ciletuh iagi
DESCRIPTION
materi mengenai geologi kawasan geopark ciletuh yang berlokasi di daerah ciemas sukabumi selatan,geopark ini memiliki keragaman dan keunikan dari sudut pandang flora,fauna dan juga geologinya.Ciletuh ini merupakan kawasan yang sedang di kembangkan potensinya menjadi kawasan wisata edukasi yang berorientasikan geologi,dengan kerjasama dengan biofarma dan universitas padjadjaranTRANSCRIPT
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
717
717
GUNUNG BADAK, CIKEPUH-CITISUK, DAN CITIREM, KOMPLEKS PETROTEKTONIK JALUR SUBDUKSI KAPUR JAWA BARAT
Yoal Dianto dan1 Yudih Saamena1
1Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21 Jatinangor 45363 Telp./Fax (022) 7796545.
Email : [email protected], [email protected]
SARI
Kompleks Gunung Badak, Kompleks Cikepuh-Citisuk, dan Kompleks Citirem berada di Teluk Ciletuh, merupakan lokasi dari kumpulan batuan Pra-Tersier. Daerah Teluk Ciletuh berada di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Batuan Pra-Tersier di Ciletuh dikenal luas sebagai tektonik melange yang terbentuk dari penujaman lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia selama kala Kapur- Paleosen.
Ini merupakan studi menyeluruh dari kumpulan petrotektonik melalui perangkuman dan analisis penelitian terdahulu (peta geologi dan studi laporan tidak terbit). Data diperoleh melalui pemetaan geologi detil skala 1: 100.000, pengamatan lapangan, analisis petrografi, analisis geokimia (dengan peralatan JEOL superprobe 733), analisis kimia mineral dan pengukuran tekanan dan temperatur.
Kompleks Gunung Badak terdiri dari ofiolit (peridotit, gabro dan lava basal), batuan metamorfik (serpentinit, kuarsit, filit, dan sekis), Kompleks Cikepuh-Citisuk disusun batuan beku basa, ultrabasa, dan metamorfik sebagai lava basal, gabro, peridotit, dan sekis, Kompleks Citirem disusun oleh lava basal (struktur bantal dan vesikuler).
Ke arah selatan (Gunung Badak menuju Citirem), kompleks ini disusun oleh kerak samudera bagian atas; sebaliknya ke utara Kompleks Ciletuh disusun oleh kerak samudera bagian dalam. Tersingkapnya batuan-batuan Pra-Tersier akibat adanya pengurangan kecepatan penekukan pada masa Eosen-Oligosen Bawah, diimbangi terbentuknya akresi, sehingga hadirnya kompleks melange yang mengandung blok-blok batuan ultramafik dan terdiri dari lempeng-lempeng serpentinit dan lava bantal. Di saat bersamaan terjadi obduksi yang menyebabkan proses metamorfisme; pada kala Oligosen Atas, adanya penambahan penekukan yang menyebabkan batuan metamorf mengalami retrograde metamorfism, ditunjukkan dengan hadirnya mineral klorit yang menggantikan aktinolit, albit dan kelompok epidot menggantikan plagioklas pada batuan epidot amfibolit.
Kata kunci : Petrotektonik, Ciletuh, Melange, Penunjaman, Gunung Badak.
ABSTRACT
Gunung Badak, Cikepuh-Citusuk and Citirem Complex is situated in Ciletuh Bay. This location consist of Pre-Tertiary rocks assemblages. Ciletuh Bay region located in Sukabumi Regency, in West Java Province. The Pre-Tertiary rocks at Ciletuh have been widely considered as tectonic mélange, which occured by subduction of Indo-Australian and Eurasian plate during Cretaceous - Paleocene time.
This is a comprehensive study of petrotectonic assemblages by the results of summary and analysis of previous research (geological map and unpublished reports). Primary data are obtained from detailed geological mapping on 1: 100000 scale, field observations and petrographic analysis, geochemical analysis (with JEOL superprobe 733), mineral chemical analysis, and temperature and stress measurement.
