case mola bab1 -bab5
DESCRIPTION
molahidatidosaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, jonjot-jonjot korion (chorionik
villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan.
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin (1 :
120) dibandingkan dengan negara - negara barat (1 : 2000). Penyakit ini banyak
diderita oleh wanita usia reproduksi sehat, sehingga tujuan penatalaksanaan penyakit
trofoblas gestasional adalah mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
reproduksi pasca penyakit trofoblas gestasional.
Wanita yang memiliki riwayat kehamilan mola juga memiliki angka
kekambuhan yang lebih tinggi. Mola hidatidosa dijumpai paling sering pada umur
reproduktif (15-45 tahun) dan pada multipara.
Wanita dengan riwayat abortus spontan akan beresiko lebih besar untuk
terkena mola komplit atau mola partial pada kehamilan berikutnya. Mola hidatidosa
akan berulang pada 0,5-2,6% pasien dengan kemungkinan berkembang menjadi mola
invasif atau choriocarcinoma.
1
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Definisi Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus
korialis langka vaskularisasi, dan edematous atau jonjot-jonjot korion (chorionik villi)
yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena ini disebut
juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang
jinak (benign). Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan
edematous itu hidup dan tumbuh terus. Trofoblast pada vilus kadang berproliferasi
ringan, kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon yaitu human chorionic
gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang besar dari kehamilan biasa.
1.2. Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin (1 :
120) dibandingkan dengan negara - negara barat (1 : 2000). Penyakit ini banyak
diderita oleh wanita usia reproduksi sehat, sehingga tujuan penatalaksanaan penyakit
trofoblas gestasional adalah mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
reproduksi pasca penyakit trofoblas gestasional.
Wanita yang memiliki riwayat kehamilan mola juga memiliki angka
kekambuhan yang lebih tinggi.
Mola hidatidosa dijumpai paling sering pada umur reproduktif (15-45 tahun)
dan pada multipara.
Wanita dengan riwayat abortus spontan akan beresiko lebih besar untuk
terkena mola komplit atau mola partial pada kehamilan berikutnya.
Mola hidatidosa akan berulang pada 0,5-2,6% pasien dengan kemungkinan
berkembang menjadi mola invasif atau choriocarcinoma.
Varian mola hidatidosa parsial baru diketahui pada 1997 oleh Vassikolas et al.
secara epidemiologis klonik mola hidatidoda parsialis tidak sejelas mola hidatidosa
2
komplit. Kita tidak mengetahui dengan tepat insidenny, faktor risikonya dan
bagaimana perkembangan penyakitnya. Yang telah diketahui adalah insidennya lebih
rendah dari mola komplit.
Banyak pakar yang berangggapan bahwa insidensi molaparsial lebih tinggi
dibandingkan dengan mola komplit. Alsannya adalah kehailan triploidi biasaanya
mati pada umur 8-9 minggu kemudian menjadi abortus spontan. Bila semua kasus
abortus spontan diperiksa PA sebagian diantaranya akan berupa kasus mola parsial.
1.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Walaupun penyakit ini sudah dikenal dari awal abad ke enam, tetapi sampai
sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah dianjurkan
misalnya teori infeksi, defisiensi makanan terutama protein. Kasus ini banyak
ditemukan pada pasien dengan sosial ekonomi yang rendah. Akhir – akhir ini
dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana
intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23
x (haploid) kromosom kemudian membelah menjadi 46 xx, sehingga mola hidatidosa
bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadang kadang terjadi pembuahan oleh
2 sperma sehingga terjadi 46 xx atay 46 xy.
Faktor risiko timbulnya mola adala asupan vitamin A dan lemak hewani yang
rendah, defisiensi protein, sosio ekonomi yang rendah, paritas yang tinggi. Oleh
karena itu pengetahuan tentang faktor risiko penting untuk menghindari terjadinya
mola hidatidosa, seperti tidak hamil pada usia ekstrim dan memperbaiki gizi.
1.4. Patogenesa
Penyakit neoplasia trofoblastik gestasional secara umumnya berasal dari
jaringan fetal dan bukannya jaringan dari tubuh ibu. Mola hidatidosa pula dikatakan
berasal dari trofoblas extra embrionik. Gangguan pada perkembangan inner mass cell
embrionik ketika proses differrensiasi dikatakan menjadi penyebab terjadinya mola
hidatidosa.
