case report (01)
DESCRIPTION
bagusTRANSCRIPT
CASE REPORT
PRE-OP, DURANTE-OP, POST-OP ANESTESI PADA
PASIEN SYOK HEMORAGIK DENGAN LAPAROTOMI
EKSPLORASI
DISUSUN OLEH :
Patricia Feliani Sitohang
0961050114
Rizky Arya Widi Maza Lufi
0961050121
Pembimbing :
dr. Anton, Sp. An
BAGIAN ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
KRISTEN INDONESIA
PERIODE 26 MEI 2013 – 22 JUNI 2013
JAKARTA
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................................3
LAPAROTOMI EKSPLORAS I
1. DEFINISI ....................................................................................................3
2. INDIKASI ...................................................................................................3
3. KONTRAINDIKASI ..................................................................................4
SHOCK HEMORAGIK ..........................................................................5
DEFINISI .................................................................................................5
ETIOLOGI ...............................................................................................6
PATOFISIOLOGI ...................................................................................7
MANIFESTASI KLINIS .........................................................................8
PENATALAKSANAAN .........................................................................9
TERAPI ELEKTROLIT.............................................................................................................................15
A. Hiponatremia ...................................................................................15
B. Hipernatremia .................................................................................17
C. TRANSFUSI .....................................................................................22
ANESTESI UMUM ......................................................................................26
1. DEFINISI ..................................................................................................26
2. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN .......................................................26
3. PRE-OP .....................................................................................................27
4. DURANTE-OP .........................................................................................31
5. POST-OP ...................................................................................................39
BAB III LAPORAN KASUS ......................................................................................41
A. IDENTITAS PASIEN ..............................................................................41
B. DATA DASAR ........................................................................................41
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................53
BAB I
PENDAHULUAN
Seperti diketahui oleh masyarakat bahwa setiap pasien yang akan menjalani
tindakan invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi
sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan
anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran secara
total. Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.
Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa
nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang
lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap
sadar.1
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya
kesadaran secara total, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang
diinginkan (padasebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa
pada bagian yang lebi hluas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau
saraf yang berhubungan dengannya. Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah
satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa
menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam
operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu
penyembuhan operasi.1
Laparotomi eksplorasi adalah metode eksplorasi abdominal, alat diagnostik
yang memungkinkan dokter untuk memeriksa organ abdominal. Prosedur ini dapat
direkomendasikan untuk pasien yang memiliki sakit perut yang tidak diketahui asalnya
atau yang telah menderita cedera abdomen. Cedera dapat terjadi sebagai akibat dari
trauma tumpul (misalnya, kecelakaan lalu lintas) atau trauma tembus (misalnya, luka
tusuk atau luka tembak, pasien dengan sakit perut akut atau yang tidak dapat dijelaskan,
dan kadang-kadang untuk staging pada pasien dengan keganasan.1,2
Karena sifat dari organ abdominal, ada risiko tinggi infeksi jika organ ruptur
atau perforasi. Laparotomi Eksplorasi digunakan untuk menentukan sumber rasa sakit
atau sejauh mana cedera dan melakukan perbaikan jika diperlukan. Anestesi umum
diperlukan untuk kasus ini.1 Pasien biasanya ditempatkan di bawah anestesi umum
selama operasi. Keuntungan untuk anestesi umum adalah bahwa pasien tetap tidak
sadar selama prosedur, tidak ada rasa sakit akan dialami juga tidak akan pasien
memiliki ingatan prosedur, dan otot pasien tetap benar-benar santai, memungkinkan
operasi lebih aman.3
BAB II
LANDASAN TEORI
LAPAROTOMI EKSPLORASI
1. DEFINISI
Laparotomi eksplorasi adalah metode eksplorasi abdominal, alat diagnostik
yang memungkinkan dokter untuk memeriksa organ abdominal. Prosedur ini dapat
direkomendasikan untuk pasien yang memiliki sakit perut yang tidak diketahui asalnya
atau yang telah menderita cedera abdomen.
2. INDIKASI
Empat indikasi utama untuk laparotomi eksplorasi: 2
1. Acute-onset abdominal pain dan temuan klinis yang membutuhkan operasi
darurat. Dalam kondisi ini, eksplorasi laparotomi dilakukan baik untuk
mendiagnosa kondisi dan untuk melakukan prosedur terapi yang diperlukan.
a. Peritonitis
Pasien dengan gambaran klinis peritonitis mungkin memiliki
pneumoperitoneum. Biasanya terdapat perforasi viskus, paling sering
duodenum, lambung, usus kecil, sekum, atau kolon sigmoid. Laparotomi
eksplorasi dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan penyebab pasti dari
pneumoperitoneum, diikuti oleh prosedur terapeutik.
b. Obstruksi usus
Pasien dengan muntah, obstipasi, distensi abdomen dan cenderung memiliki
obstruksi usus.
c. Intra-abdominal Collections
Pasien dengan nyeri di perut dan demam mungkin memiliki intra-abdominal
Collections. Ini biasanya dideteksi dengan cara ultrasonografi atau computed
tomography.
2. Trauma perut dengan hemoperitoneum dan ketidakstabilan hemodinamik
Pasien trauma hemodinamik tidak stabil dengan hemoperitoneum harus
menjalani laparotomi eksplorasi tanpa penundaan. Mereka cenderung memiliki
perdarahan intraperitoneal setelah cedera pada hati, limpa, atau mesenterium.
Mereka juga mungkin terkait perforasi usus yang memerlukan perbaikan
darurat.
3. Chronic abdominal pain
Ketersediaan sarana pencitraan yang baik telah membatasi penggunaan
laparotomi eksplorasi dalam kondisi ini, namun, ketika fasilitas terbatas,
laparotomi eksplorasi menjadi alat diagnostik yang penting. Pasien-pasien ini
mungkin memiliki adhesi intra-abdominal, TBC, atau tubo-ovarium patologi.
4. Penentuan stadium keganasan ovarium dan penyakit Hodgkin
Peran stadium bedah pada penyakit Hodgkin masih kontroversial, dan
rekomendasi dibatasi untuk pasien yang dapat dipertimbangkan untuk
radioterapi primer sebagai satu-satunya modalitas pengobatan.
3. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi utama untuk laparotomi eksplorasi adalah fisik yang tidak fit
untuk anestesi umum. peritonitis dengan sepsis berat, dan kondisi komorbiditas lainnya
yang membuat pasien tidak layak untuk anestesi umum.2
4. KOMPLIKASI PROSEDUR
Komplikasi langsung meliputi: 2
Ileus paralitik
Abses intra-abdominal
Luka infeksi
Atelektasis paru
Fistula enterocutaneous
Komplikasi tertunda meliputi: 2
Obstruksi usus yang adhesive
Hernia insisional
SHOCK HEMORAGIK
DEFINISI
Suatu kondisi di mana jaringan tidak mampu mempertahankan metabolisme
aerobik. Keadaan terdapatnya pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada
kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur-unsur gizi lainnya secara efekif ke
berbagai jaringan sehingga timbul cedera seluler yang mula-mula reversible dan
kemudian bila keadaan syok berlangsung lama, menjadi ireversibel.
