citra lansat delta mahakam.pdf

Upload: nyoman-riyawan

Post on 06-Jul-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    1/57

    DETEKSI PERUBAHAN PENUTUPAN HUTAN MANGROVE

    MENGGUNAKAN DATA LANDSAT

    DI DELTA SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR

    MOH. DIMAS ARIF WICAKSONO

    E14101015

    DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006 

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    2/57

    DETEKSI PERUBAHAN PENUTUPAN HUTAN MANGROVE

    MENGGUNAKAN DATA LANDSAT

    DI DELTA SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR

    MOH. DIMAS ARIF WICAKSONO

    E14101015

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen HutanFakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

    DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006 

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    3/57

    Judul Penelitian : DETEKSI PERUBAHAN PENUTUPAN HUTANMANGROVE MENGGUNAKAN DATA LANDSATDI DELTA MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR

     Nama Mahasiswa : MOH. DIMAS ARIF WICAKSONO

     NIM : E14101015Program Studi : MANAJEMEN HUTAN

    Menyetujui :

    Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

    Ir Soedari Hardjoprajitno, MSc. Ratna Sari Dewi, SPi. NIP.130256399 NIP. 370000846

    Mengetahui :Dekan Fakultas Kehutanan,

    Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS. NIP. 131430779

    Tanggal Lulus:

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    4/57

     

    RINGKASAN

    Moh. Dimas Arif Wicaksono (E14101015). Deteksi Perubahan Penutupan Hutan Mangrove

    Menggunakan Data Landsat Di Delta Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Dibawah

    bimbingan Ir Soedari Hardjoprajitno, MSc. dan Ratna Sari Dewi, Spi.

    Hutan mangrove merupakan salah satu jenis sumberdaya alam hutan dan obyek alami

    yang memiliki peranan penting bagi daerah atau kawasan pesisir. Secara ekologis, jenis hutan ini

     berfungsi sebagai pencegah abrasi pantai dan intrusi air laut, sebagai peredam gelombang dan

     badai, penahan lumpur dan perangkap sedimen. Secara biologis, hutan mangrove merupakan

    tempat berlindungnya biota laut, terutama berfungsi sebagai tempat pemijahan (spawning ground ),

    tempat asuhan (nursery ground ) dan tempat mencari ikan ( feeding ground ). Dan ditinjau dari segi

    ekonomis, hutan mangrove dapat berfungsi sebagai penghasil tanin untuk bahan baku penyamak

    kulit, penghasil kayu bakar, arang dan kayu pertukangan serta bahan baku kertas.

    Keberadaan hutan mangrove dimuka bumi umumnya terletak diantara 250 Lintang Utara

    dan 250 Lintang Selatan, pada wilayah pasang surut, pantai berlumpur dan lingkungan anaerob. Di

    Indonesia , sebagian besar wilayah pantainya ditempati oleh tegakan hutan mangrove yang luas

    keseluruhannya kurang lebih 2,3 juta hektar (Bengen, 2002) dan 95.000 hektar diantaranya

    terdapat di delta sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

    Perubahan situasi dan kondisi alam, serta perkembangan teknologi, kebudayaan manusia

    dan pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor penyebab terjadinya perubahan situasi dan

    kondisi sumberdaya alam umumnya dan khususnya sumberdaya alam hutan mangrove tersebut.

    Guna mendeteksi perubahan ini, maka penginderaan jauh antariksa (differential remote sensing)

    merupakan sistem atau cara deteksi yang dianggap efektif dan efisien.Sehubungan dengan hal di atas, maka penelitian yang dilakukan bertujuan untuk

    mengetahui perubahan penutupan hutan mangrove di delta sungai Mahakam terutama luasannya

    dengan menggunakan citra satelit Landsat. Data utama yang digunakan berupa data citra Landsat

    TM tahun 1997 dan citra Landsat ETM+ tahun 2001 daerah delta sungai Mahakam yang

    digunakan untuk mendeteksi perubahan lahan dalam kurun waktu tersebut terutama untuk kawasan

    mangrove. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap dan klasifikasi yang digunakan adalah

    klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification). Pertama yaitu penerapan teknik

     penginderaan jauh melalui analisis data secara visual dan analisis data secara digital untuk melihat

     perubahan hutan mangrove. Kedua yaitu analisa dari hasil klasifikasi dan data pendukung untuk

    mengetahui faktor penyebab peristiwa tersebut.

    Perubahan lahan dianalisis dengan menggunakan metode perbandingan pasca klasifikasi

    ( post classification analysis) antara dua citra yang direkam dalam waktu yang berbeda. Metode ini

    menuntut klasifikasi setiap citra yang digunakan secara terpisah, dimana analisis akhir perubahan

    lahan dilakukan dengan membandingkan dua klasifikasi, yang kemudian ditumpang tindih

    (overlay).

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    5/57

     

    Berdasarkan pengamatan secara visual dan pengamatan dari Peta Rupa Bumi Indonesia,

    diperoleh 7 macam kelas penutupan lahan yang terdapat di delta sungai Mahakam, yaitu laut,

    mangrove, hutan lahan kering, semak belukar, lahan terbuka, pemukiman dan tambak. Perubahan

    terjadi pada semua kelas penutupan lahan dimana terlihat adanya kelas yang mengalami penurunan

    maupun peningkatan luasan. Kelas penutupan lahan yang mengalami peningkatan luasan antaratahun 1997 dan 2001 adalah kelas laut, kelas hutan lahan kering, kelas lahan terbuka, kelas

     pemukiman dan kelas tambak. Hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 1997 dan 2001 terlihat

     bahwa daerah delta sungai Mahakam didominasi oleh mangrove. Luasan mangrove tahun 1997

    adalah sebesar 94.929,00 Ha, sedangkan untuk tahun 2001 adalah sebesar 66.130,75 Ha. Dari data

    tersebut terlihat bahwa dalam jangka waktu empat tahun, telah terjadi pengurangan luasan hutan

    mangrove sebesar 28.789,25 Ha. Dari hasil analisis, penyebab terbesar dari berkurangnya luasan

    hutan mangrove adalah pembukaan tambak, baik secara intensif maupun tradisional.

    Secara keseluruhan dalam rentang waktu 4 tahun delta sungai Mahakam yang memiliki

    luasan 260.982,495 hektar, sedikitnya telah terjadi perubahan lahan 43.343,968 hektar atau kurang

    lebih 31,163 % dari luasan total dan sisanya 95.744,202 hektar (sekitar 68,837 %) tetap atau tidak

    mengalami perubahan penutupannya.

    Berkurangnya luas tegakan hutan mangrove tersebut menimbulkan dampak negatif

    terhadap lingkungan sekitar, yaitu terganggunya ekosistem perairan karena kawasan pemijahan

    dan pembesaran beragam jenis ikan menjadi berkurang sehingga produksi perikanan di pesisir

    delta Mahakam merosot tajam, terjadinya abrasi pantai karena berkurangnya mangrove sebagai

     pelindung dari hantaman gelombang dan terjadinya pencemaran laut oleh bahan pencemar yang

    sebelumnya tertahan di ekosistem hutan mangrove. Kerusakan mangrove juga menimbulkan

    dampak buruk bagi penduduk sekitar kawasan delta sungai Mahakam karena terjadinya intrusi air

    laut sehingga penduduk sekitar mengalami kesulitan air bersih.

    Dampak tersebut jelas menimbulkan masalah bagi ekosistem lingkungan dan juga bagi

    masyarakat sekitar delta sungai Mahakam. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk

    mencegah atau mengurangi kerusakan-kerusakan yang lebih besar lagi.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    6/57

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di kabupaten Tulungagung, Jawa Timur

     pada tanggal 10 Juli 1983, putra dari pasangan AyahandaWiyarsono dan Ibunda Supri Hartatik.

    Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1988 di TK Abbasiyah III

    Pare, Kediri, kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN

    Gedangsewu 1 Pare, Kediri, dan lulus pada tahun 1995. Sekolah menengah

     pertama dilalui penulis di SLTPN 2 Pare, dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun

    yang sama penulis melanjutkan ke sekolah lanjutan atas di SMUN 2 Pare, dan

    lulus tahun 2001. Selanjutnya penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada

    Fakultas Kehutanan Jurusan Manajemen Hutan melalui jalur USMI (Undangan

    Seleksi Masuk IPB) pada tahun yang sama.

    Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi antara lain Forest

    Manajemen Student Club (FMSC) pada tahun 2002 – 2003, aktif di organisasi

    kedaerahan yaitu KAMAJAYA (Keluarga Mahasiswa Jaya Baya Kediri) sebagai

    Ketua Umum.

    Kegiatan praktek yang pernah dilakukan oleh penulis adalah praktek

    magang di KPH Kedu Selatan, BKPH Gombong Utara, Jawa Tengah pada bulan

    Juni-Juli 2003, Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Sancang-Kamojang, Garut,

    Jawa Barat, Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di KPH Kuningan,

    Kuningan, Jawa Barat dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Musi Hutan

    Persada (MHP), Muara Enim, Palembang. Pada bulan Oktober-Desember 2005,

     penulis mengikuti magang kerja di Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan

     Nasional (BAKOSURTANAL) bagian Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut.

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

    Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dalam

    rangka penyusunan skripsi dengan judul penelitian “Deteksi Perubahan

    Penutupan Hutan Mangrove Menggunakan Data Landsat di Delta Sungai

    Mahakam, Kalimantan Timur” dibawah bimbingan Ir Soedari Hardjoprajitno,

    MSc. dan Ratna Sari Dewi, SPi.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    7/57

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi

    rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

    Sholawat beserta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai

    suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Kehutanan Institut Pertanian Bogor, yang berjudul “Deteksi Perubahan Penutupan

    Hutan Mangrove Menggunakan Data Landsat di Delta Sungai Mahakam,

    Kalimantan Timur”. Permasalahan yang dihadapi oleh Delta Sungai Mahakam

    dan pesisir lainnya di Indonesia adalah terjadinya degradasi sumberdaya alam dan

    lingkungan karena aktivitas manusia dan alam. Kegiatan penelitian ini bertujuan

    untuk menyediakan data dan informasi spasial, terutama tentang luasan mangrove

    dan perubahannya.

    Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.

    Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada

    semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama

    kepada keluarga tercinta atas ketulusan dan keikhlasan doa, kasih sayang dan

    motivasi, Bapak Ir Soedari Hardjoprajitno, MSc dan Ibu Ratna Sari Dewi, SPi,

    selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan,

    nasehat, masukan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi, serta

    Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) sebagai

    instansi yang telah memberi tempat penelitian, serta semua pihak yang telah

    membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

    kritik dan saran membangun sangat diharapkan oleh penulis. Akhirnya semoga

    skripsi ini dapat bermanfaat.

    Bogor, Mei 2006

    Penulis

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    8/57

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ................................................................................... iDAFTAR ISI ................................................................................................. ii

    DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang ......................................................................................... 1

    Tujuan ...................................................................................................... 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    Vegetasi Mangrove .................................................................................. 3

    Kerusakan Mangrove yang Berpengaruh pada Perubahan Luasan .......... 4

    Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh ............................................. 7

    Karakteristik Citra Landsat ...................................................................... 9

    Analisis Digital Citra Lansat ...................................................................... 11

    METODOLOGI PENELITIAN

    Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 14

    Alat dan Perlengkapan ............................................................................. 14

    Metode Penelitian .................................................................................... 14

    Analisis Data Penginderaan Jauh ............................................................... 15

    KONDISI UMUM LOKASI 

    Wilayah Pesisir Kalimantan Timur ............................................................ 21

    Posisi Geografi .......................................................................................... 21

    Geologi ...................................................................................................... 22

    Bentuk Lahan ............................................................................................ 22

    Tanah ......................................................................................................... 23

    Iklim .......................................................................................................... 24

    Vegetasi ..................................................................................................... 24

    Kondisi Sosial Ekonomi ............................................................................ 24

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Analisis Citra Secara Visual ...................................................................... 26

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    9/57

    Analisis Citra Secara Digital ..................................................................... 27

    Klasifikasi Citra ........................................................................................ 32

    Perubahan Penutupan Lahan ...................................................................... 36

    Dampak Kerusakan Mangrove ................................................................... 41

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan ............................................................................................... 44

    Saran ........................................................................................................... 44

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 45

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    10/57

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. 

    Dampak Kegiatan Manusia terhadap Ekosistem Mangrove .................... 62.  Karaktersitik Band/Kanal pada Landsat TM ............................................ 10

    3.  Rekapitulasi Ground Control Point  (GCP) pada Citra Landsat ETM+

    Tahun 2001 ............................................................................................... 29

    4.  Luasan Penutupan Lahan Tahun 1997 dan Tahun 2001 .......................... 34

    5.  Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan di Delta Sungai Mahakam ................. 37

    6.  Matrik Perubahan Penutupan Lahan .......................................................... 38

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    11/57

    DAFTAR GAMBAR 

    Halaman

    1. Tahapan Analisis Citra Secara Digital ......................................................... 162. Diagram Alir Langkah Kerja Penelitian ...................................................... 20

    3. Lokasi Penelitian, Delta Sungai Mahakam .................................................. 22

    4. Posisi Ground Control Point  (GCP) pada Citra ............................................ 28

    5. Citra Asli Landsat Hasil Penajaman Komposit 542 (a) 1997 (b) 2001......... 31

    6. Citra Asli Landsat Komposit 453 (a) 1997 (b) 2001..................................... 31

    7. Citra Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Delta Sungai Mahakam Tahun

    1997 ............................................................................................................... 33

    8. Citra Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Delta Sungai Mahakam Tahun

    2001 ............................................................................................................... 34

    9. Potret Mangrove di Delta Sungai Mahakam (Ambarwulan et al., 2003) .... 39

    10. Kenampakan Penutupan Lahan Tambak pada Beberapa Lokasi

    (Ambarwulan et al., 2003) ........................................................................... 40

    11. Grafik Perubahan Luasan Penutupan Lahan Delta Sungai Mahakam .......... 41

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    12/57

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.500

     pulau dengan panjang garis pantai diperkirakan lebih dari 81.000 km. Secara fisik,

    Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut sekitar

    3,1 juta km2 (0,3 juta km2 perairan teritorial dan 2,8 juta km

    2 perairan nusantara)

    atau 62% dari luas teritorialnya (Dahuri et al., 2002). Keberadaan hutan mangrove

    di suatu kawasan pesisir merupakan ciri khas vegetasi laut tropis dan sub tropis.

    Hutan mangrove biasanya terdapat antara 25º LU dan 25º LS dimana suhu relatif

    konstan. Uniknya tumbuhan ini mampu tumbuh dan berkembang pada daerah

     pasang surut, pantai berlumpur dan lingkungan anaerob.

    Peranan mangrove dapat dilihat baik dari segi ekologis maupun ekonomis.

    Secara ekologis, daun mangrove merupakan penghasil bahan organik, akarnya

    merupakan tempat berlindung invertebrata yang menempel, sebagai peredam

    gelombang dan badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan juga

    sebagai perangkap sedimen. Selain itu akar mangrove juga merupakan tempat

     pemijahan (spawning ground ), asuhan (nursery ground ) dan tempat mencari

    makan ( feeding ground ) biota laut. Secara ekonomis kulit kayu mangrove dapat

    diambil taninnya yang digunakan untuk obat, batang pohonnya dapat digunakanuntuk bahan bakar dan bahan baku produksi arang. Selain itu, kayunya dapat

    digunakan untuk bahan baku pembuatan rumah, kertas dan kayu bantalan rel

    kereta api. Kayu pohon dari jenis mangrove dikenal sangat kuat sebagai pondasi

    suatu bangunan. Hal ini dikarenakan tumbuhan tersebut hidup di daerah yang

    tergenang air, sehingga kayunya tahan air dan tidak mudah lapuk.

    Aspek pemanfaatan mangrove secara ekonomis yang berlebihan dan tidak

    mengindahkan kelestariannya, mengakibatkan semakin berkurangnya luas

    vegetasi mangrove. Hutan mangrove mengalami pergeseran fungsi menjadi

     pemukiman, tambak dan bahkan tanah kosong akibat penebangan secara besar-

     besaran. Akibatnya terjadi abrasi pantai, banjir, sedimentasi dan berkurangnya

    keanekaragaman sumber daya alam laut.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    13/57

     

    2

      Penginderaan jauh antariksa telah membawa dimensi baru untuk mengerti

    dampak manusia terhadap kerapuhan bumi dan basis sumberdaya yang saling

     berhubungan, serta tidak hanya untuk mengetahui keajaiban alam dan proses

    operatif planet kita (Lillesand dan Kiefer, 1990). Kawasan mangrove merupakan

    salah satu objek alam yang mempunyai peranan penting di daerah pesisir. Akan

    tetapi sulit dicapai dan dilalui karena luasannya yang besar dan struktur

    komunitasnya yang kompleks. Sistem penginderaan jauh menawarkan metode

    dengan berbagai keunggulan diantaranya biaya yang murah dan dalam memetakan

    luas vegetasi mangrove dapat diperoleh sesuai dengan kebutuhan.

    Tujuan

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penutupan hutan

    mangrove di delta sungai Mahakam terutama luasannya dengan menggunakan

    citra satelit Landsat.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    14/57

     

    3

    TINJAUAN PUSTAKA

    Vegetasi Mangrove

    Mangrove merupakan tumbuhan yang dapat hidup di daerah pasang surut

    dan membentuk suatu komunitas vegetasi tersendiri. Mangrove juga didefinisikan

    sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas dan terlindung di pantai tropis

    dan sub tropis. Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh pada tanah lumpur

    aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air

    laut. Jenis-jenis mangrove antara lain: Avicenia sp , Sonneratia sp , Rhizophora sp ,

     Bruguiera sp , Lumnitzera sp , Excoecaria sp , Xylocarpus sp , Aegirecas sp , Nypa

    sp , Scyphyphora sp dan Ceriops sp (Noor et al., 1999).

    Menurut Bengen (2002), hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi

     pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu

    tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

    Karakteristik hutan mangrove antara lain:

    -  Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya

     berlumpur, berlempung atau berpasir.

    -  Dapat tumbuh di daerah tergenang air laut secara berkala, baik setiap

    hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama.

    Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.-  Menerima pasokan air tawar dari darat.

    -  Melindungi pantai dari gelombang dan arus pasang surut. Mampu

    hidup pada air bersalinitas payau (2-22 ‰) hingga asin (38 ‰).

    -  Banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, esturi, delta

    dan daerah pantai yang terlindung.

    Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis

    yang tinggi, tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis

     palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya

    terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan spesifik hutan mangrove (Bengen, 2002).

    Pohon mangrove memiliki struktur anatomi yang unik untuk beradaptasi

    dengan lingkungan hidupnya. Menurut Bengen (2002), ada beberapa adaptasi

    yang dilakukan pohon mangrove:

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    15/57

     

    4

    -  Adaptasi terhadap kadar O2  yang rendah, terdapat pada bentuk

     perakaran tipe cakar ayam yang mempunyai pneumatophora (misalnya

     pada  Avicennia spp,  Xylocarpus  spp dan Sonneratia  spp) untuk

    mengambil O2 dari udara dan tipe penyangga/tongkat yang mempunyai

    lentisel (misalnya Rhizophora spp).

    -  Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi, ditunjukkan dengan

    adanya sel-sel khusus dalam daun untuk menyimpan garam, struktur

    daun yang tebal dan kuat banyak mengandung air untuk mengatur

    keseimbangan garam dan adanya stomata khusus untuk mengurangi

     penguapan.

    -  Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut

    dilakukan dengan mengembangkan struktur akar yang ekstensif danmembentuk jaringan horizontal yang lebar.

    Kerusakan Mangrove yang Berpengaruh pada Perubahan Luasan

    Adapun proses berkurangnya lahan hutan mangrove di beberapa provinsi

     bisa disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini (Kusmana, 1995):

    -  Konversi hutan mangrove menjadi bentuk lahan penggunaan lain

    seperti tambak, pemukiman, industri, pertambangan dan lain-lain.

    -  Kegiatan eksploitasi hutan yang tidak terkendali oleh perusahaan-

     perusahaan HPH serta penebangan liar dan bentuk perambahan hutan

    lainnya.

    -  Polusi di perairan estuari, pantai dan lokasi-lokasi perairan lainnya

    dimana tumbuhnya mangrove seperti tumpahan minyak.

    -  Terjadinya pembelokan aliran sungai maupun proses sedimentasi dan

    abrasi yang tidak terkendali.

    Faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove yaitu:

    1.  Gangguan fisik-mekanis

    -  Abrasi pantai atau pinggir sungai

    -  Sedimentasi dengan laju yang tak terkendali

    -  Banjir yang menyebabkan melimpahnya air tawar

    -  Gempa bumi (tsunami)

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    16/57

     

    5

    2.  Gangguan chemist  (kimia)

    -  Pencemaran air, tanah dan udara

    -  Hujan asam

    3.  Gangguan biologis

    -  Konversi mangrove untuk pemukiman, industri, pertambangan, sarana

    angkutan dan penggunaan lahan non kehutanan

    -  Penebangan pohon yang tidak memperhitungkan azas kelestarian

    hutan

    -  Invasi Piay ( Acrostichum aureum) dan jenis semak belukar lainnya

    Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam pesisir yang mempunyai

     peranan penting bagi kelangsungan hidup ekositem lainnya, dimana secara garis

     besar mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomis.a.  Fungsi ekologis

    Perakaran yang kokoh dari mangrove ini memiliki kemampuan untuk

    meredam pengaruh gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari

    erosi, gelombang pasang dan angin topan (Dahuri et al., 2002).

    b.  Fungsi ekonomis

    Masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove banyak memanfaatkan pohon

    mangrove untuk berbagai tujuan. Menurut Saenger et al. (1983) dalam Bengen

    dan Adrianto (1998), lebih dari 70 macam kegunaan pohon mangrove bagi

    kepentingan umat manusia yang telah teridentifikasi, baik produk langsung

    seperti: bahan bakar, bahan bangunan, alat penangkap ikan, pupuk pertanian,

     bahan baku kertas, makanan, obat-obatan, minuman dan tekstil, maupun

     produk tidak langsung seperti tempat rekreasi dan sumber bahan makanan.

