contoh kebijakan asesmen pasien

22
KEBIJAKAN ASESMEN PASIEN 1. PENDAHULUAN 1.1 Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien, bidang spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah sakit merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (assessment) 1.2 Untuk itu, RS Sehat Sejahtera (RSSS) membuat kebijakan mengenai proses pengkajian pasien di RSSS sebagai acuan standar dalam proses pengkajian. 2. TUJUAN Sebagai acuan bagi seluruh staf medik, keperawatan dan profesional kesehatan lain dalam melakukan pengkajian terhadap pasien di RSSS. 3. RUANG LINGKUP 3.1. Pengkajian pasien berdasarkan waktu dilakukan pengkajian dibagi menjadi : 3.1.1. Pengkajian Awal (Initial Assessment) Merupakan pengkajian yang dilakukan profesional kesehatan saat pertama kali bertemu dengan pasien dalam suatu episode penyakit. Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan terkait di bidang masing-masing. 3.1.2. Pengkajian Lanjutan (Re-Assessment) Merupakan pengkajian yang bertujuan untuk memonitor/mengevaluasi hasil dari pelaksanaan rencana pelayanan / pengobatan dan membuat rencana pelayanan / pengobatan selanjutnya. Bisa dilakukan dalam interval menit hingga hari, tergantung kondisi pasien saat pengkajian awal. 4. KEBIJAKAN 4.1. KOMPETENSI PETUGAS KESEHATAN 4.1.1. Dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan “Petugas Kesehatan” adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien. Di RSSS, petugas kesehatan yang dimaksud adalah dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga keterapian fisik 4.1.2. Pengertian dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam UU Praktik Kedokteran adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam mapun di luar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 4.1.3. Pengertian perawat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 17 tahun 2013 adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Hal. 1 dari 22

Upload: mokh-rakhmad-abadi

Post on 17-Jul-2016

888 views

Category:

Documents


130 download

DESCRIPTION

uygghjj

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

KEBIJAKAN ASESMEN PASIEN1. PENDAHULUAN1.1 Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien

akan pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien, bidang spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah sakit merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (assessment)

1.2 Untuk itu, RS Sehat Sejahtera (RSSS) membuat kebijakan mengenai proses pengkajian pasien di RSSS sebagai acuan standar dalam proses pengkajian.

2. TUJUANSebagai acuan bagi seluruh staf medik, keperawatan dan profesional kesehatan lain dalam melakukan pengkajian terhadap pasien di RSSS.

3. RUANG LINGKUP3.1. Pengkajian pasien berdasarkan waktu dilakukan pengkajian dibagi menjadi :

3.1.1. Pengkajian Awal (Initial Assessment)Merupakan pengkajian yang dilakukan profesional kesehatan saat pertama kali bertemu dengan pasien dalam suatu episode penyakit. Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan terkait di bidang masing-masing.

3.1.2. Pengkajian Lanjutan (Re-Assessment)Merupakan pengkajian yang bertujuan untuk memonitor/mengevaluasi hasil dari pelaksanaan rencana pelayanan / pengobatan dan membuat rencana pelayanan / pengobatan selanjutnya. Bisa dilakukan dalam interval menit hingga hari, tergantung kondisi pasien saat pengkajian awal.

4. KEBIJAKAN4.1. KOMPETENSI PETUGAS KESEHATAN

4.1.1. Dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan “Petugas Kesehatan” adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien. Di RSSS, petugas kesehatan yang dimaksud adalah dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga keterapian fisik

4.1.2. Pengertian dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam UU Praktik Kedokteran adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam mapun di luar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

4.1.3. Pengertian perawat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 17 tahun 2013 adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

4.1.4. Pengertian bidan sebagaimana dimaksud dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.

4.1.5. Pengertian tenaga keterapian fisik sebagaimana dimaksud dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 376/MENKES/SK/III/2007 adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan tertulis untuk melakukan tindakan fisioterapi berdasarkan atas dasar kemampuan dan keilmuan yang dimilikinya sesuai

4.2. PENGKAJIAN AWAL4.2.1. Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat pengkajian awal sesuai

standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di RSSS.4.2.2. Pengkajian awal minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta terdokumentasi

dalam rekam medik.4.2.3. Pengkajian awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang sebelumnya

telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan pengkajian, keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best setting of care) serta adanya diagnosis awal.

Hal. 1 dari 16

Page 2: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

4.3. PENGKAJIAN LANJUTAN4.3.1. Pengkajian lanjutan dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi respon terhadap pengobatan

dan penanganan yang diberikan.4.3.2. Interval Pengkajian lanjutan dilakukan tergantung kondisi pasien. Misalnya pada pasien

gawat, pengkajian lanjutan yang bertujuan melihat respon terapi dilakukan dalam hitungan menit, sedangkan pengkajian lain dapat dalam hitungan hari (misal melihat respon dari antibiotik), hal ini ditetapkan dalam standar profesi medik dan standar profesi keperawatan RSSS.

4.3.3. Format pengkajian lanjut di RSSS meliputi : SOAP, di mana:4.3.3.1. S (Subjective) merupakan keluhan pasien. Ditulis di rekam medik keluhan yang relevan

dengan terapi yang diberikan, serta sebisa mungkin guna kepentingan evaluasi terapi harus menunjukkan kuantifikasi (misalkan skala nyeri, mual sampai tidak bisa makan, atau bisa makan tapi sedikit)

4.3.3.2. O (Objective) merupakan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik. Ditulis di rekam medik hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang relevan dalam diagnosis dan terapi yang diberikan saja.

4.3.3.3. A (Assessment) merupakan kesimpulan pengkajian. Dituliskan di rekam medik hanya kesimpulan pengkajian yang relevan dengan rencana perubahan terapi (penambahan maupun pengurangan) atau yang merupakan tindak lanjut dari pengkajian sebelumnya. Termasuk perubahan diagnosis harus dituliskan.

4.3.3.4. P (Plan) merupakan kelanjutan rencana perawatan. Dituliskan di rekam medik secaralengkap setiap perubahan terapi / penanganan. Termasuk penambahan obat, pengurangan obat, perubahan dosis obat, perubahan diit, konsultasi dengan spesialisasi lain, rencana pemulangan, edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga yang akan dilakukan.

4.3.3.5. Huruf SOAP tidak perlu dituliskan dalam rekam medik, namun komponen-komponen SOAP di atas harus dituliskan guna menjamin kontinuitas penanganan, sekaligus justifikasi dari terapi yang diberikan sehingga pada proses audit informasi yang diberikan lengkap, sekaligus memenuhi aspek hukum.

