covid-19 tengah pandemi elektronik di wacana pilkada … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana...

39
MENIMBANG KEMBALI WACANA PILKADA ELEKTRONIK DI TENGAH PANDEMI COVID-19 POLICY ASSESSMENT - 2 0 2 0 - THE NDONESIAN INSTITUTE CENTER FOR PUBLIC POLICY RESEARCH

Upload: others

Post on 06-Jul-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

MENIMBANGKEMBALI

WACANA PILKADAELEKTRONIK DI

TENGAH PANDEMICOVID-19

P O L I C Y A S S E S S M E N T- 2 0 2 0 -

THE NDONESIAN INSTITUTEC E N T E R F O R P U B L I C P O L I C Y R E S E A R C H

Page 2: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

MENIMBANGKEMBALIWACANAPILKADAELEKTRONIK DI TENGAHPANDEMICOVID-19

THE INDONESIAN INSTITUTE, CENTER FORPUBLIC POLICY RESEARCH

@JUNI 2020

MUHAMMAD AULIA Y GUZASIAHPENELITI BIDANG HUKUM THE INDONESIAN [email protected]

Page 3: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

J a l a n H O S . C o k r o a m i n o t o N o . 9 2 ,

M e n t e n g , J a k a r t a P u s a t 1 0 3 1 0

c o n t a c t @ t h e i n d o n e s i a n i n s t i t u t e . c o m

w w w . t h e i n d o n e s i a n i n s t i t u t e . c o m

0 2 1 - 3 1 5 8 0 3 2

Untuk itu, dengan menggunakan pendekatan normatifperundang-undangan (statutory approach) dan konseptual(conceptual approach), analisis kebijakan ini mencoba untukmengurai gambaran manfaat serta tantangan penerapannya diIndonesia. Tidak berhenti disitu, tulisan ini juga mencobamengulik gambaran konstitusionalitas dan legalitaspenerapannya, khususnya dimasa pandemi sekarang. Hasildari kajian ini, menunjukkan bahwa penerapan e-voting padadasarnya memberikan sejumlah manfaat dan keuntungan yangrelevan dengan situasi pandemi ketimbang cara-carapemilihan secara konvensional. Sementara dari sisikonstitusionalitas, penerapannya dapat dilihat tidak menemuihambatan selama memenuhi syarat kumulatif putusanMahkamah Konstitusi. Walau demikian, penerapannya tidakbisa dikatakan tidak menemui tantangan, seperti dari sisiinfrastruktur, sumber daya dan regulasi.

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penyelenggaraan pilkada di tengahperkembangan kasus COVID-19 yangkian mengkhawatirkan, membawasituasi dilematis dan problematikatersendiri.  Antara pilihankeselamatan masyarakat yangsemakin terancam, dan dampak-dampak kerugian politis yang tidakbisa dikatakan tidak serius. Meskibegitu, terdapat solusi alternatifyang setidaknya patutdipertimbangkan dalam menengahipilihan-pilihan pelik tersebut, yaknipenyelenggaraan pilkada secaraelektronik atau e-voting.

Page 4: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Daftar Gambar Daftar GrafikDaftar Singkatan dan AkronimPendahuluanMetodologiTinjauan LiteraturA.     Pengertian Pemilu Elektronik Secara UmumB.     Model-Model Teknologi E-votingPembahasanA.     Keunggulan dan Kelemahan Sistem E-votingB. Mengenal Penerapan Sistem

Blockchain dan TantangannyaC.     Gambaran Konstitusionalitas

dan Legalitas Penerapan E-voting di IndonesiaPenutupA.      KesimpulanB.      RekomendasiDaftar PustakaProfil PenulisProfil Institusi

DAFTAR ISI

I

II

1

3

3

3

4

7

7

11

17

25

25

25

27

32

33

I

Page 5: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

DAFTAR GAMBAR

I

Gambar 1. Lever Voting Machine

Gambar 2. Direct Recording Electronic

Gambar 3. Hash-Cryptographic Blockchain

5

5

12

Grafik 1. Peningkatan Kasus COVID-19

di Indonesia 23

DAFTAR GRAFIK

Page 6: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

APBD             : Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahAPJII : Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet IndonesiaBPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bawaslu       : Badan Pengawas PemiluCOVID-19      : Coronavirus Disesae 2019DKPP              : Dewan Kehormatan Penyelenggaraan PemiluDRE                : Direct Recording ElectronicE-voting        : Electorinic VotingI-voting          : Internet VotingDPR                  : Dewan Perwakilan RakyatDPT                  : Daftar Pemilih TetapMendagri        : Menteri Dalam NegeriMK                    : Mahkamah KonstitusiNIK                    : Nomor Induk KependudukanPemilukada : Pemilihan Umum Kepala Daerah/Pilkada    Perppu                    : Peraturan PemerintahPengganti Undang-UndangPKPU                        : Peraturan Komisi Pemilihan UmumPPS                           : Panitia Pemungutan SuaraPSBB                        : Pembatasan Sosial Berskala BesarKPU                           : Komisi Pemilihan UmumSSL                            : Secure Sockets Layer SDM:                         : Sumber Daya ManusiaTIK                            : Teknologi Informasi dan KomunikasiUUD 45                     : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945UU                              : Undang-Undang

DAFTAR SINGKATAN DANAKRONIM

II

Page 7: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dari hari ke hari kianmengkhawatirkan. Untuk itu, tidak dapat dinafikan bahwa dampak penyebaranpandemi ini secara tidak langsung telah melumpuhkan berbagai institusi sosial,ekonomi, politik dan hukum. Tidak terkecuali berpotensi menghambat jalannyabeberapa agenda kenegaraan yang seharusnya diselenggarakan di tahun ini,seperti Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada/Pilkada) misalnya. Sebagaimana diketahui, jika tidak terhalangi oleh dampak COVID-19 dankebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sebagaimana dipiliholeh Pemerintah, Pilkada untuk tahun 2020 semestinya dijadwalkan padatanggal 23 September 2020. Sementara untuk pendaftaran pasangan calonberikut kampanyenya, sebagaimana menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum(PKPU) Nomor 2 Tahun 2020 terkait Tahapan, Program, dan Jadwal PemilukadaTahun 2020, diagendakan terlaksana pada tanggal 19 hingga 21 Juni 2020, dan 11Juli hingga 19 September 2020. Meski begitu, demi pertimbangan keselamatan dan kesehatan masyarakat,Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), DewanPerwakilan Rakyat (DPR), KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DewanKehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), kemudian bersepakat untukmenunda pelaksanaan Pilkada 2020. Kesepakatan ini dicapai pada Senin 30Maret 2020 kemarin dan diikuti dengan desakan agar Presiden segeramenerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untukmenjamin penundaan ini. Pada waktu itu, pihak KPU sendiri setidaknya menawarkan beberapa opsi untukwaktu pelaksanaan penundaan tersebut. Pertama, pemungutan suara akankembali dilakukan pada 9 Desember 2020. Kedua, dilakukan pada 17 Maret 2021,dan ketiga dilakukan pada 29 September 2021 (kompas.id, 30/03). Menariknya,berselang sebulan melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2020, pilihan yang kemudiandipilih oleh Presiden jatuh pada opsi pertama, yakni Desember 2020. Pilihan inisontak menimbulkan pertanyaan dan protes dari berbagai kalangan, pasalnyajumlah pasien COVID-19 masih bertengger diangka yang cukup tinggi dan belummenunjukkan adanya tanda-tanda penurunan dalam waktu dekat.

