contoh regresi linier

Click here to load reader

Upload: putri-apriani

Post on 14-Feb-2016

429 views

Category:

Documents


32 download

TRANSCRIPT

Penentuan Konsentrasi Larutan dengan Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS

Penentuan Konsentrasi Larutan dengan Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS

I. TUJUAN PERCOBAANMenentukan konsentrasi larutan FeCl3.6H2O dengan menggunakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya.

II. DASAR TEORI2.1 Spektrofotometer UV VisSpektrofotometer Uv-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer sesuai dengan namanya merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi cahaya secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar tampak yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk mengukur perbedaan absorbsi antara cuplikan dengan blanko ataupun pembanding.Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200350 nm) dan sinar tampak (350 800 nm) oleh suatu senyawa. Semua metode spektrofotometri berdasarkan pada serapan sinar oleh senyawa yang ditentukan, sinar yang digunakan adalah sinar yang semonokromatis mungkin.2.2 AbsorbsiAbsorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron-electron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton memungkinkan electron-electron itu mengatasi kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital baru yag lebih tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar dan disimbolkan dengan dengan satuan M-1cm-1 atau liter.mol-1cm-1. Jika c dinyatakan dalam persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat ditulis dengan E1%1cmA1%1cm (Gandjar dan Rohman, 2007).Pada spektrofotometer UV-Vis, warna yang diserap oleh suatu senyawa atau unsur adalah warna komplementer dari warna yang teramati. Hal tersebut dapat diketahui dari larutan berwarna yang memiliki serapan maksimum pada warna komplementernya. Namun apabila larutan berwarna dilewati radiasi atau cahaya putih, maka radiasi tersebut pada panjang gelombang tertentu, akan secara selektif sedangkan radiasi yang tidak diserap akan diteruskan (Underwood dan Day, 1996).Kandungan Besi III dapat ditentukan dengan beberapa metode, salah satunya yaitu dengan spektrofotometer sinar tampak. Salah satu metode yang cukup handal pada spektrofotometer adalah dengan penambahbakuan atau adisi standar. Metode ini merupakan suatu pengembangan metode spektrofotometer sinar tampak dengan biaya relatif lebih murah (Watulingas, 2008).Panjang gelombang 450 nm digunakan sebagai panjang gelombang untuk menganalisis kadar besi di dalam larutan karena pada panjang gelombang ini, absorbansi sinar mempunyai nilai maksimal, dengan kata lain, pada panjang gelombang ini, sinar yang dipancarkan oleh spektrofotometer paling banyak diserap oleh larutan. Oleh karena itu, pengukuran pada panjang gelombang 450 ini menghasilkan pengukuran yang akurat.

III. ALAT DAN BAHAN3.1 Alat3.1.1 Labu ukur 50 ml 5 buah3.1.2 Bulp 1 buah3.1.3 Pipet volume 25 ml 1 buah3.1.4 Corong 1 buah3.1.5 Gelas kimia 250 ml 3 buah3.1.6 Pipet tetes 1 buah3.2 Bahan3.2.1 FeCl3.6H2O padatan3.2.2 Aquades

IV. PROSEDUR KERJA4.1 Pembuatan Larutan FeCl3.6H2O 100 ppm.a. Ditimbang padatan FeCl3.6H2O dengan menggunakan neraca digital.b. Dilarutkan dengan aquades dan dipindahkan kedalam labu ukur 1L.c. Ditambah aquades sampai tanda batas, kemudian dihomogenkan larutan.4.2 Diencerkan larutan FeCl3.6H2O 100 ppm menjadi larutanFeCl3.6H2O 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm sebanyak 50 ml.a. Dihitung dengan rumus pengenceranb. Diambil beberapa ml (sesuai perhitungan) larutan FeCl3.6H2O 100 ppm.c. Dimasukkan ke labu ukur 50 ml + aquades sampai tanda batas. Dihomogenkan larutan.4.3 Diukur absorbansi maksimum dari panjang gelombang 400-480 nm untuk larutan FeCl3.6H2O 30 ppm.4.4 Diukur absorbansi larutan FeCl3.6H2O 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm4.5 Dibuat kurva standar untuk langkah 4.4.6 Diukur absorbansi FeCl3.6H2O unknown ppm pada panjang gelombang maksimum. Dilakukan duplo.

V. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN5.1 Tabel 1Konsentrasi (ppm) xAbsorbansi (y)x2

y2

x.y

100,121000,01441,2

200,254000,06255

300,569000,313616,8

400,3816000,144415,2

500,5025000,2525

=1501,8155000,784963,2

5.2 Panjang gelombang maksimumPanjang GelombangAbsorbansi

440 nm0,4

450 nm0,56

460 nm0,27

5.3 Regresi linierKonsentrasi (x)Absorbansi (y)

10 ppm0,12 A

20 ppm0,25 A

30 ppm0,56 A

40 ppm0,38 A

50 ppm0,50 A

5.4 PerhitunganDiketahui:x= 150x2= 5500y = 63,2y= 1,81y2= 0,7849Regresi Liniery = bx + ab =n (xy) - (x) (y)n (x2) - (x)2=5 (63,2) - (150) (1,81)5 (5500) - (150)2= 44,5 / 5000 = 8,9 x 10-3

a =(y) (x2) - (x) (xy)n (x2) - (x)2=(1,81) (5500) - (150) (63,2)5 (5500) - (150)2= 475 / 5000 = 0,095PercobaanAbsorbansi

10,29

20,25

30,31

rata-rata0,29

y= 8,9 10-3x + 0,095

0,29 =8,9 10-3x + 0,095

0,29 - 0,095 = 8,9 10-3x

x =0,1958,9 x 10-3

= 21,91 ppm

VI. PEMBAHASANPada percobaan kali ini, dilakukan analisis penentuan konsentrasi larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis serta larutan FeCl3.6H20 berbagai konsentrasi. Pembuatan larutan FeCl3.6H2O dengan berbagai konsentrasi dapat dilakukan dengan pengenceran kedalam lima labu ukur menggunakan aquades memakai rumus, M1.V1=M2.V2Dari larutan FeCl3.6H2O dengan konsentrasi 100 ppm akan dibuat menjadi larutan FeCl3.6H2O dengan konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm. Jika larutan FeCl3.6H2O konsentrasi 100 ppm akan dibuat menjadi konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. Maka dipipet dari FeCl3.6H2O masing-masing 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, dan 25 ml. Kemudian ditambahkan aquades hingga tanda batas.Selanjutnya yaitu menganalisa spektroskopi dari larutan FeCl3.6H2O dengan menggunakan spektrofotometer. serta mengatur panjang gelombang yang digunakan yaitu 440-460 nm. Selanjutnya yaitu menentukan kadar sampel. Dengan cara yang sama memasukkan kuvet berisi larutan FeCl3.6H2O berbagai konsentrasi mulai dari konsentrasi rendah sampai tertinggi dengan jangkauan panjang gelombang yang sama antara 440-460 nm.Dari percobaan, data berupa absorbansi (A) vs panjang gelombang (gamma) dapat dilihat pada grafik dibawah ini.grafik 450Dari grafik diatas dapat dilihat panjang gelombang maksimum sebesar 450 nm. Selanjutnya dapat ditentukan nilai absorban (A) untuk tiap konsentrasi dari panjang gelombang maksimum (450 nm) sebagai acuan untuk larutan yang belum diketahui (unknown) dan diperoleh rata-rata dari larutan tersebut adalah 0,29 ppm.

Konsentrasi (x)Absorbansi (y)

10 ppm0,12 A

20 ppm0,25 A

30 ppm0,56 A

40 ppm0,38 A

50 ppm0,50 A

Dari data tersebut dibuat grafik hubungan antara absorban (A) vs konsentrasi (c), sehingga diperoleh persamaan regresi linier y=bx+a, dengan y=absorbansi sampel, dan x=konsentrasi yang terdapat pada larutan.

Persamaan regresi linier yang diperoleh yaitu y = 8,9 10-3x + 0,095. Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linier (A=C). y=bx+a, rumus tersebut digunakan untuk menghitung nilai konsentrasi larutan FeCl3.6H2O yang belum diketahui dan didapatkan nilai konsentrasi larutan unknown sebesar 21,9 ppm atau 22 ppm.