    Potensi lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara

    optimal adalah sebagai kawasan wisata alam/ekoturisme. Di negara lain, seperti

    Malaysia dan Australia, kegiatan ekoturisme di kawasan hutan mangrove sudah

     berkembang lama dan menguntungkan, padahal Indonesia memiliki hutan

    mangrove lebih luas dibanding dengan negara lain (Bengen dan Adrianto, 1998).

    Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan

     pembangunan di pesisir untuk berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan,

     pelabuhan dll), mengakibatkan tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir,

    khususnya ekosistem hutan mangrove semakin meningkat pula. Meningkatnya

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    17/57

     

    6

    tekanan ini tentunya berdampak terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove

     baik secara langsung (misalnya kegiatan penebangan atau konversi lahan) maupun

    secara tidak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan

     pembangunan) (Bengen, 2002).

    Secara ringkas berbagai ancaman terhadap ekosistem hutan mangrove

    sebagai dampak dari kegiatan manusia disajikan dalam tabel di bawah ini:

    Tabel 1. Dampak Kegiatan Manusia terhadap Ekosistem Mangrove

    Kegiatan Dampak Potensial

    −  Tebang habis. −  Berubahnya komposisi tumbuhan mangrove.

    −  Tidak berfungsinya daerah mencari makanan

    dan pengasuh berbagai biota.

    −  Pengalihan aliran air

    tawar, misalnya pada pembangunan irigasi.

    −  Peningkatan salinitas ekosistem hutan

    mangrove.−  Menurunnya tingkat kesuburan tanah dan

     perairan.

    −  Konversi menjadi

    lahan pertanian,

     perikanan,

     pemukiman, dan lain-

    lain.

    −  Mengancam regenerasi stock sumberdaya ikan

    di perairan lepas pantai yang memerlukan

    hutan mangrove.

    −  Terjadi pencemaran laut oleh bahan pencemar

    yang sebelumnya tertahan di ekosistem hutan

    mangrove.

    −  Pendangkalan perairan pantai.

    −  Erosi garis pantai dan intrusi garam.

    −  Pembuangan sampah

    cair.

    −  Penurunan kandungan oksigen terlarut

    memungkinkan timbulnya gas H2S.

    −  Pembuangan sampah

     padat.

    −  Kemungkinan terlapisnya pneumatophora yang

    mengakibatkan matinya pohon mangrove.

    −  Perembesan bahan – bahan pencemar dalam

    sampah padat.

    −  Pencemaran minyak

    tumpahan.

    −  Kematian pohon mangrove.

    −  Penambangan dan

    ekstraksi mineral,

     baik di dalam hutan

    maupun di daratan

    sekitar hutan

    mangrove.

    −  Kerusakan total ekosistem hutan mangrove,

    sehingga memusnahkan fungsi ekologis hutan

    mangrove (daerah mencari makanan asuhan

    dan pemijahan).

    −  Pengendapan sedimen yang dapat mematikan

     pohon mangrove.

    Sumber: Bengen (2002)

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    18/57

     

    7

    Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh

    Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh

    informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang

    diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau

    fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Sistem ini didasarkan pada

     prinsip pemanfaatan gelombang elektromagnetik yang dipantulkan dan

    dipancarkan obyek dan diterima sensor. Alat penginderaan jauh ditempatkan pada

    suatu wahana yang dioperasikan pada suatu ketinggian tertentu yang disebut

    sebagai platform.

    Lebih lanjut Lillesand dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa proses dan

    elemen yang terkait di dalam sistem penginderaan jauh meliputi dua proses utama

    yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data

    meliputi (a) sumber energi, (b) perjalanan energi melalui atmosfer, (c) interaksi

    antara energi dengan kenampakan di muka bumi, (d) sensor wahana pesawat

    terbang dan satelit, dan (e) hasil pembentukan data dalam bentuk piktorial dan

     bentuk numerik. Proses analisis data meliputi:

    1.  Pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan

    untuk menganalisis data piktorial, dan/atau komputer untuk menganalisis

    data sensor numerik.

    2.  Penyajian informasi dalam bentuk peta, tabel dan suatu bahasan tertulis

    atau laporan.

    3.  Penggunaan data untuk proses pengambilan keputusan.

    Teknik penginderaan jauh merupakan suatu cara atau metoda yang sangat

    efektif untuk memantau sumberdaya alam, karena memiliki beberapa keuntungan

    antara lain:

    1.  Menghasilkan data sinoptik (meliputi wilayah yang luas dalam waktu yang

    hampir bersamaan) dalam dua dimensi dengan resolusi tinggi dan mampu

    menghasilkan data deret waktu (time series data) dalam frekuensi yang

    rendah.

    2.  Mempunyai kemampuan untuk mendeteksi dan memberikan informasi

    tentang lapisan yang terpenting yaitu lapisan permukaan.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    19/57

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    20/57

     

    9

    dimana klorofil mengabsorbsi spektrum radiasi merah dan biru serta memantulkan

    spektrum radiasi hijau.

    Karakteristik Citra Landsat

    Landsat merupakan Satelit Sumberdaya Bumi yang pada awalnya bernama

    ERTS-1 ( Earth Resource Technology Satellite) yang diluncurkan pertama kalinya

    tanggal 23 Juli 1972 yang mengorbit hingga 6 Januari 1978. Tepat sebelum

     peluncuran ERTS-B tanggal 22 Juli 1975, NASA ( National Aeronatics and Space

     Administration) secara resmi menangani program ERTS menjadi program

    Landsat, untuk membedakan program oseanografi ”seasat ” sehingga ERTS-1

    menjadi Landsat 1 dan Landsat 2. Peluncuran Landsat 3 dilakukan pada tanggal 5

    Maret 1978 (Paine, 1992).

    Landsat 1, Landsat 2 dan Landsat 3 mempunyai dua sensor yaitu RBV

    ( Return Beam Vidicon) dan MSS ( Multi Spectral Scanner ). Landsat 4 diluncurkan

    Juli 1982, Landsat 5 diluncurkan pada Maret 1984 dan Landsat 6 diluncurkan

     pada Februari 1993, namun Landsat 6 tidak mencapai orbit dan jatuh ke laut.

    Landsat 4 dan 5 merupakan pengembangan sensor pada sistem Landsat

    sebelumnya dengan peningkatan resolusi spasial, resolusi radiometrik dan resolusi

    spektral. Landsat 1, 2 dan 3 membawa empat saluran sensor MSS, sedangkan

    Landsat 4 dan 5 membawa empat saluran sensor MSS dan sensor TM (Thematic

     Mapper ) memiliki 7 saluran dan ETM ( Enhanced Thematic Mapper ) pada

    Landsat 6 dengan menambahkan saluran thermal (10,24-12,6) µm. Landsat 7

    diluncurkan pada tanggal 15 april 1999 dengan membawa satu sensor yaitu

    ( Enhanced Thematic Mapper plus) (Purwadhi, 2001).

    Menurut Paine (1992), Citra Landsat dirancang untuk meliput daerah yang

    luas untuk pandangan secara keseluruhan. Keberadaan atau ciri-ciri geologi yang

     besar tertentu dapat nampak secara jelas pada citra Landsat tetapi mudah

    diabaikan pada fotografi konvensional karena dibutuhkan foto udara yang banyak

    untuk meliput suatu kawasan yang sama. Sebagai contoh, dibutuhkan sebanyak

    7.000 foto udara dengan skala 1:12.000 tanpa tumpang tindih untuk meliput

    daerah yang sama luasnya dengan yang diliput oleh sebuah gambar Landsat

    digital. Frekuensi yang tinggi dalam ulangan pengambilan liputan yang dilakukan

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    21/57

     

    10

    oleh Landsat lebih dari cukup untuk mendapatkan peta tahunan yang terbaru dan

    untuk mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang waktu.

    Karakteristik spektral Landsat TM dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 2. Karaktersitik Band/Kanal pada Landsat TM

    BandPanjang

    Gelombang

    Resolusi

    SpasialAplikasi

    1 2 3 4

    1 (0,45-0,52)

    μm

    30 m Dirancang untuk menghasilkan peningkatan

     penetrasi ke dalam tubuh air dan juga untuk

    mendukung analisis sifat khas penggunaan

    lahan, tanah dan vegetasi.

    2 (0,52-0,60)

    μm

    30 m Dirancang untuk mengindera puncak pantulan

    vegetasi pada spektrum hijau yang terletak di

    antara dua saluran spektral serapan klorofil.

    Tanggapan pada saluran ini dimaksudkan

    untuk menekankan pembedaan vegetasi dan

     penilaian kesuburan.

    3 (0,63-0,69)

    μm

    30 m Saluran terpenting untuk memisahkan

    vegetasi. Saluran ini berada pada salah satu

     bagian serapan klorofil dan memperkuat

    kontras antara kenampakan vegetasi dan

     bukan vegetasi, juga menajamkan kontras

    antara kelas vegetasi.4 (0,76-0,90)

    μm

    30 m Saluran yang peka terhadap akumulasi

     biomassa vegetasi yang terdapat pada daerah

    kajian. Hal ini akan membantu identifikasi

    tanaman dan akan memperkuat kontras antara

    tanaman-tanah dan lahan-air.

    5 (1,55-1,75)

    μm

    30 m Saluran yang penting untuk penentuan jenis

    tanaman, kandungan air pada tanaman dan

    kondisi kelembaban tanah.

    6 (2,08-2,35)

    μm

    30 m Saluran yang penting untuk pemisah formasi

     batuan.7 (10,0-12,50)

    μm

    120 m Saluran inframerah thermal yang dikenal

     bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, analisis

    gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban

    tanah dan sejumlah gejala lain yang

     berhubungan dengan panas.

    Sumber: Lillesand dan Kiefer (1990)

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    22/57

     

    11

    Analisis Digital Citra Landsat

    Menurut Lo (1995) pendekatan pada interpretasi citra dapat dilakukan

    dengan dua pendekatan yaitu pendekatan manual (visual) dan pendekatan dengan

     bantuan komputer (digital). Menurut Jensen (1986) analisis visual memiliki

    kekurangan antara lain: (1) kesulitan dalam hal mendeteksi perbedaan warna,

    terutama pada warna abu-abu, (2) pada analisis visual umumnya kegiatan

    interpretasi tidak bisa diulang-ulang dalam waktu yang singkat, (3) analisis visual

    dirasakan kurang dalam hal kemampuan menyimpan data dalam jumlah yang

     besar. Menurut Soesilo (1994) keunggulan analisis secara digital adalah

    interpretasi citra dapat dilakukan secara cepat, efisien dan sistematik. Namun hal

    ini tidak selalu berarti bahwa analisis digital selalu lebih baik dari analisis visual.

    Dalam rangka analisis digital, Lillesand dan Kiefer (1990),

    mengkelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu (1) pemulihan citra (image

    restoration), (2) penajaman citra (image enhancement ), (3) klasifikasi citra (image

    classification).