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
718
718
Gunung Badak Complex consists of ophiolite (peridotite, gabbro, and pillowed basalt), metamorphic (serpentinite, quartzite, phyllite, and schist), and sedimentary rocks (greywackes, nummulites limestone, black shale, red clay, and polymic breccias). Cikepuh-Citisuk Complex consists of basic, ultrabasic and metamorphic rocks as basaltic lava, gabbro, peridotite, and schist. Citirem Complex consists of thoelitic basaltic lava (pillowed and vesiculars).
In southernward (Gunung Badak to Citirem), this complex consists of upper part Oceanic Crust, inversely northward the Ciletuh Area consist inner part Oceanic Crust. Uplifting of pre-Tertiary rocks is due to less of speed in underside Eosen-Oligosen times, in balance by created of accretion, during the present of melange complex that implied blocks of ultramafic rocks and consists of sepernitite plates basaltic lava. In the same time obduction that made metamorphic process, at Upper Oligosen period, the increase of subduction which cause metamorf rocks to go through metamorphism retrogrades, showing by attended of klorite mineral that replaced aktinolit, albit and epidot groups replaced amfibolit epidot rocks.
Keywords: Petrotectonic, Ciletuh, Melange, Subduction, Gunung Badak.
PENDAHULUAN
Kompleks Gunung Badak, Kompleks
Cikepuh-Citisuk, dan Kompleks Citirem
di Teluk Ciletuh, merupakan lokasi
kumpulan batuan Pra-Tersier. Daerah
Teluk Ciletuh berada di Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara
geografis termasuk dalam peta
topografi AMS lembar Balekambang
No.4221, dan secara fisiografis
termasuk dalam Pegunungan Selatan
yang dibentuk oleh Pegunungan
Priangan Selatan, membujur dari barat
ke timur (Bemmelen, 1949).
Martodjojo, Suparka dan Hadiwisastra
(1977) mengatakan bahwa batuan
pembentuk melange Ciletuh yaitu
satuan terbawah, terdiri dari ofiolit
(peridotit, gabro dan lava bantal),
batuan metamorf (serpentin, sekis, filit,
kuarsit) serta batuan sedimen (rijang,
serpih hitam, grewake, batugamping).
Seluruh batuan ini tercampur secara
tektonik dan ditafsirkan sebagai
endapan melange (Endang Tayib, dkk.,
1977).
Endapan melange tersingkap di daerah
utara ke selatan, masing-masing
Kompleks Gunung Badak (tersusun
oleh batuan ultrabasa, lava bantal, filit
dan sekis), Kompleks Cikepuh-Citisuk
(tersusun oleh gabro dan lava bantal)
dan Komplek Citirem (didominasi oleh
lava bantal). Hubungan stratigrafi
batuan kompleks melange Ciletuh
dengan batuan Tersier adalah selaras
(Gambar 1).
HASIL
Gunung Badak
Tersingkap andesit dan tuf, di selatan
Gunung Badak didominasi serpentinit,
batuan basalt dengan struktur
bantalnya teramati di utaranya dan di
beberapa tempat menunjukkan gejala
terbreksikan. Batuan serpentinit
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
719
719
Gunung Badak terubah sangat kuat,
terlihat tanah lapukan berwarna merah
coklat, batuan menyerpih, dan lava
bantal telah teralterasi, terlapukkan
sangat kuat, memiliki struktur mesh dan
bastit dan merupakan ubahan dari
hazburgit atau dunit. Basalt berwarna
abu-abu gelap dengan tekstur afanitik
sampai porfiritik, plagioklas (tidak
berwarna), amfibol (hijau) dan kalsit
(putih) mengisi rekahan, olivin dan
piroksen sedikit terubah menjadi
serpentin bertekstur bastit, olivin
berstruktur interlocking. Analisis
kualitatif menunjukkan jenis peridotit
adalah harzburgit (Patonah, 2003).
Cikepuh-Citisuk
Pada Sungai Cikepuh tersingkap gabro
pegmatit (gabro olivin dan troktolit)
terbreksikan dan peridotit terubah total
menjadi serpentinit dijumpai lebih ke
arah hulu sungai. Gabro ini berbutir
kasar dan sangat kasar tersusun atas
mineral plagioklas terlihat telah
terkloritisasi, piroksen dan olivin, telah
terubah dan ditunjukkan mineral
serpentin, mineral hijau (amfibol) dan
mineral opak dan terlihat
pembengkokan mineral dan
pemadaman bergelombang pada
piroksen dan amfibol. Sebagian kecil
tremolit diduga merupakan ubahan dari
piroksen dan adanya mineral kalsit
yang diperkirakan merupakan hasil
alterasi dari plagioklas. Dari hasil
analisis kualitatif menunjukkan bahwa
jenis peridotit adalah harzburgit.
Sebagian piroksen dan olivin yang
terubah menjadi serpentin bertekstur
bastit dengan jejak asal mineral
piroksen masih tampak jelas. Olivin
hadir dengan menunjukkan struktur
interlocking.
Dunit di Sungai Citisuk mengalami
pelapukan. Dunit didominasi oleh
mineral olivin (±80%), piroksen (±10%),
serpentin (10%), tekstur faneritik
dengan ukuran mesh. Olivin dan
piroksen sebagian besar terubah
menjadi serpentin. Serpentinit
merupakan hasil ubahan dari harzburgit
dengan ukuran butir sedang sampai
kasar dengan struktur mesh dan bastit
dan tidak ada indikasi terderformasi. Ke
arah hulu banyak dijumpai bongkah
gabro berbutiran kasar, beberapa di
antaranya menunjukkan struktur
milonitik atau terderformasi kuat atau
berupa leukogabro yang didominasi
oleh kehadiran plagioklas dengan
sedikit mineral mafik. Ke arah selatan
dari hulu ini dijumpai batuan metamorf
yang ditutupi oleh endapan
konglomeratik dengan komponen
dominan basal, peridotit dan gabro. Di
atasnya ditutupi oleh sedimen Formasi
Ciletuh.
Sungai Cikopo terletak di sebelah barat
Sungai Citisuk, dipisahkan punggungan
Tegal Pamakaman, tersusun oleh
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
720
720
serpentinit diperkirakan sebagai hasil
serpentinisasi dunit dan harzburgit,
bertekstur bastit, dengan jejak asal
mineral piroksen tampak jelas,
klinopiroksen bertekstur exsolution
lamellae, piroksen memperlihatkan
kembar agak kabur, pemadaman
sejajar pada ortopiroksen dan
pemadaman miring pada klinopiroksen,
olivin hadir bertekstur interlocking.
Dijumpai singkapan batuan peridotit
menumpang secara tektonik pada
batuan metamorf. Peridotit bertekstur
faneritik sampai porfirtik, ukuran butir
0,1 mm – 9 mm, sebagian berstruktur
mesh dan bastit, komposisi olivin ±55%,
ortopiriksen ±20%, klinopiroksen ±10%,
spinel ±5%. Di sekitar kontak atau alas
dari peridotit, menampakkan gejala
gerusan kuat didominasi kehadiran
serpentin, talk atau mineral kloritik,
kadang tercampur batuan metamorf.
Terdapat juga batuan metamorf epidot
amfibolit bertekstur porfiroblas dan
struktur schistose berukuran butir
0,05mm –2mm. Paragenesa mineral
yang menyusun yakni, aktinolit, albit,
epidot, klorit, kalsit, kuarsa sedikit
hornblende coklat serta urat kalsit dan
mineral opak (Patonah, 2003).
Citirem
Sungai Citirem tersingkap lava basal
berstruktur bantal yang menjorok ke
laut yang telah mengalami abrasi di
sekitar muara Sungai Cibuaya (Gambar
2). Lava ini berasosiasi dengan gabro,
spilit dan diabas, ditemukan basal
mengiklusi basal atau sebaliknya.
Perubahan litologis dari utara ke
selatan, gabro makin ke selatan tidak
tersingkap, yang merupakan
perkembangan akresi (Karig, 1976).
