documentc
TRANSCRIPT
PERSENTASI KASUS IPD
CHF FC III e.c PJK + PPOK + Sindrom
Dispepsia tipe mix
Pembimbing : Dr. Ridwan S, Sp. JP
Disusun Oleh : Rini triyulian Dita. Sked
Nim : 110.2005.224
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT DALAM
RS dr. SLAMET GARUT
2010
A. IDENTITAS PASIENNama : Tn. Husein
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Kawin
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Kp.Bebedahan, lebak jaya karangpawitan.
B. ANAMNESISDiambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 17 maret 2010
Keluhan Utama :
Sesak nafas yang makin memberat sejak 3 hari smrs.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSU Dr.Slamet Garut dengan keluhan sesak
napas sejak 1 minggu SMRS yang makin memberat sejak ± 3 hari SMRS.
Sesak nafas ini timbul saat pasien sedang berjalan dan naik tangga sehinga
pasien mengeluh tidak kuat bila berjalan jauh. Pasien juga mengeluhkan
susah tidur dan sering terbangun dari tidurnya bila malam hari karena
sesak nafas dan membaik bila pasien duduk. Pasien juga mengatakan bila
tidur lebih nyaman jika menggunakan 2 - 3 bantal.sesak juga disertai
dengan nyeri dada yang timbul kadang-kadang.Riwayat hipertensi
disangkal pasien, namun pasien memiliki riwayat sakit jantung sejak 3
tahun yang lalu.
Selain itu pasien juga mengeluh saat sesak terdengar suara ngik-
ngikan dan batuk berdahak yang disertai bercak-bercak darah berwarna
kemerahan sejak 3 hari yang lalu.Batuk dirasakan saat malam hari dan saat
pasien kedinginan.Sebelumnya pasien memang memiliki riwayat batuk-
batuk sejak lama.Keluhan keringat pada malam hari diakui.Namun pasien
menyangkal keluhan didahului demam.Pasien juga tidak mengaku pernah
menjalani pengobatan paru selama 9 bulan.Pasien memiliki riwayat
merokok lebih dari 20 batang / hari sejak lama.Namun sejak 3 hari ini
pasien berhenti merokok.
Pasien juga mengeluh perut terasa penuh, kembung, mual dan
muntah.Pada saat dirumah pasien muntah sebanyak 6 x.Muntah berupa
cairan dan sisa makanan.Muntah berupa darah disangkal.Selain itu, pasien
juga mengeluh nyeri pada ulu hati.Nyeri berupa rasa ditusuk-tusuk yang
hilang timbul.BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Dirawat karena penyakit jantung 3 tahun yang lalu
Riwayat hipetensi disangkal
Gastritis
Riwayat batuk lama diakui
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit yang
sama dengan pasien.
Riwayat Kerabat Yang Menderita
Tidak ada kerabat pasien yang mempunyai riwayat yang sama
dengan pasien.
Riwayat Alergi
Alergi makanan berupa udang
Alergi obat
C. ANAMNESIS SISTEMKulit : t.a.k
Kepala : t.a.k
Mata : t.a.k
Telinga : t.a.k
Hidung : t.a.k
Mulut : t.a.k
Tenggorokan : t.a.k
Leher : t.a.k
Dada (jantung/paru-paru) : sesak napas, batuk
Abdomen (lambung/usus) : rasa kembung, mual, muntah
Saluran kemih/alat kelamin : t.a.k
Saraf dan Otot : t.a.k
Ekstremitas : t.a.k
D.PEMERIKSAAN JASMANI :1. Pemeriksaan Umum :
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 33,2 ºC
Pernafasan : 28 x/menit
JVP : 5 + 4 cm H2O
Tinggi Badan : 165 Cm
Berat Badan : 80 kg
BMI 80/(1,65)2 : 29,4
Keadaan Gizi : Obes I
Sianosis : tidak ada
Edema Umum : tidak ada
Habitus : Pignikus
Cara Berjalan : Normal
Mobilitas (Aktif/Pasif): Pasif
KULIT
Warna : Sawo matang Efloresensi : Tidak ada
Jaringan Parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan Rambut : Normal Pemb.darah :Tidak melebar
Suhu Raba : Hangat Lembab/kering: Biasa
Keringat Umum : Tidak ada Turgor : Baik
Setempat : Tidak ada Ikterus : Tidak ada
Lapisan Lemak : Kurang Oedem : Tidak ada
KELENJAR GETAH BENING
Submandibula, leher, supraklavikula, ketiak dan paha : Tidak ada
pelebaran.
