documentc

42
PERSENTASI KASUS IPD CHF FC III e.c PJK + PPOK + Sindrom Dispepsia tipe mix Pembimbing : Dr. Ridwan S, Sp. JP Disusun Oleh : Rini triyulian Dita. Sked Nim : 110.2005.224 KEPANITERAAN KLINIK

Upload: sarrah-obgynia

Post on 14-Apr-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentC

PERSENTASI KASUS IPD

CHF FC III e.c PJK + PPOK + Sindrom

Dispepsia tipe mix

Pembimbing : Dr. Ridwan S, Sp. JP

Disusun Oleh : Rini triyulian Dita. Sked

Nim : 110.2005.224

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU PENYAKIT DALAM

RS dr. SLAMET GARUT

2010

Page 2: DocumentC

A. IDENTITAS PASIENNama : Tn. Husein

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Kawin

Suku Bangsa : Sunda

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Alamat : Kp.Bebedahan, lebak jaya karangpawitan.

B. ANAMNESISDiambil dari : Autoanamnesis

Tanggal : 17 maret 2010

Keluhan Utama :

Sesak nafas yang makin memberat sejak 3 hari smrs.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSU Dr.Slamet Garut dengan keluhan sesak

napas sejak 1 minggu SMRS yang makin memberat sejak ± 3 hari SMRS.

Sesak nafas ini timbul saat pasien sedang berjalan dan naik tangga sehinga

pasien mengeluh tidak kuat bila berjalan jauh. Pasien juga mengeluhkan

susah tidur dan sering terbangun dari tidurnya bila malam hari karena

sesak nafas dan membaik bila pasien duduk. Pasien juga mengatakan bila

tidur lebih nyaman jika menggunakan 2 - 3 bantal.sesak juga disertai

dengan nyeri dada yang timbul kadang-kadang.Riwayat hipertensi

disangkal pasien, namun pasien memiliki riwayat sakit jantung sejak 3

tahun yang lalu.

Selain itu pasien juga mengeluh saat sesak terdengar suara ngik-

ngikan dan batuk berdahak yang disertai bercak-bercak darah berwarna

Page 3: DocumentC

kemerahan sejak 3 hari yang lalu.Batuk dirasakan saat malam hari dan saat

pasien kedinginan.Sebelumnya pasien memang memiliki riwayat batuk-

batuk sejak lama.Keluhan keringat pada malam hari diakui.Namun pasien

menyangkal keluhan didahului demam.Pasien juga tidak mengaku pernah

menjalani pengobatan paru selama 9 bulan.Pasien memiliki riwayat

merokok lebih dari 20 batang / hari sejak lama.Namun sejak 3 hari ini

pasien berhenti merokok.

Pasien juga mengeluh perut terasa penuh, kembung, mual dan

muntah.Pada saat dirumah pasien muntah sebanyak 6 x.Muntah berupa

cairan dan sisa makanan.Muntah berupa darah disangkal.Selain itu, pasien

juga mengeluh nyeri pada ulu hati.Nyeri berupa rasa ditusuk-tusuk yang

hilang timbul.BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Dirawat karena penyakit jantung 3 tahun yang lalu

Riwayat hipetensi disangkal

Gastritis

Riwayat batuk lama diakui

Riwayat Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit yang

sama dengan pasien.

Riwayat Kerabat Yang Menderita

Tidak ada kerabat pasien yang mempunyai riwayat yang sama

dengan pasien.

Riwayat Alergi

Alergi makanan berupa udang

Alergi obat

Page 4: DocumentC

C. ANAMNESIS SISTEMKulit : t.a.k

Kepala : t.a.k

Mata : t.a.k

Telinga : t.a.k

Hidung : t.a.k

Mulut : t.a.k

Tenggorokan : t.a.k

Leher : t.a.k

Dada (jantung/paru-paru) : sesak napas, batuk

Abdomen (lambung/usus) : rasa kembung, mual, muntah

Saluran kemih/alat kelamin : t.a.k

Saraf dan Otot : t.a.k

Ekstremitas : t.a.k

D.PEMERIKSAAN JASMANI :1. Pemeriksaan Umum :

Keadaan umum : Sakit berat

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 100 x/menit

Suhu : 33,2 ºC

Pernafasan : 28 x/menit

JVP : 5 + 4 cm H2O

Tinggi Badan : 165 Cm

Berat Badan : 80 kg

BMI 80/(1,65)2 : 29,4

Keadaan Gizi : Obes I

Page 5: DocumentC

Sianosis : tidak ada

Edema Umum : tidak ada

Habitus : Pignikus

Cara Berjalan : Normal

Mobilitas (Aktif/Pasif): Pasif

KULIT

Warna : Sawo matang Efloresensi : Tidak ada

Jaringan Parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada

Pertumbuhan Rambut : Normal Pemb.darah :Tidak melebar

Suhu Raba : Hangat Lembab/kering: Biasa

Keringat Umum : Tidak ada Turgor : Baik

Setempat : Tidak ada Ikterus : Tidak ada

Lapisan Lemak : Kurang Oedem : Tidak ada

KELENJAR GETAH BENING

Submandibula, leher, supraklavikula, ketiak dan paha : Tidak ada

pelebaran.

KEPALA

Ekspresi wajah: Wajar Simetri muka : (+)

Rambut : Menipis + Uban Pem.Darah Temporal : Teraba

MATA

Exopthalmus : (-) Enopthalmus : (-)

Kelopak : Normal Lensa : (-)

Konjungtiva : Tidak anemis Visus : (-)

Sklera : Tidak ikterik Gerakan Mata : baik ke segala arah

Lapangan Penglihatam: Baik Tekanan Bola Mata : Normal

Deviatio Konjungtiva : Tidak ada Nystagmus : Tidak ada

Page 6: DocumentC

TELINGA

Tuli : (-) Selaput pendengaran : normal

Lubang : baik Penyumbatan : (-)

Serumen : normal Perdarahan : (-)

Cairan : (-)

MULUT

Bibir : kering tonsil : T1-T1

Langit-langit : normal Bau pernafasan : Biasa

Gigi Geligi : caries (-) Trismus : (-)

Faring : tidak hiperemis Selaput Lendir : (-)

Lidah : tidak deviasi

LEHER

Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+4 cm H2O

Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran

Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran

DADA

Bentuk : Simetris kanan-kiri

Pembuluh Darah : Tidak ada pelebaran

Buah dada : Tidak ada kelainan

PARU-PARU

Inspeksi : Gerak hemitorak kanan kiri Simetris dalam statis dan

dinamis

Palpasi : Fremitus vokal dan taktil kanan dan kiri berkurang

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : VBS melemah, Ronkhi +/+ basah halus, Wheezing +/+

Ekspirasi memanjang.

Page 7: DocumentC

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : Batas jantung kiri ICS 5 linea midclavicula sinistra

Batas jantung kanan ICS 4 linea parasternal dekstra

Batas jantung atas ICS 3 linea parasternal kanan-kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni iregular, murmur (-), gallop

(+) S3

PERUT

Inspeksi : Tampak cembung

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Palpasi : Dinding perut supel

Hati teraba 4 cm BAC

Limfa tidak teraba

Ginjal tidak teraba

Nyeri tekan (+) pada epigastrium

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran, ps/pp ++/++

Uji tekan hepatojuguler : (+)

ALAT KELAMIN

Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK

Lengan kanan/kiri

Tonus Otot : N/N

Massa : -/-

sendi : t.a.k

gerakan : N/N

kekuatan : 5/5

Page 8: DocumentC

Tungkai dan Kaki kanan/kiri

Luka : -/-

Varises : -/-

Otot Tonus : N/N

Masa : -/-

Sendi : t.a.k

Gerakan : N/N

Kekuatan : 5/5

Edema : -/-

PEMERIKSAAN REFLEKS

Tidak dilakukan Pemeriksaan

COLOK DUBUR (atas indikasi )

Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM

(Pada tanggal 20 maret 2010)

Darah rutin

Haemoglobin : 14,3 gr/dl

Hematokrit : 42 %

Leukosit : 16.900/mm3

LED : 38/50 mm/jam

Trombosit : 291.000/mm3

Eritrosit : 4,61 juta/mm3

Imunoserologi

HBsAg : negatif

Page 9: DocumentC

Kimia Klinik

SGOT : 16 U/L

SGPT : 24 U/L

Ureum : 20 mg/dl

Kreatinin : 0,85 mg/dl

Kolesterol total : 159 mg/dl

Trigliserida : 77 mg/dl

Asam urat : 7,46 mg/dl

Natrium (Na) : 141 mEq/L

Kalium (K) : 5,0 mEq/L

RESUME

Pasien seorang laki-laki berusia 51 tahun datang dengan keluhan

sesak nafas saat aktifitas dan saat tidur malam,saat sesak terdengar mengi,

batuk berdahak, mual dan muntah, nyeri perut dan terasa kembung.Selain

itu kadang pasien juga mengeluh merasa nyeri dada seperti ditusuk-

tusuk.Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan dirawat sejak 3 tahun

yang lalu dan pasien memiliki riwayat merokok sebanyak 20 batang/hari

sejak usia 15 tahun serta sudah berhenti merokok sejak 3 hari yang lalu.

Hasil pemeriksaan didapatkan data-data:

Pemeriksaan fisik

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 100 x/menit

Suhu : febris ( 32,2ºC )

Pernapasan : 40 x/menit

JVP : 5+4 cm H2O

Gallop S3

Rh +/+, Ronki basah halus

Uji tekan hepatojugular (+)

Nyeri tekan (+) pada epigastrium

Page 10: DocumentC

Riwayat merokok (+)

Pemeriksaan penunjang

Darah rutin

Haemoglobin : 14,3 gr/dl

Hematokrit : 42 %

Leukosit : 16.900/mm3

LED : 38/50 mm/jam

Trombosit : 291.000/mm3

Eritrosit : 4,61 juta/mm3

Imunoserologi

HBsAg : negatif

Kimia Klinik

SGOT : 16 U/L

SGPT : 24 U/L

Ureum : 20 mg/dl

Kreatinin : 0,85 mg/dl

Kolesterol total : 159 mg/dl

Trigliserida : 77 mg/dl

Asam urat : 7,46 mg/dl

Natrium (Na) : 141 mEq/L

Kalium (K) : 5,0 mEq/L

A. MASALAH

I. CHF functional klas III ec PJK

Page 11: DocumentC

II. PPOK

III. Sindrom dyspepsia tipe mix

B. PENGKAJIAN

I. CHF Functional Klas III ec PjK

Berdasarkan :

Kriteria Framingham mayor

- Paroxysmal nocturnal dyspnue

- Gallop S3

- Ronki basah halus pada basal paru

- Refluks hepatojugular (+)

- JVP 5 + 4 cm H2O

- Kardiomegali

Kriteria Framingham minor

- Dyspnue d’effort

- Hepatomegali

NYHA membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas, yaitu :

1. Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan

2. Bila pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa

keluhan

3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari

tanpa keluhan

4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas

apapun dan harus tirah baring

Kemungkinan besar penyebabnya adalah PJK, berdasarkan :

Terkadang nyeri dada

Page 12: DocumentC

Pada EKG didapatkan gambaran Old myocard infark

(terdapat gambaran t inverted pada II, III, V5 dan V6,

Gambaran LBBB pada II, III,Avf, V4,V5 dan V6 serta

gambaran Ventrikel ekstra sistol pada aVR)

Riwayat sakit jantung sejak 3 tahun yang lalu.

II. PPOK

Berdasarkan (+):

- Sesak napas

- Batuk kronis berdahak berwarna putih disertai bercak

darah kecoklatan

- Ronkhi +/+

- Perkusi paru hipersonor, batas paru hati lebih rendah

- Riwayat merokok

III. Sindrom Dyspepsia Tipe Mix

Berdasarkan (+)

- Nyeri perut seperti ditusuk-tusuk

- Perut terasa kembung

- Mual-mual setiap saat

- Muntah lebih dari 6 kali berisi cairan dan sisa

makanan

C. PERENCANAAN

1. CHF Functional fc III ec PJK

Diagnosis :

Pemantauan hemodinamik dan saturasi oksigen

Pemeriksaan tanda vital

Foto torak

Elektrokardiografi (EKG)

Page 13: DocumentC

Terapi:

Observasi tanda vital

EKG serial tiap 24 jam

O2 2-4 liter/menit

RL 20 tetes/menit

Farsix 1 x 2 iv

KSR 2 x 1 tab

Digoxin 1 x 0, 25 mg po

ISDN 3 x 10 mg po

Tiaryt 1 x 200 mg po

Edukasi:

Diet rendah garam, rendah lemak, tinggi protein dan tinggi

serat

Istirahat dengan posisi setengah duduk atau posisi yang

nyaman buat pasien

Jangan melakukan pekerjaan berat

2. PPOK

Diagnosis :

Tes fungsi paru

Terapi :

O2 3 liter/menit

Infus RL 20 tetes/menit

Ciprofloxacin 2 x 1 gr iv

Combivent udv 3 x 1

OBH syr 3 x C1

Dexametason 3 x 1 amp

Page 14: DocumentC

Edukasi :

Menghentikan kebiasaan merokok

Tirah baring, diet rendah garam

Olah raga bertahap dan teratur, senam pernafasan sangat

bermanfaat walaupun harus dalam jangka panjang

Pendidikan tentang penyakit yang diderita

3. Sindrom Dispepsia Tipe Mix

Diagnosis :

Lab darah

Endoskopi

Terapi :

Infus RL 20 tetes/menit

Ranitidin amp 2 x 25 mg

Ondansetron amp 3 x 4 mg

Musin syr 3 x C1

Edukasi :

Diet lunak

Jangan makan yang pedas

PROGNOSIS:

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam: Dubia ad malam

Quo ad sanasionam: Dubia ad malam

FOLLOW UP

Page 15: DocumentC

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning

18-03-2010 Sesak nafas (+)

Batuk berdahak (+

+)

Demam(-)

mual(-)

muntah(-)

nyeri dada (-)

nyeriepigatrium(+),

susah tidur.

T:110/80 mmHg

N: 88 x/menit

R: 28 x/menit

S: Afebris

Konjungtiva tidak

anemis

Lidah tidak kotor

Ronkhi +/+,

Wheezing +/+

BJ I II ireguler,

m(-), G (+)

Nyeri tekan

epigastrium (+)

CHF Fc II-III

ec PJK

PPOK

Sindrom

dyspepsia tipe

mix

Rencana Diagnosis

- Thorak PA

- Lab lengkap

Terapi

- O2 3 liter/menit

- RL 20 tetes/menit

- Ciprofloxacin 2x1gr

iv

- Farsix 1 x 2 iv

- KSR 2 x 1 tab

- OBH syr 3 x C1

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Combivent udv

nebulizer 3 x 1

- Tiaryt 1 x 200 mg

- Letonal 25 mg 0-0-1

- CPG 75 mg 1 x 1

19-03-2010 Sesak napas (+)

berkurang

Batuk berdahak (+),

Nyeri dada (-)

Nyeri epigastrium

(+)

Mual (-),

T:110/80 mmHg

N: 80 x/menit

R: 24 x/menit

S: Afebris

Konjungtiva tidak

anemis

Lidah tidak kotor

CHF Fc II-III

ec PJK

PPOK

Sindrom

dyspepsia tipe

mix

Terapi

- O2 3 liter/menit

- RL 20 tetes/menit

- Ciprofloxacin 2x1gr

iv

- Farsix 1 x 2 iv

- KSR 2 x 1 tab

- OBH syr 3 x C1

Page 16: DocumentC

Ronkhi +/+

Wheezing +/+

BJ I II ireguler,

m(-), G (+)

Nyeri tekan

epigastrium (+)

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Combivent udv

nebulizer 3 x 1

- Tiaryt 1 x 200 mg

- Letonal 25 mg 0-0-1

- CPG 75 mg 1 x 1

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning

20-03-2010 Sesak napas

berkurang

Batuk berdahak (+)

Nyeri dada (-)

Nyeri epigastrium

(+)

Mual (-),

Muntah (-)

T:110/80 mmHg

N: 80 x/menit

R: 24 x/menit

S: Afebris

Konjungtiva tidak

anemis

Lidah tidak kotor

Ronkhi +/+

Wheezing +/+

BJ I II ireguler,

m(-), G (+)

Nyeri tekan

epigastrium (+)

CHF Fc II-III

ec PJK

PPOK

Sindrom

dyspepsia tipe

mix

Pasien diperbolehkan

pulang

Ranitidin 2x1 tab p.o

Farsix 1 x 2 tab p.o

Ciprofloksasin 2x500

mg p.o

Tiaryt 1 x 200 mg p.o

KSR 2x1 tab p.o

CPG 1 x 75 mg p.o

Letonal 1 x 75 mg p.o

Digoxin 1 x 0,25 mg

p.o

Alprazolam 0-0-0,5mg

Ambroxol Syr 3xC1

PEMBAHASAN

Congestive Heart Failure

Page 17: DocumentC

Congestive heart failure adalah sindrom klinis ( sekumpulan tanda dan gejala ),

ditandai oleh sesak napas dan fatik ( saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan

oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.

PENDAHULUAN

Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan

ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole.

Hal ini menyebabkan volume diastolik akhir ventrikel secara progresif bertambah.

Meningkatnya umur harapan hidup, kemajuan bidang prevensi dan diagnosis serta terapi

dasar penyebab penyakit kardiovaskuler telah memberikan sumbangan besar bagi

meningkatnya jumlah penderita gagal jantung kronis. Prevalensi penyakit ini meningkat

sesuai dengan usia, berkisar dari <1% pada usia <50 tahun hingga 5% pada usia 50-70

tahun dan 10% pada usia >70 tahun.

Prognosis penderita gagal jantung kronis sangatlah buruk jika penyebab yang

mendasarinya tidak ditangani. Hampir 50% penderita gagal jantung kronis meninggal

dalam kurun waktu 4 tahun; 50% penderita stadium akhir meninggal dalam kurun waktu

1 tahun. Meskipun berbagai terapi gagal jantung kronis baik yang bersifat non

farmakologis, farmakologis maupun bedah telah berkembang pesat, transplantasi jantung

masih merupakan pilihan terapi utama bagi penderita gagal jantung. Pada 3 Desember

1967, di Afrika Selatan, Christian Barnard berhasil melakukan transplantasi jantung

orthotopik antar manusia untuk pertama kali. Keberhasilan ini segera diikuti oleh pusat

transplantasi jantung lainnya di berbagai belahan dunia. Meningkatnya angka harapan

hidup pasca transplantasi jantung tidak hanya ditentukan oleh makin baiknya mutu

perawatan pasca bedah, namun juga akibat makin baiknya sistem seleksi kandidat

transplantasi. Selain itu seleksi donor juga sangat menentukan keberhasilan transplantasi

jantung. Sejak dimulainya program transplantasi di Pusat Jantung & Diabetes NRW di

Bad Oeynhausen, Jerman pada 13 Maret 1989, sebanyak 1406 transplantasi jantung

orthotopik telah berhasil dilakukan. Angka harapan hidup berkisar antara 80%, 69%, 54%

dan 39% berturut-turut pada tahun pertama, ke lima, ke sepuluh dan ke lima belas.13

ETIOLOGI

Page 18: DocumentC

Etiologi gagal jantung dapat berupa disfungsi miokard, beban ventrikel yang

berlebihan, beban volume berlebihan, hambatan pengisian darah ke ventrikel dan

peningkatan kebutuhan metabolik.

Penyebab umum gagal jantung

Penyebab Frekuensi relatifKardiomiopati dilated/tidak diketahui

45%

Penyakit Jantung Iskemik 40%Kelainan katup 9%Hipertensi 6%Sumber : Cardiology and Respiratory Medicine 2001

Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung, yaitu :

Kelebihan Na dalam makanan Kelebihan intake cairan Tidak patuh minum obat Iatrogenic volume overload Aritmia : flutter, aritmia ventrikel Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia, gagal ginjal, defisiensi vitamin B, emboli

paru.13

PATOFISIOLOGI

Kelainan Intrinsik pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik,

menggangu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri

yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel.

Dengan meningkatnya EDV (Volume akhir diastolik ventrikel), maka terjadi pula

peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan

tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula

tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama

diastol. Peningkatan LAP diteruskan kebelakang kedalam anyaman vaskular paru-paru,

meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman

kapiler paru paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan

kedalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase

Page 19: DocumentC

limpatik, maka akan terjadi edema interstisial . Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat

mengakibatkan cairan merembes kedalam alveoli dan terjadi edema paru-paru.3

Tekanan arteria paru-paru dapat meningkatkan sebagai respon terhadap

peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonar meningkatkan tahanan

terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung

kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik

dan edema.

Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat

dieksaserbasi oleh regurgitas fungsional dari katup katup trikuspidalis atau mitralis

bergantian. Regurgitas fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari anulus katup

atroventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan

kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.3

Karakteristik gagal jantung dapat ditemukan berupa sesak napas dan kelelahan

fisik, tanda-tanda retensi cairan sehingga timbul bengkak di tungkai, penumpukan cairan

di rongga perut (asites), dan berbagai bagian tubuh lain, terutama apabila telah

berlangsung kronis. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otot

jantung, kelainan katup jantung, kerusakan endokardium, kelainan bawaan, kelainan

pericardium (selaput pembungkus jantung), atau kelainan elektrik jantung. Berdasar onset

terjadinya, apakah terjadi mendadak atau kronis, keadaan ini dibagi menjadi gagal

jantung akut dan gagal jantung kronik. Secara klinis, gagal jantung kiri menimbulkan

manifestasi sesak napas, sedangkan gagal jantung kanan berupa bengkak tungkai,

pembesaran hati, dan peningkatan tekanan vena leher.Jadi, gagal jantung bukan suatu

penyakit, namun merupakan kumpulan tanda dan gejala. Penyakit yang mendasari perlu

ditegakkan untuk melakukan upaya terapi yang bersifat definitif. Terapi optimal dan

pendekatan yang dilakukan bervariasi, bergantung pada kelainan yang mendasari apakah

pada otot jantung, katup jantung, atau penyebab lain. Dua pertiga kasus gagal jantung

disebabkan oleh penyakit jantung koroner, dan sebagian besar memiliki riwayat infark

miokard akut (serangan jantung) sebelumnya. Sedangkan sisanya disebabkan oleh

kelainan pada otot jantung akibat kardiomiopati non-iskemi, dengan penyebab dasarnya

hipertensi, hipertiroid, penyakit jantung katup, miokarditis, peminum alkohol atau yang

tidak diketahui penyebabnya, kardiomiopati dilatasi idiopatik.14

Page 20: DocumentC

Aktivasi Neurohormon

Gangguan fungsi pompa, cepat atau lambat akan menimbulkan respons kompensasi

dari tubuh berupa aktifasi neurohormon. Konsekuensi aktifasi neurohormon berupa

pelepasan berbagai substansi, seperti katekolamin endogen (noradrenalin) sebagai

konsekuensi aktivitas saraf simpatis yang berlebihan, aktifasi aksis renin-angiotensin-

aldosteron dan pelepasan hormon vasopresin yang seluruhnya bersifat vasokonstriktor

(membuat pembuluh arteri berkontraksi). Berbagai hormon tersebut bersifat toksik

terhadap otot jantung, dan menyebabkan terjadinya retensi cairan. Adanya retensi cairan

akan menjadi beban volume dan beban tekanan bagi jantung, yang pada gilirannya akan

membuat ruang-ruang jantung mengalami pelebaran dilatasi (lihat ilustrasi). Keadaan

tersebut pada akhirnya akan memperburuk fungsi pompa jantung.Penderita gagal jantung

sering datang dengan keluhan kelemahan dan kelelahan fisik, sesak napas atau bengkak

pada tungkai bawah. Melakukan evaluasi dan investigasi berdasar keluhan subjektif, dan

tanda objektif merupakan hal penting dalam rangka menegakkan diagnosa. Pemeriksaan

dasar lebih lanjut diperlukan untuk membedakan gagal jantung dengan penyebab yang

lain.Pemeriksaan urinalisis, serum urea dan kadar kreatinin, perlu dilakukan untuk

mendeteksi adanya gagal ginjal yang secara klinis dapat menyerupai gagal jantung, atau

gagal jantung yang telah menimbulkan komplikasi pada ginjal. Foto thoraks dapat

memperlihatkan gambaran pembesaran jantung, tanda-tanda bendungan pembuluh paru,

penumpukan cairan pada kavum pleura. Pemeriksaan dasar yang perlu dilakukan sangat

bervariasi, bergantung pada gejala dan tanda-tanda klinis, namun pada umumnya

meliputi, darah rutin, serum urea/kreatinin, urinalisis, fungsi tiroid, kadar gula darah

puasa, kadar elektrolit, dan thoraks foto.

Congestive heart failure dipengaruhi oleh cardiac output, parameternya:

Preload

Afterload

Kontraktilitas

Denyut jantung

Page 21: DocumentC

Berdasarkan gejala sesak napas, New York Heart Assotiation membagi gagal

jantung kongestif menjadi 4 klas yaitu:

Kelas 1 : Aktifitas sehari-hari tidak terganggu, sesak timbul jika melakukan

kegiatan fisik yang berat.

Kelas 2 : Aktifitas sehari-hari sedikit terganggu.

Kelas 3 : Aktifitas sehari-hari sangat terganggu, merasa nyaman pada saat

istirahat.

Kelas 4 : Saat istirahat tetap merasa sesak.

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.

Kriteria Mayor

Paroksismal nokturnal dispnea

Distensi vena leher

Ronkhi paru

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Peningkatan tekanan vena jugularis

Refluks hepatojugular

Kriteria Minor

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Dispnea d’effort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardia (> 120x/menit)

Major atau Minor

Penurunan BB ≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Page 22: DocumentC

Diagnosis Gagal Jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria

minor.

TERAPI Non Farmakologis

Yaitu meliputi pendidikan dan konseling untuk melakukan modifikasi kebiasaan

minum alkohol, berhenti merokok, kontrol diet, cairan dan nutrisi, kegiatan

olahraga dengan beban yang terkontrol, dan modifikasi penyakit penyerta

(hipertensi, diabetes, dislipidemia, obesitas, dll).

Diit Pada Penyakit jantung dan Pembuluh Darah2

Tujuan

1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan pekerjaan jantung

2. Menurunkan berat badan bila penderita terlalu gemuk

3. Mencegah/menghilangkan penimbunan garam/air

Syarat-syarat

1. Kalori rendah, terutama bagi pendertia yang terlalu gemuk

2. Protein dan lemak sedang

3. Cukup vitamin dan mineral

4. Rendah garam bila ada tekanan darah tinggi dan tentu.atau oedema

5. Mudah cerna, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas

6. Porsi kecil dan diberikan sering

Macam diit dan indikasi pemberian :

Diit Jantung I

Diberikan kepada penderita dengan myocard infarct (MIC) akut atau

congestive cardiac failure berat. Diberikan berupa 1-1 ½ L cairan sehari selama 1-

2 hari pertama bila penderita dapat menerimanya

Makanan ini sangat rendah kalori dan semua zat-zat gizi

Page 23: DocumentC

Diit Jantung II

Diberikan secara berangsur dalam bentuk lunak. Setelah fase akut MCI

dapat diatasi. Menurut beratnya hypertensi atau oedema yang menyertai penyakit,

makanan diberikan sebagai Diit Jantung II Rendah Garam.

Makanan ini rendah kalori, protein dan thiamin

Diit Jantung III

Diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diit Jantung II atau kepada

penderita penyakit jantung tidak terlalu berat. Makanan diberikan dalam bentuk

mudah cerna berbentuk lunak atau biasa.

Makanan ini rendah kalori, tetapi cukup zat-zat gizi lain. Menurut

beratnya hypertensi atau oedema yang menyertai penyakit, diberikan sebagai Diit

Jantung III Rendah Garam.

Diit Jantung IV

Diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diit Jantung III atau kepada

penderita Penyakit jantung ringan. Diberikan dalam bentuk biasa. Menurut

beratnya hypertensi atau oedema yang menyertai penyakit. Makanan diberikan

sebagai Diit Jantung IV Rendah Garam. Makanan ini cukup Kalori dan zat zat

gizi.

Farmakologis

Terapi farmakologis ditujukan untuk mencegah progresi penyakit dengan

cara melakukan manipulasi terhadap aktifasi neuroendokrin dengan menggunakan

berbagai obat yang secara uji klinis telah terbukti bermanfaat, seperti penyekat

hormon angiotensin, penyekat beta, diuretik, dan digitalis.

Page 24: DocumentC

PPOK

DEFINISIPenyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas

karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruksi umumnya bersifat progresif, bisa

disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel.

Bronkitis kronis ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai

pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun dan

Page 25: DocumentC

paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru,

bronkhiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.

ETIOLOGIFaktor-faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK :

1. Kebiasaan merokok

2. Polusi Udara

3. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja

4. Riwayat infeksi saluran napas

PATOFISIOLOGIPada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.

Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak.

Pada bronchitis kronik, saluran napas kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi

lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia

sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar

mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya

elastisitas paru-paru.

MANIFESTASI KLINIS1. Batuk kronis yang umumnya muncul pada siang hari, jarang pada malam hari

2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.

3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas.

KOMPLIKASIInfeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan

hipoksia kronik, gagal napas dan cor pulmonal.

DIAGNOSISPenyakit paru obstruksi kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut.

Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi ( bakteri atau virus ),

Page 26: DocumentC

bronkospasme, polusi udara atau golongan obat sedatif. Pasien yang mengalami

eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yang

semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum,

atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatigue, dan

gangguan susah tidur.

Roisin membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan

sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak napas yang semakin lama semakin

bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering

dan napas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu

tubuh, peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental pasien.

Pemeriksaan fisik:

Pasien biasanya tampak kurus dengan barell-shaped chest ( diameter

anteroposterior dada meningkat ).

Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.

Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah,

pekak jantung berkurang.

Pemeriksaan radiologi:

Foto toraks pada bronchitis kronis memperlihatkan tubular shadow berupa

bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan

corakan paru yang bertambah.

Pada emfisema paru, foto toraks menunjukan adanya overinflasi dengan

gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal,

dan penambahan corakan ke distal.

Pemeriksaan yang diperlukan untuk menilai tingkat keparahan pasien PPOK yang

mengalami eksaserbasi akut adalah:

Tes fungsi paru

Pemeriksaan analisa gas darah

Foto toraks

Elektrokardiografi ( EKG )

Kultur dan sensitivitas kuman

Page 27: DocumentC

PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan: Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara

2. Terapi eksaserbasi akut:

Antibiotika

Terapi oksigen

Fisioterapi

Bronkodilator

3. Terapi jangka panjang:

Antibiotika

Bronkodilator

Fisioterapi

Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

Mukolitik dan ekspektoran

Terapi oksigen

Rehabilitasi: - Fisioterapi

- Rehabilitasi psikis

- Rehabilitasi pekerjaan

PROGNOSISPada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada pasien bronchitis

kronik dan emfisema lanjut dan FEV1 < 1 liter survival rate selama 5-10 tahun mencapai

40%

DISPEPSIA

Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang, sendawa.Berdasarkan konsensus terakhir (kriteria RomaII 2000), dyspepsia di definisikan sebagai: dyspepsia referes to pain or discomfort centered in the upper abdomen. Disamping itu gejala heartburn atau pirosis, yang diduga karena penyakit GERD, tidak dimasukkan lagi dalam sindrom dyspepsia

ETIOLOGI

Page 28: DocumentC

Dispepsi Organik: Penyebab organic yang dapat menyebabkan gejala. Jika gejala tersebut dapat diatasi maka gejala tersebut menghilang,

– Tukak peptic sebagai penyebab utama – Luka yang diinduksi oleh AINS– Neoplasma – Peradangan oleh Helicobacter pylori

Dispepsi Fisiologis ( non ulkus) – Dapat diidentifikasi suatu keadaan patofisiologi tapi tidak jelas gejala

relevansinya dengan gejala yang timbul.

PATOFISIOLOGI

Rasa penuh (begah) dan kembung mungkin dimulai dengan adanya pengosongan lambung yang terhambat kemudian terjadi peningkatan tekanan dalam lambung dan peningkatan tonus otot sehingga perut terasa penuh dan dan kembung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dispepsi:

Diet dan Lingkungan Sekresi asam lambung Fungsi motorik lambung (motilitas) Persepsi visceral lambung Psikogenik Infeksi Helicobacter pylori Kapasitas akomodasi lambung Peran hormonal Aktivitas mioelektrik lambung

Dispepsia Fungsional dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :1. Dispepsia tipe refluks

rasa terbakar pada epigastrium dan dada regurgitasi dengan gejala perasaan asam di mulut.

2. Dispepsia tipe dismotilitas

nyeri epigastrium yang bertambah sakit setelah makan disertai kembung cepat kenyang rasa penuh setelah makan mual atau muntah bersendawa

Page 29: DocumentC

banyak flatus.

3. Dispepsia tipe ulkus

nyeri epigastrium yang mereda bila makan atau minum antasid dan nyeri biasanya terjadi sebelum makan dan tengah malam.

4. Dispepsia non-spesifik

dispepsia yang tidak bisa digolongkan dalam satu kategori di atas.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia). Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus sebagai terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:

CLO (rapid urea test) Patologi anatomi Kultur mikroorganisme (MO) jaringan PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian

DIAGNOSA BANDING

Gastro-esophageal Reflux Disease (GERD)

Sebagian kasus GERD tidak memperlihatkan kasus yang jelas. Jika diduga adanya GERD maka pemeriksaan pH esophagus dalam bentuk pemantauan 24 jam dapat membedakannya dengan dispepsia fungsional

Irritable Bowel Syndrome (IBS)

Keluhan penderita harus didiskripsikan lebih spesifik. Pada IBS keluhan lebih bersifat difus dan disertai pola defekasi.

Page 30: DocumentC

TERAPI

Langkah diagnostik klinis dan komunikasi dokter pasien memegang peran yang sangat penting.

Modifikasi Pola Hidup Obat-obatan Belum ada regimen pengobatan yang memuaskan, proses patofisiologinya masih

belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70% kasus dispepsia normal responsif terhadap plasebo.

Antasida Agen Anti Sekresi : Obat Penghambat Pompa Proton : omeperazol, lansoprazol,

dan pantoprazol. Sitoprotektif : Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE 1) dan enprostil

(PGE 2) Golongan prokinetik yaitu cisapride, domperidon, dan metoklopramid.