bupati ketapang...perubahan penggolongan psikotropika (berita negara republik indonesia tahun 2015...
TRANSCRIPT
BUPATI KETAPANG
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG
NOMOR 8 TAHUN 2018
TENTANG
FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KETAPANG,
Menimbang
Mengingat
:
:
a. bahwa penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya telah meluas sampai wilayah pelosok
Kecamatan di wilayah Kabupaten Ketapang sehingga perlu
dilakukan upaya fasilitasi pencegahan dan penanggulangan
terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 4 huruf
a Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2013
tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika,
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya melalui penerbitan produk hukum yang sesuai
dengan kewenangan daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Fasilitasi Pencegahan dan Penanggulangan
Terhadap Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif Lainnya;
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang
Perpanjangan Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor
9), Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1820) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965
tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Tanah Laut, Daerah
Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II Tabalong dengan
Mengubah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang
Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953
tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Di Kalimantan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor
51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2756);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3671);
4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5062);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5419);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2415/Menkes/Per/XII/2011 tentang Rehabilitasi Medis
Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 825);
9. Peraturan Menteri Sosial Nomor 26 Tahun 2012 tentang
Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1218);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2013
tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 352);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Penggolongan Psikotropika (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 324);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2015 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan Rehabilitasi
Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1146).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KETAPANG
dan
BUPATI KETAPANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN
DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Ketapang.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Kabupaten yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Bupati adalah Bupati Ketapang.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah.
7. Fasilitasi adalah upaya Pemerintah Daerah dalam pencegahan dan
penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya.
8. Lembaga Pemerintah Daerah adalah instansi vertikal di Kabupaten Ketapang.
9. Badan Narkotika Nasional Kabupaten selanjutnya disingkat BNNK adalah
Badan Narkotika Nasional Kabupaten Ketapang.
10. Institusi Penerima Wajib Lapor yang selanjutnya disingkat IPWL adalah Pusat
Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit, dan/atau Lembaga Rehabilitasi Medis
dan Lembaga Rehabilitasi Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah.
11. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
12. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
13. Zat Adiktif Lainnya adalah zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan
seperti zat-zat solven termasuk inhalansia, zat-zat tersebut sangat berbahaya
karena bisa mematikan sel-sel otak.
14. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat
dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantunggan.
15. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan
biologis maupun sosial memiliki peranan yang sangat penting dalam
membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk
perempuan/pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang
yang mengisi peranan ini.
16. Wali adalah orang mempunyai kedudukan sama dengan orang tua yang
menurut hukum telah diserahi kewajiban mengurus anak, sebelum anak itu
telah dewasa.
17. Wajib Lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu
narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tua
atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi
penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
18. Pencegahan adalah semua upaya untuk menghindarkan masyarakat dari
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
19. Penanggulangan adalah upaya dalam mengatasi penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya yang meliputi pencegahan dan
penanganan dengan melibatkan peran serta masyarakat dan pemangku
kepentingan.
20. Pecandu narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya adalah orang yang
menggunakan atau menyalahgunakan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
Lainnya dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya, baik secara fisik maupun psikis.
21. Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya tanpa hak atau melawan hukum.
22. Penyalahgunaan adalah tindakan menggunakan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya tanpa hak atau melawan hukum.
23. Pendampingan adalah pemberian konsultasi dan motivasi, melalui kegiatan
positif seperti wawasan kebangsaan, parenting skill dan lain-lain.
24. Kampanye adalah sebuah tindakan dan usaha yang bertujuan mendapatkan
pencapaian dukungan, usaha bisa dilakukan oleh peorangan atau
sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu
proses pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok.
25. Advokasi adalah pendampingan dan bantuan hukum.
26. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu
untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lainnya.
27. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu,
baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya dapat kembali melaksanakan fungsi
sosial dalam kehidupan masyarakat.
28. Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal
pada jenjang dan jenis Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah di
Kabupaten Malang.
29. Rumah kos/tempat pemondokan yang selanjutnya disebut Pemondokan
adalah rumah atau kamar yang disediakan untuk tempat tinggal dalam
jangka waktu tertentu bagi seorang atau beberapa orang dengan dipungut
atau tidak dipungut bayaran.
30. Asrama adalah rumah/tempat yang secara khusus disediakan, yang dikelola
oleh Instansi/Yayasan untuk dihuni dengan peraturan tertentu yang bersifat
sosial.
31. Tempat Usaha adalah ruang kantor, ruang penjualan, ruang toko, ruang
gudang, ruang penimbunan, pabrik, ruang terbuka dan ruang lainnya yang
digunakan untuk penyelenggaraan perusahaan.
32. Hotel/Penginapan adalah bangunan khusus disediakan bagi orang untuk
dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan/atau fasilitas lainnya
dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya, yang menyatu
dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama.
33. Tempat Hiburan adalah suatu tempat dimana terdapat segala yang baik
berbentuk kata, benda, perilaku yang dapat menjadi penghibur atau pelipur
hati susah sedih yang dapat dijadikan tujuan secara pribadi, bersama
dan/atau masyarakat umum.
