chapter 9 deegan (csr)

44
EXTENDED SYSTEM OF ACCOUNTING : THE INCORPORATION OF SOCIAL AND ENVIRONMENTAL FACTORS WITHIN EXTERNAL REPORTING Pendahuluan Kita telah banyak belajar mengenai isu-isu terkait dengan pertanggungjawaban aktivitas perusahaan dalam aspek non financial dengan mengeksplorasi teori-teori yang menjelaskan praktek pelaporan sukarela perusahaan. Pada makalah ini akan membahas isu-isu pengembangan pemahaman teori lebih jauh dengan mempelajari aspek pertumbuhan badan penelitian yang menyelidiki praktek pelaporan sosial dan lingkungan yang diadopsi oleh banyak organisasi akhir- akhir ini. Praktek pelaporan sosial dan lingkungan sering menunjuk pada pelaporan yang berkelanjutan yang seringkali menutupi aspek kesinambungan keuangan/ ekonomi dalam penambahan kesinambungan sosial dan lingkungan. Istilah pelaporan berkelanjutan (sustainability reporting) dan pelaporan sosial lingkungan (social environmental reporting) secara bergantian akan digunakan untuk mengacu pada arti dari peraturan/ ketentuan menuju rentang stakeholders, informasi mengenai kinerja entitas dalam hal interaksi secara fisik dan lingkungan sosial termasuk informasi mengenai dukungan entitas tehadap karyawan, komunitas lokal dan asing, catatan keamanan dan pemanfaatan sumber- sumber daya alam. Sedikit mengejutkan bahwa banyak siswa akuntansi yang melengkapi kualifikasi akuntansi mereka tanpa mempertimbangkan isu- 1

Upload: diyah-cipta

Post on 08-Feb-2016

288 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

ceeser

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter 9 Deegan (Csr)

EXTENDED SYSTEM OF ACCOUNTING : THE INCORPORATION OF SOCIAL AND

ENVIRONMENTAL FACTORS WITHIN EXTERNAL REPORTING

Pendahuluan

Kita telah banyak belajar mengenai isu-isu terkait dengan pertanggungjawaban aktivitas

perusahaan dalam aspek non financial dengan mengeksplorasi teori-teori yang menjelaskan

praktek pelaporan sukarela perusahaan. Pada makalah ini akan membahas isu-isu pengembangan

pemahaman teori lebih jauh dengan mempelajari aspek pertumbuhan badan penelitian yang

menyelidiki praktek pelaporan sosial dan lingkungan yang diadopsi oleh banyak organisasi

akhir-akhir ini.

Praktek pelaporan sosial dan lingkungan sering menunjuk pada pelaporan yang

berkelanjutan yang seringkali menutupi aspek kesinambungan keuangan/ ekonomi dalam

penambahan kesinambungan sosial dan lingkungan. Istilah pelaporan berkelanjutan

(sustainability reporting) dan pelaporan sosial lingkungan (social environmental reporting)

secara bergantian akan digunakan untuk mengacu pada arti dari peraturan/ ketentuan menuju

rentang stakeholders, informasi mengenai kinerja entitas dalam hal interaksi secara fisik dan

lingkungan sosial termasuk informasi mengenai dukungan entitas tehadap karyawan, komunitas

lokal dan asing, catatan keamanan dan pemanfaatan sumber-sumber daya alam.

Sedikit mengejutkan bahwa banyak siswa akuntansi yang melengkapi kualifikasi

akuntansi mereka tanpa mempertimbangkan isu-isu terkait pertanggungjawaban bisnis. Namun

demikian praktek akuntansi pada tingkatan yang lebih sederhana dapat didefinisikan sebagai

ketentuan informasi mengenai kinerja entitas yang ditujukan bagi kelompok pengguna laporan

keuangan tertentu yang tidak bisa dipisahkan dari pertimbangan tingkat responsibilitas dan

akuntabilitas sebuah entitas. Sebagai seorang akuntan kita akan menerima tugas untuk

menyediakan akun kinerja sosial dan lingkungan pada sebuah organisasi bila kita telah mengakui

bahwa sebuah entitas memiliki responsibilitas dan akuntabilitas kinerja sosial dan lingkungan.

Begitu juga sebaliknya.

Karena area pelaporan sosial dan lingkungan ini relatif masih baru dan masih terus

mengalami perubahan maka bagi seorang akuntan akan sangat menarik untuk ikut terlibat

didalamnya. Kita akan mulai melihat akuntan jenis baru yaitu akuntan lingkungan

1

Page 2: Chapter 9 Deegan (Csr)

(environmental accountants) dan akuntan sosial (social accountants) yang bekerja berdampingan

bersama dengan akuntan keuangan tradisional.

Tahap-tahap Pelaporan Berkelanjutan (Sustainability Reporting)

Ada beberapa variasi langkah-langkah/ tahap dalam laporan yang terkait atau

berkelanjutan dengan produksi suatu lingkungan sosial. Langkah yang diambil seharusnya

dilakukan secara berurutan sebagaimana sebuah keputusan yang diambil pada masing-masing

tahap (selanjutnya) tergantung pada keputusan yang diambil pada tahap sebelumnya.

Dalam pelaporan berkelanjutan tahap pertama adalah pada saat sebuah perusahaan

memutuskan tujuan organisasi secara garis umum untuk melakukan pelaporan sosial dan

lingkungan, dengan kata lain adalah alasan mengapa perusahaan diharapkan untuk menghasilkan

sebuah laporan yang berkelanjutan. Hal ini kelihatan seperti alasan secara umum untuk

pembangunan kebijakan dan praktek tanggungjawab sosial dan lingkungan, dimana kebijakan

dan prakteknya biasa disebut tanggungjawab sosial perusahaaan (Corporate Social

Responsibility/ CSR). Alasan yang secara umum akan memicu munculnya CSR dan pelaporan

berkelanjutan dalam sebuah organisasi dapat berangkat dari dorongan keinginan secara etis

untuk memastikan keuntungan perusahaaan atau menghindari dampak negatif lingkungan alam

dan sosial, meskipun motif utamanya secara ekonomi adalah memanfaatkan pelaporan

lingkungan sosial dan CSR guna melindungi atau meningkatkan nilai finansial pemegang

saham.

Ketika sebuah organisasi telah menentukan apa tujuan utamanya dalam mempublikasikan

laporan sosial dan lingkungan (CSR) tahap berikutnya yang akan dilakukan dalam proses

pelaporan adalah mengidentifikasikan siapa (stakeholders) yang membutuhkan informasi atas

laporan tersebut, dengan kata lain siapa saja pihak yang secara langsung berkepentingan dengan

pelaporan lingkungan sosial tersebut. Dengan demikian jelaslah bahwa jika pelaporan sosial dan

lingkungan perusahaan hanya terdorong oleh keinginan secara eksklusif pihak manajemen, maka

para stakeholders yang memiliki pelaporan sosial dan lingkungan perusahaan akan secara picik

mengarahkannya hanya untuk kepentingan para stakeholders yang memegang dan

memanfatakan kekuasaan ekonomi terbesar atas perusahaan tersebut. Sebaliknya jika pelaporan

2

Page 3: Chapter 9 Deegan (Csr)

sosial dan lingkungan perusahaan dimotivasi oleh alasan etika/ moral maka pelaporan

perusahaan akan mencari keterbutuhan informasi pada rentang stakeholders yang lebih luas.

Setelah melakukan identifikasi tentang siapa saja stakeholders yang memiliki

kepentingan dan kebutuhan atas informasi yang akan dihasilkannya, tahap ketiga yang harus

dilakukan perusahaan dalam pelaporan yang berkelanjutan adalah memastikan apa saja informasi

yang dibutuhkan oleh para stakeholders, dengan kata lain masalah (isu-isu) apa yang dituju

dalam pelaporan sosial dan lingkungan perusahaan. Dalam mengidentifikasikan masalah, sebuah

entitas mempunyai tanggungjawab dan akuntabilitas atas stakeholders yang terkait, termasuk

melakukan dialog antara perusahaan dengan target stakeholders yang ditentukan. Beberapa

penelitian telah membahas mengenai proses komunikasi dengan stakeholders ini.

Ketika suatu perusahaan telah menentukan tujuan dari proses pelaporan (mengapa

melaporkan), stakeholders yang dituju dengan adanya proses pelaporan ini ( untuk siapa laporan

tersebut dimaksudkan), dan informasi apa saja yang diminta oleh stakeholders ( apa masalah

yang dipertanggungjawabkan oleh para stakeholders entitas, atau apa masalah yang seharusnya

dicover), maka tahap terakhir dalam proses pelaporan sosial dan lingkungan adalah

menghasilkan sebuah laporan (mungkin dalam bentuk lebih dari satu macam) mengenai suatu

isu/ masalah (informasi yang dibutuhkan para stakeholders). Hal ini merupakan langkah umum

yang melibatkan lebih banyak hal-hal yang lebih detail mengenai bagaimana laporan tersebut

akan disusun. Pada tahap ini beberapa elemen dari proses pelaporan sosial dan lingkungan akan

sangat jauh menyimpang dari proses pelaporan keuangan yang diwujudkan dalam kerangka

konseptual akuntansi keuangan, meskipun beberapa masalah (seperti reliability information)

masih dianggap penting pada kedua proses tersebut.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai struktur pelaporan keuangan berkelanjutan

sesuai dengan tahap-tahap “mengapa – siapa – untuk apa – bagaimana” dalam proses pelaporan

sosial dan lingkungan. Dimulai dari eksplorasi detail mengenai motif atau tujuan organisasi

secara umum dan bisnis perusahaaan secara khusus dalam rangka menjamin CSR dan pelaporan

berkelanjutan. Disusul langkah kedua dengan memberikan argumen bahwa rentang stakeholders

yang dituju oleh praktek pelaporan sosial dan lingkungan perusahaan akan mengalir langsung

dari alasan filosofi yang mendasari mengapa hal tersebut akan memberikan jaminan dalam

pelaporan sosial dan lingkungan.