PENDAHULUAN

1

Page 8: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Meski demikian, penundaan ini tentu akan membawa sejumlah konsekuensiyang dampaknya tidak bisa dikatakan tidak serius. Mulai dari anggaran yangtelah digelontorkan, kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) penyelenggara,perubahan dan penambahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) terhadap calon pemilihyang semulanya belum cukup umur, status pimpinan daerah yang boleh jadikosong karena habis masa jabatan, dan tentu masih banyak lagi. Sebagai contoh, sebut saja jumlah anggaran yang baru-baru ini diajukan olehKPU dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR, DKPP, dan Mendagripada Rabu 3 Juni kemarin. Untuk melanjutkan tahapan Pilkada sesuai protokolkesehatan COVID-19 di bulan Desember nanti, tambahan anggaran yangdiusulkan berkisar   diangka Rp2,8 triliun hingga Rp5,9 triliun. Padahal untukanggaran semulanya saja, sudah mencapai Rp.14 triliun untuk 270 daerah(kompas.id, 4//06). Untuk itu, alih-alih memilih opsi penundaan yang belum menentu, Pemerintah,DPR dan para penyelenggara pilkada sebenarnya masih memiliki opsi ataualternatif lain yang tidak kalah layak untuk dipertimbangkan, yakni tetapmenyelenggarakan pilkada namun dengan sistem elektronik. Sistem inisebagaimana diketahui, menggunakan perangkat elektronik atau teknologiinformasi yang sangat mungkin membuat pemilu berlangsung secara cepat,akurat dan efisien (International IDEA, 2011). Baik dari segi biaya, sumber daya,maupun dari segi proses, karena dapat memotong atau memangkas berbagairantai administrasi yang rumit, berbelit dan sebagaimana yang menyebabkanbanyak korban jiwa jika berkaca dari Pemilu serentak 2019 kemarin. Di samping itu, selain mengingat ketepatan momentum terhadap kebijakanphysical distancing yang sebagaimana dipilih oleh Pemerintah, Pilkada dengansistem elektronik ini juga dapat sekaligus menguji kesiapan Indonesia yang sejakbeberapa tahun belakangan gemar menggembor-gemborkan jargon RevolusiIndustri 4.0. Berikut lembar analisis ini diajukan, untuk mencoba menguraigambaran manfaat serta tantangan penerapannya di Indonesia, serta gambarankonstitusionalitas dan legalitas penerapannya jika dilihat dari pranata konstitusidan peraturan perundang-undangan, serta dimasa khusus seperti pandemisekarang ini.

2

Page 9: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Analisis kebijakan ini menggunakan pendekatan normatif perundang-undangan(statutory approach) dan konseptual (conceptual approach), dengan metodepengumpulan data melalui studi pustaka (library research) yang berhubungandengan pemilihan umum dan penyelenggaraan sistem elektronik (Marzuki, 2014). Demikian sumber data yang digunakan merupakan data sekunder berupa arsip-arsip, dokumentasi, dan data resmi instansi pemerintahan terkait, undang-undang, dan makalah penelitian terkait dengan objek penelitian. Adapun kesemua data yang terkumpulkan, dianalisis secara kualitatif dengan modelanalisis deskriptif eksplanatoris (Soekanto, 2015).

METODOLOGI

3

TINJAUAN LITERATURA. PENGERTIAN PEMILU ELEKTRONIK SECARA UMUM

Pada umumnya, beberapa definisi pemilu elektronik sangatlah luas. Tulisan inimencoba berfokus dan membatasinya pada pengertian sistem dimanapencatatan, pemberian, pemilihan, dan pemungutan suara dalam pemilu politikmelibatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Untuk itu, tipologinyaseringkali dieratkan dan dipadankan dengan sistem e-voting. E-voting sendiri, sering dilihat sebagai alat untuk memajukan demokrasi,membangun kepercayaan pada penyelenggara pemilu, menambah kredibilitaspada hasilnya, dan meningkatkan efisiensi keseluruhan prosesnya. Beberapa ahlimempercayai jika dilaksanakan dengan tepat, dapat mengurangi beberapakecurangan yang jamak terjadi, mempercepat pengolahan hasil, meningkatkanaksesibilitas dan membuat pemilihan menjadi lebih nyaman bagi masyarakat,serta dalam beberapa kasus memungkinkan pengurangan biaya pemilu dalamjangka panjang (International IDEA, 2011).

Page 10: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Untuk memahami hal ini lebih lanjut, beberapa pendapat ahli dapat dirujuk.Misalnya Hajjar, et.al (2006), yang mendefinisikan e-voting sebagai “a type ofvoting that includes the use of a computer rather than the traditional use of balot atpolling centers or by postal mail,” atau Magi (2007) yang mengartikulasikannyasebagai “any voting method where the voter’s intention is expressed or collected byelectronic means. There are considered the following electronic voting ways.” Tidak berbeda jauh dari itu, Zafar dan Pilkjaer (2007) menyatakan sistem e-votingsendiri sebagai “a technology that combines with the democratic process, in orderto make voting more efficient and convenient for voters. E-voting allows voters toeither vote by computer from their homes or at the polling station.” Meski begitu,dalam praktiknya hal ini dikenal dengan beberapa sistem, antaranya ada yangmenggunakan sistem mesin pemungutan suara, mesin pemindai, mesinpencetak suara dan yang langsung melalui internet. Khusus yang terakhir,terdapat tipologi tersendiri yang sering dipadankan dengan istilah i-voting (Nevo& Kim, 2006).

4

B. MODEL-MODEL TEKNOLOGI E-VOTING

Membicarakan teknologi e-voting, erat kaitannya dengan nama Jacob H. Myersyang memperkenalkan mesin pemilu pertama yang populer dengan nama LeverVoting Machine. Myers mematenkan mesinnya ini di Amerika Serikat pada tahun1889, yang juga dikenal dengan sebutan Myers Automatic Boots. Mesin iniditujukan untuk mencegah terjadinya penggelembungan suara, mempercepatproses perhitungan suara, dan mengurangi suara yang tidak sah (Jones, 2006). Dalam perkembangannya, kemudian terdapat banyak model mesin yang telahdipergunakan. Misalnya, ada yang disebut dengan teknologi pencatatanlangsung secara elektronik (Direct Recording Elecronic/DRE). Cara memilihmenggunakan mesin ini adalah dengan memilih calon yang sudah tercetak padasuatu display atau layar dan dikirim pada mesin pemilih atau bisa jugaditampilkan pada layar komputer. Pemilih hanya menekan tombol pada displayatau alat yang mirip surat suara (Ali, Mehmood, et. al, 2014).

Page 11: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

5

GAMBAR 1. LEVER VOTING MACHINE

Sumber: www.californiamuseum.org, 15/6

GAMBAR 2. DIRECT RECORDING ELECTRONIC

Sumber: verifiedvoting.org, 15/6

Page 12: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Menurut Riera & Brown (2003), sistem e-voting sendiri dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama. Pertama, sistem pemilihan menggunakan DREnamun proses pemungutan suara tetap dilakukan di suatu tempat pemungutanyang memungkinkan pemilih untuk memberikan surat suara mereka langsungmelalui mesin (biasanya dengan menggunakan alat layar sentuh). Sistem ini,umumnya mengharuskan pemilih untuk pergi ke tempat pemungutan suara, danmereka diidentifikasi dengan cara konvensional. Sementara sistem kedua, dilakukan sepenuhnya secara jarak jauh denganpemanfaatan potensi TIK. Pemilih masih menggunakan pengguna grafisantarmuka (interface) seperti pada DRE, meskipun pemberian suara dilakukansecara jarak jauh, seperti dari rumah menggunakan komputer pribadi seseorang,atau dari kios komputer di kedutaan atau di rumah sakit. Ide dasar di balik sistemini adalah untuk memindahkan informasi digital (suara) melalui jaringankomunikasi dibanding mewajibkan orang untuk pindah ke lokasi pemungutansuara. Sehubungan dengan itu, Kersting & Baldersheim (2004), menyebut bahwa e-voting secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu internet voting dannon-internet voting. Internet voting dapat dibagi lagi menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:

1.      Internet poll site voting. Pada jenis ini, internet digunakan untuk mengirim data dari tempatpemungutan suara (TPS) kepada otoritas penyelenggara pemilu lokal,regional, dan pusat. Jenis voting ini bekerja pada komputer publik dan samadengan sistem voting dengan menggunakan mesin. Koneksi dari TPS kepadakantor pusat penyelenggaraan Pemilu kebanyakan menggunakan Internet. 2.      Kiosk voting. Dalam jenis ini, pemilih memiliki kesempatan untuk menggunakan komputerkhusus yang ditempatkan di tempat-tempat publik, seperti perpustakaan,sekolah atau mall. Karena proses pemilihan tidak bisa di kontrol oleh pihakpenyelenggara Pemilu, diperlukan instrumen khusus untuk pengesahansecara elektronik, seperti contohnya tanda tangan secara digital atau smartcard, pemeriksaan sidik jari, dan lain sebagainya.

6

Page 13: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

3.      Internet voting. Berbeda dengan jenis sebelumnya, penggunaan hak pilih denganmenggunakan media internet dengan jenis ini tidak tergantung denganperangkatnya. Dengan internet voting, pemilih dapat menggunakan hak pilihdi rumah sendiri atau juga di tempat kerja (kantor). Teknologi inimemerlukan program software dan instrumen lainnya, seperti smart card.

Adapun yang termasuk ke dalam non-internet voting, disebutkan memerlukanalat elektronik tertentu, seperti mesin voting, sms text-voting, telephone voting,dan interactive digital television voting.

7

PEMBAHASANA. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN SISTEM E-VOTING

Pada dasarnya, semua jenis sistem e-voting yang sebagaimana diterangkandiatas, masing-masing memiliki keunggulan dan juga kelemahan. Beberapa ahli,seringkali jamak mengaitkan keunggulan sistem e-voting secara umum denganbiaya yang lebih hemat, waktu pelaksanaan yang lebih cepat, hasil perhitunganyang lebih akurat, dan proses pelaksanaan yang lebih transparan (Zafar &Pilkjaer, 2007). Misalnya saja, penelitian Sanjay & Ekta (2011), yang menunjukkanpenyelenggaraan pemilu berdasarkan sistem ini setidaknya dapat:

1.      Menghilangkan kemungkinan suara yang tidak sah dan diragukan, yangdalam banyak kasus merupakan akar penyebab kontroversi dalam pemilihanumum; 2.          Membuat proses perhitungan suara jauh lebih cepat daripada sistemkonvensional;3.      Mengurangi jumlah kertas yang digunakan sehingga menghemat banyakpohon yang membuat proses menjadi ramah lingkungan;4.          Mengurangi biaya pencetakan hampir nol karena hanya satu lembarkertas suara yang diperlukan untuk setiap polling.

Page 14: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Riera & Brown (2003), bahkan jauh-jauh hari sebelumnya telah merincikan danmenyebut keunggulan-keunggulan tersebut sebagai berikut:

1.      Proses penyelenggaraan yang lebih cepat, akurat, dan hemat biaya;2.      Menyediakan akses informasi yang lebih banyak dan lebih luas, karenadapat dibuat ke dalam beberapa versi bahasa dan kompatibel terhadapmereka yang mempunyai keterbatasan fisik;3.          Memudahkan proses penyelenggaraan dan berpeluang meningkatkanpartisipasi, karena dapat memangkas keterbatasan ruang dan waktu untukmendatangi tempat pemilihan suara; dan4.      Dapat mengendalikan pihak-pihak yang tidak berhak untuk memilih.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Lembaga Internasional untuk Demokrasidan Pendampingan Pemilu atau International IDEA (2011), yang merincikankeunggulan sistem e-voting dapat menghasilkan:

1.          Perhitungan dan tabulasi suara yang lebih cepat, akurat dan efisien,karena kesalahan manusia dan prosedur perhitungan yang melelahkandapat dikecualikan;2.          Proses penyelenggaraan yang dapat meningkatkan partisipasi danjumlah suara, karena selaras dengan kenyamanan, kebutuhan, mobilitas danaksesibilitas masyarakat yang beragam, khususnya pemilihan melaluiinternet;3.      Proses penyelenggaraan yang lebih hemat biaya dalam jangka panjang,karena dapat memotong waktu pekerja pemungutan suara dan mengurangibiaya logistik untuk produksi dan distribusi, dengan jangkauan yang lebihluas melalui internet; dan4.      Jika dibandingkan dengan model pemilu konvensional pada umumnya,maka pemilihan melalui internet dapat mengurangi insiden penjualan suara,kecurangan dan manipulasi pemberian suara dengan model keluarga yangterkadang melakukan pemilihan beberapa kali dengan orang yang sama,melalui penerapan tenggat waktu dan kontrol langsung pada saatpemungutan suara.

8

Page 15: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Meski begitu, sistem e-voting tidak berarti tidak mengandung kelemahan. Dalambeberapa kasus, penyelenggaraannya tidak jarang didapati menimbulkanmasalah fundamen. Misalnya seperti terjadi kondisi di mana pelaksanaan e-voting gagal, dikarenakan petugas pemilu yang dibentuk justru tidak atau kurangmemiliki pengetahuan yang memadai terkait pelaksanaan e-voting itu sendiri.Kondisi seperti ini, menurut Moynihan (2004), perlu diantisipasi dandiminimalisir. Sebab jika sekali dibiarkan saja terjadi, dikhawatirkan akanlangsung berdampak pada legitimasi pemilu. Kedua, kelemahan lainnya juga terlihat pada sebagian kelompok pemilih yangmerasa kurang menyukai dan kompatibel dengan sistem e-voting tertentu.Misalnya, seperti yang terlihat dari hasil riset Roseman & Stephenson (2005),pada pemilihan Gubernur di negara bagian Amerika Serikat, Georgia, yangmenunjukkan calon pemilih dengan kategori usia lanjut (diatas 65 tahun) rata-rata kurang paham dan menyukai cara-cara pemilu dengan sistem e-voting. Ketiga, kelemahan lain yang paling mendasari dalam setiap sistem e-voting ialahmengenai jaminan kerahasiaan data. Wolchok, Wustrow & Halderman (2010),misalnya menyatakan faktor penggunaan teknologi dalam sistem ini (misalnyamenggunakan mesin) seringkali menimbulkan pertanyaan akan jaminankerahasiaan pemilih bagi sebagian orang. Keempat, terkait keamanan dan kebebasan dalam memilih (free and fair).Menurut Kersting & Baldersheim (2004), sebuah pemilihan bebas umumnyadicirikan dengan tidak adanya manipulasi dalam prosesnya. Pertanyaan yangkemudian seringkali timbul, bila dalam proses pemilihan konvensional saja,unsur kerahasiaan, kebebasan dan keamanan seringkali bermasalah dandipermasalahkan meski telah ditanggung sepenuhnya oleh penyelenggarapemilu, maka dalam pemilihan dengan sistem e-voting (terutama jika pemilihanitu menggunakan internet), siapa yang bertanggung jawab dan sampai sejauhmana ketiga unsur tersebut dapat dijamin? Sampai saat ini, Kersting &Baldersheim sendiri menilai bahwa jawaban atas pertanyaan tersebut masihmenjadi perdebatan, kendalinya bisa saja sangat tergantung pada vendordan/atau teknologinya.

9

Page 16: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Sementara praktik e-voting dengan penggunaan mesin dalam beberapa negara,tidak jarang sengaja dirusak atau dibuat tidak dapat bekerja. Hal ini dilakukan,tidak lain sebagai strategi curang untuk memanipulasi atau membuatkemenangan calon-calon kandidat potensial tertentu menjadi gagal. Belum lagi,jika mengingat seseorang yang memiliki akses terhadap mesin e-voting itusendiri, sangat bisa dan berpeluang untuk memanipulasi total perolehan suarasebelum, selama, dan setelah pemilu (Alvarez, Hall, & Trechsel, 2009). Kelima, standar mesin e-voting yang umumnya digunakan belum tentudisepakati bersama. Kesepakatan akan standar mesin e-voting menjadi hal yangsangat penting, karena apabila pengadaan mesin e-voting tidak memakai standaryang disepakati bersama dapat saja terjadi protes dan juga delegitimasi terhadapproses dan hasil pemilu tersebut (Reddy, 2011). Keenam, klaim efisien dan biaya murah terhadap penggunaan sistem e-votingdapat saja dibantah dengan melihat keseluruhan pembiayaannya. Hal initerutama pada sistem e-voting dengan penggunaan mesin, yang seringkalidipermasalahkan dari segi biaya pembelian alatnya saja, namun terhadap biayapemeliharaannya. Menurut Popoveniuc (2009), jika biaya pemeliharaan mesin e-voting turut diperhitungkan, maka biaya penyelenggaraan pemilu berdasarkansistem e-voting bisa jadi lebih tidak efisien dengan sistem pemilu konvensionalpada umumnya

