contoh ptk jero

20
CONTOH PROPOSAL PTK 1 IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 09 TARAKAN OLEH JERO BUDI DARMAYASA (1 1 1 6 0 4 8 4 0 1) JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA 1 Disusun dalam rangka pelatihan PTK, MGMP Seni Budaya SMP se-Kota Tarakan 1

Upload: jida-almajida

Post on 24-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

jnikjo

TRANSCRIPT

Judul

CONTOH PROPOSAL PTK

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIIIA SMP NEGERI 09 TARAKAN

OLEH

JERO BUDI DARMAYASA

(1 1 1 6 0 4 8 4 0 1)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKA

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

TARAKAN

2011

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Peraturan Menteri (Permen) nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan secara jelas menyiratkan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah mempelajari matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah yang meliputi kemampuan untuk memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Kompetensi lain yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik yaitu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kedua kompetensi tersebut memberikan makna bahwa dalam proses belajar mengajar matematika, guru dan siswa harus menyadari bahwa sasaran dari belajar matematika adalah kemampuan untuk memecahkan masalah serta menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam NCTM (1989) dinyatakan bahwa problem solving should become the focus of mathematics in school. Ini berarti bahwa fokus dari pembelajaran matematika di sekolah adalah kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. Masalah yang diberikan kepada siswa mencakup masalah tertutup yaitu masalah dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Katagori masalah tersebut dikenal sebagai problem solving question. Dengan diberikannya soal pemecahan masalah kepada siswa, maka kemampuannya dalam menyelesaiakan dengan langkah-langkah yang tepat merupakan indikator ketercapaian kompetensi tersebut. Langkah-langkah yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah penyelesaian masalah menurut Polya, yaitu: a) Memahami masalahnya. Dalam hal ini, pemecah masalah harus mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan; b) Merencanakan cara penyelesaian; c) Memecahkan masalah sesuai dengan rencana; dan d) Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.

Namun, dari hasil observasi proses belajar mengajar di kelas VIIIA SMP Negeri 09 Tarakan serta diskusi dengan guru mata pelajaran Matematika terindikasi beberapa permasalahan dalam proses belajar menganjar, diantaranya:

a) Kemampuan siswa, khususnya dalam pemecahan masalah matematika masih memerlukan perhatian khusus.

b) Motivasi siswa untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah masih kurang

c) Siswa lebih berorientasi untuk memecahkan soal-soal yang dapat diselesaikan dengan prosedur rutin dan kurang memperhatikan bahwa kompetensi yang dituntut adalah kemampuan dalam pemecahan masalah

d) Siswa kurang terbiasa untuk memecahkan masalah. Ini yang merupakan indikasi minimnya kesempatan berlatih dalam proses belajar mengajar di kelas.

e) Sebagian besar siswa belum mampu mengkomunikasikan gagasannya dengan menggunakan simbul-simbul matematika, tabel dan grafik

f) Terdapat kesalahan prosedur (algoritma) dalam proses penyelesaian masalah

g) Masih terdapat kecendrungan terjadi kesalahan penulisan notasi ataupun langkah dalam pemecahan masalah

Sebagian dari permasalahan yang dihadapi peserta didik di atas memerlukan penangan secara cepat dan inovatif tentu oleh guru sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, terdapat indikasi bahwa kesenjangan yang terjadi disebabkan karena implementasi pendekatan pembelajaran yang belum mendukung secara maksimal kesempatan siswa untuk berlatih memecahkan masalah. Padahal, jika dikaji secara rinci sasaran yang ingin dicapai dalam belajar matematika dan karakteristik masing-masing pendekatan pembelajaran, terdapat beragam model, strategi, pendekatan, ataupun metode pembelajaran yang bisa diterapkan diantaranya model kooperatif (STAD, JIGSAW, TAI, TGT, NHT, GI, dan sebagainya), pembelajaran kontekstual, inkuiri, dicovery learning, problem based learning, project based learning, problem possing, dan masih banya pendekatan lainnya. Namun, dengan memperhatikan muara dari pembelajaran matematika serta karakteristik masalah yang dialami oleh siswa kelas VIIIA SMP N 9 Tarakan, pendekatan Problem-Based Learning merupakan salah satu pendekatan yang relevan.B. Rumusan MasalahPermasalahan yang ingin disediki dalam pelaksanaan penelitian ini adalah Bagaimana pendekatan problem based learning mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIA Negeri 09 Tarakan?C. Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 09 Tarakan melalui implementasi pendekatan Problem based Learning.D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

a) Peneliti, dengan penelitian ini dapat menambah khasanah dan wawasan dalam melaksanakan penelitian terutama penelitian dalam bidang pendidikan matematika.b) Guru, guru sebagai partner dalam penelitian ini setidaknya mengetahui secara langsung pengaruh implementasi Problem-Based Learning terhadap kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 09 Tarakan dalam pemecahan masalah matematika.

