case nyeri neuropatik- yasmin diah pratiwi 0301314
DESCRIPTION
nTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
Nyeri Neuropatik
PEMBIMBING:
dr. Ananda Setiabudi Sp.S
DISUSUN OLEH:
Yasmin Diah Pratiwi
NIM: 030.11.314
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 14 SEPTEMBER – 17 OKTOBER 2015
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………...…….. 2
BAB I PENDAHULUAN……………………….……………………………… 3
BAB II LAPORAN KASUS..........……….……………………………….……. 4
BAB III ANALISA KASUS.......…………………………………..................... 13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….…. 18
2
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri neuropati merupakan suatu nyeri kronik yang mempengaruhi kualitas hidup
seseorang. Nyeri neuropati perifer didefinisikan sebagai nyeri yang disebabkan oleh terdapatnya
lesi atau penyakit yang menyebabkan gangguan pada sistem somatosensori (nosiseptif, jalur
sensorik asendens dan desendens) yang membawa informasi sensorik dari perifer ke pusat
sensorik di otak yang menyebabkan otak menerima persepsi nyeri yang salah. (1)
Menurut beberapa pendapat, hal ini bisa disebabkan karena kerusakan pada saraf sebagai
akibat dari kelainan vaskuler, seperti adanya penyakit, intoksikasi, dan obat-obatan, dengan
gejala klasik berupa sensasi seperti memakai sarung tangan dan kaos kaki pada tungkai (gloves
and stocking distribution) dan juga sebagai akibat sekunder dari cedera local seperti trauma,
pembedahan, dan keganasan. Secara umum, neuropati sering kali tidak disadari sebagai penyakit,
melainkan dipandang sebagai kondisi yang umum akibat komplikasi dari penyakit. Padahal jika
dibiarkan, kondisi neuropati dapat men gganggu mobilitas penderitanya. apabila tidak diterapi
dengan benar, dapat menjadi berat sehingga berpotensi menimbulkan komplikasi-komplikasi
lain.(2)
Untuk mendiagnosa nyeri neuropatik, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara komprehensif. Penatalaksanaan dari nyeri neuropati ini harus dilakukan dengan kerjasama
antara dokter dan pasien. Strategi manajemen nyeri neuropatik antara lain terapi psikologis dan
perilaku, rehabilitasi fungsional, dan terapi famakologi dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup penderita. (3)
3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn.B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 62 Tahun
Alamat :Jl. Langgar no.3, Kramat Jati
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Datang ke RS : 16 September 2015
Nomor CM : 795489
II. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pukul 10.00 di poli saraf RSUD Budhi Asih.
Keluhan Utama : Kedua kaki terasa panas sejak 6 bulan lalu
Keluhan tambahan : -
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli saraf RSUD Budhi Asih dengan keluhan kedua kaki terasa panas
sejak 6 bulan lalu. Rasa panas juga dirasakan pasien pada kedua kaki. Pasien juga merasakan
kebas pada telapak kaki sejak 6 bulan lalu. Awal mula rasa panas muncul adalah saat pasien
jatuh ke parit pada tahun 2014, kaki kanan pasien masuk ke parit dan kaki kiri pasien menahan di
4
atas. Setelah itu, timbul rasa kesemutan pada kedua kaki pasien, kemudian menjadi rasa panas
pada kedua kaki. Rasa panas hilang timbul dan saat timbul secara tiba tiba tanpa adanya
rangsangan. Rasa panas menghilang jika pasien mengistirahatkan kaki/posisi duduk, dan rasa
panas lebih terasa saat pasien berdiri. Rasa panas ini dirasa cukup mengganggu aktivitas pasien,
karena membuat jalan pasien lebih lambat. Tidak terdapat nyeri kepala. BAB dan BAK pasien
lancer. Tidak terdapat kelemahan pada tungkai atas dan bawah. Pasien juga mengeluhkan sering
mengalami nyeri pinggang dengan intensitas nyeri sedang dan tidak menjalar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat trauma jatuh ke parit pada tahun 2014. Setelah trauma tersebut,
keluhan rasa panas dan kesemutan mulai muncul dan pasien rajin memeriksaan kondisinya ke
poli saraf RSUD Budhi asih. Selain itu terdapat riwayat hipertensi terkontrol sejak tahun 2013
dengan meminum obat Adalat oros dan concor. Riwayat DM disangkal oleh pasien. Pasien
terdapat riwayat penyakit jantung dan pernah dilakukan kateterisasi pada jantung.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak terdapat riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Sehari hari pasien tidak pernah mengkonsumsi alcohol dan rokok. Pasien juga rajin
berolahraga setiap pagi yaitu jalan pagi, namun sejak timbul rasa kebas dan panas, olahraga
pasien menjadi terhambat karena keluhan timbul saat pasien berjalan jauh.