KEPALA
Ekspresi wajah: Wajar Simetri muka : (+)
Rambut : Menipis + Uban Pem.Darah Temporal : Teraba
MATA
Exopthalmus : (-) Enopthalmus : (-)
Kelopak : Normal Lensa : (-)
Konjungtiva : Tidak anemis Visus : (-)
Sklera : Tidak ikterik Gerakan Mata : baik ke segala arah
Lapangan Penglihatam: Baik Tekanan Bola Mata : Normal
Deviatio Konjungtiva : Tidak ada Nystagmus : Tidak ada
TELINGA
Tuli : (-) Selaput pendengaran : normal
Lubang : baik Penyumbatan : (-)
Serumen : normal Perdarahan : (-)
Cairan : (-)
MULUT
Bibir : kering tonsil : T1-T1
Langit-langit : normal Bau pernafasan : Biasa
Gigi Geligi : caries (-) Trismus : (-)
Faring : tidak hiperemis Selaput Lendir : (-)
Lidah : tidak deviasi
LEHER
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+4 cm H2O
Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran
DADA
Bentuk : Simetris kanan-kiri
Pembuluh Darah : Tidak ada pelebaran
Buah dada : Tidak ada kelainan
PARU-PARU
Inspeksi : Gerak hemitorak kanan kiri Simetris dalam statis dan
dinamis
Palpasi : Fremitus vokal dan taktil kanan dan kiri berkurang
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : VBS melemah, Ronkhi +/+ basah halus, Wheezing +/+
Ekspirasi memanjang.
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung kiri ICS 5 linea midclavicula sinistra
Batas jantung kanan ICS 4 linea parasternal dekstra
Batas jantung atas ICS 3 linea parasternal kanan-kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni iregular, murmur (-), gallop
(+) S3
PERUT
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Dinding perut supel
Hati teraba 4 cm BAC
Limfa tidak teraba
Ginjal tidak teraba
Nyeri tekan (+) pada epigastrium
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran, ps/pp ++/++
Uji tekan hepatojuguler : (+)
ALAT KELAMIN
Tidak dilakukan pemeriksaan
ANGGOTA GERAK
Lengan kanan/kiri
Tonus Otot : N/N
Massa : -/-
sendi : t.a.k
gerakan : N/N
kekuatan : 5/5
Tungkai dan Kaki kanan/kiri
Luka : -/-
Varises : -/-
Otot Tonus : N/N
Masa : -/-
Sendi : t.a.k
Gerakan : N/N
Kekuatan : 5/5
Edema : -/-
PEMERIKSAAN REFLEKS
Tidak dilakukan Pemeriksaan
COLOK DUBUR (atas indikasi )
Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
(Pada tanggal 20 maret 2010)
Darah rutin
Haemoglobin : 14,3 gr/dl
Hematokrit : 42 %
Leukosit : 16.900/mm3
LED : 38/50 mm/jam
Trombosit : 291.000/mm3
Eritrosit : 4,61 juta/mm3
Imunoserologi
HBsAg : negatif
Kimia Klinik
SGOT : 16 U/L
SGPT : 24 U/L
Ureum : 20 mg/dl
Kreatinin : 0,85 mg/dl
Kolesterol total : 159 mg/dl
Trigliserida : 77 mg/dl
Asam urat : 7,46 mg/dl
Natrium (Na) : 141 mEq/L
Kalium (K) : 5,0 mEq/L
RESUME
Pasien seorang laki-laki berusia 51 tahun datang dengan keluhan
sesak nafas saat aktifitas dan saat tidur malam,saat sesak terdengar mengi,
batuk berdahak, mual dan muntah, nyeri perut dan terasa kembung.Selain
itu kadang pasien juga mengeluh merasa nyeri dada seperti ditusuk-
tusuk.Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan dirawat sejak 3 tahun
yang lalu dan pasien memiliki riwayat merokok sebanyak 20 batang/hari
sejak usia 15 tahun serta sudah berhenti merokok sejak 3 hari yang lalu.
Hasil pemeriksaan didapatkan data-data:
Pemeriksaan fisik
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : febris ( 32,2ºC )
Pernapasan : 40 x/menit
JVP : 5+4 cm H2O
Gallop S3
Rh +/+, Ronki basah halus
Uji tekan hepatojugular (+)
Nyeri tekan (+) pada epigastrium
Riwayat merokok (+)
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Haemoglobin : 14,3 gr/dl
Hematokrit : 42 %
Leukosit : 16.900/mm3
LED : 38/50 mm/jam
Trombosit : 291.000/mm3
Eritrosit : 4,61 juta/mm3
Imunoserologi
HBsAg : negatif
Kimia Klinik
SGOT : 16 U/L
SGPT : 24 U/L
Ureum : 20 mg/dl
Kreatinin : 0,85 mg/dl
Kolesterol total : 159 mg/dl
Trigliserida : 77 mg/dl
Asam urat : 7,46 mg/dl
Natrium (Na) : 141 mEq/L
Kalium (K) : 5,0 mEq/L
A. MASALAH
I. CHF functional klas III ec PJK
II. PPOK
III. Sindrom dyspepsia tipe mix
B. PENGKAJIAN
I. CHF Functional Klas III ec PjK
Berdasarkan :
Kriteria Framingham mayor
- Paroxysmal nocturnal dyspnue
- Gallop S3
- Ronki basah halus pada basal paru
- Refluks hepatojugular (+)
- JVP 5 + 4 cm H2O
- Kardiomegali
Kriteria Framingham minor
- Dyspnue d’effort
- Hepatomegali
NYHA membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas, yaitu :
1. Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
2. Bila pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan
3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari
tanpa keluhan
4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring
Kemungkinan besar penyebabnya adalah PJK, berdasarkan :
Terkadang nyeri dada
Pada EKG didapatkan gambaran Old myocard infark
(terdapat gambaran t inverted pada II, III, V5 dan V6,
Gambaran LBBB pada II, III,Avf, V4,V5 dan V6 serta
gambaran Ventrikel ekstra sistol pada aVR)
Riwayat sakit jantung sejak 3 tahun yang lalu.
II. PPOK
Berdasarkan (+):
- Sesak napas
- Batuk kronis berdahak berwarna putih disertai bercak
darah kecoklatan
- Ronkhi +/+
- Perkusi paru hipersonor, batas paru hati lebih rendah
- Riwayat merokok
III. Sindrom Dyspepsia Tipe Mix
Berdasarkan (+)
- Nyeri perut seperti ditusuk-tusuk
- Perut terasa kembung
- Mual-mual setiap saat
- Muntah lebih dari 6 kali berisi cairan dan sisa
makanan
C. PERENCANAAN
1. CHF Functional fc III ec PJK
Diagnosis :
Pemantauan hemodinamik dan saturasi oksigen
Pemeriksaan tanda vital
Foto torak
Elektrokardiografi (EKG)
Terapi:
Observasi tanda vital
EKG serial tiap 24 jam
O2 2-4 liter/menit
RL 20 tetes/menit
Farsix 1 x 2 iv
KSR 2 x 1 tab
Digoxin 1 x 0, 25 mg po
ISDN 3 x 10 mg po
Tiaryt 1 x 200 mg po
Edukasi:
Diet rendah garam, rendah lemak, tinggi protein dan tinggi
serat
Istirahat dengan posisi setengah duduk atau posisi yang
nyaman buat pasien
Jangan melakukan pekerjaan berat
2. PPOK
Diagnosis :
Tes fungsi paru
Terapi :
O2 3 liter/menit
Infus RL 20 tetes/menit
Ciprofloxacin 2 x 1 gr iv
Combivent udv 3 x 1
OBH syr 3 x C1
Dexametason 3 x 1 amp
Edukasi :
Menghentikan kebiasaan merokok
Tirah baring, diet rendah garam
Olah raga bertahap dan teratur, senam pernafasan sangat
bermanfaat walaupun harus dalam jangka panjang
Pendidikan tentang penyakit yang diderita
3. Sindrom Dispepsia Tipe Mix
Diagnosis :
Lab darah
Endoskopi
Terapi :
Infus RL 20 tetes/menit
Ranitidin amp 2 x 25 mg
Ondansetron amp 3 x 4 mg
Musin syr 3 x C1
Edukasi :
Diet lunak
Jangan makan yang pedas
PROGNOSIS:
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam: Dubia ad malam
Quo ad sanasionam: Dubia ad malam
FOLLOW UP
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
18-03-2010 Sesak nafas (+)
Batuk berdahak (+
+)
Demam(-)
mual(-)
muntah(-)
nyeri dada (-)
nyeriepigatrium(+),
susah tidur.
T:110/80 mmHg
N: 88 x/menit
R: 28 x/menit
S: Afebris
Konjungtiva tidak
anemis
Lidah tidak kotor
Ronkhi +/+,
Wheezing +/+
BJ I II ireguler,
m(-), G (+)
Nyeri tekan
epigastrium (+)
CHF Fc II-III
ec PJK
PPOK
Sindrom
dyspepsia tipe
mix
Rencana Diagnosis
- Thorak PA
- Lab lengkap
Terapi
- O2 3 liter/menit
- RL 20 tetes/menit
- Ciprofloxacin 2x1gr
iv
- Farsix 1 x 2 iv
- KSR 2 x 1 tab
- OBH syr 3 x C1
- Digoxin 1 x 0,25 mg
- Combivent udv
nebulizer 3 x 1
- Tiaryt 1 x 200 mg
- Letonal 25 mg 0-0-1
- CPG 75 mg 1 x 1
19-03-2010 Sesak napas (+)
berkurang
Batuk berdahak (+),
Nyeri dada (-)
Nyeri epigastrium
(+)
Mual (-),
T:110/80 mmHg
N: 80 x/menit
R: 24 x/menit
S: Afebris
Konjungtiva tidak
anemis
Lidah tidak kotor
CHF Fc II-III
ec PJK
PPOK
Sindrom
dyspepsia tipe
mix
Terapi
- O2 3 liter/menit
- RL 20 tetes/menit
- Ciprofloxacin 2x1gr
iv
- Farsix 1 x 2 iv
- KSR 2 x 1 tab
- OBH syr 3 x C1
Ronkhi +/+
Wheezing +/+
BJ I II ireguler,
m(-), G (+)
Nyeri tekan
epigastrium (+)
- Digoxin 1 x 0,25 mg
- Combivent udv
nebulizer 3 x 1
- Tiaryt 1 x 200 mg
- Letonal 25 mg 0-0-1
- CPG 75 mg 1 x 1
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
20-03-2010 Sesak napas
berkurang
Batuk berdahak (+)
Nyeri dada (-)
Nyeri epigastrium
(+)
Mual (-),
Muntah (-)
T:110/80 mmHg
N: 80 x/menit
R: 24 x/menit
S: Afebris
Konjungtiva tidak
anemis
Lidah tidak kotor
Ronkhi +/+
Wheezing +/+
BJ I II ireguler,
m(-), G (+)
Nyeri tekan
epigastrium (+)
CHF Fc II-III
ec PJK
PPOK
Sindrom
dyspepsia tipe
mix
Pasien diperbolehkan
pulang
Ranitidin 2x1 tab p.o
Farsix 1 x 2 tab p.o
Ciprofloksasin 2x500
mg p.o
Tiaryt 1 x 200 mg p.o
KSR 2x1 tab p.o
CPG 1 x 75 mg p.o
Letonal 1 x 75 mg p.o
Digoxin 1 x 0,25 mg
p.o
Alprazolam 0-0-0,5mg
Ambroxol Syr 3xC1
PEMBAHASAN
Congestive Heart Failure
Congestive heart failure adalah sindrom klinis ( sekumpulan tanda dan gejala ),
ditandai oleh sesak napas dan fatik ( saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
PENDAHULUAN
Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan
ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole.
Hal ini menyebabkan volume diastolik akhir ventrikel secara progresif bertambah.
Meningkatnya umur harapan hidup, kemajuan bidang prevensi dan diagnosis serta terapi
dasar penyebab penyakit kardiovaskuler telah memberikan sumbangan besar bagi
meningkatnya jumlah penderita gagal jantung kronis. Prevalensi penyakit ini meningkat
sesuai dengan usia, berkisar dari <1% pada usia <50 tahun hingga 5% pada usia 50-70
tahun dan 10% pada usia >70 tahun.
Prognosis penderita gagal jantung kronis sangatlah buruk jika penyebab yang
mendasarinya tidak ditangani. Hampir 50% penderita gagal jantung kronis meninggal
dalam kurun waktu 4 tahun; 50% penderita stadium akhir meninggal dalam kurun waktu
1 tahun. Meskipun berbagai terapi gagal jantung kronis baik yang bersifat non
farmakologis, farmakologis maupun bedah telah berkembang pesat, transplantasi jantung
masih merupakan pilihan terapi utama bagi penderita gagal jantung. Pada 3 Desember
1967, di Afrika Selatan, Christian Barnard berhasil melakukan transplantasi jantung
orthotopik antar manusia untuk pertama kali. Keberhasilan ini segera diikuti oleh pusat
transplantasi jantung lainnya di berbagai belahan dunia. Meningkatnya angka harapan
hidup pasca transplantasi jantung tidak hanya ditentukan oleh makin baiknya mutu
perawatan pasca bedah, namun juga akibat makin baiknya sistem seleksi kandidat
transplantasi. Selain itu seleksi donor juga sangat menentukan keberhasilan transplantasi
jantung. Sejak dimulainya program transplantasi di Pusat Jantung & Diabetes NRW di
Bad Oeynhausen, Jerman pada 13 Maret 1989, sebanyak 1406 transplantasi jantung
orthotopik telah berhasil dilakukan. Angka harapan hidup berkisar antara 80%, 69%, 54%
dan 39% berturut-turut pada tahun pertama, ke lima, ke sepuluh dan ke lima belas.13
ETIOLOGI
Etiologi gagal jantung dapat berupa disfungsi miokard, beban ventrikel yang
berlebihan, beban volume berlebihan, hambatan pengisian darah ke ventrikel dan
peningkatan kebutuhan metabolik.
Penyebab umum gagal jantung
Penyebab Frekuensi relatifKardiomiopati dilated/tidak diketahui
45%
Penyakit Jantung Iskemik 40%Kelainan katup 9%Hipertensi 6%Sumber : Cardiology and Respiratory Medicine 2001
Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung, yaitu :
Kelebihan Na dalam makanan Kelebihan intake cairan Tidak patuh minum obat Iatrogenic volume overload Aritmia : flutter, aritmia ventrikel Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia, gagal ginjal, defisiensi vitamin B, emboli
paru.13
PATOFISIOLOGI
Kelainan Intrinsik pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik,
menggangu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri
yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Dengan meningkatnya EDV (Volume akhir diastolik ventrikel), maka terjadi pula
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan
tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula
tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama
diastol. Peningkatan LAP diteruskan kebelakang kedalam anyaman vaskular paru-paru,
meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman
kapiler paru paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan
kedalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase
limpatik, maka akan terjadi edema interstisial . Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes kedalam alveoli dan terjadi edema paru-paru.3
Tekanan arteria paru-paru dapat meningkatkan sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonar meningkatkan tahanan
terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung
kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik
dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat
dieksaserbasi oleh regurgitas fungsional dari katup katup trikuspidalis atau mitralis
bergantian. Regurgitas fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari anulus katup
atroventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan
kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.3
Karakteristik gagal jantung dapat ditemukan berupa sesak napas dan kelelahan
fisik, tanda-tanda retensi cairan sehingga timbul bengkak di tungkai, penumpukan cairan
di rongga perut (asites), dan berbagai bagian tubuh lain, terutama apabila telah
berlangsung kronis. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otot
jantung, kelainan katup jantung, kerusakan endokardium, kelainan bawaan, kelainan
pericardium (selaput pembungkus jantung), atau kelainan elektrik jantung. Berdasar onset
terjadinya, apakah terjadi mendadak atau kronis, keadaan ini dibagi menjadi gagal
jantung akut dan gagal jantung kronik. Secara klinis, gagal jantung kiri menimbulkan
manifestasi sesak napas, sedangkan gagal jantung kanan berupa bengkak tungkai,
pembesaran hati, dan peningkatan tekanan vena leher.Jadi, gagal jantung bukan suatu
penyakit, namun merupakan kumpulan tanda dan gejala. Penyakit yang mendasari perlu
ditegakkan untuk melakukan upaya terapi yang bersifat definitif. Terapi optimal dan
pendekatan yang dilakukan bervariasi, bergantung pada kelainan yang mendasari apakah
pada otot jantung, katup jantung, atau penyebab lain. Dua pertiga kasus gagal jantung
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, dan sebagian besar memiliki riwayat infark
miokard akut (serangan jantung) sebelumnya. Sedangkan sisanya disebabkan oleh
kelainan pada otot jantung akibat kardiomiopati non-iskemi, dengan penyebab dasarnya
hipertensi, hipertiroid, penyakit jantung katup, miokarditis, peminum alkohol atau yang
tidak diketahui penyebabnya, kardiomiopati dilatasi idiopatik.14
Aktivasi Neurohormon
Gangguan fungsi pompa, cepat atau lambat akan menimbulkan respons kompensasi
dari tubuh berupa aktifasi neurohormon. Konsekuensi aktifasi neurohormon berupa
pelepasan berbagai substansi, seperti katekolamin endogen (noradrenalin) sebagai
konsekuensi aktivitas saraf simpatis yang berlebihan, aktifasi aksis renin-angiotensin-
aldosteron dan pelepasan hormon vasopresin yang seluruhnya bersifat vasokonstriktor
(membuat pembuluh arteri berkontraksi). Berbagai hormon tersebut bersifat toksik
terhadap otot jantung, dan menyebabkan terjadinya retensi cairan. Adanya retensi cairan
akan menjadi beban volume dan beban tekanan bagi jantung, yang pada gilirannya akan
membuat ruang-ruang jantung mengalami pelebaran dilatasi (lihat ilustrasi). Keadaan
tersebut pada akhirnya akan memperburuk fungsi pompa jantung.Penderita gagal jantung
sering datang dengan keluhan kelemahan dan kelelahan fisik, sesak napas atau bengkak
pada tungkai bawah. Melakukan evaluasi dan investigasi berdasar keluhan subjektif, dan
tanda objektif merupakan hal penting dalam rangka menegakkan diagnosa. Pemeriksaan
dasar lebih lanjut diperlukan untuk membedakan gagal jantung dengan penyebab yang
lain.Pemeriksaan urinalisis, serum urea dan kadar kreatinin, perlu dilakukan untuk
mendeteksi adanya gagal ginjal yang secara klinis dapat menyerupai gagal jantung, atau
gagal jantung yang telah menimbulkan komplikasi pada ginjal. Foto thoraks dapat
memperlihatkan gambaran pembesaran jantung, tanda-tanda bendungan pembuluh paru,
penumpukan cairan pada kavum pleura. Pemeriksaan dasar yang perlu dilakukan sangat
bervariasi, bergantung pada gejala dan tanda-tanda klinis, namun pada umumnya
meliputi, darah rutin, serum urea/kreatinin, urinalisis, fungsi tiroid, kadar gula darah
puasa, kadar elektrolit, dan thoraks foto.
Congestive heart failure dipengaruhi oleh cardiac output, parameternya:
Preload
Afterload
Kontraktilitas
Denyut jantung
Berdasarkan gejala sesak napas, New York Heart Assotiation membagi gagal
jantung kongestif menjadi 4 klas yaitu:
Kelas 1 : Aktifitas sehari-hari tidak terganggu, sesak timbul jika melakukan
kegiatan fisik yang berat.
Kelas 2 : Aktifitas sehari-hari sedikit terganggu.
Kelas 3 : Aktifitas sehari-hari sangat terganggu, merasa nyaman pada saat
istirahat.
Kelas 4 : Saat istirahat tetap merasa sesak.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.
Kriteria Mayor
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensi vena leher
Ronkhi paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peningkatan tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (> 120x/menit)
Major atau Minor
Penurunan BB ≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnosis Gagal Jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor.
TERAPI Non Farmakologis
Yaitu meliputi pendidikan dan konseling untuk melakukan modifikasi kebiasaan
minum alkohol, berhenti merokok, kontrol diet, cairan dan nutrisi, kegiatan
olahraga dengan beban yang terkontrol, dan modifikasi penyakit penyerta
(hipertensi, diabetes, dislipidemia, obesitas, dll).
Diit Pada Penyakit jantung dan Pembuluh Darah2
Tujuan
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan pekerjaan jantung
2. Menurunkan berat badan bila penderita terlalu gemuk
3. Mencegah/menghilangkan penimbunan garam/air
Syarat-syarat
1. Kalori rendah, terutama bagi pendertia yang terlalu gemuk
2. Protein dan lemak sedang
3. Cukup vitamin dan mineral
4. Rendah garam bila ada tekanan darah tinggi dan tentu.atau oedema
5. Mudah cerna, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas
6. Porsi kecil dan diberikan sering
Macam diit dan indikasi pemberian :
Diit Jantung I
Diberikan kepada penderita dengan myocard infarct (MIC) akut atau
congestive cardiac failure berat. Diberikan berupa 1-1 ½ L cairan sehari selama 1-
2 hari pertama bila penderita dapat menerimanya
Makanan ini sangat rendah kalori dan semua zat-zat gizi
Diit Jantung II
Diberikan secara berangsur dalam bentuk lunak. Setelah fase akut MCI
dapat diatasi. Menurut beratnya hypertensi atau oedema yang menyertai penyakit,
makanan diberikan sebagai Diit Jantung II Rendah Garam.
Makanan ini rendah kalori, protein dan thiamin
Diit Jantung III
Diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diit Jantung II atau kepada
penderita penyakit jantung tidak terlalu berat. Makanan diberikan dalam bentuk
mudah cerna berbentuk lunak atau biasa.
Makanan ini rendah kalori, tetapi cukup zat-zat gizi lain. Menurut
beratnya hypertensi atau oedema yang menyertai penyakit, diberikan sebagai Diit
Jantung III Rendah Garam.
Diit Jantung IV
Diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diit Jantung III atau kepada
penderita Penyakit jantung ringan. Diberikan dalam bentuk biasa. Menurut
beratnya hypertensi atau oedema yang menyertai penyakit. Makanan diberikan
sebagai Diit Jantung IV Rendah Garam. Makanan ini cukup Kalori dan zat zat
gizi.
Farmakologis
Terapi farmakologis ditujukan untuk mencegah progresi penyakit dengan
cara melakukan manipulasi terhadap aktifasi neuroendokrin dengan menggunakan
berbagai obat yang secara uji klinis telah terbukti bermanfaat, seperti penyekat
hormon angiotensin, penyekat beta, diuretik, dan digitalis.
PPOK
DEFINISIPenyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas
karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruksi umumnya bersifat progresif, bisa
disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel.
Bronkitis kronis ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun dan
paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru,
bronkhiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
ETIOLOGIFaktor-faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi Udara
3. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran napas
PATOFISIOLOGIPada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.
Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak.
Pada bronchitis kronik, saluran napas kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi
lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia
sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar
mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas paru-paru.
MANIFESTASI KLINIS1. Batuk kronis yang umumnya muncul pada siang hari, jarang pada malam hari
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas.
KOMPLIKASIInfeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan
hipoksia kronik, gagal napas dan cor pulmonal.
DIAGNOSISPenyakit paru obstruksi kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut.
Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi ( bakteri atau virus ),
bronkospasme, polusi udara atau golongan obat sedatif. Pasien yang mengalami
eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yang
semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum,
atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatigue, dan
gangguan susah tidur.
Roisin membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan
sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak napas yang semakin lama semakin
bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering
dan napas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental pasien.
Pemeriksaan fisik:
Pasien biasanya tampak kurus dengan barell-shaped chest ( diameter
anteroposterior dada meningkat ).
Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah,
pekak jantung berkurang.
Pemeriksaan radiologi:
Foto toraks pada bronchitis kronis memperlihatkan tubular shadow berupa
bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan
corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema paru, foto toraks menunjukan adanya overinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal,
dan penambahan corakan ke distal.