VII. KESIMPULANBerdasarkan hasil percobaan maka dapat disimpulkan bahwa, FeCl3.6H2O memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 450 nm serta regresi linier dengan persamaan y = 8,9 10-3x + 0,095 dan konsentrasi larutan unknown adalah 22 ppm.

VIII. DAFTAR PUSTAKAGandjar, I.G & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Underwood, A. L dan R.A. Day. J. R. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif edisi Kelima. Jakarta: Penerbit ErlanggaWatulingas. M.C. 2008. Aplikasi Teknik Adisi Standar Pada Penetapan Kadar Besi III Dalam Air Sungai Karang Mumus Dengan Spektronik 21-D. Samarinda: Universitas Mulawarman.

Persamaan Arhenius

Nama : Ika FatmawatiNIM : 4301409022Rombel : 2Prodi : Pendidikan KimiaKelompok : 6

LAPORAN PRAKTIKUMPERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

I. TUJUAN1. Memperlihatkan bagaimana kebergantungan laju reaksi pada suhu.2. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius.

II. LANDASAN TEORIPersamaan laju dari suatu reaksi antara dua senyawaAdanBditulis seperti dibawah ini:

Persamaan laju menunjukkan pengaruh dari perubahaan konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi.Ketika kita mengubah suhu maupun katalis,tetapan laju akan berubah.Energi aktivasiadalah energi minimum yang harus dipenuhi agar reaksi dapat berjalan. Istilah energi aktifasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan dinyatakan dalam satuan kilojule per mol. Terkadang suatu reaksi kimia membutuhkan energi aktivasi yang teramat sangat besar, maka dari itu dibutuhkan suatukatalisagar reaksi dapat berlangsung dengan pasokan energi yang lebih rendah.Jika terdapat suatu reaksi sebagai berikut:Reaktan -> Produk

Maka jika reaksi diatas berlangsung secara eksoterm maka diagram energi aktivasinya adalah sebagai berikut:Dan jika reaksinya endoterm maka diagramnya adalah sebagai berikut:Persamaan Arrhenius mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi dengan konstantalaju reaksi,Dimana A adalah faktor frekuensi dari reaksi, R adalah konstanta universal gas, T adalah temperatur dalam Kelvin dan k adalah konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa Ea dipengaruhi oleh temperatur.Adanya katalis dalam suatu reaksi akan memperkecil besarnya energi aktifasi yang dimiliki oleh reaksi, dan dapat digambarkan dengan grafik berikut ini:Grafik biru adalah reaksi tanpa katalis dan grafik merah adalah reaksi dengan katalis dapat dilihat E1(tanpa katalis) lebih besar daripada E2(dengan katalis). Jadi adanya katalis akan memperkecil Ea reaksi sehingga reaksi dapat berlangsung dengan lebih cepat.Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang diusulkan adalah:K =K = konstanta laju reaksiA = faktor frekuensiEa = energi aktivasi

Persamaan dalam bentuk logaritma dapat ditulis:

ln k = ln A (Ea/RT)ln k = -x+ ln A

Dari persamaan di atas terlihat bahwa kurva ln K sebagai fungsi dari 1/T akan berupa garis lurus dengan perpotongan (intersep) ln A dan gradien Ea/R.Kedua faktor A dan Ea dikenal sebagai parameter Arrhenius. Plot dari log K terhadap T -1 adalah linear untuk sejumlah besar reaksi dan pada temperatur sedang. Hubungan antara konstanta laju pada dua temperatur adalah

III. ALATDAN BAHAN1. Alat:a. Rak tabung reaksi1 buahb. Tabung reaksi8buahc. Gelas piala 600 ml 1 buahd. Pipetukur10 mle. Pengadukf. Termometerg. Stopwatchh. Penangas air

1. Bahan:a. H2O20,04 Mb. KI 0,10 Mc. Na2S2O30,001 Md. Larutanamilum1% (dibuat pada saat digunakan)e. Es batu.

IV. CARA KERJA

Jml SistemTabung 1Tabung 2

VolumeH2O2(ml)Volume H2O (ml)VolumeI(ml)Volume S2O32-(ml)Volumeamilum(ml)