3

Page 4: Chapter 9 Deegan (Csr)

Pada bagian berikutnya akan dibahas mengenai tahap ketiga dengan mempertimbangkan

kajian penelitian yang mendemonstrasikan bahwa pada kenyataannnya ada permintaan dari para

stakeholders atas informasi tentang masalah-masalah sosial dan lingkungan. Bagian ini akan

mempelajari perspektif teori dalam proses dialog para stakeholders, yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasikan masalah para stakeholders entitas tertentu yang memegang tanggungjawab

dan akuntabilitas, dan kemudian apa masalah yang akan dimaksudkan dalam pelaporan sosial

dan lingkungan. Selanjutnya dikuti dengan bagian berikutnya yang membahas mengenai kajian

penelitian yang menyelidiki beberapa masalah-masalah dan proses yang tekait dengan tahap

bagaimana menghasilkan laporan sosial dan lingkungan perusahaan. Termasuk di dalamnya

sebuah analisa mengenai pembatasan atas proses dan praktek pelaporan keuangan konvensional

dalam menangkap dampak sosial dan lingkungan perusahaan, proporsi dan pembatasan atas

pelaporan triple bottom line dalam menyediakan proses dan praktek pelaporan sosial dan

lingkungan yang cocok.

Sejarah Perkembangan Praktek Pelaporan Sosial dan Lingkungan

Praktek pelaporan dampak sosial dan lingkungan operasi perusahaan mulai diungkapkan

pada masyarakat umum secara sukarela oleh perusahaan sejak awal tahun 1990an, pada saat itu

banyak perusahaan membuat kemajuan dalam pertimbangan aspek pelaporan dampak

lingkungan perusahaan. Sekitar pertengahan tahun 1990an pelaporan mengenai aspek dampak

sosial dari operasi perushaaan menjadi praktek yang sangat populer. Perkembangan praktek ini

pada awal hingga pertengahan tahun 1990an cenderung mengambil bentuk pengungkapan dalam

laporan tahunan tentang kebijakan lingkungan (dan kemudian sosial), praktek dan/ atau dampak

dari laporan perusahaan.

Saat ini praktek pelaporan ini semakin meluas, dan pengungkapan sosial dan lingkungan

yang dibuat oleh beberapa perusahaan menjadi semakin luas pula, beberapa perusahaaan terkenal

mulai memisahkan pengungkapan sosial dan lingkungan yang lebih detail dari laporan tahunan

mereka. Sejak akhir tahun 1990an banyak perusahaaan yang mulai menggunakan internet untuk

menyebarluaskan informasi mengenai aspek kebijakan dan kinerja sosial dan lingkungan

mereka.

4

Page 5: Chapter 9 Deegan (Csr)

Tujuan Proses Pelaporan Sosial dan Lingkungan- Tahap Why

Beberapa teori yang dapat diaplikasikan untuk menjelaskan mengapa perusahaan secara

sukarela memilih untuk menyedialan informasi mengenai strategi perusahaan, termasuk kinerja

sosial dan lingkungan mereka diantaranya adalah :

Legitimacy Theory dan ditemukannya gagasan kontrak sosial

Menurut perspektif ini berpendapat bahwa sebuah entitas (organisasi) akan melakukan

aktivitas sosial tertentu (dan menyediakannya) jika pihak manajemen merasa bahwa

komunitas dimana mereka beroperasi mengharapkan perusahaan untuk melakukan suatu

aktivitas tertentu.

Stakeholders Theory

Menurut teori ini pihak manajemen perusahaan akan lebih suka untuk fokus pada harapan

dari stakeholders yang memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk mengendalikan sumber daya

langka dan penting untuk mencapai tujuan perusahaan (dalam hal ini manager).

Accountability Model (Gray, Owen and Adam, 1996)

Menurut perspektif model ini perusahaan mempunyai banyak tanggungjawab, dan dalam

setiap tanggungjawab perusahaan ini ditetapkan hak para stakeholders termasuk hak atas

informasi dari perusahaaan yang menunjukkan pertanggungjawabannya dalam hubungan

dengan harapan para stakeholdersnya.

Institutional Theory

Perspektif menurut teori ini mengasumsikan bahwa manajer perusahaaan akan

mengembangkan atau mengadopsi praktek baru (seperti pelaporan tangggungjawab sosial

perusahaan - CSR dan/ atau tanggungjawab lingkungan) dikarenakan adanya sebuah tekanan

institusional.

Reputation Risk Management

Menurut perspektif ini diasumsikan bahwa motivasi utama pihak manajemen dalam

pelaporan secara sukarela adalah memaksimalkan laba. Dengan manajemen resiko reputasi

ini terdapat asumsi bahwa reputasi sebuah perusahaan memiliki nilai ekonomi, dan manajer

akan menggunakan pelaporan sukarela (seperti pelaporan berkelanjutan) untuk melindungi

dan meningkatkan nilai dan potensi pendapatan secara umum.

5

Page 6: Chapter 9 Deegan (Csr)

Positive Accounting Theory

Menurut teori ini diprediksi bahwa semua orang dipicu oleh kepentingan pribadi (self

interest), sehingga diprediksi juga bahwa aktivitas lingkungan sosial tertentu dan hubungan

pengungkapan mereka hanya akan terjadi jika memiliki implikasi kemakmuran positif pada

keterlibatan manajemen.

Perpektif selanjutnya yang mendorong manajer untuk melakukan CSR dan pelaporan

berkelanjutan diberikan oleh Unerman dan O’Dwyer (2004)

Perspektif ini menggambarkan teori sosial (social theory) dari Anthony Giddens (1990, 1991,

1994) dan Ulrich Beck (1992, 1994, 1999, 2000) yang menyatakan bahwa di dunia dimana

perpsepsi dari hasil negatif masa depan dari suatu kegiatan industri dan konsumsi produk

yang lazim, maka manajer akan menggunakan pelaporan sosial dan lingkungan sebagai

bagian dari strategi untuk mencoba meyakinkan secara ekonomi para stakeholders terkuat

mereka bahwa produk dan aktivitas mereka membawa resiko yang rendah pada masyarakat

ataupun pada individu di dalam masyarakat.

Tanggungjawab Bisnis

Digerakan oleh banyak perusahaan di seluruh dunia untuk melaksanakan mekanisme

pelaporan yang menyediakan informasi mengenai kinerja sosial dan lingkungan suatu entitas

mengimplikasikan bahwa pihak manajemen perusahaan mempertimbangkan bahwa mereka tidak

hanya memiliki tanggungjawab atas kinerja ekonomi saja, tetapi juga untuk kinerja sosial dan

lingkungan perusahaan. Meski ini adalah menurut pandangan banyak individu namun bukan

berarti akan menjadi suatu pandangan yang diterima secara universal. Banyak orang yang masih

menganggap bahwa tujuan utama sebuah entitias bisnis adalah menghasilkan keuntungan bagi

para pemegang saham sehingga mereka akan lebih menyukai bila mendapatkan keuntungan yang

lebih tinggi. Tujuan ini lebih merujuk kepada memaksimalkan nilai pemegang saham

(maximizing shareholder value).

Bagaimana sebuah entitas individual menentukan tanggungjawabnya sangat tergantung

pada penilaian pribadi pihak manajemen yang terlibat di dalamnya. Hal ini relevan dengan tujuan

dari praktek pelaporan sosial dan lingkungan yang dipilih oleh entitas itu sendiri karena

tanggungjawab bisnis dan akuntabilitasnya dirasakan berjalan beriringan. Berdasarkan definisi

6

Page 7: Chapter 9 Deegan (Csr)

yang diberikan oleh Gray, Owen dan Adam (1996, hal 38) tanggungjawab dapat didefinisikan

sebagai :

“Tugas untuk menyediakan sebuah akun (tidak berarti selalu akun finansial) atau perhitungan dari tindakan-tindakan untuk pihak yang bertanggungjawab”

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ada dua tugas atau tanggungjawab yang

termasuk di dalam akuntabilitas :

1. Tanggungjawab untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu (atau menahan diri dari

melakukan tindakan tertentu)

2. Tanggungjawan untuk menyediakan sebuah akun bagi tindakan-tindakan tersebut

Beberapa diskusi mengenai pelaporan sosial dan lingkungan selalu membutuhkan

pertimbangan mengenai apa tanggungjawab perusahaan dan apa yang dirasakannya, kemudian

kepada siapa tanggungjawab tersebut ditujukan, apakah untuk pemilik langsung (pemegang

saham) saja atau lebih luas lagi pada masyarakat sekitar dimana perusahaan beroperasi. Masalah

lainya adalah apakah tanggungjawab perusahaan hanya terbatas pada saat sekarang saja dan apa

saja implikasinya bagi generasi di masa mendatang. Juga ada masalah terkait jabatan publik yang

mendominasi pengambilan keputusan dalam perusahaan.

Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai kepedulian dan tanggungjawab perusahaan

terhadap pihak lain diluar para pemegang saham terkait masalah akuntabilitas perusahaan.

Unilever (2004)

Dalam pernyataan pembuka review laporan tahunan terdapat pernyataan perusahaan yang

meyakini bahwa untuk meraih kesuksesan mengharuskan standar tertinggi perilaku

perusahaan terhadap semua orang yang bekerja bersama mereka, masyarakat yang

bersentuhan dengan perusahaan, dan lingkungan yang ikut tepengaruh oleh perusahaan.

British Communication (2004)

Grup multinasional ini menyatakan dalam laporan CSR perusahaan bahwa konsep

pembangunan berkelanjutan merepresentasikan sebuah dunia baru dimana pertumbuhan

ekonomi memberikan masyarakat yang adil dan inklusif, dan pada saat yang bersamaan

melestarikan lingkungan alam dan sumber daya dunia yang tidak dapat diperbaharui bagi

gernerasi penerus di masa depan.

Sebuah Peternakan Ikan di Skotlandia

7

Page 8: Chapter 9 Deegan (Csr)

Georgekopoulos dan Thomson (2005) memberikan contoh sebuah peternakan ikan di

Skotlandia sebuah institut yang mempraktekkan pertanian organik dan menyatakan bahwa

pergeseran ke produksi organik tidak bermasalah dan relatif tidak mahal. Hal ini bukan

merupakan reaksi untuk memprotes gerakan atau bahwa salmon organik dianggap sebagai

produk yang lebih aman dan sehat. Pergeseran tesebut dipicu oleh prospek harga pasar yang

lebih tinggi dan untuk mengamankan penjualan dalam iklim penurunan harga pasar dan

volume untuk salmon anorganik.

Dukungan Terhadap Pandangan Sempit Tanggungjawab Bisnis

Dari waktu ke waktu banyak orang terkenal yang memberikan pandangan mereka

mengenai tanggungjawab bisnis. Dalam bukunya yang telah banyak dikutip, Capitalism and

Freedom (1962), Milton Friedman menolak pandangan bahwa manajer perusahaan mempunyai

kewajiban moral lebih dari keinginan memaksimalkan keuntungannya. Para pendukung

Friedman cenderung berpendapat bahwa tindakan semua individu adalah didorong oleh

kepentingan individual (self interest) untuk memaksimalkan kemakmuran pribadi, kemudian hal

ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat (melalui pertumbuhan ekonomi) karena

kemakmuran dihasilkan oleh kesuksesan yang akan “menular” pada mereka yang kurang sukses

(trickel down theory). Memang teori ini biasanya dianggap pengulangan dari kunci pembenaran

moral sistem kapitalis.

Masalah utama dalam pembenaran moral pada fokus eksklusif dan sempit dalam

memaksimalkan nilai/ kemakmuran pemegang saham ini adalah sedikitnya (bila ada) bukti yang

menunjukkan bahwa hal itu terjadi. Bahkan sejumlah bukti ekonomi justru menunjukkan hal

yang sebaliknya. Sebagai contoh Hutton (1996,172) memberikan bukti bahwa dalam sebagian

besar kondisi ekonomi pasar bebas di Inggris pada tahun 1980an, pendapatan riil dari sepuluh

orang terkaya naik lebih dari 50%, sementara 15% dari penduduk yang miskin mengalami

penurunan pendapatan riil.

Poin lainnya adalah bahwa ‘keuntungan” memberikan sebuah pengukuran atas

pendapatan (dividen) masa depan yang mungkin diperoleh bagi satu kelompok stakeholders

yaitu pemegang saham. Dalam mengomentari perusahaan untuk keuntungan yang tinggi

mungkin kita meletakkan kepentingan investor (pemilik) dibawah kepentingan stakeholders lain.

Sangat tidak biasa untuk melihat sebuah laporan dalam tekanan finansial bahwa perusahaan

8

Page 9: Chapter 9 Deegan (Csr)

tertentu menghasilkan sebuah keuntungan dengan peningkatan biaya gaji/ upah. Dalam konteks

ini terdapat implikasi bahwa pendapatan satu stakeholder (pegawai) entah bagaimana buruk

tetapi keuntungan stakeholder lainnya (pemilik modal) adalah bagus.

Dukungan Terhadap Pandangan Luas Tanggungjawab Bisnis

Kontras dengan pandangan sempit yang menyatakan bahwa tujuan utama manajer

perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan, ada beberapa penelitian yang bekerja di

wilayah pelaporan sosial perusahaan (CSR). Bahwa organisasi, privat ataupun publik

mendapatkan hak mereka untuk beroperasi dalam masyarakat. Hak tersebut diberikan oleh

masyarakat di mana mereka berada dan bukan semata-mata oleh pihak-pihak yang

berkepentingan langsung secara finansial ataupun oleh pemerintah. Menurut Donaldson (1982)

jika sebuah masyarakat dapat memilih untuk menciptakan sebuah organisasi mereka juga bisa

memilih untuk tidak menciptakan organisasi atau justru menciptakan entitas yang berbeda.

Sebagai akibatnya, perusahaan memperoleh ijin untuk beroperasi dari masyarakat dan akhirnya

harus bertanggungjawab kepada masyarakat juga mengenai apa dan bagaimana operasinal

perusahaan.

Bagaimanapun masyarakat memiliki harapan yang besar (seperti produk atau pelayanan

yang bagus dan aman, tidak mengekploitasi karyawan ataupun lingkungan alam, dll) terhadap

perusahaan, sehingga sangat disangsikan apakah perusahaan yang asyik dengan keuntungannya

sendiri dapat terus eksis dan bertahan. Dukungan terhadap penalaran tersebut dilaporkan

berdasarkan beberapa survei dan wawancara yang dilakukan pada para pimpinan beberapa

perusahaan besar dunia.

Mengembangkan Gagasan Berkelanjutan

Sejak tahun 1970an telah banyak diskusi dalam beberapa forum tentang implikasi dari

pembangunan ekonomi yang berkelanjutan untuk lingkungan dan berhubungan dengan kebaikan

umat manusia. Keberlanjutan lingkungan bukanlah sesuatu yang dapat dicapai dengan mudah.

Langkah yang signifikan dalam penempatan keberlanjutan (sustainability) dalam agenda

pemerintah dan bisnis sedunia adalah sebuah laporan yang dimulai oleh General Assembly of the

United Nations. Laporan berjudul Our Common Future dipersembahkan oleh World

9

Page 10: Chapter 9 Deegan (Csr)

Commission of Environment and Development pada tahun 1987, dokumen penting ini lebih

dikenal sebagai The Bundtland Report. Laporan ini secara singkat menghasilkan sebuah agenda

untuk perubahan dalam rangka memerangi dan meringankan tekanan yang sedang berlangsung

di lingkungan global. Secara umum perusahaan harus merubah cara mereka berbisnis dan

perusahaan juga harus mempertanyakan tujuan dan prinsip yang ada dalam bisnis tradisional.

The Bundtland Report mengidentifikasikan secara jelas bahwa masalah ekuitas, dan

masalah tertentu yang berkaitan dengan ekuitas antar generasi adalah pusat dari agenda

keberlanjutan. Secara global kita harus memastikan bahwa pola konsumsi generasi kita tidak

akan berdampak negatif pada kualitas hidup generasi mendatang. Terdapat bukti dari berbagai

sumber bahwa dalam beberapa tahun ini pengaruh ekologis aktivitas manusia (termasuk bisnis)

telah melampaui kapasitas bumi untuk menyerap dampak tersebut. Bila kita terus mengkonsumsi

sumber daya bumi pada level ini akan tiba masa ketika biosfer tidak mampu lagi mendukung

kehidupan manusia, lebih jelasnya posisi alam, masyarakat dan keuntungan bisnis yang tidak

berkelanjutan.

Definisi implisit dari keberlanjutan adalah sebuah kebutuhan akan masalah ekuitas antar

generasi yang ditujukan pada perlu dipenuhinya kebutuhan penduduk dunia saat ini, yaitu

membutuhkan strategi untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan yang saat ini melanda

beberapa negara.

Peritiwa yang cukup signifikan selanjutnya adalah Earth Summit di Rio de Janeiro pada

tahun 1992. Masalah yang diangkat pada pertemuan ini adalah pengembangan berkelanjutan

pada politik dan bisnis internasional di garis depan. Hasil penting pertemuan ini adalah agenda

21 yang dianggap sebagai action plan abad 21 dan menempatkan keberlanjutan (sustainability)

sebagai pertimbangan utama pembangunan nasional dan global yang sedang berlansung.

Pada tahun yang sama Uni Eropa (EU) merilis dokumen berjudul ‘Toward Sustainability’

sebagai bagian dari Fifth Action Programmenya. Salah satu saran dari program tersebut adalah

agar profesi akuntansi mengambil peran dalam implementasi sistem biaya yang

menginternalisasi beberapa biaya lingkungan. Seperti bahasan sebelumnya dalam akuntansi

keuangan tradisional biasanya mengabaikan biaya dan manfaat lingkungan sosial.