Syok dapat terjadi oleh karena:
• Penurunan curah jantung (kardiogenik)
• Sepsis (distributif)
• Penurunan volume intravaskular (hipovolemik)
Shock Hemoragic
Kondisi dimana tubuh kehilangan dengan cepat dan signifikan dari volume
intravascular yang dapat menyebabkan3 :
• Ketidakstabilan hemodinamik
• Penurunan pengiriman oksigen
• Penurunan perfusi jaringan
• Hipoksia seluler
• Kerusakan organ
• Kematian
ETIOLOGI
Penyebab Contoh
Antithrombotic therapy
Coagulopathies
Gastrointestinal bleeding • Esophageal varices
• Gastric and duodenal ulcerations
• Gastric and esophageal cancer
• Colon cancer
Obstetric/gynecologic • Placenta previa
• Ruptured ectopic pregnancy
• Ruptured ovarian cyst
Pulmonar • Pulmonary embolus
• Lung cancer
• Cavitary lung disease:
tuberculosis, aspergillosis
Ruptured aneurysms
Retroperitoneal bleeding
Trauma • Lacerations
• Penetrating wounds to the
abdomen and chest
• Ruptured major vessels
PATOFISIOLOGI
Perdarahan atau kehilangan cairan yang banyak akibat sekunder dari muntah,
daire, luka bakar atau dehidrasi menyebabkan pengisian ventrikel tidak adekuat, seperti
penurunan preload berat, direfleksikan pada penurunan volume dan tekanan end
diastolic ventrikel kanan dan kiri. Perubahan ini menyebabkan syok dengan
menimbulkan isi sekucup (stroke volume) dan curah jantung yang tidak adekuat.
Keadaan ini diduga merupakan penyebab syok yang paling sering.5 Cardiac out put
akan turun karena rangsangan dari “baroreseptor” di aortic arch dan atrium. Volume
sirkulasi turun dan syaraf simpatik ke jantung dan ke organ lain akan teraktivasi,
akibatnya denyut jantung meningkat terjadinya vasokonstriksi dan redistribusi darah
dari nonvital organ seperti kulit saluran cerna dan ginjal. Secara bersamaan sistem
hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut ini. Dimana akan terjadi pelepasan
hormone kortikotropin yang akan merangsang pelepasan hormone glukokortikoid dan
beta endorphin.
Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin yang akan meretensi air di
tubulus ginjal. Komplek jukstamedulari akan melepas rennin , menurunkan mean
arteriol pressure meningkatkan pelepasan aldosteron dimana air dan natrium akan
direabsorbsi kembali. Hiperglisemia sering terjadi pada perdarahan akut karena proses
glukoginesis dan glikoginesis yang meningkat akibat pelepasan aldosteron dan growth
hormone. Katekolamin dilepas kesirkulasi yang akan menghambat aktifitas dan
produksi dari insulin sehingga gula darah meningkat secara keseluruhan bagian tubuh
yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi
proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana aliran darah akan dipertahankan
secara konstan melalui systemic mean aliran darah arterial arterial dipertahankan dalam
range yang cukup luas.
Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu yang
cepat dan aliran darah pada intestinal akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari
splansnik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa
mencegah kerusakan organ organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam
pertahanan tubuh.5
MANIFESTASI KLINIS
Hipotensi yang pada orang dewasa umumnya merujuk pada tekanan arteri rata-rata
kurang dari 60 mmHg. Takikardia, oliguria, sensorium berkabut dan dingin, ekstremitas
berburik menunjukan aliran darah ke kulit berkurang. Asidosis metabolic sering
disebabkan karena kadar asam laktat darah meningkat, menunjukkan aliran darah ke
banyak jaringan yang tidak adekuat berkepanjangan. Pada syok hemoragik mempunyai
riwayat perdarahan saluran makanan atau perdarahan dari tempat lain atau tanda
kehilangan volume besar yang jelas melalui diare dan/atau muntah.
PENATALAKSANAAN
Syok merupakan keadaan emergensi. Penatalaksaan yang optimal memerlukan
keseimbangan antara kebutuhan untuk memberikan terapi sebelum keadaan syok
menimbulkan kerusakan ireversibel pada organ vital dan kebutuhan untuk
merampungkan penilaian klinis yang diperlukan agar diperoleh pemahaman yang tuntas
terhadap penyebab keadaan syok tersebut.
Pasien syok harus ditangani di unit perawatan intensif dan harus dipantau terus
menerus dengan monitoring elektrokardiografi serta pemasangan kateter arteri yang
dibiarkan ditempatnya untuk mengukur tekanan sistolik, diastolic dan tekanan arterial
rata-rata pada setiap denyut jantung.
Pada syok hemoragik tindakan esensial adalah menghentikan perdarahan dan
mengganti kehilangan darah , setelah diketahui adanya syok hemoragik yang dilakukan
adalah :
- Penderita dibaringkan dengan posisi tredelenburg , yaitu dalam posisi
telentang dimana posisi kaki sedikit lebih tinggi (300)
- Dijaga penderita agar jangan sampai merasakan kedinginan
- Setelah jalan nafas terjamin meningkatkan oksigenisasi bisa dengan
penggunaan oksigen 100 % kira kira 5 liter / menit melalui jalan nafas
- Sampai ditemukannya persedian darah untuk transfusi pada pederita harus
diberikan cairan melalui infus seperti NaCl 0,9% atau RL sebagai pedoman
dalam menentukan jumlah volume cairan yang diperlukan dipergunakan
ukuran tekanan vena pusat (CVP) dan keadaan diuresia CVP dapat
digunakan untuk menentukan hubungan antara volume darah yang mengalir
ke jantung dan daya kerja jantung
- Penatalaksanaan koagulasi
- Memantau fungsi ginjal
- Penatalaksanaan jantung
- Intubasi, control pernapasan koreksi keseimbangan asam basa
Secara umum, tujuan penatalaksanaan syok adalah :
- Mempertahankan tekanan arteri rata-rata diatas 60 mmHg untuk menjamin
perfusi yang memadai pada organ vital
- Mempertahankan aliran darah pada organ yang paling sering mengalami
kerusakan akibat syok, misalnya ginjal, hepar, SSP, dan paru-paru
- Mempertahankan kadar laktat darah arterial dibawah 22 mmol/L
- Syok hemoragik : Keadaan ini biasanya ditemukan dengan bukti klinis yang
menunjukkan kehilangan darah atau cairan dan wedge pressure arteri
pulmonalis serta tekanan atrium kanan yang rendah. Pemberian infuss
plasma atau cairan plasma expander yang cepat merupakan terapi yang tepat
sementara sumber kehilangan darah atau cairan diindetifikasi dan dikoreksi.