c) Siswa, mendapatkan pengalaman belajar yang lebih bervariasi sehingga mengurangi kebosanan dengan kegiatan belajar yang monotonBAB II

KAJIAN TEORIA. Pendekatan Pembelajaran Problem-Based Learning

Pada dasarnya matematika adalah metode berpikir, metode untuk memecahkan masalah (Murtiyasa, 2001). Sehingga pendekatan dalam pembelajaran matematika seyogyanya memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih memecahkan masalah yang diawali dengan pemecahan soal-soal matematika yang berbasis masalah. Sesuai dengan hal ini, Clarke (1997) dalam Murtiyasa (2001) menyatakan bahwa guru sebagai tenaga pendidik harus mampu mengembangkan materi pelajarannya sehingga memenuhi unsur-unsur abstraksi, konteksualitas, dan keterhubungan. Disamping itu, penyampaian materi matematika juga harus transferable, artinya harus bisa digunakan oleh siswa untuk memecahkan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat.

Abstraksi dimaksudkan bahwa materi pelajaran matematika dapat dikembangkan dari situasi serta mengenali ide-ide matematika yang ada pada situasi tersebut. Termasuk kemampuan untuk membawa persoalan-persoalan yang ada ke dalam model-model matematika. Di samping itu, kemampuan tentang problem solving, demontrasi, dan juga menunjukkan (mencari) bukti-bukti juga termasuk dalam kawasan abstraksi. Kontekstualisasi adalah upaya untuk membuat para siswa lebih familiar dengan obyek-obyek matematika atau prosedur matematika dalam berbagai cara dan bentuk. Dengan demikian para siswa diharapkan akan terbiasa dengan transfer dan aplikasi matematika. Termasuk dalam kawasan kontekstualisasi ini adalah kemampuan untuk menerapkan (memakai) ide-ide matematika untuk menjelaskan problema sehari-hari, kemampuan untuk menggunakan rumus-rumus atau formula matematika untuk bidang yang lain (bidang studi yang lain dan problema di masyarakat). Sedangkan keterhubungan dimaksudkan adalah kemampuan guru menyiapkan materi pelajarannya sedemikian hingga merangsang kemampuan siswa untuk merubah suatu pola yang telah direpresentasikan dengan mengenali bentuk-bentuk similaritasnya. generalisasi dalam matematika, metode-metode sejenis untuk menyajikan suatu informasi, kemampuan membuat sintesa dari suatu obyek permasalahan yang ada, serta kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi dari suatu obyek permasalahan adalah juga merupakan aspek dari keterhubungan.

Pendekatan pembelajaran yang memungkinkan keempat unsur tersebut dapat dikembangkan secara maksimal adalah pendekatan Problem-Based Learning (PBL). PBL dalam pembelajaran di Indonesia lebih familiar dengan istilah pembelajaran berbasis masalah. Sejalan dengan peran PBL dalam pembelajaran matematika, kyeong (2003) menyatakan bahwa Since PBL starts with a problem to be solved, students working in a PBL environment must become skilled in problem solving, creative thinking, and critical thinking dan lebih lanjut dikatakan The effectiveness of PBL depends on student characteristics and classroom culture as well as the problem tasks. Proponents of PBL believe that when students develop methods for constructing their own procedures, they are integrating their conceptual knowledge with their procedural skill. Ini memberikan indikasi bahwa dengan penerapan PBL dalam pembelajaran matematika menjadikan siswa memiliki ketrampilan dalam pemecahan masalah, berpikir kreatif, dan berpikir kritis. Serta dengan PBL, karakteristik siswa dan budaya siswa dalam kelas merupakan suatu tugas. Pendukung PBL percaya bahwa mengembangkan metode untuk mengkonstruksi prosedurnya, itu merupakan integrasi antara pengetahuan konseptual dan keterampilan prosedural.B. Pemecahan Masalah Matematika

