemen pendidikan dan pelatihan
3. Departemen sarana dan prasarana
4. Departemen pembangunan dan
5. Departemen sosial
Sementara 5 (lima) divisi di atas adalah :
1. Divisi ma’had dan markaz dakwah
2. Divisi sosial kemasyarakatan
3. Divisi kesehatan
4. Divisi pembangunan sarana ibadah
Untuk posisi penasehat utama dijabat oleh Ustadz Abu Muhammad dan
Ustadz Sarbini M.H.I. sebagai Pembina yayasan.
46
Posisi ketua departemen yayasan dipegang oleh Ustadz Habibullah Lc.
Dengan Usamah bin Harun sebagai sekretaris serta bendahara oleh Edri. Di
departemen dakwah, sebagai ketua dijabat oleh Ustadz Imam Ja’far Lc., wakil
ketua Ustadz Qomarudin, staf khusus Muhammad Zainal Abidin dan ketua
anggota Ahmad Jaiz.
Departemen ini membawahi 2 (dua) divisi yaitu :
1. Divisi dakwah yang menangani kegiatan dakwah dalam bentuk,
khutbah jum’at dan dakwah untuk umum yang diselenggarakan di
masjid-masjid yang dibangun oleh yayasan Al-Huda atau masjid
umum. Kegiatan rutin mingguan atau secara insidentil (kajian
akbar, bedah buku, seminar, talk show, diskusi panel dan lainnya.)
2. Divisi tarbiyah menangani program pembinaan (tarbiyah) secara
berkesinambungan dalam nuansa ilmiah, ruhiah, dan jasadiah. Di
mana hal ini rutin dilakukan setiap minggu sesuai kesepakatan
antara peserta dan Pembina (murabbi). Kegiatan ini lebih dititik
beratkan di wilayah jabodetabek.
Di departemen pendidikan dan pelatihan, Nana Priatna S.Pd. dipercaya
untuk menduduki posisi sebagai ketua. Dan sama halnya dengan departemen
dakwah, departemen pendidikan dan pelatihan inipun membawahi beberapa
divisi. Divisi yang dimaksud yaitu :
1. Pusat pengembangan dan pembinaan sekolah di bawah badan
hukum (BHP Al-Huda) yang merupakan pendidikan formal dari
47
tingkat TKIT sampai perguruan tinggi yaitu, Sekolah Tinggi
Agama Islam Al-Hidayah (STAIA) plus boarding school.
2. Pondok mahasiswa akhawain (pesantren mahasiswa putera). Yaitu
program pesantren mahasiswa, mereka kuliah sambil mondok di
pesantren. Program pendidikan keislaman ini dilakukan secara
intensif dan gratis bagi mahasiswa yang dilaksanakan di asrama.
Program pendidikannya dinamakan PBA (Program Beasiswa Al-
Hidayah) serta program beasiswa pendidikan ke luar negeri
(yaman).
3. Pusat dakwah mahasiswa, yaitu divisi yang menjalankan program
pelatihan guna mendukung program-program pendidikan dengan
mengambil basis SDS (Sumber Daya Insani) berasal dari
mahasiswa umum. Di antara pelatihan berupa : thibbun nabawi,
pelatihan menulis di majalah Gerimis dan Ummatie.
4. MDI (Madrasah Diniyah Islamiyah). Yaitu program khusus anak-
anak SD. Mereka belajar dasar-dasar keislaman dan dasar-dasar
bahasa arab. Mereka dilatih mahir membaca dan menulis al-Qur’an
(membaca dan menghafal).
Sedangkan untuk departemen sarana dan prasarana dijabat oleh Eko
Agus Syauqi S.Th.I., departemen pembangunan oleh Ir. Supriadi dan Ahmad
Fauzi di departemen sosial6.
6 Yayasan Al-Huda, “Profil Yayasan”, diakses pada tanggal 25 Maret 2011 dari
http://www.alhuda.or.id
48
D. Program Kerja
Program utama yayasan Al-Huda disusun berdasarkan analisa
kebutuhan sasaran. Program-program ini dilaksanakan berdasarkan asas
partisifatif dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah yang
sesuai dengan manhaj ahlussunnah waljama’ah.
Ada beberapa program utama yang berjalan selama ini yang menjadi
sasaran utama yayasan dalam pembinaan, dakwah dan pemberdayaan umat
Islam yaitu pembinaan aqidah dan syariah umat Islam (dakwah Islam),
pendidikan di ma’had atau pesantren, pengembangan sumber daya insani
(PSDI) dan pelayanan sosial masyarakat (PSM), Pembangunan sarana ibadah
dan umum.
Adapun aktifitas programnya meliputi :
1. Pembinaan Dakwah Ahlussunnah Waljama’ah
a. Dakwah tarbiyah bagi anggota yayasan Al-Huda
b. Dakwah fardiyah (dakwah secara individu)
c. Pelatihan kemandirian dan keterampilan
d. Pelayanan majelis ta’lim dan khutbah jum’at
e. Safari dakwah dan tabligh akbar
2. Pengembangan Sumber Daya Insani
a. Pendidikan formal tingkat SD sampai dengan perguruan tinggi
(STAIA)
b. Pendirian dan pengembangan pesantren yatim piatu
c. Beasiswa khusus diasramakan di ma’had atau pesantren
49
d. Pelatihan kader da’I dan da’iah
e. Pelatihan quantum teaching
3. Pelayanan Sosial Masyarakat
a. Peduli da’I lapangan atau santunan da’I dan da’iah
b. Layanan pengajian umum di masjid dan perkantoran
c. Santunan sunatan masal anak yatim dan dhuafa
d. Bantuan sosial kemanusiaan seperti bencana alam
e. Pelayanan pengobatan syariah (ruqyah, bekam dll.)
f. Pembangunan pelayanan sarana ibadah seperti masjid dll7.
E. Sarana Dan Prasarana
Dalam melaksanakan syi’ar dakwah Islamiyah yayasan Al-Huda
didukung dengan berbagai sarana dan prasarana yang meliputi :
1. Gedung kantor yayasan
Gedung ini menjadi pusat perencanaan kinerja yayasan. Gedung
kantor ini terdiri dari 2 (dua) lantai. Di bagian lantai pertama
terdapat ruangan yang dikhususkan bagi setiap mereka yang
berkunjung ke yayasan termasuk orang tua wali yang hendak
mengunjungi putera/puteri mereka yang tengah menempuh
pendidikan baik di SMPIT, SMAI dan STAIA, sementara di lantai
2 (dua) untuk ruang kerja yayasan.
7 Yayasan Al-Huda, “Profil Yayasan”, diakses pada tanggal 25 Maret 2011 dari http://www.alhuda.or.id
50
2. Masjid
Program bantuan atau pembangunan masjid sebagai pusat kegiatan
umat menjadi salah satu program kerja utama. Bantuan yang
didirikan oleh yayasan dalam pembangunan sarana ibadah dan
pusat kegiatan ibadah umat meliputi seluruh biaya pembangunan
dari awal hingga akhir.
Dari masjid-masjid yang telah dibangun oleh yayasan Al-Huda di
beberapa wilayah itulah yang dijadikan sarana dakwah dari masjid
ke masjid oleh para aktivis dakwah baik yang tergabung menjadi
pengurus yayasan atau mereka para alumni pondok yang hidupnya
berkifrah sebagai da’I atau juru dakwah.
Sesmentara masjid yang ada di area yayasan yaitu ada 2 (dua).
Masjid pertama di sebelah gedung siaran radio Fajri FM dan yang
kedua terletak sekitar 200M sebelah utara kantor yayasan Al-Huda
atau tepatnya terletak di dalam areal pondok pesantren putera
(Akhawain). Masjid yang kedua ini digunakan oleh para santri atau
peserta didik pondok pesantren putera untuk belajar ilmu agama
yang menjadi program pondok pesantren.