5551011

V. DATA PENGAMATANSuhu kamar: 30 CNo.Suhu Awal (C)Suhu Akhir Campuran(C)Rata-rata SuhuWaktu Reaksi (detik)

Tabung 1Tabung 2Campuran

1404040383917

23030303331,527

3202020222237

4101010121142

55555554952112

VI. PEMBAHASANPercobaan ini dilakukan dengan mereaksikan antara larutan H2O2yang diencerkan dengan aquades pada tabung 1 dan campuran KI, Na2S2O3dan larutan amilum 1% pada tabung 2. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan menghitung energi aktivasi menggunakan persamaan Arrhenius. Sistem yang terdiri dari tabung 1 dan tabung 2 pertama kali harus disamakan suhunya. Suhu pengamatan dalam percobaan ini yaitu 0-40C dan kita memilih suhu 10C , 20C, 30C, 40C dan 55C. Kita memilih 55C untuk membandingkan, bagaimana jika suhu larutan diatas suhu pengamatan. Suhu kedua larutan dibuat sama karena kita akan mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi.Larutan amilum dalam percobaan ini digunakan sebagai indikator adanya I2. I2akan bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3pada campuran habis bereaksi dan hal ini dijadikan sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana muncul warna biru pertama kali (waktu awal reaksi saat kedua tabung dicampur). Larutan amilum yang digunakan dibuat sesaat sebelum percobaan karena larutan ini mudah rusak. H2O2berfungsi sebagai oksidator yang akan menjadi H2O sedangkan KI sebagai penghasil I2jika direaksikan dengan H2O2.Reaksi yang diukur adalah reaksi hidrogen peroksida dengan ion iodida. Dalam hal ini, hidrogen peroksida dicampurkan bersamaan dengan iodide, ion tiosulfat dan amilum.Ion iodide dan hidrogen peroksida akan bereaksi membentuk gas I2, gas tersebut akan bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion iodide. Namun, dalam reaksi ini, tidak akan ada yodium yang dibebaskan sampai semua ion tiosulfat habis bereaksi. Dengan tambahan amilum, ion iodide yang terbentuk kembali akan bereaksi dengan amilum dan menghasilkan warna biru pada larutan.

Reaksi yang terjadi:H2O2+ KI I2+ KOH + H2ONa2S2O3+ KI NaI + Na2S4O6H2O2+ Na2S2O3+ KI I2+ KOH + NaI + Na2S4O6+ H2ODari percobaan tersebut, variabel bebasnya adalah suhu sedangkan variabel terikatnya adalah waktu. Dan diperoleh semakin tinggi suhunya maka waktu reaksinya akan semakin cepat. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu maka energi kinetik suatu partikel akan meningkat. Sehingga pergerakan partikel untuk menimbulkan tumbukan efektif semakin besar juga. Dan sebaliknya, jika reaksi dilakukan pada suhu rendah, reaksi akan semakin lambat. Hal ini tidak berlaku untuk suhu 55C karena suhu ini diatas suhu pengamatan dan suhu optimum reaksi yaitu 40C. Sehingga waktu berjalannya reaksi pada suhu 55C paling lambat dibandingkan suhu pengamatan lainnya dalam percobaan ini.Dari percobaan diperoleh untuk suhu55C, waktu yang diperlukan yaitu112sekon, suhu40C =17sekon,30C =27sekon, suhu20C =37sekon, dan suhu10C =42sekon. Darilimasistem dapat disimpulkan bahwa temperatur berbanding terbalik dengan waktu sesuai dengan teori karena reaksi berlangsung lebih cepat jika suhu tinggi akibat tumbukan semakin banyak karena gerakan yang semakin cepat dan komposisiH2O2yang berubah menyebabkan waktu yang diperlukan lebih sedikit.Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k. Jika suhu dinaikan maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Dari harga k tersebut maka akan dapat dihitung energi aktivasi. Melalui proses perhitungan (analisa data pada lampiran) didapat data sebagai berikut:

