crs - cedera kepala nita mogan fahmi
TRANSCRIPT
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
1/25
CASE REPORT SESSION
CEDERA KEPALA
Oleh :
Nita Nurul Rachman 1301-1211-0110
Moganasivan Superamaniam 1301-1211-3074
Mohd Norfahmi MD Hashim 1301-1211-3087
Pembimbing :
Roland Sidabutar, dr. Sp.BS., M.Kes
BAGIAN BEDAH SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2012
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
2/25
STATUS CASE REPORT
I. KETERANGAN UMUM
Nama : Ny. D.
Usia : 40 tahun
Jenis kelamin : Perepuan
Alamat : Soreang, Kab. Bandung
Tanggal masuk RS : 28 November 2012
Tanggal Pemeriksaan : 3 Desember 2012
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri kepala
Anamnesis Khusus :
Sepuluh jam SMRS saat pasien sedang menyebrang jalan di Soreang, tiba-
tiba pasien ditabrak sepeda motor sehingga pasieen terlempar dan kepala
membentur aspal jalan. Pasien pingsan dan muntah tanpa disertai perdarahan dari
telinga, hidung dan mulut. Penderita langsung dibawa ke RSUD Soreang dan
mendapat pengobatan berupa cairan infus dan dirontgen kepala. Karena
keterbatasan fasilitas pasien kemudian dirujuk ke RSHS.
Pasien telah dirawat di RC III RSHS selama 6 hari dan mendapat
pengobatan berupa penjahitan luka, ganti balutan, cairan infus dan obat
antibiotik,antinyeri. Tiga hari yang lalu, penderita telah mendapat tindakan
operasi berupa penyambungan tulang tengkorak.
III.PEMERIKSAAN FISIK
A.1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : afebris
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
3/25
B.Interna
Jantung : Bunyi jantung murni reguler
Paru-paru : VBS, sonor, kiri = kanan, normal
Abdomen : Datar, lembut, bising usus (+) normal
Hepar dan lien tidak teraba
C.Pemeriksaan Lokal
a/r parietal sinistra : hematom (+)
D.Pemeriksaan Psikis
Isi kesadaran : tidak ada kelainan
Hubungan psikis : tidak ada kelainan
Emosi : tidak ada kelainan
Intelek : tidak ada kelainan
Pikiran : tidak ada kelainan
Kelakuan : tidak ada kelainan
E.Pemeriksaan Neurologis
1. Kesadaran
GCS : Mata : 4
Gerakan : 6
Suara : 5
2. Tanda-tanda rangsang meningen
Kaku kuduk : tak ada
Brudzinsky I : tak adaBrudzinsky II : tak ada
3. Saraf Otak
N. I : Pembauan : tak ada kelainan
N. II : Visus : OD : 6/6
OS : 6/6
Kampus : OD : temporal : sesuai pemeriksa
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
4/25
nasal : sesuai pemeriksa
atas : sesuai pemeriksa
bawah : sesuai pemeriksa
OS : temporal : sesuai pemeriksa
nasal : sesuai pemeriksa
atas : sesuai pemeriksa
bawah : sesuai pemeriksa
Fundus : tidak dilakukan
N. III, IV, VI :
Ptosis : (-)
Strabismus : (-)
Nistagmus : (-)
Gerakan Bola Mata : baik ke segala arah
Pupil :
Bentuk : Bulat
Isokor : 3 mm
Rangsang cahaya : Direk +/+
Indirek +/+
N. V : Rasa raba : dalam batas normal
Rasa nyeri : dalam batas normal
Rasa suhu : dalam batas normal
Motorik : dalam batas normal
M. masseter : tak ada kelainan
M. temporalis : tak ada kelainan
Nyeri tekan : tak ada kelainanSupra orbital : tak ada kelainan
Infra orbital : tak ada kelainan
Mentalis : tak ada kelainan
Coroca refleks : tak ada kelainan
N. VII : Alis mata : tak ada kelainan
Lipatan hidung : tak ada kelainan
Angkat alis mata : +/+
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
5/25
Sudut mulut : tak ada kelainan
Rasa kecap 2/3 lidah bagian depan : dalam batas normal
Gerakan patologis : (-)
N. VIII : N. Cochlearis : dalam batas normal
N. Vestibularis : dalam batas normal
N. IX, X : Suara : tak ada kelainan