3. Pondok pesantren mahasiswa (pondok akhawain)
Pondok ini dibangun untuk program pesantren mahasiswa. Mereka
kuliah sambil mondok di pesantren. Program pendidikan keislaman
ini dilaksanakan secara intensif dan gratis bagi mahasiswa.
Program pendidikannya kemudian dinamakan Program Beasiswa
51
Al-Hidayah (PBA) serta program beasiswa pendidikan ke luar
negeri (Yaman) bagi mereka yang berprestasi dan memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan.
4. Pondok pesantren puteri (pondok akhawat)
Untuk pondok pesantren puteri, gedungnya terletak 200M di
sebelah selatan gedung yayasan. Gedung pesantren puteri ini seperti
halnya pesantren putera di atas.
5. Kantor majalah Ummatie dan majalah Gerimis
Untuk kantor majalah Ummatie dan majalah Gerimis diterbitkan
satu bulan satu kali. Majalah-majalah ini dijadikan sebagai media
dakwah lewat tulisan (da’wah bi al-qalam) oleh yayasan Al-Huda.
Ini dibuat demi menyebarkan ajaran-ajaran Islam yang benar
kepada masyarakat luas dan tentunya juga sebagai counter isu-isu
yang bergulir di tengah-tengah masyarakat.
6. Gedung penyiaran radio Fajri FM
Gedung penyiaran radio Fajri FM ini letaknya masih di dalam area
yayasan. Radio Islam Fajri 99.3 FM adalah nama sebutan stasiun
radio Islam di udara dari PT. Radio Fajri Imani. Yaitu sebuah
lembaga penyiaran swasta yang bersifat komersil berbentuk badan
hukum yang bidang jasanya penyiaran radio.
PT. Radio Fajar Imani didirikan berdasarkan akte Notaris Nadilah,
SH. No. 1,- tanggal 20 Juli 2006 dan telah mendapatkan
52
pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui
surat keputusan W8-00305 HT.01.01 pada tanggal 30 Januari 2007.
Radio Islam Fajri 99.3 FM didirikan berdasarkan kebutuhan umat
Islam Indonesia kepada pemahaman Islam yang benar yang sesuai
dengan apa yang Rasulullah SAW ajarkan. Dan kebutuhan
informasi di era teknologi yang cepat dan akurat (khususnya
informasi dunia Islam baik lokal maupun internasional) dengan
penyajian informasi yang mendidik, bermanfaat dan penting
diketahui oleh pendengar.
7. Toko kitab, obat-obatan herbal dan lain-lain
Toko yang dimiliki yayasan berada di dalam komplek yayasan
tepatnya di depan gedung Fajri FM.
8. Taman Kanak-kanak Islam Terpadu (TKIT)
Berlokasi di kota batu Ciomas Bogor.
9. Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT)
SDIT Al-Hidayah didirikan oleh yayasan Al-Huda pada bulan Juli
tahun 2001. SDIT ini berlokasi di Pemda Cibinong Bogor tepatnya
di Jl. KSR. Dadi Rusmayadi Kel. Tengah, Kec. Cibinong, Kab.
Bogor.
SDIT Al-Hidayah memperoleh pengesahan operasional melalui
keputusan kepala dinas pendidikan kabupaten Bogor No.
421.1/506/Disdik/2002, pada tanggal 13 Februari 2002. Pada tahun
2005 SDIT Al-Hidayah resmi terakreditasi dengan predikat “B”
53
oleh Badan Akreditasi Sekolah kabupaten Bogor melalui sertifikat
akreditasi No.006/BAS-Kab.2/2005. Pada tanggal 24 Februari
2005. Pada tahun 2008 SDIT Al-Hidayah resmi terakreditasi
dengan predikat “A’ oleh BAN-SM Provinsi Jawa Barat melalui
sertifikat akreditasi No.02.00/441/BAP-SM/XI/2008, pada tanggal
25 November 2008.
10. Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT – Islamic
Boarding School)
Sarana pendidikan SMPIT terletak di Jl. Raya Cimanglid – Ciapus
Purnama Desa Sukamantri Kec. Tamansari Kab. Bogor.
SMP Islam Boarding ini didirikan atas dasar kesadaran akan
kewajiban untuk memperkenalkan anak-anak kepada ajaran Islam
yang sebenarnya, berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-
Sunnah, bertauhid dan menjauhkan diri dari kesyirikan,
kemaksiatan dan penyimpangan-penyimpangan yang merajalela
saat ini. SMP Islam Boarding merupakan salah satu solusi dari
pemecahan masalah tersebut, dengan tidak mengenyampingkan
ilmu pengetahuan umum sebagai faktor penting yang harus
dikuasai saat ini.
Tidak sebagaimana di kebanyakan sekolah, pada umumnya
membiarkan penyimpangan dan kemaksiatan baik dalam ilmu
pengetahuan umum terlebih lagi urusan agama, maka SMP Islam
Boarding HASMI menjadi pilihan tepat untuk menghindari
54
kekurangan itu (di antara sedikit sekali sekolah yang
memperhatikan hal tersebut).
11. Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI) puteri
Gedung asrama SMA Islam Puteri berada di alamat yang sama
dengan SMPIT di atas. Kurikulum SMA ini mengikuti kurikulum
KTSP (Diknas) yang dimodifikasi dengan SMAIPH. Sekolah ini
mempunyai program-program unggulan sebagai berikut :
- Keputrian
- Tahfidz
- Komputer
- Bahasa Arab dan Bahasa Inggris
- Belajar mandiri
Di samping itu, SMA Islam puteri ini menerapkan sistem di mana
setiap kelas, 1 (satu) wali kelas dan 1 (satu) pengasuh.
12. Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hidayah (STAIA)
STAIA berlokasi di Dermaga Ciomas Bogor. STAIA ini
terakreditasi Badab Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-
PT) dengan No.SK: 018/BAN-PT/Ak-XI/S1/VIII/2008.
55
BAB IV
ANALISA DAKWAH YAYASAN AL-HUDA BOGOR
PERSPEKTIF MANAJEMEN STRATEGIS
A. Perumusan Manajemen Strategi Dakwah Yayasan Al-Huda
Sebelum beranjak pada pembahasan perumusan strategi dakwah
yayasan Al-Huda, pada termin ini penulis akan menyajikan hasil analisa
mengenai faktor-faktor penting yang menjadi pijakan dalam proses perumusan
strategi itu sendiri. Faktor-faktor tersebut membahas mengenai situasi dan
kondisi lingkungan internal dan eksternal lokasi operasional yayasan Al-Huda.
Adapun faktor-faktor yang dimaksud lebih dikenal dengan analisis SWOT.
Hal ini dimaksudkan agar bisa mendapatkan poin-poin penting dalam upaya
analisa komparasi kesesuaian strategi yang telah dirumuskan oleh yayasan
untuk mencapai tujuannya dengan kemampuan yang dimiliki oleh yayasan itu
sendiri.
Demikian penjelasan mengenai pendekatan analisis SWOT tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Analisis Internal – Strength (Kekuatan)
Yang dimaksud dengan kekuatan adalah elemen-elemen penting
yang mampuh menopang eksistensi yayasan dalam menjalankan roda
organisasinya. Kekuatan di sini bisa saja muncul dari dalam tetapi juga
bisa datang dari luar yayasan.
56
Mengenai unsur-unsur yang menjadi kekuatan yayasan penulis
klasifikasikan pada 4 (empat) hal yaitu :
a. Kekuatan yang bersumber dari manusia baik pengurus, tenaga
pengajar, para ustadz (da’i) atau yang lebih dikenal dengan
kekuatan Sumber Daya Manusia/Insani (SDM/SDI).
b. Kekuatan yang muncul dari dukungan sarana dan media dakwah
c. Kekuatan jaringan (mitra dakwah) dan
d. Kekuatan materil atau sumber daya materil
Keempat unsur tersebut semuanya satu sama lain saling berkaitan
dan saling mendukung. Kesuksesan program dakwah yayasan tanpa
ditopang atau jika saja salah satu dari keempat unsur tersebut hilang, maka
program yayasan bisa dipastikan tidak akan berjalan secara maksimal
(efektif) sehingga hasilnya akan berada dalam posisi stagnan.
Adapun penjelasan mengenai kekuatan yang bersumber dari
keempat unsur di atas dari hasil penelitian penulis berdasarkan data
observasi dan interview di lapangan adalah sebagai berikut :
a) Kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam sumber daya manusia ini adalah keseluruhan pengelola
yayasan berikut di dalamnya tenaga pengajar di lembaga-
lembaga pendidikan baik formal maupun informal yang berada
di bawah naungan yayasan. Tidak hanya terpusat pada
individu-individu yang hanya menjabat pada posisi penting
dalam struktural. Dan penulis kategorikan sebagai da’I
57
walaupun memang ada di antara mereka yang tidak secara
khusus berprofesi sebagai tenaga pengajar atau mubaligh
seperti tenaga administrasi dan tenaga-tenaga official lainnya.
Karena, secara tidak langsung mereka telah ikut andil dalam
keberlangsungan proses dakwah.
Dari sisi sumber daya manusia (da’i) yayasan Al-Huda
diperkuat oleh :
1. Para tenaga yang mayoritas lulusan perguruan tinggi baik
dalam negeri maupun lulusan Timur Tengah khususnya
Yaman. Begitu juga mereka keumumannya pernah
mengenyam pendidikan di pesantren.
2. Para pengurus mempunyai kedisiplinan yang cukup tinggi
dalam menjalankan tugas masing-masing.
3. Para individu tenaga pengurus memiliki semangat atau
motivasi yang tinggi dalam berdakwah terutama berkaitan
dengan manhajiyah dan penegakkan syariah Islam. Yaitu,
tegaknya masyarakat Islami yang sesuai dengan al-
Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful
ummah dan tegaknya khilafah.
4. Tertanam kuat dalam setiap individu pengurus spirit
untuk menegakkan syariah Islam sebagai pedoman kerja
mereka.
58
5. Ahlus sunnah waljama’ah di tengah mayoritas
masyarakat muslim Indonesia sudah menjadi pengetahuan
umum bahwa itu jalan (manhaj) Islam yang benar atau
dengan bahasa lain, cara berislam yang semestinya
diikuti.
6. Memiliki banyak peserta didik yang mampuh menjadi
kader da’I baik yang dididik di lembaga pendidikan yang
dimiliki yayasan maupun peserta didik yang dikirim ke
Timur Tengah khususnya Yaman.
7. Masih banyak donatur yang peduli ikut andil dalam
aktifitas melalui cara menyumbangkan atau menyisihkan
sebagian hartanya untuk perjuangan Islam.
b) Kekuatan sarana dan media dakwah
Dari sisi sarana dan media dakwah yayasan memiliki sarana
dan media yang bisa memberikan daya sebagai modal aktivitas
dakwah yang akan dilaksanakannya. Demikian sarana dan
media dakwah yang dimiliki oleh yayasan sebagai berikut :
1. Yayasan memiliki stasiun radio. Tepatnya radio FAJRI
FM.
2. Yayasan memiliki sarana pendidikan informal yaitu
pondok pesantren laki-laki (akhawain) dan pondok
pesantren puteri (akhawat). Di mana ini merupakan
sarana regenerasi kader da’I untuk masa depan dengan
59
penempaan peserta didik dengan materi-materi
keagamaan.
3. Yayasan memiliki lembaga pendidikan formal mulai dari
tingkat TK hingga perguruan tinggi.
4. Yayasan mampuh menerbitkan buku-buku Islami,
vcd/dvd yang berisikan e_book Islami.
5. Yayasan memiliki media dakwah cetak yaitu majalah
GERIMIS dan UMMATIe.
6. Selain media dan sarana yang dimiliki oleh yayasan,
media publik/jejaring sosial seperti internet, menjadi
kekuatan tersendiri yang dimanfaatkan oleh yayasan. Hal
ini bisa terbukti dengan website yang dimiliki oleh
yayasan yang dengan website itu masyarakat bukan hanya
bisa mengakses informasi tentang yayasan tetapi juga bisa
mendapatkan keterangan-keterangan mengenai ajaran
Islam yang ditulis oleh para Ustadz yayasan.
7. Masjid-masjid yang dibangun oleh yayasan di berbagai
tempat dalam fungsinya sebagai pusat spiritual kegiatan
umat bisa dijadikan sarana jaringan dakwah dalam
menempa kehidupan mereka baik dari aspek duniawinya
terlebih aspek ukhrawinya.
60
c) Kekuatan jaringan (mitra dakwah)
Pada persfektif jaringan, yayasan mempunyai banyak mitra.
Jaringan yang dibangun oleh yayasan adalah para alumni
peserta didik dan juga jamaah-jamaah masjid yang dibangun
oleh yayasan di beberapa daerah dan juga para donatur dari
dalam maupun luar negeri serta organisasi atau instansi dakwah
di luar yayasan yang mempunyai pemahaman dan tujuan yang
sama.
d) Kekuatan materil atau sumber daya materi
Biaya operasional yang diperoleh yayasan bersumber dari :
- Pengelolaan dana zakat, infaq dan shadaqah
- Hasil dari penjualan buku-buku, majalah, dan obat-obatan
herbal dll.
- Infaq (iuran) dari peserta didik.
- Sumbangan khusus dari donatur baik dalam maupun luar
negeri.
- Bantuan pemerintah Kabupaten Bogor dll.
2. Analisis Internal – Weaknes (Kelemahan)
a. Tidak memiliki lembaga keuangan yang dibangun dalam
mengakomodasi aktivitas ekonomi anggota yayasan dan jamaah.
b. Kurang berimbangnya mengenai perhatian khusus dalam
pengembangan dan pembinaan masyarakat bawah dalam kehidupan
ekonomi dan kemandiriannya.
61
c. Kesan lebih tertutup sehingga lebih cenderung sebagai kelompok
dalam kelompok sehingga dapat membangun kesan negatif di tengah
masyarakat.
d. Belum maksimalnya dalam pemanfaatan teknologi sebagai media
dakwah.
e. Tidak adanya sarana ataupun aktivitas pelatihan skill individu peserta
didik (santriwan/santriwati) untuk menopang kemandirian mereka
kelak sudah terjun di tengah-tengah masyarakat.
3. Analisis Internal – Opportunity (Peluang)
a. Semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi yang saat ini
menjadi jendela dunia dapat menjadi peluang besar jika dimanfaatkan.
b. Masjid-masjid yang dibangun oleh yayasan bisa dijadikan pusat
dakwah Islam dan juga pusat kegiatan lain yang mampuh mendorong
ke arah perbaikan kehidupan jamaah dari sisi kehidupan duniawi tidak
hanya sebatas kegiatan ibadah rutin (ukhrawi) saja.
c. Dengan kelompok-kelompok jamaah yang sudah menjadi jamaah tetap
dalam berbagai daurah yang diadakan oleh para ustadz yayasan dan
jamaah tetap para alumni yang berprofesi menjadi da’I, dapat
dijadikan mitra dalam berdakwah dan juga membangun kelompok-
kelompok usaha sehingga keseimbangan bisa terpenuhi.
d. Seperti halnya di atas telah disebutkan bahwa ahlusunnah waljamaah
merupakan manhaj yang mayoritas masyarakat Indonesia yakini
sebagai manhaj yang benar dalam Islam, maka peluang yayasan yang
62
menetapkan tujuan akhirnya membentuk masyarakat Islami yang
bermanhajkan ahlusunnah waljamaah, adalah peluang bagi yayasan
dalam menyampaikan ajaran Islam di mana kesesatan dan
kemusyrikan yang oleh yayasan dipandang masih mewarnai keislaman
sebagian besar masyarakat.
4. Analisis Internal – Threats (Ancaman)
a. Arus globalisasi dan liberalisasi yang berdampak pada fenomena
budaya masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh penguasa pasar dan
media informasi.
b. Kecenderungan budaya popular (pop culture) yang mengarah kepada
keharusan gaya hidup.
c. Godaan komersialisasi industry dakwah yang dapat memperburuk citra
dan menjauhkan nuansa dakwah dari substansi dan pesan Islami yang
sebenarnya.
d. Persaingan yang semakin maju seiring pada perkembangan zaman
pada saat ini.
Dalam perputaran roda organisasi sebuah hambatan bisa dikatakan
adalah bagian daripada problematika yang niscaya dialami oleh setiap
organisasi. Begitupun dengan yayasan Al-Huda, dalam mewujudkan visi
dan misi serta tujuan fungsional dakwahnya sampai saat ini masih
menemui hambatan di dalamnya. Seperti halnya diungkapkan oleh ketua
yayasan di sela-sela wawancara, bahwa yayasan masih menghadapi
beberapa hambatan di antaranya :
63
“Sebenarnya kita ingin melakukan hal yang lebih besar dari yang
sudah kita jalankan selama ini tapi harus diakui bahwa dana kerap
kali menjadi kendala dan tentunya juga keadaan masyarakat
sekarang ini yang semakin kompleks terkait zaman yang sudah
berubah ini1.
Sementara yang dikatakan oleh Ust. Ja’far yaitu :
“Perbedaan pemahaman baik soal akidah maupun khilafiyah,
karena klenik (tahayul, perdukunan dan sihir) masih dipraktekan
sebagian masyarakat kita, bahkan dibungkus dengan nama Islam
seperti ilmu hikmmah, karomah dll. Serta kurang pahamnya
masyarakat terhadap perbedaan yang asas dan cabang2.
Dari ungkapan di atas bahwa kendala yang dihadapi yayasan
hingga saat ini adalah :
1. Minimnya dana operasional
2. Keyakinan masyarakat yang cukup kuat.
Demikian gambaran mengenai kondisi internal dan eksternal
menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi oleh
yayasan Al-Huda.
Beranjak pada pembahasan pokok mengenai perumusan strategi
dakwah yayasan Al-huda. Strategi menurut pendapatnya Samsul Munir Amin
1 Wawancara pribadi dengan Ust. Eka Sakti Habibullah , Lc., Bogor, 27 Maret 2011 2 Wawancara pribadi dengan Ust. Imam Ja’far, Lc., Bogor, 21 April 2011
64
dalam bukunya “Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam” yang dikutip dari
pendapatnya Syamsul Munir, bahwa strategi dakwah, ialah3 :
“Konsep rencana yang menjadi pedoman pergerakan dakwah Islamiyah demi mencapai tujuan secara tepat dan benar”. Artinya, bahwa kegiatan dakwah yang hendak dilaksanakan sebelumnya telah terkonsep di dalam sebuah rencana yang ditetapkan secara bijaksana dengan penuh pertimbangan kekuatan internal dan apresiasi kebutuhan serta respon atas tantangan eksternal. Seperti yang telah disebutkan oleh Asmuni Syukir bahwa, strategi dakwah artinya metode, siasat, taktik atau manuver yang dipergunakan dalam aktivitas (kegiatan) dakwah. Konsep rencana strategis berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan
dakwah di mana seorang aktivis dakwah bisa melaksanakan dakwah secara
tepat dan benar. Tepat artinya, ia harus bisa menjawab masalah yang sedang
dihadapi oleh umat dan membawa kepada kondisi yang lebih baik. Mampuh
membahasa bumikan pesan-pesan ajaran Islam tetapi bisa dipertanggung
jawabkan ke langit. Benar artinya, cara penyampaian pesan dakwah sesuai
dengan yang diperintahkan di dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Merujuk pada definisi serta pendapat di atas demikian juga didasarkan
pada sifat mutlak daripada perencanaan itu sendiri yang ditetapkan di awal
kinerja oleh individu atau organisasi, dalam hal ini kaitannya dengan strategi
dakwah yayasan Al-Huda, maka pertanyaannya adalah; seperti apakah strategi
yayasan Al-Huda sebagai organisasi institusi institusi dakwah dalam
menjalankan visi dan misi agar tujuan dakwah yang hendak dicapai oleh
yayasan Al-Huda itu tercapai.
3 Samsul Munir Amin dalam buku Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam dikutif dari buku
dan pendapatnya Asmuni Syukir, Strategi Dakwah Islam, (Surabaya. Usaha Nasional, 1983), hal. 176
65
Untuk menuju pemembahasan tentang isi rumusan strategi dakwah
yayasan Al-Huda, baiknya di sini penulis ungkapkan kembali apa visi dan
misi yayasan Al-huda yang menurut penulis merupakan induk daripada
strategi yayasan itu sendiri. Adapun itu adalah sebagi berikut :
a. Visi
“Terbentuknya masyarakat yang taat beribadah kepada Allah SWT
berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah menurut pemahaman salafus
shalih hingga yaumul kiamat”.
b. Misi
1 Menyebarkan dakwah Islamiyah serta merumputkan manhaj
ahlussunnah waljamaah.
2 Mendidik generasi muslim yang bertauhid dan beribadah
dengan benar dan berakhlak mulia4.
Jika visi dan misi yayasan Al-Huda yang disebutkan di atas dipadukan
dengan lebih sederhana menunjukan bahwa intinya adalah “membentuk
masyarakat Islami yang bermanhajkan ahlussunnah waljamaah menurut
pemahaman ulama salaful ummah”. Inilah yang menjadi patokan utama
penulis menganalisa strategi dakwah yang dijalankan oleh yayasan.
Yayasan dengan analisa lingkungan operasinya bahkan lebih luas lagi,
memandang bahwa keadaan kaum muslimin sekarang ini masih banyak yang
terpuruk. Keterpurukan kaum muslimin ini dialami bukan hanya masalah
urusan duniawi saja tetapi juga masalah urusan agama. Dalam urusan dunia,
4 Yayasan Al-Huda, “Profil Yayasan”, diakses pada tanggal 25 Maret 2011 dari http://www.alhuda.or.id
66
tidak sedikit kaum muslimin hidup dalam jurang kemiskinan. Sementara
dalam urusan agama (ukhrawi) masih banyak yang terpuruk ke dalam
kesyirikan, bid’ah, khurafat dan amalan lain yang menyelisihi ajaran Islam.
Problematika inilah yang menjadi pijakan pokok perumusan strategi dakwah
yang sekaligus menjadi faktor yayasan ini berdiri. Seperti ditulis dalam profil
yayasan :
“Keadaan kaum muslimin di Indonesia yang masih banyak terpuruk
ke dalam kesyirikan, bid’ah, khurafat dan amalan lain yang
menyelisihi ajaran Islam serta terpuruk ke dalam kemiskinan5”
Di samping itu, pandangan mengenai problematika ini pernah dimuat
dalam majalah UMMATIe yang menyatakan bahwa pokok atau pangkal
permasalahan yang dialami oleh kaum muslimin sekarang ini hakikatnya ada
dua yaitu :
1. Tidak adanya negara Islam, baik lokal maupun internasional
(khalifah), yaitu negara yang menegakkan syariat Islamiyah
sebagai satu-satunya sumber dari semua perundang-undangan dan
peraturan.
2. Dominasi ‘Jalesat’ (kejahilan, kelengahan dan kesesatan) umat
terhadap kehidupan ini6.
Di sisi lain, budaya luar Islam yang datang dari barat terhadap tubuh
umat Islam seiring derasnya arus globalisasi juga menjadi kekhususan
5Yayasan Al-Huda, “Profil Yayasan”, diakses pada tanggal 25 Maret 2011 dari
http://www.alhuda.or.id 6 Red. “Panduan Dakwah: Gerakam Kebangkitan,” Majalah UMMATie, edisi 03/Thn. II
Oktober-November 2008. Hal. 33
67
masalah tersendiri. Maka, ketika umat lebih banyak yang tidak paham aqidah
dan manhaj yang benar maka globalisasi lebih banyak negatifnya (mudhorot-
nya)7.