Gabro berbutir halus, tampak
mengalami pengaruh deformasi dan
terubah. Spilit berstruktur amigdaloid,
tampak jelas di atas massa dasar
mikrolit plagioklas. Deformasi yang kuat
ditunjukkan oleh satuan batuan gunung
api maupun satuan lempung abu-abu.
Gejala penggerusan diperlihatkan oleh
breksi sesar, milonitisasi, rekahan, dan
cermin sesar.
DISKUSI
Analisis Geokimia
Data geokimia merupakan data
sekunder oleh Dirk (1997), analisis
kimia sekunder terhadap batuan ofiolit
yang mengandung 2 conto peridotit, 2
conto basal, dan satu conto gabro.
Hasilnya menunjukkan gabro dan basal
mengandung alumina yang tinggi
(Al2O3>15%) komposisinya mirip
dengan batuan busur kepulauan yang
berkomposisi batuan basal busur
kepulauan beralumina tinggi dari
(Duaga Island-Witu Island, Papua New
Guinea; Middlemost, 1985), pada
diagram AFM hadir pada wilayah toleit,
semuanya dekat batas pemisah.
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
721
721
Diagram TiO2-MnO-P2O5 dipakai
karena unsur-unsur tersebut relatif
resistan selama proses metamorfisme
dan alterasi, hadir pada wilayah Calc-
Alkaline Arc Basalt (CAB), gabro jatuh
pada Island Arc Tholeiite (IAT). Batuan
mafik pada kompleks melange Ciletuh
cenderung sama dengan tipe dari
island arc, ditandai oleh kandungan
TiO2 rendah, ±1,2 wt%, kandungan
Al2O3 yang tinggi, ±16-19 wt% (Hartono,
2000)
Harzburgit di kompleks melange Ciletuh,
terdiri atas olivin, ortopiroksen,
klinopiroksen, spinel, mineral sekunder,
serpentin, dan mineral opak (magnetit),
olivin dan ortopiroksen terubah ke
serpentin (antigorit, krisotil) melibatkan
reaksi hidrasi antara air dengan mineral
primernya, klinopiroksen tahan alterasi.
Gabro pada kompleks melange
sebagian besar telah teralterasi dan
terdeformasi, ditandai dengan adanya
mineral klorit, kalsit, kelompok epidot,
serisit alterasi plagioklas, aktinolit-
tremolit sebagai hasil alterasi
penguraian piroksen. Gabro
berasosiasi lingkungan Island Arc
Tholeiite (IAT), karena rendah TiO2
(Mullen, 1982), batuan mafik yang
berkomposisi TiO2 rendah (1.2wt%) dan
berkomposisi Al2O3 tinggi 16-19 wt%
termasuk tipe Island Arc. Dari analisis
mineral albit, tremolit, dan aktinolit
menunjukkan gabro teralterasi pada
suhu ± 300oC-500o C dan tekanan ±
3kbar - ± 5kbar (Holand&Blundy, 1990).
Basal termasuk pada lingkungan Calc-
Alkaline Basalt (CAB, Mullen, 1982),
dengan komposisi tinggi alumina
(Al2O3), memiliki kemiripan dengan
basalt island arc Duaga Island-Witu
Island, Papua New Guinea (Dirk,1997).
Analisis Kimia Mineral
Analisis kimia dilakukan dengan
mikroprobe mineral JEOL superprobe
733.
a. Ofiolit
Pada batuan harzburgit, olivin
berkomposisi forsterit Fo80 - Fo82
rendah, mengindikasikan tidak berasal
dari mantel tapi merupakan hasil
peleburan dan inklusi fluida ke dalam
mineral. Nilai analisis Mg-Fe 0.89-1.6,
sedangkan unsur – unsur Ti, Ca, Cr, Ni,
dan Mn umumnya bernilai nol,
mengindikasikan hasil peleburan lerzolit
yang miskin unsur Ni dan Ca. Mineral
ortopiroksen berbentuk klino-enstatit
dengan kandungan Al 0.01-0.06, Ca
0.02-0.05, Cr 0.00-0.01, Ti 0.00-0.01
dan Na 0.00, komposisi klinoenstatit
±Wo1En80Fs91, mengindikasikan bukan
merupakan hasil dari mantel tapi dari
proses peleburan. Klinopiroksen
berbentuk salit, augit, wolastonit
dengan komposisi Wo36.02-40.58%,
En46.38-42.88%, Fs5.75-8.19%.