3
Banyak teori tentang patogenesa penyakit ini diantaranya :
Hertig et al menganggap bahwa pada mola hidatidosa terjadi insufisiensi
peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion)
sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim vili dan terbentuklah
kista-kista kecil yang makin lama makin besar samai akhirnya terbentukalah
gelembung mola sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili
yang edematous tadi.
Park beranggapan bahwa yang primer adalah adanya jaringan trofoblas yang
abnormal baik berupa hyperplasia, dysplasia maupun neoplasia. Bentuk yang
abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal. Keadaan ini menekan
pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan kematian embrio.
Teori sekarang yang di anut adalah teori sitogenik. Secara sitogenik umumnya
kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang
initinya tidak berfungsi dibuahi oleh sperma yang mengandug haploid 23 X, sehingga
terjadilah hasil konsepsi dengan kromosom 23 X, yang kemudian mengadakan
duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umunya MHK bersifat homozigot, wanita dan berasal
dari bapak (androgenetik). Jadi tidak ada unsur ibu sehingga disebut Diploid
Androgenik.
Ovum yang kosong ini bisa terjadi karena gangguan pada proses meosis yag
seharusnya 46 XX pecah menjadi haploid 23 X, terjadi peristiwa yang disebut
nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46 XX. Pada MHK ovum
inilah yang dibuahi. Gangguan proses meosisi ini antara lain teradi pada kelainan
structural kromosom berupa balance translocation.
MHK juga dapat terjadi oleh akibat pembuahan ovum ksosong oleh 2 sperma
sekaligus (dispermi).
1.5. Gejala dan Tanda
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak berbeda dengan kehamilan
biasa yaitu amenorea, mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat
keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat sehingga pada
4
umumnya besar uterus lebih besar dari usia kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang
uterusnya lebih kecil tau sama besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam
hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan
kemungkinan adanya jenis dying mole.
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan
inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini
biasanya terjadi pada bulan pertama sampai bulan ketujuh . Sifat perdarahan bisa
intermitten, sedikit-sedikit ataupun sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok
atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola hidatidosa masuk
kedalam keadaan anemia. Keluar jaringan mola yang seperti buah anggur yang
merupakan diagnosa pasti.
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan
preeclampsia (eklampsia) hanya perbedaanya adalah bahwa peeklampsia pada mola
terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir – akhir ini
banyak dipermasalahkan adalah tirotoksikosis. Maka, Martaadisoebrata
menganjurkan agar tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda – tanda tirotoksikosis
secara aktif seperti kita selalu mencari tanda tanda preeklampsia pada tiap kehamilan
baisa. Biasanya pasien meninggal karena krisis tiroid.
Penyulit lain yang mungkin terjadi adalah emboli sel trofoblas ke paru-paru.
Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru – paru
tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang jumlah sel
trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru – paru akut
yang bisa menyebabkan kematian.
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun
bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada
juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Dengan
pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,2%, tetapi bila menggunakan
USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein memiliki
risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari
daripada kasus-kasus tanpa kista.
5
1.6. Diagnosis
A. Anamnesis
1. Perdarahan pervaginam adalah gejala paling sering,biasanya terjadi pada
usia kehamilan 6-16 minggu.
2. Terdapat gejala hamil muda yang biasanya lebih nyata dari kehamilan
biasa.
3. Keluar jaringan mola seperti bauh anggur atau mata ikan (tidak selalu ada)
yang merupakan diagnosa pasti.
4. Perdarahn lebih sedikit atau banyak, tidak teratur berwarna merah
kecoklatan seperti bumbu rujak.
5. Kadang kala timbul gejala Preeklamsia.
B. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1. Mata dan terkadang badan terlihat kekuningan yang disebut muka mola
(mola face).
2. Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
b. Palpasi
1. Uterus membesar tidak sesuai tuanya kehamilan, uterus terasa lembek
2. Tidak terasa janin, tidak teraba bagian janin, ballotemen, dan gerakan
janin.
3. Adaanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkupulnya darah baru.
4. Fundus uteri lebih tinggi daripada usia kehamilan yang dihitung
berdasarkan haid terakir. Hal ini di jumpai pada 30% kasus.
c. Aukultasi
1. tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
2. terdengar bising
6
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Reaksi kehamilan: karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan uji
imunologik (Galli Mainini dan planotest) akan positif setelah pengenceran
(titrasi):
Galli Mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
Galli Mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil
kembar. Bahkan pada mola atau kariokarsinoma, uji bilogik atau imunologik
cairan serebrospinal dapat menjadi positif.
2. Pemeriksaan dalam: pastikan besarnya rahim rahim terasa lembek, tidak ada
bagian- bagian janin, serta evaluasi keadaan serviks.
3. Uji sonde: sonde (penduga rahim ) di masukkan pelan-pelan dan hati-hati ke
dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde
diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola
(cara Acosta-Sison).
4. USG pada kasus mola, menunjukkan gambaran yang khas yaitu berupa badai
salju (snow lake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb)
dan tidak terlihat janin.
5. Pada foto rontgen abdomen: tidak terlihat tulang-tulang janin.
1.7. Penanganan Mola Hidatidosa
Pengelolaan mola hidatidosa terdiri atas 4 tahap :
a. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk
memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti
preeclampsia atau tirotoksikosis.
b. Pengeluaran jaringan mola
Berhubung dengan kemungkinan mola menjadi ganas, maka terapi yang
terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah
anak yang cukup adalah histerektomi. Akan tetapi untuk pasien yang masih
menginginkan anak maka setelah diagnosis mola ditegakkan dilakukan tindakan
7
pengeluaran mola dengan kerokan isapan (suction curettage) disertai dengan
pemberian infus oksitosin IV. Setelah itu dilakukan kerokan dengan menggunakan
kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa konsepsi, kerokan perlu dilakukan dengan
hati-hati mengingat adanya bahaya perforasi.
Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya dilakukan kerokan ulang dengan kuret
tajam, agar ada kepastian bahwa uterus benar-benar telah kosong, dan untuk menilai
tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu
makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.
Sebelum mola dikeluarkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan rontgen paru-
paru untuk menentuakan ada atau tidaknya metastasis ke tempat itu. Setelah mola
dilahirkan data ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista teka-lutein.
Kista-kista ini yang tumbuh karena pengaruh hormonal kemudian mengecil sendiri.
Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola
invasi/koriokarsinoma.
c. Pemeriksaan lanjutan
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya keganasan setelah molahidatidosa.
Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Lama pengawasan
berkisar satu tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan pada periode ini pasien
diminta untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafagma atau oantang
berkala. Anjuran untuk semua penderita pascamola dilakukan kemoterapi untuk
mencegah timbulnya keganasan, belum dpat diterima oleh semua pihak.
Pada pengamatan lebih lanjut selain pemeriksaan terhadap kemungkinan
timbulnya metastasis sangat pentung untuk memerika kadar hormone
koriogonadotropin (hCG) secara berulang.
8
Pada kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG lekas turun menjadi
negative dan tetap tinggal negative. Pada awal masa pascamola dapat dilakukan tes
hamil biasa akan tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negative perlu dilakukan
pemeriksaan radio-immunoassay hCG dalam serum. Pemeriksaan yang peka ini dapat
menemukan hormone dalam kuantitas yang rendah.
Pemeriksaan kadar hCG diselenggarakan tiap minggu sampai kadar menjadi
negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Sampai kadar
hCG menjadi negatif. Pemeriksaan rontgen paru dilakukan tiap bulan. Selama
pemeriksaan hormone hCG pasien diberitahukan agar tidak hamil terlebih dahulu
hinga kadar hormone hCG normal selama 6 bulan. Pemberian pil kontrasesi
kombinasi berguna dalam 2 hal : 1). Mencegah kehamilan yang baru dan menekan
pembentukan LH oleh hipofise yang dapat mempengaruhi kadar hCG. Apabila kadar
hCG tidak turun dalam kurun waktu 3 mingu berturut-turutt atau alah naik dapat
diberi kemoterapi, kecuali jika penderita tidak menghendaki bahwa uterus
dipertahankan, dalam hal ini dilskuksn histerektomi.
Kemoterapi dapat dilakukan degngan pemberian methotrexate atau
Dactinomycin, atau kadang – kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya
cukup hanya member satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan
terus dilakukan sampai kadar hCG menjadi negatif selama 6 bulan. Indikasi
pemberian kemoterapi pascaevakuasi adalah :
1. Pola kadar hCG mengalami regrasi abnormal (peningkatan kadar hCG
> 10% atau kadar hCG menetap tiga kali dalam pemeriksaan dua
minggu).
2. Terjadi rebound hCG
3. Diagnosis histology koriokarsinoma
4. Terdapat metastasis
5. Kadar hCG tinggi (>20.000 mIU/ml selama lebih dari empat minggu
pascaevakuasi).
9
6. Kadar hCG meningkat menetap selama 6 bulan pascaevakuasi.
d. Sitostatika Profilaksis
Wanita dengan kelainan Gestasional Trophoblastic Desease dapat diobati baik
dengan agen tunggal atau multi-agen kemoterapi. Pengobatan yang digunakan didasarkan
pada FIGO 2000 sistem scoring untuk GTN dengan oenilaian sebagai berikut :
FIGO SCORING 0 1 2 4
Age (years) <40 >40 - -
Antecedent pregnancy Mola Aborti
on
Term
Interval months from end of
index pregnancy to treatment
<4 4-,<7 7-<13 >13
Pretreatment serum hCG (iu/I) <103 103-
<104
104-
<105
>105
Largest tumour size, including
uterus (cm)
<3 3- <5 >5 -
Site of metastases Lung Spleen
, kidney
Gastro
-
intestinal
Liver,
brain
Number of methastases - 1-2 5-8 >8
Previous failed chemotherapy - - Single
drug
2 or
more
drug
10
Perempuan dinilai sebelum kemoterapi menggunkan sistem scoring FIGO
2000. Wanita dengan skor ≤6 berisiko rendah dan dapat diberikan methotrexate
intramuscular agen tunggal bergantian setiap hari dengan Asanm folinic selama 1
minggu diikuti oleh 6 hari istirahat. Wanita dengan skor ≥7 berisiko tinggi dan
diperlakukan dengan IV kemoterapi multi-agen, yang mencakup kombinasi
methotrexate, dactynomycin, etoposid, vincristine dan siklofosfamid.pengobatan
dilanjutkan dala semua kasus sampai tingkat hCG kembali normal dan kemudian
untuk lebih anjut 6 minggu berturut-turut.
Pemberian methotrexate 3 x 5mg selama 5 hari pada kasus dengan ririk
keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi.
1.8. Diagnosa Banding
1. Kehamilan ganda
2. Hidramnion
3. Abortus
1.9. Komplikasi
1. Perdarahan yang hebat sampai syok.
2. Perdarahan berulang yang dapat menyebabkan anemia
3. Infeksi sekunder
4. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
5. Menjadi ganas pada 18-20 % kasus, akan menjadi mola dektruens atau
koriokarsinoma.
1.10. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah
jantung, atau tirotoksikosis. Di Negara maju kematian disebabkan oleh mola sudah
tidak ada lagi. Akan tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar
2,2% dan 5,7%. Sebagian mola akan sehat kembali setelah jaringan dikeluarkan
11
tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan
menjadi koriokarsinoma.
Hampir 20% mola hidatidosa komplit berlanjut menjadi keganasan sedangkan
mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang jarang berulang disertai tirotoksikosis atau
kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi.
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
12
Nama : Ny. EF
Usia : 27 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 111742
Alamat : Dhamasraya
Tanggal : 25 Agustus 2015
Nama Suami : Tn. B
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
2.2. Anamnesa
Keluhan Utama
Seorang pasien wanita umur 27 tahun datang ke poliklinik RSUD Solok pada
tanggal 25 Agustus 2015 pukul 21.40 WIB dengan keluhan utama keluar darah
melalui kemaluan sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar darah yang banyak dari kemaluan sejak 3 hari yang lalu.
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 3 hari yang lalu
Keluar jaringan seperti daging tidak ada
Keluar jaringan seperti mata ikan disangkal
BAK susah dan sedikit-sedikit sejak 3 hari yang lalu
Tidak haid sejak 2 bulan yang lalu.
