contoh soal ikm (screening test)
DESCRIPTION
IKMTRANSCRIPT
TUGAS IKM
1. Untuk deteksi dini Demam berdarah Dengue (DBD), mahasiswa fakutas kedokteran
Universitas “Dunia Lain” mengembangkan rapid tes dengan mengunakan strip berbahan
kimia tertentu yang dapat mendeteksi antibodi arbovirus penyebab DBD pada sampel darah
penderita . Untuk mengetahui sejauh mana rapid tes ini dapat digunakan, maka dilakukan
pengujian rapid tes ini terhadap 800 penderita DBD dan 1000 yang bukan penderita DBD.
Rapid tes ternyata memberikan hasil positif pada 400 penderita DBD, dan hasil tes positif
juga didapatkan pada 200 orang yang TIDAK menderita DBD.
Instruksi : a). Buatlah tabel; b). Berapa true positif ; c) berapa true negatif:; d). Berapa false
positif; e).berapa false negatif?
Jawab :
a. Tabel :
STATUS PENYAKIT
Positif (sakit) Negatif (tidak sakit)
Hasil Tes
Positif (+)True positive (a)
400
False positive (b)
200
Negatif (-)False negative (c)
400
True negative (d)
800
JUMLAH 800 1000
b. True positive = 400 (a)
c. True negative = 800 (d)
d. False positive = 200 (b)
e. False negative = 400 (c)
2. a. Sebutkan tingkat pencegahan penyakit menurut Leavell and Clark
b. Sebutkan masing-masing 1 contoh (soal a) untuk penyakit Demam berdarah
Jawab :
a. Tingkat pencegahan penyakit menurut Leavell and Clark ada 5, yaitu :
(prepathogenesis period):
1. Health promotion
2. Spesific protection
(period of pathogenesis) :
3. Early diagnosis & Prompt treatment
PRIMARY PREVENTATION
SECONDARY PREVENTATION
4. Disability Limitation
5. Rehabilition
Penjelasan :
1. Promosi Kesehatan (Health Promotion)
Dalam tingkat ini dilakukan pendidikan kesehatan, misalnya dalam peningkatan gizi,
kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan seperti penyediaan air rumah tangga yang
baik, perbaikan cara pembuangan sampah, kotoran, air limbah, hygiene perorangan, rekreasi,
sex education, persiapan memasuki kehidupan pra nikah dan persiapan menopause.
2. Perlindungan Khusus (Spesific Protection)
Program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus, pendidikan kesehatan
sangat diperlukan terutama di Negara-negara berkembang. Hal ini karena kesadaran
masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada
dirinya maupun anak-anaknya masih rendah. Selain itu pendidikan kesehatan diperlukan
sebagai pencegahan terjadinya kecelakaan baik ditempat-tempat umum maupun tempat kerja.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment)
Karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan
penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di masyarakat. Bahkan
kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini
dapat menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatn yang layak. Oleh
sebab itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam tahap ini.
4. Pembatasan cacat (disability limitation)
Oleh karena kurangnyaa pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan
penyakit, maka sering masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Dengan
kata lain mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap
penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan orang yang
bersangkutan cacat atau ketidak mampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga
diperlukan pada tahap ini.
Penanganan secara tuntas pada kasus-kasus infeksi organ reproduksi menjegah terjadinya
infertilitas.
TERTIARY PREVENTATION
5. Rehabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat, untuk
memeulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan tertentu. Oleh karena
kurangnya pengetian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak akan segan melakukan latihan-
latihan yang dianjurkan. Disamping itu oorang yang cacat stelah sembuh dari penyakit,
kadang-kadang malu untik kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau
menerima mereka sebagai anggoota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan
kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu
pendidikan kesehatan pada masyarakat.
b. Contoh upaya pencegahan penyakit menurut Leavell & Clark :
1. Peningkatan kesehatan (Health promotion)
Contohnya : Dapat dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk, antara lain dengan
menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu,
mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali,
menutup dengan rapat tempat penampungan air, mengubur kaleng-kaleng
bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah, dan perbaikan desain rumah.