    Pemulihan Citra (image restoration)

    Restorasi citra (image restoration) didefinisikan sebagai kegiatan yang

     berkaitan dengan koreksi distorsi, degradasi dan noise yang terjadi akibat

    kesalahan pada saat perekaman (imaging). Kegiatan dari restorasi citra ini

    nantinya akan menghasilkan citra yang telah dikoreksi baik radiometrik maupun

    geometrik (Jaya, 2002).

    Lebih lanjut Jaya (2002) menjelaskan untuk mengoreksi data, sumber dan

    macam kesalahan data eksternal dan internal harus ditentukan terlebih dahulu.

    Kesalahan internal terjadi karena kesalahan sensor itu sendiri, yang umumnya

    sistematis (dapat diprediksi) dan konstan, dan dapat ditentukan sebelum

     peluncuran satelit/sensor atau kalibrasi pada saat dalam penerbangan. Kesalahan

    eksternal diakibatkan oleh gangguan platform dan modulasi karakteristik bentang

    alam yang sifat-sifatnya sangat bervariasi (tidak sistematis). Kesalahan yang tidak

    sistematis ini dapat ditentukan dengan membuat korelasi antara titik-titik kontrol

    lapangan dengan sensor. Kesalahan radiometrik dan geometrik adalah kesalahan

    yang umum terjadi dan perlu dikoreksi dalam sistem penginderaan jauh.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    23/57

     

    12

      Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat kesalahan pada sistem

    optik, kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer

    dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari (Purwadhi, 2001).

    Sedangkan koreksi geometrik (rektifikasi) adalah suatu proses

    memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga mempunyai proyeksi yang

    sama dengan proyeksi peta (Jaya, 2002). Koreksi geometrik mempunyai tiga

    tujuan, yaitu (1) melakukan rektifikasi (pembetulan) atau pemulihan (restoration)

    citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi, (2) registrasi

    (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem

    koordinat citra multispektral atau citra multitemporal dan (3) registrasi citra ke

     peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta, yang menghasilkan citra

    dengan sistem proyeksi tertentu (Purwadhi, 2001).

    Pemotongan Citra ( cropping/masking area)

    Sebelum memulai mendigitasi untuk cropping  area mangrove, perlu

    dilakukan interpretasi citra terlebih dahulu. Hal ini penting dalam interpretasi citra

    ini yaitu pengenalan atau identifikasi obyek mangrove. Untuk itu seorang

    interpreter harus memiliki pengetahuan dasar interpretasi visual citra dan mengerti

    karakterustik tempat tumbuh dan sebaran mangrove (Arsjad et al., 2005).

    Pada pemetaan mangrove, daerah yang di-cropping adalah area mangrove

    itu sendiri. Teknis cropping  area mangrove dilakukan dengan mendigitasi area

    mangrove untuk menghasilkan file vektor (region) yang selanjutnya digunakan

    untuk memotong area mangrove. Cropping  dilakukan mendasarkan pada logika

    Boolean sebagaimana formula tersebut dibawah ini (Arsjad et al., 2005):

    Dimana, Region 1 (r1) = file vektor area mangrove yang telah didigitasiInput 1 (i1) = band i

    Penajaman Citra (image enhancement) 

    Sebelum menampilkan data citra untuk analisis visual, teknik penajaman

    dapat diterapkan untuk menguatkan penampakan kontras di antara kenampakan

    IF (INREGION(r1)) THEN Input1 ELSE NULL

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    24/57

     

    13

    dalam scene. Pada berbagai penerapan langkah ini banyak meningkatkan jumlah

    informasi yang dapat diinterpretasi secara visual (Lillesand dan Kiefer, 1990).

    Tiga teknik penajaman citra yang dapat dilakukan, yaitu memanipulasi

    kontras citra (contrast manipulation), manipulasi kenampakan secara spasial

    (spatial feature manipulation) dan manipulasi multi citra (multi image

    manipulation) (Purwadhi, 2001).

    Klasifikasi Citra (image classification) 

    Klasifikasi adalah proses mengelompokkan piksel-piksel ke dalam kelas-

    kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan

    (brightness value/BV atau digital number /DN) piksel yang bersangkutan (Jaya,

    2002).Menurut Purwadhi (2001), teknik klasifikasi dapat dilakukan dengan tiga

    cara, yaitu klasifikasi secara terbimbing (supervised classification), klasifikasi

    secara tidak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi pengkelasan

    hibrida (hybrid classification) dengan menerapkan model restorasi dan teknik

     penajaman di dalam klasifikasi. Lebih lanjut Purwadhi (2001) menyatakan

    klasifikasi tidak terbimbing menggunakan algoritma untuk mengkaji atau

    menganalisis sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya dalam

    sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Kelas yang

    dihasilkan dari klasifikasi tidak terbimbing adalah kelas spektral. 

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    25/57

     

    14

    METODOLOGI PENELITIAN

    Waktu dan Tempat Penelitian

    Jangka waktu penelitian dilaksanakan selama 5 bulan (September 2005 –

    Januari 2006) dengan lokasi penelitiannya adalah daerah delta sungai Mahakam,

    Kalimantan Timur. Pengolahan data dilakukan di laboratorium Pusat Survei

    Sumberdaya Alam Laut, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional

    (BAKOSURTANAL).

    Alat dan Perlengkapan

    Alat dan perlengkapan yang dipakai dalam penelitian ini terutama

    digunakan untuk pengolahan data citra dengan perangkat lunak ER MAPPER

    versi 6.3 dan ARC VIEW versi 3.3, yang terdiri dari :

    1.  Seperangkat komputer pribadi (Personal Computer).

    2.  Printer untuk mencetak hasil pengolahan citra.

    3.  Media penyimpanan data, berupa CD dan disket 3.5 inch.

    4.  Citra satelit Landsat delta sungai mahakam perekaman 3 Agustus 1997

    dan 27 Februari 2001 (path/row 116/60).

    5.  Peta Rupa Bumi Indonesia (1:250.000) lembar 1915 daerah Samarinda.

    6.  Data penunjang lain.

    Metode Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan menerapkan

    teknik penginderaan jauh melalui analisis data secara visual dan analisis data

    secara digital untuk melihat terjadinya perubahan hutan mangrove. Kedua dengan

     proses analisis dari hasil klasifikasi dan data pendukung untuk mengetahui faktor

     penyebab peristiwa tersebut.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    26/57

     

    15

    Analisis Data Penginderaan Jauh

    Analisis data penginderaan jauh melalui dua cara, yaitu analisis data secara

    visual dan analisis data secara digital. Analisis data secara visual dilakukan

    terhadap citra visual dan analisis data secara digital dilakukan terhadap citra

    numerik. Analisis data secara visual berupa pengenalan obyek dan elemen yang

    tergambar pada citra serta disajikan dalam bentuk peta tematik, tabel atau grafik

    dan membandingkannya dengan data sekunder.

    Analisis data secara digital dilakukan dengan menggunakan Personal

    Computer (PC) dengan software ER Mapper  versi 6.3 dan ARC View versi 3.3. ER

     Mapper  digunakan dalam analisis secara digital citra yang diperoleh.  ARC View 

    digunakan untuk overlay  citra dan tampilan citra. Perubahan penutupan lahan

    dapat dilihat dengan membandingkan citra hasil klasifikasi

    Analisis citra secara visual

    Analisis secara visual meliputi dua kegiatan yaitu penyadapan data citra

    dan penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu (Sutanto, 1986).

    Penyadapan data citra berupa pengenalan obyek dan elemen yang

    tergambar pada citra serta penyajiannya ke peta tematik, tabel atau grafik.

    Langkah-langkah proses ini adalah:

    -  Menguraikan atau memisahkan obyek berbeda rona atau warnanya diikuti

    dengan delineasi atau penarikan garis bagi obyek yang wujud

    rona/warnanya sama.

    -  Setiap obyek yang diperlukan dikenali berdasarkan karakteristik spektral

    atau unsur interpretasi yang tergambar pada citra.

    -  Diklasifikasikan sesuai dengan tujuan interpretasinya.

    -  Digambarkan ke dalam peta sementara.

    -  Untuk meningkatkan hasil ketelitian diperlukan pekerjaan medan.

    -  Dilakukan interpretasi ulang atau interpretasi akhir dalam pengkajian atas

     pola atau susunan keruangan obyek yang menjadi tujuan penelitian.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    27/57

     

    16

    Analisis Citra Secara Digital

    Tujuan dari analisis data citra secara digital adalah untuk mengekstrak

    informasi yang terkandung dari hasil rekaman citra satelit. Analisis citra secara

    digital terdiri atas pemulihan citra (image restoration), penajaman citra (image

    enhancement ) dan pengklasifikasian citra (image classification). Tahapan-tahapan

    yang dilakukan dalam analisis citra secara digital terdapat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Tahapan Analisis Citra Secara Digital.

    a.  Pemulihan Citra (image restoration)

    Pemulihan citra (image  restoration) berfungsi untuk memulihkan citra

    yang mengalami distorsi atau terdegradasi, ke arah gambaran yang sebenarnya

    atau ke arah yang lebih sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di bumi, sehingga

    citra dapat lebih bermanfaat untuk kegiatan analisis. Langkah yang dilakukan

    yaitu dengan melakukan koreksi geometrik.

    Koreksi geometrik dilakukan untuk memperbaiki kesalahan distorsi citra.

    Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan metode berdasarkan titik kontrol

    lapangan (ground control point /GCP) dengan tahapan sebagai berikut:

    -  Pemilihan titik kontrol lapangan (GCP) secara tersebar merata di seluruh

    citra pada obyek yang relatif permanen dan tidak berubah dalam kurun

    waktu pendek (jalan, jembatan, sudut bangunan dan sebagainya).

    -  Perhitungan root mean squared error   (RMSE) setelah GCP terpilih,

    sebaiknya RMSE bernilai kurang dari 0,5 piksel.

    Citra SatelitPemulihan Citra

    (koreksi geometrik)

    Penajaman CitraKlasifikasi

    Citra Terkoreksidan Terklasifikasi

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    28/57

     

    17

    -   Resampling yaitu proses penerapan alih ragam geometrik terhadap data

    asli. Tahapan ini merupakan proses yang dilakukan secara otomatis oleh

    komputer untuk menghasilkan keluaran berupa citra yang posisi

    geometriknya telah terkoreksi. 

    Koreksi geometrik dilakukan untuk menanggulangi distorsi yang

    disebabkan faktor gerakan bumi dan kelengkungan bumi biasanya telah dilakukan

    oleh stasiun penerima (koreksi sistematis), sedangkan koreksi akibat ketidak-

    stabilan sensor dan satelit dilakukan tranformasi koordinat (tranformation

    geometric). Tranformasi koordinat data citra Landsat TM meliputi penyiapan

    data, pengambilan titik kontrol bumi (ground control point ) antara citra landsat

    dengan peta, karena citra yang didapat telah terkoreksi maka tahap ini tidak

    dilakukan lagi. Penentuan titik kontrol dilakukan dengam sistem UTM (universaltransverse mercator ) karena daerah penelitian relatif kecil. Dengan koreksi ini

    didapatkan citra yang sesuai dengan posisi sebenarnya di muka bumi

    b.  Pemotongan Citra (image cropping)

    Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan lokasi

    yang kita teliti. Pemotongan dilakukan setelah citra tersebut dikoreksi. Citra hasil

     pemotongan tersebut akan digunakan dalam proses selanjutnya. Cropping

    dilakukan berdasarkan logika Boolean pada formula dibawah ini:

    Dimana, Region 1 (r1) = file vektor area mangrove yang telah didigitasi

    Input 1 (i1) = band i

    c.  Penajaman Citra (image enhancement)

    Penajaman citra dilakukan untuk menguatkan tampakan kontras diantarakenampakan pada citra, sehingga meningkatkan jumlah informasi yang dapat

    diinterpretasikan secara visual pada citra. Teknik penajaman citra yang dilakukan

    adalah dengan teknik perentangan linier. Teknik ini baik untuk mempertajam

    kenampakan obyek tertentu. Penajaman citra dengan teknis perentangan ini dapat

    dilakukan dengan melihat distribusi nilai piksel citra asli terlebih dahulu (nilai

    IF (INREGION(r1)) THEN Input1 ELSE NULL

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    29/57

     

    18

    minimum maksimim), kemudian nilai minimum tersebut ditarik ke titik menjadi

     bernilai nol, dan nilai maksimum ditarik ke titik menjadi bernilai 255. Dimana

    citra yang dihasilkan memiliki rentang nilai piksel 0 – 255. metode ini biasa

    disebut sebagai perentangan linier minimum maksimum. Teknis perentangan

    dilakukan masing-masing terhadap band merah, hijau dan biru dalam komposit

    warna RGB sehingga dapat menajamkan garis pada citra seperti jalan, patahan

    lingkungan air dan tanah dan batasan wilayah mangrove. False colour composite 

    (FCC) merupakan penajaman dengan menggunakan warna dalam meningkatkan

    kontras atau kualitas citra dengan menggabungkan tiga warna primer, yaitu biru,

    hijau dan merah.

    Pada citra Landsat, FCC yang digunakan untuk menentukan komposisi

     penutupan lahan digunakan kombinasi dari band 5, 4 dan 2 pada komposit RGB,sedangkan untuk mendeteksi atau membedakan secara visual hutan mangrove dan

    hutan darat digunakan citra komposit warna semu RGB dari kombinasi band 4, 5

    dan 3. Untuk memperoleh kenampakan yang lebih jelas, dapat dilakukan

     penajaman terhadap citra warna tersebut atau dapat juga dilakukan penajaman

     pada tiap-tiap kanal kemudian dikompositkan.

    d.  Klasifikasi Citra (image clasification)

    Dalam penelitian ini klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi tidak

    terbimbing (unsupervised classification). Banyaknya kelas klasifikasi disesuaikan

    dengan banyaknya pola yang timbul dari proses penajaman. Klasifikasi tidak

    terbimbing merupakan klasifikasi tanpa menggunakan daerah contoh (training

    area) yang ditetapkan. Klasifikasi dilakukan berdasarkan nilai piksel secara

    statistik dan kelas yang diperoleh merupakan kelas yang abstrak. Untuk dapat

    mendeterminasi identitas dan nilai informasi dari kelas spektral maka data hasil

    klasifikasi harus dibandingkan dengan data referensi atau rujukan

    Jumlah kelas citra Landsat tahun 1997 sama dengan jumlah kelas tahun

    2001. Citra klasifikasi yang sebelumnya memiliki format data raster (*.ers)

    dikonversi menjadi format data vektor (*.shp) pada ARC VIEW 3.3 untuk

    mengetahui jumlah luasan penutupan lahan. Setelah format diseragamkan citra

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    30/57

     

    19

    dapat dianalisis di ARC VIEW dan hasilnya dapat digunakan untuk analisis

     perubahan lahan.

    e.  Analisis perubahan lahan

    Pemantauan perubahan lahan adalah proses mengidentifikasi perubahan suatu

    obyek atau fenomena dengan mengamatinya pada waktu yang berbeda. Registrasi

    yang akurat dari sedikitnya dua citra sangat diperlukan dalam mendeteksi

     perubahan. Berdasarkan hasil dari klasifikasi citra multi waktu, dilakukan analisis

     perubahan penutupan lahan.

    Analisis perubahan ini dapat dilakukan dengan melakukan tumpang tindih

    (overlay) terhadap dua citra yang telah diolah sehingga dapat diketahui perubahan

    luasan obyek yang diamati. Cara lain untuk melakukan analisis perubahan

     penutupan lahan adalah penutupan lahan pada citra dilakukan secara terpisah,

    kemudian dilakukan perbandingan ( post classification comparison). Dengan

    kedua cara ini selain bisa mengetahui luas perubahan lahan yang terjadi, juga bisa

    mengetahui bentuk perubahan yang terjadi terutama untuk hutan mangrove.

    f.  Data lapangan

    Data lapangan yang dipergunakan merupakan data sekunder hasil-hasil penelitianterdahulu, yang berupa :

    1.  Data kondisi umum lapangan.

    2.  Data hasil pengecekan lapangan.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    31/57

     

    20

     

    Gambar 2. Diagram Alir Langkah Kerja Penelitian.

    Citra Landsat TM

    Tahun 1997

    Citra Landsat

    ETM+ Tahun 2001

    Koreksi Geometrik

    Pemotongan Citra

    Penajaman Citra

    Klasifikasi Tak Terbimbing

    InformasiPendahuluan

    Overlay

    Komposit Kanal 453 untukDeteksi Hutan Mangrove

    Citra Hasil Klasifikasi

    Koreksi Geometrik

    Pemotongan Citra

    Penajaman Citra

    Komposit Kanal 453 untukDeteksi Hutan Mangrove

    Klasifikasi Tak Terbimbing

    Citra Hasil Klasifikasi

    Penyiapan danPencarian Data

    Analisis PerubahanHutan Mangrove

    Analisis Data Pendukung

    Data PerubahanPenutupan Lahan

    Peta RBI

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    32/57

     

    21

    KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

    Wilayah Pesisir Kalimantan Timur

    Kalimantan Timur (Kaltim) adalah provinsi dengan penduduk yang relatif

     jarang. Provinsi ini juga memiliki berbagai variasi sistem pesisir, yang umumnya

    dipengaruhi oleh tekanan aktivitas manusia. Di sebagian wilayah pesisir Provinsi

    Kalimantan Timur banyak dijumpai eksplorasi minyak dan gas bumi, meskipun di

     bagian lain masih dijumpai ekosistem pantai yang masih alami. Sungai-sungai di

    Kalimantan Timur memiliki daerah aliran sungai yang luas, panjang sungai dapat

    mencapai 400 km. Sebagai perbandingan, sungai-sungai di Jawa Barat hanya

    mempunyai panjang maksimal sekitar 60 km. Sejak zaman tertier, sungai-sungai

    di Kalimantan Timur telah berkembang membentuk sistem delta dan proses ini

    masih terus berlangsung hingga sekarang. Delta yang terbentuk bervariasi mulai

    dari delta  prograding deltas (seperti delta sungai Mahakam) sampai pada delta

    yang lebih didominasi oleh pasang surut seperti Delta Berau. Terbentuknya

     berbagai ekosistem dengan berbagai keanekaragaman hayatinya (terumbu karang,

     padang lamun, mangrove dan ikan) sangat dipengaruhi oleh kondisi abiotik

    seperti kandungan sedimen tersuspensi (kekeruhan air), ketersediaan nutrisi,

    dinamika arus dan pasang surut. Di perairan delta sungai Mahakam tidak dijumpai

    habitat laut seperti terumbu karang dan lamun karena kondisi kualitas air danfaktor oseanografinya yang tidak mendukung (Ambarwulan et al., 2003).

    Posisi Geografi

    Delta sungai Mahakam terletak di pantai Timur Pulau Kalimantan

    (Gambar 3) pada koordinat 117,5° E dan 0,5° S. Sungai Mahakam adalah sungai

    terpanjang di Indonesia dengan panjang 920 km. Luas Daerah Aliran Sungai

    (DAS) Mahakam adalah 98.194 km2. Delta sungai Mahakam termasuk dalam

    wilayah administrasi Kabupaten Kutai Kartanegara yang meliputi lima wilayah

    kecamatan, yaitu Kecamatan Muara Jawa, Kecamatan Samboja, Kecamatan

    Muara Badak, Kecamatan Sanga-Sanga dan Kecamatan Anggana.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    33/57

     

    22

     

    Gambar 3. Lokasi Penelitian, Delta Sungai Mahakam (Ambarwulan et al., 2003).

    Geologi

    Secara geologis, Kalimantan Timur umumnya didominasi oleh batuan

    sedimen berumur Tertier. Formasi geologi demikian mempunyai nilai ekonomi

    yang sangat besar karena umumnya mempunyai potensi sebagai sumber dan

    reservoir untuk minyak dan gas alam. Bentang alam Provinsi Kalimantan Timur

    didominasi oleh perbukitan dan dataran bukan aluvial yang dilalui oleh sungai-

    sungai. Delta-delta dan dataran aluvial terdiri dari sedimen muda dan gambut.

    Pada bagian daratan, bentang alamnya berupa pegunungan dengan strukturgeologi didominasi oleh adanya  plate margin yang terdiri dari stuktur tektonik

    chaos dan wilayah vulkanik. Pada daerah ini banyak dijumpai beberapa bahan

    tambang seperti emas dan perak (Ambarwulan et al., 2003).

    Bentuk Lahan

    Secara umum daerah penelitian dibentuk oleh beberapa bentukan asal

    struktural, bentukan asal denudasional, bentukan asal aluvial, dan bentukan asal

    marine yang menyebar dari bagian daratan hingga bagian pesisir. Bentukan

    struktural seperti landform lipatan bergelombang dan berbukit, perbukitan

    struktural serta dataran tektonik umumnya  dijumpai pada bagian daratan dari

    Provinsi Kalimantan Timur. Delta sungai Mahakam merupakan tipikal delta dunia

    yang dikenal dengan istilah delta kaki burung. Tipe delta ini terbentuk karena

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    34/57

     

    23

    adanya endapan sedimen dalam jumlah besar yang dibawa oleh sungai Mahakam

    dan dipengaruhi oleh pasang surut yang berasal dari Selat Makasar. Secara

    geologis, Allen and Chambers (1998) membagi kawasan delta ini ke dalam 3

     bagian yaitu: 

    1.  Delta plain (dataran delta)

    Dataran delta terbagi menjadi dataran delta fluvial  dan dataran delta

     pasang surut. Dataran delta fluvial dicirikan oleh tanah kompak yang berdrainase

     baik dan ditutupi oleh pohon berkayu keras. Luas dari bagian ini adalah 10 - 20

    km2. Sedangkan dataran delta pasang surut dicirikan oleh elevasi rendah dan

    sering mengalami banjir. Tanaman yang menutupi bagian ini adalah Nipah dan

    vegetasi mangrove. Dataran delta pasang surut yang mempunyai lebar antara 20 –

    30 km ini terbagi menjadi dataran-dataran dipisahkan oleh band-band   pasangsurut dan sungai distributaries. Dataran delta merupakan dataran lumpur delta,

    yang hampir keseluruhannya berawa-rawa. Bagian dari kawasan berlumpur yang

     berada di mulut sungai dinamakan upper delta plain, sedangkan bagian yang

    menjorok ke laut dinamakan lower delta plain.

    2.  Delta front 

     Delta front   merupakan kawasan pasang surut berpasir atau bisa juga

    disebut paparan delta. Lebarnya antara 8 sampai 10 km. Topografinya ber-

    undulasi tegak lurus terhadap  pantai membentuk bar dan shoal. 

    3.  Prodelta

    Prodelta  merupakan kawasan yang tersusun dari batu lempung yang

    menghunjam ke arah laut terbuka dan selalu tergenang air laut. Topografi bersifat

    datar kearah laut, dengan bagian tengah dapat berlereng, dengan isobath 5 m.

    Bagian luar memiliki kedalaman antara 60 – 70 m isobath. Lebar prodelta

    menunjukkan bentuk asimetri sebagai akibat dari aktivitas ombak. Pada bagian

    selatan, sistem ini mempunyai lebar 30 km, akan tetapi pada bagian tengah dan

    utara lebarnya hanya berkisar antara 5 sampai 15 km.

    Tanah

    Secara garis besar jenis tanah yang umum dijumpai pada delta sungai

    Mahakam adalah asosiasi Sulfaquents dan Endoaquepts. Kedua tanah tersebut

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    35/57

     

    24

    merupakan jenis-jenis tanah fluvial muda yang sangat dipengaruhi oleh air.

    Sedangkan pada bagian daratannya, umumnya didominasi oleh tanah-tanah yang

    telah berkembang lebih lanjut yaitu tanah Ultisol, terutama dari great-group

    Hapludults, Plunthudults, dan Paleudults.

    Iklim

    Kalimantan Timur mempunyai iklim tropis yang termasuk dalam

    klasifikasi Afw pada sistem klasifikasi Köppen (Bremen et al.,  1990 dalam

    Ambarwulan et al., 2003). Tipe iklim ini termasuk iklim tropis hujan isothermal

    dengan suhu relatif panas (bulan terpanas mencapai lebih dari 22º C), tidak ada

    musim kering (presipitasi pada bulan terkering dapat mencapai lebih dari 60 mm)

    dan ada dua musim hujan maksimum yaitu pada bulan April-Mei dan Desember-

    Januari. Rata-rata presipitasi tahunan bervariasi antara 2000 mm di bagian timur

    (pesisir) sampai 4000 mm di bagian Barat (pegunungan).

    Vegetasi

    Vegetasi alami Kalimantan Timur didominasi oleh hutan hujan tropis.

    Pada dataran rendah dan daerah perbukitan dijumpai hutan hujan tropis dataran

    rendah. Vegetasi pada daerah delta didominasi oleh vegetasi mangrove. Pada Peta

    Rupabumi, tampak sangat sedikit dijumpai daerah pertanian, wilayah umumnya

    didominasi oleh hutan sekunder. Hutan hujan tropis di Kalimantan Timur menjadi

    subyek penggundulan hutan (deforestation). Kayu merupakan komoditi ekspor

    utama dari pulau Kalimantan umumnya dan terutama Kalimantan Timur. Hutan

    hujan sering sekali dibakar untuk pembukaan lahan bagi pertanian. Kebakaran

    hutan terjadi setiap tahun dan umumnya masih terkendalikan oleh adanya hujan.

    El Nino seringkali berdampak pada musim kering, melalui kebakaran hutan yang

    dapat terjadi pada daerah yang luar biasa luasnya dan berlangsung selama beberapa minggu. Pada kejadian El-Nino pada tahun 1997-1998, kebakaran hutan

    menghasilkan asap yang mencapai Singapura.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    36/57

     

    25

    Kondisi Sosial Ekonomi

    Kawasan delta sungai Mahakam mempunyai peranan yang penting dilihat

    dari sisi ekonomis dalam skala lokal, regional maupun nasional. Hal ini

    disebabkan adanya sektor migas di kawasan ini yang telah dikembangkan sejak

    zaman penjajahan Belanda dahulu. Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto

    (PDRB) Kabupaten Kutai Kartanegara, peranan migas terhadap perekonomian

    daerah ternyata sangat besar, yang besarnya dapat mencapai 70 % PDRB atau

    sekitar Rp 10,65 trilyun pada tahun 2000 (Bappeda Kutai Kartanegara, 2002).

    Karena itu, sektor migas merupakan sektor yang paling diandalkan di wilayah

    Kalimantan Timur ini. Sektor perikanan merupakan sektor lainnya yang

     peranannya perlu diperhatikan. Sektor ini banyak mendukung kelangsungan

    kehidupan ekonomi masyarakat kelas bawah. Bagi pemerintah daerah,

    keuntungan ekonomis yang diperoleh dari sektor perikanan ini sudah jelas terdata.

    Dari ekspor udang saja selama 5 tahun (1999 – 2002) nilai ekspor udang yang

    diperoleh berkisar 8.648.900 USD (dari pelabuhan Balikpapan) dan 52.331.278

    $USD dari pelabuhan Samarinda. Sayangnya, keberhasilan ekonomis yang

    diperoleh dari perikanan ini tidak diikuti dengan perencanaan wilayah yang baik,

    yang tercermin dari terjadinya perambahan hutan mangrove untuk usaha budidaya

    udang. Antara sektor migas dan perikanan ini terjadi eksternalitas negatif. Para

    nelayan menuding migas sebagai penyebab kegagalan panen udang mereka atau

    sebagai penyebab rusaknya fishing ground mereka. Sebaliknya, pengusaha migas

    kerap mengeluh terhambatnya usaha produksi karena ulah nelayan setempat.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    37/57

     

    26

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Analisis Citra Secara Visual

    Hal pertama yang perlu dilakukan sebelum interpretasi citra adalah

     pengenalan identitas obyek. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan mengenali

    identitas obyek didasarkan pada karakteristik spektral suatu obyek yang terekam

     pada citra. Citra Landsat TM yang dipergunakan untuk analisis secara visual

    memiliki kenampakan obyek sebagai berikut (pada komposit citra 542):

    -  Laut

    Warna air laut pada citra bervariasi dari hitam sampai biru tua. Semakin

    terang warna air laut, menunjukkan bahwa air tersebut banyak

    mengandung material tersuspensi yang berasal dari sungai di sekitarnya,

    material tersuspensi ini lama-kelamaan akan mengendap dan dapat

    menambah luas daratan.

    -  Mangrove

    Mangrove termasuk vegetasi berwarna hijau yang lebih gelap

    dibandingkan dengan vegetasi lainnya.

    -  Tambak

    Warna daerah tambak mirip dengan warna untuk daerah laut karena

    memiliki permukaan yang sama (tergenang air). Tambak berwarna hitamsampai biru gelap karena merupakan genangan air yang keruh. Posisi

    tambak biasanya terletak dipinggir delta maupun di tengah delta dan

    mengelompok.

    -  Lahan terbuka

    Pada citra, lahan terbuka maupun lahan kosong tampak berwarna

    kecoklatan.

    -  Pemukiman

    Pemukiman pada citra hampir sama dengan lahan terbuka dengan warna

    coklat kemerahan yang lebih terang.

    -  Hutan lahan kering

    Keberadaan hutan lahan kering ditunjukkan dengan warna hijau, bila

    warna hijau semakin tua maka dapat diduga adanya tingkat vegetasi yang

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    38/57

     

    27

    cukup tinggi didaerah itu. Sedangkan warna hijau semakin muda maka

    mempunyai kerapatan yang rendah dan biasanya merupakan semak

     belukar.

    -  Awan dan bayangan

    Awan ditunjukkan dengan warna putih dengan bentuk gumpalan-

    gumpalan, sedangkan bayangan awan berwarna hitam terjadi karena ada

    efek cahaya matahari.

    Analisis Citra Secara Digital

    Pemulihan Citra

    Pemulihan citra merupakan kegiatan perbaikan/koreksi citra yang masih

    memiliki beberapa kesalahan (distorsi). Perbaikan citra ini penting dilakukan

    sebelum pengolahan citra lebih lanjut untuk memperoleh informasi yang

    diperlukan dari citra tersebut.

    Data citra Landsat-TM digital daerah delta sungai Mahakam tahun 1997

    dan tahun dan 2001 diperoleh dari BAKOSURTANAL masih memiliki beberapa

    kesalahan (distorsi), sehingga untuk memperoleh informasi yang diinginkan perlu

    dilakukan perbaikan terlebih dahulu. Kesalahan pada citra tersebut merupakan

    kesalahan geometrik.

    Pengolahan citra Landsat digital didahului dengan koreksi geometrik

    terhadap citra tersebut, hal ini dilakukan karena citra tersebut belum memiliki

    sistem koordinat yang sama dengan koordinat geografis yang sebenarnya

    dilapangan. Koreksi geometrik bertujuan untuk memperbaiki kesalahan

     posisi/letak obyek yang terekam pada citra yang disebabkan oleh distorsi

    geometris. Distorsi geometris ini dapat disebabkan beberapa hal yaitu: terjadinya

    rotasi bumi pada waktu perekaman, pengaruh kelengkungan bumi, efek

     panoramik (sudut pandang), pengaruh topografi, pengaruh gravitasi bumi yang

    menyebabkan tejadinya perubahan kecepatan dan ketinggian satelit dan

    ketidakstabilan platform (Jaya, 2002).

    Citra Landsat TM daerah delta sungai Mahakam tahun 1997 yang

    didapatkan dari BAKOSURTANAL merupakan citra yang telah terkoreksi

    sedangkan citra landsat ETM+ tahun 2001 belum terkoreksi sehingga koreksi

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    39/57

     

    28

    geometrik hanya dilakukan pada citra tahun 2001. Citra landsat ETM+ tahun

    2001 dikoreksi dengan data acuan citra tahun 1997 yang telah terkoreksi. Sistem

    koordinat yang digunakan dalam sistem ini adalah proyeksi UTM (universal

    tranverse mercator ) zone 50 selatan, dengan datum WGS 84. koreksi geometrik

    dilakukan dengan cara memilih titik kontrol lapangan (ground control point /GCP)

    yang tersebar merata pada citra. Titik kontrol lapangan yang dipilih merupakan

    titik-titik yang permanen seperti perpotongan jalan, jembatan, sudut bangunan dan

    titik-titik lain yang dianggap tidak berubah posisi dalam jangka waktu yang relatif

    lama.

    Proses koreksi geometris dimulai dengan pemilihan sejumlah titik ikat

    atau GCP. Penentuan GCP-GCP ini secara otomatis akan dapat diketahui nilai

    root mean square error /RMSE-nya sehingga dapat dilihat GCP mana yangmemiliki nilai kesalahan yang terbesar dan dapat dihitung kesalahan rata-rata

    (RMSE rata-rata) dari semua GCP. Dengan demikian dapat ditentukan apakah

    nilai rata-rata RMS tersebut melebihi atau tidak dari limit kesalahan maksimum.

