case pdl m.ashraf

Upload: blingz-blink

Post on 06-Jul-2015

165 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah (dan lingkungan dalam tubuh) dengan mengekskresikan solute dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti resorbsi sejumlah solute dan air dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan solute dan air akan diekskresikan keluar tubuh sebagai kemih melalui system pengumpul. Jika kedua ginjal gagal melakukan fungsinya karena sesuatu hal, maka kematian akan terjadi dalam waktu 3-4 minggu. Kematian yang diakibatkan gagal ginjal umumnya disebabkan oleh glomerulonefritis kronik. Walupun banyak penderita glomerulonefritis kronik menderita proteinuria persisten asimtomatik selama perjalanan penyakitnya, tetapi hanya 50% di antaranya yang akan berkembang menjadi nefrotik sindrom. Sindrom nefrotik merupakan hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia. Menurut tinjauan dari Robson pada lebih dari 1400 kasus, beberapa jenis glomerulonefritis primer merupakan penyebab dari 78% sindrom nefrotik pada orang dewasa dan 93% pada anak-anak. Pada 22% orang dewasa keadaan ini disebabkan oleh gangguan sistemik (terutama diabetes, amiloidosis, dan trombosis vena renalis) dimana ginjal terlibat secara sekunder atau karena mengalami respon abnormal terhadap obat atau allergen lainnya. Mekanisme yang menerangkan terjadi8nya edema pada sindrom nefrotik adalah teori underfilling dan teori overfilling. Teori underfilling menjelaskan bahwa edema timbul karena rendahnya albumin serum yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma yang diikuti peningkatan transudasi cairan dari intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Teori overfilling mengemukakan retensi air dan natrium sebagai defek utama ginjal menyebabkan peningkatan cairan ekstravaskuler sehingga hokum Starling terganggu dan terjadi edema. Pada umumnya penderita Sindrom nefrotik datang ke Rumah Sakit dengan edema sebagai keluhan utama. Adanya perubahan-perubahan patofisiologi yang ditemukan sehingga penting untuk diketahui penatalaksanaan edema yang harus bertumpu pada perubahan patofisiologi yang ada.

1

1.1

Definisi Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas. Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel T. Kelainan histopatologi pada SN primer meliputi nefropati lesi minimal, nefropati membranosa, glomerulo-sklerosis fokal segmental, glomerulonefritis membrano-proliferatif. Penyebab SN sekunder sangat banyak, di antaranya penyakit infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik, penyakit herediter-familial, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas masif. Di klinik (75%80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun. Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada SN primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris atau melakukan biopsi ginjal untuk mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi. Selain itu terdapat perbedaan dalam regimen pengobatan SN dengan respon terapi yang bervariasi dan sering terjadi kekambuhan setelah terapi dihentikan.

2

1.2 Etiologi Menurut etiologi SN terbagi dalam 2 kelompok : 1. Kelainan ekstra renal : Diabetes Melitus (DM), infeksi, keganasan, amiloidosis, Lupus Eritematosus (SLE), obat-obatan, preeklamsia, congenital. 2. Kelainan primer glomerulus : Glomerulonefritis Istilah SN idiopatik dipergunakan untuk kelainan primer glomerulus di mana faktor etiologinya tidak diketahui. Penyebab sindroma nefrotik dapat primer dan sekunder: a. Primer (idiopatik) 75-80% b. Sekunder : Glomerulonefritis post infeksi Penyakit sistemik, DM, SLE Keganasan Toxin-toxin spesifik

Penyebab sindrom nefrotik pada anak-anak adalah: a. Glomerulonefritis kelainan minimal (sebagian besar) b. Glomerulosklerosis fokal dan segmental c. Glomerulonefritis membranoproliferatif d. Glomerulonefritis pascastreptokok. Penyebab sindrom nefrotik pada dewasa adalah: a. Glomerulonefritis sebabnya) Glomerulonefritis membranosa Glomerulonefritis kelainan minimal Glomerulonefritis membranoproliferatif primer (sebagian besar tidak diketahui

3

Glomerulonefritis pascastreptokok

b. Glomerulonefritis sekunder Lupus eritematosus sistemik Obat (emas, penisilamin, kaptopril, antiinflamasi nonsteroid) Neoplasma (kanker payudara, kolon, bronkus) Penyakit sistemik yang mempengaruhi glomerulus