34. Badan Usaha adalah setiap badan hukum perusahaan yang didirikan
berdasarkan hukum Indonesia yang wilayah kerjanya/operasionalnya berada
dalam wilayah Daerah.
35. Media Massa adalah kanal, media, saluran atau sarana yang dipergunakan
dalam proses komunikasi massa seperti media massa cetak, media massa
elektronik, dan media sosial.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Asas
Pasal 2
Fasilitasi pencegahan dan penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya dilaksanakan berdasarkan asas:
a. keadilan;
b. pengayoman;
c. kemanusiaan;
d. ketertiban;
e. edukatif;
f. perlindungan;
g. keamanan;
h. nilai-nilai ilmiah; dan
i. kepastian hukum.
Tujuan
Pasal 3
Fasilitasi pencegahan dan penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya bertujuan:
a. mengatur dan memperlancar pelaksanaan upaya pencegahan dan
penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya agar dapat terselenggara secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, menyeluruh dan berkelanjutan;
b. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
c. membangun partisipasi masyarakat untuk turut serta dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya; dan
d. menciptakan ketertiban dalam tata kehidupan bermasyarakat, sehingga
dapat memperlancar pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan terhadap
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH
Pasal 4
Dalam memfasilitasi pencegahan dan penanggulangan terhadap penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, Pemerintah Daerah bertugas:
a. melakukan pendataan dan pemetaan untuk memperoleh data mengenai
kerawanan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
pada kawasan dan/atau wilayah tertentu;
b. melakukan perumusan kebijakan untuk tindakan pencegahan
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya berdasarkan
hasil pendataan dan pemetaan;
c. melakukan pembangunan sistem informasi, yang benar kepada masyarakat
tentang bahaya penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya;
d. melakukan koordinasi lintas lembaga, baik dengan lembaga pemerintah,
swasta maupun masyarakat;
e. memfasilitasi rehabilitasi medis, dan rehabilitasi sosial bagi pecandu
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya; dan
f. melindungi kepentingan masyarakat terhadap risiko bahaya penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Pasal 5
Dalam memfasilitasi pencegahan dan penanggulangan terhadap penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, Pemerintah Daerah mempunyai
wewenang:
a. pelaksanaan sosialisasi dan edukasi mengenai penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya;
b. penanggulangan terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan dan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
c. pengusulan tempat rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial kepada Menteri
Kesehatan; dan
d. melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap tempat rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan.
Pasal 6
(1) Pelaksanaan tugas dan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dilaksanakan oleh Perangkat Daerah
yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan bidang kesehatan dan
Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan Bidang
Sosial, Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
(2) Dalam melakukan pendataan dan pemetaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a, Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat bekerjasama dengan Perangkat Daerah terkait, instansi vertikal,
Perguruan Tinggi dan/atau instansi lainnya.
BAB IV
RUANG LINGKUP
Pasal 7
Ruang lingkup fasilitasi pencegahan dan penanggulangan terhadap
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya ini meliputi:
a. antisipasi dini;
b. pencegahan;
c. penanggulangan;
d. pendanaan;
e. partisipasi masyarakat;
f. upaya khusus;
g. pembinaan dan pengawasan;
h. forum koordinasi; dan
i. penghargaan.
BAB V
ANTISIPASI DINI
Pasal 8
Antisipasi dini terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah, yang pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan BNNK.
Pasal 9
Antisipasi dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, meliputi:
a. memasang papan pengumuman larangan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya ditempat yang mudah dibaca di
lingkungan satuan pendidikan, badan usaha, tempat usaha,
hotel/penginapan, rumah kos dan tempat hiburan, satuan pendidikan dan
fasilitas umum lainnya;
b. melaksanakan kampanye dan penyebaran informasi mengenai bahaya
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
c. meminta kepada karyawan untuk menandatangani surat pernyataan di
kertas bermeterai yang menyatakan tidak akan mengedarkan, menggunakan
dan/atau menyalahgunakan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
selama menjadi karyawan di badan usaha, tempat usaha, hotel/penginapan,
rumah kos dan tempat hiburan yang dikelolanya;
d. memberikan edukasi dini kepada anak tentang bahaya penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan keluarga dan
satuan pendidikan;
e. membangun sarana prasarana dan sumber daya manusia pusat informasi
dan edukasi tentang penanggulangan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya.
BAB VI
PENCEGAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 10
(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat melaksanakan upaya pencegahan
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(2) Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui:
a. keluarga;
b. satuan pendidikan;
c. masyarakat;
d. Pemerintah Daerah;
e. DPRD;
f. badan usaha;
g. tempat usaha;
h. hotel/penginapan, rumah kos;
i. tempat hiburan; dan
j. media massa
Pasal 11
(1) Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah serta mengoordinasikan
pelaksanaannya dengan BNNK.
(2) Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara, antara lain:
a. pendataan dan pemetaan potensi penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya;
b. perencanaan program kerja dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya;
c. pembangunan sistem informasi penyalahgunaan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lainnya;
d. pelaksanaan sosialisasi dan edukasi penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya;
e. pemeriksaan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya;
f. penguatan melalui pendidikan, kecakapan hidup berbasis pemberdayaan
masyarakat;
g. pelaksanaan kegiatan parenting bagi keluarga; dan
h. menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membangun masyarakat
sehat tanpa narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Bagian Kedua
Upaya Pencegahan melalui Keluarga
Pasal 12
Upaya pencegahan melalui keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(2) huruf a, dilakukan dengan cara:
a. memberi pendidikan keagamaan;
b. meningkatkan komunikasi dengan anggota keluarga, khususnya dengan
anak;
c. melakukan pendampingan kepada anggota keluarga agar mempunyai
kekuatan mental dan keberanian untuk menolak penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya; dan
d. memberikan edukasi dan informasi yang benar kepada anggota keluarga
mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya.
Bagian Ketiga
Upaya Pencegahan melalui Satuan Pendidikan
Pasal 13
Upaya pencegahan melalui satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (2) huruf b, dilakukan oleh penanggung jawab satuan pendidikan
formal dan non formal, dengan cara:
a. menetapkan tata tertib mengenai kebijakan pencegahan penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya dan mensosialisasikan di
setiap satuan pendidikan;
b. membentuk tim/kelompok kerja satuan tugas anti narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lainnya di setiap satuan pendidikan;
c. ikut melaksanakan kampanye dan penyebaran informasi yang benar
mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya di setiap satuan pendidikan;
d. memfasilitasi layanan konsultasi/konseling bagi peserta didik yang memiliki
kecenderungan menyalahgunakan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya di setiap satuan pendidikan;
e. berkoordinasi dengan orang tua/wali dalam hal ada indikasi penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya oleh peserta didik di setiap
satuan pendidikan;
f. melaporkan adanya indikasi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya yang terjadi di setiap satuan pendidikan kepada pihak yang
berwenang; dan
g. bertindak kooperatif dan proaktif terhadap aparat penegak hukum, jika
terjadi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di
setiap satuan pendidikan.
Bagian Keempat
Upaya Pencegahan melalui Masyarakat
Pasal 14
(1) Upaya pencegahan melalui masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan cara:
a. ikut melaksanakan kampanye dan penyebaran informasi mengenai
bahaya penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
b. menggerakkan kegiatan sosial masyarakat melawan peredaran dan
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
c. meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan masyarakat yang
berpotensi terjadi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya;
(2) Kegiatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
dilakukan secara mandiri atau bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan
pihak swasta;
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh
ketua Rukun Tetangga dan ketua Rukun Warga serta berkoordinasi dengan
Kepala Desa atau Lurah selaku pemangku wilayah.
Pasal 15
Setiap anggota masyarakat wajib segera melaporkan kepada pihak yang
berwenang apabila mengetahui ada indikasi terjadi penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Pasal 16
Penanggung jawab pemondokan dan/atau asrama selaku anggota masyarakat
wajib melakukan pengawasan terhadap pemondokan dan/atau asrama yang
dikelolanya agar tidak terjadi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya, dengan cara:
a. membuat peraturan yang melarang adanya kegiatan penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di setiap pemondokan
dan/atau asrama serta meletakkan peraturan tersebut di tempat yang
mudah dibaca;
b. ikut melaksanakan kampanye dan penyebaran informasi yang benar
mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya di setiap pemondokan dan/atau asrama;
c. meminta kepada penghuni pemondokan dan/atau asrama yang dikelolanya
untuk menandatangani surat pernyataan di atas kertas bermaterai yang
menyatakan tidak akan mengedarkan dan/atau menyalahgunakan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya selama menjadi penghuni;
d. melaporkan adanya indikasi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya yang terjadi di setiap pemondokan dan/atau asrama yang
dikelolanya kepada pihak yang berwenang; dan
e. bertindak kooperatif dan proaktif kepada aparat penegak hukum jika terjadi
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, di setiap
pemondokan dan/atau asrama yang dikelolanya.
Bagian Kelima
Upaya Pencegahan melalui Pemerintah Daerah
Pasal 17
Upaya pencegahan melalui Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan kegiatan
sosialisasi/kampanye dan penyebaran informasi di lingkungan kerjanya serta
mempublikasikan melalui media massa dan hasilnya di dokumentasikan.
Pasal 18
(1) Sosialisasi/kampanye dan penyebaran informasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 dapat bekerjasama dengan pihak lain baik dalam bentuk
pertemuan dan/atau pemasangan pada papan pengumuman.
