cara mengatasi inflasi
DESCRIPTION
ddTRANSCRIPT
Cara Mengatasi Inflasi
Cara Mengatasi Inflasi
Inflasi dapat diatasi dengan melakukan hal hal sebagai berikut :1. Kebijakan moneter, meliputi: politik diskonto. Politik pasar terbuka, dan peningkatan kas ratio.2. Kebijakan fiskal, Meliputi : Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, dan menaikkan
pajak.
A . D e f i n i s i K e b i j a k a n F i s k a l
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk menge lo l a a t au menga rahkan pe rekonomian ke kond i s i yang l eb ih ba ik a t au yang diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Jadi,keb i j akan f i ska l mempunya i t u juan yang s ama pe r s i s dengan keb i j akan mone t e r .Perbedaannya terletak pada instrumen kebijakannya. Jika dalam kebijakan moneter p e m e r i n t a h m e n g e n d a l i k a n j u m l a h u a n g b e r e d a r , m a k a d a l a m k e b i j a k a n f i s k a l pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya. Penerimaan pemerintah be r a sa l da r i pa j ak ( tax) dengan no t a s i T , s emen ta r a un tuk penge lua ran pemer in t ah (goverment expenditure) notasinya G.
KEBIJAKAN MONETER
Kebijakan moneter identik dengan pengendalian inflasi dari sisi pengendalian jumlahuang beredar. Tetapi untuk mengendalikan tingkat inflasi tidak hanya mengandalkaninstrumen kebijakan moneter. Bank Indonesia bertanggungjawab dalam mengatur jumlah beredar untuk meredamtingkat inflasi
A . D e f i n i s i K e b i j a k a n M o n e t e r
Yang d imaksud dengan keb i j akan mone t e r ada l ah upaya mengenda l i kan a t au mengarahkan perekonornian makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) denganmenga tu r j umlah uang be reda r . Yang d imaksud dengan kond i s i l eb ih ba ik ada l ahmen ingka tnya ou tpu t ke se imbangan dan a t au t e rpe l i ha r anya s t ab i l i t a s ha rga ( i n f l a s i terkontrol). Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambaha t au mengurang i j umlah uang be reda r da l am upaya memper t ahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi.Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang beredar, maka pemerintahdikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif (monetary expansive). Sebaliknya jika jumlah uang beredar dikurangi, pemerintah menempuh kebijakan moneter kontraktif (monetary contractive). Istilah lain untuk kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakanuang ketat (tight money policy).
B. Instrumen Kebijakan Moneter
1 . O p e r a s i P a s a r T e r b u k a ( O P T ) Operasi pasar terbuka (openmarket operation) adalah pemerintah mengendalikan j umlah uang be reda r dengan ca r a men jua l a t au membe l i su r a t - su r a t be rha rga mi l i k pemerintah ( government securities). Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka pemerintah menjual surat-surat berharga (open market selling ). Dengan demikian uangyang ada dalam masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar berkurang.
Jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah membeli kembalisurat-surat berharga tersebut (open market buying ). Guna lebih mengefektifkan operasi pa sa r t e rbuka i n i , Bank Indones i a t e l ah mengembangkan kedua i n s t rumen t e r s ebu tdengan menambahkan f a s i l i t a sr epu rchase ag reemen t ( r e p o ) k e m a s i n g - m a s i n g instrumen, sehingga saat ini dikenal SBI repo dan SBPU repo.
2 . F a s i l i t a s D i s k o n t o ( Discount Rate) Tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang meminjam ke bank sentral. Dalam kondisi tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang, sehingga mereka harus meminjam kepada bank sentral.Kebu tuhan i n i dapa t d imanfaa tkan o l eh pemer in t ah un tuk mengurang i a t au menambah jumlah uang beredar. Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar,maka pemerintah menurunkan tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uangd a r i b a n k s e n t r a l m e n j a d i l e b i h b e s a r , s e h i n g g a j u m l a h u a n g b e r e d a r b e r t a m b a h . Seba l i knya b i l a i ng in menahan l a j u pe r t ambahan j umlah uang be reda r , pemer in t ah menaikkan bunga pinjarnan. Hal ini akan mengurangi keinginan bank-bank meminjamuang dari bank sentral, sehingga pertambahan jumlah uang beredar dapat ditekan.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement RatioPenetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar. Jikarasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebihkecil dibanding sebelumnya. Misalnya, jika rasio cadangan wajib mulanya hanya 10%,maka untuk setiap unit deposito yang diterima, perbankan dapat mengalirkan pinjamansebesar 90% dari deposito yang diterima perbankan. Dengan demikian angka multiplier uang dari sistem perbankan adalah 10. Jika pemerintah ingin menurunkan jumlah uang yang beredar, maka pemerintah menaikkan rasio cadangan wajib, dan sebaliknya.
4 . I m b a u a n M o r a l ( Moral Persuasion)D e n g a n i m b a u a n m o r a l , o t o r i t a s m o n e t e r m e n c o b a m e n g a r a h k a n a t a u mengendalikan jumlah uang beredar. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia dapat memberis a r an aga r pe rbankan be rha t i - ha t i dengan k r ed i t nya a t au memba ta s i ke ing inannya meminjam uang dan bank sentral.
Berikut adalah pihak-pihak yang diuntungkan dengan adanya inflasi:a. Para pengusaha, yang pada saat sebelum terjadinya inflasi, telah memiliki stock/persediaan produksi barang yang siap dijual dalam jumlah besar.b. Para pedagang, yang dengan terjadinya inflasi menggunakan kesempatan memainkan harga barang. Cara yang dipakai adalah dengan menaikkan harga, karena ingin mendapatkan laba/keuntungan yang besar.c. Para spekulan, yaitu orang-orang atau badan usaha yang mengadakan spekulasi, dengan cara menimbun barang sebanyak-banyaknya sebelum terjadinya inflasi dan menjualnya kembali pada saat inflasi terjadi, sehingga terjadinya kenaikan harga sangat menguntungkan mereka.d. Para peminjam, karena pinjaman telah diambil sebelum harga barang-barang naik, sehingga nilai riil-nya lebih tinggi daripada sesudah inflasi terjadi, tetapi peminjam membayar kembali tetap sesuai dengan perjanjian yang dibuat sebelum terjadi inflasi. Misalnya, para pengambil kredit KPR BTN sebelum inflasi yang mengakibatkan harga bahan bangunan dan rumah KPR BTN naik, sedangkan jumlah angsuran yang harus dibayar kepada BTN tetap tidak ikut dinaikkan.Sedangkan pihak-pihak yang dirugikan antar lain:a. Para konsumen, karena harus membayar lebih mahal, sehingga barang yang diperoleh lebih sedikit jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya inflasi.b. Mereka yang berpenghasilan tetap, karena dengan penghasilan tetap, naiknya harga barang-barang dan jasa, mengakibatkan jumlah barang-barang dan jasa yang dapat dibeli menjadi lebih sedikit, sehingga pendapatan nyata berkurang, sedangkan kenaikan penghasilan atau pendapatan pada saat terjadi inflasi sulit diharapkan.c. Para pemborong atau kontraktor, karena harus mengeluarkan tambahan biaya agar dapat menutup pengeluaran-pengeluaran yang diakibatkan terjadinya inflasi dan mengakibatkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh dari proyek yang dikerjakan.d. Para pemberi pinjaman/kreditor, karena nilai riil dari pinjaman yang telah diberikan menjadi lebih kecil sebagai akibat terjadinya inflasi. Misalnya, sebelum inflasi, pinjaman Rp 500.000,00 = 25 gram emas, sesudah inflasi = 20 gram emas.e. Para penabung, karena pada saat inflasi bunga yang diperoleh dari tabungan dirasakan lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan harga yang terjadi. Di samping itu akibat naiknya harga barang-barang dan jasa, nilai uang yang ditabung menjadi lebih rendah/turun, jika dibandingkan dengan sebelum terjadi inflasi.Namun pemerintah juga mempunyai cara-cara tertentu untuk mengatasi inflasi yang terjadi. Cara-cara tersebut antara lain:1. Kebijakan MoneterPolitik diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan
perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.Peningkatan cash ratio: Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.2. Kebijakan FiskalMengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak.3. Kebijakan Non MoneterMendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.Menekan tingkat upah.Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.Pemerintah melakukan distribusi secara langsung.Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang). Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.4. Kebijakan Sektor RiilPemerintah menstimulus bank untuk memberikan kredit lebih spesifik kepada UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Contohnya bank BRI mencanangkan tahun ini sebagai Microyear.Menekan arus barang impor dengan cara menaikkan pajak.Menstimulus masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri.Walaupun inflasi bisa berdampak positif maupun negatif terhadap perekonomian Indonesia, namun alangkah baiknya bila keadaan ekonomi di Indonesia tetap stabil. Sehingga tidak ada pihak yang mendapat keuntungan berlipat ganda, sedangkan pihak lain mengalami keterpurukan secara ekonomi. Hendaknya pencegahan inflasi secepatnya dilakukan sebelum terjadi inflasi yang berdampak buruk. Diperlukan keterampilan pemerintah dalam mengamati kondisi ekonomi yang terjadi saat ini. Ditambah dengan pola hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif. Tidak jarang hal tersebut mengakibatkan inflasi. Semoga kelak perekonomian Indonesia bisa lebih baik lagi dan tidak menimbulkan kesenjangan masyarakat.
Diposkan oleh Fathur Rozi di 06.55 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest Label: Ekonomi
Pengertian dan Cara Mengatasi Inflasi
Belajar Ekonomi
(Belajar Ekonomi). Pengertian Inflasi adalah tingkat kenaikan harga umum akibat terganggunya keseimbangan antara arus uang dan barang.
Inflasi (rimanews.com)
a. Jenis-jenis inflasi
Inflasi dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu tingkat keparahan, penyebab, dan asal.
Tingkat keparahan
Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dibagi menjadi empat, yaitu
inflasi ringan (di bawah 10% per tahun),
inflasi sedang (antara 10-30% pertahun),
inflasi berat (antara 30 -1 00% per tahun), dan
inflasi sangat berat atau hiperinflasi (di atas 100% per tahun).
b. Penyebab Inflasi
Inflasi ditinjau berdasarkan penyebabnya ada dua macam.
Demand pull Inflation adalah permintaan dari masyarakat yang terlalu besar tidak dapat dilayani oleh kapasitas produksi sehingga keseimbangan antara permintaan dan penawaran terganggu dan mengakibatkan harga-harga naik.
Cost push Inflation (kenaikan biaya produksi) adalah inflasi yang disebabkan karena kenaikan harga bahan baku atau kenaikan upah/gaji.
c. Asal Inflasi
Menurut asalnya, inflasi dibagi menjadi dua macam.
Imported inflation.lnflasi ini terjadi karena adanya inflasi di luar negeri yang mengakibatkan naiknya harga barang di dalam negeri. Hal ini banyak dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang yang sebagian besar produksinya menggunakan bahan dan alat dari luar negeri.
Defisit anggaran belanja negara yang terus-menerus.
Penyebab terjadinya inflasi, antara lain karena adanya hubungan ekspor impor antarnegara dan teori mengenai uang beredar. Akibatnya, dapat merugikan orang yang berpenghasilan tetap, harga barang-barang ekspor menjadi mahal, dan orang-orang segan untuk menabung karena nilai nyata uang merosot.
d. Teori-teori inflasi
Berikut macam-macam teori inflasi:
Teori kuantitas, menyatakan jika terjadinya inflasi karena jumlah uang yang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang.
Teori Keynes, menyatakan terjadinya inflasi karena adanya kelebihan permintaan dari masyarakat.
Teori strukturalis, menyatakan terjadinya inflasi karena adanya kekakuan struktur perekonomian terutama di negara-negara berkembang.
e. Cara mengatasi inflasi
Inflasi dapat diatasi dengan tiga kebijakan pemerintah, yaitu:
Kebijakan moneter: Adapun yang termasuk dalam kebijakan moneter, yaitu Politik diskonto, adalah politik bank sentral untuk memengaruhi peredaran uang dengan cara menaikkan dan menurunkan tingkat bunga; Politik pasar terbuka adalah dengan cara membeli dan menjual surat-surat berharga; Politik persediaan kas adalah politik bank sentral dengan cara menaikkan dan menurunkan persentase persediaan kas .
Kebijakan fiskal: Adapun yang termasuk dalam kebijakan fiskal adalah pengaturan pengeluaran pemerintah dan peningkatan tarif pajak.
Nonmoneter: Kebijakan ini dapat ditempuh dengan cara peningkatan produksi, kebijakan upah, dan pengawasan harga.
Mengatasi Inflasi di Indonesia Melalui Kebijakan Pemerintah
Salah satu cara mengatasi inflasi dengan kebijakan pemerintah yaitu melalui kebijakan fiskal dan/ kebijakan moneter. Cara ini dilakukan pemerintah agar tidak menyebabkan dampak inflasi seperti meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus (pengertian inflasi), menjadi tidak meluas. Karena inflasi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebaliknya, kebijakan yang diambil juga harus dapat mencegah penyebab inflasi maupun timbulnya deflasi.
Contoh kebijakan fiskal pemerintah, misalnya adalah menurunkan pungutan pajak secara dinamis, menaikkan insentif bagi dunia usaha yang melakukan perdagangan internasional, kebijakan ekspor-impor yang secara positif dapat menurunkan tingkat inflasi, kebijakan pembangunan infrastruktur yang tidak menekan dunia usaha, dll. Dampak positifnya, dapat meningkatkan gairah sektor-sektor industri yang pada akhirnya penyerapan tenaga kerja meningkat; bukan justru memperbanyak PHK dan pengangguran.
Sementara, kebijakan moneter dapat mendorong pertumbuhan perekonomian jika dapat mengatasi inflasi menjadi tidak lebih tinggi. Bank Indonesia umumnya mengandalkan jumlah uang yang beredar dan/ tingkat suku bunga dalam mengendalikan harga. Selain itu, Bank Indonesia juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik dan kurs rupiah terhadap mata uang asing, terutama dollar (USD).
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi negara, yang pada akhirnya memberikan manfaat positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Pentingnya pengendalian inflasi yang tinggi dan tidak stabil, dapat memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Sekali lagi, untuk mengatasi inflasi, pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan moneter, contohnya menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) sampai dengan suku bunga dasar kredit perbankan. Jadi, moment ini gue pergunakan untuk investasi deposito dan tidak mengambil kredit di bank, yup.