Kontraksi palatum : tak ada kelainan
Menelan : tak ada kelainan
N. XI : Angkat bahu : tak ada kelainan
Melihat ke kiri dan kanan : tak ada kelainan
N. XII : Keluarkan lidah : simetris
Atrofi : (-)
Kontraksi fibrilair : (-)
Tremor : (-)
4. Motorik
Atrofi : (-)
Kontraksi : tak ada kelainan
Fasikulasi : (-)
Kekuatan kontraksi otot : tak ada kelainan
Tonus otot : tak ada kelainan
Gerakan involunter : (-)
5. Sensibilitas
Permukaan : Rasa raba : tak ada kelainan
Rasa nyeri : tak ada kelainan
Rasa suhu : tak ada kelainanDalam : Arah gerak : tak ada kelainan
Rasa tulisan : tak ada kelainan
Stereognosi : tak ada kelainan
Dermografi : tak ada kelainan
Romberg test : tak ada kelainan
Vibrasi : tak ada kelainan
Tanda-tanda iritasi radiks : Kernig : (-)
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
6/25
Laseque : (-)
6. Koordinasi
Intensio tremor : tak ada kelainan
Tes telunjuk hidung : tak ada kelainan
Tes tumit lutut : tak ada kelainan
Ataksia : (-)
Disarthria : (-)
7. Saraf vegetatif
Miksi : tak ada kelainan
Defekasi : tak ada kelainan
8. Refleks-refleks :
Oculocephalic : Lengan : Biseps : +/+
Triseps : +/+
Ulna : +/+
Radiar : +/+
Kulit : Epigastrik : +/+
Mesogastrik : +/+
Hipogastrik : +/+
Tungkai : KPR : +/+
APR : +/+
Patologi : Hoffman Tromer : -/-
Babinsky : -/-
Clonus : Patella : -/-
Achilles : -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
- Hematologi (tgl. 28-12-2012)
Dalam batas normal
Pemeriksaan Radiologis :
- Foto Polos Schedel AP Lateral (tgl 28-11-2012)
Kesan : Fracture diastasis a/r sutura labdoidan sinistra
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
7/25
- Foto Cervical Lateral (tgl 28 -12-2012)
Kesan : Curve lurus verbrae cervicalis
- Foto Polos Thoraks AP (tgl. 28-12-2012)
Kesan : Tidak tampak traumatik wet lung atau contusio paru
Tidak tampak fraktur os.clavicula,costae dan skapula
Tidak tampak pembesaran jantung.
Tidak ada TB paru aktif
- Foto Pelvis AP (tgl 28-12-12)
Kesan : Foto pelvis dalam batas normal
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
8/25
V. DIAGNOSIS
Mild HI (GCS 15) + Closed fraktur diastasis a/r sutura lambdoidea
sinistra
VI. USUL PEMERIKSAAN
CT Scan kepala
VII. PENATALAKSANAAN
Umum : Observasi GCS, TNRS
Head up 30o
IVFD NaCl 0,9 % 1000 cc
IVDF RL 1000 cc
Diet biasa TKTP: 1600 kkal/hari
Khusus : Ceftriaxone 2 x 1 gr i.v.
Ranitidin 3 x 1 amp i.v.
Betahistine 3x6 mg po
Procetam tab 3x1200mg
Coditam tab PRN
VIII. PROGNOSA
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
9/25
I. DEFINISI
Trauma kepala adalah gangguan pada otak yang bersifat non degeneratif
dan non kongenital yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, yangmenyebabkan terjadinya kerusakan kognitif, fisikal, dan fungsi psikososial yang
permanen atau sementara, dengan disertai berkurangnya atau perubahan tingkat
kesadaran.
Akan tetapi, definisi dari trauma kepala adalah tidak selalu tetap dan
cenderung untuk bervariasi bergantung kepada spesialitas dan keadaan
lingkungan. Seringkali, trauma/cedera otak disamakan dengan trauma kepala.
II. ETIOLOGI
Penyebab terbanyak trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas dimana lebih
dari setengah kasus terjadi lebih sering pada daerah perkotaan. Penyebab lainnya
adalah jatuh dari tempat tinggi, korban kekerasan, trauma akibat olahraga, dan
trauma penetrasi. Trauma kepala dua sampai empat kali lebih sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan pada perempuan, dan lebih sering terjadi pada umurkurang dari 35 tahun.