4.3.4. Penulisan pengkajian harus jelas tanggal dan jam dilakukan pengkajian dan tertulis / terdokumentasikan di rekam medik secara kronologis waktu

5. TATA CARA PENGKAJIAN5.1. PENGKAJIAN GAWAT DARURAT

5.1.1. Pengkajian Triase5.1.1.1. Saat masuk unit gawat darurat setiap pasien akan diberikan pengkajian awal oleh

seorang perawat. Pengkajian ini akan mencakup, tapi tidak terbatas untuk:5.1.1.1.1. Review singkat mengenai keluhan utama dan riwayat terkait5.1.1.1.2. Tanda-tanda vital (tidak dilakukan pemeriksaan BP untuk anak dibawah dua

tahun)5.1.1.1.3. Nyeri 5.1.1.1.4. Berat badan, untuk pasien pediatric5.1.1.1.5. Tinggi badan5.1.1.1.6. Status alergi5.1.1.1.7. Mobilitas5.1.1.1.8. Trauma5.1.1.1.9. Tingkat kesadaran (menggunakan skala AVPU)

5.1.1.2. Data pengkajian awal (triase) digunakan untuk menentukan tingkat triase.5.1.1.2.1. Kategori 1: Kondisi yang Langsung Mengancam Nyawa. Kondisi yang

Mengancam nyawa (atau beresiko memburuk secara drastis) dan membutuhkan intervensi agresif segera.

5.1.1.2.2. Kategori 2: Dalam waktu dekat Mengancam Nyawa. Kondisi pasien cukup serius atau memburuk dengan cepat sehingga berpotensi mengancam nyawa atau mengalami gagal system organ apabila tidak ditangani dalam 10 menit dari kedatangannya.

5.1.1.2.3. Kategori 3: Urgent. Kondisi pasien dapat berkembang dan mengancam nyawa atau anggota tubuh atau menyebabkan morbiditas yang signifikan, apabila

Hal. 2 dari 16

Page 3: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

pengkajian dan penatalaksanaan tidak dilakukan dalam waktu 30 menit dari kedatangannya.

5.1.1.2.4. Kategori 4: Non-urgent. Pasien dalam kategori ini umumnya membutuhkan evaluasi dan penatalaksanaan, tetapi waktu bukan merupakan faktor kritis dan dapat ditangani dalam 60 menit dari kedatangannya.

5.1.2. Data berikut dikumpulkan oleh dokter pada saat pengkajian berikutnya, kecuali apabila menunda penatalaksanaan langsung akan memperburuk prognosis pasien:

5.1.2.1. Riwayat medis5.1.2.2. Pemeriksaan fisik5.1.2.3. Manajemen termasuk setiap pemeriksaan5.1.2.4. Konsultasi termasuk rujukan

5.1.3. Bilamana data tidak dapat dikumpulkan sebelum penatalaksanaan dimulai, maka akan dikumpulkan setelah kondisi medis pasien stabil pada saat survey trauma atau medis awal; dan pengkajian lebih detail dilakukan kemudian. Situasi yang menghalangi pengumpulan data ini termasuk, tapi tidak terbatas pada:

5.1.3.1. Henti jantung paru5.1.3.2. Syok kardiogenik5.1.3.3. Persalinan Precipitous5.1.3.4. Psikosis akut5.1.3.5. Major trauma terhadap organ vital5.1.3.6. Keracunan5.1.3.7. Overdosis obat5.1.3.8. Exsanguinations5.1.3.9. Koma

5.1.4. Bilamana tidak cukup waktu untuk mengumpulkan riwayat medis lengkap dan pemeriksaan fisik pasien gawat darurat yang membutuhkan operasi, catatan singkat dan diagnosa pra-operasi harus dicatat dalam catatan kasusnya.

5.2. PENGKAJIAN AWAL DAN PENGKAJIAN ULANG PASIEN RAWAT JALAN5.2.1. Pengkajian medis awal

5.2.1.1. Riwayat medis yang komprehensif akan disusun saat pasien baru mendatangi klinik rawat jalan :

5.2.1.1.1. Keluhan utama/ alasan untuk kedatangan dan riwayatnya5.2.1.1.2. Riwayat medis dan bedah yang lalu5.2.1.1.3. Riwayat obat-obatan 5.2.1.1.4. Skrining Nyeri5.2.1.1.5. Skrining Jatuh

5.2.1.2. Riwayat kesehatan dapat diberikan sebagai “kuesioner kesehatan” yang diberikan pada saat registrasi pasien. Informasi penting (misal: nyeri dan resiko jatuh) yang diperoleh dari kuesioner kesehatan kemudian disampaikan kepada dokter untuk dicatat di rekam medis.

5.2.1.3. Pemeriksaan fisik dibutuhkan sesuai dengan kriteria masing-masing layanan.5.2.1.4. Pasien harus disiapkan dalam posisi yang tepat untuk menerima pemeriksaan dan

tertutup untuk menghormati privasi pasien. (Catatan: untuk pemeriksaan genital atau mammae, pasien harus ditemani dua anggota staf, sebaiknya paling tidak dengan satu anggota yang sesama jenis dengan pasien).

5.2.1.5. Data dan informasi pengkajian pasien dianalisis dan diintegrasikan.5.2.1.6. Pengkajian awal menghasilkan diagnosis awal.5.2.1.7. Rencana penatalaksanaan termasuk setiap pemeriksaan dan obat-obatan yang

diresepkan, rujukan untuk spesialis lain, juga tujuan dari penatalaksanaan yang direncanakan dan keputusan didokumentasikan di rekam medis. Pasien beserta keluarga diberi informasi mengenai diagnosisnya dan rencana perawatan yang direncanakan.

5.2.1.8. Sebelum pemulangan dari kunjungan klinik, kondisi pasien akan dikaji kembali oleh Dokter untuk mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang sesuai dengan tipe

Hal. 3 dari 16

Page 4: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

dan alasan kunjungannya, keluhan yang muncul, intervensi yang diberikan dan didokumentasikan sesuai dengan itu.

5.2.1.9. Apabila pasien sedang menerima prosedur rawat jalan (endoskopi, biopsy, dll) maka pengkajian awal diharuskan tidak lebih dari 30 hari. Apabila sudah lebih dari 30 hari, maka riwayat kesehatan dan pemerikssan fisik harus diperbaharui.