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (specific
protection)
Contohnya : Vektor nyamuk pembawa virus dengue dapat dikontrol dengan menggunakan
ikan pemakan jentik dan bakteri. Di samping itu, pengasapan (fogging) dapat
membunuh nyamuk dewasa, sedangkan pemberian bubuk abate pada tempat-
tempat penampungan air dapat membunuh jentik-jentik nyamuk. Selain itu
dapat juga digunakan larvasida.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early
diagnosis and prompt treatment)
Contohnya : Apabila muncul gejala-gejala penyakit demam berdarah, segera melakukan
pemeriksaan, dan memberikan penanganan yang tepat sebelum berkembang
menjadi semakin parah.
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
Contohnya : Memberikan pengobatan dan perawatan secara intensif dan menyeluruh
kepada pasien DBD, misalnya dengan cara menjalani rawat inap di rumah
sakit, pemberian infus dan elektrolit untuk mengganti cairan tubuh, serta
transfusi darah akibat pendarahan yang terjadi.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Contohnya : Ruang sosial, yaitu memulihkan kembali kehidupan sosial masyarakat
sehingga masyarakat mau menerima kembali. Misalnya, pasien yang telah
sembuh dari penyakit DBD, tidak boleh dikucilkan atau dijauhi dengan alas an
takut ditulari. Karena demam berdarah tidak menular melalui kontak manusia
melainkan menular melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina.
3. Untuk deteksi dini Demam berdarah Dengue (DBD), mahasiswa fakutas kedokteran
Universitas “Dunia Lain” mengembangkan rapid tes dengan mengunakan strip berbahan
kimia tertentu yang dapat mendeteksi antibodi arbovirus penyebab DBD pada sampel darah
penderita . Untuk mengetahui sejauh mana rapid tes ini dapat digunakan, maka dilakukan
pengujian rapid tes ini terhadap 500 penderita DBD dan 8000 yang bukan penderita DBD.
Rapid tes ternyata memberikan hasil positif pada 400 penderita DBD, dan hasil tes positif
juga didapatkan pada 200 orang yang TIDAK menderita DBD.
Instruksi : a). Buatlah tabel; b). Berapa true positif ; c) berapa true negatif:; d). Berapa false
positif; e).berapa false negatif?
Jawab :
a. Tabel :
STATUS PENYAKIT
Positif (sakit) Negatif (tidak sakit)
Hasil Tes
Positif (+)True positive (a)
400
False positive (b)
200
Negatif (-)False negative (c)
100
True negative (d)
600
JUMLAH 500 800
b. True positive = 400 (a)
c. True negative = 600 (d)
d. False positive = 200 (b)
e. False negative = 100 (c)
4. Seorang pasien laki-laki umur 50 tahun memeriksakan diri kepada seorang dokter
keluarga dengan keluhan batuk berdahak sudah sebulan, dan mengalami penurunan nafsu
makan dan berat badan. Pasien bekerja sebagai buruh bangunan. Dokter yang
bersangkutan melakukan pemeriksaan sputum BTA pada dahak pasien untuk melihat ada
tidaknya infeksi tuberkulosis. Tindakan dokter ini termasuk ...
a. Mass screening
b. Multiple screening
c. Targeted skrining
d. Muliphasic screening
e. Case finding/opportunistic screening
Untuk deteksi dini Demam berdarah Dengue (DBD), mahasiswa fakutas kedokteran
Universitas “Dunia Lain” mengembangkan rapid tes dengan mengunakan strip berbahan
kimia tertentu yang dapat mendeteksi antibodi arbovirus penyebab DBD pada sampel
darah penderita . Untuk mengetahui sejauh mana rapid tes ini dapat digunakan, maka
dilakukan pengujian rapid tes ini terhadap 200 penderita DBD dan 600 yang bukan
penderita DBD. Rapid tes ternyata memberikan hasil positif pada 150 penderita DBD,
dan hasil tes positif juga didapatkan pada 150 orang yang TIDAK menderita DBD.
