cecephilmanstaisukabumi.files.wordpress.com · web viewtujuan kami menyusun karya tulis ini yaitu...
TRANSCRIPT
ALIRAN ALIRAN DALAM ILMU KALAM KONTEMPORER
(HASAN HANAFIDA & ISMAIL FARUQI)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu :
Cecep Hilman, S.Pd.I,. M.Pd
Disusun oleh :
Kelompok 9
Aldi Muklis
Fasya Al Farisi
Ilyas Moch. Fikri
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKABUMI
TAHUN AJARAN 2018/2019
Jl. Lio Balandongan Sirnagalih No.74 Kel. Cikondang
Kec. Citamiang Kota Sukabumi Telp./Fax 0266-225465
www.staisukabumi.ac.id | e-mail : [email protected]
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم الله الرSegala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sempurnalah segala
kebaikan, dialah pemilik segala anugerah dan keutaman, dia lah pemilik segala pujian yang baik nan indah tak seorangpun mampu menghitung pujian yang layak diberikan pada-Nya. Semoga Allah melimpahkan shalawatnya kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya semua. Dan atas rahmat serta karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan lahiriyah dan batiniyah, sehingga kami dapat menyusun Makalah ini.
Tujuan kami menyusun karya tulis ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Kalam. Demikianlah,semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis (khususnya) dan pembaca umumnya, terutama mahasiswa/mahasiswi angkatan berikutnya sebagai pedoman penyusunan makalah.
Sukabumi, 03 Oktober 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
a) Latar Belakang....................................................................................... 1
b) Rumusan Masalah................................................................................... 1
c) Tujuan Penulisan Makalah......................... ............................................ 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 2
A. Hasan Hanafi.......................................................................................... 2
1. Riwayat Singkat Hasan Hanafi....................................................... 2
2. Pemikiran Kalam Hasan Hanafi..................................................... 2
a. Kritik terhadap teologi Tradisional...................................... 2
b. Rekontruksi Teologi............................................................. 4
B. Ismail Faruqi......................................................................................... 6
1. Riwayat Singkat Ismail Faruqi...................................................... 6
2. Pemikiran Kalam Ismail Faruqi..................................................... 7
a. Tauhid Sebagai inti pengalaman agama............................... 7
b. Tauhid sebagai pandangan dunia......................................... 7
c. Tauhid Sebagai intisari Islam............................................... 7
d. Tauhid sebagai prinsip sejarah............................................. 7
e. Tauhid sebagai prinsip pengetahuan.................................... 8
f. Tauhid sebagai prinsip metafisika........................................ 8
g. Tauhid sebagai prinsip etika ............................................... 8
h. Tauhid sebagai prinsip tata sosial ....................................... 9
i. Tauhid sebagai prinsip ummah ........................................... 9
j. Tauhid sebagai prinsip keluarga............................................ 9
k. Tauhid sebagai prinsip tata politik....................................... 10
l. Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi.................................... 10
m. Tauhid sebagai prinsip estetika............................................. 10
C. Aliran-aliran Dalam Ilmu Kalam ................................................... 11
1. Aliran Khawarij...... .............................................................. 11
2. Aliran Murji’ah..................................................................... 12
3. Aliran Syi’ah......................................................................... 12
4. Aliran Qadariyah................................................................... 13
5. Aliran Jabariyah.................................................................... 14
6. Aliran Mu’tazilah.................................................................. 15
7. Ahlussunah Wal-Jama’ah..................................................... 16
BAB III SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 17
a) Simpulan........................................................................................... 17
b) Saran................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
Ilmu kalam sangatlah penting untuk diketahui oleh seorang muslim
yang mana pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah pembahasan tentang
aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama, karena persolaan
aqidah Islam ini memiliki konsekwensi yang berpengaruh pada keyakinan
yang berkaitan dengan bagaimana seseorang harus menginterpretasikan
tuhan itu sebagai sembahannya hingga terhindar dari jurang kesesatan dan
dosa yang tak terampunkan (syirik).