Pemeriksaan yang diperlukan untuk menilai tingkat keparahan pasien PPOK yang
mengalami eksaserbasi akut adalah:
Tes fungsi paru
Pemeriksaan analisa gas darah
Foto toraks
Elektrokardiografi ( EKG )
Kultur dan sensitivitas kuman
PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan: Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut:
Antibiotika
Terapi oksigen
Fisioterapi
Bronkodilator
3. Terapi jangka panjang:
Antibiotika
Bronkodilator
Fisioterapi
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
Mukolitik dan ekspektoran
Terapi oksigen
Rehabilitasi: - Fisioterapi
- Rehabilitasi psikis
- Rehabilitasi pekerjaan
PROGNOSISPada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada pasien bronchitis
kronik dan emfisema lanjut dan FEV1 < 1 liter survival rate selama 5-10 tahun mencapai
40%
DISPEPSIA
Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang, sendawa.Berdasarkan konsensus terakhir (kriteria RomaII 2000), dyspepsia di definisikan sebagai: dyspepsia referes to pain or discomfort centered in the upper abdomen. Disamping itu gejala heartburn atau pirosis, yang diduga karena penyakit GERD, tidak dimasukkan lagi dalam sindrom dyspepsia
ETIOLOGI
Dispepsi Organik: Penyebab organic yang dapat menyebabkan gejala. Jika gejala tersebut dapat diatasi maka gejala tersebut menghilang,
– Tukak peptic sebagai penyebab utama – Luka yang diinduksi oleh AINS– Neoplasma – Peradangan oleh Helicobacter pylori
Dispepsi Fisiologis ( non ulkus) – Dapat diidentifikasi suatu keadaan patofisiologi tapi tidak jelas gejala
relevansinya dengan gejala yang timbul.
PATOFISIOLOGI
Rasa penuh (begah) dan kembung mungkin dimulai dengan adanya pengosongan lambung yang terhambat kemudian terjadi peningkatan tekanan dalam lambung dan peningkatan tonus otot sehingga perut terasa penuh dan dan kembung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dispepsi:
Diet dan Lingkungan Sekresi asam lambung Fungsi motorik lambung (motilitas) Persepsi visceral lambung Psikogenik Infeksi Helicobacter pylori Kapasitas akomodasi lambung Peran hormonal Aktivitas mioelektrik lambung
Dispepsia Fungsional dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :1. Dispepsia tipe refluks
rasa terbakar pada epigastrium dan dada regurgitasi dengan gejala perasaan asam di mulut.
2. Dispepsia tipe dismotilitas
nyeri epigastrium yang bertambah sakit setelah makan disertai kembung cepat kenyang rasa penuh setelah makan mual atau muntah bersendawa
banyak flatus.
3. Dispepsia tipe ulkus
nyeri epigastrium yang mereda bila makan atau minum antasid dan nyeri biasanya terjadi sebelum makan dan tengah malam.
4. Dispepsia non-spesifik
dispepsia yang tidak bisa digolongkan dalam satu kategori di atas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia). Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus sebagai terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
CLO (rapid urea test) Patologi anatomi Kultur mikroorganisme (MO) jaringan PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
DIAGNOSA BANDING
Gastro-esophageal Reflux Disease (GERD)
Sebagian kasus GERD tidak memperlihatkan kasus yang jelas. Jika diduga adanya GERD maka pemeriksaan pH esophagus dalam bentuk pemantauan 24 jam dapat membedakannya dengan dispepsia fungsional
Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Keluhan penderita harus didiskripsikan lebih spesifik. Pada IBS keluhan lebih bersifat difus dan disertai pola defekasi.
TERAPI
Langkah diagnostik klinis dan komunikasi dokter pasien memegang peran yang sangat penting.
Modifikasi Pola Hidup Obat-obatan Belum ada regimen pengobatan yang memuaskan, proses patofisiologinya masih
belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70% kasus dispepsia normal responsif terhadap plasebo.
Antasida Agen Anti Sekresi : Obat Penghambat Pompa Proton : omeperazol, lansoprazol,
dan pantoprazol. Sitoprotektif : Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE 1) dan enprostil
(PGE 2) Golongan prokinetik yaitu cisapride, domperidon, dan metoklopramid.