III.KLASIFIKASI TRAUMA KEPALA
Klasifikasi trauma kepala dibagi berdasarkan mekanisme trauma, beratnya
trauma, dan morfologi trauma.
1. Mekanisme:
Tumpul : kecepatan tinggi (kecelakaan lalu lintas) dan kecepatan rendah
(jatuh, dipukul)
Tembus/penetrasi : cedera peluru dan cedera tembus lainnya.
2. Beratnya:
Ringan (GCS 14-15)
Sedang (GCS 9-13)
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
10/25
Berat (GCS 3-8)
3. Morfologinya:
Fraktur tengkorak : kalvaria (linier/steleate, depresi/nondepresi,
terbuka/tertutup), basis kranii(dengan/tanpa kebocoran LCS, dengan/tanpa
parese CN VII).
Lesi intrakranial : fokal (epidural, subdural, intraserebral), difus (komosio
ringan, komosio klasik, cedera akson difus)
(ATLS, 1999)
IV.KLINIS
Tingkat kesadaran pasien adalah hal terpenting dalam mengevaluasi pasien
trauma kepala. Glascow Coma Scale (GCS) merupakan alat bantu yang dipakai
untuk menentukan derajat trauma kepala. GCS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
eye opening(E), motor response (M), dan verbal response (V).
Tabel Glasgow Coma Scale
Eye Opening
Score 1 Year or Older 0-1 Year
4 Spontaneously Spontaneously
3 To verbal command To shout
2 To pain To pain
1 No response No response
Best Motor ResponseScore 1 Year or Older 0-1 Year
6 Obeys command
5 Localizes pain Localizes pain
4 Flexion withdrawal Flexion withdrawal
3 Flexion abnormal (decorticate)Flexion abnormal
(decorticate)
2 Extension (decerebrate) Extension (decerebrate)
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
11/25
1 No response No response
Best Verbal Response
Score >5 Years 2-5 Years 0-2 Years
5 Oriented and converses Appropriate words Cries appropriately
4Disoriented and
converses
Inappropriate
wordsCries
3Inappropriate words;
criesScreams
Inappropriate
crying/screaming
2 Incomprehensible sounds Grunts Grunts
1 No response No response No response
Pasien trauma kepala memiliki riwayat satu ataupun kombinasi dari cedera
kepala primer, bergantung pada derajat dan mekanisme trauma yang terjadi. Tipe
cedera kepala primer adalah cedera kulit kepala, fraktur tengkorak, fraktur basis
cranii, kontusio, perdarahan intrakranial, perdarahan subarachnoid, perdarahan
intraventrikuler, hematom epidural, hematom subdural, cedera penetrasi, dan
cedera akson difus.
Untuk mengetahui adanya fraktur cranii, perlu ditanyakan saat kejadian
trauma, mekanisme cedera, progresivitas gejala yang terjadi akibat cedera
tersebut. Fraktur tulang tengkorak dapat bersifat linier, comminuted, depressed,
dansteleate.
Pada fraktur basis kranii, pasien memiliki riwayat terbentur pada belakang
kepala, penurunan kesadaran, kejang, mual, muntah dan defisit neurologis. Tanda
patognomonis trauma basis cranii adalah adanya Battle sign, raccoon eyes, dan
CSF otorrhea dan rhinorrhea. Terjepitnya saraf kranial optikus terjadi pada 1-
10% pasien fraktur basis kranii.
Kontusio terjadi akibat cedera kepala primer pada lobus temporalis dan
frontalis. Hal ini karena pada daerah tersebut terdapat protuberantia kalvaria.
Terdapat gejala penyimpangan neurologis progresif sekunder akibat edema
serebral lokal, infark, dan/atau pembentukan-lambat hematom.
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
12/25
Hematom epidural terjadi akibat adanya laserasi pada arteri atau vena pada
daerah antara tulang tengkorak dan lapisan duramater. Hematom terbentuk 6-8
jam bila lesi berasal dari arteri atau lebih dari 24 jam bila berasal dari vena setelah
cedera kepala. Lokasi hematom biasanya pada lobus temporalis, frontalis, dan
oksipitalis. Pasien biasanya mengalami lucid interval, yaitu suatu periode dimana
pasien dalam keadaan sadar yang terjadi antara penurunan kesadaran dengan
adanya defisit neurologis. Lucid interval lebih sering terjadi pada dewasa
dibandingkan pada anak-anak. Defisit neurologis terjadi akibat adanya kompresi,
akibat ekspansi hematom, pada lobus temporalis dan/atau pada batang otak.