Komposisi unsur – unsur Al0.03-0.05,
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
722
722
Na 0.03, Ti 0.01-0.03, Fe2+0.11-0.16,
Cr0.02-0.01, dan Ni0.00. Kandungan
Ca Wolastonit mendekati 100% dari
grafik Si, Mg, Na, Ca, Cr, Ti, terhadap
Al merupakan fungsi partial melting,
meningkatnya derajat partial melting
dicirikan oleh turunnya kandungan Al
dengan peningkatan kandungan Si, Mg
dan Ca serta penurunan kandungan
Cr,Ti dan Na. Harzburgit kompleks
melange bukan hasil peleburan mantel
tapi akibat impregnasi magmatick
(Monnier,1996). Dapat disimpulkan
karakteristik kimia mineral dalam
harzburgit kompleks mélange Ciletuh
mirip dengan Island arc Mariana Trench.
Pada batuan gabro, mineral amfibol
dengan komposisi bervariasi, yaitu
magnesio-hornblende, aktinolit, fero-
hornblende dan sedikit tremolit (Ca-
Amfibol) tinggi Si dan Mg. Amfibol pada
gabro, merupakan mineral sekunder
dari proses hidrotermal dan alterasi
piroksen. Mineral plagioklas
berkomposisi anortit rendah An1-An9
yaitu albit. Albit merupakan Na-
plagioklas hasil alterasi plagioklas yang
lebih basa, kandungan K umumnya
berkomposisi sangat rendah < 0.09
atom persatuan formula.
b. Batuan Metamorf
Mineral amfibol pada batuan amfibolit
berkomposisi Mg-Hornblende, Fe-
Hornblende, sedangkan epidot pada
amfibolit berkomposisi Mg-Hornblende,
Fe-Hornblende, Edenit, dan sedikit
Aktinolit. Mineral plagioklas pada
Amfibolit komposisi lebih kaya Ca-
Plagioklas, Andesin (An41-An49), epidot
Amfibolit berkomposisi Na-Plagioklas
(An1-An9) Na-Ca Plagioklas An0-An21.
Epidot pada sayatan epidot Amfibolit
komposisi kaya Al, Ca dan Fe.
Kandungan pistachite 23.52-31.18%,
rendah. Fe dalam epidot menurun
seiring dengan meningkatnya tingkat
metamorfik. Mineral klorit pada batuan
epidot amfibolit kaya akan unsur Mg, Al,
dan Fe2+, dengan rasio Mg/Fe2+ >1.
Nilai rasio ini dapat digunakan untuk
penentuan geotermometer batuan.
Klorit berkomposisi Mg-Al, terbentuk
pada suhu 370o C-390o C.
Pengukuran Tekanan dan
Temperatur
Hasil deskripsi petrografis dan analisis
kimia mineral menunjukkan bahwa
epidot amfibolit terdiri atas kumpulan
mineral-mineral:
albit+oligoklas+aktinolit+hornblende+
klorit+epidot+kuarsa±kalsit±mineralopa
k. Menurut Pluysnina (1982), epidot
amfibolit terbentuk pada tekanan 1kbar-
3kbar dengan temperatur < 500oC,
sementara amfibolit terbentuk pada
tekanan 4kbar-6kbar, dengan
temperatur 600oC-660oC. Kalibrasi
geotermometer Holand&Blundy (1990)
pada amfibol yang berdampingan
dengan plagioklas dilakukan setelah
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
723
723
memasukkan data kualitatif Pluysnina
(1982), Brown (1977), dan Raase
(1974). Dari gabungan data di atas
menunjukkan bahwa batuan metamorf,
yaitu amfibolit memiliki kisaran 4kbar-
6kbar dan epidot amfibolit berkisar
antara 1kbar-5kbar. Dari hasil kalibrasi
geotermobarometer Pluysnina(1982),
Raase(1974), Brown(1977), dan
kalibrasi termometer Blundy &
Holand(1990), serta didukung oleh
paragenesa mineral batuannya, maka
dihasilkan tekanan dan optimum batuan
metamorf sebagai berikut :
1. amfibolit dengan kumpulan mineralnya, yaitu : andesin+hornblende±kuarsa± kalsit±mineral opak, mempunyai tekanan minimum ± 5kbar dan tekanan optimum ± 6kbar dengan temperatur ± 640oC-650oC.