Tabel
STATUS PENYAKIT
Positif (sakit) Negatif (tidak sakit)
Hasil Tes
Positif (+)True positive (a)
150
False positive (b)
150
Negatif (-)False negative (c)
50
True negative (d)
450
JUMLAH 200 600
5. Berapakah sensitivitas rapid tes ini....
a. 50%
b. 60%
c. 75%
d. 85%
e. 90%
Jawab : Sensitivitas = a
a+c × 100% =
150150+50
× 100%
= 150200 × 100% = 75% (c)
6. Berapakah spesifisitas tes ini
a. 50%
b. 60%
c. 75%
d. 85%
e. 90%
Jawab : Spesifisitas = d
d+b × 100% =
450450+150
× 100%
= 450600 × 100% = 75% (c)
7. Berapakah positive predictive value (nilai prediksi positif) tes ini ?
f. 50%
g. 60%
h. 75%
i. 85%
j. 90%
Jawab : PPV = true positive
all tested positive × 100% =
aa+b
× 100%
= 150300 × 100% = 50% (a)
8. Berapakah negative prediktive value (nilai prediksi negatif) tes ini?
a. 50%
b. 60%
c. 75%
d. 85%
e. 90%
Jawab : NPV = true negative
all tested negative × 100% =
dd+c
× 100%
= 450500 × 100% = 90% (e)
9. Jika kemudian kita menggunakan tes ini untuk mendiagnosis DBD pada pasien yang
berkunjung ke poliklinik pediatri, maka berapa orangkah dari 100 orang yang
sebenarnya tidak menderita DBD kemungkinan terdiagnosis DBD dengan rapid tes
ini?
a. 10 orang
b. 15 orang
c. 25 orang
d. 40 orang
e. 50 orang
Jawab : Jumlah yang benar-benar sakit (sensitivitas = 75%)
75 %
100 % × 100 orang = 75 orang
Jumlah yang tidak sakit = (100 – 75) orang = 25 orang (c)
10. Jika idealnya sebuah skrining tes dapat digunakan dimasyarakat jika setidaknya tes
tersebut dapat mendeteksi 90% dari orang yang menderita penyakit dan juga
memberikan hasil negatif pada minimal 85% orang yang tidak menderita penyakit,
maka rapid tes DBD pada skenario tersebut di atas .....
a. Tidak bisa digunakan sebagai skrining tes karena tes hanya mendeteksi 75%
dari mereka yang menderita DBD
b. Bisa digunakan sebagai skrining tes karena dari 100 orang yang memberikan hasil
tes negatif hanya 10% yang menderita DBD
c. Tidak bisa digunakan karena 50% penderita DBD memberikan hasil negatif dengan
tes ini.
d. Bisa digunakan karena negatif prediktive valuenya 90%
e. BSSD
Jawab : a
11. Walaupun konsep sensitivitas dan spesifisitas biasanya diterapkan pada tes
diagnostik laboratorium, konsep ini cukup valid untuk diterapkan pada tes lain untuk
menunjukkan ada atau tidaknya suatu penyakit.
Anggaplah sebuah kuesioner psikometrik, merupakan suatu perangkat tes untuk
mendeteksi kasus gangguan kepribadian yang tidak terdiagnosis, ditemukan setelah
beberapa kali percobaan di beberapa klinik yang berbeda dan dari hasilnya
menunjukkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas 25 % dan spesifisitas 99 %.
Pertanyaan :
1. Apakah kuesioner ini lebih bermanfaat sebagai perangkat (tool) klinik atau public
health ? Jelaskan!
2. Jika 262 orang, setengah dari jumlah tersebut tidak menderita gangguan kepribadian
(131), setelah di tes, berapakah false negatif yang dihasilkan?
3. Berapa false positif?
4. Konsekuensi buruk apakah yang mungkin terjadi jika kita menggunakan tes untuk
skrining dengan tingkat sensitivitas yang rendah ?