(diabetes, amiloidosis) Secara histopatologis SN idiopatik dapat menunjukkan perubahanperubahan berupa : Kelainan glomerulus minimal Sklerosis fokal segmental Sklerosis mesangial difus Glomerulonefritis membranosa Glomerulonefritis mesangial proliperatif Glomerulonefritis endokapiler proliperatif Glomerulonefritis fibriler Lesi lainnya 1.3 Patofisiologi Seperti halnya penyakit lain, pengertian tentang perubahan patofisiologi yang terjadi pada sindrome nefrotik penting untuk terapi. Perubahan yang paling awal terjadi sehingga menyebabkan terjadinya gejala sindrom nefrotik adalah proteinuria. Proteinuria terjadi karena kerusakan pada dinding kapiler glomerulus, sehingga permeabilitasnya terhadap protein darah meningkat. Selain oleh faktor glomerulus, proteinuria kerusakan pada dinding kapiler dipengaruhi oleh faktor juga

hemodinamik dan ukuran konfigurasi molekul protein. Telah 4

diketahui adanya 2 mekanisme yang berperan pada kerusakan glomerulus, yaitu mekanisme humoral dan mkanisme seluler. Pada mekanisme humoral berperan reaksi antigen (Ag) dan antibody (Ab) yang membentuk suatu ikatan (kompleks) dan mengendap pada dinding kapiler glomerulus tepatnya pada membrana basalis. Endapan kompleks imun ini dapat berasal dari sirkulasi tetapi dapat juga terbentuk setempat. Mekanisme humoral ini dapat juga disertai dengan teraktivasinya sistem komplemen yang mempermudah proses kerusakan glomerulus. Mekanisme PMN, yang kedua adalah inflamasi, sel proses inflamasi dimana beberapa sehingga berperan sel-sel inflamasi makrofag, sel monomorfonuklear, sel mediator-mediator sitokin-sitokin, disekitarnya growth factor (PDGF, TGF-B). Mediator-mediator inflamasi dan sitokin-sitokin mempengaruhi meningkatkan respon inflamasi. Hipoalbuminemia sebagai akibat dari hilangnya protein melalui urin yang berlangsung lama. Cepat atau lambatnya serta beratnya hipoalbuminemia tergantung dari kemampuan hati untuk meningkatkan sintesis albumin. Selain dari proteinuria dan sintesis albumin oleh hati, hipoalbuminemia juga diperberat oleh meningkatnya katabolisme protein. Mekanisme lain adalah menurunnya distribusi albumin dalam ruang intravaskuler. Edema, terdapat 2 mekanisme yang berbeda dalam menerangkan terjadinya edema pada SN. Pada masa lampau diduga (sebagai bahwa menurunnya tekanan yang onkotik plasma oleh darah menyebabkan hipovolumia intravaskuler dan retensi natrium mekanisme kompensasi) diperantarai volume teraktivasinya aldosteron mekanisme pengaturan

intravaskuler tekanan darah seperti sistem renin angiotensin (RAA), vasopresin, system syaraf simpatis dan atrial natriuretik peptide (ANP). Teori I ini 5 menurunnya

diterangkan oleh teori underfell. Dengan membaiknya volume intravaskuler akibat adanya mekanisme kompensasi beberapa akan memperberat menyokong keadaan teori hipoalbuminemia tapi keadaan sehingga pembentukan edema berlanjut. Walaupun terdapat data yang ini, hipovolumia hanya ditemukan pada sebagian kecil penderita SN, sedangkan sebagian besar lainnya (70%) menunjukkan volume plasma yang normal. Teori kedua adalah teori overfell yang mengemukakan retensi natrium sebagai defek lama pada ginjal. Dalam teori ini dijelaskan bahwa retensi natrium oleh ginjal menyebabkan peningkatan cairan ekstraseluler sehingga hukum Starling terganggu dengan akibat terjadinya edema. Bagaimana terganggunya mekanisme pengaturan Na oleh ginjal (yang mengalami kerusakan) masih belum bisa diketahui. Selain terganggunya resistensi tingkat pengaturan ANP natrium sehingga tubular. pada SN, juga terjadi terhadap respon natriuresisnya

berkurang. Gangguan pengaturan Natrium ini dapat terjadi pada glomerular maupun Perubahan-perubahan patofisiologi yang dikemukakan oleh kedua teori tersebut

memang dapat dijumpai pada penderita SN, sehingga dalam penatalaksanaannya harus lebih bertumpu pada perubahanperubahan yang ada. Hiperlipidemia. Pada SN terjadi perubahan prolifil lipid. VLDL, IDL, dan LDL meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan kolesterol dengan atau tanpa peningkatan gliserida. HDL biasasnya normal walaupun kadang-kadang rendah. Oleh karena transport lipid dalam plasma hampir semuanya sebagai lipoprotein, maka peningkatan lipid plasma menggambarkan perubahan lipoprotein dalam sirkulasi. Peningkatan kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL (Lipoprotein yang mengangkut kolesterol), sedangkan trigliserida menunjukkan 6

adanya

peningkatan

VLDL.