HPHT : 12 Juni 2015 TP : 19 Maret 2016
Riwayat menstruasi : menarche pada usia 16 tahun, siklus haid teratur,
lamanya 5-6 hari, banyaknya 2-3 kali ganti duk perhari, nyeri haid
pada hari pertama datang bulan.
RHM : mual (+), muntah (+), perdarahan (+).
ANC : belum pernah kontrol sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
13
Riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi
sebelumnya tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan, menular
dan kejiwaan.
Riwayat Perkawinan, Kehamilan, Kontrasepsi, Imunisasi
Riwayat perkawinan : 1 kali tahun 2008
Riwayat kehamilan/ abortus/persalinan : 4/0/3
Riwayat kontrasepsi : KB Suntik 1 kali sebulan
Riwayat imunisasi lain :tidak ada
Psikososial
Pendidikan terakhir ibu : SMA
Pendidikan terakhir suami : SMA
Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan suami : Wiraswasta
Penghasilan rata-rata perbulan : 2.000.000 dirasa cukup.
Pasien merasa tidak ada masalah dalam melakukan kunjungan ke
rumah sakit.
Riwayat Pemeriksaan Laboratorium
Pasien belum pernah melakukan pemeriksaan laboratorium pada
kehamilan yang keempat ini.
Pemeriksaan urin dan kultur urin tidak pernah.
Golongan darah : pasien tidak tahu.
Pemeriksaan penapisan antibody, status rubella, status sifilis, pap
smear, uji HIV tidak ada.
Riwayat Kehamilan Resiko Tinggi.
Pasien tidak pernah menderita penyait lain dalam kehamilan.
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan saat ini.
14
Pasien tidak pernah mengalami kelainan plasenta sebelumnya.
Riwayat Nutrisi
Pasien mengaku tidak mengalami penambahan berat badan
sebelumnya.
Riwayat Lingkungan Tempat Tinggal
lingkungan tempat tinggal diakui pasien cukup bersih.
Pembuangan sampah di tong sampah belakang rumah.
Sumber air bersih : sumur dan diakui pasien cukup jernih.
Selokan disekitar rumah lancer dan tidak tersumbat
Riwayat Aktivitas
pasien tidak ada berolahraga selama kehamilan.
Riwayat bepergian jauh selama kehamilan tidak ada.
Riwayat Kebersihan Diri dan Koitus
Pasien mandi 2 kali sehari di sumur belakang rumah.
Gosok gigi selama hamil 1 kali sehari pada pagi hari.
BAB frekuensi 1 kali sehari, lancar.
BAK biasanya lancar
Frekuensi koitus 1-2 kali dalam seminggu.
Perdarahan setelah koitus tidak ada
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok selama kehailan tidak ada
Riwayat konsumsi alcohol selama hamil tidak ada.
Riwayat konsumsi kopi selama hamil jarang.
Riwayat penggunaan obat terlarang selama hamil tidak ada.
Riwayat Keluhan Medis
Riwayat kaki bengkak, tensi tinggi, dan mata kabur selama kehamilan
tidak ada.
Riwayat mual muntah selama kehamilan ada.
Riwayat nyeri berkemih sejak beberapa hari yang lalu
15
Riwayat konstipasi, nyeri punggung, varises, hemoroid, ngidam aneh-
aneh, air liur berlebih, nyeri kepala (-) dan keputihan (+).
Riwayat nyeri ulu hati selama kehamilan ada akibat gejala mual
muntah (+).
Riwayat kelelahan selama kehamilan ada akibat gejala muah muntah
(+).
2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang.
Kesadaran : compos mentis cooperative.
Tekanan darah :120/80 mmHg.
Heart Rate : 84 x/menit.
Respiration Rate : 20 x/menit.
Suhu : 36,7 0 C
Berat Badan : 50 Kg
Tinggi Badan : 155 cm
BMI : 60/(1,55)2 =20,8
Status gizi : baik
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, Kelenjer tiroid tidak membesar.
Thoraks
o Paru :
Inspeksi : gerakan normal simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan.
Perkusi : sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi: vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
o Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: bunyi jantung murni, bising teratur (-)
16
Abdomen : status obstetrikus
Genitalia : status obstetrikus
Ekstremitas : edema (-/-), refleks fisiologis (-/-), refleks patologis
(-/-).
