daftar isi - gresikkabjdih.gresikkab.go.id/wp-content/uploads/2017/01/perda_3... · web...
TRANSCRIPT
APERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR 03 TAHUN 2002
TENTANG
POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GRESIK
Menimbang : Bahwa dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Guna
mewujudkan tertib Pengelolaan Keuangan Daerah yang bertanggung jawab dan
pasti, maka perlu adanya ketentuan Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah yag diatur dalam suatu Pemerintahan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-udang Nomor 12 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur juncto Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Surabaya dan
Daerah Tingkat II Surabaya;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 60 Tambahan Lembara Negara
Nomor 3839);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
70 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pajak dan Retribusi Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4021);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 204, Tambaha Lembaran Negara
Nomor 2024);
9. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknis Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang.
Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Peresiden
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70);
10. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 14,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3930);
11. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pengadaan Barang.
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN GRESIK
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG POKOK-
POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah, adalah kabupaten Gresik;
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah bersama Perangkat Daerah Otonom
lainnya sebagai Badan Eksekutif Daerah;
3. Kepala Daerah, adalah Bupati Gresik;
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Gresik;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Badan Legislatif Daerah Kabupaten Gresik;
6. Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah adalah pedoman dasar mengenai
pengelolaan Keuangan Daerah;
7. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak
dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah;
8. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang Daerah untuk menampung
seluruh Pendapatan dan Belanja Daerah yang dimiliki atau dikuasai Daerah;
9. Pemegang Kas Daerah adalah Bendaharawan Untuk Daerah;
10. Pemegang Kas adalah setiap orang yang ditunjuk selaku bendaharawan
diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka
pelaksanaan APBD di setiap Unit Kerja Pengguna Anggaran Daerah;
11. Penerimaan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode
tahun anggaran tertentu;
12. Pengeluaran Daerah adalah seua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu;
13. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu yang menjadi hak Daerah;
14. Aset Daerah adalah seluruh kekayaan Daerah baik yang diperoleh hasil
pembelian dari APBD maupun yang dihasilkan dari sumbangan pihak ketiga
atas barang yang dipisahkan maupun tidak dipisahkan dari kekayaan Daerah;
15. Barang daerah adalah semua barang berwujud milik Daerah yang berasal dari
pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD
dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sa
16. utang daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Daerah sebagai akibat
penyerahan uang, barang dan atau jasa kepada Daerah atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
17. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang menjadi hak daerah atau kewajiban
pihak lain kepada Daerah sebagai akibat penyerahan uang, barang dan atau
jasa kepada Daerah atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
18. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah
menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga
Daerah tersebut dibebani untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit
jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan;
19. Belanja Daerah adalah semua pengeluaran kas Daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu yang menjadi beban Daerah;
20. Pembiayaan Daerah adalah transaksi keuangan Daerah yang dimaksud untuk
menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah;
21. Rencana anggaran satuan kerja yang selanjutnya disingkat RASK adalah
rencana kegiatan yang dibuat oleh Dinas/Lembaga/ Satuan Kerja Daerah
berdasarkan hasil survay dan selanjutnya diajukan kepada Kepala Daerah;
22. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD
adalah suatu Rencana Keuangan Tahunan Daerah yang ditetapkan
berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah;
23. Rekening Kas Daerah adalah tempat penyimpanan sebagian atau seluruh Kas
Daerah.
BAB II
AZAS UMUM PENGELOLAAN DAN PEJABAT PENGELOLA
KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Azaz Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 2
Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat pada Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan dengan memperhatikan keadilan dan kepatutan.
Pasal 3
APBD merupakan dasar pengelolaan Keuangan Daerah dalam tahun anggaran
tertentu.
Pasal 4
Tahun fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sama dengan tahun fiskal
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 5
(1) Semua penerimaan dan pengeluaran Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD;
(2) APBD, perubahan APBD dan Perhitungan APBD ditetapkan dengan
Peraturan Daerah dan merupakan Dokumen Daerah.
Pasal 6
APBD disusun dengan pendekatan kinerja Pemerintah Daerah.
Pasal 7
Dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan
dalam jumlah yang cukup.
Pasal 8
(1) Jumlah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur
secara rasinal yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan pada tahun
anggaran yang bersangkutan;
(2) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi
untuk setiap jenis belanja pada tahun anggaran yang bersangkutan;
(3) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas
beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk
membiayai pengeluaran tersebut;
(4) Dalam APBD dapat dialokasikan dana cadangan;
(5) Perkiraan sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu dicatat sebagai saldo awal
pada APBD tahun berikutnya, sedangkan realisasi sisa lebih perhitungan
APBD tahun lalu dicatat sebagai saldo awal pada perubahan APBD;
Pasal 9
(1) Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak tersangka
disediakan dalam bagian anggaran tersendiri;
(2) Pengeluaran yang dibebankan pada pengeluaran tidak tersangka adalah untuk
penanganan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak tersangka
lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
Pemerintah Daerah.
Pasal 10
Semua transaksi Keuangan Daerah baik penerimaan maupun pengeluaran tunai
dilaksanakan melalui Kas Daerah.