Karakteristik Berbagai Plasma Substitute 9 10
Kriteria Whole blood Larutan
elektrolit
Albumin
20%
Dekstran
40+10
HES 6% Haemaccel
pH 7,3 – 7,4 5,5 – 6,5 6,47 – 7,2 4,5 – 5,7 5,0 – 7,0 7,0 – 7,6
BM rata-rata - - 66.000 40.000 200.000/
450.000
35.000
Tekanan
osmotik
Fisiologis Non-
osmotik
Iso-
osmotik
Hiper-
osmotik
Hiper-
osmotik
Iso-osmotik
Keseimbangan
cairan
intravaskuler-
interstitial
Terpelihara Resiko
edema
Perbaikan Dehidrasi Dehidrasi Perbaikan
Waktu paruh
efektif
Beberapa hari-
minggu
Beberapa
menit
Beberapa
hari
6-8 jam 12 jam 4-6 jam
Gangguan
pada blood
typing
Biasanya tidak Tidak Tidak Pseudoaglu
tinasi
Tidak Tidak
Gangguan
pada
homeostasis
Ada
kemungkinan
(aktivasi faktor)
Hanya
pengence-
ran
Hanya
pengence-
ran
Menurunkan
fungsi
trombosit
dan
koagulopati
Menurunkan
fungsi
trombosit dan
koagulopati
Hanya
pengenceran
Fungsi ginjal ? Membaik Membaik Mungkin
terganggu
Tidak
ditemukan
data literatur
Membaik
Overload
cardiovaskuler
Mungkin Tidak Tidak
mungkin
Mungkin Mungkin Tidak
mungkin
Efek samping
yang mungkin
Anafilaksis/
inkompatibilitas
Edema
pulmonal
Reaksi
kutis,
demam,
hipotensi
sementara
Anafilaksis
yang perlu
premedikasi
Anafilaksis
atau reaksi
anafilaksis
Reaksi kulit
lokal,
hipotensi
sementara
Transmisi
penyakit
Resiko infeksi
virus seperti
HIV, HBV,
HCV
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Waktu
penyimpanan
21 hari 3 tahun 3-5 tahun 5 tahun 3 tahun 5 tahun
Suhu
penyimpanan
4-6°C Suhu
ruangan
2-25°C < 25°C Suhu ruanganSuhu
ruangan
Akumulasi
pada RES
Tidak Tidak Tidak Beberapa
minggu
Beberapa Tidak
Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Sediaan Plasma Substitute 9 10
1. Whole blood
Kelebihan
Kapasitas angkut oksigen
Kapasitas hemostatik
Kekurangan
Penyediaan lama
Waktu penyimpanan pendek
Reaksi anafilaktik ringan sampai parah
Alloimunisasi
Reaksi hemolisis
Reaksi infeksi
Viskositas meningkat
Overload volume
Hiperkalium, hiperkalsium, asidosis
Harga mahal
2. Larutan elektrolit
Kelebihan
Lebih mudah tersedia dan murah
Komposisi serupa dengan plasma (Ringer Asetat / Ringer Laktat)
Bisa disimpan pada suhu kamar
Bebas dari reaksi anafilaktik
Komplikasi minimal
Kekurangan
Edema bisa mengurangi ekspansibilitas dinding dada
Oksigenasi jaringan terganggu karena bertambahnya jarak kapiler dan
sel
Memerlukan volume 4 kali lebih banyak
3. Larutan human albumin
Kelebihan
Ekspansi volume plasma tanpa ekspansi volume interstitial
Ekspansi volume lebih besar
Durasi lebih lama
Oksigenasi jaringan lebih baik
Gradien O2 alveolar-arterial lebih sedikit
Insiden edema paru dan atau edema sistemik lebih rendah
Kekurangan
Reaksi anafilaksis
Koagulopati
Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok
4. Larutan dekstran
Kelebihan
Efek volume panjang atau lama
Efek anti trombotik
Kekurangan
Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial
Gangguan hemostasis
Batasan dosis
Reaksi anafilaksis fatal
Gangguan fungsi renal
Akumulasi pada sistem retikuloendotelial
Gangguan pada blood grouping dan cross matching
5. HES
Kelebihan
Efek volume panjang atau lama
Efek anti trombotik
Kekurangan
Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial
Gangguan hemostasis
Batasan dosis
Reaksi anafilaksis fatal
Akumulasi pada sistem retikuloendotelial
6. Haemaccel
Kelebihan
Iso-osmotik
Mempertahankan keseimbangan cairan
Efek volume optimal
Perbaikan fungsi renal
Tidak mengganggu hemostasis
Tidak mengganggu blood grouping
Tidak terjadi akumulasi pada RES
Ekonomis
Kekurangan
Reaksi anafilaktoid
TERAPI ELEKTROLIT 11
Natrium
D. Hiponatremia
Definisi : kadar Na+ serum di bawah normal (< 135 mEq/L)
Hiponatremia dibedakan menjadi:
A.1) Hiponatremia artifactual palsu
Laboratorium melaporkan ralat yang disebabkan oleh:
Hiperglikemi
Koreksi nilai natrium (setiap peningkatan glukosa darah sebesar 100
mg/dl mengurangi natrium sebesar 1,7 mEq/L)
Hiperlipidemi
Osmolalitas serum yang diukur akan normal atau lebih besar daripada
osmolalitas yang dihitung (Osm = [2 x Na] + [Glukosa/18] + [BUN/2,8])
A.2) Hiponatremia dilutional hipervolemia dengan ekspansi air tubuh total
Merupakan hiponatremia yang disebabkan oleh gangguan ekskresi air,
tampak sebagai edema; misalnya pada CHF, gangguan ginjal dan
sindroma nefrotik.
A.3) Hiponatremia hipovolemik deplesi natrium melebihi deplesi air
misalnya pada gagal ginjal, hipotiroid dan penyakit Addison.
A.4) Hiponatremia euvolemik deplesi natrium dan air dalam jumlah
sebanding
Hal ini terjadi pada kehilangan air dan natrium melalui saluran cerna
(pada muntah, sedot nasogastrik, diare), kehilangan ke rongga ketiga
(pada luka bakar, pembedahan), keringat berlebihan, penyakit ginjal dan
adrenal (pada DM tak terkendali, hipoaldosteron, penyakit Addison, fase
pemulihan dari penyakit ginjal).
a. Gambaran Klinis
Gambaran klinis hiponatremia tergantung keparahan dan cepatnya
timbul pertama kali.
Gejala lebih mencolok pada hiponatremia yang cepat berkembang.
Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa jam, pasien
mungkin mual, muntah, sakit kepala dan keram otot.
Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam satu jam, bisa terjadi sakit
kepala hebat, letargi, kejang, disorientasi dan koma.
Mungkin pasien memiliki tanda-tanda penyakit dasar (seperti gagal
jantung, penyakit Addison).
Jika hiponatremia terjadi sekunder akibat kehilangan cairan,
mungkin ada tanda-tanda syok seperti hipotensi dan takikardi.
b. Tatalaksana hiponatremia
Atasi penyakit dasar
Hentikan setiap obat yang ikut menyebabkan hiponatremia
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama secara perlahan-
lahan, sedangkan hiponatremia akut lebih agresif. Hindari koreksi
berlebihan karena dapat menyebabkan central pontine myelinolysis
Jangan naikkan Na serum lebih cepat dari 12 mEq/L dalam 24 jam
pada pasien asimptomatik. Jika pasien simptomatik, bisa tingkatkan
sebesar 1 sampai 1,5 mEq/L/jam sampai gejala mereda. Untuk
menaikkan jumlah Na yang dibutuhkan untuk menaikkan Na serum
sampai 125 mEq/L digunakan rumus:
Jumlah Na (mEq) = [125 mEq/L – Na serum aktual (mEq/L)] x
TBW (dalam liter)
TBW (Total Body Water) = 0,6 x BB (dalam kg)
Larutan pengganti bisa berupa NaCl 3% atau 5% (masing-masing
mengandung 0,51 mEq/ml dan 0,86 mEq/ml)
Pada pasien dengan ekspansi cairan ekstrasel, mungkin dperlukan
diuretik
Hiponatremia bisa dikoreksi dengan NaCl hipertonik (3%) dengan
kecepatan kira-kira 1 mL/kg per jam.
E. Hipernatremia
Definisi : Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L)
Causa
Terjadi jika kehilangan cairan hipotonik tidak diganti secara adekuat.
Jika kehilangan cairan tidak melalui ginjal (kehilangan melalui saluran cerna,
keringat atau hiperventilasi), osmolalitas urin akan lebih besar daripada serum,
dan Na urin akan < 20 mEq/L.
Osmolalitas urin kurang dari atau sama dengan serum menyiratkan
kehilangan melalui ginjal (misalnya pada terapi diuretik, diuresis
osmotik, diabetes insipidus, sekrosis tubulus akut, uropati pasca
obstruksi, nefropati hiperkalsemik).
Hipernatremia dapat terjadi dengan hiperalimentasi atau pemberian
cairan hipertonik lain.
Tanda dan Gejala
Iritabilitas otot, bingung, ataksia, tremor, kejang dan koma yang sekunder
terhadap hipernatremia. Manifestasi tambahan biasa terjadi sekunder terhadap
kelainan dasar dan status volume (takikardi dan hipotensi ortostatik dengan
deplesi volume; edema bila ada kelebihan cairan).
Tatalaksana hipernatremia
Hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian
normal saline sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa
dikoreksi dengan Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik.
Hipernatremia dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis, atau jika
perlu dengan dialisis. Kemudian Dekstrosa 5% diberikan untuk mengganti
defisit air.