Cara Mengatasi Inflasi, Deflasi, dan, Pengangguran
Cara mengatasi inflasi:
1. pemerintah berusaha menekan inflasi serendah-rendahnya karena inflasi tidak dapat dihapuskan sama sekali.
2. Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga.
3. Kebijakan moneter dengan cara bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar sehingga akan terjadi perubahan jumlah uang yang beredar.
4. Memperkuat Politik diskonto (discount policy), yaitu politik bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikan dan menurunkan tingkat bunga.
5. Kebijakan Pasar Terbuka (open market policy) yaitu dengan jalam membeli atau menjual surat-surat berharga.
6. menentukan cash ratio yaitu angka perbandingan minimum antara uang tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan jumlah uang giral (cek.giro dan sebagainya) yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.
7. Menurunkan cadangan minimum sehingga jumlah uang yang beredar cenderung naik dan sebaliknya jika cadangan minimum dinaikan jumlah uang yang beredar cenderung turun.
Kebijakan fiskal
1. Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
2. Menaikan Tarif Pajak
3. Mengadakan Pimjaman Pemerintah
Kebijakan Non-Moneter
a) Menaikan Hasil Produksi
b) Kebijakan upah adalah tindakan menstabilkan upah dan gaji dengan cara gaji tidak sering dinaikan.
c) Pengaman harga dan distribusi barang
. Menghitung Laju Inflasi
1. GNP Deflator
GNP Deflator adalah rasio GNP (Gross National Product) nominal pada tahun tertentu terhadap GNP riil pada tahun tersebut.
2. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI)
3. Indeks Harga Produsen (IHP)
4. 4. Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
5. 5. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
6. 6. Indeks harga barang-barang modal
Cara Mengatasi Deflasi
1. menurunkan tingkat suku bunga.
2. memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis.
3. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian.
4. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai.
5. Kebijakan Moneter
a) Politik Diskonto
b) Kebijakan Pasar Terbuka
c) Politik Persediaan Kas (cash ratio policy)
d) Perubahan Cadangan Minimum
2. Kebijakan Fiskal
a) Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
b) Menurunkan Tarif Pajak
c) Mengadakan Pimjaman Pemerintah
3. Kebijakan Non-Moneter
b) Kebijakan Upah
a) Menurunkan Hasil Produksi
1. Memperluas kesempatan kerja
3. Meningkatkan kualitas kerja dari tenaga kerja yang ada, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan.
Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari
tempat dan sektor yang kelebihan ke tempat dan sektor
ekonomi yang kekurangan
isi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk meng
Segera mendirikan industri padat karya di wilayah
yang mengalami pengangguran.
mendirikan industri- industri baru, terutama yang bersifat padat karya
Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bida
ng industri untuk merangsang timbulnya investasi baru
seperti home industry
Menggalakkan pengembangan sektor informal,
Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap
tenaga kerja di sektor agraris dan sektor formal lainnya.
Pembukaan proyek-
Pemberian informasi cepat jika ada lowongan kerja
di sektor lain, dan
Melakukan pelatihan di bidang ketrampilan lain untuk
memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.
Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap
Meningkatkan daya beli masyarakat.
barang dan jasa, dan
1. Mendorong majunya pendidikan
2. Meningkatkan latihan kerja untuk memenuhi kebutuhan ketrampilan seperti tuntutan
industri modern
3. Meningkatkan dan mendorong kewiraswastaan
4. Mendorong terbukanya kesempatan usaha-usaha informal
5. Meningkatkan usaha transmigasi
6. Meningkatkan pembangunan dengan sistem padat karya
7. Mengintensifkan program keluarga berencana
8. Membuka kesempatan bekerja ke luar negeri
Diposkan 3rd February 2013 oleh Siti Hajar
.
Bagus_Pu
Jumat, 11 Januari 2013
TUGAS MAKALAH PEDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENGARUH BUDAYA TERHADAP INFLASI KELOMPOK SANDANG DI INDONESIA
TUGAS MAKALAH PEDIDIKAN KEWARGANEGARAANPENGARUH BUDAYA TERHADAP INFLASI KELOMPOK SANDANG DI INDONESIA
Evi trihidayati (047)Yuldhika bagus purbiatmoko(134)Muhamad nur aprianto(013)Linda setyo pratiwi(145)Priyasminingsih(046)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat TUHAN YME yang telah memberikan hidayahnya kepada kami sehingga
dapat menyelesaikan makalah dengan tema ”PENGARUH BUDAYA TERHADAP INFLASI
KELOMPOK SANDANG DI INDONESIA “, guna memenuhi tugas Pendidikan
kewarganegaraan. Dimana Inflasi berasal dari luar negeri (imported inflation) adalah inflasi yang
terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini biasa terjadi akibat biaya produksi
barang diluar negeri tinggi atau adanya kenaikan tariff impor barang.
Penularan inflasi dari luar negeri kedalam negeri bisa pula terjadi melalui kenaikan harga
barang-barang ekspor dan saluran-salurannya, hanya sedikit berbeda dengan penularan lewat
kenaikan harga barang-barang impor dan juga bisa disebabkan oleh warga negara indonesia
sendiri yang sanga menyukai barang import dari pada barang lokal di indonesia.
Dalam penyusunan makalah ini, tentunya kami mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
tidak lupa kami sampaikan ucapan terimakasih kepada pihak yang terkait dalam penyusunan
makalah diskusi ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah diskusi ini masih banyak kekurangan, baik
dari segi bahasa maupun yang lain, jauh dari sempurna. Untuk itu penulis memohon maaf.
Maka dari itu, demi sempurnanya makalah ini, penulis mohon kritik dan saran yang membangun
dari pembaca. Semoga makalah ini nanti dapat bermanfaat bagi siapa saja, khususnya bagi kami
sendiri.
Semarang,30 Desember 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3
Tema :
PENGARUH BUDAYA TERHADAP INFLASI KELOMPOK SANDANG DI INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 4
A. LatarBelakang.......................................................................................................................... 4
B. RumusanMasalah..................................................................................................................... 4
C. TujuanPenulisanMakalah......................................................................................................... 4
D. ManfaatPenulisanMakalah....................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 5
BAB III PENUTUPAN............................................................................................................ 11
A. Kesimpulan.............................................................................................................................. 11
B. Saran........................................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyaknya warga negara Indonesia yang lebih menyukai barang import dari pada barang
lokal, sehingga mengakibatkan barang-barang local kurang diminati, sehingga produsen barang
local mengalami persaingan dengan produsen barang import.
Jika keadaan ini terus berlangsung maka kelangsungan produsen barang local akan terancam
berhenti proses atau kegiatan produksinya.
Hal ini yang menyebabkan inflasi kelompok sandang di Indonesia mengalami peningkatan yang
tajam dan juga berpengaruh pada jiwa nasionalisme yang semakin memprihatinkan, seharusnya
sebagai warga negara yang baik harus dapat mencintai produk dalam negeri.
B. Tujuan
1) Untuk mengetahui tingkat inflasi kelompok sandang di Indonesia.
2) Untuk mengetahui cara menstabikan inflasi.
3) Untuk mengetahui pengertian pengaruh budaya terhadap infllasi di Indonesia.
4) Untuk mengetahui siapa yang dirugikan atas inflasi tersebut.
C. Rumusan Masalah
1) Pengertian inflasi
2) Penyebab inflasi
3) Mengapa warga Indonesia lebih suka barang import.
4) Bagaimana pengaruh inflasi terhadap ekonomi Indonesia.
5) Cara untuk mencegah inflasi. Atau menstabilkan
6) Siapa yang paling dirugikan terhadap inflasi.
7) Kapan inflasi akan naik dan turun.
D. Manfaat Makalah
Manfaat Penulisan Makalah
Makalah diskusi ini disusun dengan harapan memberikan manfaat bagi para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus - menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di
pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidak lancaran distribusi barang, dengan kata inflasi juga merupakan lain proses menurunnya
nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-
rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan
inflasi. Inflasi adalah indicator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses
kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah
inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat
sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua
yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat,
dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10%
setahun; inflasi sedang antara 10% — 30% setahun; berat antara 30% — 100% setahun; dan
hiper inflasi lebih dari 100%.
B. Penyebab Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas
/uang /alattukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi dan/ atau distribusi
(kurangnya produksi (product or service) dan / atau juga termasuk kurangnya distribusi. Untuk
sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran Negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral),
sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran Negara dalam kebijakan eksekutor
yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) sepertifiskal (perpajakan / pungutan
/ insentif / disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll. Sedangkan inflasi
kelompok sandang disebabkan oleh sebab yang pertama, yaitu tarikan permintaan terhadap
barang impor yang semakin melonjak tinggi.
Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total
yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi
permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat
tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan
bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan
terhadap factor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi,
inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang
bersangkutan dalam situasi fullemployment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan
volume likuiditas dipasar yang berlebihan.
C. Warga Indonesia lebih suka barang Impor
Warga Indonesia lebih suka memakai barang impor dikarenakan mereka lebih
mementingkan prestise (gengsi).
Tidak memungkiri juga bila warga Negara Indoesia menyukai barang impor dikarenakan
kebanyakan barang impor mengutamakan kualitas, terkadang model barang yang digunakan
berbagai kreasi menarik untuk konsumen.
Mereka dari pada memperhatikan inflasi akibat perbuatan mereka yang lebih memilih
brang import dari pada barang lokal di Negaranya sendiri dengan seperti itu maka secara
otomatis permintaan barang produk Negara sendiri akan mengalami penurunan dan itu sangat
menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga daya beli masyarakat rendah terhadap
barang sehingga hasil produksi banyak yang tidak sampai ke masyarakat akibatnya masyarakai
tidak bisa sejahtera.
Sebagian besar masyarakat yang memilih mengkonsumsi barang impor memiliki
alasan untuk dapat memberi kepuasan tersendiri bagi dirinya sekaligus sebagai status sosial yang
secara tidak langsung akan tersandang baginya jika mengkonsumsi barang-barang impor.
D. Pengaruh Inflasi terhadap perekonomian Indonesia
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara,
mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif,
kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, deficit neraca pembayaran, dan
merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Proses produksi dalam penggunaan faktor-faktor produksi menjadi tidak efesien pada saat
terjadi inflasi . Perubahan daya beli masyarakat yang berdampak terhadap struktur permintaan
masyarakat terhadap beberapa jenis barang.
Inflasi bias menyebabkan kenaikan produksi. Biasanya dalam keadaan inflasi kenaikan
harga barang akan mendahului kenaikan gaji, halini yang menguntungkan produsen bila laju
inflasi terlalu tinggi akan berakibat turunnya jumlah hasil produksi, dikarenakan nilai riil uang
akan turun dan masyarakat tidak senang memiliki uang tunai, akibatnya pertukaran dilakukan
antara barang dengan barang.
E. Cara menstabilkan Inflasi
Bila terjadi inflasi, Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan
inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada
tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam
artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral, termasuk
pemerintah. Sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen, salah
satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter
untuk mendorong perekonomian – justru akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga
sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban
mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah
mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat
ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh
Bank Indonesia.
Cara mengendalikan Inflasi:
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi
supaya dapat dicari jalan keluarnya. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi relative mudah, yaitu
dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kesadaran akan cinta tanah air dan produk dalam negeri, akan memberikan dampak
tersendiri bagi mereka yang masih mengkonsumi barang-barang impor.
Ada baiknya pengusaha dalam negeri meningkatkan kualitas serta kreatifitas produknya
sehingga dapat menarik minat masyarakat sekaligus dapat menyaingi pasar internasional.
F. Pihak yang dirugikan Inflasi
a. Para konsumen, karena harus membayar lebih mahal, sehingga barang yang diperoleh lebih
sedikit jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya inflasi.
b. Mereka yang berpenghasilan tetap, karena dengan penghasilan tetap, naiknya harga barang-
barang dan jasa, mengakibatkan jumlah barang-barang dan jasa yang dapat dibeli menjadi lebih
sedikit, sehingga pendapatan riil / nyata berkurang, sedangkan kenaikan penghasilan atau
pendapatan pada saat terjadi inflasi sulit diharapkan.
c. Para pemborong atau kontraktor, karena harus mengeluarkan tambahan biaya agar dapat
menutup pengeluaran-pengeluaran yang diakibatkan terjadinya inflasi dan mengakibatkan
berkurangnya keuntungan yang diperoleh dari proyek yang dikerjakan.
d. Para pemberi pinjaman / kreditor, karena nilai riil dari pinjaman yang telahdi berikan menjadi
lebih kecil sebagai akibat terjadinya inflasi. Misalnya, sebeluminflasi, pinjamanRp 500.000,00 =
25 gram emas, sesudahinflasi = 20 gram emas.
e. Para penabung, karena pada saat inflasi bunga yang diperoleh dari tabungan dirasakan lebih
kecil jika dibandingkan dengan kenaikan harga yang terjadi. Di samping itu akibat naiknya harga
barang-barang dan jasa, nilai uang yang ditabung menjadi lebih rendah / turun, jika dibandingkan
dengan sebelum terjadi inflasi.
G. Kapan Inflasi naik
Inflasi akan mengalami kenaikan apabila dijumpai hal-hal sebagai berikut:
1. harga barang pada umumnya akan naik terus-menerus
2. jumlah uang yang beredar melebihi kebutuhan
3. nilai uang mengalami penurunan
Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat rendah terhadap barang sehingga hasil
produksi banyak yang tidak sampai ke masyarakat akibatnya masyarakai tidak bisa sejahtera dan
tidak bagus buat ekonomi negara
H. Contoh nyata pada Inflasi Sandang
JAKARTA - Inflasi yang meningkat menjadi 0,16 persen terbesar dikarenakan kenaikan inflasi
sandang. Inflasi sandang pada Oktober 2012 menjadi sumber inflasi terbesar, dengan kisaran
0,94 persen.
"Kelompok sandang pada Oktober 2012 mengalami inflasi 0,94, atau terjadi kenaikan indeks
dari 141,19 pada september 2012 menjadi 142,52 pada Oktober 2012," ujar Kepala Badan Pusat
Statistik (BPS), Suryamin, di kantornya, Jakarta, Kamis (1/11/2012).