Bagian Kedua
Pejabat Pengelola Keuangan daerah
Otorisasi, Ordonator, Comtable dan Tugas & Fungsi
Pasal 11
(1) Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan umum Pengelola Keuangan
Daerah;
(2) Kepala Daerah menyelenggarakan kekuasaan umum pengelolaan keuangan
Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
(1) Dalam rangka melakukan kewajibannya dalam pengelolaan Keuangan Daerah
seagaimana dimaksud pasal 11 ayat (1). Kepala Daerah dapat mendelegasikan
kewenangannya kepada sekretaris Daerah dan atau perangkat pengelola
keuangan Daerah;
(2) Agar untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana diamksud ayat (1) Bupati
dapat membentuk lembaga pengelola Keuangan Daerah.
Pasal 13
(1) Kepala Daerah menetapkan terlebih dahulu para Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah dengan Keputusan untuk dapat melaksanakan anggaran;
(2) Pemegang Kas tidak boleh merangkap sebagai Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah lainnya.
BAB III
PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Bagian Pertama
Anggaran Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah
Pasal 14
(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setiap tahun ditetapkan dengan
Peraturan Daerah selambat-lambatnya sebelum tahun anggaran berakhir;
(2) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah selambat-lambatnya tiga bulan sebelum tahun anggaran
berakhir;
(3) Perhitungan Anggara Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun
anggaran yang bersangkutan;
(4) Pedoman tentang pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan
Keuangan Daerah serta tata cara penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah pelaksanaan tata usaha keuangan Daerah dan penyusunan
perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
a. Pendapatan Daerah;
b. Belanja Daerah;
c. Pembiayaan.
(2) Selisih lebih Pendapatan Daerah terhadap Belanja Daerah disebut surplus
anggaran;
(3) Selisih kurang Pendapatan Daerah terhadap Belanja Daerah disebut defisit
anggaran;
(4) Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus/defisit anggaran.
Pasal 16
(1) Pendapatan Daerah dirinci menurut kelompok pendapatan yang meliputi
pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah;
(2) Setiap kelompok pendapatan dirinci menurut jenis pendapatan. Setiap jeis
pendapatan dirinci menurut rincian obyek pendapatan;
(3) Belanja Daerah terdiri dari bagian belanja aparatur Daerah dan Bagian Belanja
pelayanan publik;
(4) Masing-masing bagian belanja sebagaimana dimaksud ayat (3) dirinci
menurut kelompok belanja yang meliputi belanja administrasi umum, belanja
operasional dan pemeliharaan serta belanja modal;
(5) Pembiayaan dirinci menurut sumber pembiayaan yang merupkaan Penerimaan
Daerah dan Pengeluaran Daerah.
Pasal 17
Kode rekening pada tiap Tahun Anggaran disusun menurut macam dan jenis
keuangan yang dimiliki daerah.
Pasal 18
(1) Pencampuran antara Penerimaan dan Pengeluaran dalam pengurusan
Keuangan Daerah tidak diperkenankan;
(2) Jika pada satuan unit kerja terdapat penerimaan dan pengeluaran, maka
penerimaan dan pengeluaran tersebut dianggarkan dalam APBD pada kode
rekening tersendiri.
Pasal 19
(1) Segala penerimaan yang merupakan hak Daerah harus dibukukan sebagai
pendapatan Daerah pada kode rekening pendapatan dan segala pengeluaran
yang merupakan Kewajiban Daerah dibukukan pada kode rekening Daerah
pada Anggaran yang bersangkutan;
(2) Penerimaan kas yang berasal dari hasil penjualan dan atau ganti rugi pelepasan
hak aset daerah yang dipisahkan dibukukan pada kelompok pembiayaan jenis
penerimaan Daerah, obyek penjualan aset daerah yang dipisahkan;
(3) Penerimaan pinjaman daerah dalam APBD dianggarkan pada kelompok
pembiayaan, jenis, penerimaan daerah, obyek pinjaman obligasi sesuai dengan
jumlah yang akan diterima dalam tahun anggaran berkenaan.
Pasal 20
(1) Setiap Obyek, jenis dan kelompok anggaran harus dijelaskan dalam kolom
penjelasan dan apabila terdapat perbedaan dalam anggaran tahun lalu maka
harus dijelaskan sebab-sebab perbedaannya;
(2) Dalam ruang penjelasan seterusnya diberikan perincian yang jelas dari suatu
pos, keterangan tentang sumber penerimaannya, demikian juga mengenai
maksud pengeluarannya.
Bagian Kedua
Proses Penyusunan APBD
Pasal 21
(1) Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-
sama DPRD menyusun APBD berdasarkan arah dan kebijakan umum yang
telah ditetapkan berdasarkan Renstra dan PJM;
(2) Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) pasal ini, Pemerintah Daerah menyusun strategi dan prioritas APBD;
(3) Berdasarkan strategi dan prioritas APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) pasal ini dan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan keuangan
Daerah, Pemerintah Daerah menyiapkan rancangan APBD.
Pasal 22
(1) Proses penyusunan APBD meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
a. Perumusan kebijakan umum APBD antara Pemerintah Daerah dan DPRD;
b. Pembahasan skala prioritas antara Pemerintah Daerah dan DPRD;
c. Penyusunan rancangan APBD dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan atau
DPRD berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Pembahasan rancangan APBD dilakukan oleh Pemerintah Daerah
bersama-sama DPRD;
e. Penetapan APBD dengan Peraturan Daerah.