Setelah mengikuti beberapa aktivitas dakwah (daurah) dan didasarkan
atas pandangan yang telah disebutkan di atas serta didukung oleh beberapa
materi penelitian yang ditemukan oleh penulis, fokus dakwah yayasan
terkonsentrasi lebih pada perbaikan aqidah umat Islam. Adapun dalam
menanggulangi itu semua tiada lain jalan keluarnya adalah berislam sesuai
dengan al-Qur’an dan sunnah sesuai pemahaman para ulama salafus shalih
atau para ulama terdahulu yang diakui keshalihannya dan menentang bid’ah
(kesesatan) serta tahayul atau khurafat yang selama ini banyak bercampur
aduk pada keyakinan masyarakat muslim. Demikian yang terungkap dari
pandangan Ust. Habibulloh, Lc., mengatakan :
“perbedaan pemahaman baik soal aqidah maupun khilafiyah, karena
klenik (tahayul, perdukunan dan sihir) masih dipraktekkan sebagian
masyarakat kita, bahkan dibungkus dengan nama Islam seperti ilmu
hikmah, karomah dll. Serta kurang pahamnya masyarakat terhadap
perbedaan yang asas dan cabang”8.
Demikian pula yang disampaikan oleh Ustadz Muhammad Sarbini
M.H.I. dalam ceramah yang beliau paparkan :
“Usung kemurnian, yakni tentang pentingnya menjaga kemurnian dalam berdakwah menegakkan Kalimat Tauhid, menggali kemurnian dengan merenungi, mempelajari, mendalami dan semangat ketika
7 Wawancara pribadi dengan Ust. Imam Ja’far, Lc., Bogor, 21 April 2011 8 Wawancara pribadi dengan Ust. Eka Sakti Habibullah, Lc., Bogor, 27 Maret 2011
68
mendakwahkannya, dikarenakan tidak ada keselamatan tanpa kemurnian dan tidak ada kejayaan tanpa kemurnian. Allah SWT menjanjikan kejayaan bagi orang-orang yang berpegang kepada kemurnian”9. Sementara itu, untuk menyerukan ajaran Islam yang benar sesuai
dengan al-Qur’an dan sunnh secara efektif dengan didasarkan pada
konsekwensi keyakinan bahwa sumber problematika umat adalah dominasi
jalesat (kejahiliyahan, kelengahan, dan kesesatan), maka ajaran Islam yang
merupakan isi daripada dakwah yang disampaikan haruslah benar tetapi juga
tepat.
Adapun berkaitan dengan strategi yang dijalankan oleh yayasan dalam
menyampaikan ajaran Islam yang benar demi terwujudnya masyarakat Islami,
maka yayasan berpegang pada dua strategi utama yaitu :
1. Dakwah yang dijalankan harus dakwah yang benar
2. Dakwah yang dijalankan harus dengan cara yang benar
Kedua strategi di atas, mengandung poin-poin penting yang
merupakan sub strategi atau strategi turunan. Adapun itu sebagai berikut :
1. Dakwah yang dijalankan harus dakwah yang benar
a. Ilmu yang benar
Dari perspektif keilmuan yang menjadi bekal para “da’I” saat
ini, rupanya yayasan memandang tidak sedikit yang masih
tercampur aduk dengan hal-hal yang dapat dipandang sudah
tercampuri oleh ajaran-ajaran yang sebenarnya tidak
9 Ust. Sarbini, M.H.I. (Penasehat utama yayasan) “Kandungan Strategi Dakwah,” Tabligh
Akbar di Masjid Raya Bogor, Bogor, 5 Maret 2010
69
disyariatkan (diajarkan) oleh rasul Saw. Atau jelasnya, jauh
dari kemurnian.
Bekal keilmuan yang seharusnya di miliki oleh seorang da’i
adalah ilmu sirotulmustaqim, jejak rasulullah dan para
sahabatnya, manhaj ahlusunnah waljamaah yang asli. Manhaj
rabbani yang benar-benar sunah dan tidak tercemarkan oleh
campur tangan kotor manusia. Ini dimaksudkan bahwa seorang
da’I bertujuan untuk meluruskan aqidah umat Islam sesuai
dengan kifrahnya. Karena jika saja ilmu yang dikuasai oleh
seorang da’I sudah tercampur dengan hal-hal yang
menyimpang dan mampuh membuat dirinya terjerumus pada
perbuatan musyrik, maka ketika ia menyerukan kepada
masyarakat, yang terjadi bukanlah pelurusan aqidah umat tetapi
sebaliknya yaitu penyesatan. Oleh karena itu seorang da’I
harus menimbang keilmuannya dengan kebenaran syariat
sebelum ia mendakwahkannya di tengah-tengah masyarakat.
b. Mauidzah
Yang dimaksud dengan mauidzah di sini adalah nasihat-nasihat
dan pengingatan yang terus menerus. Strategi pelaksanaan
dakwah ini tersurat dalam firman Allah :
70
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. An-Nahl : 125)
c. Tarbiyah
Penanaman prinsip-prinsip dan pemahaman-pemahaman Islam
secara mendalam serta pembimbingan penerapannya. Tarbiyah
juga diartikan ‘Tazkiyah’ yaitu pembersihan jiwa.
d. Amar ma’ruf nahi mungkar
Allah SWT berfirman :
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
e. Keteladanan (qudwah)
Yaitu contoh-contoh hidup para da’I sehubungan dengan
penerapan ilmu-ilmu yang dipelajari.
Allah SWT berfirman :
71
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab : 21)
Karena itu para da’I pun harus menjadi teladan (setelah
Rasulullah SAW) bagi para mad’u (orang yang diseru/sasaran
dakwah).
f. Penjelasan-penjelasan tentang kesesatan manhaj ahlul bid’ah
dan musuh-musuh Islam serta makar-makar mereka, agar kaum
muslimin tidak tertipu makar-makar musuh-musuhnya secara
terus menerus di dalam setiap penyampaian dakwah.
Allah SWT berfirman :
Artinya: “Dan Demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas
jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa. (Q.S. Al-An-Am : 55)
Artinya: “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. Al-Maidah : 49)
72
Artinya: “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika mereka berkata kamu mendengarkan Perkataan mereka. mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka Itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (Q.S. Al-Munafiqun : 4)
2. Dakwah yang dijalankan harus dengan cara yang benar
a. Mengemukakan tauhid sebagai dasar semua subtansi dakwah.
Allah swt berfirman:
Artinya: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Q.S. An-Nahl : 36) kemudian Ittiba (pengikutan) kepada Rosulullah saw.
Allah swt berfirman :
73
Artinya: “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Imran : 31)
b. Pelaksanaan dakwah yang terorganisir
Misi ini adalah misi yang sangat berat dan tidak mungkin
dilaksanakan tanpa berjama'ah dan terkoordinasi. Rasulullah
saw pum telah melaksanakan dakwah beliau dengan amal
jama'i bersama para sahabatnya. Bukan dengan sendirian,
misalnya dengan berpindah-pindah dari satu tempat lainya
menyeru manusia pada agama Islam tanpa kesinambungan
akan tetapi beliau menentukan tempat pusat dakwahnya,
menugaskan para sahabatnya dengan tugas-tugas dakwah dan
mengkoordinasikan mereka menerima dakwah belliau dengan
sistem hijrah ke Madinah. Allah swt telah mengisyaratkan
pentingnya hal ini dalam firman-nya:
Artinya: “….dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maidah : 2)
c. Merangkul para mad'u yang sudah menerima seruan dakwah
dalam suatu keterikatan yang mulia terus dibina dan bersama-
sama meneruskan dakwah. Hal ini sangat penting untuk mereka
yang sudah menerima dakwah yang benar. Sebab hidup
74
sendirian tanpa kebersamaan di tengah-tengah kondisi yang
tidak kondusif ini, akan sangat sulit baginya untuk mem-
pertahankan prestasi Islami yang didapat dari dakwah itu,
apalagi untuk menambah prestasi tersebut.
d. Berhikmah
Berhikmah di sini adalah aktivitas dakwah yang dilaksanakan
harus dengan ilmu dan cara sebaik-baiknya sesuai dengan
kondisi dan pola berpikir mad'u10.