5.2.2. Pengkajian medis ulang5.2.2.1. Berdasarkan pengkajian awal pasien dan rencana perawatan yang ditetapkan,

pengkajian ulang dilakukan dan didokumentasikan selama proses perawatan dan pemeriksaan lanjutan.

5.2.2.2. Pengkajian ulang dilakukan untuk perencanaan pengobatan lanjutan.5.2.2.3. Pengkajian ulang dilakukan sesuai dengan kondisi pasien dan bilamana terjadi

perubahan yang signifikan pada kondisi mereka, rencana asuhan, dan kebutuhan individual.

5.2.2.4. Pada setiap kunjungan lanjutan, keluhan utama, tanda-tanda vital, pengkajian nyeri menjadi fokus pengkajian, evaluasi test diagnostik dan rencana penatalaksanaan harus dilakukan dan didokumentasikan sesuai dengan jenis kunjungannya.

5.3 PENGKAJIAN AWAL DAN PENGKAJIAN ULANG PASIEN RAWAT INAP5.3.1 Pengkajian pada saat menerima pasien rawat inap

Pada saat penerimaan untuk semua kondisi pasien rawat inap, individu berkualifikasi (Spesialis dan/atau Dokter Umum dan perawat) akan mengkaji masing-masing pasien untuk mengidentifikasi perawatan atau penatalaksanaan yang sesuai dan tepat waktu yang dibutuhkan dan/atau kebutuhan untuk pengkajian dikemudian hari. Status fisik, psikologis dan sosial masing-masing pasien akan dinilai.

5.3.2 Pengkajian medis awal pasien rawat inapPasien rawat inap dikaji secara terus-menerus selama mereka dirawat di rumah sakit. Pengkajian awal didokumentasikan dalam 24 jam (atau jika dinyatakan berbeda dalam Lampiran 1). Riwayat pasien rawat inap dan klinis pemeriksaan fisik yang didokumentasikan oleh dokter yang melakukan penerimaan menjadi dasar rencana perawatan yang akan diberikan.

5.3.2.1 Apabila riwayat medis atau pemeriksaan fisik telah dilakukan di rawat jalan kurang dari 30 hari sebelum penerimaan, fotokopi laporan yang dapat dibaca dapat digunakan dalam rekam medis pasien, dengan catatan perubahan yang mungkin terjadi direkam dalam rekam medis pada saat penerimaan sebagai catatan penerimaan.

5.3.2.2 Apabila riwayat medis telah lebih dari 30 hari, harus diperbaharui dan pemeriksaan fisik diulang kembali.

5.3.3 Standar minimum isi riwayat medis dan pemeriksaan fisik mencakup:5.3.3.1 Menjelaskan keluhan/ alasan kunjungan5.3.3.2 Riwayat keluhan5.3.3.3 Pengkajian nyeri (merujuk guidelines pengkajian dan pengkajian ulang nyeri)5.3.3.4 Riwayat medis dan bedah yang signifikan5.3.3.5 Riwayat penatalaksanaan5.3.3.6 Alergi5.3.3.7 Pemeriksaan fisik5.3.3.8 Evaluasi tes diagnostik (bila ada)5.3.3.9 Impressi: diagnosa dan differensial diagnosa yang sesuai5.3.3.10 Rencana penatalaksanaan.

5.3.4 Sebagai tambahan, pengkajian khusus perkembangan, sesuai dengan umur dan populasi pasien akan dilengkapi sebagaimana ditentukan

5.3.5 Dokter umum dapat melakukan pengkajian awal tapi menjadi tanggung jawab Spesialis yang Menerima untuk mereview dan memastikan pengkajian tersebut dan mendokumentasikannya pada ‘rekam medis’ sebagai catatan penerimaan dan menambahkan informasi tambahan bilamana diperlukan.

5.3.6 Pengkajian awal menghasilkan diagnosis awal pasien.5.3.7 Pengkajian yang sebagian atau sepenuhnya diselesaikan diluar rumah sakit (e.g.

pemindahan dari rumah sakit atau klinik lain) temuannya dibahas dan/atau dipastikan pada

Hal. 4 dari 16

Page 5: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

saat penerimaan sebagai pasien rawat inap. Review ini akan didokumentasikan dalam ‘rekam medis’.

5.3.8 Review tersebut mencakup:5.3.8.1 Tingkat kritis dari temuan5.3.8.2 Kompleksitas pasien5.3.8.3 Rencana Perawatan dan Penatalaksanaan

Sebagai contoh: review mengkonfirmasikan kejelasan diagnosa dan setiap prosedur dan penatalaksanaan yang direncanakan; keberadaan radiography yang dibutuhkan untuk operasi; setiap perubahan kondis pasien, misalnya pengawasan gula darah, dan mengidentifikasikan setiap hasil tes lab yang kritis yang mungkin harus diulang

5.3.9 Pengkajian Ulang Medis Pasien5.3.9.1 Pengkajian ulang oleh dokter yang menangani menjadi bagian integral dari perawatan

berkelanjutan pasien.5.3.9.2 Dokter harus memberikan pengkajian setiap hari, termasuk di akhir pekan.5.3.9.3 Pengkajian ulang dilakukan untuk menentukan apakah obat-obatan dan

penatalaksanaan lainnya berhasil dan apakah pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan.

5.3.9.4 Dokter harus mengkaji ulang apabila terdapat perubahan signifikan dalam kondisi pasien atau perubahan diagnosis pasien dan harus ada revisi perencanaan kebutuhan perawatan pasien, sebagai contoh: pasien pasca operasi akan diberikan pengkajian pasca operasi (lihat pedoman pengkajian dan perawatan pasca operasi)

5.3.9.5 Hasil dari pengkajian yang dilakukan akan didokumentasikan dalam ‘rekam medis’ rekam medis pasien (lihat pedoman pengkajian ulang pasien)

5.3.10 Pengkajian Awal Keperawatan Pasien Rawat Inap5.3.10.1 Perawat mengkaji kebutuhan perawatan keperawatan pasien dalam situasi dimana

layanan keperawatan disediakan (dilengkapi dalam 24 jam dari penerimaan atau jika dinyatakan lain)

5.3.10.2 Pengkajian penerimaan keperawatan berdasarkan umur, kondisi, diagnosa dan perawatan akan meliputi sekurang-kurangnya:

5.3.10.2.1 Tanda-tanda vital (termasuk tinggi dan berat badan, apabila tidak dilengkapi di gawat darurat).

5.3.10.2.2 Alergi5.3.10.2.3 Pemeriksaan fisik5.3.10.2.4 Pengkajian Nyeri5.3.10.2.5 Screening spiritual/ cultural5.3.10.2.6 Screening fungsional (kegiatan kehidupan sehari-hari)5.3.10.2.7 Pengkajian sosioekonomi5.3.10.2.8 Screening nutrisi5.3.10.2.9 Skala Braden (pengkajian pressure area)5.3.10.2.10 Pengkajian Resiko Jatuh5.3.10.2.11 Pengkajian edukasi pasien dan keluarga

5.3.10.3 Sebagai tambahan, pengkajian khusus perkembangan, sesuai dengan umur dan populasi pasien akan diselesaikan sebagaimana ditentukan (lihat: Lampiran 3)

5.3.10.4 Upaya pengumpulan data yang tidak dapat diperoleh/ dinilai pada saat pengkajian awal akan dilanjutkan sampai dengan saat pasien dipulangkan.