5. Konsekuensi buruk apakah yang mungkin terjadi jika kita menggunakan tes untuk
skrining dengan spesifisitas rendah ?
Jawab :
1. Berdasarkan definisi Kesehatan Masyarakat (Public Health) menurut Winslow (1920)
bahwa Kesehatan Masyarakat (Public Health) adalah Ilmu dan Seni : mencegah
penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan. Salah satu dari
“Usaha-usaha Pengorganisasian Masyarakat” menurut Notoatmodjo (2003) yaitu
melalui pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis
dini dan pengobatan. Kuisioner psikometrik kurang tepat jika hanya dikatakan sebagai
perangkat (tool) klinik, karena kuesioner psikometrik tersebut bertujuan untuk
mendeteksi kasus gangguan kepribadian yang tidak terdiagnosis. Jadi dapat dikatakan,
kuisioner psikometrik ini sebagai salah satu wujud dari usaha-usaha pengorganisasian
masyarakat dalam hal melakukan diagnosis dini terhadap kasus gangguan kepribadian
dengan menggunakan konsep sensitivitas dan spesifisitas. Dengan mengetahui secara
dini ada atau tidaknya penyakit, masyarakat dapat mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan.
Tabel
STATUS PENYAKIT
Positif (sakit) Negatif (tidak sakit)
Hasil Tes
Positif (+)True positive (a)
25%
False positive (b)
1%
Negatif (-)False negative (c)
75%
True negative (d)
99%
JUMLAH 131 orang (100%) 131 orang (100%)
2. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa presentase True positive sebesar 25%
(karena sensitivitas 25%), jadi diperoleh presentase false negative adalah 100% - 25% =
75%
Sehingga besarnya false negative = 75 %
100% × 131 orang = 98 orang
3. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa presentase True negative sebesar 99%
(karena spesitivitas 99%), jadi diperoleh presentase false positive adalah 100% - 99% =
1%
Sehingga besarnya false positive = 1%
100 % × 131 orang = 1 orang
4. Sensitivitas adalah kemampuan test yang digunakan untuk mengidentifikasi secara
tepat orang yang benar-benar sakit. Untuk menunjukkan keakuratan dari screening test,
maka nilai sensitivitas seharusnya tinggi. Apabila nilai sensitivitas rendah, maka akan
berdampak buruk terutama pada golongan false negative, karena meskipun pada
kenyataannya mereka sakit, namun hasil tesnya menunjukkan hasil negatif, sehingga
mereka dinyatakan tidak sakit. Konsekuensi buruk yang dapat terjadi yaitu tidak dapat
dilakukan pencegahan penyakit terhadap golongan false negative meskipun telah
didiagnosis secara dini. Akibatnya, penyakit dapat berkembang, bahkan menular
kepada orang yang sehat karena tidak adanya pengobatan dini.
5. Spesifisitas merupakan kemampuan test yang digunakan benar-benar mampu untuk
mengidentifikasi orang yang benar-benar tidak sakit. Untuk menunjukkan keakuratan
dari screening test, maka nilai spesitifitas seharusnya tinggi. Apabila nilai spesitifitas
rendah, maka akan berdampak buruk terutama pada golongan false positive, karena
meskipun pada kenyataannya mereka sehat, namun hasil tesnya menunjukkan hasil
positif, sehingga mereka dinyatakan sakit. Konsekuensi buruk yang dapat terjadi yaitu
dapat terjadi kesalahan dalam usaha pengobatan dini terhadap golongan false positive.
Misalnya, karena mereka yang sebenarnya sehat tapi dinyatakan sebagai orang sakit,
maka kemungkinan mereka akan menjalani pemeriksaan dan pengobatan secara dini
untuk mencegah berkembangnya penyakit. Obat-obatan yang seharusnya dikonsumsi
untuk orang yang sakit, akan berdampak buruk terhadap konsumennya yang sehat. Bisa
jadi orang yang sehat tadi, setelah diberikan pengobatan, justru mereka akan menjadi
sakit.