(2) Bekerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Dalam melaksanakan upaya pencegahan melalui Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah Daerah melakukan
pengawasan terhadap lingkungan kerjanya agar tidak terjadi
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara lain
dengan cara:
a. meminta kepada pegawai di lingkungan kerjanya untuk menandatangani
surat pernyataan di atas kertas bermaterai yang menyatakan tidak akan
mengedarkan dan/atau menyalahgunakan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya;
b. ikut melaksanakan kampanye dan penyebaran informasi yang benar
mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya, secara sendiri dan/atau bekerja sama dengan BNNK;
c. memasang pada papan pengumuman larangan penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya supaya mudah dibaca di
lingkungan kerjanya; dan
d. melaporkan adanya indikasi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya yang terjadi di lingkungan kerjanya kepada pihak
berwenang.
Pasal 20
Pemerintah Daerah menetapkan persyaratan dalam penerimaan Calon Aparatur
Sipil Negara, Calon Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah, Calon Komisioner
Komisi Pemilihan Umum Daerah, Calon Komisioner Badan Pengawas Pemilu
Daerah atau Komisioner lainnya yang berada di Kabupaten Ketapang dan Calon
Kepala Desa, dengan cara:
a. memiliki surat keterangan bebas narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya dari rumah sakit milik Pemerintah Daerah; dan
b. menandatangani surat pernyataan di atas kertas bermaterai yang
menyatakan tidak akan memakai, mengedarkan dan/atau menyalahgunakan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya selama menjadi Calon
Aparatur Sipil Negara, Calon Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah, Calon
Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah, Calon Komisioner Badan
Pengawas Pemilu Daerah atau Komisioner lainnya yang berada di Kabupaten
Ketapang dan Calon Kepala Desa.
Bagian Keenam
Upaya Pencegahan melalui DPRD
Pasal 21
(1) Upaya pencegahan melalui DPRD dilaksanakan oleh Pimpinan DPRD dengan
melakukan pengawasan terhadap lingkungan kerjanya agar tidak terjadi
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain, dengan cara:
a. meminta kepada pimpinan dan anggota DPRD untuk menandatangani
surat pernyataan di atas kertas bermaterai yang menyatakan tidak akan
memakai, mengedarkan dan/atau menyalahgunakan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya selama menjadi pimpinan dan
anggota DPRD;
b. ikut melaksanakan kampanye dan penyebaran informasi yang benar
mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya;
c. memasang larangan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya pada papan pengumuman supaya mudah dibaca di
lingkungan kerjanya; dan
d. melaporkan adanya indikasi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya yang terjadi di lingkungan kerjanya kepada pihak
berwenang.
Bagian Ketujuh
Upaya Pencegahan melalui Badan Usaha, Tempat Usaha,
Hotel/Penginapan, Rumah Kos dan Tempat Hiburan
Pasal 22
Upaya pencegahan melalui badan usaha, tempat usaha, hotel/penginapan,
rumah kos dan tempat hiburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2)
huruf f, huruf g, huruf h dan huruf i, dilaksanakan oleh penanggungjawab
badan usaha, tempat usaha, hotel/penginapan, rumah kos dan tempat hiburan
dengan cara:
a. meminta kepada karyawan untuk menandatangani surat pernyataan di atas
kertas bermaterai yang menyatakan tidak akan memakai, mengedarkan
dan/atau menyalahgunakan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
selama menjadi karyawan di badan usaha, tempat usaha, hotel/penginapan,
rumah kos dan tempat hiburan yang dikelolanya;
b. ikut melaksanakan kampanye dan penyebaran informasi yang benar
mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya di badan usaha, tempat usaha, hotel/penginapan, rumah kos dan
tempat hiburan yang dikelolanya;
c. memasang pada papan pengumuman larangan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya supaya mudah dibaca di lingkungan
badan usaha, tempat usaha, hotel/penginapan, rumah kos dan tempat
hiburan yang dikelolanya;
d. melaporkan adanya indikasi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya yang terjadi di lingkungan badan usaha, tempat usaha,
hotel/penginapan, rumah kos dan tempat hiburan miliknya kepada pihak
berwenang; dan
e. bertindak kooperatif dan proaktif kepada aparat penegak hukum dalam hal
terjadi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di
lingkungan badan usaha, tempat usaha, hotel/penginapan, rumah kos dan
tempat hiburan miliknya.
Bagian Kedelapan
Upaya Pencegahan melalui Media Massa
Pasal 23
Upaya Pencegahan melalui media massa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (2) huruf j, antara lain dilaksanakan dengan cara:
a. melakukan kampanye dan penyebaran informasi mengenai bahaya
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
b. menolak pemberitaan, artikel, tayangan yang dapat memicu terjadinya
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya; dan
c. melakukan peliputan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan serta
penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya di Daerah.
BAB VII
PENANGANAN DAN REHABILITASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 24
(1) Pemerintah Daerah melaksanakan penanganan pecandu, penyalahguna dan
korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(2) Penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
fasilitasi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditetapkan oleh
Menteri yang terkait guna mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.
(3) Rehabilitasi bagi pecandu narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
dilakukan dengan maksud untuk memulihkan dan/atau mengembangkan
kemampuan fisik, mental dan sosial penderita akibat dari penyalahgunaan.