5.3.10.5 Masing-masing kebutuhan perawatan kesehatan, kesiapan untuk belajar, dan halangan pembelajaran juga akan dikaji pada saat penerimaan dan didokumentasikan.

5.3.11 Pengkajian ulang keperawatan pasien5.3.11.1 Pasien akan dikaji ulang sekurang-kurangnya setiap shift, dengan perubahan kondisi

dan/atau diagnosa pasien, dan untuk menentukan respon pasien terhadap intervensi.5.3.11.2 Pengkajian ulang keperawatan akan mencerminkan minimal review data spesifik

pasien, perubahan yang berhubungan dengannya, dan respon terhadap intervensi.5.3.11.3 Pengkajian ulang akan lebih sering dilengkapi sesuai dengan populasi pasien

dan/atau kebutuhan individu pasien.

Hal. 5 dari 16

Page 6: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

5.3.11.4 Pengkajian keperawatan akan didokumentasikan pada lembaran yang sesuai atau pada ‘rekam medis’ keperawatan.

5.3.12 LAYANAN NUTRISI5.3.12.1 Screening nutrisi merupakan proses identifikasi pasien yang mempunyai resiko nutrisi

melalui kriteria yang telah ditentukan oleh tim terapi gizi.5.3.12.2 Screening nutrisi dilakukan untuk semua pasien rawat inap sebagai bagian dari

pengkajian penerimaan dan diselesaikan oleh seorang perawat dalam 24 jam setelah penerimaan.

5.3.12.3 Pengkajian nutrisi yang komprehensif merupakan analisa faktor-faktor resiko nutrisi untuk menentukan tingkat resiko/ potensi resiko dan juga untuk menginisiasikan penatalaksanaan yang sesuai dan intervensi untuk mempertahankan atau memperbaiki status nutrisi.

5.3.12.4 Kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang memerlukan pengkajian nutrisional lebih lanjut disusun oleh dokter spesialis gizi.

5.3.12.5 Pengkajian nutrisi dilakukan oleh tim terapi gizi dalam jangka waktu yang sesuai sebagaimana ditunjukkan dalam screening nutrisi (lampiran 2).

5.3.12.6 Pengkajian akan didokumentasikan dalam catatan kasus.5.3.12.7 Perawat akan merujuk pasien yang beresiko kepada tim terapi gizi dan dikonsultasikan

kepada Dokter spesialis Gizi

5.3.13 LAYANAN REHABILITASI MEDIS5.3.13.1 Screening fungsional dilakukan dalam 24 jam setelah penerimaan oleh layanan

keperawatan.5.3.13.2 Kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang memerlukan pengkajian fungsional lebih

lanjut dibuat oleh dokter spesialis rehabilitasi medis.5.3.13.3 Pasien yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut untuk keterbatasan fungsional akan

dinilai oleh dokter spesialis rehabilitasi medis di layanan rehabilitasi medis dengan rujukan dari Spesialis yang bertugas.

5.3.13.4 Layanan rehabilitasi medis mencakup:5.3.13.4.1 Fisioterapi5.3.13.4.2 Speech Pathology5.3.13.4.3 Occupational therapy (bila ada)

5.3.13.5 Pengkajian awal oleh rehabilitasi medis akan dilakukan dalam jangka waktu yang sesuai 5.3.13.6 Catatan pertama sebaiknya dicatat dalam rekam medis dengan mencakup:

5.3.13.6.1 Tanggal dan alasan rujukan5.3.13.6.2 Dokter yang merujuk5.3.13.6.3 Riwayat / Latar Belakang5.3.13.6.4 Rangkuman pengkajian awal, termasuk halangan pemulangan (bila ada)5.3.13.6.5 Konfirmasi bahwa pasien akan atau tidak akan dilihat oleh Rehabilitasi Medis5.3.13.6.6 Garis besar penatalaksanaan yang diusulkan dan sasarannya.5.3.13.6.7 Persetujuan pasien/ keluara untuk penatalaksanaannya

5.3.13.7 Pengkajian ulang status dan kebutuhan fungsional akan dikaji kembali dengan setiap kali penatalaksanaan utuk menentukan respon pasien terhadap intervensi.

5.3.13.8 Pengkajian ulang secara formal akan dilakukan setiap minggu bagi pasien rawat inap dan 2 minggu sekali untuk pasien rawat jalan atau bila kondisi pasien berubah mendadak atau pasien dipindahkan ke tingkat perawatan lebih tinggi (i.e. layanan perawatan intensif)

5.3.13.9 Dokumentasi akan disimpan dalam catatan rekam medis kasus dan mencakup:5.3.13.9.1 Status pasien saat ini5.3.13.9.2 Perbaikan atau penurunan yang terjadi sejak pengkajian terakhir5.3.13.9.3 Sasaran5.3.13.9.4 Rencana

5.3.14 Seluruh data dan informasi hasil pengkajian pasien dianalisis dan diintegrasikan, dengan melibatkan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien. Bila kebutuhan pasien tidak kompleks, proses kerja sama dilakukan secara sederhana dan informal. Pada

Hal. 6 dari 16

Page 7: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

pasien dengan kebutuhan yang kompleks, dilakukan pertemuan formal tim pengobatan dan rapat kasus.

5.3.15 Kebutuhan pasien disusun skala prioritasnya berdasarkan hasil pengkajian. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil dari proses pengkajian dan setiap diagnosis yang telah ditetapkan apabila diperlukan. Pasien dan keluarganya juga diberi informasi tentang rencana pelayanan dan pengobatan dan diikutsertakan dalam keputusan tentang prioritas kebutuhan yang perlu dipenuhi.

5.4. PENGKAJIAN PRA OPERATIF5.4.1. Pengkajian pra operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain dengan

kompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter operator utama.5.4.2. Pengkajian pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi di rekam

medik yang minimal meiputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta penunjang jika standar profesi medik mengharuskan demikian) harus menunjukkan justifikasi dari tindakan operatif yang akan dilakukan.

5.4.3. Pengkajian pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-masing,dan didokumentasikan dalam rekam medik. Diagnosis pasca operasi harus dituliskan, serta rencana penanganan pasca operasi (lihat ketentuan pengkajian lanjutan)

5.4.4. Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana pengkajian pasien belum dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamar bedah.

5.5. PENGKAJIAN PRA ANESTESI5.5.1. Pengkajian pra anaestesi meliputi :

5.5.1.1. Pengkajian pre anestesi (dilakukan pada hari sebelum anestesi), untuk operasi cito dapat digabungkan dengan pengkajian pre induksi.

5.5.1.2. Pengkajian pre induksi (dilakukan saat pasien sudah di kamar operasi, sesaat sebelum induksi dimulai)

5.5.1.3. Monitoring durante anestesi / sedasi5.5.1.4. Pengkajian pasca anestesi / sedasi

5.5.2. Pengkajian pra anestesi dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi sesuai standar Ikatan Dokter Spesialis Anestesi Indonesia (IDSAI).

5.5.3. Pengkajian pre-sedasi dilakukan oleh dokter / perawat yang telah mendapat pelatihan mengenai sedasi sesuai kebijakan pelayanan anestesi & sedasi RSSS

5.5.4. Pelatihan terhadap dokter / perawat pelaksana sedasi harus sedikitnya meliputi :5.5.4.1. Jenis-jenis obat sedatif dan farmakologi singkatnya.5.5.4.2. Pengenalan berbagai brand / variasi obat sedasi dan kemasannya.5.5.4.3. Cara pemberian obat sedasi5.5.4.4. Indikasi dan Kontra Indikasi obat sedasi.5.5.4.5. Efek samping dan monitoring selama pemberian sedasi5.5.4.6. Penanganan efek samping dan kegawatan sehubungan dengan obat sedasi5.5.4.7. Reversal agent dari obat sedasi

5.5.5. Dokter / perawat yang perlu mendapat sertifikasi pelaksana sedasi adalah :5.5.5.1. Dokter UGD5.5.5.2. Dokter ICU5.5.5.3. Dokter Ranap / Ruangan5.5.5.4. Perawat UGD5.5.5.5. Perawat ICU / HCU5.5.5.6. Perawat Endoskopi5.5.5.7. Perawat Anestesi5.5.5.8. Perawat Unit lain yang bertugas memasukkan obat-obat sedatif intravena

5.5.6. Pengkajian pre, durante dan post anestesi / sedasi dilakukan dan didokumentasikan dalam rekam medik secara lengkap.

5.5.7. Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana pengkajian pasien belum dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamar bedah atau unit lain yang melakukan sedasi.

Hal. 7 dari 16

Page 8: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

5.6. PENGKAJIAN KEPERAWATAN5.6.1. Pengkajian keperawatan dilakukan oleh perawat yang memiliki SIP5.6.2. Pengkajian awal keperawatan pasien rawat inap didokumentasikan dalam form asuhan

keperawatan secara lengkap, sesuai Form PENGKAJIAN KEPERAWATAN, dan dilakukan maksimal 24 jam sejak pasien masuk di ruang rawat inap.

5.6.3. Pengkajian ulang keperawatan pasien rawat inap dilakukan minimal 3 kali sehari di mana masing-masing shift dilakukan sekali, kecuali ada perubahan kondisi pasien.

5.6.4. Pengkajian ulang keperawatan rawat inap dilakukan sesuai Form PELAKSANAAN KEPERAWATAN

5.6.5. Pengkajian keperawatan pasien intensif dan semi intensif dilakukan secara kontinyu, dan didokumentasikan dalam chart minimal setiap interval satu jam.

5.6.6. Pengkajian perlu / tidaknya Discharge Planning5.6.6.1. Pengkajian awal pasien meliputi kebutuhan akan adanya perencanaan untuk

pemulangan pasien (Discharge Planning). Pada kondisi tertentu, pasien memerlukan perencanaan pemulangan sedini mungkin, demi kepentingan penanganan selanjutnya di rumah. Hal mana berhubungan dengan kelanjutan pengobatan, kepatuhan minum obat, proses rehabilitasi, dan lain sebagainya.

5.6.6.2. Pengkajian perlu/tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi :5.6.6.2.1. Siapa yang akan melanjutkan perawatan di rumah saat pulang nantinya.5.6.6.2.2. Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah di rumah (dilihat dari jenis dan

berat ringanya penyakit yang diderita)5.6.6.2.3. Pemahaman dari pasien / keluarga / yang merawat di rumah tentang penyakit

pasien dan rencana penanganan yang ada, termasuk obat-obatan yang diberikan, serta pengkajian lain (pemeriksaan penunjang) yang dilakukan.

5.6.6.3. Hasil akhir pengkajian cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK PERLU Discharge Planning.

5.6.6.4. Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan trasportasi didiskusikan oleh dokter maupun perawat dengan keluarga / pengampu / penanggung jawab pasien.

5.6.6.5. Perencanaan pemulangan pasien PERLU dilakukan pada pasien sebagai berikut :5.6.6.5.1. Pasien yang tinggal sendiri5.6.6.5.2. Pasien yang penyakitnya tidak akan sembuh total dan memerlukan perawatan

lanjutan di rumah atau di tempat lain.5.6.6.5.3. Pasien dengan gangguan mental5.6.6.5.4. Pasien Intensive Care Unit, High Care Unit, Cardiovascular Care Unit5.6.6.5.5. Bayi prematur, cacat5.6.6.5.6. Pasien yang memerlukan pembedahan.5.6.6.5.7. Pasien warga negara asing yang mungkin memerlukan pemulangan ke negara

asalnya

5.6.7. Pengkajian Kemampuan Aktifitas Harian5.6.7.1. Pengkajian kemampuan melakukan aktivitas harian dilakukan sebagai bagian dari

pengkajian awal pasien rawat inap oleh perawat.5.6.7.2. Pengkajian ini perlu meliputi

5.6.7.2.1. metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien5.6.7.2.2. apakah kondisi ruang perawatan dan atau unit ambulatory / pelayanan yang

dibutuhkan pasien sudah sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien.5.6.7.2.3. Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai dengan tingkat

ketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter / perawat) yang merawat pasien ini mengetahui kebutuhan pasien akan bantuan.

5.6.7.2.4. Termasuk dalam pengkajian ini adalah pengkajian resiko jatuh yang akan dibahas secara terpisah di poin berikut ini.

USIA (tahun) RAWAT INAP RAWAT JALAN

Pediatri (0 – 14) Metode Sesuai standar pengkajian activity of daily living oleh keperawatan (meliputi

Diagnosis sesuai list. Rujukan ke rehab medik sesuai indikasi

Hal. 8 dari 16

Page 9: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

seluruh aspek perawatan diri seperti mandi, makan/minum, minum obat, rehabilitasi, BAB/BAK, perawatan gigi, ganti pakaian)

Pelaksana Perawat rawat inap Perawat rawat jalan

Dewasa ( > 14)Metode

Sesuai standar pengkajian activity of daily living oleh keperawatan (meliputi seluruh aspek perawatan diri seperti mandi, makan/minum, minum obat, rehabilitasi, BAB/BAK, perawatan gigi, ganti pakaian)

Penggunaan alat bantu gerak, Tinggal di rumah sendiri/tidak, Diagnosis sesuai list. Rujukan ke rehab medik sesuai indikasi

Pelaksana Perawat rawat inap Perawat rawat jalan

5.6.8. Pengkajian Resiko Jatuh / Fall Risk Assessment5.6.8.1. Pengkajian resiko jatuh didokumentasikan di Form PENGKAJIAN KEPERAWATAN

dan form RAWAT JALAN 5.6.8.2. Pengkajian resiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang ke rumah

sakit di unit rawat inap, unit gawat darurat dan unit-unit ambulatory lainnya, sesuai tabel dibawah.

5.6.8.3. Pengkajian ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat resiko jatuh dari pasien.

5.6.8.4. Pengkajian resiko jatuh diulang bila :5.6.8.4.1. Pasien jatuh5.6.8.4.2. Pasien menerima obat yang meningkatkan resiko jatuh (termasuk pasien post

operatif maupun tindakan lainnya)5.6.8.4.3. Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain.

USIA (tahun) RAWAT INAP RAWAT JALAN & UGD

Pediatri (0 – 14)

Metode Standar Standar

Yang melakukan Perawat Perawat

Waktu yang diperlukan 2 menit 2 menit

Hasil pengkajian Low Risk (0)Medium (1)High (≥ 2)

Low Risk (0)Medium (1)High (≥ 2)

Intervensi Sesuai SOP Sesuai SOP

Dewasa ( > 14) Metode Standar Standar

Yang melakukan Perawat Perawat

Waktu yang diperlukan 3 menit 2 menit

Hasil pengkajian Low Risk (0)Medium (1)High (≥ 2)

Low Risk (0)Medium (1)High (≥ 2)

Hal. 9 dari 16

Page 10: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

Intervensi Sesuai SOP Sesuai SOP

5.6.9. Skrining & Pengkajian Nyeri5.6.9.1. Skrining nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat darurat maupun

rawat inap5.6.9.2. Skrining dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri / sakit.5.6.9.3. Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang melakukan

skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.5.6.9.4. Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan penanganan

nyeri sesuai standar profesi.5.6.9.5. Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama setiap

harinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila dalam sehari pasien mengunjungi lebih dari satu dokter / klinik)

5.6.9.6. Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan didokumentasikan dalam catatan keperawatan.

5.6.9.7. Bila pasien mengalami nyeri atau sedang dalam terapi nyeri, maka pengkajian dilakukan setiap sebelum pemberian obat nyeri, atau sesuai instruksi dokter.

5.6.9.8. Pengkajian nyeri juga perlu diulang sebelum 24 jam bila :5.6.9.8.1. Setelah menjalani tindakan pembedahan atau invasif lain5.6.9.8.2. Jatuh5.6.9.8.3. Mengeluh nyeri

5.6.9.9. Pada pasien dengan nyeri kronik dan berat, pengkajian nyeri dilakukan lebih sering dan didokumentasikan dalam form MONITORING NYERI seperti pada SOP.

RAWAT INAP RAWAT JALAN

Pediatri (0 – 8)

Metode FLACC** Wong Baker Faces*

Yang melakukan Perawat Perawat

Waktu yang diperlukan 2 – 3 menit 2 – 3 menit

Hasil pengkajian 0 – 10 0 – 10

Dewasa (> 8 th)

Metode Verbal Pain Assessment Score#

Verbal Pain Assessment Score#

Yang melakukan Perawat Perawat

Waktu yang diperlukan 1 menit 1 menit

Hasil pengkajian 0 – 10 0 – 10

Tidak sadar

Metode Behavioral Pain Scale (John Hopkins) ***

Behavioral Pain Scale (John Hopkins) ***

Yang melakukan Perawat UGD/ICU Perawat UGD

Waktu yang diperlukan 2 – 3 menit 2 – 3 menit

Hasil pengkajian A, B, C, D A, B, C, D

* Wong Baker Faces

Hal. 10 dari 16

Page 11: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

** FLACC Pediatric

# Verbal Pain Assessment Score

Hal. 11 dari 16

Page 12: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

*** John Hopkins’ Behavioral Pain Scale

Behavioral Pain Scale (non verbal) for Patients Unable to Provide a Self-Report of Pain

FACE 0Face muscles

relaxed

1Facial muscle tension, frown,

grimace

2Frequent to

constant frown, clenched jaw

Face Score:

RESTLESSNESS 0Quiet, relaxed appearance,

1Occasional

restless movement

shifting position

2Frequent restless movement may

include extremities or

head

Restlessness Score:

MUSCLE TONE* 0Normal muscle tone, relaxed

1Increased tone, flexion of fingers

and toes

2Rigid tone

Muscle tone Score:

VOCALIZATION** 0No abnormal

sounds

1Occasional

moans, cries, whimpers or

grunts

2Frequent or continuous

moans, cries, whimpers or

grunts

Vocalization Score:

CONSOLABILITY 0Content, relaxed

1Reassured by touch or talk. Distractible

2Difficult to

comfort by touch or talk

Consolability Score:

* Assess muscle tone in patients with spinal cord lesion or injury at a level above the lesion or injury** This item cannot be measured in patients with artificial airways

HOW TO USE THE PAIN ASSESSMENT BEHAVIORAL SCALE:1. Observe behaviors and mark appropriate number for each category2. Total the numbers in the Pain Assessment Behavioral Score column3. No evidence of pain = 0, Mild pain = 3, Moderate pain = 4 – 6, Severe uncontrolled pain is > 6

5.6.10. Skrining & Pengkajian Nutrisi5.6.10.1. Skrining status nutrisi dilakukan oleh:

Hal. 12 dari 16

Page 13: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

5.6.10.1.1. Perawat untuk pasien ambulatory5.6.10.1.2. Ahli gizi untuk pasien rawat inap

5.6.10.2. Jika pada hasil skrining ditemukan pasien beresiko tinggi mengalami Protein Energy Malnutrition (PEM), maka perawat atau ahli gizi yang melakukan skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.