Plano test : Positif
Status Obstetrikus
Muka : chloasma gravidarum (-), konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-)
Mammae : membesar, aereola dan papilla hiperpigmentasi, kolostrum (-)
Abdomen :
o Inspeksi : tak tampak membuncit
o Palpasi : tidak teraba bagian janin, TFU teraba anatara
simphisis pubis dan umbilicus
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia :
o Inspeksi : v/u tenang, PPV (+)
o Inspekulo :
Porsio ukuran normal, tampak licin, perdarahan aktif (+),
massa (-), peradangan (-).
o VT : Tidak dilakukan
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin : 12,35gr/dl
Hematokrit : 37,0 %
Leukosit : 11,67 x 103
17
Trombosit : 269 x 103
Pemeriksaan Serologi/Immunologi
T3 : 1,87ng/ml
TSH : <0,05mIU/ml
FT4 : 23,59pmol/L
USG: terdapat gambaran seperti badai salju (snow lake pattern)
2.5. Diagnosa
G4P3A0H3 gravid 11-12 minggu + Molahidatidosa + Hipertiroid
2.6. Rencana Penatalaksanaan
Sikap
Kontrol KU, VS, dan PPV
Cek laboratorium darah rutin.
Rencana curretage dan dipasang
Terapi
Pasang IVFD RL 500 CC 20 tetes/menit
Injeksi Ceftriaxon 2×1
18
Asam Mefenamat 3x500 mg (p.o)
FOLLOW UP
N
O.
Tanggal Keterangan
126 Agustus 2015 S/ Demam (-), PPV (+), mual (-), muntah (-), BAB
(+), BAK (+),
O/ KU : Sedang, Kesadaran : CMC, TD : 110/70
mmHg, HR: 82x/i, RR : 20x/I, T : 37,2 C
Mata : mata konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik
Abdomen:
o Inspeksi : perut tidak tampak membuncit,
linea mediana hiperpigmentasi, striae (+),
o Palpasi : tidak teraba bagian janin
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : bising usus (+)
Genitalia :
o Inspeksi : v/u tenang, PPV (+)
A/ G4P3A0H3 gravid 11-12 minggu + Molahidatidosa +
Hipertiroid
P/ Kontrol KU, VS, dan PPV
Informed consent
Dilakukan curretage dan hasil yang dikeluarkan
yaitu: - jaringan mola sebanyak 200 gr dan dikirim ke
labor PA
- hasil jaringan konsepsi ± 200 gr
Pasien dianjurkan kembali ke rumah sakit 10 hari
setelah kerokan pertama
19
Injeksi Ceftriaxon 2×1
1
0
27 Agustus 2015 S/ Demam (-), PPV (-), BAB (+), BAK (+),
O/ KU : Sedang, Kesadaran :CMC, TD: 120/80
mmHg, HR: 88x/i, RR: 20x/I, T : 37,1 C
Mata : mata konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik
Genitalia :
o Inspeksi : v/u tenang, PPV (-)
A/ P4A1H4 post curretage ai Molahidatidosa +
Hipertiroid
P/ Kontol KU, VS, PPV
Pasien diperbolehkan pulang dan kontrol ke poli
seminggu lagi untuk memastikan ada atau tidaknya sisa
jaringan, jika ada dilakukan kerokan kedua
Terapi
Amoxicilin 3 x 500 mg (p.o)
Asam mefenamat 3 x 500 mg (p.o)
SF tab 2x1 (p.o)
Vit C tab 1x1 (p.o)
Hasil Labor PA :
Makroskopik :Potongan-potongan jaringan hitam, 8×6×4 cm, Øhitam
tampaqk gelembung kecil
Mikroskopik :diantara perdarahan dan jaringan nekrotik yang vesikuler yang
mengalami degenerasi hidropik. Tampak pula jaringan desidua
graviditatis dan trofoblast yang berproliferasi sedang.
Diagnosa : MOLAHIDATIDOSA
20
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada laporan kasus diatas seorang wanita berusia 27 tahun datang dengan keluhan
utama keluar darah melalui kemaluan sejak 3 hari yang lalu di diagnosa G4P3A0H3
21
gravid 11-12 minggu + Molahidatidosa + Hipertiroid. Diagnosa ini ditegakkan
berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik obstetric dan pemeriksaan penunjang.