Seiring dengan perkembangan jaman, literasi matematika di era modern ini menuntut penambahan kompetensi dari literasi matematika di era lampau. Kompetensi yang ditambahkan dalam literasi matematika modern yaitu kemampuan bernalar dan bekerja dengan matematika (Gunawan, 2006). Kemampuan bernalar (Reasoning) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat menentukan kesuksesan di era global ini, oleh karena itu pembelajaran matematika setidaknya harus melatih dan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk bernalar. Bahkan, Murtiyasa pada salah satu makalahnya menuliskan Pada hakekatnya matematika adalah metode berpikir, metode untuk memecahkan masalah. Terkait dengan proses pembelajarannya, Sawyer (dalam Shadiq, 2004) menyatakan bahwa pengetahuan yang diberikan atau ditransformasikan langsung kepada para siswa akan kurang meningkatkan kemampuan bernalar mereka. Sehingga, pengintegrasian pemecahan masalah (problem solving)-lah yang menjadi keharusan selama pembelajaran matematika berlangsung (Shadiq, 2004).

Pemecahan masalah secara umum disetujui sebagai cara untuk mempercepat keterampilan berpikir. Sebagai contoh, NCTM (2000) dalam Pehkonen menyatakan bahwa Solving problems is not only a goal of learning mathematics but also a major means of doing so. In everyday life and in the workplace, being a good problem solver can lead to great advantages. Problem solving is an integral part of all mathematics learning.. Ini memberikan makna bahwa menyelesaikan masalh bukan hanya tujuan dalam belajar matematika tetapi merupakan cara utama untuk mengerjakannya. Dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja, menjadi pemecah masalah yang baik akan memberikan manfaat yang luar biasa. Oleh karena itu, pemecahan masalah merupakan bagian integral dari setiap pembelajaran matematika. Dalam proses pemecahan masalah, terdapat beberapa strategi yang sering digunakan. Strategi-dtrategi yang sering digunakan tersebut dinamakan strategi pemecahan masalah (Krismanto, 2003). Adapun strategi yang sering digunakan dalam proses pemecahan masalah, yaitu:a) Membuat diagramb) Mencobakan pada soal yang lebih sederhana

c) Membuat tabel

d) Menemukan pola

e) Memecah tujuanf) Memperhitungkan setiap kemungkinan

g) Berpikir logis

h) Bergerak dari belakang

i) Mengabaikan hal yang tidak mungkin

j) Mencoba-coba

C. Kerangka BerpikirDengan memperhatikan tuntutan standar kompetensi lulusan yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah mempelajari matematika, mak dapat dikatakan bahwa secara umum siswa diharapkan mampu untuk menyelesaikan masalah dalam aktivitas sehari-hari dengan menggunakan pola pikir yang dilatih selama belajar matemtika. Untuk mencapai standar tersebut setidaknya proses belajar mengajar matetika seyogyanya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan tersebut. Oleh karena itu, perlu diperhatikan kembali proses pembelajaran PBL yang diawali dengan memberikan masalah matematika yang illstructure merupakan suatu tantangan bagi siswa. Hal ini membutuhkan kemampuan siswa untuk mengenali informasi yang ada dan informasi yang belum ada, sehingga siswa dapat menambahkan informasi sesuai dengan konteks permasalah serta menyusun rencana penyelsaian dan melaksanakannya. Pengalaman seperti ini tentunya akan lebih dekat dengan masalah sehari-hari yang dihadapai oleh siswa sehingga siswa terbiasa menyelesaikan suatu masalah matematika yang bermuara pada kemampuan pemecahan masalah riil nantinya. Dengan adanya anggapan tersebut, maka peneliti ingin mengkaji lebih lanjut tentang pengaruh pembelajaran PBL terhadap kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.D. Hipotesis TindakanBerdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu: Implementasi pendekatan pembelajaran Problem Based Learning mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 9 Tarakan.BAB III

METODE PENELITIANA. Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) partisipan, dimana peneliti berperan aktif sejak penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan penelitian, hingga penyusunan laporan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian rencananya akan dilaksanakan di kelas VIIIA SMP Negeri 9 Tarakan pada semester ganjil tahun ajaran 2011/2012 yaitu pada bulan Agustus sampai September tahun 2011

C. Subjek PenelitianSubjek penelitian adalah siswa kelas VIIIA SMP Negeri 9 Tarakan dengan banyak siswa ... orang. ....orang laki-laki dan ....orang perempuan.

D. Prosedur Kerja

Sesuai dengan karakteristik dari PTK, penelitian ini akan dilaksanakan dalam beberapa siklus. Dalam setiap siklus terdapat empat tahapan kegiatan, diantaranya: 1) perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Pengamatan (observasi), dan Refleksi. Secara lebih detail, prosedur kerja penelitian disajikan dalam diagram alur berikut:

(Dimodifikasi dari Panduan PTK Rayon 45)Adapun kegiatan yang dilakukan pada setiap siklus dan setiap tahapan adalah sebagai berikut:Siklus I

1. PerencanaanBeberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan, yaitu:

a. Menyusun Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan pendekatan pembelajaran Problem Based Learningb. Menyusun kisi-kisi dan instrumen penelitian berupa tes kemampuan awal serta instrumen postes siklus I

c. Menyusun lembar observasi kegiatan siswa dan guru

d. Menyusun dan mengembangkan bahan ajar (materi ajar)

2. Pelaksanaan

a. Melaksanakan tes awal (pre test)b. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telas disusun (RPP terlampir)

3. Observasi

Untuk bisa mendapatkan sejumlah informasi yang akan digunakan sebagai bahan evaluasi dan refleksi maka selama pelaksanaan pembelajaran juga dilakukan pengamatan (observasi) terhadap aktivitas siswa serta interaksi yang terjadi antara siswa dengan siswa, siswa dengan media yang digunakan, serta siswa dengan guru.

4. Refleksi

Catatan yang diperoleh dari hasil observasi selanjutnya dianalisis. Begitu juga dengan data hasil tes akhir siklus I. Kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada proses pelaksanaan siklus I dikumpulkan untuk kemudian diperbaiki sehingga siklus II bisa lebih baik.

Siklus II1. Perencanaan

Hasil refleksi pada siklus I dijadikan dasar untuk melaksanakan perbaikan pelaksanaan siklus II. Oleh karena itu, kegiatan yang akan dilakukan pada perencanaan siklus II merupakan perbaikan-perbaikan dari kelemahan yang ditemukan sebelumnya. Perbaikan yang dilakukan bisa saja dalam bentuk kegiatan berikut:a. Menyusun Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan pendekatan pembelajaran Problem Based Learning untuk siklus IIb. Menyusun kisi-kisi dan instrumen penelitian berupa soal postes siklus II

c. Menyusun lembar observasi kegiatan siswa dan guru

d. Menyusun dan mengembangkan bahan ajar (materi ajar)

2. Pelaksanaan

a. Melaksanakan tes awal (pre test)

b. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telas disusun (RPP terlampir)

c. Melaksanakan tes akhir (postet) siklus II

3. Observasi

Untuk bisa mendapatkan sejumlah informasi yang akan digunakan sebagai bahan evaluasi dan refleksi maka selama pelaksanaan pembelajaran juga dilakukan pengamatan (observasi) terhadap aktivitas siswa serta interaksi yang terjadi antara siswa dengan siswa, siswa dengan media yang digunakan, serta siswa dengan guru.

4. Refleksi

Catatan yang diperoleh dari hasil observasi selanjutnya dianalisis. Begitu juga dengan data hasil tes akhir siklus I. Kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada proses pelaksanaan siklus I dikumpulkan untuk kemudian diperbaiki sehingga siklus II bisa lebih baik.

E. Tekhnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Sesuai dengan variabel dependen/terikat dari penelitian ini yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika, maka data yang akan dikumpulkan adalah data kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang berkaitan dengan materi KesebangunanOleh karena itu, tekhnik pengumpulan data yaitu dengan melaksanakan tes tertulis. Dilihat dari jenis data yang akan dikumpulkan, maka instrumen yang digunakan berupa tes. Tes merupakan instrumen atau prosedur sistematik untuk mengukur sampel tingkah laku yang dimiliki individu (Groulund & Linn, 1990: 5; Allen & Yen, 1979:1). Tes juga dapat didefinisikan sebagai prosedur sistematik untuk membandingkan tingkah laku dari dua atau lebih individu (Cronbach, 1949:11).