B. Implementasi Strategi Dakwah Yayasan Al-Huda
Tahap pelaksanaan program merupakan salah satu proses paling
penting dalam menjalankan strategi yang telah dirumuskan. Tanpa adanya
pelaksanaan yang efisien dan efektif, rencana itu tidak akan menghantarkan
pada tujuan atau keberhasilan lembaga dakwah. Yayasan Al-Huda dengan
tetap pada prinsip-prinsip aqidah dan syariah yang diyakini sesuai dengan
manhaj ahlussunnah waljamaah dan juga tetap mempertimbangkan aspek
efisiensi dan efektifitas, ia menyusun programnya berdasarkan analisa
kebutuhan sasaran. Program-program ini dilaksanakan atas dasar partisipatif.
Rencana Strategis (RENSTRA) yang telah disusun oleh yayasan Al-
Huda, dalam implementasinya penulis gambarkan melalui empat mekanisme
teknis yaitu : strukturisasi kepengurusan, alokasi sumber daya materil (dana),
dan pembinaan sumber daya manusia/insani (PSDM/I), pemanfaatan media
10 Wawancara Pribadi dengan Ust. Imam Ja’far, Lc., Bogor, 21 April 2011
75
dan pelayanan sosial masyarakat serta pengembangan budaya yayasan. adapun
jelasnya sebagai berikut :
1. Strukturisasi kepengurusan
Sebagai langkah awal efisiensi dan efektifitas kinerja, yayasan
mengorganisir para pengurusnya dengan menyusun kepengurusan yang
disesuaikan dengan kebutuhan yayasan. Adapun struktur yayasan terdiri
dari :
Penasehat Utama
Pembina
Ketua Departemen Yayasan
Ketua
Sekretaris
Bendahara
Departemen Dakwah
Departemen Pendidikan
Departemen Pembangunan
Departemen Sosial
Divisi Kerja Yayasan
Divisi Ma'had dan markaz dakwah
Divisi Sosial Kemasyarakatan
Divisi Kesehatan
Divisi Pembangunan Sarana Ibadah
76
2. Alokasi sumber daya materil (dana)
Sumber daya materi, bagi suatu organisasi merupakan salah satu
kebutuhan mutlak layaknya kebutuhan sumber daya manusia. Sumber
daya manusia yang berkualitas dan mumpuni sekalipun tanpa ditopang
oleh sumber daya materi, maka sulit roda yayasan itu bisa berjalan
normal dan maksimal. Begitupun sebaliknya, sumber daya materi yang
berlimpah tanpa didukung oleng sumber daya manusia yang kredibel,
maka kinerja oraganisasi tidak akan efisien.
Yayasan Al-Huda dalam mengupayakan terpenuhinya sumber daya
materil sebagai modal operasional dalam mencapai tujuannya, yayasan
memaksimalkan potensi yang ada di tengah-tengah masyarakat dan
badan usaha yang dimiliki oleh yayasan itu sendiri. Adapun itu :
1. Hasil penjualan buku, majalah, obat-obatan herbal dll.
2. Pengelolahan dana zakat, infaq dan shadaqah.
3. Sumbangan dana khusus dari donatur yang sifatnya tidak
mengikat.
4. Sumbangan dari pemerintah.
5. Sumbangan dari luar negeri yang halal.
Satu hal yang disayangkan di sini, sekalipun yayasan telah mempunyai
lembaga pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah dan sejenisnya,
yayasan belum mempunyai lembaga keuangan yang sanggup
mengakomodir segala macam bentuk aktivitas ekonomi (muamalah)
seluruh anggota yayasan dan juga jamaah pada umumnya. Lembaga
77
keuangan tersebut bisa saja berbentuk koperasi syariah atau lebaga lain
yang fungsinya lebih dari sekedar lembaga profit seperti Baitul mal
wattamwil (BMT) yang bukan hanya bisa mengakomodir aktivitas
ekonomi anggota dan juga masyarakat tetapi juga bisa mengelola dana
zakat, infaq, shadaqah dan lain sebagainya.
Lembaga keuangan di atas memiliki potensi yang sangat besar jika
dimanfaatkan oleh yayasan sebagai salah satu upayanya untuk
mengusahakan sumber pendanaan (biaya) operasionalisasi dakwahnya.
Hal ini mengingat bahwa yayasan mempunyai jaringan jamaah yang
cukup banyak dan luas.
6. Pembinaan sumber daya manusia (SDM) dan pemanfaatan media serta
pelayanan sosial.
Dalam aktivitas pembinaan sumber daya manusia atau insani, program-
program yang telah dan tengah berjalan hingga kini meliputi :
1. Pembinaan dakwah ahlussunnah waljamaah
a. Dakwah tarbiyah bagi anggota yayasan Al-Huda
Yaitu program pembinaan (tarbiyah) secara berkesinambungan
dalam nuansa ilmiyah, ruhiyah dan jasadiyah, di mana hal ini
dilakukan rutin setiap minggu sesuai kesepakatan antara peserta
dan pembina (murabbi). Program ini biasanya dilaksanakan
terpusat di tiga masjid utama yang terletak di lingkungan
yayasan. Adapun ketiga masjid itu adalah: Masjid At-tauhid,
Masjid Ali bin Abi Thalib, dan Masjid As-Sa'adah. Muatan
78
materi yang diberikan adalah pendidikan tauhid ahlussunnah
waljamaah, fiqh dan hadis serta tahsin al-Qur'an. Ini
dilaksanakan setelah selesai shalat jama'ah maghrib.
b. Dakwah fardiyah (Dakwah Secara Individu)
Majelis ta’lim diadakan di tengah masyarakat untuk masyarakat
yang tinggal di sekitar yayasan.
c. Pelatihan kemandirian dan keterampilan
d. Pelayanan majelis talim dan khutbah jumat
Pelayanan di sini maksudnya adalah penyediaan yayasan untuk
sumber daya da’I jika masyarakat membutuhkannya baik dalam
program pengajian rutin seperti majelis ta’lim ataupun khutbah
jumat.
e. Safari dakwah dan tabligh akbar
Program safari dakwah biasanya diadakan oleh yayasan Al-Huda
satu kali dalam satu bulan. Pelaksanaannya bukan hanya di area
yayasan saja tetapi juga di daerah-daerah lain baik di daerah
bogor, jakarta, bekasi dan di masjid-masjid yang dibangun oleh
yayasan di beberapa tempat dengan bekerja sama dengan para
pengurusnya begitu juga dengan para aktivis dakwah yang telah
menjadi mitra yayasan.
2. Pengembangan sumber daya insani
a. Pendidikan formal tingkat SD s/d Perguruan tinggi (STAIA).
b. Pendidikan dan pengembangan pesantren yatim piatu.
79
c. Beasiswa khusus diasramakan di ma'had atau pesantren
Yaitu program kafalah yatim atau pemberian jaminan biaya
hidup bagi anak yatim dan pendidikan selama 6 tahun atau
setingkat SDIT. Di mana anak yatim tersebut diberikan santunan
beasiswa diasramakan (pesantren yatim terpadu). Batuan ini
diberikan bagi:
1. Anak yatim miskin yang tidak punya sandaran orang tua.
2. Anak yatim dan dhuafa yang miskin dan tidak mampu
Adapun jenis bantuan tersebut berupa :
1. Santunan biaya hidup selama 6 tahun di asrama
2. Santunan biaya pendidikan terpadu formal dan informal
3. Pinjaman modal usaha untuk ibu/ wali anak yatim
4. Hadiah bingkisan dan prestasi anak
5. Bimbingan belajar dan pendidikan agama full time
d. Pelatihan kader da'i dan da'iyah
e. Pelatihan Quantum Teaching
3. Pemanfaatan media
Mengenai pemanfaatan media dakwah di sini sebagaimana telah
berulang-ulang disebutkan sebelumnya, media yang digunakan oleh
yayasan Al-Huda meliputi sarana ibadah yang dibangun melalui
pendanaan yayasan, pendidikan formal dan informal, media massa
baik melalui radio ataupun majalah dan juga buku-buku Islam serta
media digital. Adapun itu :
80
1. Sarana ibadah
Sarana ibadah yang digunakan sebagai media untuk
penyampaian dakwah di sini adalah masjid-masjid yang telah
dibangun oleh yayasan. Yayasan di sini bukan hanya sekedar
memberikan bantuan dana pendirian saja tetapi juga
membangun kemitraan dalam berdakwah serta perluasan
kelompok jamaah di mana masjid itu dibangun.
2. Sarana pendidikan formal dan informal
Sarana pendidikan formal dan informal di sini digunakan
sebagai wahana kaderisasi melalui pendidikan pesantren dan
sekolah umum mulai dari tingkat taman kanak-kanak (TK)
hingga perguruan tinggi dengan modifikasi kurikulum-
kurikulum yang mengacu pada penanaman keislaman dalam
diri setiap peserta didik.
3. Media massa
Begitupun dalam media massa yang digunakan oleh yayasan
untuk menyampaikan dakwah Islamiyahnya telah disebutkan
sebelumnya. Adapun itu di antaranya; Radio Fajri FM,
majalah GERIMIS dan UMMATIe, buku-buku Islam, dan
cd/dvd yang berisikan materi-materi keislaman.
4. Pelayanan sosial masyarakat
Mengenai pelayanan sosial yang telah terprogram dan dilaksanakan
oleh yayasan di antaranya :
81
1. Pelayanan pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah dan
sejenisnya.
2. Peduli da'i lapangan atau santunan da'i dan da'iyah
3. Layanan pengajian umum di masjid dan perkantoran
4. Santunan sunatan massal anak yatim dan dhuafa
5. Bantuan sosial kemanusiaan seperti bencana alam
6. Pelayanan pengobatan syariah (ruqyah, bekam dll)
7. Pelayanan pembangunan sarana ibadah seperti masjid dll.
4. Pengembangan budaya yayasan
Dalam pengembangan budaya yang diciptakan dalam lingkungan
yayasan, yayasan Al-Huda mengacu pada landasan dasar dan semangat
ruhiyah yang harus dimiliki oleh setiap individu yang tergabung dalam
peraturan tubuh kepengurusan yayasan. Di samping itu, yaitu guna
menciptakan kesadaran penuh pada diri pengurus dalam kifrahnya
sebagai seorang da’I yang mengemban kewajiban pemberian contoh
kepada mad’u atau muda’I (objek dakwah) dalam keteladanan (qudwah).
Asumsi-asumsi dasar yang coba diciptakan oleh yayasan di atas dalam
menempa kelompoknya tercermin dalam program pembekalan ilmiyah,
ruhiyah dan keharusan perilaku jasadiyah atau perilaku sehari-hari di
lingkungan yayasan.
Dalam semangat ilmiyah, mereka terus dibekali oleh keilmuan-keilmuan
Islam baik mengenai aqidah, syariah, ibadah ataupun muamalah melalui
ceramah keislaman setiap selesai pelaksanaan shalat berjamaah atau
82
yang lebih dikenal dengan istilah kultum (kuliah tujuh menit) dan
melalui kajian rutin yang dilaksanakan satu kali dalam satu minggu di
tiga masjid di lingkungan yayasan sebagaimana telah disebutkan di atas.
Yayasan menempa kelompoknya ini bukan hanya semata untuk
pembekalan tetapi juga menjadi wahana untuk saling mengingatkan,
menjaga semangat penegakkan syariat Islam dalam tubuh kelompok dan
terus mencoba membangkitkan semangat untuk mencari ilmu yang bisa
tertanam pada setiap individu pengurus yang pada akhirnya diharapkan
menjelma menjadi budaya kelompok yayasan.
Dari asumsi di atas yang coba untuk terus dibudayakan oleh yayasan
sehingga diharapkan menjadi semangat ruhiyah suatu kelompok dengan
timbulnya keyakinan yang kuat, spirit kerja yang tinggi berdasar pada
ajaran Islam ahlussunnah waljamaah yang sesuai dengan pemahaman
para ulama salafus shalih (Islam yang murni).
Semangat jasadiyah yang dimaksud adalah praktek perilaku keseharian
di lingkungan yayasan. Budaya ini coba diciptakan mengarah pada
kedisiplinan dalam kaitannya dengan peraturan yayasan dan
implementasi ajaran yang diyakini oleh yayasan dalam prakteknya di
kehidupan sehari-hari.
Gambaran mengenai hal ini selain bisa dilihat dari kedisiplinan jam kerja
yayasan, juga bisa kita temui di lapangan dengan praktek budaya uluk
salam dan berjabat tangan satu sama lain ketika bertemu, keharusan
melakukan shalat berjamaah walaupun tanpa adanya sanngsi yang
83
berlaku bagi yang tidak melaksanakannya, tutur bahasa yang baik, sikap
yang ramah dan sopan serta saling menghargai satu dengan yang
lainnya. Selain daripada itu, tidak kalah pentingnya adalah rasa
kebersamaan yang terlihat seperti layaknya saudara.
Demikian itu semua praktik budaya yang tercipta di yayasan Al-Huda
berdasar gambaran ril yang penulis temukan berdasarkan fakta di
lapangan.
C. Evaluasi dan Pengendalian Strategi Dakwah Yayasan Al-Huda
Evaluasi yang dilaksanakan oleh yayasan al-Huda, ditetapkan dalam
musyawarah pengurus. Seabagaimana yang dikatakan oleh Ustadz Imam
Ja'far, Lc . Bahwa:
“Evaluasi biasanya dilaksanakan oleh yayasan di dalam rapat (musyawarah) kerja yayasan dan ini tergantung pada masalah atau program apa yang harus di evaluasi dalam rapat (musyawarah). Karena tidak semua hal di evaluasi oleh semua pengurus utama yayasan. Masalah tersebut ada yang di evaluasi oleh pengurus utama yayasan seperti ketua yayasan, sekretaris, bendaraha dan ketua-ketua departemen. Ini di adakan biasanya untuk memecahkan masalah yang sifatnya tidak terduga (darurat) dan juga mengenai program-program besar yayasan. Selain itu ada evaluasi yang di selesaikan hanya di tingkat departemen dan juga divisi. Ini dilaksanakan di tingkat departemen dan divisi yang bersangkutan”11. Bertumpu pada penjelasan di atas, bisa dipahami bahwa evaluasi
dalam tahapan pencarian informasi pengurus utama berpijak pada hasil
laporan dari setiap departemen dan juga divisi.
11 Wawancara pribadi dengan Ust. Imam Ja’far, Lc., Bogor, 21 April 2011
84
Demikian pula pada tahap pengukuran prestasi dan pengambilan
tindakan korektif sebagai proses pengendalian (control) terhadap masalah
yang dihadapi atau ditemui dan dievaluasi bergantung pada tingkatan program
itu sendiri.
Adapun dalam proses evaluasi kinerja yang telah dilaksanakan dan
perumusan strategi baru sebagai tindakan korektif (control), yayasan
menempuh penyelesaiannya melalui jalan musyawarah, yaitu :
a. Musyawarah tingkat pimpinan.