Teori Kasus
Anamnesis
Perdarahan pervaginam adalah
gejala paling sering,biasanya
terjadi pada usia kehamilan 6-16
minggu.
Terdapat gejala hamil muda
yang biasanya lebih nyata dari
kehamilan biasa.
Keluar jaringan mola seperti
bauh anggur atau mata ikan
(tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti.
Perdarahn lebih sedikit atau
banyak, tidak teratur berwarna
merah kecoklatan seperti bumbu
rujak.
Kadang kala timbul gejala
Preeklamsia.
Pada pasien ini pada anamnesa di dapat:
Keluar darah yang banyak
dari kemaluan sejak 3 hari
yang lalu pada usia
kehamilan 11-12 minggu
Nyeri pinggang menjalar ke
ari-ari sejak 3 hari yang lalu
Keluar jaringan seperti
daging tidak ada
Keluar jaringan seperti mata
ikan disangkal
RHM : mual dan muntah
yang dirasakan yang lebih
berat daripada kehamilan dan
perdarahan (+).
ANC : belum pernah kontrol
sebelumnya.
Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1. Mata dan terkadang badan
terlihat kekuningan yang
disebut muka mola (mola
Pada pasien ini:
Pada inspeksi tidak terdapat tanda
mola
Pada palpasi :
- tidak teraba bagian janin, TFU teraba
anatara simphisis pubis dan
22
face).
2. Kalau gelembung mola keluar
dapat dilihat jelas.
b. Palpasi
Uterus membesar tidak sesuai
tuanya kehamilan, uterus
terasa lembek
Tidak terasa janin, tidak teraba
bagian janin, ballotemen, dan
gerakan janin.
Adaanya fenomena
harmonika: darah dan
gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun, lalu naik
lagi karena terkupulnya darah
baru.
Fundus uteri lebih tinggi
daripada usia kehamilan yang
dihitung berdasarkan haid
terakir. Hal ini di jumpai pada
30% kasus.
c. Aukultasi
1. tidak terdengar bunyi
denyut jantung janin
2. terdengar bising
umbilicus
- ballotement (-)
Pada Auskultasi :
- belum terdengar djj
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada pasien:
23
1. Reaksi kehamilan: karena
kadar HCG yang tinggi maka
uji biologik dan uji imunologik
(Galli Mainini dan planotest)
akan positif setelah
pengenceran (titrasi
2. Pemeriksaan dalam: pastikan
besarnya rahim rahim terasa
lembek, tidak ada bagian-
bagian janin, serta evaluasi
keadaan serviks.
3. Uji sonde: sonde (penduga
rahim ) di masukkan pelan-
pelan dan hati-hati ke dalam
kanalis servikalis dan kavum
uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik
sedikit, bila tetap tidak ada
tahanan, kemungkinan mola
(cara Acosta-Sison).
4. USG pada kasus mola,
menunjukkan gambaran yang
khas yaitu berupa badai salju
(snow lake pattern) atau
gambaran seperti sarang lebah
(honey comb) dan tidak terlihat
janin.
5. Pada foto rontgen abdomen:
tidak terlihat tulang-tulang
janin.
- Kadar HCG tidak diperiksa
- USG : terdapat gambaran
badai salju
24
Dikarenakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
ini di terapi sesuai diagnosa. Pada pasien dilakukan kerokan atau curretage dan hasil
kerokan nya dikirim ke labor PA. Pada pasien tidak dilakukan histerektomi
BAB V
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, jonjot-jonjot korion (chorionik
villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Diagnosa
molahidatidosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
25
pemeriksaan penunjang. Perdarahan merupakan gejala utama mola. Keluar jaringan
mola yang seperti buah anggur yang merupakan diagnosa pasti. Gejala lain seperti
gejala kehamilan biasa namun gejala nya lebih berat atau lebih cepat. Molahidatidosa
dapat diterapi dengan curretage atau histerektomi. Selain itu pada molahidatidosa
dapat diberikan sitostatika profilaksis.Penanganan pada molahidatidosa harus
dilakukan secara tepat agar tidak terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sofian, Amru. 2011. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Saifuddin, A. 2006. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
26
Snell, Richard S. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC
Morgan, Geri; Hamilton, C. 2007. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktis Edisi
2.Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C; Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
11.Jakarta: EGC
27