Tes yang digunakan berupa tes uraian. Penggunaan tes uraian cukup beralasan karena memberikan indikasi yang baik untuk mengungkap prestasi yang nyata dalam belajar (Ebel & Frisbie, 1986:127) dan mengetahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang disajikan (Slameto, 1988:36). Disamping itu, Gorman (1974:316) menyatakan bahwa tes bentuk uraian layak dipergunakan untuk mengevaluasi kemampuan siswa dalam memecahkan masalah untuk bidang tertentu dan juga untuk mengevaluasi aspek tertentu dari proses pemecahan masalah. Tes uraian harus dijawab dengan langkah-langkah tertentu, baik yang mengikuti langkah-langkah orang lain, mengembangkan langkah sendiri, mengevaluasi, ataupun mengurangi langkah-langkah tertentu.F. Tekhnik Analisis Data

Data hasil tes siswa dinyatakan dalam nilai kemampuan pemecahan masalah matematika dalam rentang 0 100. Dari sejumlah siswa yang mengikuti tes, maka akan ditentukan rata-rata kemampuan pemecahan masalahnya dengan menggunakan formula berikut:

dengan,

: Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIIA

: Jumlah seluruh nilai hasil tes siswa kelas VIIIA

: Banyaknya siswa yang mengikuti tesG. Indikator Keberhasilan Penelitian

Penelitian ini dikatakan berhasil apabila minimal 85% dari seluruh siswa yang mengikuti tes, kemampuan pemecahan masalahnya sudah memenuhi KKM KD yang ditentukan yaitu 75.Daftar PustakaDepdiknas. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum.Ebel, R.L., & Frisbie, D.A. (1986). Essenstial of educational measurement (4th). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.Gorman, R.M. (1974). The psychology of classroom learning: an inductive approach. Columbus, Ohio: Meril Publisjing Company.

Gronbach, L. J., (1949). Essentials of psychological testing. New York: Harper & Brother Publisher

Gronlound, N.E., & Lian, R.L. (1990). Measurement and evaluation in teaching (6th ed). New York: Macmillan Publisher.Murtiyasa, Budi. 2001. Strategi Pengembangan Pembelajaran Matematika Pada Abad XXI. Makalah disampaikan pada diskusi dosen-dosen Jurusan Pend. Matematika FKIP UMS pada tanggal 12 Desember 2001.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and evaluation standards for school mathematics. Reston, VA: Author.

Kerlinger, F. N (1986). Foundation of Behavioral Research. New York: Halth, Renehar and Wiston, Inc.

Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah disajikan dalam diklat instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar di PPPG Matematika Yogyakarta.

Gunawan, Hendra dkk. 2006. Kemampuan Matematika Siswa Usia 15 Tahun di Indonesia. Puspendik.

Murtiyasa, Budi. Strategi pengembangan pembelajaran matematika Pada abad XXI. http://bdmurtiyasa.350.com/publiksi/strmat21UMS02.pdf (diakses 31 Nop 2008).

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung: Penerbit Alfabeta.Krismanto, Al. (2003). Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Makalah disajikan dalam pelatihan instruktur/pengembang SMU.

Pehkonen, Erki. Problem Solving in Mathematics Education in Finland. University of Helsinki, Finland.

Roh & Kyeong Ha. 2003). Problem-Based Learning in Mathematics. ERIC Digest. ERIC Clearinghouse for Science Mathematics and Environmental Education Columbus OH.Mora, miguel angel., moriyn, roberto.,& saiz , francisco. Mathematics problem-based learning through spreadsheet-like documents. School of computer science universidad autnoma de madrid cantoblanco, 28049, madrid, spain.JADWAL PENELITIANPenelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran NoKegiatanDesAgustusSeptember

1233412

1Pelatihan

Penyusunan ProposalKonsultasi

X

2Penyusunan Perangkat PembelajaranXX

3Pelaksanaan PenelitianXXXX

4Penyususan Laporan X

Siklus

I

Pelaksanan

Perenca-naan

Pelaksanan

Observasi

Refleksi

Siklus

I

Refleksi

Observasi

Perenca-naan

Disusun dalam rangka pelatihan PTK, MGMP Seni Budaya SMP se-Kota Tarakan

PAGE 1

_1373532559.unknown

_1373532570.unknown

_1373532580.unknown

_1373532545.unknown