10

Page 17: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

11

B. MENGENAL PENERAPAN SISTEM BLOCKCHAIN DANTANTANGANNYA

Beberapa kelemahan sarana maupun kerahasiaan dan jaminan keamanan suaradalam sistem e-voting di atas, setidaknya dapat diminimalisir atau bahkan diatasisama sekali jika penerapannya dikaitkan dengan penggunaan sistem blockchain.Sistem ini, sebagaimana diketahui pada mulanya merupakan teknologi dasardari sebuah desain arsitektur cryptocurrency atau mata uang digital/elektronikBitcoin yang diperkenalkan oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2008. Dalam publikasinya yang berjudul “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic CashSystem”, Nakamoto menjelaskan Bitcoin dengan penggunaan teknologiblockchain sebagai sebuah “direct online payment” yang didasarkan pada bukticryptographic atau pengamanan algoritma khusus yang tersusun secaramatematis disamping faktor kepercayaan belaka, yang dapat berlangsung darisatu pihak ke pihak lain tanpa perlu melalui perantara ketiga (Popovski &Soussou, 2018). Dalam bahasa yang lebih sederhana, blockchain dapat diibaratkan sepertirangkaian buku (block/blok) yang terdesentralisasi dan menyimpan berbagai listof record aset digital (seperti unit kredit, obligasi, kepemilikan, atau hakfundamental) yang kemudian dikelola sebagai daftar transaksi yang terurut.Setiap buku atau yang dalam hal ini disebut block/blok, akan terhubung dansaling dihubungkan dengan blok sebelumnya melalui hash atau cryptographic-hash, berupa kode enkripsi seperti huruf atau angka acak yang berbeda-bedasehingga seolah membentuk sebuah rantai (chain) dari masing-masing blok(Peer-to-peer network). Dengan begitu, riwayat transaksi dalam blockchain tidakdapat diubah atau dihapus tanpa mengubah keseluruhan isi dari blok itu sendiri(Xu, 2017). Hal inilah yang kemudian membuat data atau daftar informasi dalam sistemblockchain, menjadi sangat mustahil untuk diubah atau dihapus oleh siapapun,sehingga dalam praktiknya diyakini aman dari serangan peretas. Selain itu,adapun perbedaan mendasar antara blockchain dengan database lainnya, ialahtiadanya suatu elemen yang biasanya dijadikan sebagai unit kontrol pusat yangdapat memeriksa keakuratan informasi.

Page 18: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

12

GAMBAR 3. HASH-CRYPTOGRAPHIC BLOCKCHAIN

Sumber: dai-global-digital.com, 16/6

Untuk itu, penerapan blockchain umumnya menggunakan mekanisme konsensusantar pengguna, akibat data didistribusikan secara terdesentralisasi. Tujuannya,tidak lain untuk memungkinkan data atau informasi yang dikirimkan dapatdiintegrasikan ke dalam blockchain lainnya hanya setelah persetujuan(konsensus). Jika persyaratan yang relevan terpenuhi, transaksi yangdikonfirmasi dengan konsensus dapat dilacak dan diamankan dari manipulasiatau pemalsuan oleh pihak ketiga. Demikian beberapa karakteristik blockchain yang dapat disebut sebagaikeunggulannya, dapat dijabarkan sebagai berikut (Wibowo, 2019):

1.          Desentralisasi: tidak dibutuhkan pihak ketiga dalam sebuah transaksi.Algoritma konsensus digunakan untuk menjaga konsistensi data dalamjaringan terdistribusi.2.      Basis data terdistribusi: setiap pihak pada blockchain memiliki akses keseluruh database dan riwayatnya yang lengkap. Tidak ada satu pihak punyang mengendalikan data atau informasi tersebut. Setiap pihak dapatmemverifikasi catatan mitra transaksinya secara langsung, tanpa perantara.

Page 19: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

3.          Kegigihan: proses validasi transaksi berlangsung cepat dan transaksiyang tidak valid tidak akan diakui oleh miners. Pada blockchain, tidakmungkin menghapus transaksi yang telah terjadi.4.          Anonimitas: setiap pengguna dalam jaringan blockchain dapatberinteraksi satu sama lain menggunakan suatu alamat tertentu, tanpa perlusaling mengetahui satu sama lain. Maksudnya, identitas sebenarnya darisetiap pengguna, dalam hal ini tidak perlu ditampilkan pada interaksitersebut. Hal ini dikarenakan prinsip kerja dari blockchain itu sendiriberbasiskan cryptographic matematis, sehingga disatu sisi ia dapat menjagakerahasiaan suatu pengguna, di sisi lain ia dapat mengamankan interaksiantar sesama pengguna.5.          Kemampuan diaudit: setiap transaksi dalam suatu jaringan blockchainmerujuk pada transaksi sebelumnya. Hal ini akan mempermudah dalamproses verifikasi dan pencarian transaksi

Selain itu, berikut juga gambaran dan perbandingan karakteristik sistemdatabase blockchain yang bersifat distributed ledger, dengan database lainnyayang bersifat sentralisasi dari Wüst dan Gervais (2017):

1. Verifikasi Publik memungkinkan siapa pun untuk memverifikasikebenaran kondisi sistem. Dalam distributed ledger, setiap pergantiankondisi akan dikonfirmasi oleh verifier (mis. Penambang dalam Bitcoin), yangdapat berupa kumpulan peserta terbatas. Namun, setiap pengamat dapatmemverifikasi bahwa keadaan distributed ledger diubah sesuai denganprotokol dan semua pengamat pada akhirnya akan memiliki pandanganyang sama tentang distributed ledger, setidaknya hingga panjang tertentu.Dalam sistem terpusat, pengamat yang berbeda mungkin memilikipandangan yang sama sekali berbeda mengenai suatu kondisi. Dengandemikian, mereka mungkin tidak dapat memverifikasi bahwa semua transisikondisi dijalankan dengan benar. Sebagai gantinya, pengamat perlumempercayai entitas pusat untuk memberi mereka kondisi yang benar.2.      Transparansi data dan proses pembaharuan kondisi adalah persyaratanuntuk verifikasi publik. Namun, jumlah informasi yang transparan bagipengamat dapat berbeda, dan tidak setiap peserta perlu memiliki akses kesetiap informasi.

13

Page 20: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

3.  Privasi adalah properti penting dari sistem apa pun. Adaketidaksinambungan antara privasi dan transparansi. Privasi tentu lebihmudah dicapai dalam sistem terpusat karena transparansi dan verifikasipublik tidak diperlukan untuk berfungsinya sistem.4.      Integritas informasi menunjukkan bahwa informasi dilindungi darimodifikasi yang tidak sah. Integritas informasi sangat berkaitan denganverifikasi publik. Jika suatu sistem mendukung verifikasi publik, siapa pundapat memverifikasi integritas data.5. Redundansi data penting dalam beberapa hal. Dalam sistem blockchain,redundansi secara inheren disediakan melalui replikasi di seluruh penulis.Dalam sistem terpusat, redundansi umumnya dicapai melalui replikasi padaserver fisik yang berbeda dan melalui cadangan.6.    Trust Anchor mendefinisikan siapa yang mewakili otoritas tertinggi darisistem yang diberikan yang memiliki wewenang untuk memberikan danmencabut akses baca dan tulis ke suatu sistem.

Dalam penerapannya ke dalam e-voting, suara setiap pemilih dijadikan sebagaidata transaksi yang tersimpan ke dalam blockchain, dan dapat diakses melaluiinternet sehingga setiap orang tidak perlu pergi ke TPS untuk melakukanpemungutan suara. Pemilih nantinya akan teregistrasi secara parsial dan sendiri-sendiri ke dalam beberapa blockchain yang telah dibagi menjadi beberapadaerah. Dengan demikian, dari sisi keamanan, pemilih nantinya hanya bisamelakukan pemilihan pada blockchain ditempat ia teregistrasi. Sementara darisisi kepraktisan, pemilih hanya perlu memasukkan kunci privat yang diberikanpada perangkat komputer ataupun smartphone untuk dapat memilih (Prasetiyo,2019). Sebagai contoh perencanaan, warga kota Moskow pada 8 September 2019kemarin, dikabarkan pertama kalinya akan menggelar pemilihan umum secara e-voting untuk memilih anggota Dewan Kota Moskow. Namun, bukan dengansistem yang selama ini dikenal dengan "pencoblosan" yang masih menggunakanmesin  yang berukuran besar seperti mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM)ataupun memakai tablet, melainkan dengan mekanisme jarak jauh yangberbasiskan teknologi blockchain (cyberthreat.id, 12/07/2019).

14

Page 21: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Seperti yang sebagaimana dijelaskan sebelumnya, perbedaan mendasar antarasistem e-voting yang menggunakan mesin dan teknologi blockchain, sangatterlihat pada sisi teknis pelaksanaannya. Dalam e-voting dengan sistem mesin,pemilih ditetapkan masih harus mendatangi TPS ditempat ia terdaftar.Mekanismenya, persis seperti purwarupa mesin e-voting yang dahulu dibuat olehBadan Pengkajian dan Penerapan Teknologi RI (BPPT-RI), dan sudah diterapkandi puluhan pemilihan kepala desa (bppt.go.id, 16/11/2015).