Menindaklanjuti Earth Summit di Rio Janeiro, pada tahun 2002 pertemuan berikutnya

digelar di Johanesburg. Salah satu hasil pertemuan ini adalah peluncuran ketentuan yang direvisi

10

Page 11: Chapter 9 Deegan (Csr)

dari pedoman untuk proses pelaporan dampak sosial dan lingkungan dari operasi sebuah

perusahaan. Pedoman ini dikenal sebagai Sustainability Reporting Guidelines dan dikembangkan

oleh berbagai organisasi dibawah bantuan Global Reporting Initiative (GRI).

Adopsi Bisnis Ide Pembangunan Berkelanjutan

Berkelanjutan tampaknya telah menjadi bagian sentral dari bahasa bisnis sedunia, dan

definisi yang diberikan dalam The Bundtland Report telah memperoleh penerimaan secara luas.

Diantaranya adalah beberapa pernyataan dari CEO Nokia ( 2004), Perusahaan elektonik

multinasional dari Belanda, Philips (2004), Cooperatif Financial Services Group (CFS) dari

Inggris (2003) yang memberikan komitmen perusahaan-perusahaan tersebut dalam

pembangunan berkelanjut

Bisnis Berkelanjutan dan Prinsip ‘Triple Bottom Line’

Banyak perusahaaan yang membayangkan berkelanjutan terdiri atas tiga rangkaian :

ekonomi, sosial dan lingkungan. Model ini sering disebut sebagai pendekatan triple bottom line

an.berkelanjutan, sebuah istilah yang dikembangkan oleh John Elkington (1997). Kinerja

keuangan atau keuntungan dalam bahasa sehari-hari sering disebut sebagai inti utama dari

berbisnis, sehingga fokus semata-mata dalam kinerja ekonomi dapat dianggap sebagai fokus

pada mencari keuntungan finansial (single bottom line).

Tiga aspek berkelanjutan ini cenderung bertemu selama jangka waktu yang lebih lama.

Dalam jangka waktu yang pendek dimungkinkan untuk menghasilkan keuntungan ketika

berdampak negatif pada masyarakat. Dalam jangka waktu menengah, mengingat bahwa bisnis

beroperasi dalam masyarakat, dampak negatif pada masyarakat mengakibatkan kegiatan bisnis

mungkin menyebabkan kerusakan dalan fungsi sosial yang dibutuhkan untuk keberlangsungan

keuntungan bisnis. Agumentasinya adalah bahwa hampir semua kegiatan bisnis tergantung pada

fungsi efektifitas dari banyak sistem sosial, jika sistem ini rusak maka keuntungan masa depan

akan terancam.

Dalam jangka waktu yang panjang argumen untuk menyamakan ekonomi, sosial dan

kelestarian lingkungan sangat mudah. Argumennya adalah bahwa ekonomi (termasuk kegiatan

bisnis) dan semua sistem sosial beroperasi dalam lingkungan alam. Dalam jangka panjang

11

Page 12: Chapter 9 Deegan (Csr)

kelestarian lingkungan diperlukan bagi sosial dan ekonomi berkelanjutan sehingga perhatian

pada kinerja bottom line (atau meminimalkan dampak) dalam hal lingkungan diperlukan untuk

memastikan bottom line sosial dan ekonomi yang berkelanjutan. Implikasi argumen ini hampir

sama dengan implikasi dalam kebutuhan akan berkelanjutan antar generasi, dalam arti mungkin

diperlukan untuk mengobankan beberapa kebutuhan jangka pendek untuk memastikan

berkelanjutan keuntungan ekonomi dalam sistem ekonomi dan ekologis berkelanjutan.

Dillard, Brown dan Marshall (2005, 81) menjelaskan bahwa dalam praktek pendekatan

triple bottom line berkelanjutan ini terdapat hambatan bahwa sistem sosial ini telah menjadi

dominan dan mengeksploitasi sistem alam, dalam ekonomi khususnya, keuntungan berdasarkan

sistem sosial ini dominan.

Dalam akuntansi hubungan pendekatan triple bottom line berkelanjutan ini adalah bahwa

dalam akuntansi keuangan tradisional selama hanya memperhatikan pelaporan kinerja ekonomi,

dan menurut pendapat Elkington (1997) perlu dikembangkan peran lebih luas dengan adanya

pelaporan kinerja sosial dan lingkungan yang berkelanjutan.

Motivasi perusahaan untuk melakukan pelaporan kinerja sosial dan lingkungan yang

berkelanjutan bermacam-macam, mulai dari keinginan untuk memaksimalkan penerimaan

financial untuk para pemegang saham dan/ atau manajer dengan menggunakan pelaporan

tersebut sebagai alat untuk menjaga dan mempertahankan dukungan dari stakeholders yang

memiliki kekuatan ekonomi sampai pada keinginan untuk melaksanakan tugas akuntabilitas atas

dampak sosial dan lingkungan dari operasi perusahaan pada berbagai stakeholders.

Mengidentifikasi Stakeholder – Tahap “ Siapa”

Untuk organisasi dimana manajer memiliki motivasi untuk memaksimalisasi nilai

pemegang saham keuangan maka laporan sosial dan lingkungan akan digunakan untuk

mendapatkan dukungan yang kuat secara ekonomi dari para stakeholder.

Mengidentifikasi stakeholder yang relevan sesuai dengan cabang manajerial teori stakeholder

Kelompok-kelompok yang tepat dari stakeholder yang mampu menggunakan kekuatan

ekonomi yang lebih atas sebuah organisasi akan bervariasi dari satu organisasi ke organisasi, dan

juga dapat bervariasi dalam satu organisasi dari waktu ke waktu.

12

Page 13: Chapter 9 Deegan (Csr)

Untuk jenis perusahaan dimana konsumen cenderung untuk memegang kekuasaan

ekonomi yang cukup besar, mereka dapat dengan mudah beralih membeli produk pesaing jika

perusahaan melakukan sesuatu yang tidak mereka setujui. Sebaliknya, untuk pemasok monopoli

dari barang atau jasa penting, konsumen hanya memiliki sedikit kekuatan ekonomi secara

langsung karena mereka tidak akan memiliki alternatif sumber pasokan dan biasanya tidak

mampu menghentikan konsumsi produk atau layanan penting tersebut.

Dalam kasus pemasok monopoli, kebijakan pemerintah atas monopoli biasanya akan

memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar atas perusahaan, sebagai pembuat kebijakan

sering kali memiliki kemampuan untuk menentukan harga yang dibebankan kepada konsumen,

tingkat layanan yang diperlukan dan standar kualitas. Dengan demikian, sudut pandang

stakeholder manajerial akan memprediksi bahwa dalam kasus pemasok monopoli, pengungkapan

pertanggungjawaban akan ditujukan untuk membantu meyakinkan regulator bahwa monopoli

telah dioperasikan sesuai dengan standar ekonomi, sosial dan lingkungan yang dibutuhkan oleh

regulator dan dibutuhkan oleh para politisi yang menunjuk regulator tersebut.

Jadi dari sudut pandang stakeholder manajerial, stakeholder yang kuat secara ekonomi

dimana pandangan dan harapannya akan dipertimbangkan dalam menentukan tanggung jawab

sosial dan lingkungan perusahaan, dan tugas akuntabilitas termasuk dalam tanggung jawab ini,

akan cenderung bervariasi dari konsumen (untuk perusahaan yang menjual produk generik di

pasar yang kompetitif) ke regulator pemerintah (untuk pemasok monopoli produk atau jasa) yang

penting.

Sebagai contoh bagaimana stakeholder yang kuat secara ekonomi dapat bervariasi dari

waktu ke waktu dalam sebuah organisasi tunggal adalah dengan mempertimbangkan perubahan

dalam lingkungan ekonomi makro dimana perusahaan beroperasi. Bagi perusahaan yang

membutuhkan karyawan semi terampil dalan jumlah besar dan layak menjual produknya dalam

pasar kompetitif, konsumen memiliki kekuatan ekonomi yang besar saat resesi ekonomi tetapi

mungkin kehilangan sebagian kekuatannya saat booming ekonomi (ketika permintaan konsumen

tumbuh lebih cepat dari pasokan) sebaliknya tenaga kerja semi terampil dapat menjadi kuat

secara ekonomi selama ledakan ekonomi jika pengangguran jatuh dan umumnya kekurangan

pekerja semi terampil muncul. Dalam hal ini stakeholder yang kuat secara ekonomi dimana

13

Page 14: Chapter 9 Deegan (Csr)

pandangan perusahaan akan ditujukan sesuai dengan cabang manajerial dari teori stakeholder

bisa berubah dari konsumen perusahaan ke karyawannya.

Sebuah identifikasi yang lebih luas dari para stakeholder sesuai dengan cabang etika teori

stakeholder

Adanya tanggungjawab perusahaan dan pelaporan berkelanjutan dalam organisasi

dimotivasi oleh pertimbangan etika yang lebih luas untuk mengurangi dampak negatif

(memaksimalkan dampak positif), dimana setiap orang atau entitas yang kemungkinan terkena

dampak dari operasi organisasi merupakan stakeholder. Organisasi bertanggungjawab kepada

siapa operasi mereka bisa berdampak, baik kepada generasi manusia saat ini dan generasi

mendatang (dengan tidak mempedulikan seberapa jauh asal orang-orang tersebut dari

organisasi), juga pada hewan dan unsur alam yang berpotensi terkena dampak operasi organisasi

tersebut.