5.6.10.3. Dokter akan melakukan pengkajian nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana perlu pasien akan dikonsultasikan ke dokter spesialis gizi klinik.

5.6.10.4. Hasil pengkajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien pasien didokumentasikan dalam rekam medik.

5.6.10.5. Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan terapetik berkaitan dengan status gizi pasien.

5.6.10.6. Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien rawat inap perlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus yang dimiliki pasien sebagai bagian dari pengkajian.

5.6.11. Skrining Psikologis5.6.11.1. Screening psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai format yang ada

di SOP5.6.11.2. Screening psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai format yang ada

di lembar PENGKAJIAN KEPERAWATAN5.6.11.3. Pengkajian lebih lanjut oleh psikolog dilakukan atas konsultasi jika pada pengkajian awal

ditemukan indikasi untuk pengkajian lanjut.5.6.11.4. Pengkajian psikologi didokumentasikan dalam rekam medik.

5.6.12. Pengkajian untuk korban penganiayaan5.6.12.1. Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan fisik diluar

kemauannya5.6.12.2. Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-anak, pasangan hidup,

orang lanjut usia, dan lain lain orang yang secara sosio-ekonomi budaya dan fisik tergantung kepada orang lain. Jika menjumpai kelompok ini, petugasharus mewaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan

5.6.12.3. Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban penganiayaan, maka di samping penanganan terhadap cederanya, maka korban harus mendapat pengkajian lebih dalam dan penanganan khusus yang meliputi :

5.6.12.3.1. Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara bebas.5.6.12.3.2. Bila korban anak-anak, pengkajian mungkin perlu dilakukan terhadap orang

tuanya secara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya untuk mendapat gambaran lebih lengkap mengenai kejadiannya

5.6.12.3.3. Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan keinginannya sendiri, pengkajian perlu dilakukan terhadap seluruh keluarga yang ada, termasuk orang yang sehari-hari merawat korban.

5.6.12.3.4. Pengkajian terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan, terutama pada korban yang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk dirinya sendiri (anak kecil, bayi maupun orang tua atau dengan kecacatan / keterbatasan)

5.6.12.3.5. Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban kekerasan / penganiayaan.

5.6.13. Pengkajian Sosio-ekonomi-budaya5.6.13.1. Pengkajian sosio – ekonomi – budaya dilakukan oleh dokter perawat dan petugas

administrasi RSSS.5.6.13.2. Pengkajian sosio-ekonomi-budaya oleh dokter dilakukan dengan cara :

5.6.13.2.1. Melihat data agama, pendidikan, pekerjaan yang tertulis di lembar Ringkasan Masuk Keluar

5.6.13.2.2. Melakukan anamnesis langsung (Auto-anamnesis) maupun tidak langsung (Alloanamnesis) untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kemampuan & kemauan pasien untuk kelanjutan proses pengobatannya.

5.6.13.3. Pengkajian oleh dokter bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai latar belakang pasien secara holistik guna membuat rencana penanganan pasien yang terbaik sesuai dengan keadaan sosio – ekonomi – budaya dari pasien tersebut.

Hal. 13 dari 16

Page 14: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

5.6.13.4. Pengkajian sosio-ekonomi-budaya oleh perawat dilakukan dengan cara :5.6.13.4.1. Melakukan pengkajian langsung dan mendokumentasikan dalam form

PENGKAJIAN KEPERAWATAN5.6.13.4.2. Mengisi form kebutuhan edukasi pasien

5.6.13.5. Pengkajian oleh petugas administrasi dilakukan dengan tujuan memenuhi kelengkapan administrasi dari pasien.

5.6.13.6. Pada pengkajian sosio-ekonomi-budaya pasien rawat inap dan initial assessment pasien rawat jalan perlu ditanyakan pula :

5.6.13.6.1. Apakah pasien perlu bantuan untuk memahami informasi mengenai pelayanan kesehatan?

5.6.13.6.2. Tanyakan pula bagaimana pasien lebih suka menerima informasi? (membaca, mendengar atau meihat?)

5.6.13.6.3. Bahasa apa yang paling dirasa nyaman bagi pasien untuk mengkomunikasikan mengenai penyakitnya. Dalam hal penyedia layanan (dokter/perawat) tidak dapat berbicara dalam bahasa yang paling nyaman untuk pasien tersebut, maka diupayakan mencari keluarga pasien atau staf RSSS yang mempu menjembatani komunikasi dengan baik kepada pasien atau walinya.

5.6.13.6.4. Dalam hal pasien diwakili oleh wali (surrogate), misalnya pasien anak-anak atau kondisi secara fisik atau psikis terganggu, maka pertanyaan-pertanyaan di atas perlu diajukan ke wali pasien tersebut.

5.6.13.6.5. Apakah ada hal-hal terkait dengan budaya / kepercayaan yang dianut yang berhubungan dengan proses perawatannya? Termasuk menanyakan adanya obat-obat alternatif yang dikonsumsi atau dilakukan selama perawatan.

5.6.14. Pengkajian pasien dengan kecurigaan ketergantungan alkohol atau obat5.6.14.1. Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan :

5.6.14.1.1. Alkohol5.6.14.1.2. Nikotin5.6.14.1.3. Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, and nimetazepam)5.6.14.1.4. Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)5.6.14.1.5. Amfetamin& Metamfetamin

5.6.14.2. Identifikasi populasi berresiko :5.6.14.2.1. Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer atau opiat)

dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/ perawat melihat rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien)

5.6.14.2.2. Dokter/perawat baik OPD/UGD/rawat inap perlu juga waspada bagi pasien yang mengeluh nyeri kronik dan “meminta” pain killer yang kuat atau meminta peningkatan dosis.

5.6.14.2.3. Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang masalah obat, alkohol maupun merokok.

5.6.14.2.4. Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi, maka petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien yang bersangkutan.

5.6.14.2.5. Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari pertanyaan rutin untuk Medical Check Up.