Hematom subdural terjadi pada daerah antara lapisan duramater dan korteksserebrii. Lesi ini terjadi akibat robekan pada bridging vein atau adanya laserasi
pada arteri korteks akibat cedera akselerasi-deselerasi. Lesi ini juga dapat
disebabkan trauma akibat persalinan, biasanya terjadi pada 12 jam kehidupan
yang ditandai adanya kejang (shaken baby syndromes), fontanel yang menonjol,
peningkatan lingkar kepala, anisokor, dan gagal nafas.
Perdarahan intraventrikuler biasanya terjadi pada trauma minor dan dapat
sembuh spontan. Perdarahan masif dapat menyebabkan hidrosefalus obstruktif,
terutama bila terjadi pada level foramen Monroe dan aquaduktus Sylvii.
Perdarahan subarachnoid adalah bentuk perdarahan yang umum terjadi pada
trauma kepala. Perdarahan disebabkan adanya gangguan pada pembuluh darah
kecil pada korteks serebrii. Lokasi lesi biasanya pada sepanjang falx serebrii atau
tentorium dan lapisan luar korteks. Gejala klinis yang biasanya terjadi adalah
mual, muntah, sakit kepala, gelisah, demam, dan kaku kuduk.
Cedera akson difus terjadi akibat gaya akselerasi-deselerasi yang tejadi secara
terus-menerus yang mengakibatkan gangguan pada jalur akson-akson kecil. Area
yang umumnya terganggu adalah ganglia basalis, talamus, nukleus hemisfer
profunda, dan korpus kolosum. Pasien biasanya memberikan gejala klinis berupa
perubahan status mental dan adanya perpanjangan status vegetatif. Pada
pemeriksaan CT-scan biasanya didapatkan adanya petekie.
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
13/25
V. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Anamnesis
I. Identifikasi pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan)
II. Keluhan utama, dapat berupa :
- Penurunan kesadaran
- Nyeri kepala
III.Anamnesis tambahan :
- Kapan terjadinya ( untuk: mengetahui onset)
- Bagaimana mekanisme kejadian, bagian tubuh apa saja yang terkena,
dan tingkat keparahan yang mungkin terjadi)
Berdasarkan mekanismenya, trauma dibagi menjadi :
a. Cedera tumpul : - kecepatan tinggi (tabrakan)
- kecepatan rendah (terjatuh atau terpukul)
b. Cedera tembus (luka tembus peluru atau tusukan) adanya penetrasi
selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus
atau cedera tumpul.
Komplikasi / Penyulit
1. Memakai helm atau tidak (untuk kasus KLL)
2. Pingsan atau tidak (untuk mengetahui apakah terjadi Lucid interval)
3. Ada sesak nafas, batuk-batuk
4. Muntah atau tidak
5. Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut
6. Adanya kejang atau tidak
7. Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma penyerta)
8.Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya
9.Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)
Pertolongan pertama (apakah sebelum masuk rumah sakit penderita sudah
mendapat penanganan). Penanganan di tempat kejadian penting untuk
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
14/25
Pemeriksaan Fisik
1.Primary Survey
A.Airway, dengan kontrol servikal:
Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang
wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.
- Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara - jalan nafas
bebas.
- Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau
berkumur - ada obstruksi parsial.
- Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total.
Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan
tersebut definitif memerlukan pemasangan selang udara.
Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi
atau rotasi pada leher.
Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang
dengan multiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada
leher, sampai kemungkinan adanya fraktur servikal dapat disingkirkan.
B.Breathing, dengan ventilasi yang adekuat
Pertukaran gas yang terjadi saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma.
Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan
jumlah pernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan
kanan.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam
rongga pleura.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam paru-
paru
http://penurur.an/http://penurur.an/ -
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
15/25
Gangguan ventilasi yang berat seperti tension pneumothoraks, flail chest,
dengan kontusio paru, dan open pneumothorasks harus ditemukan pada
primary survey.