2. epidot amfibolit dengan kumpulan mineralnya, yaitu: albit+oligoklas+aktinolit+ hornblende+klorit+epidot+kuarsa±kalsit±mineral opak, mempunyai tekanan minimum ±4kbar dan tekanan optimum ±5kbar. Temperatur minimum ±410oC sampai temperatur optimumnya ±455oC.
Hadirnya klorit pada epidot amfibolit
diperkirakan bahwa batuan ini
mengalami penurunan temperatur.
Menurut Deer, Howie&Zussman (1992)
menyatakan bahwa klorit terbentuk
pada temperatur 370oC-390oC,
sementara epidot yang merupakan
hasil kalibrasi data di atas
(Blundy&Holand,1990; Pluysnina, 1982;
Brown, 1977; Raase, 1974; serta
paragenesa mineral) diperkirakan
terbentuk pada temperatur 410oC-455o
C. Maka batuan ini diperkirakan telah
mengalami proses retrograde
metamorphism. Data petrografis dan
kimia mineral memperlihatkan pada
bagian tepi hornnblende diganti oleh
aktinolit, selain hadirnya klorit dan
epidot. Selain itu juga, dari hasil
analisis kimia mineral, menunjukkan
hadirnya mineral-mineral albit, oligoklas,
aktinolit, hornblende, dan edenit.
KESIMPULAN
Batuan ofiolit pada Komplek melange
Ciletuh terdiri atas serpentinit,
harzburgit terserpentinisasi, dunit,
gabro dan basal. Sebagian batuan ini
mengalami proses metamorfisme
menjadi batuan metamorf, yaitu
amfibolit dan epidot amfibolit.
Hasil data geokimia menunjukkan
bahwa gabro berasosiasi dengan
lingkungan Island Arc Toleiit (IAT),
sementara basal berasosiasi dengan
lingkungan Calc-alcaline Arc
Basalt/CAB (Mullen, 1982) yang
ditandai dengan tingginya kandungan
Alumina (Al2O3) dan mempunyai
karakteristik yang mirip dengan basal
busur kepulauan dari Duaga Island-
Wistu Island, Papua New Guinea (Dirk,
1997).
Berdasarkan hasil kalibrasi
geotermometer Blundy&Holand (1990),
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
724
724
geotermobarometer Pluysnina (1982),
Brown (1977), dan Raase (1974) serta
paragenesa mineralnya, menunjukkan
bahwa amfibiolit terbentuk pada
tekanan minimum ±5kbar dan tekanan
optimum ±6kbar dengan temperatur
±640oC-650oC. Sementara epidot
amfibiolit terbentuk pada tekanan
minimum ±4kbar dan tekanan optimum
±5kbr dengan temperatur minimumnya
±410oC sampai temperatur optimumnya
±455oC.
Karakteristik peridotit di komplek
melange Ciletuh pembentukannya
berasosiasi dengan lingkungan island
arc (Bloomer & Hawkins, 1993; Monnier,
1996)
Batuan ofiolit pada Kompleks melange
Ciletuh terdiri atas serpentinit,
harzburgit terserpentinisasi, dunit,
gabro dan basal. Sebagian batuan ini
mengalami proses metamorfisme
menjadi batuan metamorf, yaitu
amfibolit dan epidot amfibolit. Ditandai
dengan kandungan forsterit pada olivin
rendah (Fo < 90), adanya peningkatan
derajat partial melting yang ditunjukkan
dengan penurunan kandungan Al,
tampak Si dan Mg pada ortopiroksen
serat Ca pada klinopiroksen meningkat,
sementara Na, Ti dan Cr menurun
bersamaan dengan meningkatnya
derajat partial melting.