Sementara dalam e-voting yang dikabarkan akan menggunakan basis teknologiblockchain di Kota Moskow tersebut, pemilih diterangkan tidak perlu keluar darirumah untuk dapat melakukan pemilihan. Pelaksanaannya, cukup hanya denganmengakses portal pemilihan melalui komputer atau smartphone, dengan caramemasukkan kode unik yang dikirimkan kepada mereka melalui pesan teks(cyberthreat.id, 12/07/2019).

Penerapan sistem  e-voting  ini, dikabarkan baru akan diterapkan di tiga distrikdari 45 distrik di Kota Mosko, berdasar Undang-Undang Federal Federasi Rusiayang ditetapkan oleh Vladimir Putin, selaku presiden pada 29 Mei 2019(cyberthreat.id, 12/07/2019). Meski begitu, terdapat cerita menarik dalammendekati waktu pelaksanaannya. Sebulan sebelum pemilu tersebutdilaksanakan, otoritas Rusia membuat sayembara dan menjanjikan sebuahhadiah tunai kepada siapa saja yang berhasil men”crack” atau meretaskeamanan sistem e-voting tersebut. Tidak lama kemudian, seorang peneliti dan akademisi dari Lorraine University,yakni Pierrick Gaudry, dilaporkan berhasil memecahkan kode enkripsinya, hanyadalam kurun waktu 20 menit dengan menggunakan komputer yang tidak lebihmerupakan sebuah desktop biasa dan perangkat lunak gratis yang tersedia untukumum. Dalam keterangannya lebih lanjut, Gaudry bahkan memperkirakanbahwa dengan lebih banyak peralatan modern dan teknik canggih yangsebagaimana tersedia saat ini, kode enkripsi tersebut dapat dipecahkan hanyadalam waktu 10 menit (Zdnet.com, 20/08/2019).

15

Page 22: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Meski begitu, Gaudry tidak menyebut celah pembobolan atau asal-muasalkelemahan dan ketidakamanan sistem e-voting tersebut berasal dariteknologi blockchain itu sendiri. Melainkan, ia menyalahkan otoritas Rusia yanghanya menggunakan ukuran bit dan variasi kunci enkripsi yang begitu pendekdan sederhana untuk mengamankan sistem tersebut. Jika saja kode enkripsiyang digunakan lebih panjang dan kompleks, semisal enkripsi minimal daristandar yang umumnya digunakan oleh sistem perbankan, yakni 128-bit, makauntuk meretasnya saja sekiranya butuh waktu 500 miliar tahun. Terlebih jikayang digunakan ialah 2048-bit dengan sertifikasi Secure Sockets Layer (SSL),untuk dapat meretasnya sedikitnya butuh waktu lebih dari 6,4 kuadriliun tahun(blockchainin.asia,22/08/2019). Untuk itu, walau tidak bisa dikatakan sebagai panacea yang mujarab untukmenyelesaikan dan menutupi setiap sisi ketidaksempurnaan sistem pemilu itusendiri, tetapi e-voting dengan sistem blockchain ini setidaknya dapat disadarisebagai solusi alternatif. Terutama di tengah pesatnya perkembangan teknologionline atau daring, dan di masa situasi dan kondisi pandemi seperti saat ini. Akantetapi jika berhasil diterapkan dengan perspektif jangka waktu yang panjang, halini tentunya akan meniscayakan transformasi sistem pemilu dan wajah-wajahpartai politik yang ada menjadi lebih demokratis, efektif dan efisien (idea.int,04/06).

16

Page 23: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

17

C. GAMBARAN KONSTITUSIONALITAS DAN LEGALITASPENERAPAN E-VOTING DI INDONESIA

Mekanisme pemilu, bagaimanapun modelnya, sudah tentu harus mengandungdan mengikuti asas-asas pemilu yang sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 22EUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Baikitu dalam hal memilih Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPRD ataupun kepala-kepala daerah kabupaten/kota dan provinsi. Sebagai gambaran umum, dalam ayat (1) pasal tersebut dikatakan bahwa,“Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,dan adil setiap lima tahun sekali.” Dengan demikian, meski mekanismepenyelenggaraan pemilu tidak tertutup terhadap kemungkinan penerapan e-voting, namun asas-asas pemilu yang sebagaimana diterangkan di atas sudahtentu harus terpenuhi dan terakomodasi. Untuk itu, berikut akan dijabarkan perbandingan penerapan asas-asas tersebutpada penyelenggaraan pemilu konvensional dan kemungkinannya terhadapsistem e-voting:

1.     LangsungDalam pemilu konvensional, pemilih langsung melakukan pencoblosandi TPS di daerah pemilih masing-masing tanpa perwakilan. Begitu puladengan sistem e-voting yang juga membuat pemilih dapat memilihlangsung tanpa diwakili, namun tentunya bukan dengan mencoblosmelainkan dengan menyentuh layar sentuh atau kendali tertentu padaperanti komputer ataupun smartphone. Sehingga, e-voting dapatmemenuhi asas langsung dalam pemilu hanya saja menggunakan saranayang berbeda, dari pencoblosan kertas suara menjadi menggunakanperanti teknologi tertentu.

2.     UmumPada dasarnya, seluruh warga negara memiliki hak untuk memilih. Akantetapi, yang bisa melakukan pemilihan adalah warga negara yangdianggap telah dewasa, yakni yang telah berusia 17 tahun yang ditandaidengan kepemilikan kartu identitas dan atau yang telah menikah atauyang pernah kawin. Namun, yang ditekankan pada asas ini adalahbahwa-

Page 24: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

seluruh warga negara (yang telah dewasa) dapat memilih tanpa adanyadiskriminasi terhadap ras, jenis kelamin, warna kulit, dan lain-lain. Hal initentunya berlaku pada setiap jenis mekanisme penyelenggaraan pemilu.Baik itu yang dilakukan selama ini dengan cara-cara konvensional,ataukah dengan cara-cara alternatif yang pelaksanaannya belum pernahdilihat dan direalisasikan sama sekali di Indonesia. Misalnya seperti e-voting, yang mekanisme penyelenggaraannya telah diuraikansebelumnya.

3. BebasDalam penyelenggaraan pemilu, maka hendaknya dilakukan secarabebas oleh pemilih tanpa adanya tekanan, paksaan serta adanyajaminan keamanan. Pada Pemilu konvensional, asas ini tentunyaseringkali dilanggar melalui pengaruh-pengaruh tertentu yang dimilikiorang-orang besar seperti kepala desa, ketua daerah pemilih, ataupunsebagainya. Upaya-upaya ini umumnya agak pelik untuk dapat dicegahsecara pasti, sebab intervensi dan tekanan tersebut seringkali masuklebih jauh ke dalam batas-batas interaksi privat dan inter-personal yangmengaburkan kerahasian pilihan pemilih.   Untuk itu, pelaksanaan asasini dapat dikatakan berkelindan dengan asas kerahasiaan yang akanlebih lanjut dijelaskan dibawah ini. Dalam hal penggunaan sistem e-voting, pelaksanaan asas ini setidaknya dapat dikatakan lebih terjamimjika diterapkan melalui pemanfaatan teknologi.

 4.   RahasiaPada asas ini, diharapkan pilihan pemilih tidak diketahui oleh siapapun.Dalam pemilu konvensional pemilih dibatasi dengan bilik yang manamasing-masing pemilih tidak dapat saling berbicara ataupun melihatpilihan pemilih di sampingnya. Begitu pula pada saat memasukkankertas suara ke kotak suara yang telah dikunci. Pada sistem e-voting,penerapan asas ini dapat dikatakan jauh lebih terjamin karena sistemdan TIK yang canggih. Terlebih dengan penggunaan sistem blockchain.

18

Page 25: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

5.    JujurDalam penyelenggaraan pemilu, asas ini sangat penting khususnya bagipenyelenggara pemilu, pemerintah, pengawas pemilu, dan pihak lainnyayang terkait dengan pemilu untuk tetap bertindak jujur selama pemiluberlangsung agar hasilnya sesuai dengan pilihan rakyat. Namun dalampemilu konvensional banyak sekali kecurangan-kecurangan yang timbulkhususnya banyak terjadi di daerah. Dalam penerapan e-votingberdasarkan blockchain, asas ini setidaknya dapat dikatakan jauh lebihtercapai dengan sistem lebih transparan dan dapat diaudit langsungsecara realtime, sehingga suara yang masuk langsung sesuai denganpilihan dan memungkinkan diminamalisirnya kecurangan-kecurangansebagaimana yang sering terjadi pada pemilu konvensional. 