Hematothorax, simple pneumothorax, patahnya tulang iga dan kontusio
paru harus dikenali pada secondary survey
C. Circulation, dengan kontrol perdarahan
a. Volume darah
Suatu keadaan hipotensi harus dianggap hipovolumik sampai terbukti
sebaliknya.
Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran.
Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan
ekstremitas, jarang dalarn keadaan hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan
dan ekstremitas yang dingin merupakan tanda hipovolemik.
Nadi
- Periksa kekuatan, kecepatan, dan irama
- Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur : normovolemia
- Nadi yang cepat, kecil : hipovolemik
- Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemia
- Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda
diperlukan resusitasi segera.
b. Perdarahan
Perdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara
penekanan pada luka
D.Disability
Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah
tingkat kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya
parese.
Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU
A : sadar (Alert)
V : respon terhadap suara (Verbal)
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
16/25
P : respon terhadap nyeri (Pain)
U : tidak berespon (Unresponsive)
Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat
memperkirakan keadaan penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada
primary survey, GCS dapat diiakukan pada secondary survey.
Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS :
a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
- Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif; orientatif)
- Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi)
- Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
- Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusing
- Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit kepala
- Tidak ada kriteria cedera sedang-berat
b. Cedera kepala sedang, (kelompok risiko sedang)
- Skor GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
- Konklusi
- Amnesia pasca trauma
- Muntah
- Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
- Kejang
c. Cedara kepala berat (kelompok risiko berat)
- Skor GCS 3-8 (koma)
- Penurunan derajat kesadaran secara progresif
- Tanda neurologis fokal
- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena berkurangnya perfusi ke otak atau
trauma langsung ke otak. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat
kesadaran penderita. Jika hipoksia dan hipovolemia sudah disingkirkan, maka
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
17/25
trauma kepala dapat dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran, bukan
alkohol sampai terbukti sebaliknya.
E.Exposure
Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi
terhadap jejas dan luka.
2. Secondary Survey
Adalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe, examination),
termasuk reevaluasi tanda vital.
Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap yaitu GCS jika
belum dilakukan pada primary survey
Dilakukan X-ray foto pada bagian vang terkena trauma dan terlihat ada
jejas.
VI. PENANGANAN CEDERA KEPALA RINGAN (GCS 14-15)
Sekitar 80% dari semua pasien cedera kepala dikategorikan sebagai cedera kepala
ringan. Pasien sadar tetapi mungkin mengalami hilang ingatan atas kejadian yang
melibatkan cederanya. Bisa terdapat riwayat singkat terjadinya pingsan namun
sulit untuk diketahui. Gambaran ini sering berhubungan dengan alcohol atau zat
intoksikan lainnya.
Kebanyakan pasien dengan cedera kepala ringan sembuh tanpa penanganan
berarti. Tetapi, sekitar 3% mengalami komplikasi yang tidak terduga,
mengakibatkan disfungsi neuroligik berat jika penurunan status mental terlambat
dideteksi.
Pemeriksaan CT scan perlu dipertimbangkan pada semua pasien yang mengalami
pingsan lebih dari lima menit, amnesia, nyeri kepala berat, dan GCS
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
18/25
2. Posisi midline pineal gland jika ada kalsifikasi
3. Level udara cairan pada sinus
4. Pneumocephals
5. Fraktur fasial
6. Benda asing
Indikasi rawat pasien cedera kepala ringan yaitu :- Pingsan > 15menit
- Post Traumatic Amnesia > 1Jam
- Pada observasi penurunan kesadaran
- Sakit Kepala >>
- Fraktur
- Otorhoe / Rinorhoe
- Cedera penyerta,
- CT-Scan Abnormal
- Tidak ada keluarga
- Intoksikasi alkohol / Obat-obatan.
Jika pasien asimtomatik, sadar penuh, normal secara neurologis, maka pasien
diamati selama beberapa jam, diperiksa ulang, dan jika masih normal, akan
dipulangkan.