Pasal 25
(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi peningkatan sumber daya manusia dan
menyediakan sarana dan prasarana rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
terhadap pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(2) Penyediaan sarana dan prasarana rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
Selain rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, terhadap pecandu,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya dapat dilakukan upaya penanganan berupa pendampingan,
perlindungan dan advokasi, pembinaan lanjut dan upaya penanganan khusus.
Pasal 27
(1) Orang tua atau wali dari pecandu, penyalahguna dan korban
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang belum
cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah
sakit, dan/atau pusat pelayanaan rahabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
yang ditunjuk oleh Menteri yang terkait untuk mendapatkan pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
(2) Pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lainnya yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau
dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah
sakit, dan/atau pusat pelayanaan rahabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
yang ditunjuk oleh Menteri yang terkait untuk mendapatkan pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
(3) Pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lainnya yang melaporkan atau dilaporkan oleh orang tua atau
walinya ditempatkan pada pusat pelayanan rahabilitasi medis dan/atau
rehabilitasi sosial untuk menjalani rabilitasi medis dan/atau rehabilitasi
sosial setelah menjalani proses asesmen.
(4) Dalam hal di daerah belum ada pusat pelayanan rehabilitasi medis dan/atau
rehabilitasi sosial, pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya harus dirujuk ke pusat
pelayanan rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial provinsi.
(5) Dalam hal pusat pelayanan rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial
tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pengobatan/perawatan
tertentu sesuai dengan rencana rehabilitasi atau atas permintaan pecandu,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya, orang tua/wali atau keluarganya, pusat pelayanan
rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial harus melakukan rujukan
kepada institusi lain yang memiliki kemampuan.
Bagian Kedua
Rehabilitasi Medis
Pasal 28
(1) Rehabilitasi medis terhadap pecandu, penyalahguna dan korban
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di daerah
pelaksanaannya dapat difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.
(2) Fasilitasi rehabilitasi medis meliputi pusat kesehatan masyarakat, rumah
sakit dan pusat pelayanan rehabilitasi medis tertentu yang ditetapkan oleh
Menteri terkait.
Pasal 29
(1) Rehabilitasi medis dapat dilakukan melalui rawat inap atau rawat jalan
sesuai rencana rehabilitasi dengan mempertimbangkan hasil asesmen.
(2) Rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
standar pelayanan dan standar operasional prosedur yang berlaku.
Bagian Ketiga
Rehabilitasi Sosial
Pasal 30
(1) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi penyelenggaraan rehabilitasi sosial
terhadap pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(2) Penyelenggaraan rehabilitasi sosial dilaksanakan untuk mengembangkan
kemampuan dan memulihkan pecandu, penyalahguna dan korban
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan
masyarakat.
(3) Penyelenggaraan rehabilitasi sosial dilaksanakan oleh pusat pelayanan
rehabilitasi sosial yang ditetapkan oleh Menteri terkait.
Pasal 31
(1) Masyarakat dapat menyelenggarakan rehabilitasi sosial pada pecandu,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya.
(2) Proses pemulihan pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang diselenggarakan oleh
masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional dan harus
bekerjasama dengan rumah sakit atau pusat kesehatan masyarakat yang
telah ditetapkan sebagai institusi penerima wajib lapor.
Pasal 32
(1) Pusat pelayanan rehabilitasi sosial yang didirikan swasta dan masyarakat
harus berbadan hukum dan didaftarkan pada perangkat daerah yang
membidangi urusan sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pusat pelayanan
rehabilitasi sosial yang didirikan oleh masyarakat harus memiliki:
a. program kerja dibidang rehabilitasi sosial pecandu, penyalahguna dan
korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
b. modal kerja untuk pelaksanaan kegiatan;
c. sumber daya manusia; dan
d. kelengkapan sarana dan prasarana.
Pasal 33
(1) Pusat pelayanan rehabilitasi sosial wajib mendapatkan akreditasi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sumber daya manusia pada pusat pelayanan rehabilitasi sosial wajib
mendapatkan sertifikasi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 34
(1) Penyelenggaraan teknis rehabilitasi sosial didukung oleh:
a. pekerja sosial profesional;
b. dokter;
c. psikiater;
d. psikolog;
e. konselor adiksi;
f. paramedik;
g. instruktur keterampilan;
h. pembimbing rohani;dan
i. tenaga kesejateraan sosial/relawan.
(2) sumber daya manusia bidang teknis rehabilitasi sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan rasio kebutuhan dalam
lembaga.
Bagian Keempat
Pendampingan
Pasal 35
(1) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi upaya pendampingan bagi pecandu,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya.
(2) Pendampingan dilakukan dalam rangka meningkatkan efektivitas
penyelenggaraan rehabilitasi sosial yang sedang dijalani.
(3) Pendampingan dapat dilakukan didalam atau diluar pusat pelayanan
Rehabilitasi.
(4) Pendampingan dilakukan oleh pekerja sosial profesional atau tenaga
kesejahteraan sosial terlatih.
Pasal 36
(1) Pendampingan dilakukan dengan kegiatan:
a. membangun kepercayaan diri pecandu, penyalahguna dan korban
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
b. memberikan pemahaman permasalahan yang dihadapi pecandu,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya;
c. menemukan alternatif pemecahan masalah bagi pecandu, penyalahguna
dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya; dan
d. melakukan perubahan perilaku.
(2) Pendampingan bertujuan agar pecandu dan korban penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya:
a. mampu memulihkan kepercayaan diri;
b. mampu mandiri; dan
c. tidak kambuh lagi.
Bagian Kelima
Perlindungan dan Advokasi
Pasal 37
(1) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi upaya perlindungan dan Advokasi
bagi pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya yang diarahkan untuk mencegah dan
menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
(2) Perlindungan dan Advokasi diberikan pada:
a. pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya yang belum cukup umur yang
terindikasi menggunakan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
melalui tes urine/atau tes darah;
b. pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya yang belum cukup umur yang
tertangkap tangan membawa narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya yan tidak melebihi ketentuan peraturan perundang undangan;
dan
c. pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya yang sudah cukup umur yang
melaporkan diri atau dilaporkan keluarganya.
Pasal 38
Pelaksanaan Advokasi berkerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum dan
pekerja sosial profesional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
Bagian Keenam
Pembinaan Lanjut dan Upaya Penanganan Khusus
Pasal 39
(1) Pembinaan lanjut dilakukan dalam bentuk pembekalan keterampilan kepada
mantan pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya dan fasilitasi untuk mendapatkan
bantuan usaha ekonomi produktif sehingga dapat hidup secara mandiri.
(2) Upaya penanganan khusus meliputi:
a. pecandu kambuhan;
b. pendampingan; dan
c. advokasi.
BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 40
Pembiayaan atas pelaksanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan
terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB IX
PARTISIPASI MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 41
Partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, dengan cara:
a. meningkatkan ketahanan keluarga untuk mencegah bahaya penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
b. meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
c. membentuk wadah partisipasi masyarakat;
d. menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mantan dan keluarga korban
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya; dan
e. terlibat aktif dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Pasal 42
(1) Pemerintah Daerah bersama BNNK memfasilitasi dan mengoordinasikan
pembentukan wadah partisipasi masyarakat di bidang pelaksanaan
pencegahan dan penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(2) Wadah partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa forum koordinasi, pusat pelaporan dan informasi, pusat layanan
konseling serta wadah lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 43
(1) Masyarakat wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah, BNNK dan
Lembaga Pemerintah yang berwenang apabila mengetahui adanya
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(2) Pemerintah Daerah, BNNK dan Lembaga Pemerintah yang berwenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjamin keamanan dan memberikan
perlindungan kepada masyarakat yang telah melaporkan penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Pasal 44
(1) Orang tua atau wali dari pecandu narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada Pusat Kesehatan
Masyarakat, Rumah Sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis
dan rehabiltasi sosial.
(2) Pecandu narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang sudah cukup
umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan keluarganya kepada aparat
penegak hukum dan/atau Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit, yang
ditunjuk oleh Pemerintah Daerah untuk mendapatkan pengobatan/
perawatan.
BAB X
PENGHARGAAN
Pasal 45
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada aparat penegak
hukum dan warga masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk
piagam, tanda jasa, dan/atau bentuk lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
FORUM KOORDINASI DAN FORUM PERLINDUNGAN
Bagian kesatu
Forum Koordinasi
Pasal 46
(1) Dalam rangka pencegahan dan Penanggulangan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya dapat dibentuk forum koordinasi.
(2) Forum koordinasi paling sedikit terdiri dari:
a. unsur Pemerintah daerah;
b. instansi vertikal;
c. akademisi;
d. tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan/atau tokoh pemuda;
e. mantan penyalahguna narkotika; dan
f. unsur lainnya yangg dipandang perlu.
(3) Pembentukan Forum Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian Kedua
Forum Perlindungan dan Advokasi Sosial Pecandu, Penyalahguna dan
Korban Penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya
Pasal 47
(1) Untuk mendukung upaya penanganan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya dapat dibentuk forum perlindungan dan
advokasi sosial terhadap pecandu, penyalahguna dan korban
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(2) Keanggotaan forum perlindungan dan advokasi sosial pecandu,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya paling sedikit terdiri dari:
a. unsur Pemerintah Daerah;
b. instansi vertikal;
c. akademisi;
d. tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan/atau tokoh pemuda; dan
e. unsur lainnya yang dipandang perlu.
(3) Dalam melaksanakan kegiatannya, forum perlindungan dan advokasi sosial
pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lainnya melakukan kerjasama dengan Forum Koordinasi.
(4) Pembentukan forum perlindungan dan advokasi sosial pecandu,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 48
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat
bekerja sama dengan Pemerintah Daerah lain dan lembaga yang menangani
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 49
(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan rehabilitasi medis dilaksanakan oleh
Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan rehabilitasi sosial dilaksanakan oleh
Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 50
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf a sampai dengan huruf g, Pasal 14 ayat (1) huruf a sampai dengan
huruf c, Pasal 16 huruf a sampai e, Pasal 19 ayat (2) huruf a sampai dengan
huruf d, Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d, Pasal
22 huruf a sampai dengan huruf e serta Pasal 23 huruf a sampai dengan
huruf c dapat dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. denda administratif; dan
e. pencabutan izin usaha.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan
secara bertahap sebanyak 3 (tiga) kali.
(4) Apabila dalam waktu 3 (tiga) hari sejak diberikannya peringatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak mentaati, terhadap penanggung jawab satuan
pendidikan, penanggung jawab pemondokan dan/atau asrama, pimpinan
institusi pemerintahan daerah dan lembaga pemerintah, pimpinan DPRD,
anggota DPRD, penanggung jawab badan usaha, tempat usaha,
hotel/penginapan, rumah kos dan tempat hiburan akan dikenakan denda
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d sebesar
Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
(5) Apabila dalam waktu 3 (tiga) hari sejak diberikannya denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak menaati, terhadap penanggung
jawab satuan pendidikan, penanggung jawab pemondokan dan/atau asrama,
pimpinan institusi pemerintahan daerah dan lembaga pemerintah, pimpinan
DPRD, anggota DPRD, penanggung jawab badan usaha, tempat usaha,
hotel/penginapan, rumah kos dan tempat hiburan dapat dikenakan pidana
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(6) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan penerimaan daerah.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati Ketapang.
BAB XIV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 51
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melakukan
penyidikan terhadap pelanggaran dan tindak pidana sebagaimana diatur
dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Dalam melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik
Pegawai Negeri Sipil berkoordinasi dengan penyidik BNNK dan/atau penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 52
(1) Barang siapa yang terlibat dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Orang tua atau wali dari pecandu dan penyalahguna dan korban
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang belum
cukup umur, yang sengaja tidak lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
(3) Pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lainnya yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh
orang tua walinya tidak dituntut pidana.
(4) Pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lainnya yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak
melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
(5) Keluarga dari pecandu dan penyalahguna narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dengan sengaja
tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah).
(6) Pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lainnya yang telah cukup umur yang sedang menjalani
rehabilitasi medis (2) dua kali masa perawatan dokter di pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit dan/atau pusat layanan rehabilitasi medis yang
ditunjuk oleh Pemerintah Daerah tidak dituntut pidana.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1
(satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 54
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Ketapang.
Ditetapkan di Ketapang
pada tanggal, 19 Desember 2018
BUPATI KETAPANG,
TTD
MARTIN RANTAN
Diundangkan di Ketapang
pada tanggal, 19 Desember 2018
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KETAPANG,
TTD
FARHAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG TAHUN 2018 NOMOR 8
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG PROVINSI KALIMANTAN
BARAT : (8)/(2018)
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM
SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KETAPANG,
EDI RADIANSYAH, SH.,MH
Pembina Tingkat I
NIP. 19700617 200003 1 001
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG
NOMOR 8 TAHUN 2018
TENTANG
FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA
I. UMUM
Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya pada prinsipnya
merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang pengobatan dan
pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat
pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila
disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang
ketat dan seksama.
Kesehatan merupakan bentuk urusan pemerintahan wajib yang berkaitan
dengan pelayanan dasar, yang mana urusan tersebut wajib diselenggarakan
oleh Kabupaten Ketapang sebagai daerah otonom. Pencegahan dan
penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah
Daerah dan masyarakat.
Dalam rangka memfasilitasi upaya pencegahan dan penanggulangan
terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di
wilayah Kabupaten Ketapang, dilakukan secara terorganisasi dan memiliki
jaringan yang luas melampaui batas administrasi daerah, dalam Peraturan
Daerah ini telah diatur mengenai kerja sama, baik antara Pemerintah Daerah
dalam wilayah Provinsi, antar Pemerintah Daerah maupun antara
Pemerintah Daerah dengan Pemerintah maupun Lembaga Non Pemerintah.
Peraturan Daerah ini juga memberikan suatu upaya khusus pecandu di
bawah umur, untuk mendapatkan pendampingan dan/atau advokasi, selain
diberikan kepada pecandu di bawah umur, juga diberikan kepada orang tua
atau keluarganya. Hal tersebut perlu dilakukan agar pemakai pemula tidak
meningkat menjadi pecandu narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di
masa yang akan datang.
Dalam Peraturan Daerah ini juga diatur peran serta masyarakat dalam
usaha pencegahan dan penanggulangan terhadap penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya termasuk pemberian
penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan penyalahgunaanya narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya. Penghargaan tersebut diberikan kepada aparat penegak
hukum dan warga masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya di wilayah Kabupaten Ketapang.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan Asas “Keadilan” adalah bahwa setiap meteri
muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi warga Negara.
Huruf b
Yang dimaksud dengan Asas “Pengayoman” adalah bahwa setiap
meteri muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap
pengambilan keputusan guna dijadikan pengayoman terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan Asas “Kemanusiaan” adalah bahwa setiap
meteri muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat
hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara
lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
Huruf d
Yang dimaksud dengan Asas “Ketertiban” adalah bahwa setiap
materi muatan peratuan perundang-undangan harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan yang
berkepastian hukum.
Huruf e
Yang dimaksud dengan Asas “Edukatif”adalah adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan harus memberikan
Pengetahuan,Pemahaman dan Pengajaran.
Huruf f
Yang dimaksud dengan Asas “Perlindungan” adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencermikan
pelindungan dan penghormatan hak asasi warga negara dan
penduduk Indonesia secara proporsional.
Huruf g
Yang dimaksud dengan Asas “Keamanan” adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi
memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman
masyarakat.
Huruf h
Yang dimaksud dengan Asas “Nilai-nilai Ilmiah” adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,antara
kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan
negara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan Asas “Kepastian Hukum” adalah bahwa
setiap materi muatan peratuan perundang-undangan harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
kepastian hukum.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Melalui keluarga adalah pelaksanaan pencegahan dilakukan
oleh unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal
disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Huruf b
Melalui satuan pendidikan adalah mewujudkan satuan
pendidikan yang bersih dari penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya dilaksanakan dengan
melibatkan seluruh warga sekolah (peserta didik, pendidik,
tenaga kependidikan maupun orang tua/wali peserta didik).
Huruf c
Melalui Masyarakat adalah dengan upaya pencegahan dan
penanggulangan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
Lainnya sangat tergantung dengan partisipasi aktif masyarakat
sehingga secara bertahap masyarakat sendiri harus
mempunyai kesadaran hingga memiliki kemampuan untuk
menangkal bahaya penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif Lainnya di wilayah masing-masing.
Huruf d
Melalui Pemerintah Daerah adalah dengan upaya menjamin
aparat Pegawai Negeri Sipil yang bersih dari penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya, Institusi
Pemerintah Daerah, Lembaga Pemerintah di daerah.
Huruf e
Melalui DPRD adalah dengan upaya aktif dan komitemen yang
tinggi dari para pimpinan instansi Pemerintah Daerah,
Institusi Pemerintah Daerah, lembaga pemerintah di Daerah
dan DPRD sehingga tercipta lingkungan kerja yang sehat.
Huruf f
Melalui badan usaha adalah dengan upaya badan usaha, perlu
ikut melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya.
Huruf g
Melalui tempat usaha adalah dengan upaya tempat usaha juga
ikut melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya.
Huruf h
Melalui hotel/penginapan, rumah kos adalah upaya salah satu
sarana penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif Lainnya yang sering digunakan para pecandu dan
pengedar untuk bertransaksi, sehingga hotel/penginapan/
rumah kos perlu ikut melaksanakan upaya pencegahan dan
penanggulangan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
Lainnya.
Huruf i
Melalui tempat hiburan adalah Tempat Hiburan merupakan
salah satu sarana penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif Lainnya yang sering digunakan para pecandu
dan pengedar untuk bertransaksi, sehingga tempat hiburan
juga perlu ikut melaksanakan upaya pencegahan dan
penanggulangan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
Lainnya.
Huruf j
Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya tersebut perlu mendapat
dukungan penuh dari media massa di Daerah, yang harus
memberikan informasi-informasi yang benar dan akurat.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Yang dimaksud dengan “Penanggung jawab Satuan Pendidikan”
adalah pimpinan satuan pendidikan seperti Kepala Sekolah, Direktur
Lembaga, dan lain-lain.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Yang dimaksud dengan “Penanggung jawab Pemondokan dan/atau
Asrama” adalah pemilik dan/atau pengelola Pemondokan dan/atau
Asrama.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Yang dimaksud dengan penanggung jawab badan usaha, tempat
usaha, hotel/penginapan, rumah kos dan tempat hiburan adalah
pemimpin perusahaan/badan usaha, pemilik dan/atau pengelola
tempat usaha, hotel/penginapan, rumah kos dan tempat hiburan.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Psal 32
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tertangkap tangan” adalah
tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak
pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak
pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh
khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau
apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang
diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya
atau turut melakukan ataumembantu melakukan tindak
pidana itu. Yang dimaksud membawa Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif Lainnya yang tidak melebihi ketentuan
peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan Surat
Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
04/Bua.6/Hs/Sp/VI/2011 tanggal 29 Juli 2011 tentang
Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan
Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan
Rehabilitasi Sosial.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Pecandu Kambuhan adalah pecandu narkotika atau pengguna
yang kembali memakai narkotika (relapse), dimana pecandu
tidak mampu mengahadapi kehidupan secara wajar atau
kegagalan beradaptasi terhadap stressor, hal ini dapat timbul
karena pecandu dipengaruhi kejadian masa lampaubaik
secara psikologi maupun fisik.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG TAHUN 2018
NOMOR 73