Berdasarkan teori ini, organisasi memiliki motivasi secara etis untuk memperhitungkan

pandangan dan kebutuhan semua stakeholder (sekarang dan masa depan) kepada siapa operasi

mereka berpotensi berdampak namun dalam prakteknya, pada kebanyakan organisasi yang

operasinya cenderung memiliki beberapa bentuk dampak pada orang, hewan dan unsur alam

lainnya mencoba untuk memperhitungkan semua potensi dampak dan berusaha untuk

berkomunikasi dengan semua orang yang berpotensi terkena dampak adalah hal yang mustahil.

Kemustahilan ini sebagian karena tingginya kompleksitas dan dunia yang saling terkait

maka banyak kegiatan memiliki potensi untuk menyebabkan banyak hal yang tidak diinginkan

dan konsekuensi yang tak terduga (Beck, 1992, 1999). Dimana konsekuensi masa depan dari

tindakan saat ini tidak dapat diduga, sulit untuk membayangkan bagaimana organisasi akan

memasukkannya dalam perhitungan ketika menentukan stakeholder yang terpengaruh (saat ini

dan masa depan) oleh operasi saat ini dan kepada siapa organisasi bertanggung jawab saat ini.

Kemustahilan ini juga sebagian muncul karena, ketika mengkomunikasikan elemen akuntabilitas

adalah hal yang tidak mungkin untuk mengefektifkan kominukasi hari ini dengan banyak elemen

bukan manusia dari alam atau dengan generasi masa depan.

Dengan demikian, meskipun ketika tanggungjawab sosial perusahaan sebuah organisasi

dan pelaporan sosial dan lingkungan dimotivasi oleh etika daripada alasan manajerial, organisasi

14

Page 15: Chapter 9 Deegan (Csr)

akan selalu memerlukan untuk mengidentifikasi sebagian dari semua stakeholder yang mungkin

terkena pengaruh dari operasi mereka. Sosial dan lingkungan memerlukan dan mengharapkan

sebagian dari stakeholder ini akan menentukan tanggungjawab sosial dan lingkungan dan

akuntabilitas organisasi, dan pelaporan sosial dan lingkungan dimana menunjukkan tugas dari

akuntabilitas.

Mengidentifikasi bagian stakeholder prioritas dalam cabang etika teori stakeholder

Beberapa ahli teori, seperti Gray et al (1997) dan Unerman dan Bennett (2004),

berpendapat bahwa pendekatan etika untuk mengidentifikasi dari sejumlah besar stakeholder

kepada siapa organisasi bertanggungjawab dan membutuhkan pertimbangan yang akuntabel dari

pandangan para stakeholder kepada siapa operasi organisasi memiliki dampak yang lebih. Dalam

hal ini tidak akan selalu ada orang/ stakeholder yang paling dekat dengan operasi organisasi

dalam ekonomi (atau bahkan secara fsik /geografis ).

Implikasi praktis dari pendekatan teoritis ini kepada stakeholder prioritas ( sesuai dengan

cabang etika teori stakeholder ) adalah bahwa organisasi dimana tanggungjawab sosial

perusahaan dan pelaporan sosial dan lingkungan dimotivasi oleh keinginan untuk meminimalkan

dampak negatif sosial dan lingkungan dari operasinya akan memprioritaskan kebutuhan

stakeholder sesuai dengan sejauh mana operasi organisasi berdampak dalam kehidupan

stakeholder tersebut. Dalam menentukan kebijakan dan praktik organisasi berusaha untuk

meminimalkan dampak negatif pada banyak stakeholder ini seminimal mungkin. Hal ini

menunjukkan kebutuhan dan harapan dari para stakeholder kepada siapa operasinya memiliki

dampak yang berpotensi besar dalam prioritas kebutuhan dan harapan stakeholder kepada siapa

itu cenderung memiliki dampak yang lebih rendah. Namun O’Dwyer (2005) menunjukkan

bagaimana masalah dari proses stakeholder prioritas ini dalam praktek, sebagai stakeholder

dimana beberapa mungkin memiliki ketergantungan yang tinggi pada organisasi untuk alasan

kemanfaatan dapat dihilangkan dari bagian prioritas stakeholder yang ditetapkan dan ditentukan

oleh para manajer organisasi.

15

Page 16: Chapter 9 Deegan (Csr)

Identifikasi Stakeholder dalam praktek

Sebagai contoh bagaimana beberapa organisasi mendefinisikan pemangku kepentingan

mereka dalam praktek, seperti dalam sustaiable reporting 2003 Co-operative Financial Services

(CFS) dalam kelompok UK (yang meliputi Co-operative Bank), organisasi mendefinisikan

stakeholder utamanya lebih luas yaitu sebagai pemegang saham, pelanggan, staff, pemasok,

masyarakat dan gerakan koperasi, dan menjelaskan bagaimana masing-masing dari kelompok

tersebut didefinisikan.

Dalam prakteknya, pendekatan mana untuk memilih prioritas stakeholder yang diambil

oleh organisasi apakah: memprioritaskan stakeholder atas dasar para stakeholder yang paling

mampu memberikan pengaruh pada keuntungan organisasi (atau nilai pemegang saham),

memprioritaskan stakeholder atas dasar mereka yang hidupnya paling dipengaruhi oleh kegiatan

organisasi, atau posisi suatu tempat diantara keduanya.

Apabila organisasi telah mengidentifikasi para stakeholder yang kebutuhan sosial dan

lingkungan dan harapan itu akan ditujukan, kemudian organisasi harus mengidentifikasi apa saja

kebutuhan informasi dan harapan stakeholder. Hal ini membawa pada tahap ketiga dari 'mengapa

- siapa - untuk apa - bagaimana' proses pelaporan sosial dan lingkungan.

Mengidentifikasi Kebutuhan Informasi dan Harapan Stakeholder - Tahap “untuk apa”

Menjawab pertanyaan untuk apa isu sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh

stakeholder yang menginginkan organisasi bertanggungjawab dan akuntabel adalah untuk

mengidentifikasi apakah ada permintaan antara stakeholder terhadap informasi sosial dan

lingkungan. Jika terdapat permintaan dari stakeholder atas informasi sosial dan lingkungan, hal

ini menunjukkan bahwa para stakeholder memegang tanggungjawab dan akuntabilitas

organisasi.

Tuntutan stakeholder untuk, dan reaksi terhadap informasi sosial dan lingkungan

Segala bentuk pelaporan publik agar menjadi berguna perlu ada sebuah permintaan

eksternal untuk, atau reaksi terhadap informasi tertentu yang diungkapkan. Deegan dan Rankin

(1997) menunjukkan kemampuan untuk membentuk persepsi melalui laporan tahunan atau

pengungkapan laporan sosial dan lingkungan hanya mungkin jika anggota masyarakat benar-

16

Page 17: Chapter 9 Deegan (Csr)

benar menggunakan informasi yang dilaporkan. Deegan dan Rankin (1997) meneliti masalah

apakah orang benar-benar menggunakan atau mengandalkan informasi kinerja lingkungan yang

diberikan dalam laporan tahunan, atau dengan kata lain meskipun jawaban atas pertanyaan untuk

apa akuntabel, setidaknya akuntabel untuk sesuatu. Mereka diminta, dengan cara survei

kuesioner, pandangan pemegang saham; pialang saham dan analis riset; akuntansi akademisi;

perwakilan lembaga keuangan; dan sejumlah organisasi melakukan review umum atau fungsi

pengawasan terkait dengan:

Materialitas isu-isu lingkungan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat yang

menggunakan laporan tahunan untuk mendapatkan informasi;

Informasi lingkungan apakah yang dicari dari laporan tahunan; dan

Bagaimana pentingnya informasi lingkungan dalam proses pengambilan keputusan

dibandingkan dengan informasi tanggung jawab sosial lainnya dan informasi tentang kinerja

dan posisi keuangan organisasi.

Deegan dan Rankin (1997) menemukan, pada tingkat yang signifikan secara statistik ,

bahwa pemegang saham dan individu dalam organisasi dengan review atau pengawasan fungsi

(termasuk asosiasi konsumen, kelompok karyawan, asosiasi industri dan kelompok lingkungan)

menganggap bahwa informasi lingkungan adalah material untuk melakukan keputusan tertentu

mereka. Selain itu, pemegang saham, akademisi akuntansi dan individu dari organisasi dengan

review atau pengawasan fungsi juga mencari informasi lingkungan dari laporan tahunan untuk

membantu dalam membuat berbagai keputusan mereka. Laporan tahunan ini dirasakan oleh

keseluruhan kelompok responden secara signifikan lebih penting (pada pertengahan 1990-an)

dibandingkan sumber informasi lain mengenai interaksi organisasi dengan lingkungan. Studi ini

menunjukkan bahwa berbagai kelompok stakeholder dalam masyarakat menuntut informasi

tentang kinerja sosial dan lingkungan organisasi, dengan demikian pada tingkat yang sangat luas

ada isu terus menerus dimana stakeholder memegang organisasi yang bertanggung jawab dan

akuntabel.

Juga untuk menjawab pertanyaan akuntabel untuk apa adalah untuk sesuatu, fokus pada

studi secara sempit ditujukan pada reaksi pasar saham terhadap pengungkapan informasi sosial.

Teori yang mendasari studi ini adalah hipotesis pasar efisien yang menyatakan bahwa isi

informasi dari pengumuman berita jika relevan dengan pasar maka akan segera dan secara tidak

17

Page 18: Chapter 9 Deegan (Csr)

bias tercakup dalam harga saham. Artinya jika item informasi tentang suatu organisasi dapat

dikaitkan dengan perubahan harga saham organisasi tersebut, maka diasumsikan bahwa

informasi penting bagi investor.

Berikut ini studi-studi yang meneliti reaksi pasar terhadap pengungkapan yang dibuat

oleh organisasi itu sendiri :

Ingram (1978) dan Anderson dan Frankie (1980) menemukan bahwa pasar tidak bereaksi

terhadap pengungkapan sosial, dengan Ingram menyimpulkan reaksi menjadi fungsi, antara

lain industri yang diikuti organisasi milik dan jenis pengungkapan sosial yang dibuat.

Belkaoui (1976) dan Jaggi dan Freedman (1982) mempelajari reaksi investor untuk

pengungkapan polusi. Belkaoui mengamati reaksi pangsa pasar yang positif untuk

perusahaan yang memberikan bukti prosedur pengendalian polusi yang bertanggung jawab,

dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bisa menunjukkan tanggung jawab.

Jaggi dan Freedman (1982) mempelajari dampak pasar pengungkapan polusi dibuat oleh

perusahaan yang beroperasi dalam industri yang sangat berpolusi. Konsisten dengan hasil

Belkaoui itu, Jaggi dan Freedman mengamati reaksi pangsa pasar positif perusahaan-

perusahaan yang bisa menunjukkan kontrol polusi lebih besar.

Shane dan Spicer (1983) melakukan penelitian yang menyelidiki respon pasar terhadap

informasi kinerja lingkungan yang berasal dari sumber di luar perusahaan, khususnya yang

diproduksi oleh organisasi berbasis New York, Dewan Prioritas Ekonomi. Mereka

menemukan bahwa organisasi yang diidentifikasi memiliki peringkat kinerja pengendalian

polusi rendah lebih mungkin untuk memiliki security return negatif yang signifikan pada

hari yang peringkat yang dirilis ke publik dibandingkan dengan organisasi dengan peringkat

kinerja pengendalian polusi lebih tinggi. Shane dan Spicer menganggap bahwa hasilnya

konsisten dengan asumsi bahwa informasi yang dirilis oleh Dewan Prioritas Ekonomi

mengizinkan investor untuk membedakan antara organisasi dengan catatan kinerja

pengendalian polusi yang berbeda.

Lorraine, Collison dan Power (2004) meneliti reaksi harga saham di Inggris untuk publikasi

tentang denda bagi pencemaran lingkungan serta penghargaan tentang prestasi lingkungan

yang baik, selama 5,5 tahun mereka menemukan bahwa ada sedikit reaksi pasar pada hari

18

Page 19: Chapter 9 Deegan (Csr)

denda atau penghargaan diumumkan, namun ada dampak yang signifikan terhadap harga

saham dalam waktu seminggu dari pengumuman itu.

Freedman dan Patten (2004) memukan dimana perusahaan-perusahaan (di AS) menerbitkan

informasi dalam laporan tahunan mereka tentang tingginya tingkat polusi emisi dari pabrik

mereka, reaksi harga saham mereka lebih rendah dari pada perusahaan yang dikenal

mengeluarkan polusi yang tinggi tidak melaporkan hal itu dalam laporan tahunan mereka.

Blacconiere dan Patten (1994) meneliti reaksi pasar atas kebocoran kimia Union Carbide di

India pada tahun 1984. Menggunakan 47 sampel perusahaan US, mereka mengamati reaksi

pasar dalam industri signifikan atas kejadian tersebut. Namun perusahaan dengan

pengungkapan lingkungan yang lebih luas dalam laporan tahunan mereka sebelum bencana

mengalami reaksi negatif yang lebih kecil dibandingkan dengan pengungkapan yang kurang

luas.

Dari penelitian diatas, akan terlihat bahwa investor bereaksi terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial organisasi, karena itu jawaban yang luas atas pertanyaan akuntabel untuk

apa adalah akuntabel untuk beberapa tingkat dari praktek dan/atau dampak dari tanggung jawab

sosial.

Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, perbankan dan lembaga asuransi telah menjadi

pengguna utama informasi sosial dan lingkungan, khususnya tentang kinerja lingkungan

organisasi. Di beberapa negara, bank tidak akan memberikan dana untuk organisasi kecuali

informasi tentang kebijakan dan kinerja lingkungan mereka disediakan. Alasannya adalah bahwa

organisasi yang menunjukkan kinerja lingkungan yang buruk dianggap beresiko lebih tinggi

dalam hal kepatuhan terhadap lingkungan dan dalam hal potensi biaya yang berkaitan dengan

perbaikan kerusakan yang ditimbulkan. Selanjutnya, dalam beberapa industri adalah mungkin

bahwa jaminan yang disediakan untuk pinjaman (seperti tanah) mungkin terkontaminasi karena

sistem manajemen lingkungan yang buruk. Beberapa analis juga mengevaluasi kinerja sosial dan

lingkungan perusahaan sebagai bagian dari analisis investasi mereka. Misalnya, Solomon dan

Solomon (2005) menunjukkan semakin pentingnya informasi lingkungan dan sosial untuk

analisis investasi.

19

Page 20: Chapter 9 Deegan (Csr)

Mengidentifikasi kebutuhan informasi melalui dialog dengan para stakeholder

Bagi banyak organisasi komersial, stakeholder yang kuat akan sering berlokasi di negara-

negara maju (atau akan menjadi bagian dari elit kaya di negara-negara berkembang) dan akan

dapat diakses melalui media massa komersial seperti televisi / radio, surat kabar artikel dan

internet. Mereka bahkan mungkin membaca laporan keuangan tahunan melalui media tersebut.

Namun untuk organisasi yang tanggung jawab sosial dan pelaporan sosial dan lingkungan

dimotivasi oleh pertimbangan etis untuk meminimalkan dampak organisasi pada mereka yang

paling terkena dampak dari operasinya (dan memungkinkan para pemangku kepentingan untuk

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang isu-isu yang secara signifikan

mempengaruhi kehidupan mereka) mengetahui pandangan, kebutuhan dan harapan dari

stakeholder akan menimbulkan banyak problema. Pertama, ada kemungkinan yang luas dari para

stakeholder yang pandangannya harus diketahui. Kedua, sementara banyak dari stakeholder yang

signifikan berpengaruh pada aktivitas organisasi (seperti karyawan) mungkin dekat dengan

organisasi, banyak yang lainnya (seperti mereka yang terkena dampak tidak langsung tetapi

secara substansial kerusakan lingkungan disebabkan oleh operasi organisasi, atau pekerja

subkontraktor di bagian-bagian terpencil di dunia) kemungkinan jauh dari organisasi itu sendiri.

Ketiga, Ketiga, seperti yang ditunjukkan oleh O'Dwyer (2005), beberapa stakeholder yang sangat

dipengaruhi oleh operasi organisasi mungkin merasa dibatasi oleh kekhawatiran tentang

konsekuensi dari organisasi yang selalu menganggap mereka paling benar, dalam hal ini

organisasi dapat dianggap sebagai pemegang posisi kekuasaan yang mencegah dialog terbuka

dan jujur dengan beberapa stakeholder. Keempat, Adams (2004,P.716) melaporkan bahwa

seringkali terdapat stakeholder yang kurang sadar bahkan tidak peduli terhadap dampak

perusahaan sehingga mengurangi kapasitas stakeholder untuk terlibat dalam dialog dengan

organisasi. Akhirnya sulit bagi organisasi untuk terlibat secara efektif dalam dialog dengan para

stakeholder untuk langsung memastikan pandangan, kebutuhan dan harapan mereka mengenai

kebijakan dan praktek organisasi saat ini.

Untuk mengatasi beberapa kesulitan tersebut organisasi perlu menggunakan berbagai

saluran komunikasi untuk terlibat secara aktif (dan tidak hanya reaktif) berdialog dengan para

stakeholder mereka. Sebagai contoh, beberapa perusahaan telah memanfaatkan fasilitas

komunikasi interaktif internet untuk menjaring pandangan orang diseluruh dunia mengenai

20

Page 21: Chapter 9 Deegan (Csr)

sosial, lingkungan, etika, ekonomi dan tanggung jawab yang harus diterapkan pada organisasi

mereka. Namun, Unerman dan Bennet (2004) berpendapat, karena akses internet tidak tersedia

untuk semua orang yang berpotensi terkena dampak kegiatan organisasi (khususnya di banyak

negara berkembang) maka harus dilengkapi denga saluran komunikasi lainnya, misalnya

pertemuan tatap muka dengan berbagai stakeholder, survey kuesioner, jajak pendapat, fokus

kelompok dan undangan untuk menulis kepada perusahaan tentang isu-isu tertentu. Menurut

Downey (2005) bahwa saluran komunikasi apapun yang digunakan untuk melibatkan

stakeholder dalam dialog, agar menjadi efektif saluran komunikasi tersebut perlu disesuaikan

dengan perbedaan budaya yang dihadapi antara berbagai kelompok stakeholder.

Mengidentifikasi kebutuhan informasi dan harapan stakeholder dalam praktek

Dalam menangani proses dialog stakeholder, pada akhir tahun 1999 Institute of Social

and Ethical Accountability (ISEA) meluncurkan kerangka akuntabilitas sosial dan lingkungan,

AA1000, yang menempatkan komunikasi antara organisasi dan stakeholder pada inti dari praktek

akuntabilitas sosial dan lingkungan. Pada bagian tengah kerangka ini berisi panduan tentang

proses pemahaman kebutuhan informasi dan harapan stakeholder (dengan kata lain, memahami

isu stakeholder “untuk apa” organisasi bertanggung jawab dan akuntabel.

Sebagai refleksi manfaat mematuhi AA1000 bagi perusahaan, Simon Zadek, seorang

wakil dari ISEA, menyatakan (seperti dikutip dalam Akuntansi Berwawasan Lingkungan dan

Audit Reporter 2000, P. 2) ada semakin banyak bukti bahwa organisasi yang mendengarkan

stakeholdernya lebih mungkin berhasil dalam jangka panjang. Secara terus menerus siklus

AA1000 tentang konsultasi dengan stakeholder dirancang untuk mendorong transparansi,

penetapan tujuan dan pembangunan kepercayaan dalam hubungannya dengan orang-orang.

Organisasi yang mematuhi prinsip-prinsip dan prosesnya dapat menarik kekuatan dari asosiasi

dan dengan standar kualitas ini akhirnya dapat berharap mencapai keunggulan kompetitif.

Grup elektronik dari Belanda yaitu Phlilips dalam laporan berkelanjutan (2004)

memberikan contoh beberapa saluran komunikasi yang digunakan untuk memahami pandangan,

kebutuhan dan harapan stakeholder yang digambarkan dalam beberapa cara melibatkan

stakeholder dengan membaginya menjadi stakeholder ekonomi (pelanggan, karyawan,

pemasok/mitra bisnis, investor mainstream, investor sosial dan penyedia jasa keuangan) dan

21

Page 22: Chapter 9 Deegan (Csr)

stakeholder sosial ( komunitas, badan pengawas lokal/nasional/internasional, organisasi non

pemerintah, akademisi dan media).

Contoh lebih lanjut adalah dari Shell (2004) dalam laporannya menyebutkan kontribusi

untuk pembangunan berkelanjutan bagi mereka berarti, selain membantu untuk memenuhi

tantangan global energi dengan menanggapi kebutuhan masyarakat yang tumbuh dengan cepat

untuk energi dan petrokimia dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab secara lingkungan

dan sosial. Hal ini dimulai dengan mendengarkan stakcholders, sehingga bisa memahami

perubahan harapan masyarakat dan belajar untuk melihat bisnis melalui lensa yang lebih luas.

Kemudian melibatkan orang lain dalam pekerjaan untuk menyediakan solusi energi inovatif yang

diperlukan untuk memenuhi harapan tersebut, serta berperilaku jujur dan transparan tentang

keberhasilan dan kegagalan mereka.

Negosiasi konsensus di antara persaingan kebutuhan dan harapan stakeholder

Harapan stakeholder (atau masyarakat) cenderung berubah dari waktu ke waktu. Lewis

dan Unerman (1999) telah menjelaskan hal ini dalam hal nilai-nilai sosial (di mana harapan

stakeholder atas perilaku perusahaan yang menjadi basis) berubah dari waktu ke waktu. Nilai-

nilai ini juga dapat berbeda pada satu titik dalam waktu antara kelompok yang berbeda dalam

masyarakat. Oleh karena itu, untuk menyiratkan bahwa terdapat satu set harapan masyarakat

pada suatu titik tertentu tampaknya tidak realistis.

Dalam prakteknya, banyak organisasi dihadapkan dengan berbagai nilai-nilai dan harapan

stakeholder yang berbeda dan sering nilai-nilai dan harapan tidak cocok satu sama lain sehingga

organisasi tidak akan dapat memenuhi semua harapan. Sebaliknya, organisasi harus menemukan

cara untuk memilih nilai-nilai tertentu dan harapan yang menunjukkan tanggung jawab sosial

perusahaan dan pelaporan sosial dan lingkungan.

Unerman dan Bennett (2004) menyarankan bahwa sementara prosedur demokratis ideal

untuk tercapainya pandangan konsensus stakeholder diantara semua organisasi apapun itu

mengenai organisasi sosial, tanggung jawab lingkungan dan ekonomi yang mungkin mustahil

untuk dilaksanakan sepenuhnya dalam praktek, proses dialog dan debat para stakeholder dapat

bergerak menuju cita-cita demokrasi. Prosedur teoritis yang ideal yang disarankan oleh Unerman

dan Bennet berdasarkan beberapa teori dari filsuf Jerman Jurgen Habermas (1992) bahwa

22

Page 23: Chapter 9 Deegan (Csr)

membutuhkan semua orang yang berpotensi terkena dampak dari tindakan organisasi untuk

terlibat dalam dialog terbuka dan jujur satu sama lain (dan bukan hanya dengan organisasi)

tentang dampak-dampak dan penerimaan moral dari dampak tersebut. Mereka juga

mengharuskan seseorang hanya berpendapat jika menurut pertimbangan moral dapat diterima

oleh orang lain yang berada dalam posisi negatif (perdebatan berlaku secara universal), dan

persyaratan akhir yang penting adalah bahwa semua stakeholder siap untuk mendengarkan

argumen orang lain dan siap mengubah pandangan mereka.

Seperti yang disebutkan diatas teori tersebut adalah idealnya, meskipun situasinya tidak

mungkin untuk direalisasikan tetapi implementasi parsial dari prosedur ini dalam prakteknya

dapat mengakibatkan pergerakan menuju proses yang lebih demokratis dan lebih adil dalam

menentukan untuk apa sebuah organisasi bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan dan

hubungannya dengan kewajiban dan praktek akuntabilitas.

Perspektif Teoritis Pada Beberapa Prosedur Pelaporan Sosial dan Lingkungan - Tahap

“Bagaimana”

Karena ada kurangnya regulasi di bidang pelaporan sosial dan lingkungan, serta tidak

adanya kerangka kerja konseptual yang diterima untuk pelaporan sosial dan lingkungan, ada

begitu banyak variasi bagaimana pelaporan ini dilakukan dalam praktek.

Beberapa kemungkinan keterbatasan akuntansi keuangan tradisional dalam menangkap dan

melaporkan kinerja sosial dan lingkungan

Akuntansi keuangan sering dikritik atas dasar bahwa ia mengabaikan banyak

eksternalitas sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh entitas pelapor. Beberapa alasan

mengapa akuntansi keuangan tradisional mungkin tidak dapat efektif dalam mencerminkan

dampak sosial dan lingkungan organisasi meliputi:

a. Akuntansi keuangan berfokus pada kebutuhan informasi dari pihak-pihak terlibat dalam

membuat keputusan alokasi sumber daya.

b. Salah satu pilar akuntansi keuangan adalah gagasan tentang 'materialitas' yang cenderung

menghalangi informasi pelaporan sosial dan lingkungan mengingat kesulitan yang terkait

dengan mengukur biaya sosial dan lingkungan

23

Page 24: Chapter 9 Deegan (Csr)

c. masalah lain yang muncul dalam akuntansi keuangan adalah bahwa entitas pelaporan sering

mengurangi kewajiban, terutama yang tidak akan dilunasi selama bertahun-tahun ke nilai

sekarang. Hal ini cenderung membuat pengeluaran masa depan kurang signifikan pada

periode ini.

d. akuntansi keuangan mengadopsi 'entitas asumsi', yang mengharuskan organisasi untuk

diperlakukan sebagai entitas yang terpisah dari pemiliknya, organisasi-organisasi lain, dan

stakeholder lainnya

e. Sebuah wilayah yang terkait di mana sistem akuntansi keuangan tradisional kita

menghasilkan hasil agak aneh yaitu perlakuan izin polusi yang bisa diperdagangkan

f. Dalam akuntansi keuangan dan pelaporan, biaya didefinisikan sedemikian rupa untuk

mengecualikan pengakuan setiap dampak pada sumber daya yang tidak dikendalikan oleh

entitas (seperti lingkungan), kecuali denda atau arus kas lainnya yang timbul.

g. Terdapat isu “pengukuran”. Untuk item yang akan direkam untuk tujuan akuntansi keuangan

itu harus diukur dengan akurasi yang memadai.

Meskipun terdapat kesulitan diatas, ada berbagai pendekatan eksperimental di seluruh

dunia yang bertujuan untuk mengembangkan pendekatan “full cost” untuk perhitungan laba

dengan menempatkan sebuah 'nilai' ekonomi terhadap dampak sosial dan lingkungan dari

organisasi individu. Beberapa studi akademis juga telah mengembangkan pendekatan teoritis di

daerah ini (misalnya, Bebbington dan Gray, 2001, Gray, 1992). Pendekatan ini merupakan

perkembangan dari akuntansi konvensional. Namun kekurangannya dengan kondisi saat ini

akuntansi keuangan dan pelaporan menunjukkan bahwa akuntansi keuangan dan pelaporan

tampaknya tidak memiliki mekanisme yang cocok untuk menangkap dan melaporkan dampak

sosial dan lingkungan organisasi. Akibatnya, mekanisme lain perlu digunakan untuk memberikan

perhitungan sosial dan lingkungan sesuai dengan stakeholder. Salah satu mekanisme yang luas

yang telah dibahas secara luas di dunia bisnis sebagai cara untuk memberikan keseimbangan

yang diinginkan informasi tentang sosial dan lingkungan, di samping ekonomi, kinerja organisasi

adalah laporan triple bottom line.