(2) Persetujuan DPRD atas Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
dilakukan dalam rapat paripurna yang terbuka bagi masyarakat;
(3) Pemerintah Daerah dapat menyiapkan Rencana Proyek Multi Tahunan sebagai
dasar penyusunan APBD.
Pasal 23
(1) Bupati menyampaikan rancangan APBD kepada DPRD untuk mendapat
persetujuan;
(2) DPRD dapat menyetujui seluruh atau sebagian rancangan APBD sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini;
(3) Apabila DPRD hanya menyetujui sebagian rancangan APBD sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, Pemerintah Daerah berkewajiban
menyempurnakan atau melengkapi kembali rancangan APBD tersebut;
(4) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan APBD sebagaimana dimaksud
ayat (1) Pemerintah Daerah menggunakan APBD tahun sebelumnya sebagai
dasar pengurusan Keuangan Daerah.
Bagian Ketiga
Perubahan APBD
Pasal 24
Perubahan APBD dilakukan sehubungan dengan :
a. Kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah bersifat
strategis;
b. Penyesuaian akibat tidak tercapainya target penerimaan Daerah yang
ditetapkan;
c. Terjadinya kebutuhan yang mendesak;
Pasal 25
(1) Pemerintah Daerah dapat mengajukan perubahan Anggaran secara parsial
untuk hal-hal yang sangat mendesak tanpa mengorbankan yang telah
direncanakan dan ataupun mengadakan penyesuaian berdasarkan keadaan
anggaran berjalan, mendahului penetapan dan pengesahan Perubahan
Anggaran Daerah;
(2) Perubahan Anggaran Daerah parsial harus dengan perseujuan DPRD, untuk
selanjutnya dimasukkan sepenuhnya kedalam perubahan APBD defisit.
BAB IV
PELAKSANAAN APBD
Bagian Pertama
Penerimaan dan Pengeluaran APBD
Pasal 26
(1) Penerimaan APBD tahun anggaran adalah semua penerimaan uang yang
dimasukkan dalam Kas Daerah dan semua perhitungan yang merupakan
penerimaan APBD yang dilakukan antara bagian-bagian anggaran selama
tahun anggaran yang bersangkutan;
(2) Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat, potongan, bunga,
jasa giro atau nama lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan
barang dan jasa serta penyimpanan dan atau penempatan uang Daerah
merupakan Pendapatan Daerah;
(3) Semua Penerimaan Daerah disetor sepenuhnya pada waktunya ke Rekening
Kas Daerah dengan kewajiban memberitahukan dan
mempertanggungjawabkan kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk;
(4) Setiap Perangkat Daerah yang mempunyai tugas memungut atau menerima
Pendapatan Daerah wajib melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi
pendapatan tersebut;
(5) Kepala Daerah menjaga semua peraturan penetapan lainnya mengenai
Pendapatan Daerah dilaksanakan sebaik-baiknya serta semua Piutang Daerah
ditagih dan dipertanggungjawabkan tepat pada waktunya.
Pasal 27
(1) Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD ditertibkan
Surat Keputusan Otorisasi atau keputusan lainnya yang disamakan dengan itu;
(2) Pembayaran yang membebani APBD dilakukan dengan menerbitkan
SPMU/SPM-Giro untuk keperluan Beban Tetap dan Pengisian Kas;
(3) Setiap pembebanan APBD harus didasarkan bukti-bukti lengkap yang sah
mengenai hak yag diperoleh oleh pihak yang menagih;
(4) Setiap pejabat yang menandatangani dan atau mengesahkan surat bukti yang
menjadi dasar pengeluaran beban APBD, bertanggungjawab atas kebenaran
dan akibat dari penggunaan bukti tersebut.
Bagian Kedua
Pengadaan dan Penghapusan Barang dan Jasa
Pasal 28
(1) Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilaksanakan melalui prosedur
pelelangan, pemilihan langsung, penunjukan langsung, dan swakelola;
(2) Tata cara pelaksanaan pengadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku.
Pasal 29
Penghapusan barang milik daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan
persetujuan DPRD.
Bagian Ketiga
Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah
Pasal 30
(1) Penata usahaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah berpedoman pada
Standar Akuntansi keuangan Pemerintah Daerah yang berlaku.
(2) Perubahan menuju penerapan Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dilaksanakan secara bertahap.
(3) Sistim Akuntansi Keuangan yang digunakan Pemerintah Daerah harus dapat
menyediakan informasi Keuangan Daerah yang dibutuhkan sesuai peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Tata Usaha Keuangan Daerah
Pasal 31
(1) Pengelolaan Keuangan Daerah tiap tahun anggaran dipergunakan register-
register sebagai berikukt :
a. Register surat Keputusan otorisasi;
b. Register SPMU/SPM-Giro;
c. Register Uang untuk dipertanggungjawabkan;
d. Register pemberian uang muka (panjer);
e. Register daftar pembukuan administratif;
f. Buku besar penerimaan;
g. Buku besar pengeluaran;
h. Register surat ketetapan pajak/retribusi;
i. Register surat perintah penagihan;
j. Register surat penagihan berutang;
k. Buku kas umum pemegang kas;
l. Buku simpanan bank;
m. Register lainnya yang diperlukan;
(2) Register-register dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibuat menurut contoh
yang ditetapkan dan bilamana perlu dapat dibuat kartu atau buku dengan
lembar lepas.
Pasal 32
(1) Pemegang kas daerah setiap tahun anggaran mempergunakan 1 (satu) buku
kas umum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pada halaman muka buku kas umum daerah diberi catatan tentang halaman
yang kemudian diberi tanggal dan tanda tangan pemegang kas daerah,
selanjutnya tiap halaman diberi nomor urut dan parap.
(3) Dalam buku kas umum daerah dibukukan pada waktu itu juga terhadap semua
penerimaan dan semua pengeluaran secara bruto.
(4) Sisa kas tahun anggaran yang lalu dipindah bukukan sebagai penerimaan sisa
kas awal tahun anggaran berikutnya.
(5) Untuk tiap jenis pendapatan yang sering terjadi dapat dibuat buku-buku kas
pembantu tersendiri untuk masing-masing ayat penerimaan.
(6) Dalam buku kas pembantu hanya boleh dibukukan 1 (satu) jenis penerimaan.
(7) Penerimaan-penerimaan sejenis tersebut dibukukan pada waktu itu juga dalam
buku kas pembantu yang bersangkutan.
(8) Setiap hari masing-masing buku kas pembantu dijumlahkan dan selanjutya
dibukukan kedalam buku kas umum sesuai dengan jenis/ayatnya.
Pasal 33
(1) Buku kas umum pada pemegang kas daerah ditutup setiap hari kerja.
(2) Dibawah penutupan, pemegang kas daerah menyatakan jumlah sisa menurut
buku kas dengan keterangan apakah sisa buku kas sesuai dengan sisa yang ada
di dalam kas dan jika terdapat selisih harus dijelaskan berapa besar selisih itu
dan sebab-sebabnya kemudian diberi tanggal dan dibubuhi tandatangan.
(3) Setiap hari kerja pemegang kas daerah harus mengirimkan lembaran asli dan 1
(satu) tindasan dari buku kas kepada bagian keuangan sekretaris daerah
dengan melampirkan lembaran 3 (tiga) buah setoran penerimaan dan
SPMU/SPM-Giro asli yang telah dicairkan.
Pasal 34
(1) Bendaharawan Peenrima menyetorkan seluruh penerimaannya kepada Kas
Daerah dengan surat tanda bukti setoran rangkap 4 (empat) atau lebih sesuai
dengan kebutuhan yang memuat tanggal penyetoran, jenis penerimaan dan
jumlah uang yang disetorkannya dengan angka dan huruf serta membubuhi
tanda tangan pada surat penyetoran tersebut;
(2) Lembaran asli, kedua dan seterusnya dari surat tanda bukti setor dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini setelah dibubuhi tanggal dan tanda lunas oleh
Pemegang Kas Daerah dikembalikan kepada penyetor, lembar ketiga
digunakan sebagai lampiran lembar asli Buku Kas B IX dikirim oleh
pemegang Kas Daerah kepada Bagian Keuangan Sekretariat Daerah sebagai
lampiran pertanggungjawaban, lembar keempat sebagai arsip Pemegang Kas
Daerah;
(3) Bendaharawan tidak diperkenankan menyetor uang penerimaan lebih dari 1
(satu) hari kerja atas penyerahan uang penerimaan yang sejenis dan dalam hal-
hal tertentu Kepala Daerah dapat menetapkan lain Keputusan jadwal
Penyetoran;
(4) Kepala Daerah dapat menentukan bahwa surat penyetoran dapat dibuat lebih
dari 3 (tiga) lembar dengan menunjuk kebutuhannya;
(5) Pada setiap penyetoran uang dan juga penyetoran nihil, diberi keterangan
tentang tanggal surat penyetoran terakhir atau suatu keterangan bahwa
menurut pengetahuan, penyetoran serupa itu adalah penyetoran yang pertama
dan seterusnya;
(6) Ketentuan tersebut berlaku pula bagi Pegawai Negeri Sipil serta pejabat-
pejabat lain yang bukan Bendaharawan, dan berkewajiban melakukan
penyetoran uang kepada Kas Daerah dengan ketentuan bahwa selembar dari
tanda bukti setor sedapat mungkin dikirimkan kepada Bagian Keuangan
Sekretariat Daerah.
Pasal 35
Apabila Bendaharawan Uang untuk dipertanggungjawabkan (UUDP) akan
menyetorkan kembal uang untuk dipertanggungjawabkan yang tidak
dipergunakan oleh yang bersangkutan, maka dibuat dan dikirimkan tanda
penyetoran secara khusus sebagai penyetoran contra pos pada pasal berkenaan.