Data sub kelompok-sub kelompok ini, pada Oktober 2012 seluruhnya mengalami inflasi. Sub
kelompok sandang laki-laki 0,03 persen, subkelompok sandang wanita 0,06 persen, sandang
anak-anak 0,05 persen, sub kelompok barang pribadi, dan sandang lain 2,08 persen.
Kelompok ini pada Oktober secara keseluruhan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,08
persen. Komoditas yang dominan memberikan sumbangan terhadap inflasi nasional adalah emas
perhiasan 0,08 persen.
Inflasi terjadi adanya kenaikan harga yang ditunjukan oleh kenaikan indeks beberapa kelompok
pengeluaran, yaitu kelompok makanan jadi, minuman rokok dan tembakau 0,38 persen,
kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,42 persen.
Sementara kelompok sandang 0,94 persen, kelompok kesehatan 0,25 persen, dan kelompok
pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,21 persen. Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi,
yakni kelompok bahan makanan 0,43 persen dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan 0,02 persen. (mrt)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, dapat di simpulkan bahwa inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya
likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi,
Salah satu penyebab terjadinya inflasi yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas /
uang / alattukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi dan / atau distribusi
(kurangnya produksi (product or service) dan / atau juga termasuk kurangnya distribusi.
Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran Negara dalam kebijakan moneter
(Bank Sentral),
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara,
mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif,
kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidak stabilan ekonomi, deficit neraca pembayaran, dan
merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Proses produksi dalam penggunaan faktor-faktor produksi menjadi tidak efesien pada saat
terjadi inflasi . Perubahan daya beli masyarakat yang berdampak terhadap struktur permintaan
masyarakat terhadap beberapa jenis barang. Inflasi bias menyebabkan kenaikan produksi.
Cara mengendalikan Inflasi:
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi
supaya dapat dicari jalan keluarnya. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi relative mudah, yaitu
dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kesadaran akan cinta tanah air dan produk dalam negeri, akan memberikan dampak
tersendiri bagi mereka yang masih mengkonsumi barang-barang impor.
Ada baiknya pengusaha dalam negeri meningkatkan kualitas serta kreatifitas produknya
sehingga dapat menarik minat masyarakat sekaligus dapat menyaingi pasar internasional.
Salah satu contoh nyata inflasi di Indonesia JAKARTA - Inflasi yang meningkat menjadi
0,16 persen terbesar dikarenakan kenaikan inflasi sandang. Inflasi sandang pada Oktober 2012
menjadi sumber inflasi terbesar, dengan kisaran 0,94 persen.
B. Saran
Sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik harus dapat mengembangkan dan
mencintai produk dalam negeri sehingga tingkat inflasi akan berkurang. Sekaligus dengan kita
bersikap seperti itu dapat menambah penghasilan bagi negara Indonesia , dan untuk produsen
lokal , mulailah untuk tetap mengutamakan kualitas dan membuat inovasi - inovasi baru sehngga
dapat menarik konsumen.
INFLASI
PENYEBAB INFLASI
Dari uraian tentang jenis-jenis inflasi dapat diidentifikasikan faktor-faktor penyebab terjadinya inflasi sebagai berikut:
1.Naiknya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa
Ketika pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil(PNS), biasanya diikuti dengan kenaikan permintaan barang dan jasa. Bila kenaikan besarnya permintaan ini tidak diimbangi dengan penambahan volume barang dan jasa di pasar, maka hal ini akan berakibat pada naiknya harga barang dan jasa. Kenaikan gaji PNS ini pada dasarnya mengidikasikan adanya kenaikan jumlah uang yang beredar. Jenis inflasi ini disebut demand-pull inflation
2.Kenaikan biaya produksi
Pada waktu pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), maka harga barang-barang di pasar juga akan meningkat. Karena kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan
biaya produksi, akibatnya perusahaan juga menaikkan harga jual barang dan jasanya. Disini terjadi cost-push inflation.
3. Defisit anggaran belanja (APBN)
Defisit APBN yang ditutup dengan percetakan uang baru oleh Bank Indonesia, akan berakibat pada bertambahnya jumlah uang beredar, Dimana hal ini akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa.
4. Menurunnya nilai tukar rupiah
Menurunnya nilai tukar terhadap valuta asing, seperti US dollar, Yen, Deutche Mark, akan berdampak pada semakin mahalnya barang-barang produksi impor. Hal ini berakibat pada kenaikan biaya produksi.
DAMPAK INFLASI
1. Dampak Postitif Inflasi
Apabila inflasi yang terjadi ringan, akan mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
Meningkatkan pendapatan nasional Membuat orang bergairah untuk bekerja, Menabung dan mengadakan investasi. Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena
pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
2. Dampak Negatif Inflasi
Adapun dampak – dampak pada saat terjadi inflasi yang tak terkendali (hiperinflasi), antara lain:
Orang menjadi tidak bersemangat bekerja, menabung, mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Masyarakat enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Walaupun tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Dari berbagai dampak yang timbul tersebut muncul berbagai pihak yang di untungkan dan pihak yang di rugikan sebagai dampak adanya inflasi. Pihak-pihak tersebut antara lain:
Pihak Yang Diuntungkan:
a) Para pengusaha yang pada saat sebelum terjadinya inflasi, telah memiliki stock/persediaan produksi barang yang siap dijual dalam jumlah besar.
a.) Para pedagang yang dengan terjadinya inflasi menggunakan kesempatan memainkan harga barang. Cara yang dipakai adalah dengan menaikkan harga, karena ingin mendapatkan laba/keuntungan yang besar.
b.) Para spekulan yaitu orang-orang atau badan usaha yang mengadakan spekulasi, dengan cara menimbun barang sebanyak-banyaknya sebelum terjadinya inflasi dan menjualnya kembali pada saat inflasi terjadi, sehingga terjadinya kenaikan harga sangat menguntungkan mereka.
c.) Para peminjam karena pinjaman telah diambil sebelum harga barang-barang naik, sehingga nilai riil-nya lebih tinggi daripada sesudah inflasi terjadi, tetapi peminjam membayar kembali tetap sesuai dengan perjanjian yang dibuat sebelum terjadi inflasi.
Pihak Yang Dirugikan:
a.) Para konsumen, karena harus membayar lebih mahal, sehingga barang yang diperoleh lebih sedikit jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya inflasi.
b.) Mereka yang berpenghasilan tetap, karena dengan penghasilan tetap, naiknya harga barang-barang dan jasa, mengakibatkan jumlah barang-barang dan jasa yang dapat dibeli menjadi lebih sedikit, sehingga pendapatan riil/nyata berkurang, sedangkan kenaikan penghasilan atau pendapatan pada saat terjadi inflasi sulit diharapkan.
c.) Para pemborong atau kontraktor, karena harus mengeluarkan tambahan biaya agar dapat menutup pengeluaran-pengeluaran yang diakibatkan terjadinya inflasi dan mengakibatkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh dari proyek yang dikerjakan.
d.) Para pemberi pinjaman/kreditor, karena nilai riil dari pinjaman yang telah diberikan menjadi lebih kecil sebagai akibat terjadinya inflasi.
CARA MENGATASI INFLASI
Dalam menyikapi inflasi agar tidak berkepanjangan dan tidak berpengaruh yang besar terhadap kondisi perekonomian Indonesia, maka pemerintah melakukan berbagai kebijakan antara lain
a. Kebijakan Moneter.
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pada umumnya pendekatan moneter dipakai untuk mengatasi inflasi jangka pendek.
Kebijakan ini meliputi:
Politik diskonto dan bunga pinjaman: Dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, dapat dilakukan dengan cara menaikan suku bunga bank, hal ini diharapkan permintaan kredit akan berkurang.
Politik pasar terbuka: Bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.
Peningkatan cash ratio: Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit.
Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang). Sneering ini pernah dilakukan oleh BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00, pada saat itu inflasi mencapai 650%.
b. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan finansial pemerintah. Bentuk kebijakan ini antara lain:
Pengurangan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan.
Menaikkan pajak, akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
Mengadakan pinjaman pemerintah, misalnya pemerintah memotong gaji pegawai negeri 10% untuk ditabung, ini terjadi pada masa orde lama
c. Kebijakan Non- Moneter
Kebijakan Non-Moneter dapat dilakukan dengan cara menaikan hasil produksi, kebijakan upah dan pengawasan harga dan distribusi barang.
Menaikan hasil produksi, cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar.
Kebijakan upah, merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan meningkatkan
daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
Pengawasan harga dan distribusi barang, dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar.
Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan jumlah output dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Dengan bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung akan menurunkan harga.Kebijakan penentuan harga dan indexing ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.
d. Kebijakan Sektor Riil
Pemerintah menstimulus bank untuk memberikan kredit lebih spesifik kepada UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Contohnya bank BRI mencanangkan tahun ini sebagai Microyear.
Menekan arus barang impor dengan cara menaikkan pajak. Menstimulus masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri.
Upaya Mengatasi Inflasi di Indonesia
Upaya Mengatasi Inflasi di Indonesia Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro
Dosen Pengampu : S.L Triyaningsih, SE.MM
Janis Arifiantika (11210030)
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI
SURAKARTA
2011/ 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan ekonomi makro yang timbul di Indonesia adalah masalah
Inflasi. Inflasi bukan hanya terjdi di Indonesia tetapi juga terjadi di negara-negara maju maupun
berkembang.
Masalah Inflasi dipilih karena pernah terjadi di Indonesia. Untuk mengetahui tinggi
rendahnya Inflasi maka digunakan indeks harga. Menurut Indikator Ekonomi, BPS, Mei, tahun
1989, laju Inflasi di 17 kota di Indonesia yaitu pada tahun 1988 terlihat bahwa Inflasi tertinggi
terjadi di kota Ambon. Dibanding Negara-negara lain di dunia, Indonesia tidak terlalu buruk.
Untuk Negara-negara berkembang di Asia menunjukkan laju Inflasi di Indonesia paling baik,
sementara dibandingkan Negara-negara Asean keadaan Inflasi Indonesia paling jelek.
Inflasi di Indonesia perlu diperbaiki untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat
Indonesia. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi Inflasi yaitu dengan menekan laju
pertumbuhan jumlah uang yang beredar atau mengurangi jumlah uang yang beredar.
Dengan adanya masalah Inflasi yang di bahas dalam program studi Akuntansi, penulis
berharap dapat mendalami mata kuliah Ekonomi Makro sekaligus dapat memberikan
pengetahuan kepada pembaca tentang masalah-masalah Inflasi yang pernah terjadi di Indonesia.
Masalah Inflasi pernah dibahas dalam beberapa referensi yang ada. Namun penulis ingin
membahas lebih dalam mengenai masalah Inflasi yang pernah terjadi di Indonesia melalui
beberapa buku referensi yang ada.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Mengapa Inflasi terjadi di Indonesia?
2. Mengapa pemerintah menekan laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar dalam mengatasi
masalah Inflasi?
3. Mengapa pemerintah mengurangi jumlah uang yang beredar dalam mengatasi masalah Inflasi?
4. Bagaimana cara pemerintah dalam menerapkan penaggulangan Inflasi?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan penyebab Inflasi yang pernah terjadi di Indonsia.
2. Mendeskripsikan alasan pemerintah menekan laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar dalam
mengatasi masalah Inflasi.
1
3. Mendeskripsikan alasan pemerintah mengurangi jumlah uang yang beredar dalam mengatasi
masalah Inflasi.
4. Mendeskripsikan cara pemerintah dalam menerapkan penaggulangan Inflasi.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari tingkat harga untuk naik secara umum dan terus
menerus. Bukan hanya satu atau dua barang saja yang naik, melainkan harga dari sebagian besar
barang dan jasa, kenaikan bukan hanya satu kali saja tetapi secara terus menerus. Kenaikan
harga-harga seperti pada saat musiman, menjelang hari-hari besar atau yang terjadi sekali bukan
termasuk inflasi. Kenaika harga seperti ini tidak dianggap masalah dan tidak memerlukan
kebijaksanaan khusus untuk menanggulinya. (Boediono, 1998:155; M. Suparmoko 1991:187)
Tetapi ada suatu keadaan dimana adanya kenaikan harga yang tidak dicacat oleh Biro
Statistic, hal ini terjadi karena adanya harga-harga bebas atau tidak resmi yang harganya lebih
tinggi dari harga-harga resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Keadaan seperti ini disebut
suppressed inflation atau inflasi yang ditutupi, yang pada suatu saat akan terbukti karena ada
harga-harga resmi yang tidak sesuai dengan kenyataan. (Boediono, 1998:155)
B. Macam-macam Inflasi
1. Berdasarkan laju Inflasi
a. Inflasi ringan (kurang dari 10% per tahun)
b. Infasi sedang (antara 10-30% per tahun)
c. Inflasi berat (antara 30-100% per tahun)
d. Hiperinflasi (diatas 100% per tahun)
Pembedaan inflasi atas parah atau tidaknya berguna untuk mengetahui dampak dari
inflasi yang bersangkutan. Apabila inflasi ringan justru mempunyai dampak positif, dalam arti
dapat mendorong perekonomian untuk berkembang lebih baik yaitu:
a. Meningkatkan pendapatan nasional.
b.
3 Membuat orang menjadi semangat dalam bekerja.
c. Ada insentif untuk bekerja.
d. Menabung.
e. Mengadakan investasi.
Tetapi sebaliknya apabila terjadi hiperinflasi, keadaan perekonomian menjadi kacau balau.
Orang menjadi tidak bersemangat dalam bekerja, menabung, mengadakan investasi, maupun
produksi. Hal ini disebabkan harga meningkat sangat cepat, sedangkan para penerima
pendapatan tetap. Para penerima pendapatan seperti pegawai negeri dan swasta akan kewalahan
dalam mengimbangi kenaikan barang dan jasa, sehingga taraf hidup menjadi merosot. (M.
Suparmoko, 1991:188-189)
Demikian pula para pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Pada saat barang
akan siap untuk dijual, harga jual tersebut tidak dapat menutup biaya. Sehingga para pemilik
modal berspekulasi dengan membeli barang, kemudian menyimpannya, dan menjualnya pada
saat harga barang sudah lebih tinggi. Orang juga semakin enggan menabung dan digantikan
dengan Hoarding. Hoarding yaitu menyimpan dalam bentuk barang bukan uang. Hal ini sama
yang dilakukan oleh para investor, yaitu membeli, menyimpan, dan kemudian menjualnya pada
saat harga barang itu sudah naik. Para investor yang melakukan hal tersebut tidak akan rugi
dengan adanya inflasi. (M. Suparmoko, 1991:189)
2. Berdasarkan Penyebabnya
a. Inflsi Tarikan Permintaan (Demand Full Inflation)
Inflasi tarikan permintaan adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya tarikan permintaan
terhadap barang dan jasa. Biasanya inflasi ini timbul karena adanya pembelanjaan defisit atau
anggaran belanja pemerintah yang defisit (Defisit Financing). Anggaran belanja yang defisit
adalah anggaran belanja dimana pendapatan Negara lebih kecil daripada belanja Negara. Untuk
menutup defisit pemerintah mencetak uang. Dengan pencetakan uang itu maka akan terjadi
inflasi. (M. Suparmoko, 1991:193)
Ada penyabab lain terjadinya inflasi tarikan permintaan yaitu apabila permintaan
agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian atau dengan
menarik harga keatas untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan agregat. (M.
Suparmoko, 1991:193)
b. Inflasi Penawaran/ Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)
Inflasi penawaran atau sering disebut sebagai inflasi dorongan biaya. Inflasi Dorongan
Biaya (wage push inflation) adalah inflasi yang ditimbulkan karena desakan kenaikan biaya
produksi, terutana kenaikan biaya tenaga kerja atau upah buruh. (M. Suparmoko, 1991: 193)
Apabila kaum buruh bersatu untuk menuntut kenaikan gaji atau upah, dan perusahaan
mengabulkannya, maka gaji akan naik. Tetapi perusahaan tidak mau rugi, tentu perusahaan akan
mencari sumber dana untuk menutup biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. Cara yang baik dan
masuk akal adalah dengan menaikkan harga jual. (M. Suparmoko, 1991: 193)
c. Inflasi Spiral (Spiral Inflation)
Inflasi ini sama dengan Inflasi Penawaran. Dengan adanya kenaikan harga maka para
buruh akan merasakaanya dan mereka akan menuntut kenaikan gaji lagi. Apabila permintaan
tersebut dikabulkan oleh perusahaan harga akan naik lagi dan begitu seterusnya. Dengan adanya
hal tersebut akan terjadi Inflasi Spiral. (M. Suparmoko, 1991: 193)
3. Berdasarkan asalnya
a. Inflasi Yang Berasal Dari Dalam Negeri
Hal ini timbul karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan yang
baru. (Boediono, 1998:158)
b. Inflasi Yang Berasal Dari Luar Negeri
Inflasi yang timbul Karena kenaikan harga-harga di luar negeri/ di negara-negara
langganan berdagang Negara kita. (Boediono, 1998:158)
Penularan inflasi dari luar ataupun dari dalam mudah terjadi pada Negara-negara yang
perekonimiannya terbuka seperti Indonesia, korea, Taiwan, Singapura, Malaysia dsb). Namun
seberapa parah inflasi yang ditularkan tergantung pada kebijaksanaan pemerintah yang di ambil.
Dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan moneter dan perpajakan tertentu pemerintah dapat
mengendalikan kecenderungan inflasi yang berasal dari luar negeri. (Boediono, 1998:158)
Inflasi yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri bisa melalui barang yang
diimpor maupun diekspor. Kenaikan harga dari luar negeri ke dalam negeri melalui kenaikan
harga barang-barang ekspor :
1. Bila harga barang ekspor naik, maka indeks biaya hidup akan naik pula sebab barang-barang ini
langsung masuk daftar barang-barang yang tercakup dalam indeks harga.
2. Bila harga barang naik, ongkos produksi akan naik dan kemudian harga jualnya akan naik pula.
3. Kenaikan harga barang-barang ekspor naik maka penghasilan eksportir akan naik
4. Kenaikan harga dari luar negeri ke dalam negeri melalui kenaikan harga barang-barang impor
5. Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup
didalamnya berasal dari impor.
6. Sara tidak angsung menaikkan biaya produksi karena bahan mentah dan mesin yang diimpor.
7. Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan dalam negeri karena kenaikan harga barang-
barang impor mengakibatkan kenaikan pngeluaran pemeritah/ swasta. (Boediono, 1998:158-159)
C. Timbulnya Inflasi
Salah satu penyebab timbulnya inflasi adalah pemerintah mencetak uang terlalu banyak.
Alasan pemerintah mencetak uang terlalu banyak karena pemerintah membutuhkan uang untuk
operasi keamanan, adanya pertarungan politik diantara golongan-golongan politik didalam
negeri. Untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya inflasi, merumuskannya kemudian
melaksanakan kebijaksanaan untuk menaggulanginya yaitu dengan mempertimbangkan
beberapa teori :
1. Teori Kuantitas
Teori kuantitas mengenai inflasi mengatakan bahwa penebab utama dari inflasi adalah
pertambahan jumlah uang yang beredar dan “psikologi” masyarakata mengenai harga- harga
dimasa mendatang. Tambahan jumlah uang yang beredar sebesar x% bisa menumbuhkan inflasi
kurang dari x%, sama dengan x% atau lebih besar dari x%, tergantung kepada apakah
masyarakat tidak mengharapkan harga naik lagi, akan naik tidak lebih buruk daripada sekarang
atau masa-masa lampau, atau akan naik lebih cepat dari sekarang atau masa-masa lampau.
(Boediono, 1998:169)
2. Teori Keynes
Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar batas
kemampuan ekonomisnya. Teori menyoroti bagaimana perebutan rezeki antara golongan-
golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah
barang yang tersedia. Selama infantionary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi
berkelanjutan. Teori ini menarik karena menyoroti peranan system distribusi pendapatan dalam
proses inflasi dan menyarankan hubungan antara inflasi dan factor-faktor non-ekonomis.
(Boediono, 1998:159)
3. Teori Strukturalis
Teori strukturalis adalah tori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi
yang berasal dari kekuatan struktur ekonomi, khususnya kebutuhan bahan makanan dan barang
ekspor. Karena sebab-sebab structural pertambahan produksi barang-barang ini terlau lambat
dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan bahan makanan dan
kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya, adalah kenaikan harga-harga lain, sehingga terjadi inflasi.
Inflasi semacam ini tidak dapat teratasi hanya dengan cara yang biasa , tetapi harus dengan
pembangunan sektor bahan makanan dan ekspor. (Boediono, 1998:159)
D. Dampak Inflasi
1. Dampak terhadap distribusi pendapatan dan kekayaan
Distribusional utama dari inflasi berasal dari perbedaan bentuk aktiva dan kewajiban
yang dimiliki oleh masyarakat. Pada saat terjadi inflasi maka suku bunga bank akan ikut naik dan
hal ini akan berdamapak pada pendapatan bunga masyarakat. Hal ini akan merugikan bank
karena nilai uang waktu sebelum inflasi dan setelah inflasi akan berbeda. Hal ini harus
diantisipasi oleh bank sebelum terjad inflasi dan segera melakukan penyesuaian yaitu dengan
memperkirakan. Misalnya suku bunga 3%, apabila diperkirakan harga-harga meningkat 9% per
tahun maka suku bunga akan menjadi 12%. (Samuelson, Paul A, dan William D. Dord Baus,
1995: 314-315)
2. Pengaruh pada output dan efisiensi ekonomi
a. Dampak Pada Perekonomian Secara Makro
Pengaruh pertama adalah terhadap tingkat output keseluruhan. Inflasi yang tinggi
biasanya berjalan seiring dengan kesempatan kerja output yang tinggi pula. Peningkatan inflasi
muncul pada saat terjadi investasi yang sangat cepat, dan pekerjaan berlimpah. Inflasi dapat
berhubungan dengan output dan kesempatan kerja yang tinggi ataupun yang rendah. (Samuelson,
Paul A, dan William D. Dord Baus, 1995: 315)
b. Dampak Pada Perekonomian Secara Mikro
Dampak secara mikro yaitu terhadap efisiensi ekonomi. Semakin tinggi laju inflasi,
semakin tingg pula distorsi terhadap harga-harga relative. Distorsi terjadi pada saat harga-harga
keluar dari garis relative terhadap biaya dan pemintaan. (Samuelson, Paul A, dan William D.
Dord Baus, 1995: 315-316)
E. Cara Penaggulangan Inflasi
1. Menekan laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar
Dengan pendekatan gradual kebijakan yang ditempuh adalah dengan sedikit pengurangan
laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar. Tindakan ini akan mengurangi laju peningkatan
harga, tetapi juga akan menambah tingkat pengangguran. (M. Suparmoko, 1991: 199)
2. Mengurangi jumlah uang yang beredar
Cara penaggulangan inflasi yang kedua yaitu dengan pendekatan secara drastic dengan
mengurangi jumlah uang yang beredar. Pengambil kebijakan berusaha menghilangkan inflasi
secara cepat. Dengan mengurangi jumlah uang yang beredar akan menciptakan suatu resesi yang
hebat dan inflasi akan menurun sedikit saja. Hal ini terjadi karena penurunan kesempatan kerja
yang drastic yang membarengi turunnya laju inflasi, justru akan menyebabkan tingkat upah
meningkat. Dengan bertambahnya tingkat pengangguran, maka upah untuk golongan pekerja
yang memiliki keahlian khusus akan semakin tinggi harganya. (M. Suparmoko, 1991: 199)
Pedekatan ini akan mendorong turunnya tingkat inflasi sehinga jumlah produksi nasional
dan tingkat kesempatan tingkat kerja menjadi pulih pada tingkat kesempatan kerja penuh. (M.
Suparmoko, 1991: 199)
3. Kebijakan penghasilan (income policy)
Kebijakan penghasilan adalah kebijakan yang mencoba megurangi kenaikan tingkat upah
secara epat. Penekanan tingkat upah secara cepat baik dengan perundang-undangan atau dengan
himbauan (persuasion). Misalnya pemerintah dapat mengadakan pengawasan upah dan
pengawasan harga (wage and price control), atau pemerintah dapat menghimbau para pimpinan
organisasi buruh tersebut. Hanya saja ada bahayanya, apabila kebijakan itu dilaksanakan terlalu
lama, sehingga akan terjadi suatu alokasi yang salah dari factor-fktor produksi. (M. Suparmoko,
1991: 200)
4. Kebijakan Insenif Perpajakan (Tax Incentive Plan)
Pemerintah akan mengenakan pajak tambahan terhadap perusahaan-perusahaan yang
menaikkan tingkat upah, dan justru mengurangi pajak terhadap perusahaan yang tidak
melakukan kenaikan tingkat upah. Cara ini dapat diterima oleh Negara-negara maju, tetapi untuk
Negara berkembang belum bisa melakukannya. Hal ini disebabkan tingkat upah di negara-negara
berkembang masih sangat rendah dan sangat tertinggal dengan kenaikan harga barang. (M.
Suparmoko, 1991: 200)
Untuk berhasilnya kebijakan penghasilan dan insentif perpajakan guna menaggulangi
inflasi, sebaiknya harus ditempuh pula dengan kebijakan yamg menekan permintaan agregat.
Sebagai contoh pada tahun 1968 telah ditempuh kebijakan pengehamatan melalui anggaran
belanja pemerintah, hanya pengeluaran-pengeluaran yang perlu saja yang boleh dilaksanakan.
Dengan cara ini kebutuhan uang tunai untuk transaksi akan berkurang dan akan membantu
menekan kenaikan harga pada umumnya. (M. Suparmoko,1991: 200)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inflasi adalah kecenderungan dari tingkat harga untuk naik secara umum dan terus
menerus. Bukan hanya satu atau dua barang saja yang naik, melainkan harga dari sebagian besar
barang dan jasa, kenaikan bukan hanya satu kali saja tetapi secara terus menerus.
Inflasi dibagi menjadi beberapa macam yaitu berdasarkan laju Inflasi (inflasi ringan,
inflasi sedang, inflasi berat, dan hiperinflasi), berdasarkan penyebabnya (inflasi permintaan dan
inflasi penawaran), berdasarkan asalnya (inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang
berasal dari luar negeri).
Untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya inflasi, merumuskan inflasi kemudian
melaksanakan kebijaksanaan untuk menaggulangi inflasi yaitu dengan mempertimbangkan
beberapa teori yaitu teori kuantitas, teori keynes, teori strukturalis.
Inflasi berdampak pada perekonomian. Dampak yang pertama, yaitu dampak terhadap
distribusi pendapatan dan kekayaan. Dampak yang kedua yaitu pengaruh pada output dan
efisiensi ekonomi, meliputi dampak perekonomian secara makro maupun dampak pada
perekonomian secara mikro.
Untuk menanggulangi inflasi ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh pemerintah
yaitu dengan menekan laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar, mengurangi jumlah uang
yang beredar, kebijakan penghasilan (income policy), dan kebijakan insenif perpajakan (tax
incentive plan).
B.
12 Saran
Inflasi yang paling mungkin terjadi di Indonesia adalah inflasi yang berasal dari luar
negeri. Hal ini disebabkan Indonesia banyak mengimpor barang dan jasa dari luar negeri. Dalam
menangani laju inflasi pemerintah seharusnya menetapkan kebijaksanaan fiskal dan
kebijaksanaan moneterDengan begitu laju pertumbuhan inflasi di Indonesia dapat dikendalikan.
DAFTAR PUSTAKA Boediono, 1998, Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta.
M. Suparmoko, 1991, Pengantar Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta.
Samuelson, Paul A, dan William D. Dord Baus, 1995, Makro Ekonomi, Erlangga, Jakarta.
11
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inflasi
1. Kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan secara terus-menerus. (Boediono, 1985: 161)
2. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus selama periode tertentu. (Nopirin, 1990: 25)
3. Suatu keadaan dimana terjadi senantiasa turunnya nilai uang. (Mannullang, 1993: 83)4. Inflasi terjadi apabila tingkat harga-harga dan biaya-biaya umum naik, harga beras, bahan bakar,
harga mobil naik, tingkat upah, harga tanah, dan semua barang-barang modal naik. (Samuelson dan Nordhaus, 1993: 293)
Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala kenaikan harga barang yang bersifat
umum dan terus-menerus. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus yang
bersumber dari terganggunya keseimbangan antara arus uang dan barang. Dari pengertian ini,
inflasi mempunyai penjelasan bahwa inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi
kenaikan harga barang yang terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya
di suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia. Kenaikan harga ini
berlangsung secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi lagi harga barang tersebut jika
tidak ditemukannya solusi pemecahan penyimpangan – penyimpangan yang menyebabkan
terjadinya inflasi tersebut.
Perlu diingat bahwa kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi.
B. Penggolongan Inflasi
1. Berdasarkan Parah Tidaknya Inflasi
Inflasi Ringan (Di bawah 10% setahun)
Inflasi Sedang
Inflasi Berat ( antara 50-100% setahun)
Hiper Inflasi (di atas 100% setahun)
Laju inflasi dapat berbeda antar asatu Negara dengan Negara lainnya atau dalam satu Negara
dalam waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi maka Inflasi dapat di bagi ke dalam
tiga kategori yaitu :
-Inflasi merayap (creeping Inflation)
Di tandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun). Kenaikan harga berjalan
secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama.
-Inflasi Menengah (galloping Inflation)
Ditandai dengan laju inflasi yang cukup besar dalam waktu yang relatif pendek serta
mempunyai sifat akselerasi (harga dalam waktu mingguan atau bulanan) efeknya terhadap
perekonomian lebih besar daripada inflasi yang merayap (creeping inflation)
-Inflasi tinggi (Hyper inflation)
Merupakan inflasi yang paling parah akibatnya harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali lipat.
Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang sebab nilai uang merosot dengan
tajam sehingga perputaran uang semakin cepat dan harga naik secara akselerasi. Biasanya
keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja yang dibelanjakan
dan ditutupi dengan mencetak uang.
2. Berdasar Sebab musabab awal dari Inflasi
Demand Inflation, karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat
Cost Inflation, karena kenaikan biaya produksi
a. Inflasi permintaan (Demand Inflasi) yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai
barang bertambah terlalu kuat akibat tingkat harga umum naik (misalnya karena bertambahnya
pengeluaran perusahaan).
b. Inflasi biaya (cost-Push inflation)
Inflasi jenis ini timbul karena kenaikan ongkos produksi. Inflasi ini dikenal dengan istilah cost-
push inflation atau supply inflation. Untuk lebih jelasnya simak baik-baik kurva di atas. Apabila
ongkos produksi ini misalnya disebabkan kenaikan harga alat-alat produksi yang didatangkan
dari luar negeri atau kenaikan bahan mentah maupun bahan baku.
c. inflasi campuran
Kedua mmacam inflasi yang telah dijelaskan di atas jarang sekali di jumpai dalam praktik
sehari-hari. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara merupakan campuran dari
kedua macam inflasi tersebut. Inflasi campuran merupakan campuran antara inflasi permintaan
(demand-pull inflation) dan inflasi biaya (cost-push inflation).
2. Berdasar asal dari inflasi
Domestic Inflation, Inflasi yang berasal dari dalam negeri
Domestic Inflation (inflasi domestik) adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestik).
Kenaikan harga disebabkan karena adanya perilaku masyarakat maupun perilaku pemerintah
dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan. Kenaikan harga-harga tejadi secara absolut yang
berdampak terjadinya inflasi atau semakin meningkatnya angka (laju) inflasi.
Imported Inflation, Inflasi yang berasal dari luar negeri
Imported Inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan
harga dari luar negeri. Kenaikan harga di dalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan
harga dari luar negeri terutama barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang
masih belum dapat diproduksi di dalam negeri. Kenaikan Indeks Harga Luar Negeri (IHLN)
akan mengakibatkan kenaikan pada Indeks Harga Umum (IHU) dan Indeks Harga Dalam Negeri
(IHDN) yang secara otomatis ikut mempengaruhi laju pertumbuhan inflasi di dalam negeri.
C. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Inflasi
1. Jumlah uang beredar
Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar adalah faktor utama yang di
tuding sebagai penyebab timbulnya inflasi di setiap Negara berkembang, tidak terkecuali di
Indonesia. Di Indonesia jumlah uang beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep
narrow money (MI). Hal ini terjadi karena masih adanya tanggapan, bahwa uang dikuasai hanya
merupakan bagian dari likuiditasi perbankan. Sejak tahun 1976 presentase uang kuartal yang
beredar (48,7%) lebih kecil daripada presentase jumlah uang giral yang beredar
(51,3%).sehingga mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi di sektor moneter
Indonesia juga mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses pengendalian jumlah uang
beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya moneterisasi dalam kegiatan perekonomian
subsisten, akibatnya memberikan kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Menurut data yang
dihimpun dalam Laporan Bank Dunia menunjukan laju pertumbuhan rata-rata jumlah uang
beredar di Indonesia pada periode tahun 1980-1992 relatif tinggi jika dibandingkan dengan
Negara-negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina).kenaikan jumlah uang beredar di Indonesia
pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an lebih disebabkan oleh pertumbuhan kredit
likuiditas dan defisit anggaran belanja pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakan efek
langsung dari kebijakan Bank Indonesia dalam sector keuangan (terutama dalam hal penurunan
reserve requirement)
2. Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
Seperti halnya yang umum terjadi pada Negara berkembang, anggaran belanja pemerintah
Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran
berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak sekali disebabkan oleh hal-hal yang
menyangkut keterangan struktural ekonomi Indonesia, yang acap kali menimbulkan kesenjangan
antara kemauan dan kemampuan untuk membangun. Selama pemerintahan Orde lama defisit
anggaran belanja ini acapkali di biaya dari dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan
uang baru, mengingat orientasi kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang inward looking
policy, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat, tetapi sejak era Orde Baru, defisit
anggaran belanja ini di tutup dengan pinjaman luar negeri yang nampaknya relatif aman terhadap
tekanan inflasi.
Dalam era pemerintahan Orde baru, kebutuhan terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi
yang telah dicanangkan sejak Pembangunan Jangka Panjang, menyebabkan kebutuhan dana
untuk melakukan pembangunan sangat besar. Dengan mengingat bahwa potensi mobilisasi dana
pembangunan dari masyarakat (baik dari sektor tabungan masyarakat maupun pendapatan pajak)
di dalam negeri pada saat itu yang sangat terbatas (belum berkembang), juga kemampuan sector
swasta yang terbatas dalam melakukan pembangunan, menyebabkan pemerintah harus berperan
sebagai motor pembangunan. Hal ini menyebabkan pos pengeluaran APBN menjadi lebih besar
daripada penerimaan rutin. Artinya, peran pengeluaran pemerintah dalam investasi tidak dapat di
imbangi dengan penerimaan, sehingga menimbulkan kesenjangan antara pengeluaran dan
penerimaan Negara, atau dapat dikatakan telah defisit struktural dalam keuangan Negara.
Pada saat terjadinya oil booming, era tahun 70-an, pendapatan pemerintah di sector migas
meningkat pesat, sehingga jumlah uang primer pun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan
kemampuan pemerintah untuk berekspansi investasi di dalam negeri semakin meningkat.
Dengan kondisi tingkat pertumbuhan produksi domestic yang relatif lebih lamban akibat
kapasitas produksi nasional yang masih berada dalam keadaan under-employment, peningkatan
permintaan (investasi) pemerintah menyebabkan terjadi relokasi sumberdaya dari masyarakat ke
pemerintah, seperti yang terkonsep dalam analisis Keynes tentang inflasi. Hal inilah yang
menyebabkan timbulnya tekanan inflasi. Tetapi, sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke
komoditi non migas, sejalan dengan merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak
1982), menyebabkan kemampuan pemerinntah untuk membiayai pembangunan nasional
semakin berkurang pula, sehingga pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya
sebagai penggerak (motor) pembangunan. Dengan kondisi seperti ini, menyebabkan secara
bertahap peran sebagai penggerak utama pembangunan nasional, dengan demikian sumber
tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah ke non pemerintah (swasta). Tekanan inflasi pada
periode ini lebih di sebabkan oleh meningkatnya tingkat agresifitas sektor swasta dalam
melakukan ekspansi usaha, yang didukung oleh perkembangan sektor perbankan yang semakin
ekspansif pula. Dengan kondisi sumberdaya modal domestic yang masih saja relatif terbatas,
maka pinjaman luar negeri yang sifatnya komersial maupun non komersial pun semakin
meningkat. Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena kemampuan swasta nasional dalam
pembangunan infrastruktur ekonomi masih sangat terbatas.
Penyebab Inflasi, dapat dibagi menjadi :
1. Demand Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan permintaan agregat yang
melebihi kenaikan penawaran agregat
2. Supply Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan penawaran agregat yang
melebihi permintaan agregat
3. Demand Supply Inflation, yaiti inflasi yang disebabkan oleh kombinasi antara
kenaikan permintaan agregat yang kemudian diikuti oleh kenaikan penawaran agregat,sehingga
harga menjadi meningkat lebih tinggi
4. Supressed Inflation atau Inflasi yang ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada suatu
waktu akan timbul dan menunjukkan dirinya karena harga-harga resmi semakin tidak relevan
dalam kenyataan.
D. Efek Yang Ditimbulkan Dari Inflasi
1. Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang di
untungkan dengan adanya Inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan
oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per
tahun sedang laju inflasi sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil
sebesar laju inflasi tersebut, yakni Rp.50.000,00
2. Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi
melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong
terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi
faktor produksi menjadi tidak efisien.
3. Efek terhadap Output (Output Effect)
Dalam menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency Effect) digunakan suatu
anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap
distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu tersebut.
4. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi.
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang
terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik
modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini
dicapai dengan pembeli harta-harta tetap setiap tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena
pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif
akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak
pengangguran akan terwujud.
5. Inflasi dan Kemakmuran masyarakat.
Disamping menimbulkan efek buruk di atas kegiatan ekonomi Negara, inflasi juga akan
menimbulkan efek-efek berikut kepada individu masyarakat :
a. Inflasi akan menimbulkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap.
b. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
c. Memperburuk pembagian kekayaan.
E. Cara Mencegah Inflasi
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan ini adalah kebijakan yang berasal dari bank sentral dalam mengatur jumlah uang
yang beredar melalui instrument-instrumen moneter yang dimiliki oleh bank sentral. Melalui
instrument ini diharapkan peredaran uang dapat diatur dan inflasi dapat di kendalikan sesuai
dengan yang telah ditargetkan sebelumnya. Terdapat tiga kebijakan yang dapat di tempuh bank
sentral dalam mengatur inflasi :
a. Kebijakan Diskonto.
Kebijakan diskonto (discount policy) adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi
peredaran uanng dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat bunga. Kaitannya dengan
bank syari'ah yaitu dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat nisbah bagi hasil.
b. Operasi Pasar Terbuka.
Yaitu dengan jalan membeli dan menjual surat-surat berharga.
c. Kebijakan Persediaan Kas (cash ratio policy).
Yaitu kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan
dan menurunkan presentasi persediaan kas dari bank.
2. kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serrta
perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian
akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijakan
fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat
mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan Output.
Kenaikan Output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai
misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung
meningkat. Bertambahnya jumlah barang didalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing.
Ini dilakukan dengan penentuam ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga tertentu
untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik
maka gaji/upah juga dinaikan.
5. Kebijakan Lain
1. Peningkatan Produksi.
Meski jumlah uang beredar bertambah jika di iringi dengan peningkatan produksi, maka tidak
akan menyebabkan inflasi. Bahkan hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
ekonomi.
2. Kebijakan Upah.
Inflasi dapat diatasi dengan menurunkan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable
income) masyarakat.
3. Pengawasan Harga.
Kecenderungan dinaikkannya harga oleh pengusaha dapat diatasi dengan adanya pengawasan
harga pasar.
6. Perbaikan Prilaku Masyarakat
Dalam mengatasi inflasi, selain kebijakan-kebijakan di atas perlu adanya perbaikan prilaku
masyarakat. Sesungguhnya stabilitas nilai mata uang tidak didasarkan kepada zat mata uang,
sehingga berefek pada tindakan revolusioner yang mengubah seluruh zat mata uang dari kertas
ke logam mulia emas dan perak, melainkan dengan perbaikan perilaku ekonomi manusia yang
berada di sekitar mata uang tersebut.
Ciri kerusakan mata uang dînâr-dirham dan mata uang kertas adalah sama, yakni sama-sama
diakibatkan oleh perilaku ekonomi yang destruktif. Mata uang dînâr-dirham pernah rusak karena
penimbunan dan pemalsuan, sedangkan mata uang kertas pernah rusak karena pembungaan dan
spekulasi. Krisis moneter di akhir tahun sembilan puluhan dan krisis global yang terjadi baru-
baru ini, bersumber dari pembungaan dan spekulasi tersebut.
Sedangkan menurut M. Hatta[2] setidaknya ada tujuh kebijakan moneter Islam yang dapat
mengendalikan inflasi baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: Dinar dan dirham
sebagai mata uang, hukum jual beli mata uang asing, hukum pertukaran mata uang, hukum
bunga, hukum pasar modal, hukum perbankan, hukum pertukaran internasional, dan otoritas
kebijakan moneter
F. Cara Mengatasi Inflasi
Untuk mengatasi terjadinya Inflasi, bisa dilakukan kebijakan uang ketat meliputi :
1. Peningkatan tingkat suku bunga
2. Penjualan surat berharga
3. Peningkatan cadangan Kas
4. Pengetatan pemberian kredit
Dalam pemulihan makro ekonomi, tim ekonomi pemerintah harus mampu menciptakan
kestabilan makro ekonomi, dengan menekan inflation rate menjadi single digit, sekitar 8%.
Makro ekonomi yang menyangkut tiga komponen yaitu interest rate, inflation rate dan exchange
rate, yang semuanya saling tergantung dan saling mempengaruhi satu sama lain. Di sisi lain,
dengan diturunkannya BI rate, hal tersebut berpengaruh pada turunnya suku bunga perbankan
dan akan mendorong investor menanamkan investasi lebih banyak. Aktivitas perekonomian terus
berputar. Dengan demikian akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar secara
bertahap, sehingga pendapatan masyarakat akan ikut naik. Dalam rangka menungkatkan iklim
investasi secara nasional guna menanggulangi dan meningkatkan di sektor riil.
G. Peran Bank Sentral
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu
negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar.
Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa
kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal
ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen
-- salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan
moneter untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga
sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban
mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah
mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat
ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh
Bank Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus
menerus atau penurunan nilai mata uang. Indonesia merupakan salah satu Negara
berkembang yang pernah terkena dampak Krisis Ekonomi Global. Pada tahun 1998
Indonesia benar – benar merasakan dahsyatnya goncangan krisis financial yang
merembet pada kepercayaan. Setelah itu Ekonomi Indonesia mulai bergerak dan
bangkit kembali, namun pada tahun 2004 perlahan kondisi Ekonomi Indonesia
mulai merasakan tekanan kembali yang merupakan imbas dari kenaikan harga
minyak dunia dengan diumumkannya kenaikan harga BBM oleh Menteri Koordinator
Abu Rizal Bakri pada tanggal 1 Maret 2004. Dan baru – baru ini kenaikan BBM
kembali terjadi tepatnya pada tanggal 21 Juni 2013 lalu.
Semenjak peristiwa kenaikan BBM tersebut, Indonesia benar – benar
mengalami inflasi. bukan hanya harga BBM yang melambung namun harga barang
– barang pokok pun ikut melambung. Hal ini cukup membuat beban masyarakat
Indonesia semakin berat. Walaupun dengan adanya BLSM, Masyarakat tidak dapat
sepenuhnya memenuhi kebutuhan pokoknya. Selain itu turunnya nilai mata uang
rupiah juga dirasakan oleh semua orang, Khususnya masyarakat golongan
menengah ke bawah.
Dalam pembahasan kali ini, penulis akan membahas bahasan pokok masalah
“inflasi” utamanya yang terjadi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang masalah tersebut diatas maka masalah yang
dapat di rumuskan yaitu :
- Seperti apa inflasi yang terjadi di Indonesia?
- Apa yang menyebabkan inflasi di Indonesia?
- Bagaimana pengendalian yang dilakukan oleh Pemerintah menyangkut inflasi yang
terjadi di Indonesia?
C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk memaparkan hasil tinjauan penulis
tentang terjadinya inflasi di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Inflasi
Menurut ilmu Ekonomi, inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga
barang yang bersifat secara umum dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama
atau terus – menerus ( continue ). Inflasi juga memiliki definisi sebagai suatu proses
menurunnya nilai mata uang suatu Negara secara continue, dalam definisi ini inflasi
bukan hanya tinggi - rendahnya harga, artinya tingkat harga yang tinggi belum
tentu menunjukkan inflasi. Sedangkan menurut salah satu para ahli yaitu Ekonom
Parkin dan Bade menyimpulkan inflasi merupakan pergerakan ke arah atas dari
tingkatan harga. Secara mendasar ini berhubungan dengan harga, hal ini bisa juga
disebut dengan berapa banyaknya uang (rupiah) untuk memperoleh barang
tersebut.
B. Penyebab Inflasi
Inflasi selalu dihubungkan dengan jumlah uang yang beredar. Ada beberapa
teori yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya inflasi yaitu :
a. Teori Kuantitas
Teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam
perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi
Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris
(monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan
harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya
inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
- Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang
kartal maupun giral.
- Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh
harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
b. Keynesian Model
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena
masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga
menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan
agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat),
akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang
(penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi
tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh
karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih
banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan
keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama
(heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia
dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada
golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan
terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah
satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki
daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku,
sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi
supply barang (inflationary gap menghilang).
c. Mark-up Model
Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen,
yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua
komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Price = Cost + Profit Margin
Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu
prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat
dijabarkan menjadi :
Price = Cost + ( a% x Cost )
Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen
yang menyusun cost of production dan atau penaikan pada profit margin akan
menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.
d. Teori Struktural
Banyak study mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan
bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga
merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena
struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak
agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya
gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana
alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar
negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta
asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.
Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala
struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan
structural bottlenecks. Strucktural bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal,
yaitu :
- Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis.
Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih
menggunakan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi
supply dari sector pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan
permintaannya.
- Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan
ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor.
Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk
mengimpor barangbarang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal
yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas pula.
Belum lagi ditambah dengan adanya demonstration effect yang dapat
menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Akibat dari lambatnya laju
pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply
barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.
- Pengeluaran pemerintah terbatas.
Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak
cukup untuk membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja,
sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri ataupun
mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printing of money).
Dengan adanya structural bottlenecks ini, dapat memperparah inflasi di
Negara berkembang dalam jangka panjang, oleh karenanya fenomena inflasi di
negaranegara yang sedang berkembang kadangkala menjadi suatu fenomena
jangka panjang, yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek.
Berbeda dengan kaum monetaris yang memandang inflasi sebagai fenomena
moneter, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sektor moneter akibat
dari ekspansi jumlah uang beredar, kaum neo-structuralist menekankan pada
struktur sektor keuangan. Dasar pemikiran kaum neo-structuralist ini adalah
pengaruh uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan dari supply side
atau roduksi. Menurut pemikiran kaum neo-structuralist, uang merupakan salah
satu factor penentu investasi dan produksi. Bila jumlah uang yang tersedia untuk
investasi melimpah, menyebabkan harga uang (suku bunga) akan murah, maka
volume investasi akan meningkat. Dengan meningkatnya volume investasi, volume
produksi juga akan meningkat. Sehingga, penawaran barang meningkat, yang pada
gilirannya akan menekan tingkat inflasi. Dengan dasar pemikiran yang seperti ini,
timbul pendapat bahwa deregulasi di sektor finansial dan peningkatan jumlah uang
beredar akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi seraya menekan inflasi.
Kaum strukturalis berpendapat, bahwa selain harga komoditi pangan,
penyebab utama terjadinya inflasi di negara-negara berkembang adalah akibat
inflasi dari luar negeri (imported inflation). Hal ini disebabkan antara lain oleh harga
barangbarang impor yang meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi
atau depresiasi mata uang di negara pengimpor. Menurut kesimpulan dari
penelitian M.N. Dalal dan G. Schachter (1988), bila kontribusi impor terhadap
pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang impor
tersebut sangat penting terhadap price behaviour di negara importir, maka
kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam negeri
yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang dimiliki oleh
barang impor (price inelastic) terhadap produk dalam negeri, akan semakin besar
pula dampak perubahan harga barang impor tersebut terhadap inflasi domestik.
C. Jenis – Jenis Inflasi
Inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam pengelompokan
tertentu, antara lain :
a. Berdasarkan asalnya
inflasi digolongkan menjadi dua yaitu :
- Inflasi yang berasal dari dalam Negeri ( Domestic Inflation ). yaitu inflasi yang
sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor
riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan
masyarakat.
- Inflasi yang berasal dari luar negeri ( Imported Inflation ), yaitu inflasi yang
disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara
asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan).
Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem perekonomian
terbuka (open economy system). Dan, inflasi ini dapat ‘menular’ baik melalui harga
barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor.
Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan tersebut, pada kenyataannya
inflasi yang terjadi di suatu negara sangat jarang (jika tidak boleh dikatakan tidak
ada) yang disebabkan oleh satu macam / jenis inflasi, tetapi acapkali karena
kombinasi dari beberapa jenis inflasi. Hal ini dikarenakan tidak ada faktor-faktor
ekonomi maupun pelaku-pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan
yang independen dalam suatu sistem perekonomian negara. Contoh : imported
inflation seringkali diikuti oleh cost push inflation, domestic inflation diikuti dengan
demand pull inflation, dan sebagainya.
b. berdasarkan keparahannya
Inflasi apabila digolongkan berdasarkan tingkat keparahannya dibedakan menjadi 4,
yaitu :
- Inflasi Ringan atau inflasi merangkak (creeping inflation), yaitu inflasi yang lajunya
kurang dari 10% per tahun, inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang
yang selalu berada dalam proses pembangunan.
- Inflasi Sedang, Inflasi ini memiliki ciri yaitu lajunya berkisar antara 10% sampai 30%
per tahun.Tingkat sedang ini sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi.Perlu
diingat laju inflasi ini secara nyata dapat dilihat garak kenaikan harga.Pendapatan
riil masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti
buruh ,mulai turun dan kenaikan upah selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan
kenaikan harga.
- Inflasi Berat, yaitu inflasi yang lajunya antara 30% sampai 100%.Kenaikan harga
sudah sulit dikendalikan.Hal ini diperburuk lagi oleh pelaku-palaku ekonomi yang
memanfaatkan keadaan untuk melakukan spekulasi.
- Inflasi Liar (hyperinflation ), yaitu inflasi yang lajunya sudah melebihi dari 100% per
tahun. Inflasi ini terjadi bila setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat
sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus
merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hyperinflastion).
c. Berdasarkan Penyebabnya
Penggolongan inflasi selanjutnya dapat dibedakan menurut penyebabnya yaitu
itu tarikan permintaan dan tarikan desakan ( tekanan ) biaya / produksi / distribusi.
Secara singkat sebab yang pertama ( tarikan permintaan ) lebih cenderung
dipengaruhi dari peran Negara dalam kebijakan moneter ( Bank Sentral ),
sedangkan sebab yang kedua lebih cenderung dipengaruhi dari peran Negara
dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah misalnya
Fiskal, kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dan lainnya.
a) Tarikan permintaan
Hal ini terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana
biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan
yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat
tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan
harga faktor produksi meningkat.
Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu
perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana
biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang
berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor
selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran
jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi
yang terjadi di sektor industri keuangan.
secara singkat tarikan permintaan ini terjadi akibat adanya kenaikan
pemintaan Agregat yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran
atau produksi Agregat.
b) desakan biaya
hal terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya
kelangkaan distribusi, meskipun permintaan secara umum tidak ada perubahan
yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau
berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat
memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran,
atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk
tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri
bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi
(pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk
menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu
kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama
dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan
peranan yang sangat penting.
d. Berdasarkan cakupan pengaruh terhadap harga
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap
harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua
barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun,
apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu
disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan
inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan
meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai
uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Inflasi yang Terjadi di Indonesia
Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya,
fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai “penyakit” ekonomi
makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang
akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat
ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung
kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat
golongan miskin yang menderita akibat inflasi. Lebih-lebih setelah semakin
berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang
menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru, angka inflasi
cenderung meningkat pesat (mencapai lebih dari 75 % pada tahun 1998), dan
diperparah dengan semakin besarnya presentase golongan masyarakat miskin.
Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka inflasi di Indonesia termasuk
dalam katagori tinggi, tetapi dengan meninjau presentase golongan masyarakat
ekonomi bawah yang menderita akibat inflasi cukup besar, maka sebenarnya dapat
dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari
hyperinflation.
contoh peristiwa Inflasi
a. Pasca Kenaikan Harga BBM subsidi
Baru – baru ini Pemerintah Indonesia menaikkan harga BBM pada tanggal 21
Juni lalu. hal ini membuktikan bahwa bangsa kita benar – benar mengalami masalah
naiknya harga BBM. Hal ini terjadi dikarenakan permintaan masyarakat akan
konsumsi BBM melambung tinggi sementara stock atau persediaan BBM semakin
menipis. Berbagai upaya telah pemerintah lakukan untuk mengatasi krisis BBM ini,
awalnya pemerintah melakukan pembatasan pengguna BBM subsidi. pembatasan
ini dilakukan pada BBM premium yang menjadi sasaran utama oleh Pemerintah
kepada kendaraan dinas. namun usaha ini dapat dikategorikan gagal karena
terbukti masih banyak kendaraan dinas yang menikmati BBM subsidi yaitu dengan
cara membeli kepada pedagang eceran sehingga BBM non subsidi kurang laku di
pasaran. menanggapi pemakaian BBM subsidi yang diukur masih tinggi, Pemerintah
menaikkan harga BBM atau mngurangi jatah subsidi yang diberikan oleh
Pemerintah. Kenaikan harga BBM memperberat beban hidup masyarakat terutama
mereka yang berada di kalangan bawah dan juga para pengusaha, karena kenaikan
BBM menyebabkan turunnya daya beli masyarakat dan itu akan mengakibatkan
tidak terserapnya semua hasil produksi banyak perusahaan sehingga akan
menurunkan tingkat penjualan yang pada akhirnya juga akan menurunkan laba
perusahaan.
Naiknya harga BBM di indonesia diawali oleh naiknya harga minyak dunia.
yang membuat pemerintah tidak dapat menjual BBM kepada masyarakat dengan
harga yang sama dengan harga sebelumnya, karena hal itu dapat menyebabkan
pengeluaran APBN untuk subsidi minyak menjadi lebih tinggi. Maka pemerintah
mengambil langkah untuk menaikkan harga BBM.
Dan untuk mengimbangi masalah melonjaknya harga BBM setiap tahunnya,
pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi BBM. Kebijakan subsidi BBM (Bahan
Bakar Minyak) bertujuan mengatasi kelebihan beban APBN. Sebab jika tidak, APBN
dipastikan akan mengalami penurunan yang berdampak langsung pada mandeknya
pembangunan nasional.
Kenaikan BBM ini menimbulkan berbagai dampak yaitu meningkatnya harga
barang – barang baik barang pokok maupun jasa. meskipun Pemerintah telah
mengadakan program baru sementara yang berupa BLSM kepada masyarakat
miskin namun bantuan tersebut tidak dapat menutupi keseluruhan kekurangan –
kekurangan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari mereka. bahkan terbukti
terkadang BLSM tersebut masih melenceng dari masyarakat miskin. banyak
masyarakat miskin yang tidak menerima bantuan tersebut. selain itu daya beli
kebutuhan sehari – hari masyarakat berkurang karena uang yang biasanya cukup
untuk membeli seluruh kebutuhan – kebutuhan kini tidak cukup lagi untuk membeli
semua kebutuhan dikarenakan harganya terpaut melambung tinggi. apabila
kebutuhan – kebutuhan masyarakat kurang, maka dapat menyebabkan
meningkatnya tindakan – tindakan criminal sehingga keamanan lingkungan pun
akan menurun. kebijakan tersebut tidak hanya berimbas kepada kebutuhan pokok
namun berimbas juga kepada laju pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan ekonomi
diperkirakan akan melamban dan daya saing akan menurun.
