daftar isi halaman sampul depan halaman … fileiii 3.1 modus operandi yang dilakukan pelaku...
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN
HALAMAN SAMPUL DALAM .............................................................. ii
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM .................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING / PENGESAHAN ...... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN .................................................... x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
ABSTRAK ................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 7
1.3. Ruang Lingkup Masalah .......................................................... 7
1.4. Orisinalitas Penelitian ............................................................... 7
1.5. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum ....................................................................... 10
b. Tujuan Khusus ..................................................................... 10
1.6. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis ................................................................... 10
b. Manfaat Praktis .................................................................... 11
1.7. Landasan Teori
1.7.1 Penegakan Hukum ........................................................... 11
ii
1.7.2 Kesadaran Hukum .......................................................... 14
1.7.3 Efektivitas Hukum ........................................................ 19
1.7.4 Teori Penanggulangan .................................................... 23
1.7.5 Teori Kriminologi .......................................................... 26
1.8. Hipotesis .................................................................................. 28
1.9. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian ................................................................... 32
b. Jenis Pendekatan ................................................................ 33
c. Sifat Penelitian .................................................................... 33
d. Sumber Bahan Hukum atau Data ....................................... 33
e. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 34
f. Teknik Analisis ................................................................... 34
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN
PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
2.1 Penanggulangan ........................................................................ 35
2.2 Pencurian dan Unsur-unsur Pencurian ..................................... 37
2.2.1 Jenis-jenis Pencurian ..................................................... 42
2.3 Kejahatan Pencurian Kendaraan Bermotor .............................. 47
2.4 Kendaraan Bermotor ................................................................ 48
BAB III MODUS OPERANDI PENCURIAN KENDARAAN
BERMOTOR DI DENPASAR
iii
3.1 Modus Operandi Yang Dilakukan Pelaku Pencurian
Kendaraan Bermotor di Indonesia ............................................ 50
3.2 Modus Operandi Pelaku Pencurian Kendaraan Bermotor
yang Sering Dilakukan di Denpasar ......................................... 53
BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN
BERMOTOR DI DENPASAR
4.1 Faktor-Faktor yang Mendasari Pelaku Pencurian Kendaraan
Bermotor di Denpasar ............................................................. 59
4.2 Upaya Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor
yang Dilakukan Pihak Kepolisian POLRESTA di Denpasar .
................................................................................................. 65
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 69
5.2 Saran ......................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
iv
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Penanggulangan Terhadap Pencurian Kendaraan
Bermotor Di Denpasar (Studi Kasus Polresta Denpasar)”. Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Bagaimana Modus operandi yang dilakukan oleh
pelaku pencurian kendaraan bermotor dan bagaimana cara pihak kepolisian
menanggulangi pencurian kendaraan bermotor di Denpasar .Tujuan skripsi ini
adalah untuk mengetahui modus operandi yang pelaku lakukan untuk pencurian
kendaraan bermotor di Denpasar dan upaya penanggulangan yang dilakukan oleh
pihak kepolisian untuk menekan angka kejahatan pencurian kendaraan bermotor
di Denpasar.
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris, dimana
Suatu prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan
meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan
mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan. Penelitian ini bersifat
deskriptif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala atau kelompok terntetu, atau untuk menentukan
penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara
suatu gejalan dengan gejala lain dalam masyarakat. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini dengan cara Penelitian lapangan (field research), penelitian
ini dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data primer
dan Penelitian pustaka (library research), penelitian ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum. Teknik analisa
yang di pergunakan dalam penelitian ini dengan cara metode kualitatif dimana
Setelah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder terkumpul, maka bahan
hukum tersebut diolah dan dianalisa Setelah melalui proses pengolahan data
analisis, kemudian bahan hukum tersebut disajikan secara deskriptif analisis.
Pelaku pencurian kendaraan bermotor ini mempunyai modus operandi
untuk melakukan pencurian kendaraan bermotor di Indonesia itu salah satunya
yaitu menggunakan kunci T, Khusunya di wilayah hukum Polresta Denpasar
modus operandi yang sering dilakukan oleh pelaku dengan cara menggunakan
kunci T .Pelaku menggunakan kunci T karena membobol sarang kunci lebih
mudah dan lebih cepat. Faktor pelaku melakukan pencurian kendaraan bermotor
di Denpasar ialah dikarenakan faktor ekonomi dimana ekonomi pelaku sangat
terpuruk untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, oleh karena itu pelaku
melakukan kejahatan pencurian kendaraan bermotor dengan cara melakukan
modus operandi. Upaya penanggulangan yang dilakukan pihak polresta untuk
menekan kejahatan pencurian kendaraan bermotor ini dengan upaya preemtif
,preventif dan represif .
v
Kata kunci: Pencurian Kendaraan Bermotor, Modus Operandi, Upaya
Penanggulangan
ABSTRACT
This thesis entitled "Combating the Crime of Theft Motor Vehicles in
Denpasar (Case Study Denpasar Polresta )". The problem of this research is How
Motif committed by perpetrators of theft of motor vehicles and how the police are
tackling the crime of theft of motor vehicles in the city of Denpasar The purpose
of this paper is to find out the modus operandi of the offenders are doing for the
crime of theft of motor vehicles in the city Denpasar and prevention efforts
undertaken by the police to suppress the crime rate, especially of motor vehicle
theft in the city of Denpasar.
In this research using empirical juridical kind, where A procedure used to
solve research problems by examining secondary data first and then followed by
conducting research on primary data in the field. This type of approach used in
this study is approached on a case and approach the facts. Case approach is done
by examining the cases of motor vehicle crimes that have occurred in the area of
Denpasar, while the approach of the facts used to conduct research on data and
interviews directly to the relevant parties. This research is descriptive. This study
aims to describe accurately the properties of an individual, the state, or the
symptoms terntetu group, or to determine the spread of a phenomenon, or to
determine whether there is a relationship between a gejalan with other symptoms
in victim.Technique data collection in this study by the research field (field
research), the study was conducted by going directly to the courts to obtain
primary data and research library (library research), this research was
conducted by collecting secondary data obtained from the legal materials.
Analysis technique which used in this study by qualitative methods wherein after
primary legal materials and secondary legal materials collected, the legal
material is processed and analyzed through a process of analytical data
processing, then the legal materials presented in descriptive analysis.