Pasal 36
(1) SPMU/SPM-Giro dibuat menurut contoh yang ditetapkan;
(2) Apabila terdapat coretan dan atau perubahan dalam SPMU/SPM-Giro, maka
harus diberikan tanda pengesahan disampingnya dan apabila mengenai tulisan
jumlah uang yang akan dibayar harus di parap dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang untuk menandatanganinya. Penghapusan atau tindihan tulisan
tidak diperkenankan dalam SPMU/SPM-Giro;
(3) Semua SPMU/SPM-Giro sedapat mungkin diterbitkan langsung atas nama
yang berhak menerima, kecuali Belanja Pegawai dan uang untuk
dipertanggungjawabkan (UUDP) serta uang muka swakelola;
(4) Pembayaran lunas SPMU/SPM-Giro harus nyata dari tanda tangan yang
berhak menerimanya atau jika tidak dapat membubuhi tanda tangannya dapat
menggunakan sidik jarinya, atau dengan surat keterangan yang
memuat/menyatakan bahwa jumlah yang harus dibayar telah diterimakan
kepada yang berhak (surat/resi pos wesel/transfer) atau bahwa jumlah tersebut
telah dibukukan atas namanya pada suatu bank yang ditunjuk;
(5) Semua surat-surat dan keterangan sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal ini
harus dilampirkan pada SPMU/SPM-Giro.
Pasal 37
(1) Untuk SPMU/SPM-Giro yang batal/tidak berlaku dapat dikeluarkan
SPMU/SPM-Giro yang baru;
(2) Untuk SPMU/SPM-Giro yang hilang, terbakar, rusak, dicuri dan lain-lain
dikeluarkan SPMU/SPM-Giro pengganti dengan nomor dan tanggal yang
sama;
(3) Ketentuan dalam pasal 36 ayat (2), (3), dan (4) berlaku juga terhadap
SPMU/SPM-Giro yang baru tersebut pada ayat (1) pasal ini.
Pasal 38
Surat permintaan pembayaran (SPP) baik untuk keperluan Beban Sementara
maupun Beban Tetap kecuali Belanja Pegawai dibuat menurut contoh yang
ditetapkan.
Pasal 39
Pemegang Kas Daerah tidak boleh melakukan pembayaran jumlah-jumlah yang
tercantum dalam SPMU/SPM-Giro, sebelum ia menerima daftar penguji menurut
contoh yang ditetapkan.
Pasal 40
Pengeluaran Daerah yang tidak berupa uang tunai atau surat berharga dan tidak
melalui Kas Daerah, tetapi mengakibatkan penambahan 1 (satu) atau beberapa
ayat penerima dan atau pengurangan 1 (satu) atau bebarapa pasal pengeluaran,
demikian dimuat dalam Perhitungan Anggaran Keuangan dengan mempergunakan
Daftar Pembukuan Administratif menurut contoh yang ditetapkan.
Pasal 41
Dalam hal penagihan daerah tidak dilakukan dengan jalan pemotongan pada
SPMU/SPMGiro, maka selain mengenai pajak, penagihan dilakukan dengan
mengeluarkan Surat Perintah Penagihan atau Surat Perintah Penagihan Berulang
menurut contoh yang ditetapkan.
Pasal 42
(1) Penerimaan yang tidak berupa uang tunai atau surat berharga tetapi
mengakibatkan penambahan 1 (satu) atau beberapa pasal pengeluaran dan
atau pengurangan 1 (satu) atau bebarapa ayat penerimaan sampai suatu
jumlah yang sama, dimuat dalam Perhitungan Anggaran Keuangan dengan
menggunakan Daftar Pembukuan Administratif sebagaimana tersebut pada
pasal 40;
(2) Ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak berlaku terhadap penerimaan
yang diselesaikan dengan jalan pemotongan dari SPM/SPM-Giro.
Pasal 43
Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulan yang
bersangkutan Kepala Daerah wajib membuat laporan triwulan, dan disampaikan
kepada DPRD yang memuat :
a. Daftar Kutipan Buku Besar Penerimaan ayat demi ayat per akhir triwulan;
b. Daftar Kutipan Buku besar Pengeluaran ayat demi ayat per akhir triwulan;
c. Perhitungan Kas triwulan.
Pasal 44
(1) Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sekali Atasan Langsung
Bendaharawan/Pemimpin Proyek mengadakan pemeriksaan secara berkala
atas pengelolaan uang oleh Bendaharawan yang bersangkutan dengan
membuat Berita Acara Pemeriksaan Atasan Langsung;
(2) Berita Acara Pemeriksaan tersebut disampaikan kepada Kepala Daerah
bersama-sama dengan penyampaian Surat Pertanggungjawaban (SPJ);
(3) Atasan Langsung Bendaharawan/Pemimpin Proyek dan Bendaharawan wajib
menyampaikan laporan Surat Pertanggungjawaban setiap akhir bulan
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya kepada Kepala Daerah;
(4) Bagian Keuangan Sekretariat Daerah dilarang menerbitkan SPMU/SPM-Giro
UUDP berikutnya sebelum SPJ bulan yang lalu diselesaikan dan diterima
untuk diverifikasi;
(5) Hasil verifikasi SPJ, sebagai dasar persetujua penerbitan SPMU/SPM-Giro
atas SPP UUDP yang diaukan oleh Bendaharawan.
Bagian Kelima
Bendahara Umum Daerah
Pasal 45
(1) Bendahara Umum Daerah menatausahakan Kas dan Kekayaan daerah lainnya;
(2) Bendahara Umum Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas
bertanggungjawab kepada Bupati.
Pasal 46
(1) Bendahara Umum Daerah menyimpan uang milik daerah pada Bank yang
sehat dengan cara membuka rekening Kas Daerah;
(2) Pembukaan Rekening Kas Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas
dapat lebih dari 1 (satu) Bank;
(3) Pembukaan Rekening di Bank sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas
ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan diberitahukan kepada DPRD.