Pesan untuk penderita / keluarga, Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai
hal-hal sbb :
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
19/25
-Tidur / sulit dibangunkan tiap 2 jam
- Mual dan muntah yang terus memburuk
- Sakit Kepala yang terus memburuk
- Kejang
- Kelemahan tungkai & lengan (hemiparese)
- Bingung / Perubahan tingkah laku /gaduh gelisah
- Pupil anisokor
- Nadi naik / turun (bradikardi)
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
20/25
VII. PENANGANAN CEDERA KEPALA SEDANG (GCS 9-13)
Kira-kira sekitar 10% dari pasien cedera kepala adalah termasuk cedera kepala
sedang. Pasien masih dapat mengikuti perintah sederhana tetapi pasien biasanya
bingung dan somnolen dan mungkin terdapat defisit neurologis fokal seperti
hemiparesis. Sekitar 10-20% dari pasien ini mengalami penurunan kesadaran
hingga koma.
Sebelum dilakukan penanganan neurologis, anamnesa singkat dilakukan dan
kardiopulmoner distabilkan terlebih dahulu. CT scan kepala perlu dilakukan dan
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
21/25
dokter bedah saraf dihubungi. Semua pasien ini memerlukan observasi di ruang
ICU atau unit serupa yang memudahkan observasi dan evaluasi neurologis ketat
untuk 12 hingga 24 jam pertama. CT scan untuk follow up dalam 12-24 jam
dianjurkan jika hasil CT scan awal abnormal atau jika terjadi penurunan pada
status neurologis pasien.
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
22/25
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
23/25
VIII. PENANGANAN CEDERA KEPALA BERAT (GCS 3-8)
Pasien yang mengalami cedera kepala berat tidak mampu untuk mengikuti
perintah sederhana bahkan setelah stabilisasi kardiopulmoner. Pendekatan wait
and see pada pasien ini bisa berakibat fatal, maka diangnosis dan penanganan
cepat sangatlah penting. Jangan menunda CT scan.
A. Primary Survey dan Resusitasi
Cedera kepala sering tidak disebabkan oleh cedera sekunder. Hipotensi pada
pasien dengan cedera kepala berat berhubungan dengan tingkat mortalitas
yang meningkat dua kali lipat dibanding pasien tanpa hipotensi (60% vs 27%).
Adanya hipoksia ditambah hipotensi berhubungan dengan tingkat mortalitas
yang mencapai 75%. Maka dari itu, stabilisasi kardiopulmoner pada pasien
cedera kepala berat adalah prioritas dan dan harus segera tercapai.
Transient respiratory arrest dan hipoksia dapat menyebabkan cedera otak
sekunder. Pada pasien koma, intubasi endotrakeal harus dilakukan segera.
Pasien diberi oksigen 100% sampai didapat gas darah, lalu penysuaian tepat
terhadap FIO2. Pulse oxymetri adalah pembantu yang berguna dan diharapkan
didapat saturasi O2 > 98%. Hiperventilasi harus digunakan pada pasien dengan
cedera kepala berat secara hati-hati dandipakai hanya saat terjadi penurunan
tingkat neurologic.
Hipotensi biasanya tidak terkait dengan cedera kepala itu sendiri kecuali pada
stadium terminal saat terjadikegagalan vena medular. Perdarahan intrakranila
tidak menyebabkan syok hemoragik. Euvolemia harus segera dilakukan jika
pasien hipotensi.
Hipotensi adalah penanda kehilangan banyak darah, walau tidak terlalu jelas.
Penyebab yang harus diperhatikan yaitu cedera spinal cord, kontusio jantung
atau tamponade dan tension pneumothorax.
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
24/25
B. Pemeriksaan Neurologis
Segera setelah status kardiopulmoner pasien stabil, pemeriksaan neurologis
yang cepat dan langsung. Terdiri dari pemeriksaan GCS dan reflex cahaya
pupil. Pada pasien koma, respon motorik dapat dilakukan dengan mencubit
otot trapezius atau dengan nail-bed pressure.
C. Secondary Survey
Pemeriksaan seperti GCS, lateralisasi dan reaksi pupil sebaiknya dilakukan
untuk mendeteksi penurunan neurologik sedini mungkin.
D. Prosedur Diagnostik
CT scan kepala emergensi harus dilakukan sedini mungkin setelah
hemodinamik stabil. CT scan juga harus diulang bila ada perubahan padastatus klinis dan secara rutin 12-24 jam setelah cedera untuk pasien dengan
kontusio atau hematom pada CT scan awal.
-
7/29/2019 CRS - Cedera Kepala Nita Mogan Fahmi
25/25