III. Pemeriksaan fisik
Status generalis :
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 120/80 RR : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit Suhu : 36,5 °C
5
Kepala
- Bentuk : Normocephali
- Wajah : Simetris
Mata
- konjungtiva : anemis -/-
- sklera : ikterik -/-
- pupil : pupil bulat isokor Ø 3 mm, refleks cahaya langsung/tidak langsung +/+
- kedudukan bola mata : ortoforia
Hidung : tidak terdapat deviasi septum, mukosa hidung merah muda, tidak terdapat kelainan
Telinga : dalam batas normal, tidak terdapat kelainan
Mulut : Simetris, dalam batas normal, tidak terdapat kelainan
Leher : trakea terletak di tengah, bentuk simetris, tidak terdapat KGB membesar, dan tidak
terdapat kelenjar tiroid membesar.
Thoraks :
Inspeksi : Bentuk simetris kanan-kiri baik saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Cor : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : inspeksi bentuk abdomen datar, auskultasi BU (+), palpasi abdomen supel, NT (-)
Ekstremitas : - Ekstremitas atas, bentuk simetris dalam batas normal tidak terdapat kelainan
- Ekstremitas bawah, regio kaki kanan tampak sedikit flexi dibanding regio kaki
kiri.
Status Neurologis
- Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
- Mata : Pupil bulat isokor Ø 3 mm, refleks cahaya langsung/tidak langsung +/+,
kedudukan bola mata ortoforia.
- Leher : dapat bergerak dalam batas normal, sikap baik
- Tanda rangsang meningeal : Tidak dilakukan
6
- Nervus kranialis
Nervus kranialis Pemeriksaan Hasil pemeriksaan
N. I (Olfactorius) Tidak dilakukan -
N.II (opticus) Visus bed side Tidak dilakukan
Lapang pandang Tidak dilakukan
Ukuran pupil Pupil bulat isokor Ø 3 mm
Fundus okuli Tidak dilakukan
N.III, IV, VI
(Okulomotorik,
Trochlearis, Abduscen
)
Nistagmus -
Pergerakan bola mata Baik ke segala arah
Kedudukan bola mata Ortoforia
Diplopia -
Refleks cahaya langsung/tidak langsung RCL +/+ RCTL +/+
N.V (Trigeminus) Membuka mulut Baik
Menggerakkan rahang Baik
Oftalmika Baik
Maksilaris Baik
Mandibularis Baik
N. VII (Facialis) Motorik okipitofrontal Baik
Motorik orbikularis okuli Baik
7
Motorik obikularis oris Baik
N.VIII
(vestibulocochlearis)
Tes Pendengaran Tidak dilakukan
Tes Keseimbangan Tidak dilakukan
N.IX,X
(glosopharyngeus,
Vagus)
Perasaan lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Refleks menelan Baik
Refleks muntah Tidak dilakukan
N.XI (accessorius) Mengangkat bahu Baik
Menoleh Baik
N.XII (hypoglosus) Pergerakan lidah Baik
Disartria -
- Pemeriksaan Motorik
Pemeriksaan Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Atrofi otot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Gerakan involunter - - - -
8
Kekuatan otot 5555 5555 5555 5555
Refleks fisiologis
Bisep/Trisep Patela/ Achiles
+/+ +/+ +/+ +/+
Refleks Patologis Babinski - -
Chaddock - -
Gordon - -
Oppenheim - -
Schaefer - -
- Pemeriksaan Sensorik :
Pemeriksaan Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Rasa tajam Normal Normal Normal Normal
Rasa halus Normal Normal Normal Normal
Rasa posisi baik Baik baik Baik
Stereognosis baik Baik Baik Baik
Kesan: Tidak terdapat hyperalgesia dan hipoalgesia saat diberikan rangsangan.