Perpetrators of the crime of motor vehicle theft has a modus operandi for
the theft of motor vehicles one of which is the key Using T, Especially in Denpasar
modus operandi is often done by the perpetrator by using the key leter T .They
using a key lock for breaking into hives easier and faster, Underlying the
perpetrator committed the crime of theft of motor vehicles in Denpasar is due to
economic factors .Lots perpetrators steal for daily to stay alive. Prevention efforts
carried out by the Police to suppress the crime of theft of motor vehicles with
efforts to pre-emptive, preventive and repressive.
vi
Keyword: Motor Vehicle Theft, Modus operandi, Countermeasur.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Pengertian kejahatan sangatlah beragam, tidak ada definisi buku yang di
dalamnya mencakup semua aspek kejahatn secara komprehensif, ada yang
mengartikan kejahatan dilihat dari aspek yuridis, sosiologis, maupun
kriminologis. Munculnya perbedaan dalam mengartikan kejahatan di karenakan
prespektif orang dalam memandang kejahatan sangat beragam. Banyak berbagai
macam jenis kejahatan, dimana salah satu dari kejahatan itu adalah kejahatan
pencurian kendaraan bermotor, hal ini tentunya sudah banyak terjadi di berbagai
daerah yang memiliki jumlah penduduk yang besar dan memiliki tingkat mobilitas
tinggi.1
Tingkat kesadaran dari seseorang masyarakat akan pentingnya menjaga
barang milik pribadi terutama kendaraan bemotor cenderung sangat di abaikan.
Masyarakat banyak kurang menyadari bahwa berbagai macam kejahatan bisa saja
terjadi menimpa mereka atau orang di sekitar masyarakat itu sendiri, jika saja
masyarakat lalai maka akan banyak timbul kesempatan bagi para pelaku kejahatan
pencurian kendaraan bermotor untuk melancarkan aksinya, jika sudah terjadi
kejahatan pencurian kendaraan bermotor maka siapa yang akan di salahkan,
aparat penegak hukum kah atau orang lain.
1Didi M.Arief Mansur dan Elisatris Gultrom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan:
Kejahatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 55.
1
Masyarakat itu sendiri merasa yakin jika mereka mampu menjaga
kendaraannya sendiri saat beraktifitas, baik di luar rumah maupun di lingkungan
rumah sendiri, jika ini terus di biarkan tanpa adanya sosialisasi maka kejahatan
kendaraan bermotor akan semakin meningkat dari setiap tahunnya.
Apabila di kaitkan dengan unsur pasal tindak pidana pencurian 362 KUHP
maka kejahatan pencurian kendaraan bermotor adalah perbuatan yang di lakukan
pelaku dengan mengambil suatu barang yaitu kendaraan bermotor itu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki
kendaraan bermotor tersebut secara melawan hukum. Kejahatan pencurian
kendaraan bermotor termasuk sebagai tindak pidana pencurian yang di atur dalam
KUHP. Berikut ini adalah pasal KUHP yang mengatur kejahatan pencurian
kendaraan bermotor beserta pasal yang memiliki keterikatan dengan kejahatan
pencurian kendaraan bermotor. 1. Pengertian pencurian menurut hukum 362
KUHP. 2. Pencurian dengan pemberatan yang di atur dalam pasal 363 KUHP. 3.
Pencurian dengan kekerasan yang di atur dalam pasal 365 KUHP. 4. Tindak
pidana penadahan yang di atur dalam pasal 480 KUHP.
Disebutkan dalam Pasal 362 KUHP bahwa:
“barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk di miliki
secara melawan hukum , diancam karena pencurian, dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah”.2
2 Prof. Moeljatno, 2014, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara,
hlm. 128.
Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukan
bahwa pencurian adalah merupakan tindak pidana formil, mengambil adalah
perbuatan tingkah laku positif atau perbuatan materil, yang dilakukan dengan
gerakan otot secara sengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari
dan tangan yang kemudian diarahkan pada suatu benda, menyentuhnya,
memegangnya dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkan ke tempat
lain atau ke dalam kekuasaannya. 3
Perlu ada atau tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan
tujuan-tujuan yang hendak di capai, tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh
untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan. Tidak semua upaya-
upaya penanggulangan kejahatan bisa memperbaiki pelaku menjadi lebih baik,
oleh karena itu penggunaan pidana masih diperlukan walaupun sebagai upaya
terakhir.
Masalah pengendalian atau penanggulangan kejahatan dengan hukum
pidana bukan hanya merupakan problem sosial, tetapi juga merupakan masalah
kebijakan, selanjutnya oleh Sudarto mengemukakan bahwa, kita tidak boleh
melupakan, hukum pidana atau lebih tepat sistem pidana atau merupakan bagian
dari politik kriminal, ialah usaha yang rasional dalam menanggulangi kejahatan,
sebab di samping penanggulangan dengan menggunakan pidana masih ada cara
lain untuk melindungi masyarakat dari kejahatan.4
3 Agustina Rosan, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, hlm. 13. 4 Sudarto, 1983, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Bandung: Sinar Baru,
hlm. 31.
Oleh karena itu dalam mengambil kebijakan untuk menggunakan hukum
pidana yang biasanya di mulai dengan proses kriminalisasi harus di perhatikan
beberapa hal, kriminalisasi tersebut di artikan sebagai proses penetapan suatu
perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat di pidana5. Proses ini di akhiri
dengan terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu di ancam dengan
suatu sanksi yang berupa pidana. Hal hal yang harus diperhatikan ada empat
yaitu:
a. Tujuan Hukum Pidana
b. Penetapan perbuatan yang tidak dikehendaki
c. Perbandingan antara sarana dan hasil
d. Kemampuan badan penegak
Hal-hal di atas harus diperhatikan oleh pembentuk undang-undang mengingat
bahwa hukum pidana merupakan penyaring dari banyak perbuatan tercela yang
merugikan masyarakat sehingga perbuatan yang dijadikan tindak pidana relatif
kecil jumlahnya.6
Demikian banyak pasal yang beterkaitan mengatur tentang kejahatan
pencurian kendaraan bermotor tetap saja kejahatan pencurian kendaraan bermotor
masih saja banyak berkembang di lingkungan sekitar. Bahkan salah satu dari
seorang pelaku ada juga yang masih berstatus sebagai pelajar. Masyarakat
tentunya perlu mengetahui berabagai macam modus operandi atau cara
melakukan pencurian kendaraan bermotor yang di lakukan oleh pelaku pencurian
kendaraan bermotor itu, karena di zaman yang semakin canggih seperti ini banyak
5 Mahrus Ali, 2011, Dasar-dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 66. 6 Ibid, hlm. 67.
sekali modus operandi pencurian yang mengancam masyarakat. Seperti modus
operandi baru yang berkembang pada saat ini yaitu, pelaku pencurian mengincar
area parkir yang berada di sekitaran pusat perbelanjaan dengan cara membawa
plat nomor palsu yang sesuai dengan STNK yang di bawa pelaku untuk
mengganti plat nomor yang asli agar tidak dicurigai oleh petugas parkir karena
pelaku meyakinkan petugas parkir dengan STNK palsu yang dibawa pelaku. Ada
juga modus operandi pencurian kendaraan bermotor yang menggunakan unsur
kekerasan dalam aksinya, pelaku tidak segan–segan mencederai atau melukai
korban dengan senjata tajam atau bahkan senjata api. Hal ini dilakukan oleh
pelaku terhadap korban agar aksi yang dilakukan tidak diketahui oleh masyarakat
atau bahkan dari pihak kepolisian.
Pelaku pencurian kendaraan bermotor melancarkan aksinya jarang
melakukan pencurian secara sendiri melainkan sudah terorganisir secara baik dan
memilik jaringan sindikat yang besar di berbagai daerah.
Salah satu gejala sosial yang akhir-akhir ini meningkat di Denpasar adalah
terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor dan pelaku menggunakan
berbagai macam modus operandi untuk melakukan aksinya di Denpasar.
Kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Denpasar yang bertugas menangani
ialah Unit I bagian Ranmor Polresta Denpasar. Tugas Unit I Ranmor yaitu unit
Pencurian Kendaraan Bermotor melaksanakan penyidikan tindak pidana
pencurian, pemalsuan surat-surat kendaraan dan tindak pidana penipuan atau
penggelapan yang terjadi di Denpasar
Selama 3 tahun terakhir ini di Denpasar mengalami perkembangan
kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang cukup meresahkan masyarakat
selain kejahatan pencurian lainnya dari tahun 2014 sampai 2016.
Kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Denpasar meningkat 33
persen hingga September 2016 yang mencapai 320 kasus. Jumlah tersebut lebih
tinggi dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 264 dan di tahun 2015 hanya 315
kasus, dimana masih cukup rendah, total kasus pencurian kendaraan bermotor di
Denpasar dari tahun 2014 sampai 2016 menjadi 899 kasus lebih tinggi dari kasus
kejahatan lainnya di Denpasar dimana diantaramya kasus pembunuhan 13 kasus,
kdrt 144 kasus, penipuan kasus 178, perjudian 268 kasus dan masih banyak kasus
yang ada di POLRESTA. berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Reinhard
Neinggolan (Bripka bagian Unit Ranmor Satuan Reskrim POLRESTA Denpasar
pada hari Senin, tanggal 16 Januari 2016) Menurut beliau, selama tiga tahun
terakhir jumlah kasus pencurian kendaraan bermotor di tujuh Kepolisian Sektor di
POLRESTA Denpasar memang tergolong tinggi dikarenaka ini jantung kota dari
Pulau bali tidak bisa dielakan kejahatan bisa mungkin terjadi di daerah ini.
Atas dasar permasalahan tersebut maka penyusun mengaggap
permasalahan ini penting untuk di tinjau secara mendalam dan menyajikannya
dalam bentuk sebuah karya tulis berupa penelitian. Agar kasus-kasus sedemikian
rupa dapat di tanggulangi sesuai dengan peraturan yang sudah di tentukan.
Dengan demikian maka penyusun tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dan
mengangkat permasalahan tersebut dalam skripsi yang berjudul
“PENANGGULANGAN TERHADAP PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
DI DENPASAR (STUDI KASUS POLRESTA DENPASAR)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Modus operandi apakah yang sering dipakai pelaku untuk mencuri
kendaraan bermotor di Denpasar ?
2. Bagaimana upaya penanggulangan pihak kepolisian POLRESTA dalam
menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Denpasar ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian yan berkaitan dengan Hukum
Pidana terutama mengenai kajian – kajian yang berhubungan dengan efektivitas
tindakan kepolisian dalam penangulangan kejahatan pencurian kendaraan
bermotor dan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan ruang
lingkup pencurian. Ruang lingkup kejahatan pencurian kendaraan bermotor ini di
POLRESTA Denpasar selama tahun 2014 sampai dengan tahun 2016.
1.4 Orisinalitas Penulisan
Penelitian tentang penanggulangan terhadap pencurian kendaraan
bermotor di Kota Denpasar (studi kasus polresta denpasar), belum dipublikasikan
sebelumnya atau belum ada judul penelitian yang mendekati dengan penelitian
ini.
Tabel perbandingan:
No Judul Penulis Rumusan masalah
1 Analisis Kriminilogosi
Terhadap Tindak Pidana
Pencurian Kendarann
Bermotor Jenis Roda Dua
Dan Penanggulangannya
di Wilayah Hukum
Polsekta Tampan
Pekanbaru Tahun 2008
Ilham Hadi
Putra
1. Bagaimana faktor penyebab
tejadinya tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor
jenis roda dua di wilayah hukum
Polsekta Tampan?
2. Bagaimana modus operandi
pelaku tindak pidana pencurian
kendaraaan bermotor jenis roda
dua di wilayah hukum Polsekta
Tampan?
2
Tinjauan Kriminologis
Terhadap Tindak Pidana
Pencurian Kendaraan
Bermotor yang Dilakukan
oleh oknum Mahasiswa di
Wilaayah Kota
Makassarc(Studi Kasus
2009-2011)
Fadli
Ramadhani
1. Faktor apakah yang
menyebabkan terjadinya
pencurian kendaraan bermotor
yang dilakukan oleh oknum
mahasiswa di Kota Makassar?
2. Upaya apa yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum di
Kota Makassar dalam
menanggulangi pencurian
kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh oknum mahasisa
di Kota Makassar?
3 Tinjaun Yuridis Terhadap
Tindak Pidana Pencurian
Sepeda Motor Yang
Dilakukan Oleh Anak
(Studi Kasus Putusan
Nomor
:09/pid.sus/2014/PN.jnp)
SUWANDY 1. Bagaimanakah penerapan
hukum terhadap tindak pidana
pencurian sepeda motor yang
dilakukan oleh anak di
Kabupaten Janeponto
Nomor:09/pid.sus/2014/PN.jnp?
2. Bagaimanakah pertimbangan
hukum hakim dalam
menjatuhkan pidana terhada
anak sebagai pelaku tindak
pidana pencurian sepeda mototr
yang dilakukan oleh anak di
kabupaten joneponto
Nomor:09/pid.sus/2014/PN.jnp?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan ini sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan skripsi ini yaitu untuk mengetahui tentang
modus operandi pelaku kejahatan pencurian kendaraan bermotor dan
penanggulangan pihak kepolisian dalam mengatasi kejahatan pencurian
kendaraan bermotor di Bali.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui modus operandi yang dilakukan oleh pelaku untuk
mencuri kendaraan bermotor di Denpasar.