24

Page 25: Chapter 9 Deegan (Csr)

Pelaporan Triple Bottom Line

Tiga pelaporan bottom line didasarkan pada pendekatan triple bottom line bisnis

berkelanjutan dimana dicari keseimbangan antara ekonomi, sosial dan lingkungan berkelanjutan.

Pendukung dari laporan triple bottom line berpendapat bahwa, jika diterapkan dengan benar,

seharusnya memberikan informasi kepada orang lain yang memungkinkan untuk menilai

seberapa berkelanjutan organisasi atau masyarakat dimana operasi berada. Perspektif yang

diambil adalah bahwa untuk suatu organisasi (atau masyarakat) menjadi berkelanjutan

(perspektif jangka panjang) itu harus aman secara finansial (yang dibuktikan dengan langkah-

langkah seperti profitabilitas); harus meminimalkan (atau idealnya menghilangkan) dampak

negatif lingkungan; dan harus bertindak sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh karena itu

pelaporan triple bottom line menyediakan jawaban yang sangat luas atas pertanyaan bagaimana

sebuah organisasi harus melaporkan pada konteks sosial, lingkungan dan ekonomi dampak (atau

kinerja).

Brown, Dillard dan Marshall (2005) menyoroti masalah dengan menerapkan model

pelaporan garis triple bottom dalam praktek adalah : pertama, sementara penggunaan metafora

bottom line telah berhasil menarik perhatian manajer untuk masalah dampak sosial dan

lingkungan, metafora ini sangat terbatas sebagai istilah bottom line yang terkesan akan sesuatu

yang dapat diukur dalam satu nomor. Kedua, garis bawah ekonomi umumnya dipahami oleh

kalangan manajer sebagai metrik yang harus dimaksimalkan. Ketiga, jika tidak mungkin untuk

mengadopsi metrik yang memperlakukan setiap bottom line sama, maka gagasan dari pemisahan

tiga bottom line mungkin memberikan kesan bahwa ekonomi, sosial dan lingkungan tidak saling

berhubungan.

Meskipun terdapat kesulitan dengan menerapkan konsep pelaporan triple bottom line

dalam praktek, Gray (2005) berpendapat bahwa hal itu bisa memberikan struktur dimana

organisasi pelopor kemudian dapat menggunakannya untuk membantu mengembangkan

pelaporan berkelanjutan yang inovatif. Oleh karena itu muncul bahwa proses triple bottom line

intinya adalah saat ini tidak membantu dalam memberikan panduan bagi organisasi mengenai

penjelasan tentang bagaimana untuk menghasilkan pelaporan berkelanjutan yang akan menjawab

kebutuhan informasi spesifik stakeholder mereka. Mungkin yang dibutuhkan untuk memberikan

25

Page 26: Chapter 9 Deegan (Csr)

bimbingan yang lebih berguna adalah kerangka kerja konseptual untuk pelaporan sosial dan

lingkungan.

Inisiatif pelaporan global - kerangka kerja konseptual untuk pelaporan sosial dan

lingkungan?

Sebagai upaya untuk menyusun praktek pelaporan terbaik, beberapa badan telah aktif

dalam mengembangkan pedoman untuk pelaporan sosial dan lingkungan. Pada tingkat

internasional, pedoman utama dalam lingkup pelaporan sosial dan lingkungan adalah Global

Reporting Initiative’s Sustainable Reporting Guidelines (Sering disebut sebagai GRI).

GRI menyediakan beberapa kategori untuk mengungkapkan informasi kinerja lingkungan,

bersama dengan indikator kinerja terkait. kategori kunci dari pengungkapan berkaitan dengan :

jenis dan jumlah bahan yang digunakan bersama-sama dengan informasi tentang limbah

penggunaan energi

penggunaan air

isu keanekaragaman hayati

emisi dan limbah

pemasok terkait isu lingkungan

dampak lingkungan yang signifikan dari barang dan jasa

kepatuhan hukum

dampak lingkungan yang signifikan dari transportasi

total belanja lingkungan

Bagian isi laporan adalah bagian utama dari dokumen dan menjelaskan lima komponen

yang mungkin ditemukan dalam laporan berkelanjutan terdiri dari:

1. Visi dan strategi, menjelaskan strategi organisasi pelaporan yang berkaitan dengan

keberlanjutan, termasuk pernyataan dari CEO

2. Profil, gambaran struktur organisasi pelaporan dan operasi dan ruang lingkup laporan

3. Sistem manajemen dan struktur perusahaan, menjelaskan struktus organisasi, kebijakan dan

sistem manajemen termasuk upaya keterlibatan stakeholder.

26

Page 27: Chapter 9 Deegan (Csr)

4. Daftar isi GRI, tabel yang disediakan oleh organisasi pelapor untuk mengidentifikasi di mana

informasi yang tercantum dalam bagian C dari pedoman GRI yang terletak dalam laporan

organisasi.

5. Indikator kinerja, ukuran dampak atau efek dari organisasi pelapor dibagi menjadi

terintegrasi, indikator kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial.

Dari perspektif akuntansi, bahwa informasi secara umum dapat diterima yaitu harus

sebanding jarak waktu dan antara entitas, atribut komparatif juga sesuatu yang telah

dipromosikan dalam pedoman GRI. Karakteristik kualitatif lainnya yang dikembangkan dalam

GRI meliputi: transparansi, inklusivitas, dapat audit, relevan, kelengkapan, konteksnya

berkelanjutan, akurat, netralitas, kehandalan, kejelasan, ketepatan waktu, dan dapat diverifikasi.

Audit Sosial (atau Jaminan)

Terkait erat dengan akuntansi sosial dan lingkungan adalah praktek audit sosial dan

lingkungan, atau pengesahan independen (atau verifikasi) informasi pelaporan sosial dan

lingkungan. Menurut Elkington (1997) tujuan audit sosial dan lingkungan bagi suatu organisasi

untuk menilai kinerja dalam kaitannya dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Hasil dari

audit sosial atau pernyataan jaminan, sering menjadi dasar bagi entitas untuk mempublikasikan

perhitungan sosial dan hasil dari audit sosial dapat dianggap sebagai bagian penting dari dialog

yang sedang berlangsung dengan berbagai kelompok stakeholder.

Dalam pedoman standar pada pelaporan jaminan sosial dan lingkungan The Institute of

Social and Ethical Accountability mendefinisikan jaminan sebagai metode evaluasi yang

menggunakan satu set prinsip-prinsip dan standar tertentu untuk menilai kualitas materi subyek

organisasi pelapor, seperti laporan, dan organisasi yang berdasarkan sistem, proses dan

kompetensi yang mendukung kinerjanya. Jaminan meliputi komunikasi dari hasil evaluasi ini

untuk memberikan kredibilitas kepada subyek bagi penggunanya.

Dalam website The Institute of Social and Ethical Accountability (ISEA, 2005)

menggariskan tiga prinsip utama yang mendasari audit sosial yang ideal harus mencakup:

Materialitas : apakah laporan berkelanjutan menyediakan perhitungan yang mencakup semua

bidang dari kinerja, bahwa stakeholder perlu menilai kinerja berkelanjutan organisasi?

27

Page 28: Chapter 9 Deegan (Csr)

Kelengkapan : apakah informasi lengkap dan cukup akurat untuk menilai dan memahami

kinerja organisasi dalam semua bidang?

Responsiveness : apakah organisasi telah merespon secara koheren dan konsisten untuk

perhatian dan kepentingan stakeholder?

Meskipun panduan ini mengenai komponen yang ideal dari audit sosial, tidak semua

audit sosial menyediakan jenis informasi. Owen dan 0'Dwyer (2005) menunjukkan bahwa ada

dua pendekatan yang berbeda untuk audit sosial, dan cenderung luas terkait dengan jenis

organisasi yang melakukan audit sosial atas nama sebuah pelaporan organisasi. Salah satu jenis

organisasi yang sering melakukan audit sosial adalah praktik akuntansi multinasional besar yang

juga melakukan audit keuangan; jenis lainnya adalah konsultan sosial / lingkungan.

Dalam membandingkan praktik audit sosial dari kedua jenis penyedia dari audit sosial,

Owen dan 0'Dwyer ( 2005) menemukan bahwa audit sosial yang diberikan oleh akuntansi

perusahaan cenderung untuk mengadopsi pendekatan yang hati-hati, yang sebagian besar

berfokus pada masalah konsistensi informasi yang muncul dalam laporan organisasi berdasarkan

kumpulan data, dan sebagian besar gagal untuk megulas apakah informasi sosial dan lingkungan

dalam laporan disajikan dengan pandangan yang benar dan adil berdasarkan kinerja sosial dan

lingkungan atau apakah ini informasi yang lengkap. Sebaliknya audit sosial oleh konsultan

sosial/ lingkungan tidak cenderung pada pernyataan pendapat mengenai kelengkapan, keadilan,

dan keseluruhan keseimbangan dari informasi laporan sosial dan atau lingkungan dan juga

memberikan lebih banyak ulasan tentang sistem, pelaporan dan kelemahan kinerja.

Dari sudut pandang organisasi, kegiatan seperti audit sosial dilakukan sebagai katalis bagi

organisasi dan penting bagi manajemen senior untuk merangkul nilai-nilai baru. Suatu organisasi

berkelanjutan perlu memastikan audit sosial sesuai harapan masyarakat, dengan demikian audit

sosial akan membuat baik naluri bisnis dalam jangka panjang, dan merupakan sarana untuk

mendapatkan beberapa legitimasi dari stakeholder.

28