Apabila pemerintah ingin menaikkan harga BBM harusnya tidak langsung
melonjak seperti ini dikarenakan harga – harga barang pun ikut melambung tinggi.
seharusnya Pemerintah menaikkan harga BBM cukup per tahun atau dua tahun
sekali dinaikkan sebesar Rp500,- di tahun – tahun sebelumnya, sehingga harga –
harga barang kebutuhan pokok akan lebih terkendali.
b. Krisis Moneter di Indonesia
Krisis moneter yang melanda negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia,
telah menyebabkan rusaknya sendi-sendi perekonomian nasional. Krisis moneter
menyebabkan terjadinya imported inflation sebagai akibat dari terdepresiasinya
secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, yang selanjutnya
mengakibatkan tekanan inflasi yang berat bagi Indonesia. Fenomena inflasi di
Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu fenomena jangka
pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya yang umum
terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di
Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih
terdapatnyahambatan- hambatan struktural dalam perekonomian negara. Dengan
demikian, maka pembenahan masalah inflasi di Indonesia tidak cukup dilakukan
dengan menggunakan instrumen-instrumen moneter saja. Devaluasi menjadi
penyebab utama terjadinya krisis ekonomi di Asia dan akhirnya menimbulkan
masalah inflasi di dalam negeri. Inflasi merupakan masalah ekonomi makro yang
mempengaruhi perekonomiaan secara riil karena memberikan tekanan bagi
investasi dan menghalangi pertumbuhan ekonomi. Penelitian World Bank (World
Bank Institute Home Page, retrieve Februari 2000) mengenai inflasi dan
pertumbuhan di 127 negara antara tahun 1960-1992 menunjukkan adanya
hubungan yang erat antara tingkat inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi.
Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa pada tingkat inflasi yang rendah-
menengah (20-40%) tidak secara langsung menyebabkan penurunan pertumbuhan
sedangkan tingkat inflasi diatas 40% merupakan inflasi yang sangat
membahayakan. Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas inflasi merupakan
masalah ekonomi makro yang perlu mendapat perhatian baik untuk mencari
penyebab maupun solusi untuk mengatasinya. Banyak pendapat yang mengatakan
bahwa inflasi di Indonesia lebih didominasi oleh penyebab non ekonomis.
Permasalahan penyebab ekonomis dan non ekonomis di Indonesia memang
menimbulkan kontroversi yang cukup tinggi. Aspek-aspek non ekonomis terkadang
memberikan pengaruh yang signifikan bagi perubahan-perubahan indikator
ekonomi.
Dalam tulisan ini, faktor-faktor non ekonomis dieliminir dan diasumsikan
tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat inflasi. Fenomena inflasi di
Indonesia sendiri memunculkan banyak pendapat mengenai sumber inflasi dan
aspek kausalitas. inflasi di Indonesia dipicu oleh Jumlah uang beredar yang
terlampau besar dan di sisi lain terdapat kelompok yang mengatakan bahwa inflasi
di Indonesia disebabkan karena ketergantungan Indonesia bagi barang impor. Sisi
kausalitas inflasi muncul karena inflasi itu tidak hanya merupakan akibat dari faktor
ekonomi namun juga dapat menyebabkan perubahan faktor ekonomi yang lain.
c. Turunnya Nilai Riil Kekayaan Masyarakat
Inflasi menyebabkan turunnya nilai riil kekayaan masyarakat yang berbentuk
kas, karena nilai tukar kas tersebut akan menadi lebih kecil, karena secara nominal
harus menghadapi harga komoditi per satuan yang lebih besar. Sebagai misal, jika
uang Rp. 10.000,- tadinya bisa dibelikan 10kg beras yang berharga Rp.1000,-/kg,
maka setelah adanya inflasi uang Rp.10.000,- tersebut hanya dapat ditukarkan
dengan 5kg beras saja, karena sekarang harga beras menjadi lebih mahal
(Rp.2000,-/kg). Sebaliknya mereka yang memiliki kekayaan dalam bentuk aktiva
tetap (umumnya golongan ekonomi menengah ke atas) justru diuntungkan dengan
kenaikan harga akibat inflasi tersebut. Dengan demikian inflasi akan membuat
jurang kesenjang akan semakin lebar.
B. Penyebab Timbulnya Inflasi di Indonesia
Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi
penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu :
a. Jumlah uang beredar
Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar adalah factor
utama yang dituding sebagai penyebab timbulnya inflasi di setiap negara, tidak
terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jumlah uang beredar ini lebih banyak
diterjemahkan dalam konsep narrow money ( M1 ). Hal ini terjadi karena masih
adanya anggapan, bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari likuiditas
perbankan.
Sejak tahun 1976 presentase uang kartal yang beredar (48,7%) lebih kecil
dari pada presentase jumlah uang giral yang beredar (51,3%). Sehingga,
mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi di sektor moneter
Indonesia. Juga, mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses pengendalian
jumlah uang beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya monetisasi dalam
kegiatan perekonomian subsistence, akibatnya memberikan kecenderungan
meningkatnya laju inflasi.
Menurut data yang dihimpun dalam Laporan Bank Dunia, menunjukan laju
pertumbuhan rata-rata jumlah uang beredar di Indonesia pada periode tahun 1980-
1992 relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Dan,
tingkat inflasi Indonesia juga relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN lainnya (kecuali Filipina). Kenaikkan jumlah uang beredar di Indonesia pada
tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an lebih disebabkan oleh pertumbuhan
kredit likuiditas dan defisit anggaran belanja pemerintah. Pertumbuhan ini dapat
merupakan efek langsung dari kebijaksanaan Bank Indonesia dalam sektor
keuangan (terutama dalam hal penurunan reserve requirement).
b. Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
Seperti halnya yang umum terjadi pada negara berkembang, anggaran
belanja pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun
Indonesia menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini
banyak kali disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut ketegaran struktural
ekonomi Indonesia, yang acapkali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan
kemampuan untuk membangun.
Selama pemerintahan Orde Lama defisit anggaran belanja ini acapkali
dibiayai dari dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan uang baru,
mengingat orientasi kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang inward looking
policy, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat. Tetapi sejak era Orde
Baru, deficit anggaran belanja ini ditutup dengan pinjaman luar negeri yang
nampaknya relative aman terhadap tekanan inflasi.
Dalam era pemerintahan Orde Baru, kebutuhan terhadap percepatan
pertumbuhan ekonomi yang telah dicanangkan sejak Pembangunan Jangka Panjang
I, menyebabkan kebutuhan dana untuk melakukan pembangunan sangat besar.
Dengan mengingat bahwa potensi memobilisasi dana pembangunan dari
masyarakat (baik dari sektor tabungan masyarakat maupun pendapatan pajak) di
dalam negeri pada saat itu yang sangat terbatas (belum berkembang), juga
kemampuan sector swasta yang terbatas dalam melakukan pembangunan,
menyebabkan pemerintah harus berperan sebagai motor pembangunan. Hal ini
menyebabkan pos pengeluaran APBN menjadi lebih besar daripada penerimaan
rutin. Artinya, peran pengeluaran pemerintah dalam investasi tidak dapat diimbangi
dengan penerimaan, sehingga menimbulkan kesenjangan antara pengeluaran dan
penerimaan negara, atau dapat dikatakan telah terjadi defisit struktural dalam
keuangan negara.
Pada saat terjadinya oil booming, era tahun 1970-an, pendapatan pemerintah
di sektor migas meningkat pesat, sehingga jumlah uang primer pun semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan pemerintah untuk berekspansi
investasi di dalam negeri semakin meningkat. Dengan kondisi tingkat pertumbuhan
produksi domestik yang relatif lebih lambat, akibat kapasitas produksi nasional
yang masih berada dalam keadaan under-employment, peningkatan permintaan
(investasi) pemerintah menyebabkan terjadi realokasi sumberdaya dari masyarakat
ke pemerintah., seperti yang terkonsep dalam analisis Keynes tentang inflasi. Hal
inilah yang menyebabkan timbulnya tekanan inflasi.
Tetapi, sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi non migas,
sejalan dengan merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak tahun 1982),
menyebabkan kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional
semakin berkurang pula, sehingga pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan
posisinya sebagai penggerak (motor) pembangunan. Dengan kondisi seperti ini,
menyebabkan secara bertahap peran sebagai penggerak utama pembangunan
nasional beralih ke pihak swasta nasional, dengan demikian sumber tekanan inflasi
pun beralih dari pemerintah beralih ke non pemerintah (swasta).
Tekanan inflasi pada periode ini lebih disebabkan oleh meningkatnya tingkat
agresifitas sektor swasta dalam melakukan ekspansi usaha, yang didukung oleh
perkembangan sektor perbankan yang semakin ekspansif pula. Dengan kondisi
sumberdaya modal domestik yang masih saja relatif terbatas, maka pinjaman luar
negeri yang sifatnya non komersial maupun komersial pun semakin meningkat.
Akibatnya, tetap saja terjadi defisit anggaran belanja negara dan neraca
pembayaran, salah satu sebabnya karena pemerintah tetap saja harus
menyediakan infrastruktur dan suprastruktur pembangunan ekonomi yang
kebutuhannya semakin meningkat. Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena
kemampuan swasta nasional dalam pembangunan infrastruktur ekonomi masih
sangat terbatas.
c. Faktor – factor dalam penawaran agregat dan luar negeri
Kelambanan penyesuaian dari faktor-faktor penawaran agregat terhadap
peningkatan permintaan agregat ini lebih banyak disebabkan oleh adanya
hambatan-hambatan struktural (structural bottleneck) yang ada di Indonesia. Harga
bahan pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi
di Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketegaran structural yang terjadi di
sektor pertanian sehingga menyebabkan inelastisnya penawaran bahan pangan.
Ketergantungan perekonomian Indonesia yang besar terhadap sector pertanian,
yang tercermin oleh peranan nilai tambahnya yang relatif besar dan daya serap
tenaga kerjanya yang sedemikian tinggi serta beban penduduk yang cukup tinggi,
mengakibatkan harga bahan pangan meningkat pesat. Umumnya, laju penawaran
bahan pangan tidak dapat mengimbangi laju permintaannya, sehingga sering
terjadi excess demand yang selanjutnya dapat memunculkan inflationary gap.
Timbulnya excess demand ini disebabkan oleh percepatan pertambahan penduduk
yang membutuhkan bahan pangan tidak dapat diimbangi dengan pertambahan
output pertanian, khususnya pangan. Di sisi lain, kelambanan produksi bahan
pangan disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah tingkat modernisasi
teknologi dan metode pertanian yang kurang maksimal; adanya faktor-faktor
eksternal dalam pertanian seperti, perubahan iklim dan bencana alam; perpindahan
tenaga kerja pertanian ke sektor non pertanian akibat industrialisasi; juga semakin
sempitnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian, yang disebabkan semakin
banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi sebagai lokasi perumahan; industri;
dan pengembangan kota.
Lebih lanjut, menurut hasil study empiris yang pernah dilakukan oleh Sri
Mulyani Indrawati (1996), selain harga bahan pangan, kontributor inflasi di
Indonesia lainnya dari sisi penawaran agregat adalah imported inflation,
administrated goods, output gap, dan interest rate.
Pertama, imported inflation ini terjadi akibat tingginya derajat
ketergantungan sektor riil di Indonesia terhadap barang-barang impor, baik capital
goods; intermediated good; maupun row material. Transmisi imported inflation di
Indonesia ini terjadi melalui dua hal, yaitu depresiasi rupiah terhadap mata uang
asing dan perubahan harga barang impor di negara asalnya.
Bila suatu ketika terjadi depresiasi rupiah yang cukup tajam terhadap mata
uang asing, maka akan menyebabkan bertambah beratnya beban biaya yang harus
ditanggung oleh produsen, baik itu untuk pembayaran bahan baku dan barang
perantara ataupun beban hutang luar negeri akibat ekspansi usaha yang telah
dilakukan. Hal ini menyebabkan harga jual output di dalam negeri (khususnya untuk
industri subtitusi impor) akan meningkat tajam, sehingga potensial meningkatkan
derajat inflasi di dalam negeri. Tetapi, untuk industri yang bersifat promosi ekspor,
depresiasi tersebut tidak akan membawa dampak buruk yang signifikan.
Berkaitan dengan posisi hutang luar negeri Indonesia, pada periode tahun
1990-an, telah membengkak dengan tingkat debt service ratio yang semakin tinggi,
yaitu lebih dari 40 %, dan presentase tingkat hutang yang bersifat komersial telah
melampaui hutang non komersial. Menyebabkan, timbulnya hal yang sangat
membahayakan ketahanan ekonomi nasional, terutama pada sektor finansial,
apabila terjadi fluktuasi (memburuknya) nilai tukar (kurs), disamping dapat
mengakibatkan tekanan inflasi yang berat, khususnya imported inflation.
Kedua, administrated goods adalah barang-barang yang harganya diatur dan
ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun pengaruhnya secara langsung sangat kecil
dalam mempengaruhi tingkat inflasi, tetapi secara situasional dan tidak langsung
pengaruhnya dapat menjadi signifikan. Contoh, apabila terjadi kenaikan BBM, maka
bukan saja harga BBM yang naik, harga barang atau tarif jasa yang terkait dengan
BBM juga akan ikut dinaikan oleh masyarakat. Akibatnya, dapat memperberat
tekanan inflasi.
Ketiga, output gap adalah perbedaan antara actual output (output yang
diproduksi) dengan potential output (output yang seharusnya dapat diproduksi
dalam keadaan full employment). Adanya kesenjangan (gap) ini terjadi karena
faktor-faktor produksi yang dipakai dalam proses produksi belum maksimal dan
atau efisien.
Keempat, interest rate juga merupakan faktor penting yang menyumbang
angka inflasi di Indonesia. Memang pada awalnya merupakan hal yang cukup
membingungkan dalam menentukan manakah yang menjadi independent variable
atau dependent, antara inflasi dan suku bunga. Tetapi, bila ditilik dari sisi biaya
produksi dan investasi (sisi penawaran), maka jelaslah bahwa suku bunga dapat
dikatagorikan dalam komponen biaya-biaya tersebut. Dengan relatif tingginya
tingkat suku bunga perbankan di Indonesia, menyebabkan biaya produksi dan
investasi di Indonesia, yang dibiayai melalui kredit perbankan, akan tinggi juga.