Pasal 47
(1) Bendahara Umum Daerah setiap bulan menyusun Rekonsiliasi Bank yang
mencocokkan saldo menurut pembukuan bendahara umum daerah dengan
saldo menurut laporan Bank;
(2) Tata cara membuka rekening Kas Daerah sebagaimana dalam pasal 46 ayat
(1) dan format-format rekonsiliasi Bank sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 48
(1) Uang milik daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan,
sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah;
(2) Bunga deposito Bunga atas penempatan uang di Bank dan jasa Giro
merupakan pendapatan daerah.
Pasal 49
Bendahara Umum Daerah menyimpan seluruh bukti sah kepemilikan atau
sertifikat atas kekayaan daerah sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 50
Bendahara Umum Daerah menyerahkan bukti transaksi yang asli atas penerimaan
dan pengeluaran uang secara harian kepada unit yang melaksanakan akuntansi
keuangan daerah untuk dasar pencatatan transaksi penerimaan dan pengeluaran
Kas.
BAB V
PERHITUNGAN APBD DAN
PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH
Paragraf I
Perhitungan APBD
Pasal 51
(1) Perhitungan APBD dibuat dan disampaikan sebelum penyampaian Laporan
Tahunan pertanggungjawaban Kepala Daerah;
(2) Perhitungan APBD, dengan persetujuan DPRD ditetapkan dengan Peraturan
Daerah;
(3) Perhitungan APBD dibuat menurut susunan dan penjelasan dari semua ayat-
ayat dan pasal-pasal APBD :
a. perkiraan dari ayat-ayat penerimaan dan jumlah yang diterima;
b. Perkiraan dari pasal-pasal pengeluaran dan jumlah yang telah direalisir;
c. Perbedaan antara perkiraan dan penerimaan sebenarnya, serta perbedaan
antara perkiraan dan pengeluaran sebenarnya, dengan menyebutkan selisih
kurang atau lebih.
(4) Perhitungan APBD tersebut juga memuat sebab-sebab dari perbedaan antara
perkiraan dan realisasinya.
Pasal 52
Pada perhitungan APBD dilampirkan pula Perhitungan Kas menurut contoh yang
ditetapkan.
Pasal 53
(1) Dalam perhitungan APBD dimasukkan semua penerimaan dan pengeluaran
yang telah dipertanggungjawabkan dalam tahun anggaran yang bersangkutan
termasuk hutang-hutang/kwajiban-kewajiban yang sampai dengan penutupan
tahun anggaran belum diselesaikan dan belum kadaluwarsa;
(2) Untuk tagihan-tagihan yang sudah diterbitkan SPMU/SPM-Giro, tapi sampai
dengan berakhirnya tahun anggaran belum diuangkan, dibuatkan daftar
tersendiri;
(3) Mengenai ayat penerimaan lain-lain dibuat daftar perincian tersendiri.
Paragraf 2
Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah
Bagian Pertama
Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Pasal 54
(1) Kepala Daerah wajib menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan APBD
kepada DPRD;
(2) Laporan triwulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini disampaikan
paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan.
Pasal 55
Kepala Daerah wajib menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah (LPJ) kepada DPRD yang memuat :
a. Laporan perhitungan APBD;
b. Nota perhitungan APBD;
c. Laporan Aliran Kas;
d. Neraca Daerah.
Bagian Ketiga
Pertanggungjawaban Bendaharawan
Pasal 56
(1) Mereka yang ditugaskan untuk menerima, menyimpan, membayar atau
menyerahkan Uang Daerah, surat-surat berharga dan barang-barang milik
daerah adalah Bendaharawan dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah;
(2) Bendaharawan secara periodik berkewajiban menyampaikan
pertanggungjawaban atas tugas pekerjaannya kepada Kepala Daerah;
(3) Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (SPJ) Bendaharawan selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah ditutupnya Buku Kas untuk
bulan yang bersangkutan, dengan dilengkapi Laporan Keadaan Kas akhir
bulan berkenaan;
(4) Sistem dan prosedur pertanggungjawaban Bendaharawan ditetapkan lebih
lanjut oleh Kepala Daerah.
Bagian Keempat
Pertanggungjawaban Bukan Bendaharawan
Pasal 57
Semua Pegawai Negeri Sipil/Badan/Lembaga/Perorangan yang bukan
Bendaharawan, karena kelalaian, kesalahan dan atau tidak memperhatikan
kewajiban sebagaimana mestinya secara langsung atau tidak langsung merugikan
Keuangan Daerah, diwajibkan mengganti kerugian tersebut.
Bagian Kelima
Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 58
(1) Pengawasan atas pelaksanaan APBD dilakukan oleh DPRD, yang dimaksud
pengawasan disini adalah bukan bersifat pemeriksaan tetapi pengawasan yang
lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
dalam APBD;
(2) Pedoman pengawasan ditetapkan dengan peraturan Daerah berdasarkan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Pasal 59
(1) Kepala Daerah mengangkat pejabat yang bertugas melakukan pengawasan
internal pengelolaan Keuangan Daerah;
(2) Pejabat pengawas internal pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini tidak diperkenankan merangkap jabatan lain
di Pemerintahan Daerah;
(3) Pejabata Pengawas Internal pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini melaporkan hasil pengawasannya kepada
Kepala Daerah.
Bagian Keenam
Kerugian Keuangan dan Materiil Daerah
Pasal 60
(1) Bendaharawan yang dalam melakukan tugasnya merugikan Daerah dikenakan
tuntutan perbendaharaaan;
(2) Pegawai/Perorangan bukan bendaharawan yang merugikan Daerah dan atau
lali dalam tugasnya dikenakan Tuntutan Ganti Rugi;
(3) Apabila penyelesaian kerugian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) pasal ini diselesaikan melalui Badan Peradilan, dan hasil putusan
hakim Peradilan menetapkan pengembalian kerugian Daerah, maka
pengembaliannya disetorkan ke kas Daerah.
Pasal 61
(1) Setiap kerugian Daerah baik yang langsung maupun tidak langsung sebagai
akibat pelanggaran hukum atau kelalaian harus diganti oleh yang bersalah atau
lalai;
(2) Kepala Daerah wajib melakukan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti
rugi atas setiap kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian atau kesengajaan,
dan penyelesaiannya dilakukan oleh Majelis Pertimbangan Tuntutan Ganti
Rugi dan atas Badan Peradilan;
(3) Majelis Pertimbangan Tuntutan Ganti Rugi dibentuk oleh Kepala Daerah.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 62
Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan secara bertahap
sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yag berlaku mengenai Pengelolaan
dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 63
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.
Pasal 64
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya. Agar setiap
orang dapat mengetahuinya, memintahka Pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gresik.
Disahkan di Gresik
Pada tanggal 28 September 2002
BUPATI GRESIK
TTD
Drs. KH. ROBACH MA’SUM, MM.
Diundangkan di Gresik
Pada Tanggal 28 September 2002
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN
GRESIK
Ttd
Drs. GUNAWAN, M.Si.
Pembina Utama Muda
NIP. 010 080 491
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TAHUN 2002 NOMOR 3 SERI A
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR 03 TAHUN 2002
TENTANG
POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
I. PENJELASAN UMUM
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik sebagai daerah
otonom diberikan kewenangan dan keuangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas Pemerintah Daerah diberikan keleluasaan untuk
menetapkan produk pengaturan tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang meliputi :
a. Kerangka dan garis besar prosedur penyusunan APBD;
b. Kewenangan Keuangan Kepala Daerah dan DPRD;
c. Prinsip-prinsip pengelolaan kas;
d. Prinsip-prinsip pengelolaan pengeluaran daerah yang telah dianggarkan;
e. Tata cara pengadaan barang dan jasa;
f. Prosedur melakukan pinjaman daerah;
g. Prosedur pertanggungjawaban keuangan;
h. Dan hal-hal lain yang menyangkut pengelolaan Keuangan Daerah.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 : Cukup jelas
Pasal 2 : - Yang dimaksud dengan tertib adalah administrasi penerimaan
dan pengeluaran Keuangan Daerah dibukukan sesuai dengan
urutan kegiatannya;
- Yang dimaksud dengan taat adalah pengelolaan Keuangan
Daerah dilakuka sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku;
- Yang dimaksud dengan keadilan dan kepatutan adalah keadilan
dalam pengalokasian penggunaan anggaran sehingga seluruh
kelompok masyarakat tanpa deskriminasi mendapat pelayanan
Pemerintah Daerah. Misalnya dikaitkan dengan besarnya
kontribusi masyarakat terhadap Pendapatan Daerah yang
diperoleh dan Pendapatan Asli Daerah.
Pasal 3 : Cukup jelas
Pasal 4 : Tahun Fiskal APBD dimulai bulan Januari sampai dengan bulan
Desember.
Pasal 5 : Cukup jelas
Pasal 6 : Pendekatan kinerja dalam penyusunan APBD adalah suatu
sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil
kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang
ditetapkan.
Pasal 7 : Ketentuan pasal ini berarti Daerah tidak boleh menganggarkan
pengeluaran tanpa kepastian terlebih dahulu mengenai
ketersediaan sumber pembiayaannya dan mendorong daerah
untuk meningkatkan efisiensi pengeluarannya.
Pasal 8 :
Ayat (1) : Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan
target penerimaan yang terukur secara rasional misalnya dari sisi
PAD angka penerimaan yang ditetapkan berdasarkan
perhitungan potensi setelah mempertimbangkan hambatan
pemungutannya.
Ayat (2) s/d (3) : Cukup jelas
Ayat (4) : Dalam hal ini dana cadangan, pembentukan dan penggunaanya
diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah.
Pasal 9 :
Ayat (1) : Anggaran pengeluaran tidak tersangka dikelola oleh
Bendaharawan Umum Daerah.
Ayat (2) : Pegeluaran yang dibebankan pada pengeluaran tidak tersangka
harus dibeitahukan pada DPRD.
Pasal 10 : Cukup jelas
Pasal 11 :
Ayat (1) : Kekuasaan umum pengelolaan Keuangan Daerah meliputi antara
lain fungsi perencanaan umum, fungsi penyusunan anggaran,
fungsi pemungutan pendapatan, fungsi perbendaharaan umum
Daerah, fungsi penggunaan anggaran, serta fungsi pengawasan
dan pertanggungjawaban.
Ayat (2) : Cukup jelas
Pasal 12 : Perangkat Pengelola Keuangan Daerah dimaksud adalah
Pimpinan Perangkat Pengelola Keuangan Daerah yaitu :
a. Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani surat
Keputusan Otorisasi (SKO);
b. Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Surat
Perintah Membayar Utang (SPMU);
c. Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Daftar
Pembukuan Administrasi (DPA);
d. Pejabat yang diberi wewenang untuk mengesahkan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ);
e. Atasan Langsung Bendaharawan, Pimpinan Proyek dan
Pemimpin Bagian Proyek;
f. Pemegang Kas Daerah’
g. Bendaharawan Rutin/Gaji/Barang/Proyek/Bagian Proyek;
h. Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani daftar
penguji.
Pasal 13 s/d 18 : Cukup jelas
Pasal 19 :
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) : Pengurangan pengeluaran atas pasal Anggaran Daerah tersebut
diperlukan sebagai kontra pos (CP)
Ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 20 : Cukup jelas
Pasal 21 : Yang dimaksud DPRD disini adalah Panitia Anggaran
Pasal 22 :
Ayat (1) s/d (2) : Cukup jelas
Ayat (3) : Rencana proyek multi tahunan diajukan oleh Pemerintah Daerah
kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan.
Pasal 23 s/d 24 : Cukup jelas
Pasal 25 :
Ayat (1) : Perubahan anggaran secara parsial yaitu perubahan anggaran
yang dilakukan bukan keseluruhan anggara APBD melainkan
sebagia anggaran yang sebelumnya belum dianggarkan dan akan
disesuaikan pada saat Perubahan APBD.
Ayat (2) : Cukup jelas
Pasal 26 : Cukup jelas
Pasal 27 :
Ayat (1) : Yang dimaksud keputusan lainnya yang disamakan dengan itu
(SKO) yaitu seperti surat-surat Keputusan Kepegawaian.
Ayat (2) : Surat Perintah Membayar Utang (SPMU) kepada pihak ketiga
dapat dilakukan dalam bentuk giro maupun uang tunai.
Ayat (3) s/d (4) : Cukup jelas
Pasal 28 s/d 29 : Cukup jelas
Pasal 30 :
Ayat (1) : Yang dimaksud dengan standar akuntansi Keuangan Pemerintah
Daerah adalah pedoman atau prinsip-prinsip yang mengatur
perlakuan akuntansi yang menjamin konsistensi dalam pelaporan
keuangan. Sepanjang standar akuntansi Keuangan Perintah
Daerah belum tersusun, Daerah dapat menggunakan standar yang
dipergunakan saat ini.
Ayat (2) s/d (3) : Cukup jelas
Pasal 31 s/d 46 : Cukup jelas
Pasal 47 :
Ayat (1) : Kadaluarsa adalah jangka waktu yang menyebabkan gugurnya
hak untuk melakukan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti
rugi terhadap kerugian Daerah.
Ayat (2) s/d (3) : Cukup jelas
Pasal 48 :
Ayat (1) : Laporan dimaksud memuat tentang kemajuan pelaksanaan
APBD per triwulan.
Pasal 49 :
Huruf a : Cukup jelas
Huruf b : Nota perhitungan APBD memuat ringkasan realisasi Pendapatan
Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan serta kinerja Keuangan
Daerah mencakup antara lain :
a. Kinerja daerah dalam rangka pelaksanaan program yang
direncanakan dalam APBD tahun anggaran berkenaan;
b. Kinerja pelayanan yang dicapai;
c. Bagian belanja APBD yang digunakan untuk membiayai
administrasi umum, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta
belanja investasi/modal untuk Aparatur Daerah dan
Pelayanan Publik;
d. Bagian belanja APBD yang digunakan untuk anggaran
DPRD termasuk sekretariat DPRD;
e. Posisi dana cadangan.
Huruf c : Cukup jelas
Huruf d : Penyusunan neraca Daerah dilakukan sesuai dengan standar
akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah secara bertahap sesuai
dengan kondisi masing-masing Pemerintah Daerah.
Pasal 50 s/d 58 : Cukup jelas
Pasal 59 :
Ayat (1) : Pengawasan internal Pengelolaan Keuangan Daerah bertujuan
untuk menjaga efisiensi, efektivitas, dan penghematan dalam
pengelolaan Keuangan Daerah atas nama Kepala Daerah.
Pengawasan internal pengelolaan keuangan daerah selain
melakukan pengawasan atas urusan kas/uang memperhatikan
pula tata laksana penyelenggaraan program, kegiatan dan
manajemen oleh Pemerintah Daerah dari segi efisiensi dan
efektivitasnya, yang dapat mempengaruhi kekuatan dan daya
guna Keuangan Daerah.
Ayat (2) : Cukup jelas
Ayat (3) : Apabila Sekretaris Daerah atau Pimpinan Perangkat Pengelola
keuangan Daerah melakukan pembinaan dan superfisi dalam
perencanaan dan pelaksanaan kerja atas Pejabat Pengawas
Internal Keuangan, Pejabat Pengawas Internal Keuangan tersebut
tetap melaporkan hasil pengawasannya kepada Kepala Daerah.
Pasal 60 s/d 64 : Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3