Terdapat

2

mekanisme

yang

berperan pada terjadinya hiperlipidemia, yaitu : - Peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein oleh hati - Menurunnya katabolisme Meningkatnya LDL pada penderita SN disebabkan oleh peningkatan sintesisnya didalam hati tanpa disertai katabolisme. Gangguan pada eksresi dan metabolisme mevalonat oleh ginjal perlu dipertimbangkan sebagai penyebab meningkatnya sintesa lipoprotein oleh hati. Peningkatan VLDL disebabkan oleh sintesisnya yang meningkat di hati dan terganggunya konversi VLDL dan IDL ke LDL. Menurunnya aktivitas enzim lipoprotein lipase pada SN memberi dugaan bahwa terjadi penurunan katabolisme VLDL. Rendahnya kadar HDL pada SN diduga akibat berkurangnya aktifitas enzim LCAT, yaitu enzim yang mengkatalisir pembentukan HDL. Enzim ini juga mempunyai pengaruh untuk membawa kolesterol dari sirkulasi ke hati untuk dikatabolisme. Terdapat beberapa faktor yang berperan pada terjadinya hiperlipidemia, yaitu : - Menurunnya kadar albumin darah dan tekanan osmotik plasma - Berkurangnya zat-zat yang mempunyai sifat katabolisme lipoprotein oleh karena keluar bersama dengan protein urin - Meningkatnya apolipoprotein dan enzim yang mempengaruhi lipogenesis. Hiperkoagulasi. Pada SN terdapat kecenderungan untuk terjadi komplikasi tromboemboli, trombosis vena renalis, emboli paru, deep vein thrombosis (DVT) dan trombosis arterial (walaupun lebih jarang). Keadaan hiperkoagulasi ini sangat kompleks dan berkaitan dengan kelainan dari pembentukan factor pembekuan seperti peningkatan faktor-faktor prokoagulans (factor V, VIII), fibrinogen, aktivitas platelet, 7

perubahan

sistim

fibrinolitik,

menurunnya

inhibitor

factor

pembekuan (anti trombin III) dan perubahan-perubahan sel endotel. Perubahan pada factor koagulasi ini berkaitan dengan sintesanya oleh hati dan kehilangan bersama dengan protein urin. 1.4 Gejala Gejala awal SN bisa berupa : - Berkurangnya nafsu makan - Pembengkakan kelopak mata - Nyeri perut - Pengkisutan otot - Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air - Air kemih berbusa Perut bisa membengkak karena terjadi penimbunan cairan dan sesak nafas timbul akibat adanya cairan di rongga sekitar paru-paru (efusi pleura). Gejala lainnya adalah pembengkakan lutut dan kantung zakar (pada pria). Pembengkakan yang terjadi seringkali pindah-pindah; pada pagi hari cairan tertimbun di kelopak mata dan setelah berjalan cairan akan tertimbun dipergelangan kaki.pengkisutan otot bisa tertutupi oleh pembengkakan. Pada anak-anak bisa terjadi penurunan tekanan darah (yang bisa mengakibatkan syok).sedangkan pada orang dewasa bisa rendah, normal atau tinggi. Produksi air kemih bisa berkurang dan bisa terjadi gagal ginjal karena rendahnya volume darah dan berkurangnya aliran darah ke ginjal.kadang gagal ginjal disertai penurunan pembentukan air kemih terjadi secara tiba-tiba. Kekurangan gizi bisa terjadi akibat hilangnya zat-zat gizi (misalnya glukosa) dalam air kemih.pertumbuhan anak-anak bisa terhambat. Kalsium akan diserap dari tulang. Rambut dan kuku menjadi rapuh dan bisa terjadi kerontokan rambut. Pada jari tangan akan terbentuk garis horizontal putih yang penyebabnya tidak diketahui.

8

Lapisan perut bisa mengalami peradangan (peritonitis). Sering terjadi infeksi oportunistik (infeksi akibat bakteri yang dalm keadaan normal tidak berbahaya). Terjadi kelainan pembekuan darah, yang akan meningkatkan risiko terbentuk bekuan di dalam pembuluh darah (trombosis), terutama di dalam vena ginjal utama. Di lain pihak, darah bisa tidak membeku dan menyebabkan perdarahan hebat. Tekanan darah tinggi disertai komplikasi pada jantung dan otak paling mudah terjadi pada penderita yang memiliki diabetes dan penyakit jaringan ikat. 1.5 Diagnosis Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi (