cleft palatum

25
TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Celah bibir dan palatum (cleft lip and palate/ CLP) atau suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut. Kelainan ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Gangguan ini dapat terjadi bersama celah bibir dan langit-langit. Kelainan ini adalah jenis cacat bawaan yang disebabkan oleh gangguan pembentukan organ tubuh wajah selama kehamilan. 3 Insidensi celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang Asia lebih besar daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit 1:750- 1000 kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1:750 kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sementara celah langit- langit lebih sering pada anak perempuan.Insidensi bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. 3 Celah bibir dan palatum merupakan tantangan khusus untuk komunitas medis. Perhatian khusus diperlukan untuk pasien dengan langit-langit mulut terbelah. Produksi suara, makan, pertumbuhan rahang atas, dan pertumbuhan

Upload: wiwidhipw18

Post on 18-Dec-2015

113 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKAPENDAHULUANCelah bibir dan palatum (cleft lip and palate/ CLP) atausuatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut.Kelainan ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Gangguan ini dapat terjadi bersama celah bibir dan langit-langit. Kelainan iniadalah jenis cacat bawaan yang disebabkan oleh gangguan pembentukan organ tubuh wajah selama kehamilan.3Insidensi celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang Asia lebih besar daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1:750 kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sementara celah langit-langit lebih sering pada anak perempuan.Insidensi bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. 3Celah bibir dan palatum merupakan tantangan khusus untuk komunitas medis. Perhatian khusus diperlukan untuk pasien dengan langit-langit mulut terbelah. Produksi suara, makan, pertumbuhan rahang atas, dan pertumbuhan gigi adalah beberapa tahap-tahap perkembangan penting yang mungkin terpengaruh.Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu pada waktu menyusui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan CLP adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb > 10g%. Dengan demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3 bulan.3Cacat tetap bila tidak dilakukan rekontruksi akan menyebabkan masa depan yang suram dan rendah diri selamanya. Tujuan operasi celah bibir adalah untuk menutup celah pada bibir sehingga didapatkan bibir yang mendekati normal baik dalam fungsi maupun bentuk untuk memperbaiki penampilan.5

DefinisiCleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschisis, anak biasanya pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau.1 Cleft palate dapat terjadi pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut yaitu hard palate atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu soft palate. Cleft palate mempunyai banyak sekali implikasi fungsional dan estetika bagi pasien dalam interaksi social mereka terutama kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dan penampilan wajah mereka. Koreksi sebaiknya sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama tentang cara memberikan minum agar gizi anak memadai saat anak akan menjalani bedah rekonstruksi. Kelainan bawaan ini sebaiknya ditangani oleh tim ahli yang antara lain terdiri atas ahli bedah, dokter spesialis anak, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan rahang dengan giginya, dan ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara.1

AnatomiPalatum terdiri atas palatum durum dan palatum molle (velum) yang bersama-sama membentuk atap rongga mulut dan lantai rongga hidung. Processus palatine os maxilla dan lamina horizontal dari os palatine membentuk palatum durum. Palatum molle merupakan suatu jaringan fibromuskuler yang dibentuk oleh beberapa otot yang melekat pada bagian posterior palatum durum.4 Terdapat enam otot yang melekat pada palatum durum yaitu m. levator veli palatine, m. constrictor pharyngeus superior, m.uvula, m.palatopharyngeus, m.palatoglosus dan m.tensor veli palatini. Ketiga otot yang mempunyai konstribusi terbesar terhadap fungsi velopharyngeal adalah m.uvula, m.levator veli palatine, dan m.constriktor pharyngeus superior. M.uvula berperan dalam mengangkat bagian terbesar velum selama konstraksi otot ini. M.levator veli palatine mendorong velum kearah superior dan posterior untuk melekatkan velum ke dinding faring posterior. Pergerakan dinding faring ke medial, dilakukan oleh m.constriktor pharyngeus superior yang membentuk velum kearah dinding posterior faring untuk membentuk sfingter yang kuat. M.palatopharyngeus berfungsi menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah medial. M.palatoglossus terutama sebagai depressor palatum, yang berperan dalam pembentukan venom nasal dengan membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui rongga hidung. Otot yang terakhir adalah m.tensor veli palatine. Otot ini tidak berperan dalam pergerakan palatum. Fungsi utama otot ini menyerupai fungsi m.tensor timpani yaitu menjamin ventilasi dan drainase dari tuba auditiva. 1,4Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk melalui foramen palatine mayor. Sedangkan a.palatina minor dan m.palatina minor lewat melalui foramen palatine minor. Innervasi palatum berasal dari n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk pleksus yang menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum juga mendapat innervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan disebelah posterior dari pleksus.4

Etiologi1. Faktor genetikFaktor herediter mempunyai dasar genetik untuk terjadinya celah palatum telah diketahui tetapi belum dapat dipastikan sepenuhnya. Sekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama. Mutasi dari gen IRF 6 pada kromosom 1q32 kemungkinan berkontribusi sampai 12% pada etiologi genetik dari celah bibir dan palatum. 4,6,7Teori lain mengatakan bahwa celah bibir terjadi karena :5,6,7 Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak kebalan embrio terhadap terjadinya celah. Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi kongenital yang ganda. Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti dengan anomali kongenital yang lain. 2. Faktor lingkunganObat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid (golongan vitamin A), dan steroid beresiko menimbulkan palatoschisis pada bayi. Infeksi selama kehamilan semester pertama seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus, dihubungkan dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan yang menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti defisiensi asam folat) dapat menyebabkan palatoschisis.

EpidemiologiPerbedaan ras, geografis dan etnik mempengaruhi prevalensi celah bibir dan langitan. Diseluruh dunia, celah orofasial terjadi pada 1 tiap 700 kelahiran dan prevalensi celah bibir dengan atau tanpa celah langitan jauh lebih banyak daripada celah langitan terisolasi.8Prevalensi celah bibir dan langit-langit paling tinggi pada ras kulit putih dan paling sedikit pada ras kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1: 750 kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sementara celah langit-langit lebih sering pada anak perempuan.Insidensi bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Dengan demikian membutuhkan kerja keras dari berbagai pihak untuk dapat mengetahui secara pasti prevalensi celah bibir dan langitan secara akurat mengingat perbedaan ras, geografis dan etnik yang sangat luas sehingga pengumpulan data disuluruh dunia amat sukar dilakukan.3

KlasifikasiPalatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai dengan labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah hanya pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa. Celah pada keseluruhan palatum terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan palatum molle, dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis juga dapat bersifat unilateral atau bilateral. 7

Klasifikasi VeauVeau memperkenalkan metode klasifikasi celah wajah menjadi empat katagori yaitu : 2,31. Celah hanya pada jaringan palatum lunak 2. Celah pada jaringan palatum lunak dan keras 3. Celah bibir dan palatum unilateral 4. Celah bibir dan palatum bilateral Klasifikasi ini sangat sederhana dan tetap digunakan sampai saat ini. Namun demikian Veau tidak memasukkan celah bibir atau celah langitan terisolasi dalam klasifikasi ini. 2,3

Klasifikasi KernahanKlasifikasi Kernahan berdasarkan pada embriologi yang pakai foramen insisivum sebagai batas yang memisahkan celah pada palatum primer dari palatum sekunder. Palatum primer terdiri dari bibir atas, tulang alveolar dan palatum yang terletak dianterior foramen insisivum. Celah komplit pada palatum primer akan melibatkan semua struktur ini, palatum sekunder terdiri dari palatum keras dan palatum lunak dibelakang foramen insisivum.2,3Klasifikasi ini menggunakan metode strip Y. klasifikasi ini dikembangkan untuk mengatasi kekurangan klasifikasi verbal dan numeric dan memungkinkan identifikasi kondisi pasien preoperatif secara tepat.2,3

Keterangan a) Area 1 dan 4 menunjukkan sisi kanan dan kiri bibirb) Area 2 dan 5 menunjukkan tulang alveolarc) Area 3 dan 6 menunjukkan daerah palatum di anterior foramen insisivumd) Area 7 dan 8 menunjukkan palatum kerase) Area 9 menunjukkan palatum lunak

Manifestasi klinis1. Asupan ASIMasalah asupan ASI merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan celah bibir tidak sebaik normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusui. Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus.1,3,5,62. Asupan makanan Pada pasien celah bibir dan langitan terjadi hubungan antara rongga mulut dan hidung yang berakibat sukarnya penderita dalam menelan makanan atau minuman dimana penderita bisa tersedak bila tidak menggunakan alat bantu obturator / feeding plate. Akibatnya pasien biasanya memiliki berat badan kurang dari normal. 33. PendengaranPada pasien dengan celah yang melibatkan bagian posterior palatum durum dan palatum molle, otot tensor palatinii dari palatum molle berhubungan dengan tuba eustachius. Lemahnya aktivitas otot ini menyebabkan kurangnya drainase telinga tengah yang kemudian berakibat pada infeksi telinga tengah dan kadang menyebabkan rusaknya gendang telinga.1,3,5,64. Fungsi Bicara Hal ini diakibatkan velopharingeal incompetence. Bagian posterior palatum molle tidak mampu berkontak secara adekuat dengan posterior faring untuk menutup oro naso fasing sehingga suara yang dikeluarkan sengau. Gangguan fungsi bicara diperberat oleh gangguan pendengaran yang juga dialami penderita celah bibir dan langitan. 2,5,65. Kelainan dental Pada pasien cleah bibir dan langitan terdapat beberapa kelainan dental yang mengikutinya, antara lain : 3a. Anodontia partial. . b. Gigi supernumerary c. Gigi kaninus impaksi6. Masalah Psikologis Pasien dengan celah bibir dan langitan memiliki rasa percaya diri rendah dan cenderung menutup diri dari pergaulan. Mereka menghindari berbicara dengan orang lain karena merasa malu suara yang diucapkan sengau dan tidak jelas. Meskipun demikian tidak ada korelasi langsung antara celah bibir dan langitan dengan tingkat IQ dan kesuksesan dalam kehidupan.5,6

Diagnosa Diagnosa prenatalDeteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada kehamilan yang kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografiintrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses celah bibir dan celah langit-langit secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dibatasi pada biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal celah bibir dan celah langit-langit, yang memberikan keamanan dalam prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal.2Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki, celah bibir dan celah langit-langit belajar mengenai pemberian makanan khusus dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Deteksi dini juga memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga sebelum kelahiran dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan waktu konseling danrencana yang tepat, memungkinkan untuk melaksanakan perbaikan dari celah bibir unilateral pada minggu pertama kehidupan.2

(A) Ultrasonografi pada fetus dengan cleft bilateral , incomplete pada yang kiri, (B) foto anak yang sama setelah lahir sebelum dioperasi2

Diagnosa postnatalBiasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle, yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh lapisan mulut (mouth'slining) karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa hinggabeberapa waktu.2

Penatalaksanaan Terapi Non-BedahPenanganan kelainan celah bibir dan celah langitan memerlukan penanganan yang multidisiplin karena merupakan masalah yang kompleks, variatif dan memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan beberapa ilmu dan tenaga ahli, diantaranya dokter anak, dokter bedah plastik, dokter bedah mulut, pediatric dentists, orthodontist, prosthodontist, ahli THT (otolaryngologist), speech pathologist, geneticist dan psikiater atau psikolog untuk menangani masalah psikologis pasien.3Anak yang memiliki celah bibir dan atau celah langit-langit memiliki masalah dalam proses makan karena itu dibutuhkan metode agar anak tetap mendapat asupan gizi. Pemberian makan pada anak dengan celah langit-langit lebih sulit dibanding anak dengan celah bibir karena pada celah langit-langit, anak cenderung mengalami kesulitan menghisap atau menelan. Untuk mengatasinya, dapat digunakan dot khusus dengan nipple yang kecil agar aliran air susu bisa kontinu dan terkontrol. Berbeda dengan penderita celah bibir saja yang masih bisa diberi susu dengan botol atau dot biasa.3Beberapa praktisi merekomendasikan penggunaan obturator (plastic plate) untuk menutup celah selama anak sedang makan. Plate ini membutuhkan modifikasi agar selalu pas atau fit sejalan dengan perkembangan pertumbuhan langitan anak. Namun pada beberapa kasus celah langitan, bayi bisa diberi asupan makan tanpa menggunakan obturator yaitu bila orangtua bisa mengikuti instruksi pemberian makan yang benar. Posisi pemberian air susu kepada anak diperhatikan, posisi untuk anak yang menderita celah bibir dengan langit-langit atau celah langit-langit saja diusahakan lebih tegak (upright position) agar tidak mudah tersedak. Orangtua dapat menggendong bayinya pada 35-45 terhadap lantai. Dengan memberikan informasi dan pelatihan, bayi bisa diberi makan dengan menggunakan preemie nipple yaitu nipple yang sifatnya lebih lembut dan mudah disesuaikan dengan cleft atau dengan menggunakan nipple khusus seperti Mead-Johnson cross cut nipple dimana aliran susu dapat disesuaikan. Dapat juga merekomendasikan jenis dot khusus untuk anak dengan celah yaitu dot yang memiliki nipple yang panjang atau bersayap dimana susu yang keluar bisa langsung menuju ke faring.3Perbaikan secara bedah melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder. Prosedur pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung dari tingkat keparahan defeknya dan keputusan dari dokter bedahnya.3Waktu yang tepat untuk dilakukan operasi perbaikan masih diperdebatkan. Namun biasanya dokter bedah memilih waktu antara 24 jam sampai 12 bulan setelah kelahiran, ada juga beberapa dokter bedah yang menunda sampai beberapa bulan untuk menunggu bayi lebih besar dan lebih kuat. Jika tidak ada kontraindikasi medis, bisa diikuti rule of ten, yaitu dapat dilakukan operasi bila pasien berusia 10 minggu, berat badan 10 pon dan hemoglobin setidaknya 10 g/dl. Namun jika terdapat kondisi medis yang membahayakan kesehatan bayi, operasi ditunda sampai resiko medis minimal.3Penutupan bibir awal (primary lip adhesion) dilakukan selama beberapa bulan pertama lalu dilanjutkan dengan perbaikan langitan. Tujuan dari penutupan bibir awal ini adalah untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik, mengurangi insiden penyakit saluran pernafasan dan untuk mengizinkan perbaikan definitif tanpa halangan berupa jaringan scar yang berlebihan. Prostetik dan orthopedic appliances dapat digunakan untuk mencetak atau memperluas segmen maksila sebelum penutupan defek langitan.Selanjutnya, autogenus bone graft dapat ditempatkan pada daerah defek tulang alveolar.3Prosedur perbaikan sekunder jaringan lunak dan prosedur ortognatik dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan tampilan estetik. Teknik yang digunakan dalam penutupan celah bibir yang baik, selain berorientasi pada kesimetrisan dan patokan anatomi bibir juga memperhitungkan koreksi kelainan yang sering dijumpai bersamaan, misalnya hidung, baik pada saat yang bersamaan dengan labioplasty maupun pada kesempatan yang telah direncanakan kemudian hal ini untuk mempersiapkan jaringan dan menghindari parut atau scar yang berlebihan. Prosedur yang mungkin dilakukan antara lain seperti perbaikan konfigurasi anatomi bibir, hidung, langitan durum, langitan molle dan alveolus. Penggunaan alat ortodontik juga dapat dilakukan untuk mendapatkan susunan gigi geligi yang baik didalam lengkung rahang dan memiliki hubungan fungsional yang baik pula.3

Terapi BedahTerapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik.1,2Tujuan palatoplasty adalah memisahkan rongga mulut dan rongga hidung, membentuk katup velofaringeal yang kedap air dan kedap udara dan memperoleh tumbuh kembang maksilofasial yang mendekati normal. Tantangan daripada palatoplasty dewasa ini bukanlah hanya bagaimana menutup defek celah langit-langit namun juga bagaimana didapatkan fungsi bicara yang optimal tanpa mengganggu pertumbuhan maksilofasial1,4Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum, yaitu:1. Teknik von LangenbeckTeknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah palatum.1

2. Teknik V-Y push-backTeknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang diperbaiki.2

A) penentuan marking insisi. B) mukoperiosteal flap oral dielevasi dengan mempertahankan neurovascular bundle palatinus mayus pada kedua sisi dilanjutkan retroposisi dan repair m. levator velli palatine setelah penutupan mukoperiosteal nasal. C) penjahitan mukoperiousteum oral.2

3. Teknik double opposing Z-plastyTeknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi dari m.levator.1

4. Teknik SchweckendiekTeknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan.5. Teknik palatoplasty two-flapDiperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.2

A) marking desain flap B) Bipedikel mucoperiosteal flap dielevasi dari lateral relaxing incision ke margin celah langit-langit dilanjutkan dengan penutupan lapisan mucoperiosteum nasal. flap mucoperiosteum rongga mulut komplit.Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.Komplikasia. Obstruksi jalan nafas Pascabedah obstruksi jalan napas adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca-operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring sementara pasien tetap dibius dari anestasi. Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam pengelolaann situasi ini. Obstruksi jalan napas juga dapat menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran napas dinamika, terutama pada anak-anak dengan rahang kecil.2,3b. Pendarahan Selama pembedahan perdarahan adalah komplikasi yang sering terjadi pada langit-langit karena terdapat banyak pembuluh darahnya. Ini dapat berbahaya pada bayi karena kekurangan volume darah. Sebelum pembedahan penilaian tingkat haemoglobin dan platelet adalah penting.2,3c. PeradanganKomplikasi yang lain dapat terjadi antara lain adalah peradangan, injuri terhadap saraf, pembengkakan dan fistula. Odem setelah operasi adalah normal dan fisilogis. Kemungkinan perangan dapat diminimalisasi dengan terapi antibiotik, teknik pembedahan yang baik, dan memperhatikan syarat-syarat asepsis.2,3

Prognosis

Kelainan celah bibir dan palatum merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan celah bibir dan palatum yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak celah bibir dan palatum.3,6

DAFTAR PUSTAKA

1. K. J. Lee. Essential otolaryngonolgy. Head and Neck Surgery, 10th edition, Mc Graw Hill 2012: 285-297.

2. Anil K. Lalwani. Current diagnosis & treatment in otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York: A Lange Medical book 2010: 323-38.

3. Balaji SM. Textbook of oral & maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier 2007: 493-514.

4. Brown L.D, Borschel G.H, Levi B. Michigan manual of plastic surgery. 2nd ed. Wolters Kluwer Company

5. Pasha R, Golub J.S. Otolaryngology head and neck surgery. Clinical refrence guide. 4th ed. San Diego: Plural Publishing 2014.

6. Hupp J.R, Ellis E III, Tucker M.R. Oral and Maxillofacial Surgery. 6th ed. St Louis, Missouri: Elsevier 2014: 585-604.

7. Shahrokh C. Bagheri, Chris Jo. Cleft lip and palate. Clinical Review of Oral and maxillofacial Surgery. Amerika: Mosby Elsevier 2008: 336-431

8. Scwartzs. Manual of surgery. 8th ed. McGraw Hill.