9
Pemeriksaan khusus:
Tes Laseque : -/-
Tes Kernig : -/-
Tes Patrick : -/-
Tes kontra-Patrick : -/-
Tes Braggard : -/-
Tes Siccard :-/-
Tes valsava: -/-
Range of Motion : (ekstremitas bawah)
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi regio genu ≠ keterbatasan gerak ≠ keterbatasan gerak
Ekstensi regio genu ≠ keterbatasan gerak ≠ keterbatasan gerak
Fleksi regio coxae ≠ keterbatasan gerak ≠ keterbatasan gerak
Hiperekstensi hip region ≠ keterbatasan gerak ≠ keterbatasan gerak
Dorsofleksi ≠ keterbatasan gerak ≠ keterbatasan gerak
Plantarfleksi ≠ keterbatasan gerak ≠ keterbatasan gerak
IV. Pemeriksaan
penunjang:
Foto regio lumbo-sacral
10
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil
Gula darah sewaktu 134 mg/dl
Asam Urat 7,0 mg/dl
V. Resume
Pasien datang ke poli saraf RSUD BA dengan keluhan rasa panas pada kedua
kaki sejak 6 bulan lalu.. Rasa panas dirasakan pada kedua kaki kanan dan kiri pasien.
Terdapat rasa kebal dan tebal pada telapak kaki pasien. Rasa panas ini dirasa pasien saat
6 bulat lalu pasien memiliki riwayat trauma jatuh ke parit hanya kaki kanan saja,
sedangkan kaki kiri bertumpu menahan tubuh pasien. Setelah itu, timbul rasa kesemutan
pada kedua kaki pasien dan kemudian timbul rasa panas. Pasien juga mengeluhkan sering
mengalami nyeri pinggang dengan intensitas nyeri sedang dan tidak menjalar. Pasien
memiliki riwayat hipertensi terkontrol dan riwayat kateterisasi pada jantug. Pada
pemeriksaan fisik baik status generalis maupun neurologis didapatkan hasil dalam batas
normal. Pada hasil pemeriksaan penunjang berupa radiologi foto torakolumbal dengan
kesan terdapat spondylosis dan suspect HNP pada L4-L5 dan L5-S1.
VI. Diagnosis
Diagnosis klinis : Rasa panas (Alodinia), rasa kebas (Hipestesia)
Diagnosis topis : Radiks sensorik
Diagnosis etiologi : Nyeri Neuropathy
Diagnosis patologi : Trauma
VII. Penatalaksanaan
- Gabapentin 2x350 mg
- Obat racikan: 2x1
Natrium Diklofenak 25 mg11
Paracetamol 300 mg
Amitriptilin 3 mg
VIII. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
12
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien Tn.B laki-laki berusia 62 tahun datang ke poli saraf RSUD Budhi Asih dengan
keluhan kedua kaki terasa panas sejak 6 bulan lalu. Dilihat dari identitas pasien, yaitu berusia 62
tahun, dimana menurut Riskesdas tahun 2007, sebanyak 26% penderita nyeri neuropatik berusia
diatas 40 tahun.(2) Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika, nyeri neuropatik juga banyak
diderita oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Selain itu, terdapat riwayat trauma terjatuh ke
parit. Saat jatuh, posisi pada kaki kanan sedangkan kaki kiri menumpu diatas. Hal ini dapat
menjadi penyebab timbulnya nyeri neuropatik akibat trauma yang menyebabkan lesi pada
serabut saraf.
Keluhan kedua kaki terasa panas adalah salah satu gejala nyeri neuropatik yaitu adanya
alodinia (timbulnya persepsi yang salah tentang rangsang sensorik yang diberikan). Rasa panas
ini timbul akibat adanya lesi pada serabut saraf yang menyebabkan sensitisasi pada sistem saraf
perifer.(6) Terjadi peningkatan ekspresi kanal Natrium dan Kalsium akibat dari lesi menghasilkan
ectopic pacemaker. Eksitasi spontan di nosiseptor C menyebabkan perubahan sekunder dalam
pengolahan sensosik pusat, menyebabkan hipersensitisasi neuron-neuron di kornu dorsalis yang
akan menyebabkan masukan dari mechanoreseptor berupa sentuhan ringan yang akan dirasakan
sebagai rasa sakit (alodinia). Cedera pada saraf perifer juga menyebabkan aktivasi sel glial pada
sumsum tulang belakang melalui reseptor kemokin sehingga meningkatkan konsentrasi
glutamate sebagai eksitator.(1)
Rasa panas dirasakan pada kedua kaki pasien. Lokasi nyeri ini merupakan jalur yang
dilalui oleh nervus cutaneous lateralis femoralis berdasarkan dermatomnya, sehingga rasa panas
tersebut terasa pada seluruh penjalaran
dermatom yang dilalui oleh nervus cutaneous
lateralis femoralis.
13
Adanya riwayat trauma pada pasien terjatuh dengan kaki kanan masuk kedalam parit
merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri neuropatik, dimana nyeri ini termasuk dalam
nyeri neuropatik jebakan (Entrapment neuropathies). Kondisi ini dapat mengarahkan kecurigaan
ke Meralgia paresthesia yang merupakan kondisi yang ditandai oleh kesemutan, mati rasa dan
sensasi terbakar pada bagian paha seperti yang dialami oleh pasien.(7) Penyebab Meralgia
Paresthetica adalah kompresi nervus cutaneous femoralis lateralis yang mempersarafi bagian
lateral paha. Nervus cutaneous lateralis fememoralis nervus ini berasal dari pleksus lumbalis dan
memiliki persarafan akar dari L2-3. Saraf berjalan melalui panggul sepanjang perbatasan lateral
otot psoas ke bagian lateral ligamentum inguinalis. Kemudian, masuk ke paha melewati suatu
kanal yang dibentuk oleh ligamentum inguinalis lateralis dan spina iliaka anterior superior .
Masuknya nervus melalui jalur yang sempit ini membuat nervus ini mudah terjepit apabila
terjadi cedera. Menyebrangnya nervus ini ke bagian paha biasanya terjadi 1 cm medial ke spina
iliaka anterior superior.
14
Rasa panas menghilang jika pasien mengistirahatkan kaki/posisi duduk, dan rasa
panas lebih terasa saat pasien berdiri. Anamnesis ini sesuai dengan gejala yang ditimbulkan
oleh entrapment yaitu ketika berjalan atau berdiri dapat memperburuk gejala sedangkan posisi
duduk dapat meringankan gejala.(5)
Pasien juga merasakan kebas pada telapak kaki sejak 6 bulan lalu. Rasa kebas
merupakan tanda terdapatnya nyeri neuropatik, berupa hipestesia (berkurangnya sensitivitas
terhadap rangsang sensorik berupa rangsang taktil maupun termal).
Berdasarkan ID Pain Screening Test yang didapat melalui anamnesis pasien, total skor
pasien ini adalah >/= 2, yang dimana nilai skor ini menunjukan bahwa pasien menderita nyeri
neuropati.
15
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan tidak terdapat kelainan yang bermakna.
Pada pemeriksan sensorik (pinprick dan light touch) juga tidak didapatkan hyperalgesia dan
hypoalgesia. Pada pemeriksaan posisi juga tidak terdapat kelainan rasa posisi pasien.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang telah dilakukan pada pasien ini adalah foto rontgen lumbo-sacral yang
menunjukkan hasil terdapatnya spondylosis lumbal dan menunjukan adanya kemungkinan pasien
ini menderita Hernia Nucleus Pulposus (HNP) pada daerah lumbal 4-5 dan lumba 5-sacrum 1
Selain itu pada pasien ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan MRI, dengan
tujuan untuk menghasilkan gambar rinci saraf dari sinyal resonansi yang datang dari saraf.