Defisit air tubuh ditaksir sbb:
Defisit = air tubuh (TBW) yang dikehendaki (liter) – air tubuh skrg
Air tubuh yg dikehendaki = (Na serum yg diukur) x (air tubuh skrg/Na
serum normal)
Air tubuh sekarang = 0,6 x BB sekarang (kg)
Separuh dari defisit air yang dihitung harus diberikan dalam 24 jam
pertama, dan sisa defisit dikoreksi dalam 1 atau 2 hari untuk menghindari
edema serebral.
9.1 KALIUM
Kalium total tubuh berjumlah kira-kira 50 mEq/kgBB, 98% terdapat di dalam
sel. Penurunan kadar serum sebanyak 1 mEq K+ berbanding dengan 10%
sampai 20% defisit kalium total tubuh.
A. Hipokalemia
Definisi : kadar K+ serum di bawah normal (< 3,5 mEq/L)
Etiologi
Kehilangan K+ melalui saluran cerna (misalnya pada muntah-muntah,
sedot nasogastrik, diare, sindrom malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar)
Diuretik
Asupan K+ yang tidak cukup dari diet
Ekskresi berlebihan melalui ginjal
Maldistribusi K+
Hiperaldosteron
Gambaran klinis
Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin arefleksia, hipotensi ortostatik,
penurunan motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hiperpolarisasi
myokard terjadi pada hipokalemia dan dapat menyebabkan denyut ektopik
ventrikel, reentry phenomena, dan kelainan konduksi. EKG sering
memperlihatkan gelombang T datar, gelombang U, dan depresi segmen ST.
Hipokalemia juga menyebabkan peningkatan kepekaan sel jantung terhadap
digitalis dan bisa mengakibatkan toksisitas pada kadar terapi.
Tatalaksana hipokalemia
Defisit kalium sukar atau tidak mungkin dikoreksi jika ada hipomagnesia.
Ini sering terjadi pada penggunaan diuretik boros kalium. Magnesium harus
diganti jika kadar serum rendah.
Terapi oral. Suplementasi K+ (20 mEq KCl) harus diberikan pada awal terapi
diuretik. Cek ulang kadar K+ 2 sampai 4 minggu setelah suplementasi
dimulai.
Terapi intravena harus digunakan untuk hipokalemia berat dan pada pasien
yang tidak tahan dengan suplementasi oral. Dengan kecepatan pemberian
sbb:
o Jika kadar K+ serum > 2,4 mEq/L dan tidak ada kelainan EKG, K+
bisa diberikan dengan kecepatan 0 sampai 20 mEq/jam dengan
pemberian maksimum 200 mEq per hari.
o Pada anak 0,5-1 mEq/kgBB/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh
melebihi dosis maksimum dewasa.
B. Hiperkalemia
Definisi: kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)
Etiologi
Ekskresi renal tidak adekuat; misalnya pada gagal ginjal akut atau kronik,
diuretik hemat kalium, penghambat ACE.
Beban kalium dari nekrosis sel yang masif yang disebabkan trauma (crush
injuries), pembedahan mayor, luka bakar, emboli arteri akut, hemolisis,
perdarahan saluran cerna atau rhabdomyolisis. Sumber eksogen meliputi
suplementasi kalium dan pengganti garam, transfusi darah dan penisilin
dosis tinggi juga harus dipikirkan.
Perpindahan dari intra ke ekstraseluler; misalnya pada asidosis, digitalisasi,
defisiensi insulin atau peningkatan cepat dari osmolalitas darah.
Insufisiensi adrenal
Pseudohiperkalemia. Sekunder terhadap hemolisis sampel darah atau
pemasangan torniket terlalu lama
Hipoaldosteron
Gambaran klinis
Efek terpenting adalah perubahan eksitabilitas jantung. EKG memperlihatkan
perubahan-perubahan sekuensial seiring dengan peninggian kalium serum. Pada
permulaan, terlihat gelombang T runcing (K+ > 6,5 mEq/L). Ini disusul dengan
interval PR memanjang, amplitudo gelombang P mengecil, kompleks QRS
melebar (K+ = 7 sampai 8 mEq/L). Akhirnya interval QT memanjang dan
menjurus ke pola sine-wave. Fibrilasi ventrikel dan asistole cenderung terjadi
pada K+ > 10 mEq/L. Temuan-temuan lain meliputi parestesi, kelemahan,
arefleksia dan paralisis ascenden.
Tatalaksana hiperkalemia
Pemantauan EKG kontinyu dianjurkan jika ada kelainan EKG atau jika
kalium serum > 7 mEq/L
Kalsium glukonat dapat diberikan iv sebagai 10 ml larutan 10% selama 10
menit untuk menstabilkan myocard dan sistem konduksi jantung
Natrium bikarbonat membuat darah menjadi alkali dan menyebabkan kalium
berpindah dari ekstra ke intraseluler. Bic nat diberikan sebanyak 40 sampai
150 mEq NaHCO3 iv selama 30 menit atau sebagai bolus iv pada
kedaruratan
Insulin menyebabkan perpindahan kalium dari cairan ekstraseluler ke
intraseluler. 5 sampai 10 unit regular insulin sebaiknya diberikan dengan 1
ampul glukosa 50% iv selama 5 menit
Dialisis mungkin dibutuhkan pada kasus hiperkalemia berat dan refrakter
Pembatasan kalium diindikasikan pada stadium lanjut gagal ginjal (GFR <
15 ml/menit)
10 TRANSFUSI
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan lama
perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada respon yang
diberikan. Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak
menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah, sirkulasi
perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor dalam jantung akan
mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat vasomotor menstimulasi
sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan vasokonstriksi.7
Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan perpindahan
cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan
retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume darah kembali normal dalam 12
jam. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dalam waktu 2 minggu, kemudan akan
terjadi hemopoesis ekstra yang menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini sangat
efektif sampai perdarahan sebanyak 30%7.
Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas 20%,
darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi koloid
dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer Laktat. Namun
bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan transfusi.7
Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi darah, yaitu:
V = (Hb target – Hb inisial) x 80% x BB
Kadar Hb donor
1. Transfusi sel darah merah
Indikasi transfusi sel darah merah
Kehilangan darah yang akut
Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian sel darah
merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume darah hlang,
maka darah lengkap harus diberikan; jika kurang dari separuh, maka konsentrat sel
darah merah atau plasma expander yang diberikan.
Transfusi darah prabedah
Anema defisiensi besi
Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang dibutuhkan
untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap pengobatan pada dosis
terapeutik penuh besi per oral.
Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun
Gagal ginjal
Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati dengan
transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia rekombinan.
Gagal sumsum tulang
Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik, atau
infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah merah, namun juga
komponen darah yang lain.
Penderita yang tergantung trasnfusi
Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia sideroblastik
membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai enam minggu, sehingga
mereka mampu menjalani kehidupan yang normal.
Penderita sel bulan sabit
Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur, terutama
setelah stoke, karena “sindrom dada” berulang yang mengancam jiwa, dan selama
kehamilan.
Penyakit hemolitik neonatus
Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi
pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia 10.
Berbagai komponen sel darah merah
Komponen Kemasan vol
sel darah
Volume yang
diberikan
Indikasi utama
Darah lengkap 0,35 – 0,45 510 ml Kehilangan darah masif
akut
Darah segar 0,35 – 0,45 510 ml Tidak dapat dibuktikan
Konsentrat sel darah
merah
0,55 – 0,75 Sekitar 200 ml Kehilangan darah menahun
atau anemia
Darah yang disaring bervariasi bervariasi Reaksi transfusi non-
hemolitik dan pencegahan
imunisasi HLA sebelum
pencangkokan
Sel darah merah yang
dicuci
bervariasi bervariasi Reaksi transfusi non-
hemolitik terhadap protein
plasma
Sel darah merah beku,
dicairkan & dicuci
bervariasi bervariasi, tetapi
biasanya
<200ml
Penderita dengan antibodi
langka
Kriteria transfusi dengan RBC konsentrat
Hb < 8 g%
Hb 8–10 g%, normovolemia disertai tanda gangguan miokardial, serebral,
respirasi
Perdarahan hebat > 10 ml/kg pada 1 jam pertama atau 5 ml/kg pada 3 jam
pertama
ANESTESI UMUM
1. DEFINISI
Anestesi umum berarti hilangnya kesadaran dan refleks protektif. Anestesi
umum terdiri dari 3 komponen: hipnosis, relaksasi dan analgesia.4
Hipnosis mengacu pada yang tidur yang lelap, tak sadarkan diri, dan sama sekali
tidak menyadari kejadian yang sedang terjadi. Relaksasi berarti menurunkan refleks
otot, atau blok saraf tertentu/ fungsi otot, yang menyebabkan imobilitas sehingga
memudahkan akses bedah. Analgesia mengacu pada memblokir transmisi impuls nyeri
sepanjang saraf, dengan harapan mengurangi denyut jantung dan respon tekanan darah
terhadap operasi.4
Anestesi umum mungkin tidak selalu menjadi pilihan terbaik, tergantung pada
presentasi klinis pasien, anestesi lokal atau regional mungkin lebih tepat.5
Anestesi umum merupakan prosedur kompleks yang melibatkan:6
Penilaian Preanaestesi
Pemberian obat anestesi umum
Monitoring Kardiorespirasi
Analgesia
Manajemen Airway
Manajemen Cairan
Penghilang rasa sakit pascaoperasi
2. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Keuntungan anestesi umum: 5
Mengurangi kesadaran dan ingatan pasien intraoperatif
Memungkinkan relaksasi otot untuk jangka waktu yang lama
Memfasilitasi pengontrolan penuh terhadap jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi
Dapat digunakan dalam kasus-kasus yang sensitif terhadap agen anestesi lokal
Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi supine
Dapat diberikan dengan cepat dan reversibel
Kerugian anestesi umum: 5
Mual / Muntah
Sakit tenggorokan
Confusion, terutama pada pasien usia lanjut
Aspirasi
Cedera gigi
Hipoventilasi (tidak bernapas dengan baik)
Emboli paru
Kebutuhan untuk ventilasi mekanik setelah operasi
3. PRE-OP
Anamnesis
Riwayat apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya untuk mengetahui
apakah ada hal-hal khusus yang perlu mendapat perhatian, seperti gatal-gatal, alergi,
mual—muntah, nyeri otot, atau sesak napas pasca bedah, sehingga tidak digunakan
ulang pada operasi yang direncanakan.7
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi
nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, diberhentikan beberapa hari untuk
mengaktifkan kerja silia jalan napas dan 1-2 minggu untuk menguruangi produksi
sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.7
Obat seperti Viagra dapat berinteraksi dengan obat anestesi, yang dapat
membahayakan pasien.6
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar, leher
pendek dan kaku, apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi, sehingga
dapat dipertimbangkan menggunakan metode alternatif lain seperti intubasi fibreoptic,
setelah induksi anestesi.6 Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ
tubuh pasien.7
Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang
sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengaharuskan uji laboratorium
walapupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah (Hb, Ht,
leukosit, trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin) dan
urinalisis. Pada usia 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.7
Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).
Klasifkasi menurut The American Society of Anesthesiologists.8
Makanan Oral
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi
3-4 jam untuk mengurangi risiko aspirasi paru selama anestesi umum ketika pasien
kehilangan kemampuannya untuk secara sadar menjaga jalan napas.5,7
Cairan bening (misalnya, air, pedialyte, atau cairan lain) harus dihindari selama
2-4 jam sebelum induksi anestesi.5
Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi secara IV atau
oral, dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi,
diantaranya: 6,9
Untuk menenangkan pasien
Untuk mengurangi atau menghilangkan efek samping yang mungkin terjadi dari
anestesi umum
Untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan pada periode pasca operasi
Yang paling umum digunakan pada premedikasi adalah midazolam, benzodiazepine
short-acting. Misalnya, midazolam sirup yang sering diberikan kepada anak-anak untuk
agar pasien tenang saat berpisah dengan orang tua.5 Pereda kecemasan juga dapat
digunakan diazepam peroral 10-15/kgBB.7 Untuk mengantisipasi nyeri saat
pembedahan, obat anti-inflamasi atau acetaminophen dapat diberikan terlebih dahulu.5
Dapat juga menggunakan petidine 50 mg IM.7
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk
meminimalkan kejadian tersebut dapat diberikan antagonis reseptor H2 histamin
misalnya simetidin 600 mg atau oral ranitidine (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal
operasi. Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah dapat diberikan suntikan IM
untuk dewasa droperidol 2,5-5mg atau ondan setron 2-4 mg (zofran, narfoz).7 untuk
mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kgBB.6
4. DURANTE-OP
Induksi Anestesia
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.6
General anestesi dapat diinduksi secara injeksi intravena (IV), atau menghirup
anestesi melalui sungkup (induksi inhalasi), atau dengan kombinasi keduanya. Onset
anestesi lebih cepat dengan injeksi IV dibandingkan dengan inhalasi, berlangsung
sekitar 10-20 detik untuk menginduksi. Induksi inhalasi dapat dipilih bila akses IV sulit
diperoleh. Umumnya agen induksi IV yang sering digunakan meliputi propofol, natrium
thiopental, etomidate, dan ketamin. Yang paling umum digunakan agen untuk induksi
inhalasi adalah sevofluran karena iritasi lebih sedikit terjadi dibandingkan dengan gas
inhalasi lainnya.4
Selain obat induksi, kebanyakan pasien mendapat injeksi analgesik opioid,
seperti fentanyl (sintetis opioid yang lebih kuat dari morfin). Agen induksi dan opioid
bekerja secara sinergis untuk menginduksi anestesi. Selain itu, mengantisipasi
peningkatkan tekanan darah dan denyut jantung pasien, saat intubasi endotrakeal dan
sayatan pada kulit.5
Langkah selanjutnya dari proses induksi mengamankan jalan napas. Secara
manual memegang rahang pasien sehingga dapat bernapas alami tanpa tertutup lidah,
atau untuk menuntut penyisipan laryngeal mask airway atau endotracheal tube.
Indikasi intubasi endotrakeal adalah:5
Potensi kontaminasi saluran napas (perut penuh, gastroesophageal [GE] refluks,
perdarahan gastrointestinal [GI] atau faring)
Kebutuhan bedah untuk relaksasi otot
Bedah mulut atau muka
Prosedur bedah yang lama
Untuk persiapan induksi anestesia sebaiknya kita ingat kata STATICS:6
S = Scope Stetoskop, untuk emndengarkan suara paru dan jantung, Laringo-Scope,
pilih blade yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T = Tubes Pipa trakea. Pilih sesuai usia
A = Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotrcheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T = Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I = Introducer Mandrin atau stilet dari kawat yang mudah dibengkokkan
C = ConnectorPenyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction Penyedot lendir, ludah, dll
Klasifikasi induksi anestesia: 9
1. Inhalasi
a. Gas Nitrous Oxide
b. Volatile liquide
i. Halothane
ii. Enflurane
iii. Isoflurane
iv. Desflurane
v. Methoxyflurane
vi. Trichloro-ethylene
vii. Ethylchloride
viii. Ether
ix. Chloroform
2. I.V.
a. Ultra short Barbiturate
b. Non Barbiturate:
i. Benzodiazepines
ii. Neurolept analgesia
iii. Etomidate
iv. Ketamine
v. Propanidid
vi. Propofol
Anestesia Inhalasi
Anestetik inhalasi yang umum digunakan adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran,
desfluran, dan sevofluran. Obat-obat yang lain ditinggalkan karena efek sampingnya
yang tidak dikehendaki, misalnya eter dapat menyebabkan kebakran, skekresi bronkus
berlebih, dan kerusakan hepar, kloroform menyebabkan aritmia dan kerusakan hepar.6
Ambilan alveolus ditentukan oleh sifat fisiknya yaitu ambilan paru, difusi gas dari
paru ke darah dan distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya. Hiperventlasi akan
menaikkan ambilan albeolus, dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus.
Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada zat
yang larut.6
Kadar alveolus minimal (KAM) atau Minimum Alveolus Concentration
(MAC)adalah kadar mnimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir yang
diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar.
Pada umumnya imobilisasi pada 95% pasien tercapai jika kadarnya dinaikkan di atas
30% nilai MAC.6
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat
anestesik lemah, tetapi anagesiknya kuat, sehingga seringdigunakan untuk mengurangi
nyeri. Sering dikombinasikan dengan salah satu cairan anestetik lain seperti halotan,
dsb. Pada akhir anestesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi
alveolus, sehingga terjadi penegnceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi, diberikan O2 100% selama 5-10 menit.6
Isofluran halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik
menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah
otak dan tekanan intrakranial. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung mnimal.
Sehingga digemari untuk anestesi anestesia teknik hipotensi dan banyak digunakan
pada pasien dengan gangguan koroner.6
Sevofluran merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih
cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang
jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi dibandingkan halotan.
Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap
sistem saraf pusat seperti isofluran. 6
Anestesia Intravena
Anastesia intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan
anestesia. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan propofol.6
Keuntungan: a. Mudah
b. Induksi & pemulihan cepat
c. Tidak ada iritasi saluran pernapasan
d. Tidak ada sensitisasi jantung terhadap katekolamin
e. Tidak ada mual pasca-operasi atau muntah
f. Tidak ada bahaya ledakan
Kekurangan: Setelah disuntikkan, tidak dapat dicabut kembali
Ultra short Barbiturate (Thiopental, Methohexital & Hexobarbital)
Dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning, berbau belerang,
biasanya dalam bentuk ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebellum digunakan dilarutkan
dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1ml = 25 mg)
Digunakan secara intravena dengan dosis 3-7 mg/kgBB dan suntikkan perlahan-
lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10-11,
sehingga suntikan akan menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri akan
menyababkan vasokonstriksi dan nekrosis jaringan sekitar. Sehingga dianjurkan
memberikan suntikan infiltrasi lidokain 1-2 mg/kgBB.6
Menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intrakranial dan dapat
melindungi otak akbiat kekurangan O2. Dosis rendah bersifat anti-analgesi. Tiopental di
dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya 30% dalam bentuk bebas, sehingga
pasien dengan hipoalbumin, dosis harus dikurangi.6
Propofol (diprivan, recofol)
Dikemas dalam cairan emulsi lemak yang berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1% ( 1 ml = 10 mg). Suntikan IV sering menyebabkan nyeri,
sehingga dianjurkan penyuntikan lidokain 1-2 mg/kgBB. Dosis bolus untuk induksi 2-
2,5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kgBB/jam dan
dosis sedasi untuk perwatan intensif 0,2 mg./kgBB. Pengenceran propofol hanya boleh
dengan dekstrosa 5%.6
Ketamin (ketalar)
Kurang digemari untuk induksi anestesia, karena menimbulkan takikardi,
hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah,
pandangan kabur dan mimpi buruk. Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya
diberikan sedasi midasolam (dormukium) atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1
mg/kgBB IV dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kgBB.6
Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kgBB dan untuk
intramuskular 3-10 mg/kgBB. Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1
ml = 10 mg), 5%, dan 10%.6
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
Untuk induksi diberikan dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu
kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk pasien dengan kelainan jantung.
Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kgBB dilanjutkan
dengan dosis rumatan 0,3-1 mg/kgBB/menit.6
Rumatan Anestesia (maintenance)
Pada titik ini, obat yang digunakan untuk memulai anestesi mulai berkurang,
dan pasien harus tetap dibius dengan zat maintenance.5
Lamanya aksi agen induksi IV umumnya 5 sampai 10 menit. Untuk
memperpanjang anestesi untuk durasi yang diperlukan (biasanya durasi operasi),
anestesi harus dijaga dengan campuran oksigen, nitrogen oksida, dan agen anestesi
volatil atau dengan memiliki infus yang mengandung obat, biasanya propofol 4-12
mg/kgBB/jam. Agen inhalasi akan ditransfer ke otak pasien melalui paru-paru dan
aliran darah, dan pasien tetap tidak sadar. Agen inhalasi sering disertai dengan anestesi
intravena, seperti opioid (biasanya fentanyl 10-50 µg/kgBB) dan sedatif-hipnotik
(propofol atau midazolam). Pada akhir operasi, inhalasi dan anestesi intravena
dihentikan. Pemulihan kesadaran terjadi ketika konsentrasi anestesi di otak turun di
bawah tingkat tertentu (biasanya dalam waktu 1 sampai 30 menit).4
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dam O2 3:1 ditambah
halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4
vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted), atau dikendailkan
(controlled).6
Relaksasi Otot
Relaksasi otot memungkinkan operasi rongga tubuh utama, misalnya. perut dan
dada tanpa perlu anestesi sangat mendalam, dan juga digunakan untuk memfasilitasi
intubasi endotrakeal. Asetilkolin, substansi neurotransmitter alami pada sambungan
neuromuskuler, menyebabkan otot berkontraksi ketika dilepaskan dari ujung saraf.
Relaksan otot bekerja dengan mencegah asetilkolin melekat pada reseptor. Kelumpuhan
otot-otot pernapasan, yaitu. otot diafragma dan interkostal dada mengharuskan
pernapasan buatan.4
Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi,
melakukan blokade saraf regional dan memberikan pelumpuh otot. Contoh relaksan
otot yang digunakan saat ini adalah pancuronium, rocuronium, vecuronium, atrakurium,
mivacurium, dan succinylcholine.6
Penawar Pelumpuh Otot
Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf
otot, mencegah asetilkolinesterase bekerja. Asetilkolinesterase yang paling sering
digunakan adalah neostigmin (prostigmin), piridostigmin dan edrophonium.6
Dosis neostigmin 0,04-0,08 mg/kgBB, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kgBB,
edrophonium 0,5-1 mg/kgBB dan fisostigmin 0,01-0,03 mg/kgBB. Penawar pelumpuh
otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang
bronkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus
disertai oleh obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau glikopirolat
0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa.6
5. POST-OP
Memberikan obat pengilang rasa sakit pasca operasi, bentuk oral, transdermal
atau parenteral. Bedah minor dapat menggunakan obat penghilang rasa sakit seperti
parasetamol dan NSAID seperti ibuprofen. Tingkat moderat, nyeri membutuhkan
penambahan opiat ringan seperti tramadol. Bedah mayor memerlukan opiat kuat seperti
morfin, fentanyl atau oksikodon.4
Menggigil sering terjadi pasca-operasi. Selain menyebabkan ketidaknyamanan
dan memperburuk rasa sakit pasca operasi, menggigil telah terbukti meningkatkan
konsumsi oksigen, pelepasan katekolamin, cardiac output, denyut jantung, tekanan
darah dan tekanan intra okular. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk mengurangi
kejadian ini, seperti menaikan suhu kamar, menggunakan selimut, dan menggunakan
cairan infus hangat.4
Monitoring yang lengkap, seperti monitoring kardiovaskular (nadi, tekanan
darah, banyaknya perdarahan), monitoring respirasi, suhu badan, ginjal (produksi urin
normal 0,5-1 ml/kgBB), monitoring blokade neuromuskular, untuk mengetahui apakah
relaksasi otot sudah cukup baik atau sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus
otot sudah kembali normal, dan monitoring sistem saraf, pada pasien tidak sadar
dikerjakan dengan memeriksa respon pupil terhadap cahaya, respon terhadap trauma
pembedahan, dan respon terhadap otot apakah relaksasi cukup atau tidak.6
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. D
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 23 th
Alamat : Pluit
Agama : Islam
Masuk RS UKI : 30-05-2013
No. RM : 66-56-04-00
B. DATA DASAR
ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan penderita tanggal 30 Mei 2013, pukul 16:30 WIB di UGD RS
UKI
Keluhan utama : Nyeri hebat pada perut dan punggung
Keluhan tambahan : Lemas
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RS-UKI pukul 3 pagi dengan keluhan luka lecet dari pinggang
sampai bagian punggung kaki sebelah kiri, dan di punggung kaki sebelah kanan.
