cerpen ““agik idup agik ngelaban”” menggugah kearifan

12
309 K A N D A I Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 309154 CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN HUTAN KALIMANTAN BARAT (Short Story “Agik Idup Agik Ngelaban”: Evoke People’s Wisdom in West Kalimantan Forest Conservation) Musfeptial Balai Bahasa Kalimantan Barat Jalan Ahmad Yani Pontianak, Indonesia Pos-el:[email protected] (Diterima: 17 Maret 2016; Direvisi: 18 Agustus 2016; Disetujui: 17 Oktober 2016) Abstract Forest of Borneo is one of the world's lungs. Nevertheless, there has been deforestation. This condition has inspired Dedy Ari Aspar to write short stories “Agik Idup Agik Ngelaban”. Deforestation is a theme that make this short story interesting as research objects. This study aims to obtain full description of the social criticism in the short story. This research is a usedndescriptive qualitative method. Analysis of the data showed prensence social criticism in this short story. Social criticism can be seen through some aspects, such as the attendance figures and strung through a groove in the story. Beside that, social criticism can be seen through some characters (Boni, Medang, Siyan, dan Lansi). They do an action against the greed of Tuai Rumah Panjang Sungai Besi. In addition, social criticism is also implied from greedy attitude and impartiality of Tuai Rumah Panjang Sungai Besiand Armed forces to the people as the traditional owners of Lake Forest Sentar. Social criticism in this story reperesent by some conflicts that exist from the beginning of the story, heightened conflict, until the conflict subsided. Keywords: cliff, forest, social criticism. Abstrak Hutan Kalimantan merupakan satu di antara paru-paru dunia. Namun demikian, telah terjadi kerusakan hutan akibat deforestasi. Keadaan tersebut telah menggugah Dedy Ari Aspar untuk menulis cerpen “Agik Idup Agik Ngelaban”. Hal ini juga yang menjadi alasan kenapa penelitian terhadap cerpen ini menarik dan penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan memperoleh deskripsi utuh mengenai kritik sosial pada cerpen tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif analisis. Analisis data menunjukkan adanya kritik sosial pada cerpen ini. Kritik sosial dapat dilihat lewat dua aspek, yaitu lewat kehadiran tokoh dan lewat alur yang terangkai dalam cerita. Kritik sosial lewat tokoh cerita dapat dilihat dari perlawanan yang telah dilakukan tokoh Boni, Medang, Siyan, dan Lansi atas keserakahan yang dilakukan Tuai Rumah Panjang Sungai Besi. Selain itu, kritik sosial juga terlihat secara implisit dari sikap serakah dan tidak berpihaknya Tuai Rumah Panjang Sungai Besi dan Aparat Bersenjata kepada rakyat sebagai pemilik hutan adat Danau Sentar. Kritik sosial lewat alur cerita terlihat dari konflik yang dimunculkan pengarang dari awal cerita, konflik memuncak, hingga konflik mereda. Kata-kata kunci: cerpen, hutan, kritik sosial.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

309

K A N D A I

Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 309—154

CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN””MENGGUGAH KEARIFAN MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN

HUTAN KALIMANTAN BARAT(Short Story “Agik Idup Agik Ngelaban”: Evoke People’s Wisdom in West

Kalimantan Forest Conservation)

MusfeptialBalai Bahasa Kalimantan Barat

Jalan Ahmad Yani Pontianak, IndonesiaPos-el:[email protected]

(Diterima: 17 Maret 2016; Direvisi: 18 Agustus 2016; Disetujui: 17 Oktober 2016)

AbstractForest of Borneo is one of the world's lungs. Nevertheless, there has been deforestation.

This condition has inspired Dedy Ari Aspar to write short stories “Agik Idup AgikNgelaban”. Deforestation is a theme that make this short story interesting as researchobjects. This study aims to obtain full description of the social criticism in the short story.This research is a usedndescriptive qualitative method. Analysis of the data showedprensence social criticism in this short story. Social criticism can be seen through someaspects, such as the attendance figures and strung through a groove in the story. Beside that,social criticism can be seen through some characters (Boni, Medang, Siyan, dan Lansi). Theydo an action against the greed of Tuai Rumah Panjang Sungai Besi. In addition, socialcriticism is also implied from greedy attitude and impartiality of Tuai Rumah PanjangSungai Besiand Armed forces to the people as the traditional owners of Lake Forest Sentar.Social criticism in this story reperesent by some conflicts that exist from the beginning of thestory, heightened conflict, until the conflict subsided.Keywords: cliff, forest, social criticism.

AbstrakHutan Kalimantan merupakan satu di antara paru-paru dunia. Namun demikian, telah

terjadi kerusakan hutan akibat deforestasi. Keadaan tersebut telah menggugah Dedy AriAspar untuk menulis cerpen “Agik Idup Agik Ngelaban”. Hal ini juga yang menjadi alasankenapa penelitian terhadap cerpen ini menarik dan penting untuk dilakukan. Penelitian inibertujuan memperoleh deskripsi utuh mengenai kritik sosial pada cerpen tersebut.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif analisis.Analisis data menunjukkan adanya kritik sosial pada cerpen ini. Kritik sosial dapat dilihatlewat dua aspek, yaitu lewat kehadiran tokoh dan lewat alur yang terangkai dalam cerita.Kritik sosial lewat tokoh cerita dapat dilihat dari perlawanan yang telah dilakukan tokohBoni, Medang, Siyan, dan Lansi atas keserakahan yang dilakukan Tuai Rumah PanjangSungai Besi. Selain itu, kritik sosial juga terlihat secara implisit dari sikap serakah dan tidakberpihaknya Tuai Rumah Panjang Sungai Besi dan Aparat Bersenjata kepada rakyatsebagai pemilik hutan adat Danau Sentar. Kritik sosial lewat alur cerita terlihat dari konflikyang dimunculkan pengarang dari awal cerita, konflik memuncak, hingga konflik mereda.Kata-kata kunci: cerpen, hutan, kritik sosial.

Page 2: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 309—320

310

PENDAHULUAN

Karya sastra dapat dipandangsebagai suatu cerminan realitaskehidupan. Kenyataan yang melekatpada karya sastra adalah sebuahrealitas semu yang sudah diolah dariproses observasi, penelaahan, danpenafsiran yang dilakukan seorangpengarang terhadap sesuatu yangdilihat, dihadapi, dan dirasakannnya.Sejalan dengan itu, Junus menjelaskanbahwa realitas pada sebuah karyasastra bukanlah suatu realitastelanjang, yang sahih dan yang semata-mata mewakili relitas konkrit dalamkehidupan (1989, hlm. 10). Realitasdalam sebuah karya sastra selalumemiliki relasi dengan sesuatu yanglain. Baik itu aktivitas sosialmasyarakat maupun dinamika sosialyang terjadi dalam suatu masyarakat.Oleh karena itu (Damono, 2002, hlm.1) menjelaskan bahwa sastra bukanlahsesuatu yang jatuh dari langit, tetapihubungan yang ada antara sastra,sastrawan, dan masyarakat bukansesuatu yang dicari-cari. Dengandemikian, dapat dimaknai bahwa karyasastra sebagai imajinasi pengaranglahir dari interaksi pengarang denganlingkungan, budaya, dan fenonemasosial yang ada di sekitar pengarang.

Karya sastra sebagai produkbudaya suatu masyarakat selaluberkaitan erat dengan masyarakatnya.Teeuw (1984, hlm. 220-221)menguraikan hubungan kenyataandengan sastra. Menurut Teeuw, dalamkarya sastra terjadi perjalanan bolakbalik antara kenyataan dengankhayalan pengarang. Pendapat Teeuwsebenarnya berangkat dari kerangkapemikiran Plato tentang kenyataandalam karya sastra. Bagi Plato seniyang baik adalah yang tidakbertentangan antara realisme denganidealisme; Seni yang terbaik lewat

mimesis, peneladanan kenyataanmengungkapkan sesuatu maknahakikat dari kenyataan itu sendiri.Artinya, seni yang baik menurut Platoharus berangkat dari hakikat sebuahkenyataan. Walaupun kaum stukturalissastra beranggapan bahwa sebuahkarya sastra bersifat otonom, bebasdari pengaruh luar, tetapi kenyataanmembuktikan bahwa masyarakat, baikpengarang pembaca, maupun budayasuatu masyarakat, memiliki peranandalam pengolahan imajinasi danpengembangan suatu karya sastra.Dengan demikian, pengarang sebagaibagian dari lingkungan sosial danbudayanya tidak dapat memisahkandiri dengan tatanan dan fenomenasosial yang ada pada masyarakat yangtelah membesarkan pengarangtersebut.

Karya sastra lahir tidak darikekosongan. Akan tetapi, karya sastralahir dari olah pikir pengarang atas apayang ia lihat, rasakan, dan cermati darilingkungan sekitarnya. Dengandemikian, tidak berlebihan kiranyapendapat banyak orang bahwa karyasastra merupakan cerminan kehidupanmasyarakat (the expression of society).Hampir semua persoalan yangberhubungan dengan manusia sebagaiindividu dan makluk sosial dapatdirefleksikan dalam karya sastra.Hanya saja kualitas karya sastra,bergantung pada kejelian pengarangdalam memperhatikan fenomena yangada pada masyarakat danmenampilkannya dalam karya sastra.Semakin tinggi kejelian seorangpengarang maka semakin banyak dansemakin menarik realitas sosial yangditampilkan di dalam karyanya.

Cermin cembung dan cermincekung merupakan dua istilah yangsering digunakan untuk melihatseberapa banyak fenomena sosial yangdiungkap pengarang dalam karya

Page 3: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Musfeptial:Cerpen “Agik Idup Agik Ngelaban”…

311

sastra. Efendy, Astuty, dan Indamenyebutkan bahwa setiap orangmengalami proses kreatif yangberbeda-beda dengan proses kreatiforang lain. Hal ini ditentukan olehfaktor rasa, intelektual, nilai kehidupanyang dianut, daya cipta, kepribadian,keyakinan, serta pengalamanpengarang itu sendiri (2011, hlm. 86).

Jabrohim (2003, hlm. 157)menjelaskan bahwa karya sastrabukanlah sesuatu yang otonom, berdirisendiri, melainkan sesuatu yang terikatdengan situasi dan kondisi tempatkarya itu diciptakan. Bahkan, Wellekdan Waren (1994, hlm. 94) merincibeberapa alasan mengapa sastra danmasyarakat memiliki hubungan eratsatu sama lainnya. Alasan tersebutantara lain, pertama, sastra merupakaninstitusi sosial yang juga menggunakanbahasa sebagai medianya. Hal ini tentudapat dipahami dan dimengerti bahwabahasa merupakan sarana interaksi dankomunikasi yang dimanfaatkan olehmanusia. Selain itu, sastra jugamemanfaatkan bahasa sebagai saranaagar karya sastra dapat sampai dandipahami oleh masayarakat. Kedua,sastra mewakili realitas sosialmasyarakat. Meskipun hanya dalamrealitas yang semu, pengarang telahmengungkap realitas yang ada dalammasyarakat. Ketiga, hampir sebagianbesar masyarakat juga mempergunakanpiranti sastra sebagai media adat,seperti pantun dan mantra. Keempat,pengarang sendiri merupakan anggotamasyarakat yang terikat dengan latarbelakang sosial budaya yang telahmembesarkannya. Sengaja atau tidaksengaja latar budaya masyarakattempat pengarang lahir dan dibesarkanakan terasa dalam karya yangdiciptakannya. Hal ini dapat dipahamikarena pengarang sebagai anggotamasyarakat juga terikat dengankebudayaan yang telah ikut