Musyawarah ini dilaksanakan ketua yayasan dan ketua-ketua
departemen. Musyawarah tingkat ini biasanya diadakan setiap
sebulan satu kali.
b. Musyawarah tingkat departemen dan divisi.
Sebagaimana disebut di atas, musyawarah tingkat ini hanya
diselesaikan pada tingkat pengurus departemen atau divisi.
Tentunya, obyek yang di evaluasinyapun sesuai program masing-
masing departemen atau divisi. Dan dari sisi waktu ini biasanya
dilakukan setiap kali akhir bulan menjelang musyawarah
pinpinanan.
c. Musyawarah darurat
Musyawarah di sini ditempuh jika ada masalah yang memang
dianggap penting diselesaikan. Karena jika tidak dipecahkan akan
berpengaruh pada efektifitas kinerja dan ini sifatnya tidak pasti.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian penulis di lapangan yang berpijak
pada data-data yang ada, penulis berkesimpulan bahwa :
1. Yayasan Al-Huda merupakan lembaga sosial integratif yang
cenderung menganut model lini – operasional. Di mana lalu lintas
kekuasaan di lembaga tersebut mengalir dari pucuk pimpinan yaitu
ketua yayasan langsung kepada para koordinator unit-unit
departemen dalam yayasan.
2. Perumusan strategi yang dijalankan, yayasan berpijak pada cara
ulama-ulama terdahulu (salafus shalih) yang terangkum dalam dua
strategi utama yaitu dakwah yang benar dan cara berdakwah yang
benar. Adapun dakwahnya terkonsentrasi melalui dunia pendidikan
formal dan non formal sebagai wahana kaderisasi, pemanfaatan
media massa dan dakwah individual serta bantuan sosial
3. Dakwah yayasan Al-Huda meliputi dakwah melalui lisan (da’wah
bil-lisan), tulisan (da’wah bil-qalam) dan tindakan (da’wah bil-
hal). Tetapi berkaitan dengan strategi yang dirumuskan oleh
yayasan lebih terpusat pada penekanan da’wah bil-lisan (batiniyah)
tidak seimbang dengan pembangunan lahiriyah-pembangunan
86
ekonomi umat (da’wah bil-hal). Sehingga tidak sepenuhnya bahwa
dakwah yang dijalankan menjawab kondisi umat saat ini.
4. Evaluasi kesesuaian prestasi kerja dengan strategi yang telah
dirumuskan dan perancangan strategi baru dewan pengurus puncak
berpijak pada laporan dari setiap departemen atau divisi dan diukur
atau dievaluasi dalam rapat atau musyawarah.
B. Saran
Dalam kaitannya dengan masyarakat sekarang ini, kiranya ada
beberapa hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan yayasan dalam
menjalankan aktivitas dakwahnya sebagai saran dari penulis, yaitu :
1. Adanya keseimbangan
Keseimbangan di sini merujuk pada dua aspek yaitu duniawi dan aspek
ukhrawi. Adalah betul dakwah nabi Muhammad yang mula-mula
ditanamkan pada tubuh masyarakat mekah adalah dakwah tauhid baru
kemudian perbaikan tarap kehidupan masyarakat ketika beliau hijrah
ke madinah. Hanya saja dakwah yang berjalan adalah dakwah di
tengah-tengah masyarakat muslim. Maka, alangkah baiknya disamping
memperkuat tauhid umat juga berjalan beriringan mencoba
memperbaiki kehidupan duniawi mereka. Tentunya, dengan
kemampuan yang dimiliki.
2. Pembentukan lembaga keuangan yang bisa mengakomodir kebutuhan
aktivitas ekonomi jamaah khususnya anggota yayasan. Yang selain itu
87
juga dapat berfungsi sebagai salah satu sumber penghasilan untuk
kebutuhan modal operasional yayasan.
3. Perlu adanya pembekalan khusus bagi peserta didik mengenai skill
individunya yang dapat menopang kemandirian kehidupannya kelak
jika ia terjun di tengah-tengah masyarakat. Jadi, peserta didik yang
ditujukan sabagai kader da'i bukan hanya belajar ilmu agama semata
tetapi juga belajar kemandirian.
4. Harus adanya alat ukur penilaian dalam proses evaluasi prestasi kerja
sehingga dapat merumuskan kembali strategi baru sebagai tindakan
korektif dan pengendalian (control).
88
DAFTAR PUSTAKA Azizy, A. Qodri. MELAWAN GLOBALISASI Reinterpretasi Ajaraan Islam (Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004 Cet. V Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah. Jakarta: PRENADA MEDIA, 2004 Amin, Samsul Munir. Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam. Jakarta: AMZAH, 2008 B.N. Marbun. Kamus Manajemen. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Cahyono, Imam buku Menjinakan Metakuasa Global ; Suara Indonesia Untuk Globalisasi Yang Lebih Adil. Pada Thema Membangun Indonesia: Revitalisasi Visi dan Strategi Menghadapi Globalisasi. Jakarta: LP3ES, 2008 Dermawan, Andy dkk. (ed), Metodologi Ilmu Dakwah. Yogyakarta: LESFI, 2002 Faqih, Mansour. Pentingnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist Press, 2003 Yakan, Fathi. Bagaimana Kita Memanggil Kepada Islam. Alih Bahasa: Dra. Chadidjah Nasution. Jakarta: Bulan Bintang, 1978 Gazalba, Sidi. Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi & Sosiografi. Jakarta: Bulan Bintang, 1976 Buku I Ghazali, M.Bahri. Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu, 1997 Gitasudarmo, Indriyo. Manajemen Strategis. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2001, Edisi Pertama Hasan, Muhammad Tholhah. Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan Zaman. Jakarta: Lantabora Press, 2003, Cet. Keempat J. Spillane, James. Neoliberalisme. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2004
89
J. Moloeng, Lexi. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008 Cet. XXV Lubis, M. Solly. Umat Islam Dalam Globalisasi. Jakarta Gema Insani Press, 1997 Mickletwait, Jhon dan Wooldrige, Adrian. Masa Depan Sempurna dan Janji Globalisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002 Ma’ruf, Luis. Kamus Munjid. Beirut: Darul Masyrid, 1986 Cet. XXVI Machfoeld, M.A. Filsafat Da’wah Ilmu Da’wah dan Penerapannya. Jakarta: Bulan Bintang, 1975 Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Asfeknya. Jakarta: UI Press, 2001 Jilid I Nawawi, Hadari. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. Yogyakarta: Ghajah Mada University Press, 2005 Omar. M. Toha Yahya. Islam dan Dakwah. Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002 Purnomo, Setiawan Hari dan Zulkieflimansyah. Manaejemen Strategi Sebuah Konsep Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI, 1999 Qaradhawi, Yusuf. Umat Islam Menyongsong Abad Ke-21. Solo: Intermedia, 2001 Reksohadiprodjo, Sukanto. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1992, edisi 5 R. Jauch, Lawrence & F. Glueck, William. Manajemen Stategis dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta: Erlangga, 1988 Rafi’uddin dan Djalil, Manan Abdul. Prinsip dan Strategi Dakwah. Bandung: Pustaka Setia, 1997 R. David, Fred. Manajemen Strategi Konsep. Jakarta: Prenhalindo, 2002 Sudjiono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada, 1987
90
Singarimbun, Masri dan effendi, Sofian. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES, 1995 Cet. Ke I Shihab, M. Quraish. “Membumikan” Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 2004 Suriani. Upaya Membumikan Nilai-Nilai Kisah Nabi Hud AS. Dalam Qur’an. The Media Of Social And Cultural Comunication (CMM). Ciputat, 2005 Steinner, George. Dan Minner, John. Manajemen Stratejik. Jakarta: Erlangga, 2002 Syukri, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983 Yusuf, M. Yunan dalam buku Metode Dakwah, Tim Penulis Rahmat Semesta. Center For Dakwah, Education, Law, Social, and Economic Studies. Forum Komunikasi Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana UIN Syahida. Jakarta: Prenada Media, 2006