Tingkat sensitivitas dan spesifisitas pada MRI juga tinggi. MRI juga dapat menunjukkan apakah
terdapat kompresi saraf atau tidak. Selain itu, juga dapat dilakukan pemeriksaan SSEP
(Somatosensory Evoked Potensial) yang bertujuan untuk melihat hantaran sensorik dari perifer
ke sentral dengan sensitivitas mencapai 81,3%.
Tatalaksana
Pada pasien ini diberikan terapi gabapentin. Gabapentin merupakan obat antikonvulsan
yang merupakan lini pertama dari pengobatan nyeri neuropatik yang sesuai dengan anjuran dari
Consensus Management of Chronic Neuropathy Pain tahun 2007. Mekanisme kerja Gabapentin
adalah dapat mengikat reseptor dari voltage-activated calcium channels, pengikatan ini
menyebabkan pengurangan influx Ca2+ ke dalam ujung saraf dan mengurangi pelepasan
neurotransmitter, seperti glutamate yang merupakan neurotransmitter eksitatorik.(7) Dosis yang
digunakan adalah 300 mg pada hari ke-1, 300 mg 2 kali sehari pada hari ke-2, 300 mg setiap 3
kali sehari (per 8 jam). Maksimal dosis 1,8 gr/hari.
Terapi yang diberikan pada pasien selanjutnya adalah amytriptiline. Obat ini merupakan
golongan trisiklik anti depresan yang memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin
dengan cara menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin pada reseptor presinaptik.
Hambatan reuptake ini menyebabkan peningkatan konsentrasi norepinefrin dan serotonin di
celah sinaptik. Peningkatan norepinefrin di celah sinaptik akan berhubungan dengan mekanisme
16
nyeri yang berkurang. Dosis obat ini dimulai dengan 10-25 mg/hari. Efek yang paling baik
didapatkan pada dosis 50-150 mg/hari.
Terapi selanjutnya yang diberikan adalah Paracetamol dan Natrium Diklofenak yang
merupakan golongan AINS (Anti Inflamasi Non Steroid). Dalam penanganan nyeri, AINS
berkaitan dengan kerja prostaglandin sebagai mediator nyeri.
Prognosis
Pasien dengan nyeri neuropatik dapat dikontrol dengan menggunakan obat, walaupun
penyakit ini tidak dapat sembuh. Meskipun nyeri neuropatik tidak berbahaya untuk pasien,
adanya nyeri kronis dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup. Pasien dengan nyeri saraf
kronis dapat menderita kurang tidur dan gangguan psikologis, termasuk depresi dan kecemasan.
Karena kurangnya umpan balik sensoris, pasien berada pada risiko mengalami cedera yang tidak
disadari.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Calvin A, Dougherty PM. Peripheral neuropatic pain, signs, symtomps, mechanisms,
causes, are they linked?. British Journal of Anesthesia 2015;1-4.
2. Perdossi. Siaran pers Neuropati. Jakarta. 2012. Available at:
http://www.merck.co.id/country.id/id/images/Siaran%20Pers
%20N5000%20Makassar_4Oct_tcm663_104054.pdf?Version=. Accessed on 29
September 2015.
3. Monkhouse A, Ali T. Neuropathic pain. innovAit Journal 2013 6(7);425-35.
4. Bennett, M. I., Attal, N., Backonja, M. M., Baron,R., Bouhassira, D., Freynhgen,
R.,.,Jensen,T.S. (2007). Using screening tools to identify neuro-pathic pain.Pain,127,
199 203. doi: 10.1016/j.pain.2006.10.034
5. Sekul EA, Lorenzo N. http://emedicine.medscape.com/article/1141848-overview#a5.
2015. Accessed on 30 September 2015.
6. Goldberg, T. Clinical Neuroanatomy. MedMaster: USA. 1989. P.20-22
7. Taylor CP. Mechanism of Action of Gabapentin. NCBI: US. 1997;153 Suppl 1:S39-
45.
18