membesarkannya. Hal ini sesuaidengan pendapat Ratna (2006, hlm.357-358) bahwa adanya warna lokaldalam sastra berkaitan erat denganadanya intensitas yang kuat antarapengarang dengan lingkunganbudayanya. Lebih jauh Ratna (2006)budayanya. Lebih jauh, Ratnamenguraikan bahwa pada saatmencipta, baik secara langsungmaupun tidak langsung, baik sebagaikualitas bentuk maupun isi, pengarangmenampilkan unsur-unsur tertentukhazanah kultural yang dihayatisebagai unsur-unsur ketaksadaranantrapologis.

Selain itu, realitas yang diungkapoleh pengarang dalam karya sastrasangatlah beragam. Kegelisahan atasfenomena kehidupan sosial yang adapada saat ini juga menjadi perhatianpara pengarang Indonesia. Kegelisahanterebut telah memberikan ilhamkepada banyak pengarang Indonesiauntuk menciptakan karya sastra, tidakterkecuali pengarang Indonesia yangberasal dari Kalimantan Barat. Satu diantara pengarang Kalimantan Barattersebut adalah Dedy Ari Asfar. Darikejelian memperhatikan fenomenasosial yang ada pada masyarakat telahmengilhami Asfar untuk menciptakancerpen yang berjudul “Agik Idup AgikNgelaban”.Cerpen tersebut terhimpundalam Antologi Cerpen KalbarBerimajinasi yang diterbitkan padatahun 2012.

Cerpen “Agik Idup AgikNgelaban” berkisah tentangkeberlangsungan hutan KalimantanBarat beserta kekayaan alam yang adadi dalamnya. World Wildlife Fund(WWF) Indonesia yang bergerakdalam perlindungan dan konservasikelestarian hutan dan lingkunganIndonesia dalam kata sambutannyapada Antologi Mata Borneomenjelaskan bahwa hutan Kalimantan

Page 4: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 309—320

312

merupakan satu di antara paru-parudunia (Sujarwo, 2011, hlm. V). Namundemikian, berdasarkan data Pro FaunaIndonesiatahun 2000 hingga 2005,telah terjadi keruskan hutan akibatdeforestasi sekitar 1, 23 juta hektar dari40, 8 juta hektar hutan Kalimantan.Artinya, dalam satu hari telah terjadideforestasi hutan sekitar 673 hektar.Fenomena ini tentu mencemaskan danmenimbulkan kegelisahan, termasukpengarang sebagai anggotamasyarakat. Kegelisahan tersebutmemunculkan karya yang bernuansakritik sosial demi pelestarian hutan danekosistem yang ada di KalimantanBarat. Dengan demikian, kajian kritiksosial pada cerpen “Agik Idup AgikNgelaban” karya Dedy Ari Asparmenarik untuk dilakukan. Kajianterhadap cerpen ini bertujuanmengungkap kritik sosial pada cerpen“Agik Idup Agik Ngelaban” karyaDedy Ari Aspar.

LANDASAN TEORI

Analisis ini berangkat daripemahaman tentang sosiologi sastra.Sosiologi sastra pada hakikatnyamembicarakan tentang karya sastra,pengarang, dan masyarakat. Isu yangterjadi antara karya sastra, pengarang,dan masyarakat tentu menjadi bagianyang tidak dapat dipisahkan darisosiologi sastra. Hal ini sejalan denganpendapat Laurenson dan Singewood(dalam Endraswara, 2003, hlm. 79)bahwa sastra merupakan dokumensosial yang di dalamnya merupakanrefleksi situasi pada masa karya sastratersebut diciptakan. Dengan demikian,karya sastra dapat dimaknai sebagaicerminan situasi pada masa penulisnyadan sebagai menifestasi peristiwasejarah dan keadaan sosial budayapada masa karya sastra diciptakan.Bagi Laurenson dan Singewood karya

sastra merupakan cerminan realitasyang dilihat dan dirasakan olehpengarang sebagai makluk sosial.

Selaras dengan Laurenson danSingewood, Robert Escarpit dalambukunya yang berjudul Sociologie DeLa Litterature menjelaskan maknasosiologi sastra secara luas. Baginya,pencipta sastra, baik penulis untuksastra tulis maupun kelompokkomunitas (anonim) kalau pada sastratradisional, dalam mencipta genresastra tak bisa dilepaskan darikomunitasnya. Begitu juga dengankarya sastra, ia tidak sekadar hasiljadi,tetapi menyangkut seluruh aspekpenciptaan karya sastra tersebut. Mulaidari rencana penciptaan; untuk apadiciptakan; kapan diciptakan; danuntuk apa karya tersebut dipesan;bagaimana pendistribusian sastratersebut kepada pembacanya ataupenikmatnya; dan bagaimana sastratersebut diterima oleh penikmatnya(Escarpit, 2005, hlm. 3-12).

Hubungan sastra denganmasyarakat menyangkut beberapa hal,sesuai dengan apa yang diungkapkanoleh Ratna (2004, hlm. 332-334)sebagai berikut.

1. Karya sastra ditulis olehpengarang, diceritakan olehtukang cerita, disalin olehpenyalin, sedangkan ketigasubjek tersebut adlah anggotamasyarakat.

2. Karya sastra yang hidup dalammasyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadidalm masyarakat, yang padagilirannya juga difungsikan olehmsyarakat.

3. Medium karya sastra, baik lisanmaupun tulisan, dipinjam melaluikompetensi masyarakat, yangdengan sendirinya telahmengandung masalah-masalahkemasyarakatan.

Page 5: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Musfeptial:Cerpen “Agik Idup Agik Ngelaban”…

313

4. Berbeda dengan ilmupengetahuan, agama, adat-isiadat, dan tradisi yang lain,dalam karya sastra terkandungestetika, etika, bahkan jugalogika. Masyarakat jelas sangatberkepentingan terhadap ketigaaspek tersebut.

5. Sama dengan masyarakat, karyasastra adalah hakikatintersubjektivitas, masyarakatmenemukan citra dirinya dalamsuatu karya.

Dimensi kemasyarakatan yangterangkum dan tergambar dalam karyasastra adalah cerminan realitas yangsudah diimajinatifkan oleh pengarangsebagai anggota masyarakat. Artinya,ada proses imajinasi yang dilakukanseorang pengarang setelah ia melihatdan mungkin juga marasakanfenomena sosial yang ada dalammasyarakat. Dengan demikian,pemanfaatan teori sosiologi sastrauntuk mengungkapkan kritik sosialpada cerpen “Agik Idup AgikNgelaban” karya Dedy Ari Asfar tepatdigunakan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakanpenelitian kualitatif dalam perspektifsastra. Menurut Moleong (2007, hlm.6) penelitian kualitatif adalahpenelitian yang bermaksud untukmemahami fenomena tentang apa yangdialami oleh subjek penelitian, misalnyaperilaku, persepsi, motivasi, tindakandan lain-lain secara holistik dandengan cara deskripsi dalam bentukkata-kata dan bahasa pada suatukonteks khusus yang dialami dandengan memanfaatkan berbagai metodealamiah. Dengan demikian, pendekatankualitatif pada dasarnya memberikanruang kepada peneliti untuk mendeskripsikan

dan menginterprensikan makna atasdata dan fakta yang ada secarakontekstual. Ratna (2006, hlm. 46)menjelaskan bahwa penelitiankualitatif harus mampu menjelaskaninterpretasi dan penafsiran fakta-faktasosial, yaitu fakta-fakta sebagaimanayang ditafsirkan oleh subjek.

Sementara itu, Sugiono (2009,hlm. 9) menjelaskan bahwa penelitiankualitatif pada dasarnya berdasarkanpada filsafat positivism, yangdigunakan untuk meneliti pada objekyang alamiah, dimana penelitiansebagai instrumen kunci, teknikpengumpulan data secara gabungan,analisis data bersifat induktif/ kualitatifdan hasil penelitian kualitatif lebihmenekankan pada makna daripadageneralisasi. Metode yang digunakandalam penelitian ini adalah metodedeskriptif analisis. Metode deskriptifanalisis dilakukan dengan caramendeskripsikan fakta-fakta yangdidapat dan kemudian disusul dengananalisis terhadap fakt-fakta dan datayang sudah dimiliki (Ratna, 2006, hlm.53). Hal penting lain yang diuraikanpada penelitian ini adalah menemukanmakna dibalik data yang ada. Setelahmemaparkan data yang ada, penelitimemberikan interpretasi dan deskripsianalisis terhadap data tersebut denganmemberikan interpretasi dari sekuencerpen “Agik Idup Agik Ngelaban”.Hal ini selaras dengan pendapatMoleong (2007, hlm. 11) bahwalaporan penelitian deskriptif akanberisi kutipan-kutipan data untukmemberi gambaran penyajian laporan.

PEMBAHASAN

Deskripsi Cerita “Agik Idup AgikNgelaban”

Cerpen “Agik Idup AgikNgelaban” ini berkisah tentang

Page 6: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 309—320

314

kehidupan masyarakat Dayak Ibanyang mendiami wilayah KecamatanBadau Kabupeten Kapuas Hulu,Kalimantan Barat. Cerita berawal darisebuah daerah, yang bernama LembahDanau Sentar, di mana masyarakatnyamendengarkan bunyi suara senso yangmembabat hutan. Kemudian wargamasyarakat mendengar bunyi sensotersebut lebih dekat dengan rumahpanjang mereka. Bahkan yang lebihmenakutkan, mereka melihat pekerjaanmenebang hutan tersebut dikawal olehbeberapa penguasa Lembah DanauSentar yang berseragam dan bersenjataapi. Warga jadi takut. Mereka hanyabisa melihat seorang toke kayu darinegeri jiran tersenyum puas melihatbatang-batang kayu yang terusbertumbangan. Namun, aktivitaspenebang kayu tersebut tiba-tibadikejutkan oleh sebuah teriakan dariseorang pemuda Lembah Danau Sentardengan berucap ”Agik Idup AgikNgelaban”, sambil membawa sebilahpedang yang dikibas-kibaskan. ”Kalauberani menebang pohon-pohon ini akubunuh. Keluar semua dari temawaikami. Ini pusaka nenek moyang kami,saya Boni, anak keturunan nenekmoyang Temawai Sungai Besi”demikian katanya dengan suaralantang.

Boni ditembak oleh pengawalberseragam atas perintah penguasaDanau Sentar karena menghalangipenebangan hutan. Perintah tembak inidilaksanakan setelah penguasa DanauSentar mendapatkan sogokan 15 riburinggit dari Dato’ Ate, bos kayu darinegara jiran. Boni tersungkur, tidaksatu pun warga yang beranimendukungnya. Tuai (ketua) rumahpanjang Sungai Besi segeramengamankan Boni. Malahan, atasperintah Tuai Rumah Panjang SungaiBesi, para penebang hutan kembalimelakukan aktivitasnya menebang

hutan. Tuai Rumah Panjang SungaiBesi adalah orang berpengaruh dikelompok Iban dan keturunanpanglima perang zaman mengayau. Iamewarisi banyak jimat dan pusakapeninggalan nenek moyang DayakIban sehingga tak satu orang punmasyarakat Rumah Panjang SungaiBesi berani melawan Tuai RumahPanjang Sungai Besi tersebut. Diam-diam di belakang warga RumahPanjang Sungai Besi, Tuai RumahPanjang Sungai Besi telah berkerjasama dengan bos kayu dari negerijiran.

Selang tujuh hari kemudian, TuaiRumah Panjang Sungai Besimengumpulkan 20 bilek penghunirumah panjang dan memberitahukanbahwa mereka diberi 15 ribu ringgitoleh toke kayu dari negeri jiran sebagaiganti rugi pemotongan kayu ditemawai mereka. Hasil pertemuan itumemutuskan satu bilek mendapat 750ringgit. Hanya Boni dan Ibunyalahyang menolak uang ganti rugi yangdibagikan oleh Tuai Rumah PanjangSungai Besi tersebut. Kemudian,dengan liciknya, Tuai Rumah PanjangSungai Besi mengajak semua anggotabilek untuk mengadakan ritualbegawao borong, yaitu ritual untukmenjauhkan anggota Rumah PanjangSungai Besi dari bencana dan murkanenek moyang mereka. Denganberlagak bijaksana, Tuai RumahPanjang Sungai Besi menyumbang 400ringgit, sementara anggota RumahPanjang Sungai Besi per bilekdikenakan 50 ringgit. Uang itudipergunakan untuk membelikeperlauan ritual.

Pada suatu ketika, Tuai RumahPanjang Sungai Besi menjelaskankepada anggota bilek, bahwa sebagainhutan mereka yang masih tersisa akanditebangi dan akan ditanami sawit.Seperti biasa, mereka akan

Page 7: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Musfeptial:Cerpen “Agik Idup Agik Ngelaban”…

315

mendapatkan 750 ringgit sebagaiimbalan. Namun, sekarang tidak hanyaBoni yang menolak juga tiga pemudaRumah Panjang Sungai Besi lain, yaituMedang, Siyan, dan Lansi. Merekaberempat menyiapkan strategiperlawanan. Secara diam-diam TuaiRumah Panjang Sungai Besi telahmemberi tahu penguasa berseragam diDanau Sentar agar segera bertindakkepada empat pemuda Rumah PanjangSungai Besi. Tepat pukul tiga dini hari,keempat anak muda tersebut ditembakoleh penguasa bersenjata di bilekmereka kemudian tubuh merekadihanyutkan dengan menggunakansampan ke danau. Kemudian, dengantidak sengaja ketika menangkap ikan didanau Pak Haji Abdullah menemukansampan tersebut ketika hendakmenangkap ikan di danau. Didapathanya satu orang saja yang masihberdenyut nadinya, yaitu Boni.

Sebulan kemudian, setelahmerasa sehat, Boni kembali kekampung halamannya di Sungai Besi.Ketika sampai di Sungai Besi, dia tidaklagi mendapatkan Rumah PanjangSungai Besi. Yang didapatinya hanyapetugas berseragam hilir mudik dijalan kampung.

Kritik Sosial Lewat Tokoh Cerita

Tokoh yang dihadirkan olehpengarang pada cerita ini adalah Boni,Tuai Rumah Panjang Sungai Besi,Indai, Dato’ Ate, Aparat berseragam,Medang, Siyan, dan Lansi. Semuatokoh yang ada dalam cerpen dapatdikelompokkan dalam tiga kelompokkarakter tokoh. Pertama, tokoh yangberwatak tidak baik dan semena-mena.Tokoh tidak baik dan semena-mena initerdiri atas Aparat Berseragam, TuaiRumah Panjang Sungai Besi, danDato’ Ate, Kedua adalah tokoh yangberwatak baik terdiri atas Boni,

Medang, Siyan, dan Lansi. Ketigaadalah tokoh yang dalam ceritadiposisikan sebagai tokoh yang tidakberdaya, yaitu warga Rumah PanjangSungai Besi, dalam cerita diwakili olehtokoh Indai.

Secara umum, yang menggerakkanalur cerita pada cerpen “Agik IdupAgik Ngelaban” adalah tokoh Boni.Dengan demikian, dalam cerita, Bonimerupakan tokoh utama yangsekaligus sebagi tokoh protagonis.Tokoh antagonis pada cerita ini adalahtokoh Tuai Rumah Panjang SungaiBesi. Antara kedua tokoh ini dalamtataran hubungan antartokoh memilikihubungan biner. Artinya, denganadanya tokoh protagonis akanmendukung munculnya tokohantagonis, yang sekaligus berperanmelakukan pertentangan danperlawanan terhadap tokoh protagonis.

Kritik sosial dihadirkanpengarang lewat pemunculan tokohcerita. Tokoh Boni dalam ceritadikisahkan sebagai anak yang keras,berani dan jujur. Kejujuran dankeberanian itulah yang dari kecilditanamkan pada diri Boni olehayahnya sejak kecil. Hal ini sesuaidengan kutipan teks cerpen berikut.

Mendengar kekarasan hati Boni,sang Ibu menurut. Ibunya sangatmemahami watak anaknya itu. Bonimemang keras. Ia lelaki yangdibesarkan oleh didikan ayahnya yangberani, keras, dan jujur. Boni sangatdekat dengan ayah karena ia satu-satunya anak laki-laki. Ia anak bungsudari enam bersaudara. Ia diajarkan olehsang ayah untuk jujur dan beranimenentang ketidakadilan. Makanya,filosofi Iban”selagi masih hidup akanterus melawan, “Agik Idup AgikNgelaban”” benar-benar menjadipedoman hidup Boni. Ayahnyamendidik Boni dengan kearifantradisional Iban yang terkenal sebagai

Page 8: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 309—320

316

suku pedalaman yang agresif dapemberani. Mendiang ayahnya adalahseorang temenggung berpengaruh diDanau Sentar (Asfar, 2012, hlm. 34).

Dari kutipan di atas terlihatbahwa keberanian Boni untukmenentang ketidakjujuran berasal darididikan ayahnya. Ayahnya telahmendidik Boni dengan filosifi DayakIban bahwa ketika kita melihatketidakjujuran kita harus berusahauntuk melawan ketidakjujurantersebut. Lewat tokoh Boni inisesungguhnya pesan yangdisampaikan pengarang kepadapembaca bahwa hendaklah kita janganmembiarkan kesewenang-wenangandan ketidak adilan merajalela dalamkehidupan.

Keberanian tokoh Boni, yangsesungguhnya warga Rumah PanjangSungai Besi menentang Tuai Adat TuaiRumah Panjang Sungai Besi, yangkapasitasnya adalah penguasa,mengisyaratkan bahwa kritik sosialantartokoh yang ada pada cerpen inimerupakan kritik sosial antara warga(anggota masyarakat) dan penguasa.Pada cerpen diwakili oleh dua tokoh,yaitu Tuai Rumah Panjang Sungai Besidan Boni. Tuai Rumah Panjang SungaiBesi sebagai penguasa seharusnyatidak bisa semena-mena kepadaanggota bilek Rumah Panjang SungaiBesi. Seharusnya sebagai pemimpinRumah Panjang Sungai Besi, ia wajibmemberikan jaminan keselamatan dankeamanan kepada anggota bilek.Bukan sebaliknya, malah menyarankanaparat bersenjata untuk membunuhanggota bilek, yang sesungguhnyakerabatnya sendiri. Hal ini terlihatseperti kutipan berikut.

Dalam bilek yang lain, TuaiRumah Panjang Sungai Besitampak serius meneleponseseorang. Ia menelepon PenguasaBerseragam Danau Sentar dan

Tuai Rumah Panjang Meranti.Mereka pun merencanakansesuatu. ”Kita jangan sampaikalah cepat,” terdengar suara TuaiRumah Panjang Sungai Besi.”Jangan takut,tunjukkan sajabilek-bilek penentang itu dinihariini,” tegas penguasa berseragam(Asfar, 2012, hlm. 37).

Uang sudah membutakan mataTuai Rumah Panjang Sungai Besi.Dengan uang sogokan 15 ribu ringgitia rela menyuruh PenguasaBerseragam untuk menghabisi anggotaRumah Panjang Sungai Besi, sepertiBoni, Medang, Siyan, dan Lansi.Mereka dibunuh karena telah beranimenghalangi niatnya untuk menebanghutan Sungai Besi untuk ditanamisawit sesuai keinginan Dato’ Ate,juragan kayu dari negeri Jiran.

Tokoh penguasa berseragam,merupakan frasa konotatif yang dapatdimaknai aparat negara. Hadirnyaaparat bersenjata di daerah DanauSentar memiliki korelasi denganparagraf kesembilan cerpen ini, sepertikutipan berikut.

Lubuk Antu 3 hari yang lalu.Disebuah rumah cukong negeriseberang berkumpul pejabat danaparat yang berkuasa di di LembahDanau Sentar (Asfar, 2012, hlm.31).

Dari kutipan di atas dapatdiketahui bahwa Lubuk Antumerupakan wilayah Malaysia.Kehadiran aparat bersenjata di wilayahperbatasan karena mereka ditugasimengawasi daerah perbatasanIndonesia dan Malaysia di daerahBadau yang berbatasan langsungdengan Lubuk Antu, Malaysia.Artinya, ada tugas mulia yang merekalaksanakan, yaitu menjaga keutuhanNegara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 9: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Musfeptial:Cerpen “Agik Idup Agik Ngelaban”…

317

Namun, aparat bersenjata yang adapada cerpen ini, ia tidak melaksanakantugasnya dengan baik. Mereka bahkanmenjadi pelindung cukong kayu darinegeri jiran yang berusaha menebangihutan di perbatasan Indonesia.

Kritik sosial yang ingindisampaikan pengarang lewat tokoh iniadalah tidak seharusnya aparatbersenjata menjadi pengaman terhadappenebangan hutan secara sembarangan.Seharusnya aparatlah yangmenertibkan pekerjaan ilegal logingtersebut. Tidak seperti tokoh aparatsesuai imajinasi pengarang padacerpen ini. Selain sebagai pelindungpenebangan hutan secara liar, merekajuga dapat diperintah untukmembunuh anak bangsa sendiri, sepertiBoni, Medang, Siyan, dan Lansi.Padahal keempat anak muda tersebuttelah berusaha melindungi HutanDanau Sentar sebagai hutan adatmereka dari kerakusan cukong kayudari negeri seberang.

Dato’ Ate, adalah cukong kayuyang berasal dari negeri seberang,yaitu di Lubuk Antu. Dia merupakanwatak juragan kayu yangmenghalalkan semua cara untukmendapatkan kayu. Bahkan, penguasaadat Dayak Iban tak luput darikendalinya. Dengan uang yangdimilikinya, dia dapat mengatur TuaiRumah Panjang Sungai Besi agarmengizinkan hutan adatnya dijarah danditebangi oleh gergaji mesin miliknya.Tidak hanya itu, dengan harta yangdimikinya,dia juga mampumengendalikan aparat bersenjata yangbertugas di wilayah perbatasan. Hal initergambar pada kutipan berikut.

”Saya tak boleh bagi you semua15 ribu ringgit. Tak ada kayu yangboleh saya bawa”, ujar Dato’ Ateberkata kepada teman-temannyapenguasa Danau Sentar. Beberapapenguasa Danau Sentar saling

pandang mendengar ucapan Dato’Ate, bos kayu asal jirang yangmenjadi otak pembabatanTemawai Sungai Besi. (Asfar,2012, hlm. 30).

Tidak hanya sogokan uang yangdiberikan oleh Dato’ Ate kepada TuaiRumah Panjang Sungai Besi dan aparatbersenjata, dia juga memberikanlayanan lain seperti minuman yangberalkohol dan perempuan mudadalam rangka memuluskan niatnyamenebang hutan. Hal ini tergambarseperti kutipan berikut.

Mereka tertawa terkekeh-kekehsambi meneguk bir dan wiski yangdisajikan tuan rumah. ”Minum-minum”, seru Nurdian salah satupejabat berkuasa. Ada limapengauasa Danau Sentar yangberkumpul menikmatai servisyang disiapkan Dato’ Ate,penguasa kayu ternama di LubukAntu. Enam perempuan muda dancantik menemani merekabercengkrama. Tiga orangPenguasa Berseragam dan duaorang Penguasa masyarakat(Asfar, 2012, hlm. 31)

Kritik sosial yang dapatdicermati lewat kehadiran tokoh Dato’Ate pada cerpen ini adalah hendaklahbekerja dan berusaha dengan benar danjujur sesuai dengan aturan yang ada.Selain itu, hendaklah dalam bekerjadan berusaha memperhatikankeberlangsungan kehidupan danlingkungan sekitar. Dato’ Ate sebagaiorang yang mewakili pengusaha yangbergerak dalam bidang penebanganhutan sudah seharusnya dan wajibkiranya memperhatikan keberlangsunganHutan Kalimantan Barat sebagai paru-paru dunia. Dengan memperhatikankeberlangsungan hutan, sebenarnyaDato’ Ate juga telah memperhatikan

Page 10: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 309—320

318

keberlangsungan usahanya sendiri.Ketika Dato’ Ate tidak menebanghutan sembarangan tentu ia juga telahberusaha menjaga hutan sebagaitempat mencari kehidupan.

Kritik Sosial Lewat Alur Cerita

Alur cerita yang ada pada cerpenini adalah alur maju. Artinya, gerakcerita dari permulaan hingga akhircerita berurut. Dari urutan alur tersebutkita dapat memaknai kritik sosial yangada. Pada bagian awal, kritik sosialyang ada yaitu menggugah kesadaranmasyarakat akan pentingnyapelestarian hutan Rumah PanjangSungai Besi. Di awal alur cerpen inipengarang sudah mulai menyentakkankesadaran akan pentingnya hutan bagimasyarakat. Hal tersebut tergambarpada kutipan berikut.

Suara senso meraung membabatsatu per satu batang kayu temawaiRumah Panjang Sungai Besi.Krak.... krak.... krak.... suarapohon bertumbangan. Kegaduhansenso di temawai yang berjarak200 meter dari dari rumah inisontak mengejutkan parapenduduk (Asfar, 2012, hlm. 29).

Suara gergaji mesin/senso padacerpen ini memiliki makna menggugahkesadaran masyarakat untuk peduli danmemelihara hutan tempat merekatinggal. Frasa ”sontak mengejutkanpenduduk” harus dimaknai sebagaibangkitnya rasa memiliki masyarakatdi sekitar Rumah Panjang Sungai Besi.

Pada bagian tengah alur cerita,dikisahkan bahwa terjadi penolakanyang dilakukan oleh tokoh Bonisebagai anak muda dari RumahPanjang Sungai Besi. Perlawanan yangdilakukan Boni dengan caramenghalangi penebangan hutan disekitar Rumah Panjang Sungai Besi.

Bagi Boni hutan tersebut adalahpusaka nenek moyang mereka yangharus dipertahankan. Kritik sosialyang ada pada bagian alur ini adalahkritik terhadap masayarakat danpemuda untuk ikut merawat danmelestarikan hutan. Setidaknya, tokohBoni dalam cerpen ini telahmemperlihatkan kepada pembacabagaimana usahanya untuk tetapmemelihara hutan sebagai sumberkehidupan.

Tiba-tiba seorang pemudaberteriak dan berlari”Agik IdupAgik Ngelaban”, sambilmembawa sebilah parang yangdikibas-kibaskan. ”Kalau ada yangberani menebang pokok-pokokkayu ini aku bunuh’, seru sangpemuda. Ancaman sang pemudamenghentikan aktivitas parapenyenso (Asfar, 2012, hlm. 29).

Puncak alur (klimaks) pada ceritaini adalah ketika Tuai Rumah PanjangSungai Besi merasa dilecehkan olehbeberapa anggota bilek rumah panjangtersebut. Boni, Medang, Siyan, danLansi telah berusaha menghalangi niatTuai Rumah untuk mengizinkan Dato’Ate, juragan kayu dari negeri seberanguntuk menebang hutan. Tuai RumahPanjang Sungai Besi berusahamenyuruh aparat bersenjata untukmembunuh keempat anak mudatersebut. Puncak alur adalah ketikaaparat bersenjata menembak keempatanak muda tersebut dan membuangnyake Danau Sentarum. Kritik sosial yangada pada bagian ini adalah hendaklahTuai Rumah Panjang Sungai Besisebagai penguasa Rumah PanjangSungai Besi melindungi para kerabatdan anggota bileknya. Selain itu,sebagai seorang penguasa, TuaiRumah Panjang Sungai Besi tidakseharusnya hanya mementingkan dirisendiri. Dia juga harus memperhatikan

Page 11: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Musfeptial:Cerpen “Agik Idup Agik Ngelaban”…

319

kepentingan anggota kerabatnya yanglebih luas. Selain itu, sebagai TuaiRumah Panjang Sungai Besi, dia tidakboleh merendahkan harga dirinyadengan menerima suap sebagaiimbalan atas izin yang ia berikankepada Dato’ Ate, juragan kayu darinegeri seberang.

Akhir cerita dikisahkan bahwaBoni berhasil diselamatkan oleh PakHaji Abdullah. Setelah dirawat selamasatu bulan oleh Pak Haji Abdullah, iakembali ke kampung halamannya diRumah Panjang Sungai Besi. Sesampaidi sana ia tidak lagi menemui rumahpanjangnya. Dia hanya melihat banyakaparat yang sibuk membersihkanlumpur dan kayu bekas tebangan.Diketahuinya kemudian bahwaRumah Panjang Sungai Besi telahhancur akibat penebangan hutan secaraliar dan akhirnya Boni hanyamendapatkan mayat kerabatnya yangtelah terbujur kaku. Kritik sosial yangingin disampaikan pengarang padapenutup cerpen ini adalah bagaimanaakibat dari penebangan hutan secarasembarangan dan liar. Bencana besarakan melanda ketika pelestarian danpelindungan hutan tidak dilakukansecara serius, seperti yangdigambarkan pada akhir cerpen ini.

PENUTUP

Dari uraian di atas dapat diambilsimpulan sebagai berikut. Kritik sosialpada cerpen ini dapat dilihat dari duaaspek, yaitu kritik sosial lewat aspektokoh cerita dan kritik sosial lewataspek alur cerita. Kritik sosial lewataspek tokoh cerita dapat dilihat dariperlawanan yang telah dilakukan tokohBoni, Medang, Siyan, dan Lansi ataskeserakahan yang dilakukan TuaiRumah Panjang Sungai Besi. Kritiksosial juga terlihat dari sikap serakahdan tidak berpihaknya Tuai Rumah

Panjang Sungai Besi dan AparatBersenjata kepada rakyat sebagaipemilik hutan Danau Sentar. Kritiksosial juga terlihat dari sikap Dato’ Ateyang tidak taat dengan aturan danmenghalalkan semua cara untukmendapatkan kayu dari hutan DanauSentar.

Kritik sosial lewat aspek alurcerita terlihat dari konflik yangdimunculkan pengarang dari awalcerita, di mana adanya penolakan yangdilakukan oleh tokoh rekaan Boniterhadap penebangan hutan ditembawang mereka. Kritik lewatkonflik memuncak ketika anggotaRumah Panjang menolak keinginanTuai Rumah Panjang untukmengizinkan Dato’ Ate menebangihutan mereka. Kritik lewat konflikyang mereda adalah ketika tokoh Bonikembali ke kampungnya setelahselamat dari percobaan pembunuhanoleh aparat dan cukong kayu,dia tidaklagi menemui rumah panjang miliksukunya.

Perlawanan terhadap TuaiRumah Panjang, Aparat Berseragam,dan Dato’ Ate, yang dilakukan Boni,Medang, Siyan, dan Lansi merupakanbentuk kritik sosial dalammempertahankan hak mereka. Sebagaianggota Rumah Panjang Sungai Besiyang kehidupannya tidak dapatdipisahkan dari dan hutan tembawang,mereka juga merasa mempunyai tugasdan kewajiban untuk melestarikanhutan sebagai bagian yang tidakterpisahkan darin kehidupan danbudaya mereka sebagai orang Dayak.

DAFTAR PUSTAKA

Damono, S.D. (2002). Pedomanpenelitian sosiologi sastra.Jakarta:Pusat Bahasa.

Page 12: CERPEN ““AGIK IDUP AGIK NGELABAN”” MENGGUGAH KEARIFAN

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 309—320

320

Efendy, A, Astuti, S., Inda, D.N.(2011). Teknik pengalurandan dialetika cerpen Cahayadi Atas Kegelapan. JurnalTuah Talino. Tahun V,Volume 5 Edisi September2011, halaman 65 – 97.

Endraswara, S. (2003). Metodologipenelitian sastra:Epistemologi, model, teori,dan aplikasi. Yogyakarta:Pustaka Widyatama.

Escarpit, R. (2005). Sosiologi sastra.Jakarta: Yayasan OborIndonesia.

Jabrohim. (2003). Sosiologi sastrabeberapa konsep pengantardalam penelitian sastra.Yogyakarta: PT PrasetiaWidya Pratama.

Junus, U.(1989). Fiksyen dan sejarahsuatu dialog. Kuala Lumpur:Dewan Bahasa dan Pustaka.

Moleong, L. J. (2007). Metodologipenelitian kualitatif.Bandung: PT RemajaRosdakarya.

Yusriadi. (2012). Kalbar berimajinasi.Pontianak: STAINPontianak.

Ratna, N. K. (2006). Teori, metode,dan teknik penelitian sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiono. (2009). Metode penelitianpendidikan pendekatankuantitatif, kualitatif, dan R& D. Bandung: Alfabeta.

Sujarwo, P. J. (2011). Antologi MataBorneo. Pontianak: PijarPublishing.

Teeuw. (1984). Sastra dan ilmu sastra.Jakarta: Pustaka Jaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wellek, R. &Warren, A.(1990). Teorikesusastraaan. Jakarta: PT.Gramedia.