No.Rerata suhu1/TWaktu (detik)kLnk

1.39oC0,0032170,00588-5,13619

2.31,5oC0,003284270,0037-5,59942

3.21oC0,0034370,0027-5,9145

4.11oC0,003521420,00238-6,04065

5.52oC0,0030771120,00089-7,0243

Grafik Ln k vs 1/T sebagai berikut:

Persamaan regresinya adalah y = -0,421x -4,677y = mx + b,m = -0,421ln k = -x+ ln Amaka m = -Ea = -m.R= -(-0,421).(8,314)=3,5J/mol= 0,0035 kJ/molB = intercept = ln A =-4,677A =0,00931

Dari grafik Lnkdan 1/T diperoleh Ea=0,0035kJ/mol dengan nilai A =0,00931.Hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik. Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar.Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa grafik yang menunjukkan hubungan konstanta laju reaksi dan suhu tidak berbentuk garis lurus atau linear, melainkan terjadi penyimpangan pada suhu lebih dari 40C. Hal ini dimungkinkan karena jika suhunya lebih dari 40C maka amilum yang ada pada larutan akan rusak atau rusak sebagian , sehingga ion iodide yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik.Faktor yang mempengaruhi energi aktivasi (Ea) yaitu suhu, faktor frekuensi (A), katalis. Semakin kecil harga Ln k maka harga 1/T rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi.

VII. KESIMPULAN DAN SARANa. Kesimpulan1. Temperatur berpengaruh pada laju reaksi, jika suhu semakin tinggi maka laju reaksi akan semakin cepat. Hal ini dibuktikan dengan dihasilkannya harga k yang lebih besar pada suhu yang lebih tinggi.2. Energi aktivasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Arrhenius.3. Dari perhitungan data diperoleh harga Ea sebesar 0,0035kJ/mol dan harga A sebesar 0,00931.b. SaranSebaiknya praktikan benar-benar mendalami materi praktikumdan alur kerja praktikumsehinggakesalahan dalam pelaksanaan praktikum minim dan hasil praktikum yang diperoleh maksimal.

VIII. JAWABAN PERTANYAANAlasan yang mungkin menyebabkan terjadinya penyimpangan apabila suhu diatas 40C karena jika suhunya lebih dari 40C maka amilum yang ada pada larutan akan rusak atau rusak sebagian , sehingga ion iodide yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik.

IX. DAFTAR PUSTAKAAtkins PW. 1999.Kimia Fisika. Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I, penerjemah;Indarto Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari :Physichal Chemistry.Castellan GW. 1982.Physichal Chemistry. Third Edition. New York : General Graphic Services.Naruti, Nunung. 2011. Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi. Diakses darihttp://nugiluph24.blogspot.com/2011/05/persamaan-arrhenius-dan-energi-aktivasi.htmlpada tanggal 31 Oktober 2011.Tim Dosen Kimia Fisik. 2011.Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang : Jurusan Kimia FMIPA UNNES.Vogel. 1994.Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Semarang,2November 2011Mengetahui,Dosen Pengampu Praktikan

Ir. Sri Wahyuni, M.SiIka FatmawatiNIM. 4301409022

X. LAMPIRAN

mgrek H2O2= M . V . val= 0,04 x 5 x 2 = 0,4 mgrekmgrek KI = M . V . val= 0,1 x 10 x 1 = 1 mgrekmgrek Na2S2O3= M . V . val= 0,001 x 1 x 1 = 0,001 mgrek (pereaksi pembatas)mgrek H2O2yang bereaksi = mgrek Na2S2O3

a. Menghitung nilai k

1. t = 17detik

2. t = 27detik

3. t = 37detik

4. t = 42detik

5. t = 112detik

b. Menghitung nilai 1/T1. T = 39oC

2. T = 31,5oC

3. T = 21oC

4. T = 11oC

5. T = 52oC

c. Perhitungan EaPersamaan regresinya adalah y = -0,421x -4,677y = mx + b,m = -0,421ln k = -x+ ln Amaka m = -Ea = -m.R= -(-0,421).(8,314)=3,5J/mol= 0,0035 kJ/molB = intercept = ln A =-4,677A =0,00931