Tersingkapnya batuan-batuan Pra-
Tersier di kompleks melange ke
permukaan diperkirakan akibat adanya
pengurangan kecepatan penekukan
pada zaman Tersier (Eosen-Oligosen
Bawah) (Suparka, 1980) yang
diimbangi dengan terbentuknya akresi
di kompleks melange Ciletuh, jalur
penekukan bergeser ke barat dengan
arah utara barat-laut selatan tenggara
serta ditandai dengan hadirnya
kompleks melange yang mengandung
blok-blok batuan ultramafik yang
muncul secara tektonik dan terdiri dari
lempengan-lempengan serpentinit dan
lava bantal yang bercampur dengan
endapan sedimen (Darji, 1994 dalam
Patonah, 2003). Pada saat bersamaan,
juga terjadi obduksi, yaitu kerak
samudera menindih island arc sehingga
menyebabkan terjadinya proses
metamorfisme yang selanjutnya mejadi
batuan metamorf. Hal ini ditandai
dengan tingginya temperatur pada
batuan metamorf, sementara
tekanannya sedang. Akibat
terbentuknya akresi baru yang disertai
dengan pengangkatan pada kala
Oligosen Atas, yaitu adanya
penambahan penekukan yang bergeser
ke selatan (Suparka, 1980)
menyebabkan batuan metamorf
mengalami retrograde metamorphism.
Dari aspek petrografi dan analisis kimia
mineral, proses retrograde
metamorphism ditunjukkan oleh
hadirnya mineral klorit yang mengganti
aktinolit, albit dan kelompok epidot
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
725
725
mengganti plagioklas intermedier pada
epidot amfibolit.
DAFTAR PUSTAKA
Van Bemmelen, R.W., (1949). The Geology of Indonesia. Government Printing Office, Den Haag, Vol I, IA and IB, hal 732 .
Dharmasyraya, (1982). Geologi Daerah Citirem, Surade Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Jurusan Geologi FMIPA UNPAD. Thesis, Unpublished.
Deer, Howie & Zussman, (1992). An Introduction to Rock-Forming Mineral, Second edition. Longman Group (FE) Limited. pp.7,85,143, 223, 332.
Dirk, M.H.J., (1997). Studi Petrologi Batuan Ofiolit dari Komplek Bancuh Ciletuh Jawa Barat. Jurnal Geologi dan Sumber Daya Mineral. hal. 26-30.
Hartono, U., (2000). Island Arc Magmatism : A general Review on Petrogenetic Model. Jurnal Geology and Sumber daya Mineral. pp 16.
Karid, D.E., dan Sharman G.F. (1975). Subduction and accreation in trenches, Geol. Soc. Amer. Bull., v. 86, hal. 377-389.
Karig, D.F., Suparka, S., Moore, G.F., and Hehanusa, P., (1976). Cenozoic Evolution of The Sunda Arc in The Central Sumatra Region. CCOP Meeting.
Katili, J., (1975). Volcanism and Plate Tectonics in the Indonesian Island Arc, Tectonophysic, v.26, hal.165-188.
Martodjojo, S., (1984). Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat. Institut Teknologi Bandung. Dissertation, Unpublished.
Martodjojo, S., Suparka S., Hadiwisastra, S., (1978). Status Formasi Ciletuh Dalam Evolusi Jawa Barat. Geologi Indonesia Vol 5. (2)
Mullen, D.E., (1982). MnO/TiO2/P2O5 : a Minor Element Discriminant for Basaltic Rocks of Oceanic Environment and Its Implication for Petrogenesis. Earth and plantery Science letters, Amsterdam. pp.53-61.
Noeradi, D., Lanin E.S. (2001) Guide Book Field Trip Ciletuh 2001. Departemen Teknik Geologi ITB. Unpublished.
Patonah, Aton., (2003). Studi Ofiolit Komplek Melange Ciletuh Daerah Ciletuh dan Sekitarnya Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Jurusan Teknik Geologi UNPAD. Unpublished.
Rosana, M.F., Mardiana, U., Syafri, I.,Sulaksana, N., Haryanto, I., (2006). Geologi Kawasan Ciletuh, Sukabumi: Karakteristik, Keunikan, dan Implikasinya. Jurusan Teknik Geologi UNPAD. Unpublished.
Satyana, A. H. (1989) Geologi dan Kerabat Ofiolit Gunung Badak. Jurusan Geologi UNPAD. Skripsi, Unpublished.
Suhaeli, E.T., et al., (1977). The status of the melange complex in Ciletuh area, Southwest Java: Proc. 6th Ann.Conv. IPA, pp. 241-253.
Suhanda, T., (1967). Geologi Daerah Ciletuh Jampangkulon, Sukabumi. Jurusan Geologi FMIPA UNPAD. Thesis, Unpublished.
Sukamto, Rab., (1975). Geologi Lembar Jampang dan Balekambang, Skala 1:100.000. Direktorat Geologi. Bandung.
Martodjojo, Suparka S., Hadiwisastra, S., (1977). Suatu Tinjauan
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
726
726
Mengenai Formasi Citirem. Berita Direktorat Geologi V.9. N. 15
Noeradi, Dardji, (1994). CONTRIBUTION A L’ETUDE GEOLOGIQUE D’UNE PARTIE OCCIDENTALE DE L’ILE DE JAVA-INDONESIE. Universitie de Savoie.pp 99-110,211.
Pluysnina, L.P., (1982). Geothermometry dan Geobarimetry of Plagioklas – Hornblende Bearing Assembelages. Contribution Mineral.80. pp. 140-146.
Suparka, S. (1980) Perkembangan Tektonik Daerah Jampang,
Jawa Barat Berdasaran Pengamatan Struktur Geologi. Teknologi Indonesia. Jilid III. No.1.
Thaib, J., (1967). Arah-arah struktural dalam batuan beku ultra basa dan metamorf di daerah masif Tjiletuh, , Jurusan Geologi Unpad. Skripsi. Unpublished.
Thayyib, S., Endang, Said S.E., Siswoyo, Prijomarsono S., (1977). The status of the Melange Complex in Ciletuh area, SouthWest Java. Proc. 6th
Ann.Conv. IPA, pp. 241-253
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
727
727
CITIREM
CIKEPUH-CITISUK
GUNUNG BADAK
Gambar 1.
Geologi Regional Kompleks melange Ciletuh (Distamben Jabar, 2005)
Gambar 2. Singkapan batuan di daerah Kompleks Melange Ciletuh; (a) Peridotit (G. Badak); (b) Lava Basal/Spilit (G. Badak); (c) Epidot (Sungai Cikepuh); (d)
Lava Basal berstruktur bantal; (e) Lava Basal (Sungai Citirem); f(g) Teluk Ciletuh; (h) Pantai muara Sungai Citirem
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
728
728
Gambar 3 Sayatan tipis : (a) Gabro (Gunung Badak); (b) Serpentinit (Gunung
Badak); (c) Epidot, urat dalam gabro (Sungai Cikepuh); (d) Lava Basal (muara Sungai Citirem); (e) Mikrogabro (Utara Sungai Citirem); (f) Peridotit (Sungai Cikopo); (g) Epidot Amfibolit (Sungai Cikopo); h.
Amfibolit (Sungai Citisuk); (i) Peridotit (Sungai Citisuk). Gambar 4.
a). Komposisi amfibol dari amfibiolit dalam diagram Si (Na+K)A b). Komposisi amfibol dari epidot amfibolit dalam digram Si(Na+K)A
(Leake et.Al., 1997)
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37
HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008
729
729
Gambar 5. a). Tekanan dan Temperatur batuan Metamorf kompleks Ciletuh.
b). Geotermobarometer pada epidot amfibolit. (Pluysnina, 1982)
Gambar 6 Model Tektonik dan metamorfisme daerah Ciletuh (Suparka,1980