Jadi, apabila tingkat suku bunga meningkat, maka biaya produksi akan meningkat,
selanjutnya akan meningkatkan pula harga output di pasar, akibatnya terjadi
tekanan inflasi. Akhirnya, relasi antara tingkat suku bunga dan inflasi ini bisa
menjadi interest rate-price spiral.
C. Pengendalian Inflasi di Indonesia
Sebagaimana halnya yang umum terjadi pada negara – negara berkembang,
inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat
struktural ekonomi bila dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat monetary
policies. Sehingga bisa dikatakan, bahwa pengaruh dari cosh push inflation lebih
besar dari pada demand pull inflation.
Memang dalam periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil
booming, tekanan inflasi di Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang
beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat mengabaikan adanya pengaruh yang
bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode tersebut, masih terjadi
kesenjangan antara penawaran agregat dengan permintaan agregat, contohnya di
sub sector pertanian, yang dapat meningkatkan derajat inflasi.
Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan
moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia
lebih senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat untuk meredam inflasi,
misalnya dengan open market mechanism atau reserve requirement. Tetapi perlu
diingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi
dalam jangka pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah
maju perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih memiliki
structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat
utama dalam mengendalikan inflasi di negara berkembang, maka tidak akan dapat
menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang yang umumnya
berkarakteristik jangka panjang.
Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang
selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan harga
komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibat
dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang
asing lainnya. Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih
dahulu harus dilakukan penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
khususnya dolar Amerika.
Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak
memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money policy
yang diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk
menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat
menstabilkan tingkat harga umum.
Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga
SBI (melalui open market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif
untuk mengurangi money suplly, tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga
kredit untuk sektor riil. Akibatnya, akan menyebabkan timbulnya cost push inflation
karena adanya interest rate-price spiral. Apabila tingkat suku bunga (deposito)
perbankan sudah terlalu tinggi, sehingga dana produktif (dana untuk berproduksi
atau berusaha) yang ada di masyarakat ikut terserap ke perbankan, maka akan
dapat menyebabkan timbulnya stagnasi atau bahkan penurunan output produksi
nasional (disebut dengan Cavallo effect). Lebih lagi bila sampai terjadi negatif
spread pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja menimbulkan kerusakan
pada sektor riil, tetapi juga kerusakan pada industri perbankan nasional (sektor
moneter). Jika kebijaksanaan ini terus dilakukan oleh pemerintah dalam jangka
waktu menengah atau panjang, maka akan terjadi depresi ekonomi, akibatnya
struktur perekonomian nasional akan rusak.
Jika demikian halnya, maka sebaiknya kebijaksanaan pengendalian inflasi bukan
hanya dilakukan melalui konsep kaum moneterist saja, tetapi juga dengan
memperhatikan cara pandang kaum structuralist, yang lebih memandang perlunya
mengatasi hambatan-hambatan struktural yang ada.
Dengan berpedoman pada berbagai hambatan dalam pembangunan
perekonomian Indonesia yang telah disebutkan di atas, maka perlu berbagai upaya
pembenahan, yaitu :
a. Meningkatkan Supply Bahan Pangan
Meningkatkan supply bahan pangan dapat dilakukan dengan lebih
memberikan perhatian pada pembangunan di sektor pertanian, khususnya sub
sektor pertanian pangan. Modernisasi teknologi dan metode pengolahan lahan,
serta penambahan luas lahan pertanian perlu dilakukan untuk eningkatkan laju
produksi bahan pangan agar tercipta swasembada pangan.
b. Mengurangi Defisit APBN
Mungkin dalam masa krisis ekonomi mengurangi defisit APBN tidak dapat
dilaksanakan, tetapi dalam jangka panjang (setelah krisis berlalu) perlu dilakukan.
Untuk mengurangi defisit anggaran belanja, pemerintah harus dapat meningkatkan
penerimaan rutinnya, terutama dari sektor pajak dengan benar dan tepat karena
hal ini juga dapat menekan excess demand. Dengan semakin naiknya penerimaan
dalam negeri, diharapkan pemerintah dapat mengurangi ketergantungannya
terhadap pinjaman dana dari luar negeri. Dengan demikian anggaran belanja
pemerintah nantinya akan lebih mencerminkan sifat yang relative independent.
c. Meningkatkan Cadangan Devisa
Pertama, perlu memperbaiki posisi neraca perdagangan luar negeri (current
account), terutama pada perdagangan jasa, agar tidak terus menerus defisit.
Dengan demikian diharapkan cadangan devisa nasional akan dapat ditingkatkan.
Juga, diusahakan untuk meningkatkan kinerja ekspor, sehingga net export harus
semakin meningkat.
Kedua, diusahakan agar dapat mengurangi ketergantungan industri domestic
terhadap barang-barang luar negeri, misalnya dengan lebih banyak memfokuskan
pembangunan pada industri hulu yang mengolah sumberdaya alam yang tersedia
di dalam negeri untuk dipakai sebagai bahan baku bagi industri hilir. Selain itu juga
perlu dikembangkan industri yang mampu memproduksi barang-barang modal
untuk industri di dalam negeri.
Ketiga, mengubah sifat industri dari yang bersifat substitusi impor kepada
yang lebih bersifat promosi ekspor, agar terjadi efisiensi di sektor harga dan
meningkatkan net export.
Keempat, membangun industri yang mampu menghasilkan nilai tambah yang
tinggi dan memiliki kandungan komponen lokal yang relatif tinggi pula.
d. Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Sisi Penawaran Agregat
Pertama, mengurangi kesenjangan output (output gap) dengan cara
meningkatkan kualitas sumberdaya pekerja, modernisasi teknologi produksi, serta
pembangunan industri manufaktur nasional agar kinerjanya meningkat. Kedua,
memperlancar jalur distribusi barang nasional, supaya tidak terjadi kesenjangan
penawaran dan permintaan di tingkat regional (daerah). Ketiga, menstabilkan
tingkat suku bunga dan menyehatkan perbankan nasional, tujuannya untuk
mendukung laju proses industrialisasi nasional. Keempat, menciptakan kondisi yang
sehat dalam perekonomian agar market mechanism dapat berjalan dengan benar,
dan mengurangi atau bahkan menghilangkan segala bentuk faktor yang dapat
menyebabkan distorsi pasar. Kelima, melakukan program deregulasi dan
debirokrasi di sektor riil karena acapkali birokrasi yang berbelit dapat menyebabkan
high cost economy.
Dengan menggunakan dua pendekatan (moneterist dan strukturalist) pada
komposisi yang tepat, maka diharapkan bukan saja dalam jangka pendek inflasi
dapat dikendalikan, tetapi juga dalam jangka panjang. Dan, bila ada upaya yang
serius untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan hambatan-hambatan
struktural yang ada, maka akan berakibat pada membaiknya fundamental ekonomi
Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari analisa pembahasan pada bab sebelumnya penulis menyimpulkan
sebagai berikut :
inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga secara umum yang terjadi
secara terus menerus namun juga mempengaruhi menurunnya nilai mata uang
Negara. Misalnya apabila persediaan uang yang semakin sedikit dapat
menyebabkan kenaikan harga secara umum. Dan harga yang tinggi namun
persediaan uang cukup banyak maka tidak menunjukkan terjadinya Inflasi.
masalah inflasi di Indonesia bukanlah hanya sekedar masalah dalam kurun
waktu jangka pendek namun inflasi tersebut bisa menjadi masalah yang
berkepanjangan apabila tidak segera di atasi dengan benar. inflasi yang terjadi di
Indonesia ini benar – benar membuat Indonesia semakin terpuruk khususnya yang
dirasakan oleh masyarakat. namun inflasi yang terjadi di Indonesia bukan lah
semata – mata disebabkan oleh gagalnya pelaksanaan kebijakan – kebijakan
moneter oleh pemerintah tetapi juga mengindikasikan masih adanya hambatan –
hambatan structural dalam perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya dapat
diatasi.
Defisit APBN; peningkatan cadangan devisa; pembenahan sektor pertanian
khususnya pada sub sektor pangan; pembenahan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi posisi penawaran agregat merupakan hal-hal yang perlu
mendapatkan penanganan yang serius untuk dapat menekan inflasi ke tingkat yang
serendah mungkin di Indonesia, disamping tentunya pengelolaan tepat dan
pembenahan di sektor moneter.
B. Saran
Setelah menganalisa pembahasan pada bab sebelumnya penulis menyarankan
agar pemerintah segera menangani tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia, agar
masyarakat merasa terlindungi dari inflasi khususnya masyarakat menengah ke
bawah. kebijakan – kebijakan yang pemerintah ambil diharapkan tidak hanya
berguna untuk negaranya saja namun dengan kebijakan – kebijakan yang ada
haruslah juga menguntungkan masyakat. apabila inflasi dibiarkan berkepanjangan
maka daya beli masyarakat akan semakin menurun. dan hal ini akan sangat
menyengsarakan rakyat.
Dalam mengatasi inflasi sekarang ini, bukan hanya pemerintah yang
diharapkan untuk berusaha mengatasi inflasi ini, namun masyarakat juga harus
mendukung pemerintah dengan ikut serta dalam penghematan pemakaian BBM
dengan melakukan efisiensi energy pada transportasi yang ada. serta tidak ikut –
ikutan untuk menaikkan harga barang – barang pokok dengan tingkat harga yang
melmabung tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
- http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
- https://www.facebook.com/notes/adi-wicaksono/pengertian-inflasi-dan-deflasi/
10151600410346075
- http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&sqi=2&ved=0CC8QFjAB&url
=http%3A%2F%2Fpuslit.petra.ac.id%2Fjournals%2Frequest.php%3FPublishedID
%3DAKU99010105&ei=etXgUanoOpHvkAXvqYHgDw&usg=AFQjCNGBpXiNbaWJY_gv
g2zY-cHOrtIXDg&sig2=T9hvtFCCYZNjxQ-FyebN9g&bvm=bv.48705608,d.dGI
- http://aneka-makalah.blogspot.com/2013/02/makalah-tentang-inflasi.html
- http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/07/pengertian-dan-jenis-inflasi.html
Mengatasi Inflasi di Indonesia Melalui Kebijakan Pemerintah
Salah satu cara mengatasi inflasi dengan kebijakan pemerintah yaitu melalui kebijakan fiskal dan/ kebijakan moneter. Cara ini dilakukan pemerintah agar tidak menyebabkan dampak inflasi seperti meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus (pengertian inflasi), menjadi tidak meluas. Karena inflasi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebaliknya, kebijakan yang diambil juga harus dapat mencegah penyebab inflasi maupun timbulnya deflasi.
Contoh kebijakan fiskal pemerintah, misalnya adalah menurunkan pungutan pajak secara dinamis, menaikkan insentif bagi dunia usaha yang melakukan perdagangan internasional, kebijakan ekspor-impor yang secara positif dapat menurunkan tingkat inflasi, kebijakan pembangunan infrastruktur yang tidak menekan dunia usaha, dll. Dampak positifnya, dapat meningkatkan gairah sektor-sektor industri yang pada akhirnya penyerapan tenaga kerja meningkat; bukan justru memperbanyak PHK dan pengangguran.
Sementara, kebijakan moneter dapat mendorong pertumbuhan perekonomian jika dapat mengatasi inflasi menjadi tidak lebih tinggi. Bank Indonesia umumnya mengandalkan jumlah uang yang beredar dan/ tingkat suku bunga dalam mengendalikan harga. Selain itu, Bank Indonesia juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik dan kurs rupiah terhadap mata uang asing, terutama dollar (USD).
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi negara, yang pada akhirnya memberikan manfaat positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Pentingnya pengendalian inflasi yang tinggi dan tidak stabil, dapat memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Sekali lagi, untuk mengatasi inflasi, pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan moneter, contohnya menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) sampai dengan suku bunga dasar kredit perbankan. Jadi, moment ini gue pergunakan untuk investasi deposito dan tidak mengambil kredit di bank, yup.
Penyebab Terjadinya Inflasi di Indonesia
Seperti kita ketahui, pengertian inflasi adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kemudian, apa penyebab inflasi? Faktor penyebab terjadinya inflasi adalah besarnya permintaan terhadap barang (berlebihnya likuiditas/uang sebagai alat tukar). Sementara, produksi serta distribusinya kurang.
Tingkat inflasi di Indonesia selama 10 tahun terakhir rata-rata 7,98%. Penyebab inflasi di Indonesia, contohnya turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar (USD), naikknya harga BBM, aksi spekulasi di sektor industri keuangan dan investasi, serta dampak dan pengaruh kebijakan moneter negara besar seperti Amerika Serikat. Selama ini, tinggi rendahnya inflasi memang bergantung pada kemampuan bank sentral dalam mengatasi tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia.
Teori inflasi menyebutkan, besarnya permintaan dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter pemerintah. Sedangkan ketidaklancaran distribusi dan macetnya produksi dapat dipengaruhi oleh kebijakan fiskal pemerintah, contohnya naiknya pungutan pajak (insentif/disinsentif) serta perubahan kebijakan pembangunan infrastruktur. Dampaknya, akan menjadi tekanan terhadap dunia usaha.
Tekanan ini bisa menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Meningkatnya biaya produksi juga dapat disebabkan oleh naiknya harga bahan baku serta kenaikan upah buruh dan/ gaji PNS. Hal ini menyebabkan, dunia usaha akan menaikkan harga barang-barangnya. Melalui survey dan sensus, iInformasi dan data naiknya harga barang menjadi wewenang dan tugas Badan Pusat
Statistik (BPS) untuk publikasi.
Pengertian lainnya, komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten disebut inflasi inti, yaitu interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang, dan ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. Sedangkan inflasi non inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya, hal ini dipengaruhi oleh selain faktor fundamental, contohnya: panen dan/gagal panen, gangguan alam, naik turunnya harga komoditas pangan, serta harga yang diatur Pemerintah seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, dan tarif angkutan. Negara memang berhak menaikkan harga-harga ini untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri, tapi penting juga untuk membuat kebijakan dengan melihat tingkat kemampuan rakyatnya yup.