2. Untuk mengetahui penanggulangan pencurian kendaraan bermotor
khususnya di Denpasar.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
Diharapakan hasil penelitian ini bisa menjadi informasi atau bahan
hukum bagi kalangan akademis maupun masyarakat guna mengetahui dan
memahami secara lebih jelas mengenai pengaturan sanksi pidana terhadap
kejahatan pencurian kendaraan bermotor. Penelitian ini juga diharapkan
sebagai masukan dalam perbaikan peraturan hukum dalam
penanggulangan kejahatan pencurian kendaraan bermotor.
b. Manfaat Praktis
Penlitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak dan instansi-instansi terkait
dalam penegakan hukum di masyarakat. Adapun manfaat yang diperoleh
dari penelitian ini adalah:
1. Diharapkan dapat menjadi pertimbangan para penegak hukum dalam
menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor, agar dapat
menerapkan sanksi kepada pelaku sesuai dengan norma hukum yang
berlaku.
2. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan menjadi perbandingan ilmu
secara teori dengan ilmu yang berlaku di masyarakat.
1.7 Landasan Teori
Guna menunjang penulisan ini seusai dengan permasalahannya sehingga
dapat diwujudkan sebagai suatu karya tulis, maka landasan teoritis dari
pembahasan yang telah dirumuskan berpedoman pada literatur-literatur, teori
hukum atau teori hukum khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan
hukum, norma-norma, dan juga pendapat para sarjana hukum yang berkaitan
dengan pemasalahan kejahatan pencurian kendaraan bermotor.
1.7.1 Penegakan Hukum
Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan
menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksan sanksi hukum
guna menjamin pentaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut sedangkan
menurut Satjipto Rahardjo penegakan hukum adalah suatu proses untuk
mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan.7
Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang
terwujud dalam serangkaian nilai untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut keberhasilan
penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai
arti yang netral sehingga dampak negative atau positifnya terletak pada isi faktor-
faktor tersebut. Faktor-faktor ini merupakan esensi serta tolak ukur dari efektivitas
penegakan hukum.
Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Hukum (undang-undang),
b. Penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk mapun
menerapkan hukum,
c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum,
d. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan,
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.8
Di dalam suatu negara yang sedang membangung, fungsi hukum tidak
hanya sebagai alat control sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas semata, akan
7 Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru: Bandung, hlm. 24. 8 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja
Grafindo Persada, hlm. 5.
tetapi juga sebagai alat untuk melakukan pembaharuan atau perubaan di dalam
suatu masyarakat, sebagaimana disbutkan oleh Roscoe Pound salah seorang tokoh
Sosilogical Jurisprudence dimana sebagai salah satu usaha dalam menanggulangi
kejahatan dalam penegakan hukum pidana rasional. Penegakan hukum pidana
yang rasional tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi,
dan tahap eksekusi yaitu:
a. Tahap formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh
badan pembentuk undang-undang, dalam tahap ini pembentuk undang-
undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan
keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan dating, kemudian
merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana
untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam
arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini dapat juga disebut
dengan tahap kebijakan legislative.
b. Tahap aplikasi, tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak
hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan. Dalam tahap
ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan
perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk undang-
undang. Dalam melaksanakan tugas ini, apparat penegak hukum harus
memegang teguh nilai-nilai keadilan. tahap kedua ini dapat juga disebut
tahap kebijakan yudikatif.
c. Tahap eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana
secara konkrit oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat
pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat
oleh aparat pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang
telah ditetapkan oleh pengadilan. Aparat pelaksana dalam menjalankan
tugasnya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana
yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang. 9
1.7.2 Kesadaran hukum
Kesadaran hukum merupakan suatu keyakinan yang ditimbul dalam diri
individu maupun masyarakat sehingga individu maupun masyarakat tersebut
menaati aturan-aturan yang telah dibuat. Kesadaran hukum tidak terlepas dari
nilai moral yang hidup dalam masyarakat. Jika individu maupun masyarakat
tersebut memiliki nilai moral yang baik, maka kesadaran hukum individu maupun
masyarakat itu akan terbangun dengan baik. Pembentukan kesadaran hukum bagi
individu maupun masyarakat, harus dilakukan sejak dini agar supaya kesadaran
hukum itu tertanam didalam diri setiap individu maupun masyarakat tersebut.
Di dalam ilmu hukum dikenal adanya beberapa pendapat tentang kesadaran
hukum. Di antara sekian banyaknya pendapat, terdapat suatu rumusan yang
menyatakan, bahwa sumber satu-satu hukum dan kekuatan mengikat adalah
kesadaran hukum masyarakat.10
Perubahan besar-besaran terjadi atas struktur sosial dan sistem sosial bangsa
ini suatu perubahan fundamental yang mencabut sampai akar-akarnya struktur dan
sistem kolonialisme di Indonesia. Perubahan ini merupakan perwujudan dalam hal
9 Mulyadi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra
Aditya Bakti: Bandung, hlm. 173. 10 Soerjono Soekanto, 2010, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta : Rajawali Press,
hlm. 167.
memperbaiki sistem hukum di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran hukum
masyarakat yang diatur oleh undang-undang tersebut.11
Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang rencana
pembangunan jangka panjang nasional tahun 2005-2025, menetapkan arah
pembangunan materi hukum, struktur hukum dan budaya hukum yang salah
satunya adalah peningkatan perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran
hukum yang tinggi terus ditingkatkan dengan lebih memberikan akses terhadap
segala informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan akses kepada masyarakat
terhadap pelibatan dalam berbagai proses pengambilan keputusan pelaksanaan
pembangunan nasional sehingga setiap anggota masyarakat manyadari dan
manghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Akibatnya akan
terbentuk perilaku warga negara Indonesia yang mempunyai rasa memiliki dan
taat hukum.12
Menurut Soerjono Soekanto untuk mengetahui kesadaran hukum
masyarakat di dalam proses perubahan yang menjadi ciri dari pembangunan,
dengan demikian maka pokok-pokok yang harus diteliti adalah :
1. Proses hukum, yaitu bagaimana masyarakat bertindak di dalam kehidupan
hukum dengan mengambil tindakan-tindakan hukum yang banyak dilakukan
sebagai patokan.
2. Alasan dan latar belakang proses hukum tersebut
11 Sudjono Dirdjosisworo, 1983, sosiologi hukum, Jakarta : Rajawali Press, hlm. 83. 12 Fence M. Wantu, 2010, Idee Des Recht kepastian hukum, keadilan dan
kemamfaatan(implementasi dalam proses peradilan perdata), Yogyakarta : Pustaka pelajar ,hlm.
3.
3. Apakah proses hukum tersebut selaras atau tidak sesuai dengan peraturan-
peraturan tertulis yang berlaku
4. Mengapa terdapat keselarasan atau bahkan ketidaksesuaian antara proses
hukum dengan peraturan-peraturan tertulis yang berlaku.13
Mempertanyakan kesadaran hukum masyarakat pada prinsipnya
mempertanyakan juga aspek penegakan hukum, yang pernah dilakukan oleh
Soerjono Soekanto tentang kesadaran dan kepatuhan hukum di tahun di tahun
1982, membuka pintu kajian semakin jelas akan pentingnya keterlibatan
masyarakat dalam mematuhi secara sadar konsepsi hukum yang telah disahkan
dan dilaksanakan secara konsekuen dalam komunikasi/hubungan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bahkan berpolitik. Sejak awal tidak ada kesepakatan
yang jelas tentang konsepsi kesadaran hukum. Juga dipertanyakan apakah
kesadaran hukum sama dengan perasaan hukum. J.J. Von Schmid memberikan
ulasan tentang perasaan hukum, yaitu bahwa penelitian hukum yang timbul secara
serta merta dari masyarakat. Sedangkan kesadaran hukum lebih banyak
merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang
telah dilakukannya melalui penafsiran secara ilmiah. Paul Scholten menyebutkan
kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri
manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada,
sebenarnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan
suatu penilaian hukum terhadap kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang
bersangkutan. Munculnya kesadaran hukum didorong oleh sejauh mana
13 Soerjono soekanto, 2010, pokok-pokok sosiologi hukum, Jakarta : Rajawali press, hlm. 169.
kepatuhan kepada hukum yang didasari oleh: indoctrination, habituation, utility,
dan group indentification. Proses itu terjadi melalui internalisasi dalam diri
manusia. Kadar internalisasi inilah yang selanjutnya memberikan motivasi yang
kuat dalam diri manusia atas persoalan penegakan hukum. Soerjono Soekanto
menyatakan terdapat empat indikator kesadaran hukum yang masing-masing
merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, yaitu : pengetahuan hukum,
pemahaman hukum, sikap hukum, dan pola perilaku hukum. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu: faktor hukumnya sendiri (UU),
faktor penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor kesadaran hukum
masyarakat, dan faktor kebudayaan.14
Masalah yang timbul kemudian berkaitan dengan bekerjanya hukum itu
adalah pertanyaan mengenai apakah hukum yang dijalankan di dalam masyarakat
itu benar-benar mencerminkan gambaran hukum yang terdapat di dalam peraturan
hukum tersebut. Pertanyaan demikian, purbacaraka membedakan tiga hal tentang
berlakunya hukum, yaitu hukum berlaku neraca filosofis, secara yuridis dan
sosiologis. Berlaku secara filosofis, bahwa hukum tersebut sesuai dengan cita-cita
hukum, yakni sebagai nilai positif yang tertinggi. Sedangkan hukum berlaku
secara yuridis, terdapat anggapan, bahwa apabila penetuannya didasarkan pada
kaidah yang lebih tinggi tingkatannya (Hans Kelsen) atau terbentuk menurut cara
yang ditetapkan (W.Zevenbergen). Bagi studi hukum dalam masyarakat, maka
yang terpenting adalah hal berlakunya hukum secara sosiologis (efektivitas
hukum). Studi efektivitas hukum adalah suatu kegiatan yang memperlihatkan
14 Saifullah, 2010, Refleksi sosiologi hukum, Bandung : refika aditama, hlm. 105.
suatu strategi perumusan masalah yang bersifat umum, yaitu suatu perbandingan
realitas hukum dengan ideal hukum, yaitu terdapat jenjang antara hukum dalam
tindakan ( law in action) dengan hukum dalam teori ( law in teory). Roscoe Pound
membuat perbedaan yang kemudian menjadi sangat terkenal di dalam ilmu
hukum, yaitu antara law in the books dan law in actions. Pembedaan ini
mencakup persoalan-persoalan antara lain, apakah tujuan yang secara tegas
dikehendaki oleh suatu peraturan itu sama dengan efek peraturan itu dalam
kenyataannya. Studi efektivitas hukum, adalah menelaah apakah hukum itu
berlaku, dan untuk mengetahui berlakunya hukum tersebut, Black menganjurkan
agar membandingkan antara ideal hukum, yakni kaidah yang dirumuskan dalam
undang-undang atau keputusan hakim, dengan realitas hukum. Soerjono Soekanto
berkaitan dengan realiatas hukum im menyatakan bahwa apabila seseorang
mengatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuannya,
maka hal itu biasanya diukur apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak
atau perilaku tertentu, sehingga sesuai dengan tujuannya atau tidak. Kepatuhan
seseorang terhadap hukum seringkali dikaitkan dengan persoalan-persoalan di
seputar kesadaran hukum seseorang tersebut. Dengan lain perkataan, kesadaran
hukum menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar
berfungsi atau tidak dalam masyarakat. Satjipto Rahardjo memberikann
pengertian kesadaran hukum sebagai kesadaran masyarakat untuk menerima dan
menjalankan hukum sesuai dengan ratio pembentukannya. Mertokusumo
memberikan pengertian kesadaran hukum sebagai kesadaran tentang apa yang
seyogyanya dilakukan atau perbuat atau seyogyanya tidak dilakukan atau perbuat
terutama terhadap orang lain. Kesadaran hukum seringkali juga dikaitkan dengan
efektivitas hukum. Dengan kata lain, kesadaran hukum menyangkut masalah
apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar berfungsi atau tidak dalam
masyarakat. Untuk menggambarkan keterkaitan antara kesadaran hukum dengan
ketaatan hukum terdapat suatu hipotesis, yaitu kesadaran hukum yang tinggi
menimbulkan ketaatan terhadap hukum, sedangkan kesadaran hukum yang lemah
mengakibatkan timbulnya ketidaktaatan terhadap hukum.15
1.7.3 Efektivitas Hukum
Efektivitas mengandung arti keefektifan pengaruh efek keberhasilan atau
kemanjuran atau kemujaraban, membicarakan keefektifan hukum tentu tidak
terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik dua variabel terkait yaitu:
karakteristik atau dimensi dari obyek sasaran yang dipergunakan.16
Ketika berbicara sejauh mana efektivitas hukum maka kita pertama-tama
haru dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati.jika
suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran
ketaatannya maka akan dikatakan aturan hukum yang bersangkutan adalah
efektif17
Derajat dari efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto, ditentukan oleh
taraf kepatuhan masyarakat terhadap hukum, termasuk para penegak hukumnya,
15 Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan metode penelitian hukum, Malang : UMM
Press, hlm. 37.
. 16 Barda Nawawi Arief, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, ctk Ketiga, Citra Aditya
Bandung, hlm. 67.
17 Salim,H.S dan Erlis Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan
Disertasi, Edsis Pertama, ctk Kesatu, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 375.
sehingga dikenal asumsi bahwa,”taraf kepatuhan yang tinggi adalah indikator
suatu berfungsinya suatu sistem hukum. Dan berfungsinya hukum merupakan
pertanda hukum tersebut mencapai tujuan hukum yaitu berusaha untuk
mempertahankan dan melindungi masyrakat dalam pergaulan hidup.”18
Beberapa pendapat mengemukakan tentang teori efektivitas seperti
Bronislav Molinoswki, Clerence J Dias, Allot dan Murmer. Bronislav Malinoswki
mengemukakan bahwa teori efektivitas pengendalian sosial atau hukum, hukum
dalam masyarakat dianalisa dan dibedakan menjadi dua yaitu:
(1) Masyarakat modern,
(2) Masyarakat primitif,
Masyarakat modern merupakan masyarakat yang perekonomiannya
berdasarkan pasar yang sangat luas, spesialisasi di bidang industri dan pemakaian
teknologi canggih,didalam masyarakat modern hukum yang di buat dan ditegakan
oleh pejabat yang berwenang.19
Pandangan lain tentang efektivitas hukum oleh Clerence J Dias
mengatakan bahwa terdapat 5 (lima) syarat bagi efektif tidaknya satu sistem
hukum meliputi:
1. Mudah atau tidaknya makna isi aturan-aturan itu ditangkap.
18 Soerjono Soekanto, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karya
Bandung, hlm. 7.
2. Luas tidaknya kalangan didalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-
aturan yang bersangkutan.
3. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum dicapai dengan
bantuan aparat administrasi yang menyadari melibatkan dirinya kedalam
usaha mobilisasi yang demikian, dan para warga masyrakat yang terlibat
dan merasa harus berpartisipasi dalam proses mobilisasi hukum.
4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya harus mudah
dihubungi dan dimasukan oleh setiap warga masyarakat, akan tetapi harus
cukup efektif menyelesaikan sengketa.
5. Adanya anggapan dan pengakuan yang cukup merata di kalangan warga
masyarakat yang beranggapan bahwa aturan-atauran dan pranata-pranata
hukum itu memang sesungguhnya berdaya mampu efektif.
Dalam bukunya achmad ali yang dikutip oleh Marcus Priyo Guntarto yang
mengemukakan tentang keberlakuan hukum dapat efektif apabila :
1. Relevansi aturan hukum dengan kebutuhan orang yang menjadi target.
2. Kejelasan dari rumusan subtansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami
oleh orang yang menjadi target hukum.
3. Sosialisasi yang optimal kepada semua orang yang menjadi target hukum.
4. Undang-undang sebaiknya bersifat melarang, bukan bersifat
mengharuskan. Pada umumnya hukum prohibitur lebih mudah
dilaksanakan daripada hukum mandatur.
5. Sanksi yang akan diancam dalam undang-undang harus dipadankan dengan
sifat undang-undang yang dilanggar, suatu sanksi yang tepat untuk tujuan
tertentu, mungkin saja tidak tepat untuk tujuan lain. Berat sanksi yang
diancam harus proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.20
Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa dalam sosiologi hukum masalah
kepatuhan atau ketaatan hukum terhadap kaidah-kaidah hukum pada umumnya
telah menjadi faktor yang pokok dalam mengukur efektif tidaknya sesuatu yang
ditetapkan dalam hukum ini.21
Efektivitas Hukum yang dikemukakan oleh Anthoni Allot sebagaimana
dikutip Felik adalah sebagai berikut:
“Hukum akan mejadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya dapat
mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat menghilangkan
kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang
dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan maka kemungkinan terjadi
pembetulan secara gampang jika terjadi keharusan untuk melaksanakan atau
menerapkan hukum dalam suasana baru yang berbeda, hukum akan sanggup
menyelsaikan.”22
Keberlakuan hukum berarti bahwa orang bertindak sebagaimana seharusnya
sebagai bentuk kepatuhan dan pelaksana norma jika validitas adalah kualitas
hukum, maka keberlakuan adalah kualitas perbuatan manusia sebenaranya bukan
tentang hukum itu sendiri.10 Selain itu wiiliam Chamblish dan Robert B seidman
mengungkapkan bahwa bekerjanya hukum dimasyarakat dipengaruhi oleh all
20 Ibid. 21 Soerjono Soekanto, 1996, Sosiologi Suatau pengantar, Rajawali Pers, Bandung,
hlm.20.
22 Salim H.S dan Erlis Septiana Nurbani, Op.cit, hlm. 303.
other societal personal force (semua ketakutan dari individu masyarakat) yang
melingkupi seluruh proses.23
Studi efektivitas hukum merupakan suatu kegiatan yang memperlihatkan
suatu strategi perumusan masalah yang bersifat umum, yaitu suatu perbandingan
antara realitas hukum dan ideal hukum, secara khusus terlihat jenjang antara
hukum dalam tindakan (law in action) dengan hukum dalam teori (law in theory)
atau dengan kata lain kegiatan ini akan memperlihatkan
Bustanul Arifin yang dikutip oleh Raida L Tobing, mengatakan bahwa dalam
negara yang berdasarkan hukum, berlaku efektifnya sebuah hukum apabila
didukung oleh tiga pilar, yaitu:
a. Lembaga atau penegak hukum yang berwibawa dapat diandalkan
b. Peraturan hukum yang jelas sistematis.
c. Kesadaran hukum masyarakat tinggi.24
1.7.4 Teori Penanggulangan
Dilihat dari sudut kejahatan, upaya penanggulangan kejahatan tentunya
tidak dapat dilakukan secara parsial dengan hukum pidana saja, tetapi harus juga
ditempuh dengan pendekatan secara integral yang harus dilakukan oleh yang
melakukan penanggulangan.
23 Robert B seidman, 1971, Law order and Power, Adition Publishing Company Wesley
Reading massachusett , hlm. 13.
24 Soleman B Taneko, 1993, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali
Press, Jakarta, hlm. 48.
Upaya penanggulangan maupun pencegahan agar tidak ada lagi kerugian
materil maupun moril yang dapat dilakukan terdapat 3 teori, antara lain:
- Upaya Pre-emtif
Yang dimaksud dengan upaya Pre-emtif di sini adalah upaya-upaya awal
yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya kejahatan.
Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif
adalah menanamkan nilai-nilai atau norma-norma yang baik sehingga norma-
norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meski ada kesempatan untuk
melakukan pelanggaran atau kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal
tersebut maka tidak akan terjadi tindak pidana.
- Upaya preventif
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya
kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik dari pada mencoba
untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sehingga menimbulkan
ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong timbulnya perbuatan menyimpang
juga meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan
ketertiban merupakan tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah preventif tersebut meliputi:
1. Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran, yang
dengansendirinya akan mengurangi kejahatan.
2. Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan untuk mencegah
terjadinya penyimpangan-penyimpangan.
3. Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum
rakyat.
4. Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya.
5. Meningkatkan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para
pelaksana penegak hukum. 25
- Upaya represif
Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara
konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan
upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan
perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan
yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan
masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan oang lain juga tidak akan
melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat.
Langkah-langkah konkrit dari upaya represif adalah:
1. Jika menyimpang dari norma hukum adat masyarakat sansksi diberikan
oleh masyarakat setempat dengan cara dikucilkan dan tidak dihargai di
dalam dan di masyarakat.
25 Atmasasmita Ramli, 1997, Krimonologi, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hlm. 45.
2. Jika melanggar kaidah hukum positif apalagi hukum pidana positif, dapat
dipidana berdasarkan ketentuan hukum tertulis. Hukuman bisa berbentuk
pidana kurungan, denda, penjara, ataupun pidana mati. 26
1.7.5 Teori Kriminologi
Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang membahas kejahatan
sebagai suatu gejala sosial. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard
(1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis, yang secara hafiah, menjelaskan
kriminologi berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau jahat dan
“logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu
tentang kejahatan atau penjahat.27
Berikut definisi – definisi kriminologi menurut para ahli :
E.H.Suthrland
“Kriminologi merupakan keseluruhan pengetahuan yang membahas kejahatan
sebagai suatu gejala sosial. Dalam ruang lingkup pembahasan ini termasuk
proses-proses pembuatan undang-undang, pelanggaran undang-undang dan reaksi
terhadap pelanggaran undang-undang. Proses-proses dimaksud meliputi tiga aspek
yang merpuakan suatu kesatuan hubungan sebab-akibat yang saling
mempengaruhi.”
W.A Bonger “Memberikan batasan bahwa”kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang
bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya”. Bonger, dalam meberikan
batasan kriminologi, membagi kriminologi ke dalam dua aspek:
kriminologi praktis, yaitu kriminologi yang berdasarkan hasil penelitiannya
disimpulkan manfaat praktisnya.
kriminologi teoritis, yaitu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengelamannya
seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala
kejahatan dan mencoba menyelidiki sebab dari gejala tersebut (etiologi) dengan
metode yang berlaku pada kriminologi.28
26 Saeharodji, H Hari, 1980, Pokok-pokok Kriminologi, Aksara Baru, Jakarta, hlm. 12. 27 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002, Kriminologi, PT Grafindo, Jakarta, hlm.
10. 28 Ibid, hlm. 3.
SUTHERLAND Merumuskan, (The Body of Knowledge regarding crime as social Phenomenon)
kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan
perbuatan jahat sebagai gejala sosial, menurut SUTHERLAND Kriminologi
mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas
pelnggaran hukum. sehingga olehnya dibagi menjadi empat yaitu:
1. Sosiologi Hukum, ilmu tentang perkembangan hukum.
2. Etiologi Hukum yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab-
sebab kejahatan;
3. Penologi yang menaruh perhatian atas perbaikan narapidana.
4. Etiologi Hukum yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab-
sebab kejahatan;
PAUL MUDIGDO MULYONO Tidak sependapat dengan definisi yang diberikan SUTHERLAND. menurutnya
definisi itu seakan-akan tidak memberikan gambaran bahwa pelaku kejahatan
itupun mempunyai andil atas terjadinya kejahatan, oleh karena terjadinya
kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang oleh masyarakat, akan
tetapi adanya dorongan dari sipelaku untuk melakukan perbuatan jahat yang
ditentang oleh masyarakat tersebut. Karenanya PAUL MUDIGDO MULYONO
memberikan definisi Kiminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
kejahatan sebagai masalah manusia.29
Terdapat beberapa teori dalam Kriminologi yang dapat dikelompokkan ke
dalam kelompok teori yang menjelaskan peranan dari faktor struktur sosial yang
mendukung timbulnya kejahatan, yaitu :
Teori Anomi : konsep anomi oleh R.Marton diformulasikan dalam rangka
menjelaskan keterkaitan antara kelas-kelas sosial dengan kecendrungan
pengadaptasiannya dalam sikap dan prilaku kelompok. Mengenai
penyimpangan dapat dilihat dari struktur sosial dan kultural.
Teori Differential Association : teori ini mengetengahkan suatu penjelasan
sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan.
29 Sri. Utari Indah, 2012, Aliran dan Teori Dalam Kriminologi, Thafa Media, Semarang,
hlm. 2.
Teori Contro Social : teori ini berangkat dari suatu asumsi/anggapan bahwa
individu didalam masyarakat mempunyai kecendrungan yang sama akan
suatu kemungkinannya.
Teori Frustasi Status : status sosial-ekonomi masyarakat yang rendah
menyebabkan masyarakat tidak dapat bersaing dengan masyarakat kelas
menengah.
Teori Konflik : pada dasarnya menunjukan pada perasaan dan keterasingan
khususnya yang timbul dari tidak adanya kontrol seseorang atas kondisi
kehidupannya sendiri.
Teori Lebeling : teori untuk mengukur mengapa terjadinya kejahatan.
Pendekatan labeling dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu persoalan
bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau lebel, persoalan
kedua adalah bagaimana labeling mempengaruhi seseorang.30
1.8 Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya adalah merupakan pernyataan tentang sesuatu
yang untuk sementara waktu dianggap benar. Dikaitkan dengan penelitian,
hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang umumnya
dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Berdasarkan landasan teori yang telah
diuraikan diatas, maka terhadap permasalahan-permasalahan yang diajukan dapat
ditarik hipotesis sebagai berikut:
1. Modus operandi apakah yang sering dipakai pelaku untuk mencuri kendaraan
bermotor di Denpasar?
30 Ibid, hlm. 13.
- Banyak berbagai macam modus operandi yang dilakukan pelaku
pencurian kendaraan bermotor di kota-kota besar, modus operandi itu
adalah bentuk atau cara. Modus Operandi yang dipakai seperti
menggunakan kunci T, memakai cairan setan, memakai kekerasan dan
masih banyak lagi. Khususnya di Denpasar salah satu modus operandi
yang sering dilakukan pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor
adalah modus operandi menukar plat nomor kendaraan, modus operandi
kejahatan ini tergolong baru. Para pelaku biasanya beraksi di tempat-
tempat perbelanjaan. Cara yang digunakan sangat simple, yakni para
pelaku datang ke lokasi dengan membawa plat nomor kendaraan berikut
STNK palsu.
Setelah itu, pelaku mencari kendaraan yang posisinya tidak terlihat
penjaga parkir. Biasanya kendaraan yang diincar harus seusai STNK. Dan
pelaku menukar plat nomor kendaraan yang sama dengan tertera di STNK.
Setelah terpasang, pelaku akan aman saat keluar dari loket parker
karena kendaraan yang dibawanya sesuai dengan STNK. Demi
melancarkan rencananya itu, biasanya pelaku berani mengatakan tiket
parker hilang. Dengan hanya menunjukan STNK dan membayar denda,
pelaku pun bisa kabur.
2. Bagaimana upaya penanggulangan pihak kepolisian polresta dalam
menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Denpasar?
Upaya penanggulangan pencurian kendaraan bermotor ini sudah dilakukan
oleh pihak kepolisian untuk menekan kejahatan pencurian bermotor ini
dengan cara:
- Upaya penanggulangan Pre-Emtif
Yang dimaksud dengan upaya Pre-emtif di sini adalah upaya-upaya
awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya
kejahatan. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan
secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai atau norma-norma yang baik
sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meski
ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan tapi tidak ada
niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi tindak pidana.
Jadi dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadihilang meski ada kesempatan.
Cara pencegahan ini berasal dari teori NKK, yaitu; niat + kesempatan terjadi
kejahatan. Contohnya, di tengah malam pada saat lampu merah lalu lintas
menyala maka pengemudi itu akan berhenti dan mematuhi aturan lalu lintas
tersebut meskipun pada waktu itu tidak ada polisi yang berjaga. Hal ini selalu
terjadi di banyak negara seperti Singapura, Australia dan negara-negara
lainnya di dunia. Jadi dalam upaya pre-emtif faktor niat tidak terjadi.
- Upaya preventif
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya
kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik dari pada
mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sehingga
menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong timbulnya
perbuatan menyimpang juga meningkatkan kesadaran dan partisipasi
masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab
bersama.
Langkah-langkah preventif tersebut meliputi:
1. Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran, yang
dengansendirinya akan mengurangi kejahatan.
2. Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan untuk mencegah
terjadinya penyimpangan-penyimpangan.
3. Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum
rakyat.
4. Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya.
5. Meningkatkan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para
pelaksana penegak hukum.
- Upaya represif
Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara
konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan
dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan
sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar
bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar
hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan
oang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan
ditanggungnya sangat berat.
Langkah-langkah konkrit dari upaya represif adalah:
1. Jika menyimpang dari norma hukum adat masyarakat sansksi diberikan
oleh masyarakat setempat dengan cara dikucilkan dan tidak dihargai di
dalam dan di masyarakat.
2. Jika melanggar kaidah hukum positif apalagi hukum pidana positif, dapat
dipidana berdasarkan ketentuan hukum tertulis. Hukuman bisa berbentuk
pidana kurungan, denda, penjara, ataupun pidana mati.31
1.9 Metode Penelitian
Menurut Kartini Kartono, metode penelitian adalah cara-cara berfikir dan
berbuat, yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan penelitian dan guna
mencapai tujuan.32 Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami, bahwa peneitian
pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang terencana dilakukan dengan metode
ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data baru guna mendapatkan kebenaran
ataupun ketidak benaran dari suatu gejala yang ada.
1.9.1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris, dimana
suatu prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan
meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan
mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan. Metode yuridis empiris
ini penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan
meneliti bagaimana bekerjanya hukum dalam lingkungan masyarakat.
Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di
masyarakat maka penelitian hukum yuridis empiris dapat dikatakan sebagai
31 Ibid, hlm. 12. 32 Kartini Kartono, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi, Ilmu Hukum
Dalam Hilman Adikusuma, Penerbit Mandar Maju Bandun, hlm. 58.
penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang
diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat.
1.9.2 Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
kasus dan pendekatan fakta. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara meneliti
kasus-kasus yang telah terjadi di Denpasar. Sedangkan pendekatan fakta
digunakan dengan mengadakan penelitian terhadap data dan wawancara langsung
terhadap pihak-pihak terkait.
1.9.3 Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan
secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok terntetu, atau
untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini
menggambarkan tentang penanggulangan terhadap pencurian kendaraan bermotor
di Denpasar (studi kasus wilayah hukum POLRESTA Denpasar)
1.9.4 Sumber Bahan Hukum atau Data
Berdasarkan atas penggunaan Data Hukum Primer dan Data Hukum
Sekunder dalam penelitian hukum yuridis empiris. Masing-masing dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Data hukum primer yang digunakan adalah data yang bersumber dari suatu
penelitian lapangan, yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber
di lapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Data primer yang
di gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan
wawancara langsung dengan kepala bagian yang mengurusi kriminal
umum di POLRESTA Denpasar
2. Data hukum sekunder terdiri atas buku-buku hukum (text book), jurnal-
jurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat
dalam media masa, kitab undang-undang hukum dan internet dengan
menyebutkan nama situsnya.
1.9.5 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data tertentu sesuai
dengan data yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Teknik yang
digunakan antara lain.
1. Penelitian lapangan (field research), penelitian ini dilakukan dengan
cara terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data primer.
2. Penelitian pustaka (library research), penelitian ini dilakukan dengan
cara mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum.
1.9.6 Teknik Analisis
Setelah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder terkumpul, maka
bahan hukum tersebut diolah dan dianalisa dengan mempergunakan metode
kualitatif. Setelah melalui proses pengolahan data analisis, kemudian bahan
hukum tersebut disajikan secara deskriptif analisis. Deskriptif artinya adalah
pemaparan hasil penelitian secara sistematis dan menyuluruh menyangkut fakta
yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan analisis artinya
fakta yang berhubungan penelitian dianalisis secara cermat, sehingga di dapatkan
kesimpulan hasil penilitian.