Memang, Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah,
namun dalam kenyataanya masalah pertama yang muncul di kalangan
umat Islam bukanlah masalah teologi, melainkan persolaan di bidang
politik, hal ini di dasari dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa,
titik awal munculnya persolan pertama ini di tandai dengan lahirnya
kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang
kesemuanya itu diawali dengan persoalan politik yang kemudian
memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi dan
berbagai pendapat-pendapat yang berbeda-beda.
b) Rumusan Masalah
a. Ilmu Kalam Kontemporer Menurut Pemikiran Hasan Hanafi
b. Ilmu Kalam Kontemporer Menurut Pemikiran Ismail Faruqi
c. Apa saja aliran-aliran dalam ilmu kalam?
c) Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk Mengetahuui Pengertian Ilmu Kalam menurut Hasan Hanafi
2. Untuk Mengetahui Pengertian Ilmu Kalam menurut Ismail Faruqi
3. Untuk mengetahui apa saja aliran-aliran dalam ilmu kalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hasan Hanafi
1. Riwayat Singkat Hasan Hanafi
Hasan Hanafi dilahirkan pada 13 Februari tahun 1935, di Kairo.
Pendidikannya diawali pada tahun 1948 dengan menamatkan
pendidikan tingkat dasar, dan melanjutkan studinya di Madrasah
Tsanawiyah Khalill Agha, Kairo yang diselesaikannya selama empat
tahun. Hasan Hanafi adalah pengikut Ikhwanul Muslimin ketika dia
aktif kuliah di Universitas Kairo. Hanafi tertarik juga untuk
mempelajari pemikiran Sayyid Qutb tentang keadilan sosial dalam
Islam. Ia berkonsentrasi untuk mendalami pemikiran agama, revolusi,
dan perubahan social.
Dari sekian banyak tulisan dan karyanya yaitu: Kiri Islam (Al-Yasar
Al-Islami) merupakan salah satu puncak sublimasi pemikirannya
semenjak revolusi 1952. Kiri Islam, meskipun baru memuat tema-tema
pokok dari proyek besar Hanafi, karya ini telah memformulasikan satu
kecenderungan pemikiran yang ideal tentang bagaimana seharusnya
sumbangan agama bagi kesejahteraan umat manusia.
2. Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
a. Kritik terhadap teologi Tradisional
Dalam gagasannya tentang rekobstruksi teologi tradisional,
Hanafi menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat
konseptual kepercayaan (teologi) sesuai dengan perubahan konteks
politik yang terjadi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
teologi tradisonal lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman
yang bertujuan untuk memelihara kemurniannya. Hal ini berbeda
dengan kenyataan sekarang bahwa Islam mengalami kekalahan
akibat kolonialisasi sehingga perubahan kerangka konseptal lama
pada masa-masa permulaan yang berasal dari kebudayaan klasik
menuju kerangka konseptual yang baru yang berasal dari
kebudayaan modern harus dilakukan.
Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran
murni yang hadir dalam kehampaan kesejarahan, melainkan
merefleksikan konflik sosial politik. Sehingga kritik teologi
memang merupakan tindakan yang sah dan dibenarkan karena
sebagai produk pemikiran manusia yang terbuka untuk dikritik.
Hal ini sesuai dengan pendefenisian beliaun tentang definisi teologi
itu sendiri. Menurutnya teologi bukanlah ilmu tentang Tuhan,
karena Tuhan tidak tunduk pada ilmu. Tuhan mengungkaplan diri
dalam Sabda-Nya yang berupa wahyu.
Teologi demikian, lanjut Hanafi, bukanlah ilmu tentang Tuhan,
karena Tuhan tidak tunduk kepada ilmu. Tuhan mengungkapkan
diri dalam sabda-Nya yang berupa wahyu. Ilmu Kalam adalah
tafsir yaitu ilmu hermeneutic yang mempelajari analisis percakapan
(discourse analysis), bukan saja dari segi bentuk-bentuk murni
ucapan, melainkan juga dari segi konteksnya, yakni pengertian
yang merujuk kepada dunia. Adapun wahyu sebagai manifestasi
kemauan Tuhan, yakni sabda yang dikirim kepada manusia
mempunyai muatan-muatan kemanusiaan.
Hanafi ingin meletakkan teologi Islam tradisional pada
tempat yang sebenarnya, yakni bukan pada ilmu ketuhanan yang
suci, yang tidak boleh dipersoalkan lagi dan harus diterima begitu
saja secara taken for Granted. Ia adalah ilmu kemanusiaan yang
tetap terbuka untuk diaadakan verifikasi dan falsafikasi, baik secara
historis maupun eiditis.
Menurut Hasan Hanafi, teologi tradisional tidak dapat
menjadi sebuah pandangan yang benar-benar hidup dan memberi
motivasi tindakan dalam kehidupan kongkret umat manusia hal ini
disebabkan oleh sikap para penyusun teologi yang tidak
mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan
manusia. Sehingga menimbulkan keterpercahan antara keimanan
teoritik dengan amal praktiknya di kalangan umat.
Secara historis, teologi yang telah menyingkap adanya benturan
berbagai kepentingan dan ia sarat dengan konflik social-politik.
Teologi telah gagal pada dua tingkat: Pertama, pada tingkat
teoritis, kedua, pada tingkat praxis, yaitu gagal karena hanya
menciptakan apatisme dan negativism.
b. Rekontruksi Teologi
Melihat sisi-sisi kelemahan teologi tradisional, Hanafi lalu
mengajukan saran rekontruksi teologi. Menurutnya, adalah mungkin untuk
memfungsikan teologi menjadi ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masa kini,
yaitu dengan melakukan rekontruksi dan revisi, serta nenbangun kembali
epistemologi lama yang rancu dan palsu menuju epiatemologi baru yag
sahih dan lebih signifikan. Tujuan rekontruksi teologi Hanafi adalah
menjadikan teologi tidak sekedar dogma-dogma keagamaan yang kosong,
melainkan menjelma sebagai ilmu tentang pejuang social, yang
menjadikan keimanan-keimanan tradisonal memiliki fungsi secara actual
sebagai landasan etik dan motivasi manusia.
Sistem kepercayaan sesungguhnya mengekpresikan bangunan
sosial tertentu. Sistem kepercayaan menjadikan gerakan social sebagai
gerakan bagi kepentingan mayoritas yang diam (al-aglabiyah as-sfimitah:
the majority) sehingga system kepercayaan memiliki fungsi visi. Karena
memiliki fungsi revolusi, tujuan final rekonstruksi teologi tradisionla
adalah revolusi sosial. Menilai revolusi dengan agama dimasa sekarang
sama halnya dengan mengaitkan filsafat dengan syariat di masa lalu,
ketika filsafat menjadi zaman saat itu.
Sebagai konsekuensi atas pemikirannya yang menyatakan bahwa para
ulama tradisional telah gagal dalam menyusun teologi yang modern, maka
Hanafi mengajukan saran rekontruksi teologi. Adapaun langkah untuk
melakukan rekonstruksi teologi sekurang-kurangnya dilatarbelakangi oleh
tiga hal yaitu:
1) Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang jelas di tengah
pertarungan global anatar berbagai ideologi.
2) Pentingnya teologi baru ini bukan semata pada sisi teoritisnya, tetapi
juga terletak pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan
ideologi gerakan dalam sejarah. Salah satu kepentingan teologi ini adalah
memecahkan problem pendudukan tanah di Negara-negara muslim.
3) Keperingan teologi yang bersifat praktis (amaliyah fi’liyah) yang
secara nyata diwujudkan dalam realisasi tauhid dalam dunia Islam. Hanafi
menghendaki adanya ‘teologi dunia’ yaitu teologi baru yang dapat
mempersatukan umat Islam di bawah satu orde.
Menurut Hanafi, rekontruksi teologi merupakan salah satu cara
yang mesti ditempuh jika mengharapkan agar teologi dapat memberikan
sumbangan yang kongkret dagi sejarah kemanusiaan. Kepentingan
rekontruksi itu pertama-tama untuk mentranformasikan teologgi menuju
antropologi, menjadikan teologi sebagai wacana tenntang kemanusiaan,
baik secara eksistensi, kognitif, maupun kesejarahan.
Selanjutnya Hanafi menawarkan dua hal untuk memperoleh
kesempurnaan teori ilmu dalam teologi Islam yaitu:
1) Analisis bahasa. Bahasa serta istilah-istilah dalam teologi tradisonal
adalah warisan nenek moyang di bawah teologi, yang merupakan bahasa
khas yang seolah-olah menjadi ketentuan sejak dulu. Teologi tradisonal
memiliki istilah-istilah khas seperti Allah, iman, akhirat. Menurut Hanafi,
semua ini sebenarnya menyingkapkan sifat-sifat dan metode keilmuan, ada
yang empirik-rasional seperti iman, amal, dan imamah, dan ada yang
historis seperti nubuwah serta ada pula yang metafisik seperti Allah dan
akhirat.
2) Analisis realitas. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui latar
belakang historis-sosiologis munculnya teologi di masa lalu,
mendiskripsikan pengaruh-pengaruh nyata teologi bagi kehidupan
masyarakat. Dan bagaimana ia mempunyai kekuatan mengarahkan
terhadap prilaku para pendukungnya. Analsis realitas ini berguna untuk
menentukan stressing kea rah mana teologi kontemporer harus
diorientasikan.
B. Ismail Faruqi
1. Riwayat Singkat Ismail Faruqi
Ismail Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari
1921. Pendidikan dasarnya dimulai dari madrasah, dan pendidikan
menengahnya di Colleges des Freres, dengan bahasa pengantar
Perancis. Kemudian pada tahun 1941 lulus dari American University
of Beirut. Ismail lalu bekerja untuk pemerintah Inggris di Palestina.
Pada tahun 1945, dia dipilih sebagai Gubernur Galilea. Tapi, setelah
Israel mencaplok Palestina, ia pindah ke Amerika Serikat pada tahun
1949. Di Amerika, ia melanjutkan pendidikan Master dalam bidang
filsafat di University of Indiana dan University of Harvard. Dia
melanjutkan pendidikannya dengan mengambil gelar doktor filsafat di
University of Indiana dan di Al-Azhar University pada tahun 1952.
Dia kemudian mengajar beberapa universitas diseluruh dunia
diantaranya universitas di Kanada, Pakistan dan Amerika Serikat. Pada
tahun 1968, dia menjadi guru besar Studi Islam di Temple University,
Amerika Serikat. Sebagai anak Palestina, al-Faruqi mengecam keras
apa yang telah dilakukan oleh Zionis Israel yang menjadi dalang
pencaplokan Palestina. Namun, ia dengan tegas membedakan
Zionisme dan Yahudi. Dalam buku Islam and Zionism, ia berkata
bahwa Islam adalah agama yang menganggap agama Yahudi sebagai
agama Tuhan, yang ditentang Islam adalah politik Zionisme.
Pembunuhan atas dirinya dan istrinya diduga karena kritiknya yang
keras terhadap kaum Zionis Yahudi. Kematian Ismail Raji al-Faruqi
meninggal dunia karena dibunuh pada tanggal 27 Mei 1986 di
rumahnya.
2. Pemikiran Kalam Ismail Faruqi
Pemikiran kalam Ismail al Faruqi tertuang dalam karyanya yang
berjudul Tahwid: Its Implications for Thought and Life. Dalam
karyanya ini beliau mengungkapkan bahwa:
a. Tauhid sebagai inti pengalaman agama
Inti pengalaman agama, kata Al-Faruqi adalah Tuhan. Kalimat
syahadat menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan,
dan pemikiran setiap muslim. Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran
Muslim dalam setiap waktu. Bagi kaum Muslimin, Tuhan benar-benar
merupakan obsesi yang agung.Esensi pengalaman agama dalam islam
tiada lain adalah realisasi prinsip bahwa hidup dan kehidupan ini
tidaklahsia-sia.