6.    AdilSetiap pemilih dan peserta pemilu mendapatkan perlakuan yang adilserta bebas dari pihak manapun juga. Pada pemilu konvensionalseringkali pemilih diperlakukan secara tidak adil, misalnya seperti tidakmendapatkan kartu pemilih. Namun, dengan sistem e-voting, maka tidaklagi dibutuhkan kartu pemilih tetapi cukup Nomor Induk Kependudukan(NIK) atau kode-kode unik matematis yang masing-masing terintegrasidata kependudukan pemilih yang telah teregistrasi. Dengan demikian,asas adil ini sekiranya dapat tercapai melalui e-voting. 

Berdasarkan analisis sederhana di atas, maka dapat dikatakan bahwa sistem e-voting sebenarnya mampu dan dapat saja menjadi alternatif pengganti darimekanisme penyelenggaraan pemilu konvensional pada umumnya. Selain itu,jika model mekanisme pemilu seperti sistem Noken di Papua saja dikenal dandiakui di Indonesia, maka sistem e-voting dari sisi konstitusional seharusnya jugatidaklah bermasalah. Argumentasi ini, tentu tidak bermaksud menyederhanakandan membandingkan mekanisme Noken terhadap mekanisme e-voting yang jauhlebih terkini.

19

Page 26: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Sistem Noken, sebagai satu-satunya alternatif  atau mekanisme penyelenggaraanpemilu yang diperbolehkan di samping cara-cara konvensional di Indonesia,bagaimanapun juga, tentu sudah seharusnya dianggap sebagai bagian dari hak-hak tradisional yang melekat pada kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adatPapua. Hak ini, sebagaimana diketahui telah memperoleh jaminan langsungdalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.

Untuk ini juga, kemungkinan terhadap boleh tidaknya diterapkan alternatif-alternatif lain di luar mekanisme penyelenggara pemilu konvensional tentuterbuka lebar. Sebab kebijakan terkait mekanisme pemilu dapat dikatakanmerupakan open legal policy. Selama penyelenggaraannya tidak bertentangandan mengakomodir asas-asas pemilu yang sebagaimana diatur dalam 22E ayat(1) di atas, berbagai mekanisme alternatif tidak terkecuali e-voting sekiranyaakan sah-sah saja dipergunakan.

Salah satu bukti yang dapat memperkuat argumentasi ini, ialah PutusanMahkamah Konstitusi (MK) No. 147/PUU-VII/2009 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 Tahun2004) terhadap UUD 45. Dalam putusan ini, Bupati Jembrana beserta beberapaKepala Dusun Provinsi Bali, mencoba untuk mencari basis konstitusionalitasterhadap e-voting sebagai mekanisme alternatif terhadap penyelenggaraanPilkada, yang tata cara pemberian suaranya telah disebut secara teknis dalamPasal 88, “[...] dilakukan dengan mencoblos satu pasangan dalam surat suara.”Sementara proses pemberian suara melalui teknologi e-voting yang sebagaimanadimaksud dalam rumusan posita permohonan ini, dilakukan cukup hanyadengan cara menyentuh layar komputer atau panel elektronik. Bagi masyarakat Jembrana sendiri, proses pemberian suara melalui mekanismee-voting, selama ini telah terbiasa diterapkan atau dilakukan dalam melakukanpemilihan Kepala Dusun. Selain itu, berdasarkan perhitungan tersendiri, dariRp11.000.000.000,- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yangdialokasikan untuk pelaksanaan Pilkada Kabupaten Jembrana Tahun 2010dengan tata cara pencoblosan, sepertiganya menurut para pemohon dapatdilakukan penghematan apabila dilakukan dengan mekanisme e-voting.

20

Page 27: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Untuk itu dalam amar putusan ini, MK kemudian menyatakan bahwa kata“mencoblos” dalam Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2004, bersifat konstitusionalbersyarat yang dapat pula diartikan sebagai penggunaan metode e-voting,selama dilakukan dengan syarat kumulatif: tidak melanggar asas langsung,umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, dan; daerah yang menerapkan metode e-voting sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia maupunperangkat lunaknya, kesiapan masyarakat di daerah yang bersangkutan, sertapersyaratan lain yang diperlukan. Hal lain yang kemudian perlu untuk dicermati lebih lanjut, ialah perihalbagaimana ketentuan Pilkada saat ini mengatur kemungkinan terhadapmekanisme e-voting. Sebagaimana diketahui, semenjak UU No. 32 Tahun 2004terakhir diubah di tahun 2014, ketentuan Pilkada dan penyelenggaraanpemerintahan daerah tidak lagi digabung dalam satu Undang-Undang. Khususuntuk pengaturan Pilkada, ketentuannya telah diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota(UU No. 22 Tahun 2014), yang kemudian diganti oleh Perppu Nomor 1 Tahun2014, lalu disahkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, dan sejauh initelah mengalami perubahan materi beberapa kali. Dalam rangkaian pengaturan tersebut, ketentuan terkait penyelenggaraanpilkada melalui mekanisme pemberian suara secara elektronik atau e-voting baruterlihat diakomodasi dalam Perppu No. 1 Tahun 2014 atau UU No. 1 Tahun 2015,dan disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentangPerubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang PenetapanPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 TentangPemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Dalam Perppu No. 1 Tahun 2014 atau UU No. 1 Tahun 2015, mekanisme tersebutditegaskan dalam Pasal 85 ayat 1 huruf b, “Pemberian suara untuk Pemilihandapat dilakukan dengan cara: b. memberi suara melalui peralatan Pemilihansuara secara elektronik.” Lalu, dalam UU No. 10 Tahun 2016, Pasal 85 mengalamipenambahan ayat, yakni ayat 2a yang berbunyi, “Pemberian suara secaraelektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan denganmempertimbangkan kesiapan Pemerintah Daerah dari segi infrastruktur dankesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah.”

21

Page 28: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Sayangnya dalam tingkatan peraturan teknis, tata cara lebih lanjut terkaitmekanisme penyelenggaraan pilkada secara e-voting sangat sedikit, bahkannyaris tidak diatur dalam PKPU. Sebab satu-satunya ketentuan terkait hal inihanya berupa pengaturan yang sifatnya menerangkan saja, bahwa alat elektronikdiakui sebagai salah satu alternatif untuk memberi tanda pilihan selain alatcoblos. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam Pasal 18 ayat (1) angka b PKPUNomor 9 Tahun 2017 tentang Norma, Standar, Prosedur, kebutuhan Pengadaandan Pendistribusian Perlengkapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Meski begitu, sekiranya hal ini tidaklah menjadi masalah jika Pemerintah, dalamhal ini Presiden, segera mengeluarkan Perppu atas dasar kesepakatan bersamadan koordinasi dari segenap stakeholder terkait, seperti DPR, KPU, Bawaslu danDKPP, untuk mengatur ketentuan mekanisme e-voting secara lebih jelas, rincidan komprehensif, tanpa perlu mengenyampingkan pengaturan-pengaturan vitalseperti pelindungan data pribadi dan keamanan siber. Hal ini sekiranya akan mendatangkan manfaat tersendiri untuk diterapkan dimasa seperti sekarang. Mengingat kurva penyebaran COVID-19 di Indonesia yangagaknya belum akan melandai dalam waktu dekat. Seperti yang sebagaimanaterlihat dari grafik kasusnya yang masih menanjak, bahkan cenderung lebihmeruncing tiga kali lipat dari sebelum-sebelumnya. Mulai dari penambahanjumlah kasus per hari yang masih terhitung puluhan di awal bulan Maret, menjadiratusan dalam hitungan minggu, hingga naik menjadi ribuan di pertengahanbulan Mei. Per 16 Juni saja, jumlah kasus yang sebagaimana dilaporkan telah menghampiriempat puluh ribu. Sebagaimana terlihat dalam laman covid19.go.id (16/06), yangmencatat jumlah kasus mencapai 39.294 orang. Angka ini, tentu begitu kontrasjika dibandingkan hanya dengan jumlah kasus dalam beberapa minggusebelumnya. Misalnya per 9 Juni sebanyak 33.076 orang, atau per 2 Juni denganjumlah yang relatif masih kecil, yakni 27.549 orang (kawalcovid19.id, 16/06).