    A BGambar 4. Posisi Ground Control Point  (GCP) pada Citra.

    Keterangan:A : Citra tahun 2001 yang belum terkoreksi

    B : Citra tahun 1997 yang sudah terkoreksi

    Proses koreksi geometris dilakukan pada citra landsat ETM+ 2001. GCP

     pada mulanya ditentukan sebanyak 30 titik dengan posisi yang menyebar merata.

    Dari ke-30 titik tersebut dilakukan evaluasi nilai kesalahan (RMSE). Transformasi

    RMSE pertama memiliki kesalahan yang sangat besar, sehingga diperlukan

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    40/57

     

    29

     pembuangan GCP yang menyebabkan nilai RMSE yang besar. Pembuangan GCP

    dilakukan hingga diperoleh nilai RMSE yang dapat diterima.

    Tabel 3. Rekapitulasi Ground Control Point   (GCP) pada Citra Landsat ETM+Tahun 2001

    GCP Cell X Cell Y To Easting To Northing RMSE1 1275,00 442,99 117,52E -0,44N 0,36

    2 500,50 1316,42 117,31E -0,68N 0,30

    3 1167,03 904,11 117,49E -0,56N 0,46*

    4 996,13 673,05 117,44E -0,50N 0,16

    5 902,12 4224,59 117,42E -0,43N 0,13

    6 418,10 803,08 117,39E -0,54N 0,25

    7 783,14 1336,14 117,39E -0,68N 0,17

    8 789,14 1386,06 117,39E -0,70N 0,14

    9 1250,97 697,93 117,51E -0,51N 0,17

    10 886,02 819,99 117,41E -0,54N 0,04**

    11 893,02 832,12 117,42E -0,55N 0,1912 1099,54 58,63 117,47E -0,33N 0,15

    13 914,55 152,20 117,42E -0,36N 0,29

    14 1032,72 471,76 117,45E -0,45N 0,15

    15 418,86 1756,00 117,29E -0,80N 0,34

    16 1582,19 593,01 117,60E -0,48N 0,17

    17 1084,94 207,58 117,47E -0,38N 0,28

    18 930,59 381,21 117,43E -0,42N 0,30

    19 275,30 1125,19 117,25E -0,63N 0,31

    20 1536,98 506,93, 117,25E -0,46N 0,36

    21 1277,55 770,02 117,52E -0,53N 0,15

    22 784,04 1380,08 117,38E -0,63N 0,18

    Average 0,23Keterangan : * : Nilai RMSE paling besar

    ** : Nilai RMSE paling kecil

    Jumlah GCP terakhir setelah dikurangi beberapa titik yang memiliki nilai

    RMSE besar untuk mendapatkan nilai yang diinginkan (RMSE

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    41/57

     

    30

    Penajaman Citra

    Penajaman citra dilakukan untuk meningkatkan kemampuan analisis citra

    dengan mempertajam kontras antar objek dalam suatu kenampakan. Proses ini

    dimulai dengan teknik stretching, dimana dilakukan perentangan kontras sampai

    256 level tingkat keabuan (grey level) sehingga daerah yang berwarna cerah akan

    tampak lebih cerah dan daerah yang berwarna gelap akan tampak lebih gelap.

    Citra yang digunakan adalah citra komposit yang merupakan hasil

     penajaman (image enhancement ) dengan menggunakan teknik komposit warna

    semu. Citra komposit warna semu yang dipakai adalah tiga kanal citra landsat

     berdasarkan susunan warna merah, hijau dan biru (RGB) berturut-turut kanal 5,4

    dan 2 (Gambar 5). Tujuan dari penggabungan citra ini adalah untuk menghasilkan

    citra yang komposit dan informatif sehingga memudahkan dalam prosesklasifikasi.

    Penampakan citra pada masing-masing kanal memiliki karakteristik

    tertentu pada kanal 2 sensitif terhadap pantulan vegetasi yang terletak pada

    spektrum biru dan merah. Kenampakan antar tanah, air dan vegetasi lebih

    memperlihatkan perbedaan dibandingkan kanal 1. Rona yang diberikan oleh

    vegetasi akan lebih gelap dibandingkan dengan rona daratan atau tanah. Badan air

    yang dalam dan jernih akan memberikan pantulan yang minimum, sehingga

    kelihatan gelap. Sedangkan air yang keruh akan memberikan rona yang lebih

    cerah, sehingga terlihat daerah sedimentasi di sekitar delta sungai lebih cerah

    dibanding dengan perairan yang lebih dalam karena air keruh lebih banyak

    memantulkan gelombang dari pada air yang dalam.

    Kanal 4 sangat baik untuk menunjukkan badan air. Panjang gelombang

    infra merah dekat hanya menembus sedikit kedalaman air. Air akan lebih banyak

    menyerapnya dan hanya sedikit yang dipantulkan sehingga permukaan badan air

    ronanya gelap. Kanal 5 bekerja pada daerah infra merah menengah. Pada kanal ini

     batas-batas antar obyek terlihat jelas, antara badan air, vegetasi maupun tanah

    sangat besar sehingga antar obyek bisa dibedakan dengan jelas.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    42/57

     

    31

     (a) (b)

    Gambar 5. Citra Asli Landsat Hasil Penajaman Komposit 542 (a) 1997 (b) 2001.

    (a) (b)

    Gambar 6. Citra Asli Landsat Komposit 453 (a) 1997 (b) 2001.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    43/57

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    44/57

     

    33

      Proses klasifikasi yang telah dilakukan masih terdapat kesalahan-

    kesalahan dalam mengkategorikan suatu objek kedalam kelas tertentu. Kesalahan

    tersebut meliputi adanya kelas laut yang masuk kekelas tambak, kelas mangrove

    masuk ke kelas laut, kelas lahan terbuka yang masuk ke kelas tambak dan juga

    meniadakan kelas awan dan banyangan awan. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat

    diperbaiki dengan melakukan editing, sehingga kita dapat memperoleh luasan

     penutupan yang benar.  Editing  dapat dilakukan dengan membuat poligon pada

    daerah yang ingin dirubah dan memberinya rumus tertentu yang ada pada

    software ER mapper .

    Pengklasifikasian ulang (reclassification) dengan meleburkan kelas-kelas

    yang salah dalam pengkelasan menjadi kelas yang sebenarnya. Reclass dari kelas-

    kelas tersebut menghasilkan 7 kelas yang sama seperti pada saat pengklasifikasianawal tetapi lebih mirip dengan keadaan asli delta sungai Mahakam.

    Pengklasifikasian difokuskan hanya pada daerah penelitian yang dikaji, sehingga

    untuk daerah di luar lokasi penelitian tidak ikut terklasifikasi (lihat Gambar 7 dan

    Gambar 8).

    Gambar 7. Citra Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Delta Sungai MahakamTahun 1997.

    non data

    PETA KLASIFIKASI

    PENUTUPAN LAHAN

    DELTA SUNGAI

    MAHAKAM

    TAHUN 1997

    Sumber Data:1.  Citra Landsat TM Th. 19972.  Peta Rupa Bumi Indonesia

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    45/57

     

    34

     Gambar 8. Citra Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Delta Sungai Mahakam

    Tahun 2001.

    Perubahan terjadi pada semua kelas penutupan lahan dimana terlihat

    adanya kelas yang mengalami penurunan maupun peningkatan. Kelas penutupan

    lahan yang mengalami peningkatan antara tahun 1997 dan 2001 adalah kelas laut,

    kelas hutan lahan kering, kelas lahan terbuka, kelas pemukiman dan kelas tambak.

    Sedangkan yang mengalami penurunan luasan adalah kelas mangrove dan kelas

    semak belukar. Luasan penutupan lahan masing-masing obyek hasil klasifikasi

    ditunjukkan pada Tabel 4.

    Tabel 4. Luasan Penutupan Lahan Tahun 1997 dan Tahun 2001

    No.

    ObyekKlasifikasi 1997 (ha)

    Persentase

    (%)2001 (Ha)

    Persentase

    (%)

    1 Laut 135.518,509 51,926 139.088,170 53,294

    2 Mangrove 94.929,000 36,374 66.130,746 25,339

    3Hutan lahan

    kering13.388,400 5,130 14.617,453 5,601

    4Semak

     belukar924,005 0,354 377,594 0,145

    5Lahanterbuka

    9.539,312 3,655 13.463,276 5,159

    6 Pemukiman 827,035 0,317 1.074,008 0,412

    7 Tambak 5.856,234 2,244 26.231,248 10,051

      Total 260.982,495 100,000 260.982,495 100,000

    non data

    PETA KLASIFIKASI

    PENUTUPAN LAHAN

    DELTA SUNGAI

    MAHAKAM

    TAHUN 2001

    Sumber Data:1.  Citra Landsat ETM+ Th. 20012.  Peta Rupa Bumi Indonesia

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    46/57

     

    35

    Hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 1997 dan 2001 terlihat bahwa

    daerah delta sungai Mahakam didominasi oleh mangrove (laut tidak disertakan).

    Hutan lahan kering menempati urutan kedua terluas setelah mangrove untuk citra

    tahun 1997, sedangkan pada citra tahun 2001 kelas tambak menempati urutan

    kedua terluas. Pada citra tahun 1997, lahan terbuka menempati urutan ketiga

    terluas sedangkan untuk citra tahun 2001 kelas hutan lahan kering menempati

    urutan ketiga terluas. Kelas tambak menempati urutan keempat terluas untuk citra

    tahun 1997, sedangkan kelas lahan terbuka menempati urutan keempat terluas

    untuk citra tahun 2001. Urutan kelima terluas ditempati oleh kelas semak belukar

    untuk citra tahun 1997, sedangkan kelas pemukiman menempati urutan kelima

    terluas untuk citra tahun 2001. Pada citra tahun 1997 kelas pemukiman

    merupakan penutupan lahan yang memiliki luasan paling kecil sedangkan padacitra tahun 2001 kelas semak belukar memiliki luasan paling kecil di kawasan ini.

    Perkiraan luasan dari citra hasil klasifikasi, terlihat adanya peningkatan

    luasan pada kelas laut dimana pada tahun 1997 luas laut sebesar 135.518,509

    hektar menjadi sebesar 139.088,170 hektar pada tahun 2001. Hal ini disebabkan

    semakin meningkatnya eksploitasi mangrove di delta sungai Mahakam dan juga

    abrasi pantai.

    Kelas yang mengalami penurunan adalah kelas mangrove yaitu sebesar

    94.929,000 hektar pada tahun 1997 menjadi 66.130,746 hektar pada tahun 2001.

    hal ini didorong oleh makin pesatnya pembangunan tambak, pemukiman dan

     pembukaan lahan yang banyak tarjadi pada lahan mangrove. Apabila dihitung dari

     persentase keseluruhan kelas yang ada, maka dari sekitar 36,374 % luas daerah

    mangrove yang ada pada tahun 1997 menurun menjadi sekitar 25,339 % pada

    tahun 2001.

    Pada kelas hutan lahan kering terjadi peningkatan dari 13.388,400 hektar

     pada tahun 1997 menjadi 14.617,453 hektar pada tahun 2001. Sedangkan pada

    kelas semak belukar terjadi penurunan luasan dari 924,005 hektar menjadi

    377,594 hektar. Untuk kelas lahan terbuka terjadi peningkatan dari 9.539,312

    hektar pada tahun 1997 menjadi 13.463,276 hektar pada tahun 2001. Hal ini

    disebabkan terjadinya pembukaan lahan daerah mangrove. Pembukaan areal

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    47/57

     

    36

    tersebut untuk dijadikan pertambakan dan juga areal yang ditinggalkan

    (abandoned area).

    Kelas pemukiman terjadi peningkatan luasan dari 827,035 hektar pada

    tahun 1997 menjadi 1.074,008 hektar pada tahun 2001. Peningkatan luasan areal

     pemukiman dikarenakan bertambahnya jumlah penduduk di sekitar delta sungai

    Mahakam dan juga bertambahnya bangunan-bangunan milik perusahaan yang

    mengelola tambak maupun perusahaan lainnya seperti minyak dan pertambangan.

    Pada daerah tambak terjadi peningkatan luasan, dimana pada tahun 1997

    luas daerah tambak sebesar 5.856,234 hektar bertambah menjadi sebesar

    26.231,248 hektar pada tahun 2001. Apabila dihitung dari persentase keseluruhan

    kelas yang ada, maka dari sekitar 2,244 % luas daerah tambak yang ada pada

    tahun 1997 meningkat sekitar 10,051 % pada tahun 2001. Berdasarkan hasiltersebut terlihat adanya fenomena yang selama ini umum terjadi yakni penurunan

    luas daerah mangrove diikuti oleh meningkatnya luas daerah tambak.

    Perubahan Penutupan Lahan

    Berdasarkan hasil klasifikasi citra Landsat tahun 1997 dan tahun 2001

    diperoleh luasan dari masing-masing penutupan lahan serta perubahannya pada

    rentang waktu 4 tahun di delta sungai Mahakam dapat dilihat pada Tabel 5.

    Perubahan lahan dapat dideteksi dengan melakukan pendekatan spasial

    menggunakan metode perbandingan citra hasil klasifikasi ( post classification

    comparison) antara dua citra yang direkam dalam dua waktu yang berbeda.

    Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat mengidentifikasi setiap

     perubahan penutupan lahan secara detail. Dengan demikian penutupan lahan

     penutupan lahan yang telah berubah dan lahan yang tetap akan dapat diketahui.

    Analisis perubahan penutupan lahan didasarkan pada matriks perubahan

    lahan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Matriks perubahan ini menghasilkan

    informasi perubahan luas serta perubahan bentuk penutupan dan penggunaan

    lahan dari satu kelas menjadi kelas lain.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    48/57

     

    37

    Tabel 5. Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan di Delta Sungai Mahakam

    No. Kelas

    Luas Penutupan Lahan

    Tahun 1997 Tahun 2001 Perubahan

    Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %

    1 Laut 135.518,509 51,926 139.088,170 53,294 3.569,661 1,368

    2Mangrove 94.929,000 36,374 66.130,746 25,339 -28.798,254

    -11,035

    3 Hutan lahankering

    13.388,400 5,130 14.617,453 5,601 1.229,053 0,471

    4 Semak belukar

    924,005 0,354 377,594 0,145 -546,411 -0,209

    5 Lahanterbuka

    9.539,312 3,655 13.463,276 5,159 3.923,964 1,504

    6 Pemukiman 827,035 0,317 1.074,008 0,412 246,973 0,095

    7 Tambak 5.856,234 2,244 26.231,248 10,051 20.375,014 7,807

    Total 260.982,495 100 260.982,495 100

    Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6 dapat diketahui perubahan dan bentuk-

     bentuk perubahannya. Secara keseluruhan wilayah laut dikawasan ini mengalami

     peningkatan sebesar 3.569,661 hektar dalam rentang waktu 4 tahun tersebut. Dari

    matriks perubahan dapat dilihat bahwa hutan mangrove paling banyak berubah

    menjadi tambak diikuti lahan terbuka dan lahan terbuka dengan total perubahan

    4.373,81 hektar. Sedangkan wilayah laut yang berubah menjadi bentuk lahan lain

    sebesar 804.149 hektar.

    Hutan mangrove di delta sungai Mahakam merupakan salah satu

     penutupan lahan yang mengalami penurunan luasan paling besar yaitu sebesar

    28.798,254 hektar dalam jangka waktu 4 tahun tersebut. Hal ini menunjukkan

    degradasi hutan mangrove yang terlihat dengan jelas secara multi temporal. Dari

    matriks perubahan dapat dilihat bahwa hutan mengrove mengalami deforestasi

    sebesar 31.825,596 hektar. Luas mangrove yang berkurang tersebut berubah

    menjadi tambak, lahan terbuka, laut, pemukiman dan semak belukar.

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    49/57

     

    Tabel 6. Matriks Perubahan Penutupan Lahan

    Perubahan PenutupanTh 2001 (hektar)

    Laut MangroveHutan lahan

    keringSemak

     belukarLahanterbuka

    Pemuk

    Th 1997(hektar)

    Laut 134.714,360 735,206 0 0 20,658

    Mangrove 4.351,260 63.103,404 0 7,950 10.672,228 832

    Hutan lahan kering 0,078 0 12.883,940 217,000 287,382

    Semak belukar 0 0,474 668,373 52,820 183,607 18

    Lahan terbuka 9,538 2.233,580 1065,14 95,568 1.532,867 96

    Pemukiman 0 2,830 0 4,256 211,208 122

    Tambak 12,934 55,253 0 0 555,326 4

    Total 139.088,170 66.130,747 14.617,453 377,594 13.463,276 1.074

     

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    50/57

     

    39

    Tambak merupakan penyebab terbesar berkurangnya hutan mangrove

    yang dilakukan oleh perusahaan tambak udang besar secara intensif maupun

    tambak tradisional. Penyebab terbesar kedua berkurangnya hutan mangrove

    setelah tambak adalah lahan terbuka. Hal ini berarti adanya aktifitas pembukaan

    lahan hutan mangrove untuk dikonversi menjadi areal tambak dan juga areal

    tambak yang sudah mengering.

    Selain terjadi deforestasi hutan mangrove juga terjadi reforestasi yaitu

    sebesar 3.027,253 hektar yaitu penghutanan kembali areal yang semula

    merupakan lahan terbuka, laut, tambak, pemukiman dan semak belukar.

    Reforestasi dari lahan terbuka menjadi mangrove adalah yang terbesar.

    Kondisi mangrove di delta sungai Mahakam yang diambil dari pemotretan

    dengan pesawat terbang maupun teristris pada tahun 2002 disajikan pada Gambar9. Pada gambar tersebut disajikan contoh-contoh kondisi mangrove yang belum

    terganggu (kanan), yang sudah mulai dibuka untuk tambak dan vegetasi mangrove

     pada sekitar alur sungai. Dari foto tahun 2002 (kiri) terlihat bahwa di sebagian

    daerah, vegetasi mangrove hanya menempati area berupa jalur tipis, yang

    diperkirakan sangat rentan terhadap erosi.

    Gambar 9. Potret Mangrove di Delta Sungai Mahakam (Ambarwulan et al.,2003).

    Secara keseluruhan wilayah hutan lahan kering di wilayah ini mengalami

     pertambahan luas sebesar 1.229,053 hektar. Jika dilihat dari matriks perubahan,

     pertambahan luasan hutan lahan kering ini disebabkan adanya pertambahan dari

    areal semak belukar dan lahan terbuka.

    Berbeda dengan hutan lahan kering, areal semak belukar mengalami

     penurunan luasan sebesar 546,411 hektar. Jika dilihat pada matriks perubahan,

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    51/57

     

    40

     penurunan luasan tersebut disebabkan adanya konversi lahan lain mejadi hutan

    lahan kering, lahan terbuka dan pemukiman.

    Lahan terbuka di delta sungai Mahakam mengalami penambahan luasan

    dalam kurun waktu 4 tahun, dari tahun 1997 sampai 2001. Perubahan luasan lahan

    terbuka adalah sebesar 3.923,964 hektar. Hal ini berarti telah terjadi konversi dari

     penutupan lahan lain menjadi lahan terbuka. Lahan yang terkonversi tersebut

    adalah mangrove, tambak, hutan lahan kering, pemukiman, semak belukar dan

    laut.

    Seperti halnya lahan terbuka, areal pemukiman juga mengalami

     pertambahan luasan yaitu sebesar 246,973 hektar. Lahan terbangun disini juga

    termasuk areal pemukiman. Jika dilihat dari matrik perubahan, penambahan

    luasan ini berasal dari perubahan penutupan lain yaitu mangrove, lahan terbuka,semak dan tambak. Pemukiman diperkirakan akan selalu meningkat seiring

    dengan meningkatnya jumlah penduduk.

    Gambar 10. Kenampakan Penutupan Lahan Tambak pada Beberapa Lokasi(Ambarwulan et al., 2003).

    Tambak mengalami pertambahan luasan yang pesat dalam rentang waktu

    4 tahun yaitu sebesar 20.375,014 hektar. Kenampakam tambak dapat dilihat pada

    Gambar 10. Jika dilihat pada matriks perubahan penutupan lahan, konversi hutan

  • 8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf

    52/57

     

    41

    mangrove manjadi tambak adalah yang paling besar yaitu sebesar 15.962,078

    hektar. Selain itu, ada juga yang terkonversi menjadi tambak yaitu lahan terbuka,

     pemukiman dan tambak.

    Secara keseluruhan dalam rentang waktu 4 tahun delta sungai Mahakam

    yang memiliki luasan 260.982,495 hektar, sedikitnya telah terjadi perubahan lahan

    43.343,968 hektar atau kurang lebih 31,163 % dari luasan total.dan sisanya

    95.744,202 hektar (sekitar 68,837 %) tetap atau tidak mengalami perubahan

     penutupannya. Grafik perubahan luasan penutupan secara keseluruhan dapat

    dilihat pada Gambar 11. Grafik tersebut memperlihatkan degradasi paling banyak

    terjadi pada hutan mangrove. Sedangkan pertambahan luasan terbanyak terjadi

     pada areal tambak.

    Perubahan Luasan Penutupan Lahan

    0,00

    20.000,00

    40.000,00

    60.000,00

    80.000,00

    100.000,00

    120.000,00

    140.000,00

    160.000,00

       L  a  u   t

       M  a  n

      g   r  o  v  e

       H  u   t  a

      n    l  a   h  a

      n    k  e

      r   i  n  g 

      S  e  m  a   k

        b  e   l  u   k  a  r

       L  a   h  a

      n    t  e

      r   b  u   k  a

       P  e  m  u   k   i  m

      a  n

       T  a  m   b  a

       k

    Jenis Penutupan Lahan

       L  u  a  s

       (   H