5.6.14.3. Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai adanya masalah ketergantungan) dapat melakukan pengkajian awal berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

5.6.14.3.1. Berapa banyak merokok? Minum alkohol?5.6.14.3.2. Jika drug abuse : obat apa yang digunakan? Darimana didapatkan?5.6.14.3.3. Sejak usia berapa?5.6.14.3.4. Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?5.6.14.3.5. Apakah pasien sadar bahaya dan resiko dari merokok/konsumsi alkohol/obat?

5.6.14.4. Bila ditemukan populasi berresiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater untuk pengkajian dan penanganan lebih lanjut.

5.6.14.5. Penanganan meliputi :5.6.14.5.1. Psikoterapi

Hal. 14 dari 16

Page 15: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

5.6.14.5.2. Medikamentosa5.6.14.5.3. Konseling untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting drug

users / IDUs)5.6.14.6. Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medik.

5.6.15. Pengkajian dan penanganan pasien dengan kondisi terminal 5.6.15.1. Identifikasi pasien dengan kondisi terminal (sesuai dengan SK Direktur tentang End of

Life Care). Identifikasi dilakukan diseluruh unit, baik oleh dokter maupun oleh perawat.5.6.15.2. Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus pengkajian mengenai kebutuhan

unik dari pasien maupun keluarga dengan mengkaji :5.6.15.2.1. Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien. Dokter

berunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana dan kapan waktu yang sesuaiuntuk menyampaikan berita buruk.

5.6.15.2.2. Setelah pasien mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu bentuk pendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk melalui fase denial (penyangkalan), fase anger (kemarahan) hingga sampai fase acceptance (menerima). Hal ini dapat dilakukan dalam outpatient / inpatient setting.

5.6.15.2.3. Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di mana, serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya (advanced directives) yang terkait dengan penanganan pasien.

5.6.15.2.4. Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi, maka langkah di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.

5.6.15.2.5. Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah sakit dan dapat ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun pasien / keluarga dapat juga memilih untuk mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiri dengan menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient)

5.6.15.2.6. Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat kondisi ruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang perawatan bagi pasien terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien lain.

5.6.15.2.7. Ke-adekuatan (adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan (terutama obat nyeri), serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang mungkin timbul pada pasien terminal.

5.6.15.3. Pasien terminal yang terpasang alat medik dan rencana akan dirawat di rumah dengan alat medik tersebut (misalnya ventilator) perlu dikaji mengenai siapa yang akan melakukan pengawasan terhadap pengoperasian alat medik tersebut. Edukasi dan pelatihan terhadap pasien atau yang merawat selanjutnya perlu dilakukan hingga dipastikan bahwa mereka mampu mengoperasikan alat medik tersebut dengan benar

5.6.16. Pengkajian pasien dengan gangguan komunikasi5.6.16.1. Selain bahasa, pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang dapat berakibat pada

tidak sesuainya penanganan pasien tersebut. Gangguan komunikasi yang mungkin terjadi adalah :

5.6.16.1.1. Pasien dengan gangguan pendengaran (hearing loss), bisu, maupun buta (blindness)

5.6.16.1.2. Pasien mengalami gangguan kognitif (bawaan maupun didapat), misalnya retardasi, Cerebral Palsy, Stroke, dll)

5.6.16.2. Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga pasien diminta memberi informasi mengenai bagaimana komunikasi sehari-hari di rumah yang efektif dilakukan. Siapa keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien.

5.6.16.3. Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk pengkajian, dan dalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan salah satu alternatif pertama untuk pengkajian.

5.6.16.4. Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan bahasa isyarat untuk orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu tidak dapat berkomunikasi, maka RSSS mengundang ahli bahasa isyarat untuk membantu proses komunikasi atau menunggu hingga anggota keluarga yang mampu berkomunikasi hadir di RSSS, kecuali dalam keadaan life saving.

Hal. 15 dari 16

Page 16: Contoh Kebijakan Asesmen Pasien

5.6.16.5. Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas dokter menganggap informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya (reliable). Dan perlu dilakukan konfirmasi dengan keluarga mengenai hasil pengkajian tersebut.

5.6.17. Pengkajian pasien dengan gangguan kejiwaan / psychiatric disorder5.6.17.1. Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan.5.6.17.2. Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat jalan, rawat inap,

maupun Unit Gawat Darurat.5.6.17.3. Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke psikiater, disamping

penanganan kegawatdaruratannya (baik medical maupun surgical)5.6.17.4. Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting apapun harus

dikonsulkan ke psikiater.5.6.17.5. Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa mengganggu aktivitas

harian dapat diberi terapi oleh dokter penanggung jawabnya.5.6.17.6. Pasien dengan kecurigaan gangguan psikotik, dengan atau tanpa organic underlying

disease perlu dikonsulkan ke psikiater.5.6.17.7. Pasien dengan ketergantungan zat (obat, alkohol, rokok) lihat poin 5.6.14 di atas.

5.6.18. Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan5.6.18.1. Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo atau RS Jiwa5.6.18.2. Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat dengan

kewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab psikiater, atau dirujuk bila dinilai ancaman bunuh dirinya tinggi, karena RSSS tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk pencegahan bunuh diri.

5.6.18.3. Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.5.6.18.4. Pasien dengan kecanduan obat (lihat kebijakan 5.6.14 di atas)

5.6.19. Pengkajian terhadap pemahaman pasien 5.6.19.1. Pengkajian terhadap pemahaman pasien akan penyakitnya dan proses perawatan yang

akan dan telah diberikan, serta tujuan dari penanganan atau pengobatannya tersebut perlu dilakukan oleh seluruh profesi kesehatan yang melakukan penanganan maupun pengobatan kepada pasien (baik dokter/perawat/ahli gizi/fisioterapis/dll). Pengkajian dilakukan dengan cara :

5.6.19.1.1. Meminta pasien untuk secara singkat menjelaskan sejauh mana pasien memahami kondisi / diagnosisnya, serta proses penanganan yang sudah maupun akan diterimanya. (teach back method)

5.6.20. Privasi & Kerahasiaan dalam proses pengkajian pasien 5.6.20.1. Tempat pengkajian harus tertutup dan diskusi mengenai hasil pengkajian hanya

dilakukan antar tenaga kesehatan yang berhak atas informasi tersebut.5.6.20.2. Tidak mendiskusikan pasien di tempat umum (lift, cafetaria, dll)5.6.20.3. Pasien tidak perlu membuka pakaian lebih dari yang diperlukan untuk proses

pemeriksaan secara patut.

Hal. 16 dari 16