b. Tauhid sebagai pandangan dunia
Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran,
dunia, ruang dan waktu, sejarah manusia, dan takdir.
c. Tauhid sebagai intisari Islam
Esensi peradaban Islam adalah Islam sendiri. Tidak ada satu
perintah pun dalam Islam yang dapat dilepaskan dari tauhid. Tanpa
tauhid, Islam tidak aka nada. Tanpa yauhid, bukan hanya sunnah nabi
yang patut diragukan, bahkan ptanata kenabian pun menjadi hilang.
d. Tauhid sebagai prinsip sejarah
Tauhid menempatkan manusia pada suatu etika berbuat atau
bertindak, yaitu etika ketika keberhargaan manusia sebagai pelaku
moral diukur dari tingkat keberhasilan yang dicapainya dalam mengisi
aliran ruang dan waktu. Eskatologi Islam tidak mempunyai sejarah
formatif. Is terlahir lengkap dalam Al-Qur’an, dan tidak mempunyai
kaitan dengan situasi para pengikutnnya pada masa kelahirannya
seperti halnya dalam agama Yahudi atau Kristen. Is dipandang sebagai
suatu klimaks moral bagi kehidupan di atas bumi
e. Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
Berbeda denga “iman” Kristen, iman Islam adalah kebenaran yang
diberikan kepada pikiran, bukan kepada perasaan manusia yang mudah
dipercayai begitu saja. Kebenaran, atau proposisi iman bukanlah
misteri, hal yang dipahami dan tidak dapat diketahui dan tidak masuk
akal, melainkan bersifat kritis dan rasional. Kebenaran-kebenarannya
telah dihadapkan pada ujian keraguan dan lulus dalan ditetapkan
sebagai kebenaran
f. Tauhid sebagai prinsip metafisika
Dalam Islam, alam adalah ciptaan dan anugerah. Sebagai ciptaan,
ia bersifat teleologis, sempurna, dan teratur. Sebagai anugerah, ia
merupakan kebaikan yang tak mengandung dosa yang disediakan
untuk manusia. Tujuannya agar manusia melakukan kebaikan dan
mencapai kebahagiaan. Tiga penilaian ini, keteraturan, kebertujuan,
dan kebaikan, menjadi cirri dan meringkas pandangan umat Islam
tentang alam.
g. Tauhid sebagai prinsip etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah memberi amanat-Nya
kepada manusia, suatu amanat yang tidak mampu dipikul oleh langit
dan bumi. Amanat atau kepercayaan Ilahi tersebut berupa pemenuhan
unsur etika dari kehendak Ilahi, yang sifatnya mensyaratkan bahwa ia
harus direalisasikan dengan kemerdekaan, dan manusia adalah
satu-satunya makhluk yang mampu melaksanakannya. Dalam Islam,
etika tidak dapat dipisahkan dari agama dan bahkan dibangun di
atasnya.
h. Tauhid sebagai prinsip tata sosial
Dalam Islam tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang
lainnya. Masyarakat Islam adalah masyarakat terbuka dan setiap
manusia boleh bergabung dengannya, baik sebagai anggota tetap
ataupun sebagai yang dilindungi (dzimmah). Masyarakat Islam harus
mengembangkan dirinya untuk mencakup seluruh umat manusia. Jika
tidak, ia akan kehilangan klaim keislamannya.
i. Tauhid sebagai prinsip ummah
Dalam menyoroti tentang tauhid sebagai prinsip ummat, al Faruqi
membaginya kedalam tiga identitas, yakni:
pertama, menenentang etnosentrisme yakni tata sosial Islam adalah
universal mencakup seluruh ummat manusia tanpa kecuali dan tidak
hanya untuk segelitir suku tertentu.
Kedua, universalisme yakni Islam meliputi seluruh ummat manusia
yang cita-cita tersebut diungkapkan dalam ummat dunia.
Ketiga totalisme, yakni Islam relevan dengan setiap bidang kegiuatan
hidup manusia dalam artian Islam tidak hanya menyangkut aktivitas
mnusia dan tujuan di masa mereka saja tetapi menyangkut aktivitas
manusia disetiap masa dan tempat.
j. Tauhid sebagai prinsip keluarga
Al-Faruqi memandang bahwa selama tetap melestarikan identitas
mereka dari gerogotan kumunisme dan idiologi-idiologi Barat, umat
Islam akan menjadi masyarakat yang selamat dan tetap menempati
kedudukan yang terhormat. Keluarga Islam memiliki peluang lebih
besar tetap lestari sebab ditopang oleh hukum Islam dan dideterminisi
oleh hubungan erat dengan tauhid.
k. Tauhid sebagai tata politik
Al-Faruqi mengaitkan tata politik dengan pemerintahan.
Kekhalifahan didefenisikan sebagai kesepakatan tiga dimensi, yaitu:
kesepakatan wawasan (ijma’ ar-ru’yah), kehendak (ijma’ al-iradah),
dan tindakan (ijma’ al-amal). Wawasan yang dimaksud al-Faruqi
adalah pengetahuan akan nilai-nilai yang membentuk kehendak iIahi.
Kehendak yang dimaksud Al-Faruqi adalah pengetahuan akan nilai-
nilai yang membentuk kehendak Ilahi. Adapun yang dimaksud dengan
tindakan adalah peelaksanaan kewajiban yang timbul dari kesepakatan
l. Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi
Al-Faruqi melihat implikasi Islam untuk tata ekonomi ada dua
prinsip, yaitu: pertama, tak ada seorang atau kelompok pun yang dapat
memeras yang lain. Kedua, tak satu kelompok pun boleh
mengasingkan atau memisahkan diri dari umat manusia lainnya
dengan tujuan untuk mebatasi kondisi ekonomi mereka pada diri
mereka sendiri
m. Tauhid sebagai prinsip estetika
Dalam hal kesenian, beliau tidak menentang kretaivitas manusia,
tidak juga menentang kenikmatan dan keindahan. Menurutnya Islam
menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhan dan
dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-firman-Nya.
3. Aliran-Aliran Dalam Ilmu Kalam
1. Aliran Khawarij
Aliran Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn
Aliran pertama yang muncul dalam teologi Islam. Menurut Ibnu Abu
Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap
orang yang keluar dari imam yang hak dan telah di sepakati para jama’ah,
baik ia keluar pada masa sahabat khulafaurrasyidin, atau pada masa tabi’in
secara baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij ini berasal dari kata
“kharaja” yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang
keluar dari barisan Ali. Kelompok ini juga kadang kadang menyebut
dirinya Syurah yang berarti “golongan yang mengorbankan dirinya untuk
Allah. Disamping itu nama lain dari khawarij ini adalah Haruriyah, istilah
ini berasal dari kata harura, nama suatu tempat dekat kufah, yang
merupakan tempat mereka menumpahakn rasa penyesalannya kapada Ali
bin abi Thalib yang mau berdamai dengan Mu’awiyah.
Kelompok khawarij ini merupakan bagian dari kelompok
pendukung Ali yang memisahkan diri, dengan beralasan ketidak setujuan
mereka terhadap sikap Ali bin abi Thalib yang
menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan
perselisihan dan konfliknya dengan mu’awiyah bin abi sufyan, gubernur
Syam, pada waktu perang siffin.
Latar belakang ketidak setujuan mereka itu, beralasan bahwa
tahkim itu merupakan penyelesaian masalah yang tidak di dasarkan pada
ajaran Al-Qur’an, tapi ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang
tidak memutuskan hukum dengan Al-Qur’an adalah kafir. Dengan
demikian, orang yang melakukan tahkim dan menerimanya adalah kafir.
Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini
selanjutnya berbalik menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang
tokoh pelaku tahkim lainnya yaitu Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin
Abi Sofyan dan Amr Bin Ash. Untuk itu mereka berusaha keras agar dapat
membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta sejarah, hanya Ali yang
berhasil terbunuh ditangan mereka.
2. Aliran Murji’ah
a. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Murji’ah
Nama Murji'ah diambil dari kata irja atau arja'a yang
bermakna penundaan, penangguhan. dan Pengharapan. Kata arja'a
mengandung Pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan
kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan
rahmat Allah. Selain itu, arja'a berarti pula meletakkan di belakang
atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan
iman. Oleh karena itu Murji’ah, artinya orang yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan
Muawiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.
Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran murji’ah antara lain
adalah :
1) Adanya perbedaan pendapat antara Syi’ah dan Khawarij,
mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan Ali dan
mengakfirkan orang- yang terlihat dan menyetujui tahkim dalam
perang siffin.
2) Adanya pendapat yang menyalahkan Aisyah dan kawan-
kawan yang menyebabkan terjadinya perang jamal.
3) Adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin
merebut kekuasaan Usman bin Affan.
3. Aliran Syi’ah
a. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Syi’ah
Arti Syi’ah dalam bahasa Arab adalah pengikut. Sedangkan arti
“kaum Syi’ah” menurut istilah yang dipakai dalam lingkungan
umat Islam ialah kaum yang beri’tiqad bahwa sayidina ‘Ali adalah
orang yang berhak menjadi khalifah pengganti nabi, karena nabi
berwasiat bahwa pengganti beliau sesudah wafat adalah sayidina
‘Ali.
4. Aliran Qadariyah
a. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Qadariyah
Lafadz Qadariyah berakar dari qadara yang dapat berarti memutuskan dan
memiliki kekuatan atau kemampuan. Sedangkan sebagai suatu aliran dalam ilmu
kalam, qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan
penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan
perbuatan-perbuatannya. Dalam paham qadariyah manusia di pandang
mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan
berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar dan qada
Tuhan.
Mazhab qadariyah muncul sekitar tahun 70 H (689 M). Ajaran-ajaran
tentang Mazhab ini banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mu’tazilah
sehingga Aliran Qadariyah ini sering juga disebut dengan aliran Mu’tazilah,
kesamaan keduanya terletak pada kepercayaan kedunya yang menyatakan bahwa
manusia mampu mewujudkan tindakan dan perbuatannya, dan tuhan tidak campur
tangan dalam perbuatan manusia ini, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi
karena qada dan qadar Allah SWT.
Aliran ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada
prinsip ajaran Al-Qur’an dan hadits sendiri. Al-Qur’an dan Hadits mereka
tafsirkan berdasarkan logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu
tidak bisa menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang
menyerap hasil tangkapan panca indera yang serba terbatas kemampuannya. Jadi
seharusnya logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Qura’n dan
Hadits, bukan sebaliknya.
Tokoh utama Qadariyah ialah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan al Dimasyqi.
Kedua tokoh ini yang mempersoalkan tentang Qadar.
5. Aliran Jabariyah
a. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.
Sedangkan menurut As-syahrastani bahwa jabariyah berarti
menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan
perbuatan tersebut kepada Allah swt. Dalam istilah Inggris paham
jabariyah disebut fatalisme atau predestination, yaitu paham yang
menyatakan bahwa perbuatan manusia ditentukan sejak semula oleh qada
dan qadar Tuhan. Dengan demikian posisi manusia dalam paham ini tidak
memiliki kebebasan dan inisiatif sendiri, tetapi terikat pada kehendak
mutlak Tuhan. oleh karena itu aliran Jabariyah ini menganut paham bahwa
manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi
perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.
Menurut catatan sejarah, paham jabariyah ini di duga telah ada sejak
sebalum agama Islam datang ke masyarakat arab. Kehidupan bangsa arab
yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar
terhadap hidup mereka, dengan keadaan yang sangat tidak bersahabat
dengan mereka pada waktu itu. Hal ini kemudian mendasari mereka untuk
tidak bisa berbuat apa-apa, dan menyebankan mereka semata-mata tunduk
dan patuh kepada kehendak tuhan.
Munculnya mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah. Daerah
kelahirannya pun berdekatan. Qadariyah muncul di Irak, jabariyah di
Khurasan. Aliran ini pada mulanya di pelopori oleh al-ja’ad bin dirham.
Namun, dalam perkembangannya aliran ini di sebarluaskan oleh Jahm bin
Shafwan. Karena itu aliran ini terkadang disebut juga dengan Jahmiah.
Kaum Jabariyah ini terpecah menjadi 3 firqah, yaitu:
1) Jahmiyah, yang dikepalai oleh Jahm bin Shafwan.
2) Najjariyah, yang dikepalai oleh Husain bin Muhammad an Najjar.
3) Dlirariyah, yang dikepalai oleh Dlirar bin Umar.
6. Aliran Mu’tazilah
a. Pengertian dan latar belakang munculnya Mu’tazilah
Lafazh Mu’tazilah berasal dari kata i’tizal yang artinya “memisahkan
diri”, pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar mu’tazilah
karena pendirinya Washil bin Atha’ tidak sependapat dan memisahkan diri
dari gurunya, Hasan al-Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini
kemudian di setujui oleh pengikut Mu’tazilah dan di gunakan sebagai nama
dari bagi aliran teologi mereka.
Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua
hijrah di kota basyrah dan mampu bertahan sampai
sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah muncul pada pertengahan abad
pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri
atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa
meletusnya perang jamal dan perang siffin, yang kemudian mendasari
sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan
memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
7. Ahlussunah Wal- Jamaah
a. Pengertian Ahlussunah Wal- Jamaah
Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad
SAW, dan jamaah berarti sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jama’ah
mengandung arti “penganut Sunnah (ittikad) nabi dan para sahabat beliau.
Ahlussunnah sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi
dua pengertian, yaitu khusus dan umum, Sunni dalam pengertian umum
adalah lawan kelompok Syiah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagai
mana juga Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian
khusus adalah mazhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan
merupakan lawan Mu’tazilah. Aliran ini muncul sebagai reaksi setelah
munculnya aliran Asy’ariyah dan maturidiyah, dua aliran yang menentang
ajaran-ajaran Mu’tazilah.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
a) Simpulan
Dari uraian diatas, dapat kita pahami bahwa Islam telah hadir sebagai
pelopor lahirnya pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu
dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan
bahwa Islam sebagi mana di jumpai dalam sejarah bukanlah sesempit yang
dipahami pada umumnya, karena Islam dengan bersumber pada al—Quran
dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas.
Sekarang, bagaimana kita menaggapi pemikiran-pemikiran tersebut yang
kesemuanya memiliki titik pertentangan dan persamaan masing-masing dan
tentunya pendapat-pendapat mereka memiliki argumentasi-argumentasi yang
bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Namun pendapat mana diantara
pendapat-pendapat tersebut yang paling baik tidaklah bisa kita nilai sekarang.
Kerana penilaian sesungguhnya ada pada sisi Allah yang akan diberikanNya
di akhirat nanti.
b) Saran
Demikianlah makalah ini kami buat dengan semestinya, semoga makalah
ini berguna bagi Mahasiswa pada angkatan berikutnya, khusunya kepada
civitas akademik, dan kepada masyarakat luas pada umumnya
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Sirajuddin, I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, Jakarta Selatan: Pustaka
Tarbiyah Baru, 2010
Al-Faruqi, Lamya, Allah, Masa Depan Kaum Wanita, Terj. Masyhur Abadi,
Surabaya: Al-Fikr, 1991
Al-Faruqi, Ismail Raji Tauhid, terj. Rahmani Astuti, Jakarja: Pustaka, 1988
Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid, Jakarta :RajaGrafindo Persada, 1996
Kusnadiningrat, E. Teologi dan Pembebasan; Gagasan Islam Kiri Hasan Hanafi,
Jakarta:Logos, 1999
Nata, Abuddin, Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1995
Ridwan, A.H. Reformasi Intelektual Islam,Yohyakarta: Ittaqa Press, 1998
Rozak, Abdul dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, bandung: Pustaka Setia, 2006
Zainuddin, Ilmu Tauhid, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992