22

Page 29: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

23

GRAFIK 1 PENINGKATAN KASUS COVID-19DI INDONESIA

Sumber: dai-global-digital.com, 16/6

Untuk itu, alih-alih terus menerus menggembar-gemborkan istilah “new normal”,segenap stakeholder sudah semestinya sepakat untuk mengedepankanpenyelenggaraan pilkada tanpa mengorbankan aspek keselamatan dankesehatan masyarakat, dengan cara-cara alternatif seperti mekanisme e-votingdari jarak jauh. Selain selaras dengan kebijakan physical distancing, hal initentunya akan lebih menguntungkan dari segala sisi. Mulai dari segi anggaranhingga dari segi keselamatan, baik itu terhadap para pemilih maupun bagi parapenyelenggara pilkada yang langsung bertugas dilapangan, seperti PanitiaPemungutan Suara (PPS). Meski begitu, penerapannya sekiranya hal ini juga akan mendatangkantantangan tersendiri. Terlebih jika mengingat sumber daya yang dapatdiandalkan dan penyebaran akses internet yang masih belum merata dandijangkau sepenuhnya di seluruh wilayah Indonesia. Sebagaimana dari hasilsurvei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2018,yang masih menunjukkan penetrasi internet di Indonesia masih mencapai angka64,8%. Itupun apabila dibagi per wilayah, maka secara kalkulasi masih terdapat25,9% masyarakat di perkotaaan, dan 38,4% di wilayah pedesaan yang bukanpengguna internet (APJII, 2018).

Page 30: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Oleh karena itu, dalam menyikapi tantangan ini ada baiknya penerapannyadiikuti dengan kebijakan asimetris. Penggunaan mekanisme e-voting, setidaknyadapat diterapkan di daerah-daerah perkotaan ataupun di desa-desa yang tingkatpenyebaran infeksinya masih tinggi diangka rata-rata 70 hingga 80 persen.Sementara di wilayah-wilayah yang telah mengalami penurunan diangka 20hingga 30 persen atau sekurang-kurangnya memiliki tingkat populasi masyarakatyang terbilang belum begitu padat, dapat mengadakan pemilihan dengan cara-cara konvensional seperti biasanya. Namun tentunya dengan protokol kesehatanyang ketat dan tegas.

24

Page 31: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

25

PENUTUPA. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pemiluatau pilkada dengan sistem elektronik atau e-voting, pada dasarnya memberikansejumlah manfaat dan keuntungan. Mulai dari efisiensi dari segi anggaran hinggaefektif dari segi praktisnya. Namun sepatutnya setiap alternatif, sistem e-votingtentunya tidak bisa dikatakan sebagai panacea yang mujarab untukmenyelesaikan dan menutupi setiap sisi ketidaksempurnaan sistem pemilu itusendiri. Meski begitu, di tengah pesatnya perkembangan teknologi daring, danpeliknya situasi dan kondisi pandemi seperti saat ini, penyelenggaraan pilkadadengan sistem e-voting setidaknya dapat menjadi solusi alternatif yang patutdipertimbangkan. Terutama dengan sistem yang didasarkan pada teknologiblockchain. Khusus dalam konteks Indonesia sendiri, penyelenggaraan pilkada secara e-voting dengan teknologi apapun, konstitusionalitasnya dapat dipastikandiperkenankan dan penerapannya tidak dapat disebut bertentangan denganUUD 45, selama penerapannya tidak melanggar asas pemilu luber jurdil dansecara kumulatif telah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber dayamanusia, perangkat lunak serta kesiapan masyarakatnya di daerah.

B. REKOMENDASI

Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan jika penyelenggaraan pilkada ditengah masa pandemi dapat dipertimbangkan dilaksanakan dengan sistem e-voting ke depan, maka pertama, Pemerintah perlu menetapkan kembali Perpputerkait penyelenggaraan pilkada yang mengatur mekanisme sistem e-votingsecara lebih jelas, rinci dan komprehensif, tanpa perlu mengenyampingkanpengaturan-pengaturan vital seperti pelindungan data pribadi dan keamanansiber. Kedua, penyelenggara pilkada seperti KPU, Bawaslu dan DKPP, juga perlumenetapkan berbagai peraturan teknis yang lebih jelas dan rinci mengatur tatalaksana mekanisme penyelenggaraan pilkada secara e-voting.

Page 32: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

26

Ketiga, dengan pertimbangan keterbatasan sumber daya dan perkembangankasus penyebaran COVID-19, teknis pelaksanaan pilkada berdasarkan sistem e-voting sepatutnya dilaksanakan secara asimetris. Maksudnya,penyelenggaraannya dapat dilaksanakan di daerah-daerah yang tingkatpenyebarannya masih tinggi diangka rata-rata 70 hingga 80 persen.  Sementaradi wilayah-wilayah yang telah mengalami penurunan drastis atau sekurang-kurangnya memiliki tingkat populasi yang terbilang belum begitu padat, dapatmengadakan pemilihannya dengan cara-cara konvensional seperti biasanya.Namun tentunya dengan protokol kesehatan yang ketat dan tegas.

Page 33: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

27

DAFTAR PUSTAKABUKU, JURNAL, DAN MAKALAH

Ali, Sahibzasa Muhammad, dan Mehmood, Chaudhary Arshad, Et.al. “Micro-Controller Based Smart Electronic Voting Machine System.” Kertas Konferensi,disampaikan dalam IEEE Internarional Conference on Electro/InformationTechnology, Juni 2014. Alvarez, R. M., Hall, T. E., & Trechsel, A. H. “Internet Voting In ComparativePerspective: The Case Of Estonia.” Political Science and Politics. 2009. Diakses darihttps://doi.org/10.1017/S1049096509090787 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. “Penetrasi & Profil PerilakuPengguna Internet Indonesia.” Laporan Survei. 2018 Hajjar, M., Daya, B., Ismail, A., dan Hajjar, H. “An e-voting system for Lebaneseelections.” Journal of Theoretical and Applied Information Technology, 2006. Internasional Institute For Democracy and Electoral Assistance. Policy PaperIntroducing Electronic Voting: Essential Considarations. Canberra: InternasionalIDEA, 2011. Jones, Douglas W,. “Technologies as Political Reformers: Lessons From The EarlyHistory of Voting Machines.” Makalah, dipresentasikan pada The Society for theHistory of Technology Annual Meeting, Las vegas, October, 2006. Kersting, N., & Baldersheim, H. Electronic Voting and Democracy. United Kingdom:palgrave Macmillan, 2004.  Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum; Edisi Revisi. Jakarta: KencaraPrenadamedia Group. 2014. Moynihan, D. P. “Election: Building Secure E-voting, Security, and SystemsTheory.” Public Administration Review. 2004. Diakses darihttps://doi.org/10.1111/j.1540-6210.2004.00400.x

Page 34: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

28

Nevo, S. dan Kim, H. “How to compare and analyse risks of internet voting versusother modes of voting, Electronic Government.” An International Journal 3, No. 1.2006. Popoveniuc, S., dan Vora, Poorvi L. “Secure Electronic Voting-A Framework.”Cryptologia Journal, 34:236-257. 2010 Popovski, Lewis. dan Soussou, George. “Legal Tech News: A Brief History ofBlockchain.” Kertas Kebijakan. Atlanta: ALM Media Properties, 2018. Prasetiyo, Ahmad Fajar. “Aplikasi Voting Online Dengan Menggunakan TeknologiBlockchain.” Makalah.  Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektrodan Informatika, Institut Teknologi Bandung, 2019. Reddy, A. K. “A Case Study On Indian E.V.M.S Using Biometrics.” InternationalJournal Of Engineering Science & Advanced Technology, 1(1). 2011. Riera, A., & Brown, P. “Bringing Confidene to Electronic Voting.” Electronic Journalof E-Government. 2003. Diakses dari http://www.ejeg.com/volume-1/volume1-issue-1/issue1-art5-abstract.htm Roseman, G. H., & Stephenson, E. F. “The Effect Of Voting Technology On VoterTurnout: Do Computers Scare The Elderly?” Public Choice. 2005. Diakses darihttps://doi.org/10.1007/s11127-005-3993-3 Sanjay, K., & Ekta, W. “Analysis of Electronic Voting System in Various Countries.”International Journal of Computer Science Engineering. 2011. Diakses dari http://www.enggjournals.com/ijcse/issue.html?issue=20110305 Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum (Cetakan ke-3). Jakarta:Universitas Indonesia Press. 2015 Wibowo, Dwi Fitra Hidayat. "Perancangan dan Implementasi TeknologiBlockchain pada sistem Pencatatan Hasil Rekapitulasi Pemilu BerdasarkanFormulir C1 Pindaian KPU." Master Tesis. Program Studi Magister Teknik Elektro,Institut Teknologi Bandung, 2019

Page 35: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

29

Wüst, Karl, dan Gervais, Arthur. “Do You Need a Blockchain?” Kertas Konferensi.Disampaikan dalam Crypto Valley Conference on Blockchain Technology, Juni2019. Wolchok, S., Wustrow, E., & Halderman, J. A. “Security Analysis of India ’ sElectronic Voting Machines.” Human Factors. 2010. Diakses darihttps://doi.org/10.1145/1866307.1866309 Xu, X. et.al. “A Taxonomy of Blockchain-Based Systems for Architecture Design.”Kertas Konferensi. Disampaikan dalam IEEE International Conference on SoftwareArchitecture, April 2017. Zafar, Ch.N. dan Pilkjaer, A. “E-voting in Pakistan.” Master Thesis. Departement ofBusiness Administration and Social Sciences, Lulea University of Technology.2007.

INTERNETRini Kustiasih, dkk. “Pilkada di Tengah Pandemi Membuat Anggaran JadiMembengkak”. Diaskes dari https://kompas.id/baca/polhuk/2020/06/04/pilkada-di-tengah-pandemi-membuat-anggaran-jadi-membengkak/?_t=vpAPIM5Hau7WbyXkPnZx1JepspfhD695XjUnaKYqDle8iQhDmhYcG7tIl7X31L7h,pada 15 Juni 2020, pukul 10.12 WIB Andi Nugroho. “Moskow Pakai E-Voting Berbasis Blockchain, Begini Teknisnya.”Diakses dari https://cyberthreat.id/read/1326/Moskow-Pakai-E-Voting-Berbasis-Blockchain-Begini-Teknisnya, pada 15 Juni 2020, pukul 11.12 WIB. Andi Nughroho. “Moskow uji Coba E-Voting jarak Jauh Pakai Smartphone”.Diakses dari https://cyberthreat.id/read/1317/Moskow-Uji-Coba-E-Voting-Jarak-Jauh-Pakai-Smartphonehttps://www.zdnet.com/article/moscows-blockchain-voting-system-cracked-a-month-before-election/, pada 15 Juni 2020, Pukul 11.43WIB. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. “Serentak E-Voting Pilkades di 6Dersa, BPPT Dampingi Pemkab Boalemo Gorontalo.” Diakses darihttps://www.bppt.go.id/teknologi-informasi-energi-dan-material/2471-serentak-e-voting-pilkades-di-6-desa-bppt-dampingi-pemkab-boalemo-gorontalo, pada 15Juni 2020, pukul 13.02 WIB.

Page 36: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

30

Catalian Cimpanu. “Moscow’s Blockchain Voting System Cracked A Month BeforeElection.” Diakes dari https://www.zdnet.com/article/moscows-blockchain-voting-system-cracked-a-month-before-election/, pada 15 Juni 2020, pukul 13.45. WIB. Edward Iftody. “ Why Was Moscow’s Blockchain voting System Cracked A monthBefore An Election?”. Diakses dari https://blockchainin.asia/f/why-was-moscow%E2%80%99s-blockchain-voting-system-cracked-a-month-before, pada 15Juni 2020, pukul 14.23 WIB. Alberto Fermandez Gilbaja, “Transforming political Parties in The Middle of APandemic: The Moment For Online Voting?”. Diakses darihttps://www.idea.int/news-media/news/transforming-political-parties-middle-pandemic-moment-online-voting, pada 15 Juni 2020, pukul 15.03 WIB. Kawalcovid19.id, “Jumlah kasus COVID-19 per 16 Juni 2020.” Diakses darikawalcovi19.id, pada 16 Juni 2020, pukul 10.12 WIB.   Worldometers.info, “Coronanvirus Disease-2019 cases in Indonesia per 16 Juni2020.” Diakses dari worldometers.info, pada 16 Juni 2020, pukul 10.25 WIB.

UNDANG-UNDANG DAN REGULASI

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4437 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, danWalikota, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 243,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5586 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentangPemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2014 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor5588

Page 37: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

31

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2014 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5588 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5898 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 147/PUU-VII/2009 tentang PengujianUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah terhadapUndang-Undang Dasar 1945 PKPU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Norma, Standar, Prosedur, kebutuhanPengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Pemilihan Gubernur dan WakilGubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Page 38: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

Magister Hukum pada bidang yang sama,   di Fakultas Hukum UniversitasGadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun 2018, dengan penelitian tesisyang dilakukan di Mahkamah Agung (MA RI) dan Kementerian Dalam Negeri(Kemendagri RI), dengan judul “Politik Hukum Pengaturan PengawasanPeraturan Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sebelum bergabung dengan TII, Aulia aktif melakukan kegiatan sosial danadvokasi hukum dalam sejumlah organisasi kepemudaan. Selain itu, semasakuliah Ia juga turut terlibat dalam beberapa kegiatan penelitian yangdiadakan oleh civitas kampus, dan ikut membantu dalam menyusun naskahakademik serta rancangan peraturan daerah dari instansi pemerintah daerahtertentu. Adapun fokus kajian yang saat ini ia tekuni, yakni terkait dengan isupenataan regulasi dan peraturan perundang-undangan, korupsi politik, sertaHAM.

PROFILPENULIS

Muhammad Aulia Y. Guzasiah, adalahsalah satu peneliti The IndonesianInstitute (TII) yang resmi bergabungpada Februari 2019, denganspesialisasi kajian pada bidangHukum. Aulia memperoleh gelar SarjanaHukum pada bidang Hukum TataNegara di Fakultas HukumUniversitas Muslim Indonesia (UMI)Makassar pada tahun 2015, dan gelar

32

Page 39: COVID-19 TENGAH PANDEMI ELEKTRONIK DI WACANA PILKADA … · 2020-06-26 · menimbang kembali wacana pilkada elektronik di tengah pandemi covid-19 policy assessment - 2 0 2 0 - t h

PROFIL INSTITUSIThe Indonesian Institute (TII) adalah lembaga penelitian kebijakan publik (Center for PublicPolicy Research) yang resmi didirikan sejak 21 Oktober 2004 oleh sekelompok aktivis danintelektual muda yang dinamis. TII merupakan lembaga yang independen, nonpartisan, dannirlaba yang sumber dana utamanya berasal dari hibah dan sumbangan dari yayasan-yayasan, perusahaan-perusahaan, dan perorangan. TII bertujuan untuk menjadi pusat penelitian utama di Indonesia untuk masalah-masalahkebijakan publik dan berkomitmen untuk memberikan sumbangan kepada debat-debatkebijakan publik dan memperbaiki kualitas pembuatan dan hasil-hasil kebijakan publik lewatpenerapan tata kelola pemerintahan yang baik dan partisipasi masyarakat dalam proseskebijakan di Indonesia.   Visi TII adalah terwujudnya kebijakan publik yang menjunjung tinggi hak asasi manusia danpenegakan hukum, serta melibatkan partisipasi beragam pemangku kepentingan danmenerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang demokratis. Misi TII adalah untuk melaksanakan penelitian yang dapat diandalkan, independen, dannonpartisan, serta menyalurkan hasil-hasil penelitian kepada para pembuat kebijakan,kalangan bisnis, dan masyarakat sipil dalam rangka memperbaiki kualitas kebijakan publik diIndonesia. TII juga mempunyai misi untuk mendidik masyarakat dalam masalah-masalah kebijakanyang mempengaruhi hajat hidup mereka. Dengan kata lain, TII memiliki posisi mendukungproses demokratisasi dan reformasi kebijakan publik, serta mengambil bagian penting danaktif dalam proses itu.

Alamat Kontak:Jl. HOS. Cokroaminoto No 92, Menteng, Kota Jakarta

Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310Telepon: +6221 3158032

Email: [email protected]

THE NDONESIAN INSTITUTEC E N T E R F O R P U B L I C P O L I C Y R E S E A R C H

-33-