Kemudian di lengan sebelah kiri terdapat luka lecet beraturan. Bagian kepala tidak
terdapat keluhan, pasien tidak pingsan, mual, atau muntah. Pasien juga mengalami sakit
hebat pada daerah perut dan pinggang. Sebelum keluhan timbul, pasien mengalami
kecelakaan. Saat kecelakaan hingga sampai ke Rumah Sakit satu jam setelah kejadian,
pasien dalam kondisi sadar.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: Tampak Sakit Berat
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan Darah: 90/60 mmHg
Nadi: 118x/menit
Pernapasan: 20x / menit
Suhu: 36,6oC
Mata: konjungtiva anemis +/+
THT: dalam batas normal
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris kiri = kanan
Palpasi: vocal fremitus simtris kiri = kanan
Perkusi: sonor simetris kiri = kanan
Auskultasi: bunyi napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-, BJ I&II
normal
Abdomen
Inspeksi: perut tampak datar, jejas (+)
Palpasi: defense muscular (+), nyeri tekan (+), bulging
Perkusi: redup (+) , Nyeri ketok (+)
Auskultasi: bising usus (-)
Regio Femur sinistra dan cruris sinistra :
Look: tampak Luka robek
Feel : nyeri tekan (+)
Move : nyeri saat digerakan
Regio Urogenital: Terdapat darah keluar dari OUE
Regio CVA
Inspeksi: tampak luka lecet pada pinggang belakang
Palpasi: nyeri tekan (+)
Move: nyeri saat digerakan
Ekstremitas: Akral dingin, cap. refill time < 2 detik
Pemeriksaan khusus: foto thorax, foto pelvis
Diagnosa: Perdarahan intra abdominal, vulnus regio femur sinistra dan cruris sinistra
Tindakan awal: Guyur RL 12 koft
Pemasangan bidai ke 2 kaki
Pemasangan gusita pinggang perut
Konsul ke dokter spesialis bedah
Pemeriksaan Lab: Tanggal 30-05-2013 (Pre-Op)
JENIS PEMERIKSAAN HASI
L
SATUA
N
NIL.RUJUKA
N
KETERANGA
N
AGD DAN
ELEKTROLIT
PH Darah 7.193
L
7.350-7.450
PCO2 45.6H mmHg 36-45
PO2 285.8
H
mmHg 70-99
SATURASI O2
BASE EXCESS
HCO3
TCO2
KONSENTRASI O2
NATRIUM
KALIUM
CLORIDA
99.7
-9.7
17.7L
19.1L
20.5
144
4.6
105L
%
mmol/L
mmol/L
mmol/L
VOL%
mmol/L
mmol/L
mmol/L
-2.5-2.5
21-25
21-27
136-145
3.5-5.1
99-111
JENIS
PEMERIKSAAN
HASI
L
SATUA
N
NIL.RUJUKA
N
KETERANGA
N
HEMOGLOBIN 13.7L g/dl 14-16
LEUKOSIT 8.4 Ribu/uL 5-10
HEMATOKRIT 41.0L % 40-48
TROMBOSIT 146L Ribu/uL 150-400
JENIS PEMERIKSAAN HASI
L
SATUA
N
NIL.RUJUKA
N
KETERANGA
N
BILIRIBUIN TOTAL 0.79 mg/dl 0.2-1.0
BILIRUBIN DIRECT 0.28 mg/dl 0.1-0.3
BILIRUBIN INDIRECT 0.51 mg/dl 6.6-8.3
PROTEIN TOTAL
ALBUMIN
SGOT/AST
SGPT/ALT
UREUM DARAH
CREATININ DARAH
GULA DARAH
SEWAKTU
3.48L
2.53L
178H
53H
33
1.32H
152
g/dL
g/dL
U/L
U/L
mg/dl
mg/dl
mg/dl
3.7-5.2
10-34
9-43
15-45
0.70-1.10
<200
Dilaksanakan operasi pada tanggal 30 Mei 2013, jam 14:00
Ahli Anestesiologi : dr. Anton, Sp.An
Asisten / Co-ass : Patricia F.S, Rizky Arya
Operator : dr. Andi Pohan Sp.BD
Diagnosa pra bedah : Syok hemoragik grade iv reversible e.c perdarahan intraabdomen
e.c susp. rupture buli-buli + rupture uretra pars posterior + multiple vulnus lamina
Diagnosa pasca bedah : Syok hemoragik grade III ec fraktur pelvis, peritonitis
generalisata ec perdarahan intra abdomen + rupture uretra pars posterior +multiple
vulnus lamina, post laparotomi eksplorasi + ileostomi + jahit primer rectum distal +
jahit situasi vulnus genu + cystostomie
Jenis pembedahan: Laparotomi
Jenis anesthesia: General Anestesia
Lama Operasi : 14.15 – 19.10
Lama Anestesia : 14.00 – 19.15
Keadaan Pra bedah:
Nadi: 84 x /menit
Tensi: 130/80 mmHg
BB: 60kg
Hb: 12,8 g/dl
Leukosit: 3,5 ribu/µl
Ht: 36,9 %
Trombosit: 106 ribu/µl
Airway
RR: 32x/menit
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris kiri = kanan
Palpasi: Vocal Fremitus simsetris kiri = kanan
Perkusi: Sonor Simetris kiri = kanan
Auskultasi: bunyi dasar vesikuler , rhonki -/- , wheezing -/-
Sirkulasi
Akral: dingin
CRT: >2”
Nadi : 120x / menit; TD : 130/80 mmHg
BJ I&II normal; Mur mur : (-); Gallop : (-)
Masa perdarahan: 1,3 menit
Masa protrombin: 16 detik
Masa pembekuan: 14 menit
Saraf
GCS : E4 M6 V5
Kesadaran: composmentis
Pupil : isokor
RCL +/+ , RCTL +/+
Gastro Intestinal
Inspeksi: perut datar , jejas (+)
Palpasi: nyeri tekan (+), defense muscular (+), bulging
Perkusi: nyeri ketok , redup
Auskultasi : bising usus (-)
Renal
Ureum: 12 mg/dL
Kreatinin 0.47 mg/ dL
Metabolik
GDS: 85mg/ dL
Na: 128 mol / L
K: 3.7 mol /L
Cl: 109 mol / L
Status Fisik : ASA 4E
Medikasi Pra Bedah:
Stabixim 2x19 gr (i.v)
Metronidazole 3x500 mg (I.v)
Ranitidine 2x1 (i.v)
Vit K 1x1 (i.v)
Kalnex 3x1 amp (i.v)
Anestesi dengan: Proanest (propofol) 100 mg
Teknik Anestesia: Pre Oksigenisasi , Muscle relaxant, Intubasi ETT no 7.5, cuff (+),
maintenance N2O + O2 + Isoflurance
Respirasi: Controling Respiratory
Posisi: Supine
Infus: RL, HES 6% dalam NaCl 0.9 %
Hipersensitivitas / Alergi : Disangkal
Premedikasi: Midazolam 5 mg (i.v)
Petidine 50 mg (i.v)
Medikasi: 1. Proanest (propofol) 100 mg (diberikan pukul 14.00)
2. Roculax 40 mg (diberikan pukul 14.05 dan 14.10)
3. Ketalar 100 mg (diberikan pukul 14.35)
4. Epedrine 15 mg (diberikan pukul 15.15, 15.55 dan 16.15)
5. Ecrone 10 mg (diberikan pukul 15.20 , 15.35 dan 16.20)
6. Ketopain 4 mg (diberikan pukul 19.15)
7. Ondensentron 8 mg (diberikan pukul 19.15)
Tanda vital durante-op:
Jumlah cairan transfusi : durante op : RL = 2230 mL
Hes 6% dalam NaCl 0.9% : 500 mL
Instruksi dr.Anton, Sp,An:
Bila kesakitan: Fentanyl 200 mg dalam spuit 50cc, syringe pump 3 cc/jam
Bila mual/muntah: Ondansetron 4 mg
Infus: RL 20 tetes/menit
Monitor: tensi, nadi, nafas, 10 menit selama 24 jam
Lain lain : post op ICU, cek lab lengkap
BAB IV
PEMBAHASAN
Pria usia 23 tahun, berat badan 60 kg, datang ke RS.UKI dengan keluhan nyeri
hebat pada punggung dan perut. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pada tanggal 30 Mei 2013 di UGD ditegakkan diagnosa perdarahan intra
abdominal, vulnus regio femur sinistra dan cruris sinistra.
Syok Hemoragik
Pasien diduga syok hemoragic grade 3 berdasarkan hipotensi dan tachicardi
dari pasien.Lalu pasien juga tampak banyak luka dengan perdarahan yg massive di duga
pasien kehilangan banyak cairan, maka penata laksanaan awal pasien diguyur RL 12
koff sembari langsung di konsulkan ke dr spesialis bedah. Diberikan RL karena RL
merupakan salah satu kristaloid yang bisa menggantikan dehidrasi dengan cepat
meskipun tidak bertahan lama. Diberikan 12 koff karena kebutuhan cairan orang
dewasa 50 ml/kgBB berat badan pasien 60 kg berarti kebutuhan cairan pasien 3000 L
cairan RL 1 koff sebanyak 500 ml x2 dikarenakan syok.
Lalu setelah dirawat diberi stabixin karena stabixin mengandung Cefoperazone
yang merukan antibiotic di intra abdominal dan peritonitis. Diberi metronidazole
dikarenakan dicurigai ada rupture di urethra dikarenakan melihat pasien mengeluh sakit
di bagian pelvis. Ranitidine diberikan agar pasien tidak mual dengan dosis 50mg 6-8
hari. Vit k untuk proses pembekuan darah.
Anestesi dengan General Anestesi
Karena sifat dari organ abdominal, ada risiko tinggi infeksi jika organ ruptur
atau perforasi. Laparotomi Eksplorasi digunakan untuk menentukan sumber rasa sakit
atau sejauh mana cedera dan melakukan perbaikan jika diperlukan. Anestesi umum
diperlukan untuk kasus ini. Pasien biasanya ditempatkan di bawah anestesi umum
selama operasi. Keuntungan untuk anestesi umum adalah bahwa pasien tetap tidak
sadar selama prosedur, tidak ada rasa sakit akan dialami juga tidak akan pasien
memiliki ingatan prosedur, dan otot pasien tetap benar-benar santai, memungkinkan
operasi lebih aman.
Berdasarkan klasifikasi status fisik menurut ASA pasien diklasifikasikan
sebagai ASA 4 karena pasien datang dengan keluhan sistemik berat yang secara
langsung mengancam kehidupan, dan pasien mengalami syok. Sebelum operasi pasien
dipuasakan selama 6 jam, untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia.
Premedikasi pasien diberikan midazolam sebagai pereda kecemasan dengan
dosis premedikasi 70-100 mcg/kgBB 30 menit sebelum operasi, yaitu midazolam 5 mg.
Dan pethidine sebagai analgesik 25-100 mg IM/IV, yaitu sebanyak 50 mg IV.
Untuk induksi pada pasien digunakan propofol (proanes), dosis dewasa dengan
ASA III/IV 1-1.5 mg/kgBB, yaitu propofol 100 mg, dengan dosis maintenance pada
anestesi umum sebanyak 3-6 mg/kgBB/jam. Ketalar sebagai induksi dengan dosis 1-2
mg/kgBB, yaitu ketalar 100 mg. Epedrine sebagai bronkodilator sebanyak 15 mg.
Medikasi yang diberikan pada pasien sebagai contohnya roculax (rocuronium) sebagai
muscle relaxant dengan dosis 0,6-1,2 mg/kgBB, yaitu roculax 40 mg. Ecron sebagai
muscle relaxant dengan dosis 80-100 mcg/kgBB, yaitu ecron 10 mg. Medikasi pasca-op
pasien diberikan ketopain (ketorolac) sebagai pengobatan jangka pendek pasca-op,
sebanyak 4 mg. Dan pasien diberikan ondansetron sebanyak 8 mg sebagai pencegahan
mual-muntah pasca-op.
Pada post-op pasien diberikan fentanyl (opioid) bila sakit dengan dosis 20-
50mg/kgBB, yaitu fentanyl 200mg. Diberikan ondansetron 4 mg bila mual-muntah.
Diberikan RL untuk maintenance cairan sebanyak 30-50 mL/kgBB yaitu 1800-3000
mL, yaitu 20 tetes/menit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Roy A, Bandyopadhyay S, Goswami P, Mukherjee R. Exploratory Laparotomy
Under Local Anaesthesia; Oue Experience in a Tertiary Care Hospital in Eastern
India.
2. Cate V. Exploratory Laparotomy. Medscape Reference.
3. Laparotomy, exploratory. Available from:
http://www.surgeryencyclopedia.com/La-Pa/Laparotomy-Exploratory.html.
4. General Anestesia. Available from:
http://www.frankshospitalworkshop.com/equipment/
documents/anaesthesia/wikipedia/General%20anaesthesia.pdf
5. Arjun M Desai, MD. General Anesthesia. Medscape Reference. Department of
Anesthesiology, Stanford University Hospital and Clinics.
6. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Edisi Kedua. Jakarta: 2002.
7. Doctors Gates. Available from:
http://doctorsgates.blogspot.com/2010/10/modified-asa-grade-for-assessment-
of.html
8. General Anesthesia Basics. Available from: http://www.ruralareavet.org/PDF/
Anesthesia-Anesthesia_Basics.pdf
9. General Anesthesia. Available from:
http://aelberry.kau.edu.sa/files/0053626/researches/ 28929 _18-%20anesthesia.pdf
10. Isselbacher, dkk. 1999. Harison Edisi 13 Volume 1 Halaman 218. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC
11. Traumatic Hemorrhagic Shock Advances In Fluid Management. 2011. Diunduh
melalui http://www.ebmedicine.net/media_library/files/1111%20Traumatic
%20Hemmor%20Shock.pdf (pada 2 Juni 2013)
12. Hemorrhagic shock Tratment & management (Author: John Udeani, MD, FAAEM,
Assistant Professor, Department of EmergencyMedicine, Charles Drew University/
UCLA School of Medicine) diunduh melalui :
http://id.scribd.com/doc/19834799/Syok-Hemoragik.pdf (pada 2 juni 2013)
13. Isselbacher, dkk. 1999. Harison Edisi 13 Volume 1 Halaman 219. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC
14. Isselbacher, dkk. 1999. Harison Edisi 13 Volume 1 Halaman 220. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC
15. Isselbacher, dkk. 1999. Harison Edisi 13 Volume 1 Halaman 222. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC
16. Journal of Digestive System Diseases.2010. Diunduh melalui
http://www.mehtapress.com/medical-sciences/journal-of-digestive-system-
diseases-medical-sciences.pdf (pada 2 juni 2013)
17. American Medical Association.2009. diunduh melalui
http://www.ama-assn.org/resources/doc/cpt/icd9cm_coding_guidelines_08-
09_sm.pdf (pada 2 juni 2013).
18. Hemorrhagic Shock Treatment & Management (Author: John Udeani, MD, FAAEM;
Chief Editor: John Geibel, MD, DSc, MA) Diunduh melalui :
http://emedicine.medscape.com/article/432650-treatment.pdf (pada 2 juni 2013)