clerk maroef

43
BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi dalam kehamilan adalah penyebab penting terhadap morbiditas berat, yang jangka panjang akan menyebabkan kecacatan dan kematian di antara ibu dan bayi. Di Afrika dan Asia, hampir satu sepersepuluh dari semua kematian ibu terkait dengan hipertensi dalam kehamilan, sedangkan seperempat dari kematian ibu di Amerika Latin telah dikaitkan dengan orang-orang komplikasi. Di antara gangguan hipertensi yang menyulitkan kehamilan, pre-eklampsia dan eklampsia menonjol sebagai penyebab utama ibu dan kematian perinatal dan morbiditas. Mayoritas kematian karena pre- eklampsia dan eklampsia dapat dihindari melalui penyediaan tepat waktu dan perawatan yang efektif untuk para wanita yang mengalami komplikasi. Mengoptimalkan kesehatan untuk mencegah dan memperlakukan wanita dengan gangguan hipertensi adalah langkah penting dalam mencapai Millennium Development Goals. WHO telah mengembangkan rekomendasi-informasi bukti dengan maksud untuk mempromosikan praktek klinis terbaik untuk pengelolaan pre-eklampsia dan eklampsia. Hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi sekitar 10% dari semua wanita hamil di seluruh dunia. Kelompok penyakit dan kondisi termasuk pre-eklampsia dan eklampsia, kehamilan hipertensi dan hipertensi kronis. Hipertensi dalam kehamilan adalah penyebab penting morbiditas akut parah, jangka panjang kecacatan dan kematian di antara ibu dan bayi. Di Asia dan Afrika, hampir sepersepuluh dari semua kematian ibu terkait dengan hipertensi gangguan kehamilan, sedangkan seperempat dari semua kematian ibu di Amerika Latin telah dikaitkan dengan orang-orang komplikasi. Sebagian besar

Upload: husain-abdul-halim

Post on 05-Jan-2016

21 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

koas

TRANSCRIPT

Page 1: Clerk Maroef

BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan adalah penyebab penting terhadap morbiditas

berat, yang jangka panjang akan menyebabkan kecacatan dan kematian di antara ibu

dan bayi. Di Afrika dan Asia, hampir satu sepersepuluh dari semua kematian ibu

terkait dengan hipertensi dalam kehamilan, sedangkan seperempat dari kematian ibu

di Amerika Latin telah dikaitkan dengan orang-orang komplikasi. Di antara gangguan

hipertensi yang menyulitkan kehamilan, pre-eklampsia dan eklampsia menonjol

sebagai penyebab utama ibu dan kematian perinatal dan morbiditas. Mayoritas

kematian karena pre-eklampsia dan eklampsia dapat dihindari melalui penyediaan

tepat waktu dan perawatan yang efektif untuk para wanita yang mengalami

komplikasi. Mengoptimalkan kesehatan untuk mencegah dan memperlakukan wanita

dengan gangguan hipertensi adalah langkah penting dalam mencapai Millennium

Development Goals. WHO telah mengembangkan rekomendasi-informasi bukti

dengan maksud untuk mempromosikan praktek klinis terbaik untuk pengelolaan pre-

eklampsia dan eklampsia.

Hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi sekitar 10% dari semua wanita

hamil di seluruh dunia. Kelompok penyakit dan kondisi termasuk pre-eklampsia dan

eklampsia, kehamilan hipertensi dan hipertensi kronis. Hipertensi dalam kehamilan

adalah penyebab penting morbiditas akut parah, jangka panjang kecacatan dan

kematian di antara ibu dan bayi. Di Asia dan Afrika, hampir sepersepuluh dari semua

kematian ibu terkait dengan hipertensi gangguan kehamilan, sedangkan seperempat

dari semua kematian ibu di Amerika Latin telah dikaitkan dengan orang-orang

komplikasi. Sebagian besar kematian terkait dengan hipertensi gangguan dapat

dihindari dengan memberikan tepat waktu dan perawatan efektif untuk wanita yang

mengalami seperti komplikasi. Dengan demikian, optimalisasi kesehatan merawat

wanita selama kehamilan untuk mencegah dan mengobati gangguan hipertensi

kehamilan merupakan langkah penting menuju pencapaian tujuan pembangunan

Milenium. Pre-eklampsia berdiri di antara hipertensi dengan gangguan untuk

dampaknya pada ibu dan bayi kesehatan. Ini adalah salah satu penyebab utama ibu

dan kematian perinatal dan morbiditas di seluruh dunia. Namun, patogenesis

preeklamsia hanya sebagian dipahami dan hal itu berkaitan dengan gangguan pada

plasentasi pada awal kehamilan, diikuti oleh peradangan umum dan kerusakan

endotel progresif. Ada ketidakpastian lain juga: diagnosis, skrining dan manajemen

pre-eklampsia tetap kontroversial, seperti halnya klasifikasi beratnya. Namun, secara

umum diterima bahwa onset dari episode baru hipertensi selama kehamilan (dengan

tekanan darah diastolik terus-menerus > 90 mm Hg) dengan terjadinya substansial

proteinuria (> 0,3 g / 24 jam) dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengidentifikasi

pre-eklampsia. Meskipun patofisiologi perubahan (misalnya memadai plasentasi) ada

Page 2: Clerk Maroef

dari tahap awal kehamilan, hipertensi dan proteinuria biasanya menjadi jelas dalam

paruh kedua kehamilan dan hadir dalam 2% -8% dari seluruh kehamilan keseluruhan.

Obesitas, hipertensi kronis dan diabetes antara faktor-faktor risiko untuk pre-

eklampsia, yang juga mencakup nulliparity, kehamilan remaja dan kondisi yang

menyebabkan hyperplacentation dan plasenta besar (misalnya kembar kehamilan).

Preeklamsia biasanya tergolong ringan atau berat. Dalam kebanyakan pengaturan,

pre-eklampsia diklasifikasikan sebagai berat ketika salah satu dari kondisi berikut ini

hadir: hipertensi berat, proteinuria berat atau disfungsi organ ibu substansial. Awal

onset (sebelum 32-34 minggu kehamilan) dari pre-eklampsia dan morbiditas janin

yang digunakan sebagai kriteria independen untuk mengklasifikasikan pre-eklampsia

separah di beberapa bagian dunia. Ibu kematian dapat terjadi antara kasus yang parah,

tetapi perkembangan dari ringan sampai berat bisa cepat, tak terduga, dan kadang-

kadang fulminan. Primer pencegahan pre-eklampsia kontroversial dan subjek

penelitian yang aktif, terutama dengan berkaitan dengan penggunaan agen anti-

inflamasi dan mikronutrien termasuk kalsium, vitamin D dan vitamin antioksidan C

dan E suplemen. Satu-satunya pengobatan definitif untuk pre-eklampsia adalah

penghentian kehamilan / persalinan janin dan plasenta, meskipun beberapa wanita

dengan preeklamsi juga menyajikan kejengkelan transient penyakit pada periode

postpartum. Manajemen wanita dengan pre-eklampsia tujuan meminimalkan

komplikasi lebih lanjut yang berhubungan dengan kehamilan, menghindari

prematuritas tidak perlu dan memaksimalkan kelangsungan hidup ibu dan bayi.

Menunda gangguan kehamilan dapat menyebabkan untuk perkembangan pre-

eklampsia, akhirnya mengakibatkan insufisiensi plasenta dan ibu disfungsi organ.

Kondisi ini jelas terkait dengan peningkatan risiko ibu dan kematian perinatal.

Disfungsi organ ibu terkait dengan pre-eklampsia mungkin hadir dengan gambaran

klinis bervariasi, termasuk eklampsia dan sindrom HELLP (hemolisis, hati yang

tinggi enzim dan jumlah trombosit yang rendah). Eklampsia adalah ditandai dengan

terjadinya umum kejang pada wanita dengan pre-eklampsia, disediakan bahwa kejang

tonik-klonik yang tidak disebabkan penyebab lainnya (misalnya epilepsi). Seperti

pre-eklampsia, patogenesis eklampsia sebagian besar masih belum diketahui dan 5% -

8% dari perempuan dengan pre-eklampsia hadir kondisi ini di negara-negara

berkembang. Sindrom HELLP terjadi pada 10% -20% dari wanita dengan

preeklamsia berat dan berhubungan dengan substansial, kerusakan endotel luas.

eklampsia dan sindrom HELLP adalah prediktor penting dari disfungsi organ lanjut

dan kematian. Tujuan utama dari pedoman ini adalah untuk meningkatkan kualitas

pelayanan dan hasil untuk wanita hamil yang mengalami pre-eklampsia dan

komplikasi utama (misalnya eklampsia). Itu target audiens dari pedoman ini meliputi

dokter kandungan, bidan, dokter umum, manajer kesehatan dan kesehatan masyarakat

pembuat kebijakan, terutama yang di bawah sumber daya yang pengaturan.

Page 3: Clerk Maroef

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Eklampsia

Sebuah Cochrane review sistematis dari 15 RCT diselidiki efek relatif dari

magnesium sulfat dan antikonvulsan lainnya bila digunakan untuk pencegahan

eklampsia. Perbandingan penting dalam ulasan ini adalah antara magnesium sulfat

dan plasebo atau tidak ada antikonvulsan (enam percobaan, 11 444 perempuan);

fenitoin (empat percobaan, 2345 perempuan); diazepam (dua percobaan, 66 wanita);

dan nimodipin (satu percobaan, 1750 perempuan). Satu kecil trial (36 wanita)

dibandingkan magnesium sulfat dengan isosorbid, dan percobaan lain (33

perempuan) dibandingkan magnesium klorida dengan metildopa. Magnesium sulfat

dibandingkan dengan plasebo atau tidak ada antikonvulsan Enam RCT (11 444

perempuan), termasuk besar multisenter Magpie Trial (20) yang melibatkan 10 141

peserta, memberikan bukti untuk ini perbandingan. Sekitar setengah dari wanita yang

direkrut dalam persidangan telah menerima pemeliharaan rejimen magnesium sulfat

melalui intravena yang rute (1 g / h) dan setengah lainnya melalui rute intramuskular.

Dosis pemeliharaan diberikan secara ketat oleh intravena yang rute dalam empat

percobaan dan rute intramuskular di satu percobaan. Untuk sebagian besar uji coba,

pemantauan klinis untuk efek samping yang potensial dilaporkan dan tidak ada dari

enam percobaan melaporkan menggunakan pemantauan serum magnesium sulfat.

Bila dibandingkan dengan plasebo atau tanpa antikonvulsan, magnesium sulfat

dikaitkan dengan pengurangan statistik dan klinis yang signifikan dalam risiko

eklampsia sebesar 59% (enam percobaan, 11 444 perempuan; RR 0,41, 95% CI 0,29-

0,58). Efek ini konsisten untuk wanita yang antepartum pada awal percobaan (enam

percobaan, 10 109 perempuan; RR 0,40, 95% CI 0,27-0,57) tetapi tidak signifikan

bagi mereka yang berada postpartum di pengadilan entri (satu percobaan, 1335, RR

0,54, 95% CI 0,16-1,80). Efeknya juga konsisten dan lebih menonjol di antara wanita

yang 34 atau lebih minggu hamil (dua percobaan, 6498 perempuan; RR 0,37, 95% CI

0,24-0,59) dan orang-orang yang tidak menerima antikonvulsan sebelum entri

percobaan (tiga percobaan, 10 086 perempuan; RR 0,33, 95% CI 0,22-0,48). Itu

konsisten terlepas dari rute administrasi untuk pemeliharaan magnesium sulfat. Tidak

ada perbedaan signifikan secara statistik yang diamati antara magnesium sulfat dan

plasebo mengenai risiko kematian ibu (Dua percobaan, 10 795 perempuan; RR 0,54,

95% CI 0,26-1,10), setiap morbiditas ibu serius (dua uji coba 10 332 perempuan; RR

1,08, 95% CI 0,89-1,32), pernapasan (satu percobaan, 10 110 perempuan; RR 2,50,

95% CI 0,49-12,88) dan toksisitas seperti yang ditunjukkan oleh depresi pernafasan

dan tendon absen refleks (tiga percobaan, 10 899 perempuan; refleks (tiga percobaan,

10 899 perempuan; RR 5,96, 95% CI 0,72-49,40) dan kalsium administrasi glukonat

(dua percobaan, 10 795 perempuan; RR 1,35, 95% CI 0,63-2,88). Apa saja Efek

Page 4: Clerk Maroef

samping yang dilaporkan secara signifikan lebih sering terjadi pada wanita yang

diobati dengan magnesium sulfat daripada plasebo (satu percobaan, 9992 perempuan;

RR 5,26, 95% CI 4,59-6,03). Untuk bayi, ada perbedaan yang jelas diamati dalam

risiko bayi lahir mati atau kematian neonatal (tiga uji coba, 9961 bayi; RR 1,04, 95%

CI 0,93-1,15), masuk ke unit perawatan khusus bayi (RR 1,01, 95% CI 0,96-1,06)

dan skor Apgar kurang dari tujuh pada 5 menit (satu percobaan, 8260 perempuan; RR

1,02, 95% CI 0,85-1,22). Magnesium sulfat terhadap fenitoin Magnesium sulfat

dibandingkan dengan fenitoin untuk pencegahan eklampsia dalam empat RCT (2343

perempuan). Dibandingkan dengan fenitoin, magnesium sulfat secara signifikan

mengurangi risiko eklampsia (Tiga percobaan, 2291 perempuan; RR 0,08, 95% CI

0,01-0,60). Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik diamati antara kedua

kelompok dalam hal lahir mati (RR 0,62, 95% CI 0,27-1,41), kematian neonatal (RR

0,26, 95% CI 0,03-2,31), Apgar skor kurang dari tujuh pada 5 menit (RR 0,58, 95%

CI 0,26-1,30) dan masuk ke perawatan neonatal (RR 1,00, 95% CI 0,63-1,59).

Magnesium sulfat terhadap diazepam Sebuah percobaan kecil yang melibatkan 66

perempuan dibandingkan magnesium sulfat dan diazepam untuk pencegahan

eklampsia. Ukuran sampel dan peristiwa direkam terlalu kecil untuk menarik

terpercaya kesimpulan.

Magnesium sulfat dibandingkan nimodipin. Magnesium sulfat dibandingkan

dengan nimodipin dalam satu percobaan (1650 wanita). Ada sedikit kasus eklampsia

di antara perempuan yang dialokasikan sulfat magnesium dibandingkan dengan

nimodipin (RR 0,33, 95% CI 0,14-0,77). Pengobatan eklampsia Magnesium sulfat

dibandingkan diazepam untuk wanita dengan eklampsia Sebuah Cochrane review

sistematis tujuh RCT melibatkan 1.396 wanita memberikan bukti yang pada efek

diferensial magnesium sulfat bila dibandingkan dengan diazepam untuk perawatan

wanita dengan eklampsia. Kebanyakan wanita di percobaan memiliki eklampsia baik

sebelum atau setelah melahirkan dan sekitar setengah dari mereka menerima

antikonvulsan sebelum masuk pengadilan. Semua rejimen yang digunakan dalam

percobaan untuk kedua magnesium sulfat dan diazepam bongkar pemeliharaan dosis

disertakan. Magnesium sulfat bernasib lebih baik daripada diazepam mengenai hasil

ibu kritis kematian (Tujuh percobaan, 1396 perempuan, RR 0,59, 95% CI 0,38-0,92)

dan kekambuhan kejang (Tujuh percobaan, 1390 perempuan, RR 0,43, 95% CI 0,33-

0,55). Tidak ada perbedaan statistik antara dua obat untuk serius maternal morbiditas

(dua percobaan, 956 perempuan; RR 0,88, 95% CI 0,64-1,19) atau proxy nya dibahas

dalam perbandingan ini.

Page 5: Clerk Maroef

Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tibatiba

yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang

menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal dan

bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis.5 Istilah eklampsia berasal dari bahasa

Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena seolah-olah

gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain.9

Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia

partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan saat

timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin

meningkat saat mendekati kelahiran.5,8 Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi

pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang eklampsia terjadi

sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang juga

dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.18 Sesuai dengan batasan dari National

Institutes of Health (NIH) Working Group on Blood Pressure in Pregnancy

preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada usia

kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Saat ini edema pada

wanita hamil dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis

preeklampsia. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥

140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Proteinuria adalah adanya protein

dalam urin dalam jumlah ≥300 mg/dl dalam urin tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl

dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing.

Diagnosis dan Gambaran Klinik Eklampsia

Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia

dibagi menjdai ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau lebih

tanda dibawah ini :

1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau

lebih

2) Proteinuria 5 gr atau lebih dalam24 jam; 3+ atau 4+ pada pemetiksaan kualitatif

3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam

4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium

5) Edema paru atau sianosis.

Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya preeklampsia dan

terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual

keras, nyeri di daerah epigastrium, dan hiperrefleksia. Menurut Sibai terdapat

beberapa perubahan klinis yang memberikan peringatan gejala sebelum timbulnya

Page 6: Clerk Maroef

kejang, adalah sakit kepala yang berat dan menetap, perubahan mental sementara,

pandangan kabur, fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun,

hanya sekitar 50% penderita yang mengalami gejala ini. Prosentase gejala sebelum

timbulnya kejang eklampsia adaah sakit kepala yang berat dan menetap (50-70%),

gangguan penglihatan (20-30%), nyeri epigastrium (20%), mual muntah (10-15%),

perubahan mental sementara (5- 10%). 20 Tanpa memandang waktu dari onset

kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di

daerah wajah. Beberapa saat kemuadian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi

otot yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang

bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan

terjadi pada kelopak mata, otot-otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot

mengalami kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat.

Keadaan ini kadang-kadang begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita

terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh

karena kejang otot-otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai satu menit,

kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang dan

pada akhirnya penderita tak bergerak.5 Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan

pernapasan berhenti. Selama beberapa detik penderita seperti meninggal karena henti

napas, namun kemudian penderita bernapas panjang dan dalam, selanjutnya

pernapasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini

akan diikuti dengan kejang-kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan

sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.5 Setelah kejang

berhenti, penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma setelah

kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya

segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun, pada kasus-kasus yang

berat, keadaan koma belangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian

tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya

sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.5 Frekuensi

pernapasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat mencapai 50 kali

per menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia dampai asidosis laktat, tergantung

derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat ditemukan sianosis. Demam tinggi

merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabla hal tersebut terjadi maka penyebabnya

adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.5 Proteinuria hampir selalu didapatkan,

produksi urin berkurang, bahkan kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya

terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini

merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema

menghilang dalam waktu beberapa hari sampai dua minggu setelah persalinan apabila

keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat

penyakit vaskuler kronis.5 3.3 Insiden dan Faktor Risiko Insiden eklampsia bervariasi

antara 0,2% - 0,5% dari seluruh persalinan dan lebih banyak ditemukan di negara

Page 7: Clerk Maroef

berkembang (0,3%-0,7%) dibandingkan negara maju (0,05%-0,1%).8-9 Insiden yang

bervariasi dipengaruhi antara lain oleh paritas, gravida, obesitas, ras, etnis, geografi,

faktor genetik dan faktor lingkungan yang merupakan faktor risikonya.5-6,8-10 Di

RSUP Dr. Kariadi tahun 1997 disebutkan angka kejadian preeklampsia sebesar 3,7%

dan eklampsia 0,9% dengan angka kematian perinatal 3,1%.11 Eklampsia termasuk

dari tiga besar penyebab kematian ibu di Indonesia. Menurut laporan KIA Provinsi

tahun2011, jumlah kematian ibu yang dilaporkan sebanyak 5.118 jiwa. Penyebab

kematian ibu terbanyak masih didominasi Perdarahan (32%), disusul hipertensi dalam

kehamilan (25%), infeksi (5%), partus lama (5%) dan abortus (1%). Penyebab lain –

lain (32%) cukup besar, termasuk di dalamnya penyebab penyakit non obstetrik.26

Sumber : facsheet upaya percepatan penurunan AKI Kemenkes.26 Gambar 1.

Distribusi penyebab kematian ibu melahirkan berdasarkan laporan KIA Provinsi

2011. Sedangkan di RSUP Dr. Kariadi Semarang kematian ibu melahirkan terbanyak

disebabkan oleh preeklampsia dan eklampsia. Pada tahun 1996 di RSUP Dr. Kariadi

Semarang di dapatkan data penyebab utama kematian maternal yaitu preeklampsia

dan eklampsia (40%) diikuti infeksi (26,6%) dan perdarahan (24,4%). Pada tahun

1996 – 1998 kematian maternal oleh preeklampsia dan eklampsia 48%, perdarahan

24% dan infeksi 14%.13 Sedangkan pada tahun 1999-2000 preeklampsia dan

eklampsia juga penyebab utama kematian maternal (52,9%) diikuti perdarahan

(26,5%) dan infeksi (14,7%).12-14 Praktisi kesehatan diharapkan dapat

mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan eklampsia dan mengontrolnya,

sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan primer. Dari beberapa studi

dikumpulkan ada beberapa fakto risiko preeklampsia, yaitu :23 1) Usia Duckitt

melaporkan peningkatan risiko preeklampsia dan eklampsia hampir dua kali lipat

pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih pada primipara maupun multipara.

Usia muda tidak meningkatkan risiko secara bermakna (Evidence II, 2004). Robillard

dkk melaporkan bahwa risiko preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan kedua

meningkat dengan peningkatan usia ibu.23Choudhary P dalam penelitiannya

menemukan bahwa eklampsia lebih banyak (46,8%) terjadi pada ibu dengan usia

kurang dari 19 tahun.27 2) Nulipara Hipertensi gestasional lebih sering terjadi pada

wanita nulipara.8 Duckitt melaporkan nulipara memiliki risiko hampir tiga kali lipat

(RR 2,91, 95% CI 1,28 – 6,61) (Evidence II, 2004).23 3) Kehamilan pertama oleh

pasangan baru Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor

risiko, walaupun bukan nulipara karena risiko meningkat pada wanita yang memiliki

paparan rendar terhadap sperma. 4) Jarak antar kehamilan Studi melibatkan 760.901

wanita di Norwegia, memperlihatkan bahwa wanita multipara dengan jarak

kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko preeklampsia dan

eklampsia hampir sama dengan nulipara.23 Robillard dkk melaporkan bahwa ririko

preeklampsia dan eklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya interval

dengan kehamilan pertama (1,5 setiap 5 tahun jarak kehamilan pertama dan kedua; p

Page 8: Clerk Maroef

<0,0001 5) Riwayat preeklampsia eklampsia sebelumnya Riwayat preeklampsia pada

kehamilan sebelumnya merupakan faktor risiko utama. Menurut Duckitt risiko

meningkat hingga tujuh kali lipat (RR 7,19 95% CI 5,85-8,83). Kehamilan pada

wanita dengan riwayat preeklampsia dan eklampsia sebelumnya berkaitan dengan

tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dinin dan dampak

perinatal yang buruk.23 6) Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia Riwayat

preeklampsia dan eklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko hampir tiga kali

lipat. Adanya riwayat preeklampsia pada ibu meningkatkan risiko sebanyak 3,6 kali

lipat.23 7) Kehamilan multifetus Studi melibatkan 53.028 wanita hamil

menunjukkan, kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir tiga kali

lipat.

Analisa lebih lanjut menunjukkan kehamilan triplet memiliki risiko hampir tiga kal

lipat dibandingkan kehamilan duplet. Sibai dkk menyimpulkan bahwa kehamilan

ganda memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk menjadi preeklamsia

dibandingkan kehamilan normal.23 selain itu, wanita dengan kehamilan multifetus

dan kelainan hipertensi saat hamil memiliki luaran neonatal yang lebih buruk

daripada kehamilan monofetus.8 8) Donor oosit, donor sperma dan donor embrio

Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oossit atau donor embrio juga

dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer penyebab preeklampsia

adalah lajadaptasi imun. Mekanisme dibalik efek protektif dari paparan sperma masih

belum diketahui. Data menunjukkan adanya peningkatan frekuensi preeklampsia

setelah inseminasi donor sperma dan oosit, frekuensi preeklampsia yang tinggi pada

kehamilan remaja, serta makin mengecilkan kemungkinan terjadinya preeklampsia

pada wanita hamil dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang lebih lama.

Walaupun preeklampsia dipertimbangkan sebagai penyakit pada kehamilan pertama,

frekuensi preeklampsia menurun drastis pada kehamilan berikutnya apabila

kehamilan pertama tidak mengalami preeklampsia. Namun, efek protektif dari

multiparitas menurun apabila berganti pasangan. Robillard dkk melaporkan adanya

peningkatan risiko preeklamspia 17 sebanyak dua kali pada wanita dengan pasangan

yang pernah memiliki isteri dengan riwayat preeklampsia.23 9) Diabetes Melitus

Terganung Insulin (DM tipe I) Kemungkinan preeklampsia meningkat hampir empat

kali lipat bila diabetes terjadi sebelum hamil.23 Anna dkk juga menyebutkan bahwa

diabetres melitus dan hipertensi keduanya berasosiasi kuat dengan indeks masa tubuh

dan kenaikannya secara relevan sebagai faktor risiko eklampsia di United State.29

10) Penyakit ginjal Semua studi yang diulas oleh Duckitt risiko preeklampsia

meningkat sebanding dengan keparahan penyakit pada wanita dengan penyakit

ginjal.23 11) Sindrom antifosfolipid Dari dua studi kasus kontrol yang diulas oleh

Duckitt menunjukkan adanya antibodi antifosfolipid (antibodi antikardiolipin,

antikoagulan lupus atau keduanya) meningkatkan risiko preeklampsia hampir 10 kali

lipat.23 12) Hipertensi kronik Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi

Page 9: Clerk Maroef

kronik, didapatkan insiden preeklampsia superimposed sebesar 22% (n-180) dan

hampir setengahnya adalah preeklampsia onset dini (35 dibandingkan dengan IMT

19-27 memiliki risiko preeklampsia empat kali lipat.23 Pada studi kohort yang

dilakukan oleh Conde-Agudelao dan Belizan pada 878.680 kehamilan, ditemukan

fakta bahwa frekuensi preeklampsia pada kehamilan di populasi wanita yang kurus

(IMT< 19,8) adalah 2,6% dibandingkan 10,1% pada populasi wanita yang gemuk

(IMT> 29,0).23 14) Kondisi sosioekonomi Faktor lingkungan memiliki peran

terhadap terjadinya hipertensi pada kehamilan. Pada wanita dengan sosioekonomi

baik memiliki risiko yang lebih rendah untuk mengalami preeklampsia.8 Kondisi

sosioekonomi pasien di RS dapat dilihat melalui sistem pembayarannya. 15)

Frekuensi ANC Pal A dkk menyebutkan bahwa eklampsia banyak terjadi pada ibu

yang kurang mendapatkan pelayanan ANC yaitu sebesar 6,14% 19 dibandingkan

dengan yang mendapatkan ANC sebesar 1,97%.28 Studi case control di Kendal

menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu terbesar (51,8%) adalah perdarahan dan

eklampsia. Kedua penyebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pelayanan antenatal

yang memadai atau pelayanan berkualitas dengan standar pelayanan yang telah

ditetapkan.29 3.4 Etiologi dan Patofisiologi Eklampsia 3.4.1 Etiologi dan

Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan Hingga saat ini etiologi dan patogenesis

dari hipertensi dalam kehamilan masih belum diketahui dengan pasti. Telah banyak

hipotesis yang diajukan untuk mencari etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam

kehamilan namun hingga kini belum memuaskan sehinggan Zweifel menyebut

preeklampsia dan eklampsia sebagai “the disease of theory”.20 Adapun hipotesis

yang diajukan diantaranya adalah : 1) Genetik Terdapat suatu kecenderungan bahwa

faktor keturunan turut berperanan dalam patogenesis preeklampsia dan eklampsia.

Telah dilaporkan adanya peningkatan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia

pada wanita yang dilahirkan oleh ibu yang menderita preeklampsia preeklampsia dan

eklampsia. 21 Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada kejadian

preeklampsia dan eklampsia adalah peningkatan Human Leukocyte Antigene (HLA)

pada penderita preeklampsia. Beberapa 20 peneliti melaporkan hubungan antara

histokompatibilitas antigen HLADR4 dan proteinuri hipertensi. Diduga ibu-ibu

dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi terhadap

perkembangan preeklampsia eklampsia dan intra uterin growth restricted (IUGR)

daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut. Peneliti lain menyatakan kemungkinan

preeklampsia eklampsia berhubungan dengan gen resesif tunggal.21 Meningkatnya

prevalensi preeklampsia eklampsia pada anak perempuan yang lahir dari ibu yang

menderita preeklampsia eklampsia mengindikasikan adanya pengaruh genotip fetus

terhadap kejadian preeklampsia. Walaupun faktor genetik nampaknya berperan pada

preeklampsia eklampsia tetapi manifestasinya pada penyakit ini secara jelas belum

dapat diterangkan. 2) Iskemia Plasenta Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas

akan menginvasi desidua dan miometrium dalam dua tahap. Pertama, sel-sel trofoblas

Page 10: Clerk Maroef

endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak

jaringan elastis pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri serta

mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir

trimester I dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada deciduomyometrial

junction. 22 Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel

trofoblas di mana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam

hingga kedalaman miometrium. Selanjutnya 21 terjadi proses seperti tahap pertama

yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta perubahan

material fibrionid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang

berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadi

dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang

meningkat pada kehamilan.22 Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak

berjalan sebagaimana mestinya disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) tidak semua arteri

spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas; (2) pada arteri spiralis yang

mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi

invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada

dalam miometrium tetapi mempunyai dinding muskulo-elastis yang reaktif yang

berarti masih terdapat resistensi vaskuler. 22 Gambar 2. Perbedaan arteri spiralis pada

kehamilan normotensi (atas) dan hipertensi (bawah). Sel sitotrofoblas menginvasi

dengan baik pada kehamilan normotensi.8 Disamping itu juga terjadi arterosis akut

(lesi seperti atherosklerosis) pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri

bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan

penurunan aliran darah ke plasenta dan berhubungan dengan luasnya daerah infark

pada plasenta.22 Pada preeklampsia, adanya daerah pada arteri spiralis yang memiliki

resistensi vaskuler disebabkan oleh karena kegagalan invasi trofoblas ke arteri spiralis

pada tahap kedua. Akibatnya, terjadi 23 gangguan aliran darah di daerah intervilli

yang menyebabkan penurunan perfusi darah ke plasenta. 21-22 Hal ini dapat

menimbulkan iskemi dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya

pertumbuhan bayi intra uterin (IUGR) hingga kematian bayi. 3) Prostasiklin-

tromboksan Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di sel

endotel yang berasal dari asam arakidonat di mana dalam pembuatannya dikatalisis

oleh enzim sikooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan cAMP intraselular pada

sel otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator dan anti agregasi

trombosit.21 Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit, berasal dari asam arakidonat

dengan bantuan enzim siklooksigenase. Tromboksan memiliki efek vasikonstriktor

dan agregasi trombosit prostasiklin dan tromboksan A2 mempunyai efek yang

berlawanan dalam mekanisme yang mengatur interaksi antara trombosit dan dinding

pembuluh darah.21 24 Gambar 3. Mekanisme pembentukan Tromboksan A2 dan

Prostasiklin. Pada kehamilan normal terjadi kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu,

plasenta dan janin. Sedangkan pada preeklampsia terjadi penurunan produksi

Page 11: Clerk Maroef

prostasiklin dan kenaikan tromboksan A2 sehingga terjadi peningkatan rasio

tromboksan A2 : prostasiklin.21 Pada preeklampsia terjadi kerusakan sel endotel akan

mengakibatkan menurunnya produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat

pembentuknya prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan sebagai

kompensasi tubuh terhadap kerusakan endotel tersebut. Preeklampsia berhubungan

dengan adanya vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi hemostasis. Perubahan

aktivitas tromboksan memegang peranan sentral pada proses ini di mana hal ini

sangat berhubungan dengan ketidakseimbangan antara tromboksan dan

prostasiklin.21-22 25 Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan

penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivasi agregaasi trombosit dan

fibrinolisis yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan

mengkonsumsi antitrombin III shingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit

menyababkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga akan terjadi

vasospasme dan kerusakan endotel. 4) Imunologis Beberapa penelitian menyatakan

kemungkinan maladaptasi imunologis sebagai patofisiologi dari preeklampsia. Pada

penderita preeklampsia terjadi penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan

penderita yang normotensi yang dimulai sejak awal trimester II. Antibodi yang

melawan sel endotel ditemukan pada 50% wanita dengan preeklampsia, sedangkan

pada kontrol hanya terdapat 15%.22 Maladaptasi sistem imun dapat menyebabkan

invasi yang dangkal dari arteri spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan

disfungsi sel endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF-α dan

IL-1), enzim proteolitik dan radikal bebas oleh desidua.22 Sitokin TNF-α dan IL-1

berperanan dalam stress oksidatif yang berhubungan dengan preeklampsia. Di dalam

mitokondria, TNF-α akan merubah sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal

bebasoksigen yang selanjutkan akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini

dihambat oleh antioksidan.21 26 Gambar 4. Mekanisme patofisiologi preeklampsia

eklampsia. Gambar 5. Sistem imun dalam patofisiologi preeklampsia. Radikal bebas

yang dilepaskan oleh sel desidua akan menyebabkan kerusakan sel endotel. Radikal

bebas-oksigen dapat menyebabkan pembentukan lipid perioksida yang akan membuat

radikal bebas lebih toksik dalam merusak sel endotel. Hal ini akan 27 menyebabkan

gangguan produksi nitrit oksida oleh endotel vaskuler yang akan mempengaruhi

keseimbangan prostasiklin dan tromboksan di mana terjadi peningkatan produksi

tromboksan A2 plasenta dan inhibisi produksi prostasiklin dari endotel vaskuler.21

Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi sel makrofag lipid laden,

aktivasi dari faktor koagulasi mikrovaskuler (trombositopenia) serta peningkatan

permeabilitas mikrovaskuler (oedem dan proteinuria).21 Antioksidan merupakan

kelompok besar zat yang ditunjukan untuk mencegah terjadinya overproduksi dan

kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Telah dikenal beberapa antioksidan

yang poten terhadap efek buruk dari radikal bebas diantaranya vitamin E (α-

tokoferol), vitamin C dan β-caroten.21 Zat antioksidan ini dapat digunakan untuk

Page 12: Clerk Maroef

melawan perusakan sel akibat pengaruh radikal bebas pada preeklampsia. 28 Gambar

6. Patofisiologi terjadinya gangguan hipertensi dalam kehamilan. 3.4.2 Etiologi dan

Patofisiologi Kejang Eklamptik Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui

secara pasti. Kejang eklamptik dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi

lokal otak, dan fokus perdarahan di korteks otak.18 Kejang juga sebagai manifestasi

tekanan pada pusat motorik di daerah lobus frontalis.10 Beberapa mekanisme yang

diduga sebagai etiologi kejang adalah sebagai berikut :8 a) Edema serebral b)

Perdarahan serebral c) Infark serebral d) Vasospasme serebral e) Pertukaran ion

antara intra dan ekstra seluler 29 f) Koagulopati intravaskuler serebral g) Ensefalopati

hipertensi

Berdasarkan waktu terjadinya eklampsia dapat di bagi :

1.      Eklampsia gravidarum

·         Kejadian 50% sampai 60 %

·         Serangan terjadi dalam keadaan hamil

2.      Eklampsia parturientum

·         Kejadian sekitar 30 % sampai 50 %

·         Saat sedang inpartu

·         Batas dengan eklampsia gravidarum sukar di tentukan terutama saat mulai

inpartu

3.      Eklampsia puerperium

·         Kejadian jarang 10 %

·         Terjadi serangan kejang atau koma seletah persalinan berakhir

Kejang – kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :

1.      Tingkat awal atau aura

·         Berlangsung 30 – 35 detik

·         Tangan dan kelopak mata gemetar

·         Mata terbuka dengan pandangan kosong

·         Kepala di putar ke kanan atau ke kiri

2.      Tingkat kejang tonik

Page 13: Clerk Maroef

·         Berlangsung sekitar 30 detik

·         Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti, dapat diikuti sianosis,

tangan menggenggam, kaki di putar kedalam, lidah dapat tergigit.

3.      Tingkat kejang klonik

·         Berlangsung 1 sampai 2 menit

·         Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik

·         Konsentrasi otot berlangsung cepat

·         Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus

·         Mata melotot

·         Mulut berbuih

·         Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis

·         Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan

4.      Tingkat koma

·         Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas

·         Diikuti,yang lamanya bervariasi

Selama terjadi kejang – kejang dapat terjadi suhu naik mencapai 40 ˚c, nadi

bertambah cepat, dan tekanan darah meningkat.

Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.

1.      Komplikasi ibu :

·         Dapat menimbulkan sianosis

·         Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru

·         Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan

jantung mendadak

·         Lidah dapat tergigit

·         Jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka – luka

·         Gangguan fungsi ginjal

Page 14: Clerk Maroef

·         Perdarahan

·         Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikhterus

2.      Komplikasi janin dalam rahim :

·         Asfiksia mendadak

·         Solusio plasenta

·         Persalinan prematuritas

Berbagai faktor yang mempengaruhi eklampsia :

·         Jumlah primigravida terutama primigravida muda

·         Distensi rahim berlebihan yaitu hidramnoin, hamil ganda dan mola hidatosa

·         Adanya penyakit yang menyertai kehamilan yaitu diabetes mellitus,

kegemukan

·         Jumlah umur ibu di atas 35 tahun

B.    Etiologi eklampsia

Dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak, payah jantung atau payah

ginjal, dan aspirasi cairan lambung atau edema paru – paru. Sedangkan penyebab

kematian bayi adalah asfiksia intrauterine dan persalinan prematuritas.

Mekanisme kematian janin dalam rahim pada penderita eklampsia :

a.       Akibat kekurangan O2 menyebabkan perubahan metabolisme ke arah lemak

dan protein dapat menimbulkan badan keton

b.      Meransang dan mengubah keseimbangan nervus simfatis dan nervus vagus

yang menyebabkan :

·     Perubahan denyut jantung janin menjadi takikardi dan dilanjutkan menjadi

bradikardi serta irama yang tidak teratur

·     Peristaltis usus bertambah dan sfingter ani terbuka sehingga di keluarkannya

mekonium yang akan masuk ke dalam paru – paru pada saat pertama kalinya

neonatus aspirasi.

c.       Sehingga bila kekurangan O2 dapat terus berlangsung keadaan akan bertambah

gawat sampai terjadinya kematian dalam rahim maupun di luar rahim .

Page 15: Clerk Maroef

Oleh sebab itu perlu memperhatikan  komplikasi dan tingginya angka kematian ibu

dan bayi. Maka usaha utama adalah mencegah pre eklampsia menjadi eklampsia

perlu diketahui bidan dan selanjutnya melakukan rujukan ke rumah sakit.

C.   Patofisiologi eklampsia

Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang

berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar aldosteron

yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal.

Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air

dan natrium. Serta pada eklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein

meningkat.

Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan

gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi  pertumbuhan janin terganggu sehingga

terjadi gawat-janin sampai menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenisasi.

Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada

eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,

sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang

penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam

dan air. Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan

antara tingkat filtrasi glomelurus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada

kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi

glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus akibat spasmus arteriolus ginjal

menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan

retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari

normal, sehingga menyebabkan diuresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi

oliguria atau anuria.

Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada  beberapa

arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan oleh edema

intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan . Setelah persalinan

berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Skotoma, diplopia, dan

ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan

Page 16: Clerk Maroef

ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri

atau dalam retina.

Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia. Komplikasi

disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa resistensi

pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi  pada

eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia

akan menurun.

Metabaolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia

sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang interstisial.

Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan

bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah

meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke

jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang  akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan

keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai

sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan.

Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara.

Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus, sehingga

menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi sehingga

natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas

natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada kehamilan

cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek dan

kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.

D.   Diagnosis eklampsia

Eklampsia selalu didahului oleh pre eklampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan

dengan predisposisi pre eklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dideteksi sedini

mungkin gejala – gejala eklampsia. Sering di jumpai perempuan hamil yang tampak

sehat mendadak menjadi kejang – kejang eklampsia karena tidak terdeteksi adanya

pre eklampsia sebelumnya.

 Eklampsia harus dibedakan dari epilepsy ; dalam anamnesis diketahui adanya

serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dengan tanda pre eklampsia tidak ada,

kejang akibat obat anastesi, koma karena sebab lain.

E.   Komplikasi eklampsia

Page 17: Clerk Maroef

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia.

Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan

eklampsia :

1.      Solusio plasenta

Karena adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah,

sehingga terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan sebagian plasenta

dapat terlepas.

2.      Hipofibrinogenemia

Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di bawah 100 mg

persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.

3.      Hemolisis

Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran

sel darahmerah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala

klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.

4.      Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita

eklampsia.

5.      Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu.

Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan

terjadinya apopleksia serebri.

6.      Edema paru – paru

7.      Nekrosis hati

Page 18: Clerk Maroef

 Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol

umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama

penentuan enzim-enzimnya.

8.      Sindroma HELLP

Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan

enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik.

Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai

beberapa hari setelah melahirkan.

9.      Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat

timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

10.  Kopmlikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat

kejang -  kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.

11.  Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.

F.    Prognosa eklampsia

Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta

korban besar dari ibu dan bayi ( Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005 ).

Diurese dapat dipegang untuk prognosa ; jika diurese lebih dari 800 cc dalam 24 jam

atau 200 cc tiap 6 jam makan prognosa agak baik. Sebaliknya oliguri dan anuri

merupakan gejala yang buruk.

Gejala – gejala lain memperberat prognosa dikemukakan oleh Eden ialah ; koma

yang lama, nadi di atas 120 x / menit, suhu di atas 39 ˚c, tekanan darah di atas 200

mmHg, proteinuria 10 gram sehari atau lebih, tidak adanya edema, edema paru – paru

dan apoplexy merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian.

G.  Pencegahan eklampsia

Page 19: Clerk Maroef

Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah atau frekuensinyadi kurangi.

Usaha – usaha untuk menurunkan eklampsia terdiri atas meningkatkan jumlah balai

pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita haiml memeriksa diri

sejak hamil muda, mencari pada tiap pemeriksaan tanda – tanda pre eklampsia dan

mengobatinya segera apabila ditemukan, mengakhiri kehamilan sedapatnya pada

kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda – tanda pre eklampsia tidak juga

dapat hilang. ( Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005 )

H.  Penanganan eklampsia

Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan

kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan

ibu mengizinkan. Penanganan yang dilakukan :

·         Beri obat anti konvulsan

·         Perlengkapan untuk penanganan kejang

·         Lindungi pasien dari kemungkinan trauma

·         aspirasi mulut dan tenggorokan

·         baringkan pasien pada sisi kiri

·         posisikan secar trandelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi

·         berikan oksigen 4 – 6 liter / menit.

I.      Pengobatan eklampsia

Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan pengobatan di

rumah sakit untuk memberikan pertolongan yang adekuat.

Konsep pengobatannya :

a.       Menghindari terjadinya :

·         Kejang berulang

·         Mengurangi koma

·         Meningkatkan jumlah dieresis

b.      Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :

·         Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium

·         Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan valium 10 sampai 20

mgr

Page 20: Clerk Maroef

c.       Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:

·         Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah

·         Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan O2

·         Hindari terjadinya trauma tambahan

Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit sebagai berikut :

1.      Kamar isolasi

-   Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan

-  Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien

-  Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas

2.      Pengobatan medis

Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan meningkatkan

vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :

-  Sistem stroganof

-  Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang

-  Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah , mengurangi sensitivitas

saraf pada sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan sirkulasi iskemia

plasenta sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.

-  Diazepam atau valium

 -     Litik koktil

3.      Pemilihan metode persalinan

Pilihan pervaginam diutamakan :

-  Dapat didahului dengan induksi persalinan

-     Bahaya persalinan ringan

-    Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban,

mempercepat pembukaan, dan tindakan curam untuk mempercepat kala pengeluaran.

-    Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual

Page 21: Clerk Maroef

-    Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika

Pertimbangan seksio sesarea :

-  Gagal  induksi persalinan pervaginam

-   Gagal pengobatan konservatif

BAB III

KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN

            Proses manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah agar

pelayanan yang komprehensif dapat tercapai. Proses manajemen terdiri dari tujuh

langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dari pengumpulan data dasar

yang berakhir dengan evaluasi. Kutujuh langkah tersebut membentuk kerangka

lengkap yang dapat diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah-

langkah dapat dipecah menjadi langkah-langkah tertentu dan bisa berubah sesuai

dengan bagaimana keadaan pasien.

A.    Langkah I (Pengkajian)

1.         DATA SUBJEKTIF

a.             Biodata atau identitas pasien

a)            Istri

·               Nama

Untuk mengetahui agar tidak keliru bila ada kesamaan nama dengan klien dan

sebagai pengenal.

·               Umur

Untuk mengetahui pengaruh umur terhadap permasalahan kesehatan pasien/klien.

·               Alamat

         Untuk  mempermudah hubungan bila diperlukan saat keadaan mendesak.

Dengan diketahuinya alamat tersebut, bidan dapat mengetahui tempat tinggal

Page 22: Clerk Maroef

pasien/klien dan lingkungannya. Dengan tujuan untuk memudahkan menghubungi

keluarganya, menjaga kemungkinan bila ada nama ibu yang sama, untuk dijadikan

petunjuk saat kunjungan rumah.

·               Pekerjaan

Untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap permasalahan

kesehatan pasien/klien. Dengan mengetahui pekerjaan pasien/klien, bidan dapat

mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonominya agar nasehat bidan sesuai

dan tidak mempengaruhi pada pekerjaanya.

·               Agama

Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap  kesehatan pasien yang

dipengaruhi oleh kebiasaan dan kebudayaan. Dengan diketahuinya agama

pasien/klien, akan memudahkan bidan melakukan pendekatan di dalam melaksanakan

asuhan kebidanan.

·               Pendidikan

Untuk mengetahui tingkat intelektualnya. Tingkat pendidikan mempengaruhi sikap

perilaku kesehatan seseorang.

·               Status Perkawinan

Untuk mengetahui kemungkinan pengaruh status perkawinan terhadap masalah

kesehatan. Bila diperlukan ditanyakan tentang perkawinan keberapa kalinya.

·               Suku/Ras

Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebiasaan kesehatan

pasien/klien. Dengan diketahuinya suku/ras pasien/klien, akan memudahkan bidan

melakukan pendekatan di dalam melaksanakan asuhan kebidanan.

 Karakteristik yaitu pada pengaruh umur ibu terhadap permasalahan kesehatan

pasien/klien. Dalam kurun waktu reproduksi sehat, bahwa usia produksi baik untuk

kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Karena merupakan faktor predisposisi

terjadinya eklamsia.

b)             Suami

·               Nama

·               Umur

Page 23: Clerk Maroef

·               Alamat

·               Pekerjaan

·               Agama

·               Pendidikan

·               Suku/Ras

b.      Keluhan utama

Merupakan alasan utama pasien untuk datang ke tempat pelayanan kesehatan dan apa

saja yang dirasakan pasien. Yang  umumnya pasien datang dengan keluhan nyeri

kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri di epigastrium dan

hiperrefleksia.

c.       Riwayat perkawinan

Untuk mengetahui status perkawinan, umur saat kawin, berapa lama kawin baru

hamil dan mengetahui keadaan psikologis pasien.

d.      Riwayat menstruasi

Untuk mengetahui kapan terjadinya menarche, siklus haid, banyaknya haid, lamanya

haid, apakah ada nyeri pada saat haid.

e.       Riwayat obstetric yang lalu

Riwayat kehamilan , persalinan, dan nifas yang lalu apakah ibu juga mengalami tanda

– tanda eklampsia.

f.       Riwayat kehamilan sekarang

Untuk mengetahui tuanya kehamilan dan tafsiran persalinan ibu dan keluhan yang

dirasakan ibu selama kehamilannya.

g.      Riwayat kesehatan sekarang dan lalu

Page 24: Clerk Maroef

Untuk mengetahui faktor-faktor penyakit yang telah diderita ibu yang berkaitan

dengan arah Predisposisi eklamsia yaitu hipertensi.

 

h.      Riwayat kesehatan keluarga

Mengetahui  mengenai penyakit keturunan seperti  hipertensi dan   DM, jantung,

asma, dll. Dan yang paling mencakup pada eklampsia  dengan hipertensi.

i.        Riwayat psikososial

Untuk mengetahui keadaan psikososial pasien atau klien perlu ditanyakan antara

lain : Jumlah anggota keluarga, dukungan materil dan moril yang didapat dari

keluarga, kebiasaan-kebiasaan yang menguntungkan kesehatan,kebiasaan yang

merugikan kesehatan.

2.      DATA OBJEKTIF

Dikumpulkan melalui pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus.

a.       Pemeriksaan umum :

1. Tekanan darah

Dimana kenaikan tekanan darah pada ibu penderita eklampsia meningkat lebih dari

140 / 90 mmHg.

2. Berat badan

Pada pemeriksaan awal maupun ulang untuk mengevaluasi kenaikan BB yaitu bila

kenaikan berat badan ½ kg per minggu dinyatakan normal, sedang berat badan dalam

1 minggu naik 1 kg sampai beberapa kali, ini perlu diwaspadai.

b.      Pemeriksaan khusus

Inspeksi

pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat/memandang dari kepala sampai

ujung kaki.

Page 25: Clerk Maroef

Yang dinilai bentuk tubuh yang normal, kebersihan kulit, rambut, muka, conjunctiva,

sklera, hidung dan telinga, mulut, leher , payudara, keadaan putting susu menonjol

atau tidak, colostrums ada atau tidak, perut membesar sesuai dengan tua kehamilan,

apakah ada bekas luka operasi, vulva apakah bersih, ada varises atau tidak, oedema

dan pengeluaran dari vagina. Anus apakah ada haemorhoid, extremitas atas dan

bawah apakah ada kelainan.

Muka, ekstremitas atas dan bawah :

Akan terjadi edema karena penimbunan cairan umum dan berlebihan dalam jaringan

tubuh yang dijumpai pada muka, kaki maupun jari tangan yang tidak hilang setelah

istirahat.

Palpasi

pemeriksaan yangdilihat dengan cara meraba.

Dengan cara menggunakan cara Leopold, kemungkinan yang ditemukan ialah :

Leopold I             : untuk mengetahui TFU,  usia kehamilan dan mengetahui bagian

janin yang berada di fundus.

Leopold II           : untuk mengetahui punggung dan ekstremitas janin.

Leopold III          : menentukan apa yang terdapat di bagian bawah perut ibu apakah

sudah masuk PAP / belum.

Leopold IV          : menentukan bagian bawah janin dan berapa bagian terbawah

janin yang masuk ke dalam rongga panggul

Auskultasi

Untuk dapat mendengar bunyi jantung janin, frekuensinya, teratur atau tidak dan di

periksa pada posisi puctum maksimum. Serta mengetahui adanya keadaan janin

didalam kandungan dalam mendeteksi gawat janin / tidak.

Perkusi

Page 26: Clerk Maroef

Untuk mengetahui refleks patella kiri dan kanan positif / negative.

·         Pemeriksaan panggul

Untuk mengetahui normal atau tidaknya ukuran panggul  dengan pengukuran jangka

panggul.

3.      DATA PENUNJANG

·         Laboratorium

Darah     : Hb, Haematokrit, dan golongan darah.

Urine      : Kemungkinan ditemukan protein dalam urine 10 gram sehari atau lebih.

USG       : Untuk mengetahui keadaan janin baik tunggal atau tidak dan baik

intrauterine atau tidak.

  

A.    Langkah II ( interpretasi data )

Diagnosa kebidanan

Ibu hamil ,G….P….A…H…., usia kehamilan, janin hidup / tidak, tunggal / kembar,

intrauterine / ekstrauterin, letkep / letsu,keadaan jalan lahir, KU ibu dan janin baik

atau tidak.

Dasar : 

Melalui anamnesa tanda pasti hamil : pergerakan janin pertama kali dirasakan ibu,

terdengar DJJ saat pemeriksaan auskultasi oleh bidan, foto rontgen tampak jelas

organ janin. Usia kehamilan melalui HPHT dan TFU, janin tunggal dengan teraba

satu bagian keras dan dua bagian tonjolan kecil, intrauterin dengan saat pemeriksaan

palpasi terasa kontraksi dan ibu tidak merasakan nyeri, bagian terbawah janin dengan

letak kepala, pu – ka / pu – ki, sesuai dengan keadaan jalan lahir normal, KU ibu dan

janin baik / tidak .

Masalah yang kemungkinan terjadi :

Melalui anamnesa ibu mengeluhkan nyeri kepala di daerah frontal, gangguan

penglihatan, mual, nyeri epigastrium, dan hiperrefleksia yang  dengan adanya tanda

Page 27: Clerk Maroef

eklampsia. apabila tidak di atasi maka dapat menimbulkan kejang sampai koma pada

ibu.

B.     Langkah III ( mengidentifikasi masalah atau masalah potensial )

Masalah potensial ditentukan berdasarkan masalah dan diagnosa yang sudah

diidentifikasikan. Kemungkinan yang timbul : solusio plasenta, hipofibrinogenemia,

hemolisis, perdarahan otak, kelainan mata, edema paru – paru, nekrosis hati,

sindroma HELLP, kelainan ginjal, gangguan pernafasan, kejang sampai koma,

prematuritas, dismaturitas,  kematian janin intrauterine dan kematian ibu.

C.     Langkah IV ( Tindakan segera )

Bebaskan jalan nafas, dengan memasang spatel pada mulut ibu agar lidah

tidak tergigit dan jalan nafas bisa terbuka. 

 Baringkan pasien pada sisi kiri dengan posisi trendelenbrug untuk

mengurangi resiko aspirasi

Beri O2 4 sampai 6 liter / menit

Pasang infus glukosa 5 % di tambah dengan valium 10 – 20 mgr

Kontrol KU pasien

Hindari terjadinya trauma tambahan sebab pasien dapat terjatuh dari tempat

tidurnya saat terjadinya kejang.

 Kolaborasi dengan dokter Sp,OG dan segera rujuk untuk penanganan

selanjutnya

 D.    Langkah V ( Perencanaan atau intervensi )

  Memberitahukan kepada keluarga hasil pemeriksaan ibu

 Menganjurkan keluarga untuk mengatur posisi ibu dengan kaki sedikit lebih

tinggi dari pada kepala

Memantau perkembangan KU secara adekuat

Memberikan keluarga motivasi berupa dukungan dan semangat emosional

Membuat informed consent

Page 28: Clerk Maroef

Menyiapkan BAKSOKUDA

Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp, Og untuk pemberian therapy dan

penanganan selanjutnya

Lakukan rujukan segera

Page 29: Clerk Maroef

2.2 KEHAMILAN POST DATE

WHO mendefinisikan kehamilan lewat waktu sebagai kehamilan usia ≥ 42

minggu penuh (294 hari) terhitung sejak hari pertama haid terakhir.

Epidemiologi Insidensi kehamilan lewat waktu berkisar antara 4-19 % •

Diperkirakan 6 % dari 4 juta bayi yang lahir di Amerika Serikat selama 2006 lahir

pada usia kehamilan 42 minggu atau lebih.

Faktor resiko dari kehamilan post term antara lain: 1. Primiparitas 2.

Riwayat kehamilan post term sebelumnya 3. Anensephali janin 4. Jenis kelamin bayi

adalah laki-laki 5. Predisposisi genetik

Diagnosis • USG di trimester pertama untuk menentukan usia kehamilan •

Jika tidak ada USG, maka lakukan anamnesis yang baik untuk menentukan hari

pertama haid terakhir • Pada beberapa penelitian, penentuan usia kehamilan dengan

tanggal HPHT tidak akurat • Penentuan dengan USG menunjukan proporsi usia

kehamilan yang lebih rendah dengan USG dibandingkan dengan HPHT • Semakin

dini dilakukan pemeriksaan USG (12 minggu atau kurang) makin rendah insidensi

kehamilan post term

Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan USG untuk menentukan berat janin,

posisi janin, air ketuban, dan usia kehamilan • Usia kehamilan paling baik ditentukan

melalui USG di usia kehamilan 12 minggu atau kurang • Pemeriksaan CTG untuk

menilai kesejahteraan janin • Oligohidramnion digambarkan pada USG melalui

Indeks Cairan Amnion (AFI) ≤ 5

Penatalaksanaan • Berdasarkan ACOG, jika dalam 41 minggu tanpa

komplikasi pantau kesejahteraan janin 42 minggu diperiksa apakah ada

komplikasi atau tidak • Jika ada (ganggunan janin dan oligohidramnion) induksi •

Jika tidak ada, pantau kesejahteraan janin dan induksi (terutama dengan pematangan

serviks) • Belum ada penelitian yang membedakan persalinan pada 41 dan 42 minggu

kematian perinatal 0,7% dan 3 % per 1000 kehamilan pada 41 dan 42 minggu

konsep intervensi pada 41 minggu

Prognosis • Kehamilan lewat waktu menyebabkan komplikasi pada janin •

Bayi yang dilahirkan lebih dari 42 minggu atau lebih akan beresiko mengalami

ensepalopati neonatal yang dapat menyebabkan Cerebral palsy • Distosia bahu dan

trauma pada kehamilan akan meningkat pada kehamilan lewat waktu •

Oligohidramnion dan hipoksia janin • Makrosomia juga menjadi salah satu

komplikasi pada kehamilan post term akibat pertumbuhan janin yang terus terjadi

meskipun melewati 37 minggu

Page 30: Clerk Maroef

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, dkk. Williams Obstetric, ed. 23. McGraw-Hill; 2010

Patricia Crowley. Prolonged pregnancy in Dewhurst's Textbook of Obstetrics and

Gynaecology 7th Edition. Blackwell Publishing

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013

Matthew J. Neff. ACOG Releases Guidelines on Management of Postterm

Pregnancy. Am Fam Physician. 2004 Dec 1;70(11):2221-2225.