12. Satu dari 6000 bayi baru lahir kemungkinan menderita ‘inapparent hipotiroidisme’
yang hanya dapat dideteksi dini dengan mengukur konsentrasi hormon tiroksin atau
TSH di dalam darah. Konsentrasi dibawah nilai tertentu di interpretasikan sebagai tes
positif (+), sedangkan sebaliknya dianggap negatif.
Setengah dari bayi yang di tes menunjukkan hasil yang negatif. Proporsi bayi yang
hasil tesnya negatif dan dikemudian hari menunjukkan gejala-gejala hipotiroid tidak
diketahui. Penanganan bayi dengan penyakit ini bertujuan mencegah retardasi fisik dan
mental. Banyak spesialis anak menganjurkan skrining ini agar bayi-bayi yang
menderita hipotiroid bisa cepat terdeteksi dengan demikian cepat diterapi.
Pertanyaan :
1. Angka 1 per 6000 kelahiran hidup pada contoh kasus di atas termasuk ( insidence
rate atau prevalence rate?) mengapa?
2. Berapa bayi yang harus di tes untuk mendapatkan 10 bayi dengan ‘inapparent
hipotiroidism’?
a. 20 b. 3000 c. 120.000 d. 60.000
3. Berapakah spesifisitas tes pada kasus ini ?
a. 100 % b. 50 % c. 0 % d. tidak diketahui.
4. Tindakan skrining pada kasus ini dalam level of prevention termasuk dalam tingkat?
Jawab :
1. Angka 1 per 6000 kelahiran hidup pada kasus di atas termasuk Incidence Rate.
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di
suatu tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan rumus
dari incidence rate (IR) = jumlahkasus baru
jumlah populasi yangberesiko × 100%
Sedangkan prevalence rate merupakan frekuensi penyakit lama dan baru yang
berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu.
Artinya, jumlah kasus lama juga diperhitungkan. Sementara pada kasus di atas
hanya memperhitungkan jumlah kelahiran hidup yaitu 6000, yang berarti hanya
memperhitungkan jumlah kasus baru.
2. Pada soal, 1 dari 6000 bayi baru lahir kemungkinan menderita ‘inapparent
hipotiroidisme’. Artinya setiap 6000 kelahiran hidup bayi, maka kemungkinannya
ada 1 bayi yang akan menderita ‘inapparent hipotiroidisme’. Maka untuk
mendapatkan 10 bayi dengan ‘inapparent hipotiroidism’, dapat dihitung dengan
rumus perbandingan :
16000
= 10x
→ nilai x = 6000 × 10 = 60.000. Nilai x menyatakan jumlah bayi yang
harus di tes untuk mendapatkan 10 bayi dengan kemungkinan ‘inapparent
hipotiroidisme’ yaitu sebanyak 60.000 bayi (d)
3. Spesifisitas merupakan kemampuan test yang digunakan benar-benar mampu untuk
mengidentifikasi orang yang benar-benar tidak sakit. Berdasarkan soal, setengah dari
bayi yang di tes menunjukkan hasil yang negatif. Artinya, hasil negative yang
diperoleh yakni sebesar 3000 bayi. Untuk mencari spesifisitas, perlu diketahui nilai
true negative-nya. Sementara pada soal, proporsi bayi yang hasil tesnya negatif dan
dikemudian hari menunjukkan gejala-gejala hipotiroid tidak diketahui (true negative
& false negative tidak diketahui). Sehingga spesifisitas tidak diketahui (d)
4. Tindakan skrining pada kasus ini dalam level of prevention termasuk dalam tingkat
tersier. Berdasarkan soal, penanganan bayi dengan penyakit ini bertujuan mencegah
retardasi fisik dan mental. Pada pencegahan tingkat tersier dilakukan dengan
Pembatasan cacat (disability limitation), pada tahap ini cacat yang terjadi diatasi,
terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan
terjadinya cacat yang lebih buruk lagi. Selain itu, pencegahan tingkat tersier juga
dilakukan dengan Rehabilitasi (rehabilitation), pada proses ini diusahakan agar cacat
yang di derita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat
berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial.