buletin sarung edisi 19

24
Humanisme Santri di Era Globalisasi Laporan Utama Laporan Khusus Ke-TH-an Cerpen Ke-CSS-an Humanisme Pesantren, Dulu dan Sekarang Mental-Mental‘Nrabas’ PBSB di Tengah Kisruh “Bintang” DPR Anugerah di Jum’at Pagi Buletin edisi XIX - Juni 2013

Upload: zainul-hakim

Post on 28-Mar-2016

245 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

by CSS MORA UIN Sunan Kalijaga.

TRANSCRIPT

Page 1: Buletin Sarung edisi 19

Humanisme Santridi Era Globalisasi

Laporan Utama

Laporan Khusus

Ke-TH-an Cerpen

Ke-CSS-anHumanisme Pesantren,Dulu dan Sekarang

Mental-Mental‘Nrabas’

PBSB di Tengah Kisruh“Bintang” DPR

Anugerah di Jum’at Pagi

Buletin edisi XIX - Juni 2013

Page 2: Buletin Sarung edisi 19

Penasihat:

Dr. Phill. Sahiron Syamsudin(Pengelola PBSB UIN Sunan Kalijaga)

Penanggung Jawab:

Mulyazir(Ketua I CSS MoRA UIN Sunan Kalijaga)

Pimpinan Redaksi:

Azam Anhar

Sekretaris:

Yulia Rahmi

Bendahara:

Rona Rasyidarur R.

Editor:

Wildan Imaduddin Muh.Sri Hartati Lestari

Saiful

Layouter:

M. Mufid M.M. Zainul HakimImam Mahfudin

Staff Redaksi:

M. Itsbatul HaqMuhammad RidhaMuhammad AminMuhammad Syafi’i

Barokatun Nisa

Dir. Produksi:

Irsyadin KamalM. Kamalul Fikri

Dir. Pemasaran

Juliana SariM. Ali Bahruddin

Assalamu'alaikum...Alhamdulillah, rahmat ta'dzim besertamu baginda Muhammad...Kalau edisi lalu ialah special edition, kami menyebut edisi kali ini “edisi yang dispesialkan”. Buletin lalu memang menambahkan beberapa rubrik untuk mempergemuk isi sebagai suguhan untuk dihidangkan pada pertemuan Nasional CSS MoRA di Jombang, edisi kali ini juga membuntut yang dilakukan oleh buletin lalu: membuat ruang lebih (atau malah mengganti) untuk beberapa rubrik lain. cuman yang membedakan, ini bukan special edition melainkan “edisi yang dispesialkan” karena ada timbunan tulisan yang dianggurkan sejak Sarung berencana memproyek majalah yang tersendat di tengah jalan.Kami hendak meneruskan, tapi dengan mengalihkan rupa buletin. Bukan lagi majalah seperti yang lalu dicanangkan. Mengapa? Ada persiapan gawe gedhe yang Sarung akan lakukan: lomba cerpen se-pesantren Indonesia. Kita tunggu saja...Akhirnya dengan menenteng tema “Humanisme Santri di Era Modern”, semoga pembaca budiman menikmati Sarung ini. Dan kami siap menadahi muntahan kritik dan saran sebagai respon pembaca yang budiman.

Sarung menerima tulisan dari pembaca. Kirim tulisan anda ke email: [email protected]

Bagi tulisan yang dimuat akan diberikan reward.

Page 3: Buletin Sarung edisi 19

Wacana Pesantren

Pesantren merupakan sebuah lembaga tradisional yang telah berjalan puluhan tahun di bumi pertiwi ini. Bahkan merupakan sebuah lembaga Islam tertua yang ber fungs i sebaga i benteng pertahanan umat islam, baik sebagai ajang pengembangan ataupun penye-baran dakwah bagi masyarakat Indonesia hingga kini. Pesantren merupakan sebuah lembaga yang mampu berdiri dengan keoptimisannya dan dengan dinamikanya sendiri mampu meng-hadapi perkembangan zaman yang makin hari makin tidak mengindahkan unsur-unsur agamis.

Pesantren berasal dari kata dasar santri yang mengandung afiks pe-an sehingga menimbulkan makna baru yaitu “tempat tinggal santri” atau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pesantren adalah asrama tempat santri atau murid-murid belajar mengaji. Secara istilah pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam yang bertujuan untuk mempelajari, memahami dan mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai perilaku sehari-hari.

Dalam pesantren biasanya diterap-kan beberapa cara pembelajaran, yang lazimnya disebut “kurikulum pem-belajaran” dalam tingkat pendidikan standar yang diakui, yang sangat khas dan biasanya berlandaskan pada kitab-kitab kuning yang notabene bersifat

mutlak, tidak dapat ditambah ataupun dikurangi, hanya dapat diperjelas atau dirumuskan kembali agar bisa dijadikan landasan dalam permasalahan kon-temporer yang ada. Beberapa pem-belajaran yang biasanya diterapkan dalam pesantren antara lain:

a.�Uswatun hasanah

Yaitu bahwa para atau kiai asatidz mengajarkan mereka dengan pola hidup sebagaimana yang diajarkan oleh para pendahulu mereka yang mengikuti jejak para yang merujuk pada Nabi salafussolih Muhammad saw. Dalam metode ini, santri diajari bagaimana bertingkah laku secara dewasa, yakni dengan bertingkah laku sopan dan menghormati sesama, sehingga menimbulkan sikap tasamuh dan mengesankan siapapun yang melihatnya.

b.�Bandongan

Singkatnya, dalam metode ini para santri dituntut untuk memahami apa yang disampaikan oleh kiai di depan dengan cara mendengarkan penjelasan-nya dan menyimak bacaannya. Metode ini biasa disebut dengan atau ngapsahi maknani. Metode ini dilakukan oleh semua santri secara bersamaan dengan seorang guru yang mendikte di depan, sehingga memerlukan kefokusan dalam menyimaknya.

c.�Sorogan

Metode ini merupakan lawan dari pada metode sebelumnya. jika sebelum-

Humanisme Santri di Era GlobalisasiBuletin XIX - Juni 2013 03Laporan Utama

Humanisme yang mengakar di pesantren biasanya berupa humanisme keagamaan, sebuah konsep keagamaan yang menempatkan manusia sebagai manusia dengan tetap menjunjung nilai agama dengan berpegangan pada ungkapan hablun min Allah dan hablun min al-nas.

Page 4: Buletin Sarung edisi 19

Buletin XIX - Juni 201304 Laporan Utama

nya lebih menekankan keaktifan sang kiai maka dalam metode ini para santri dituntut untuk aktif di depan atau ustadz kiainya masing-masing.

Metode ini biasanya diperuntukkan bagi santri senior yang sedikit banyaknya mampu membaca dan memahami isi kitab.

d.�Mudzakaroh atau musyawaroh

Metode ini berjalan layaknya sebuah diskusi, yaitu dengan mengusung sebuah permasalahan tertentu dan memancing opini santri dalam meng-hadapi problem tersebut.

Semua metode di atas terkesan sangat sederhana, namun mempunyai impact yang berimbas pada moral santri sehari-hari, yaitu bagaimana cara mereka menghargai guru yang sedang mengajar, bagaimana mereka se-harusnya bersikap agar tidak menyakiti orang-orang dalam forum diskusi, serta mengembangkan kesadaran dalam diri bahwa sepintar apapun mereka, mereka tetap membutuhkan seorang guru sebagai pembimbing mereka agar tidak jatuh dalam kesalahan.

Dalam kehidupan sehari-hari, para santri dituntut untuk bisa melakukan dan menyelesaikan urusan pribadi secara individual, sehingga tercipta sikap tertib dan tidak manja dalam menginginkan apapun. Ringkasnya, t idak meng-gantungkan harapan pada orang lain untuk menyelesaikannya. Latihan hidup sederhana, latihan tepat waktu dan teratur dalam beribadah, serta latihan mengelola hubungan baik dengan sesama dan -nya. Pelajaran hidup Rabbseperti ini akan menjadi bekal kehidupan

bagi mereka di masa depan

Humanisme Pesantren

Dilihat dari segi kebahasaan, humanisme berasal dari kata Latin humanus, dan mempunyai akar kata homo yang berarti manusia. Humanus berarti sifat manusiawi atau sesuai dengan kodrat manusia (A.Mangun-hardjana dalam Haryanto Al-Fandi, 2011:71). Adapun secara terminologi, humanisme berarti martabat dan nilai dari setiap manusia, dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan alamiahnya (fisik-nonfisik) secara penuh. (Hasan Hanafi dalam Haryanto Al-Fandi, 2011:71).

Humanisme atau kemanusiaan merupakan sebuah aksi kepedulian terhadap sesama, hal ini dikarenakan semua manusia mempunyai hak dan kewajiban yang hakiki dan sama antara satu dengan yang lain. Sebagaimana yang disebutkan oleh Thomas Hidya Tjaya bahwa, “humanisme adalah paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan kedudukan manusia serta menjadi-kannya sebagai kriteria segala sesuatu. Dengan kata lain, humanisme menjadi-kan tabiat manusia beserta batas-batas dan kecenderungan alamiah manusia.”

Sedangkan humanisme yang mengakar di pesantren biasanya berupa humanisme keagamaan, sebuah konsep keagamaan yang menempatkan manusia sebagai manusia dengan tetap men-junjung nilai agama dengan berpegangan pada ungkapan dan hablun min Allahhablun min al-nas. Humanisme ke-agamaan (religius) adalah suatu keyakian dalam melakukan sesuatu guna mem-peroleh sebuah tujuan yang dapat

Page 5: Buletin Sarung edisi 19

Space Iklan14,5x6 cm

Buletin XIX - Juni 2013 05Laporan Utama

dirasakan manfaatnya oleh semua orang. D a l a m h u m a n i s m e i n i t e rd a p a t phylanthropi atau cinta kasih terhadap sesama.

Dalam islam, ini phylanthropi merupakan wujud dari pada cinta kasih seseorang terhadap sesama mahluk h idup, ba ik yang berupa hewan, tumbuhan maupun manusia itu sendiri. Terlebih Allah telah menganugrahkan akal fikiran kepada manusia, agar manusia dapat menggunakannya dan memberikan kontribusi yang mampu meningkatkan kesejahteraan hidup makhluk di bumi ini.

Humanisme Santri dan Globalisasi

Perkembangan teknologi me-rambah luas di publik, sampai kalangan santri . Perkembangan itu, selain mempermudah aktivitas manusia, juga berdampak pada kemerosotan moral dan melemahnya nilai-nilai agama di kehidupan. Beberapa masalah sosial semacam korupsi, nepotisme, kasus suap, prostitusi bahkan pembunuhan muncul silih berganti.

Dalam menghadapi polemik seperti ini, selain diperlukan solusi yang cerdas, juga dibutuhkan adanya nilai moral dan keimanan yang menancap dalam hati. Moral yang baik dapat membentengi diri sendiri dari efek negatif globalisasi. Disinilah pentingnya didikan moral oleh pesantren terhadap santri. Sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah berikut:

ولتكن منكم أمة یدعون إلـــــــــــــى الخیر ویأمرون بالمعروف وینھون عن المنكر وأولئك ھم المفلحون

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada

kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dar i y ang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S Ali Imron: 104)

Sebagai pribadi yang diamanahi tanggung jawab moral yang berlandas-kan agama dan nilai kemanusiaan, santri diharapkan mampu berkiprah dalam amar ma'ruf nahi munkar dan , sebagai bibit unggul yang akan melahirkan generasi bermoral di era globalisasi ini, memanfaatkan teknologi sebaik-baiknya seir ing perkembangannya, tanpa menanggalkan moral dan sikap ke-manusiaan serta berlandaskan pada nilai keimanan dan ketakwaan pada Allah swt, selayaknya jargon” المحافظة علي القدیم الصــالح diaplikasikan. Oleh ”و األخذ بالجدید اصــــــــــــلحkarena itu, diperlukan cara berfikir kr i t is , kreat i f dan inovat i f untuk menjawab persoalan umat dewasa ini.

Demi terciptanya bangsa yang makmur, bangsa in i t idak hanya membutuhkan orang-orang pandai, kreatif, terhadap perkem-up to datebangan sains dan tekhnologi. Lebih dari itu, yang paling dibutuhkan bangsa ini adalah kaum yang humanis, yang memiliki nilai kemanusian, berdedikasi tinggi, dan amanah terhadap bangsa. (b4rOnch_12-Sarung)

Page 6: Buletin Sarung edisi 19

Buletin XIX - Juni 201306 Laporan Khusus

Dalam sejarahnya, santri dikenal mudah bergaul dan berbaur dengan komunitas sosial di sekitarnya terutama kaum pedesaan, karena pesantren memiliki ciri yang khas: budaya hidup sederhana dan toleransi tinggi terhadap sebuah perbedaan. Di sini, kemudian lahir persepsi bahwa pesantren adalah lembaga yang mampu mencetak generasi humanis yang bisa mengentas permasalahan-permasalahan sosial kemasyarakatan terutama yang ber-kaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Akan tetapi , beberapa fenomena perselisihan antar golongan dalam intern Islam akhir-akhir ini sering dikaitkan dengan pesantren, sehingga hal tersebut menimbulkan persepsi negatif terhadap humanitas masyarakat pesantren.

KH. Syakir Ali, pengasuh PP. Pangeran Diponegoro Maguwoharjo sekaligus salah satu Dosen di UIN Sunan Kalijaga yang kami wawancarai pada 23 Mei lalu, mengatakan bahwa sampai saat ini, pesantren masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai humanisme meskipun dengan cara dan pola yang berbeda. Fenomena persilisihan dalam pesantren sepert i d ikaitkan dengan kelom-pok/organisasi islam sebenarnya merupakan hal yang wajar. Pada masa dulu, tepatnya pada masa pra-reformasi,

masyarakat pesantren juga pernah terlibat konflik, misalnya dengan PKI, pemerintah, dan konflik-konflik lain. Namun, karena sistem pemerintahan dulu yang tertutup sehingga nampak seperti tidak terjadi apa-apa. Berbeda dengan zaman sekarang yang serba terbuka, segala hal dapat terungkap secara terang-terangan dengan cepat melalui media massa. Bahkan, ter-kadang hal yang tidak ada dapat terlihat seolah ada karena begitu besarnya kekuatan media massa.

Kembali pada humanitas masya-rakat pesantren, j ika ditil ik lebih m e n d a l a m l a g i , a d a p e rg e s e ra n pemahaman dan sikap terhadap nilai-nilai humanisme. Hal ini, di-iya-kan oleh KH. Syakir. Menurut beliau, humanisme santri saat ini memiliki pola yang berbeda dengan santri zaman dahulu.

Pada zaman dulu, merupakan sesuatu yang tidak etis apabila seorang santri bertanya apalagi mengkritisi kyai. Santri harus tunduk patuh pada segala yang diucapkan oleh guru (ustadz maupun Kyai). Bahkan bukan hanya yang diucapkan, segala hal yang dilakukan oleh gurunya harus diterima dengan senang hati, termasuk hukuman fisik yang pada saat ini dikatakan sebagai pelanggaran HAM. Pola seperti ini

Humanisme Pesantren, Dulu dan SekarangMemasuki era globalisasi, dunia tidak lagi bersekat. Arus informasi kian gencar

berselancar ke seluruh belahan dunia, tak terkecuali dunia pesantren. Informasi dapat diperoleh secara luas. Ada banyak variasi sehingga mendorong pikiran santri untuk meneliti dan mengkritisi kevalidannya. Implikasinya, santri tidak lagi memiliki hanya satu sumber informasi. Di sinilah pintu masuk pada pola baru dalam memaknai humanisme dalam dunia pesantren.

Page 7: Buletin Sarung edisi 19

Space Iklan14,5x4,5 cm

Buletin XIX - Juni 2013 07Laporan Khusus

dipengaruhi oleh sistem pemerintahan yang tertutup sehingga santri hanya memiliki satu kebenaran tunggal, yaitu yang bersumber dari guru-guru di pesantren.

Memasuki era globalisasi, dunia tidak lagi bersekat. Arus informasi kian gencar berselancar ke seluruh belahan dunia, tak terkecuali dunia pesantren. Informasi dapat diperoleh secara luas. Ada varian informasi sehingga men-dorong pikiran santri untuk meneliti dan mengkritisi kevalidannya. Implikasinya, santri tidak hanya memiliki satu sumber informasi. Di sini lah pintu masuk pada pola baru dalam memaknai humanisme dalam dunia pesantren.

Dalam era yang serba terbuka ini, santri diharuskan untuk mengambil peran dalam perkembangannya. Jika tidak, maka pesantren akan semakin terpinggirkan dan bahkan tenggelam. Selain itu, pesantren juga mengemban misi mengayomi masyarakat sekitarnya dengan naungan ajaran islam, sehingga mau tidak mau harus ambil bagian. Implikasinya sudah jelas, pola lama dalam memaknai humanisme sudah tidak relevan lagi dipakai. Ibaratnya memotong daging memakai pisau cukur, tentu tidak bisa maksimal hasilnya. Jadi harus menggunakan sistem baru yang disesuaikan dengan semangat zaman-nya. Saat ini, santri boleh bertanya bahkan “mengkritisi” civitas pesantren tentu dengan cara yang sopan dan tidak mengurangi nilai moralitas sebagai ciri lain dari pesantren.

Sistem sudah mengangkat per-

samaan hak di mana orang-orang bebas berpendapat. Perubahan drastis terjadi dari sistem lampau yang tertutup. Orang-orang yang dulunya dibungkam oleh oknum-oknum pemerintah, sekarang sudah dibuka “plester” tutup mulutnya sehingga bisa beradu argumen dan tidak ditindak semena-mena. Hal ini juga merambah pada ranah pesantren. Informasi dari luar akan singgah dan diterapkan dalam pikiran santri sehingga ia berani berpendapat.

Sebagai alatnya, teknologi infor-matika menjalankan sistem tersebut secara massal. Masyarakat memperoleh ragam informasi dari sana, kemudian merespon dan melontarkan suaranya kemana-mana. Bahkan saat kawula muda ini bersekolah pada media handphone, internet, televisi dan semacamnya. Lebih dahsyat, strategi manusia luar biasa dibentuk oleh media, melebihi pen-didikan pesantren. Maka kalau santri menjadi kurang ajar, hal itu boleh diindikasikan karena varian informasi yang membawa pengaruh dari luar (semacam penyimpangan), sehingga untuk mengantisipasinya tidak lah gampang.

Di lain sisi, pesantren juga meng-gunakan media informatika sebagai alat dakwah. Kalau dahulu berdakwah dari kampung ke kampung dengan meng-adakan pengajian, maka sekarang menggunakan pola/sistem baru dengan bermacam alat informatika. Saat ini, aset pesantren tidak lagi berbentuk tanah Sang Kyai yang digarap oleh para santri, tetapi rekening sebagai lahan pesantren.

Page 8: Buletin Sarung edisi 19

Ada yang tidak berubah, meski zaman sudah berubah dan berganti, dari masa orde baru hingga berganti ke masa reformasi, hal yang tidak berubah itu adalah perilaku korupsi. Perubahan rezim pemerintahan di era reformasi seharusnya mampu merubah segala perilaku yang menyalahi amanat dan kepercayaan rakyat kepada para pemimpinnya. Namun pada kenyataannya sikap itu tetap saja mewarnai pola kehidupan, layaknya jamur di musim penghujan.

MENTAL-MENTAL 'NRABAS'Mencari jalan pintas

Oleh: Helmi Nailufar*

Berbicara tentang hal ihwal bangsa Indonesia dewasa ini, masih segar dalam benak kita mengenai kasus yang menimpa saudara-saudara sebangsa dan setanah air, khususnya tentang penyalahgunaan amanat dan ke-percayaan. Perilaku itu semua teran-gkum dalam satu kata yang melenakan para pemimpin, korupsi. Beberapa nama orang yang mempunyai kedudukan tinggi di negara Indonesia seperti Gayus Halomoan Tambunan (mantan pegawai Dirjen Pajak), Miranda Gultom (mantan Direktur BI), Muhammad Nazaruddin (mantan bendahara umum partai demokrat), yang terseret kasus mega proyek pembangunan wisma atlet di Palembang serta Hambalang, dan yang belum lama adalah sebuah skandal impor daging sapi yang melibatkan Ahmad Fathanah dengan Luthfi Hasan Ishaq yang notabene merupakan presiden dari sebuah partai yang berasas Islam.

Terlepas dari apakah kasus di atas memang benar-benar sebuah skandal politik atau hanya konspirasi semata, seluruh kenyataan yang ada ini membuat

malu wajah bangsa dan mencoreng nama baik negara. Sehingga menjadikan Indonesia berada pada peringkat 110 indeks persepsi korupsi dari 200 negara (Transparency International Ranking 2010). Di Asia Pasifik sendiri, Indonesia adalah negara paling korup dari 16 negara yang menjadi tujuan investasi para pelaku bisnis (Survey Political and Economic Risk Consultancy 2010). Beberapa survei yang dinyatakan lembaga survei di atas mungkin saja akan mengalami kenaikan yang sangat drastis pada tahun ini.

Fakta-fakta tersebut telah mem-buka mata kita bahwa perilaku korupsi telah menjadi hal yang biasa dan telah membalut dan mewarnai kehidupan bangsa dengan benih-benih yang mulai tertanam jauh sejak era Orde Baru dan kini pun dirasa telah memberikan andil yang besar pada bobroknya martabat bangsa di mata dunia internasional.

Mungkin, inilah contoh yang khusus dihadiahkan Allah swt. kepada bangsa ini, terefleksi dalam QS. Ali 'Imran 75-76;

ومن أ�ل الكتاب من إن تأمنھ بقـــــــــــــــــــــــــــــــــــــنطار يؤده إليك وم��م من إن تأمنھ بدينــــــــار ال يؤده إليك إال ما دمت عليھ قآئما ...

Buletin XIX - Juni 201308 Ke-TH-an

Page 9: Buletin Sarung edisi 19

Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya.

Tertera dengan jelas, bahwa golongan ahli kitab apabila diberi kepercayaan terbagi menjadi dua golongan, golongan yang bisa menj-alankan amanatnya dan golongan yang khianat terhadap amanat yang dititipkan kepadanya . A l-Zamakhsyar i me-maparkan lebih lanjut bahwa amanah atau tidaknya ahli kitab bukan didasarkan kepada banyak atau sedikitnya keper-cayaan yang diembannya, namun ditentukan atas kadar dan amanah kejujurannya yang kemudian bisa d i b a h a s a k a n d e n g a n m e n ta l i ta s (mentality). Mental inilah yang seakan sudah luntur dari jati diri bangsa Indonesia sehingga sekecil apapun amanat yang diembannya, ujung-ujungnya akan tetap berlaku korup yang merupakan manifestasi dari sebuah penyelewengan dan pengkhianatan.

Perilaku khianat, menyeleweng, menipu, dan menyalahi orang lain yang ter-e jawantahkan dalam korupsi semata-mata bukan dilakukan oleh orang bodoh ataupun dungu, akan tetapi dilakukan oleh orang-orang yang dijustifikasi oleh Allah sebagai ahli kitab, sebagai orang-orang yang ahli dalam agama, orang tahu hukum, dan tahu akan norma-norma yang telah digariskan Allah kepada umat manusia. Dari sinilah, kita berkaca terhadap ayat ini akan karakter bangsa yang mengetahui akan aturan dan perundangan-undangannya namun malah bertindak sebaliknya,

m e m b o l a k - b a l i k k a n f a k t a d a n menukilkan yang benar dengan yang salah hanya demi mengejar setoran keduniawian. Yang lebih fatal, mereka para wakil rakyat yang membuat tata aturan untuk bangsa ini terpeleset dalam lubang pelanggaran terhadap aturan.

ذلك بأ��م قالوا ل�س علينا �ــــــــــــــــــــــــــــــــــ� األمي�ن س�يل ن و�قولو ع�� ا� الكذب و�م �علمون Yang demikian itu lantaran mereka

mengatakan: "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang umi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.

Al-Razi menyatakan bahwa para ahli kitab mengetahui dan menyadari akan kesengajaan dalam berkhianat padahal mereka telah mengetahui bahwa hal itu salah. Unsur kesengajaan ini berkaitan erat dengan para ahli mindset kitab yang beranggapan bahwa hanya mereka yang ahli dalam hukum Tuhan dan selain mereka dianggap sebagai orang yang orang yang tidak tahu umi, apa-apa sehingga hanya mereka para ahli kitab yang berhak dalam hukum Tuhan. Dalam arti lain hukum Tuhan hanya boleh dimonopoli oleh para ahli kitab sehingga apa yang dilakukan oleh mereka adalah benar di mata Tuhan walaupun itu berbanding terbalik dengan yang diinginkan Tuhan.

Hal di atas sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UGM, Prof. Dr. Sjafri Sairin yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki mental yang unik, “mentalitas nrabas” (mencari jalan pintas), yakni ingin mendapatkan hasil tanpa harus bekerja keras sesuai norma dan aturan yang berlaku, menjadi faktor penyebab budaya korupsi masih saja

Buletin XIX - Juni 2013 09Ke-TH-an

Page 10: Buletin Sarung edisi 19

mewarnai kehidupan pemerintahan sosial politik.

Mental mencari jalan pintas ini yang dipraktekkan oleh para petinggi bangsa yang terpilih sehingga menjadi “raja tega” di negerinya sendir i , memperbudak bangsanya sendiri, serta merampas seluruh aset bangsa dan menikmatinya sendiri dalam bingkai perilaku korupsi. Seakan mereka ingin hujan emas di negerinya sendiri tanpa memedulikan orang lain yang masih bergelimang kotoran.

ب�� من أو�� �ع�ده واتقى فإن ا� يحب املتق�ن (Bukan demikian), sebenarnya siapa

yang menepati janji (yang dibuat)-nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.

Dalam lanjutan ayat ini, Allah swt. memaklumi tingkah laku orang-orang yang menyelewengkan amanah dan juga tega memakan harta milik saudara sendiri. Sebegitu sayangnya Dia terhadap makhluknya, Allah tetap mengingatkan untuk selalu menepati amanah dan berlaku sesuai dengan aturan-aturan

yang telah ditentukan-Nya kepada manusia pada umumnya, dan umat islam pada khususnya.

Refleksi yang dapat diambil dari ayat-ayat ini adalah senantiasa untuk terus berusaha sekuat tenaga me-m e g a n g a m a n a h d e n g a n s e b a i k mungkin. Walaupun sulit dilakukan karena te lah berakar atau te lah mendarah daging, akan tetapi dengan janji dan ancaman Allah kita semua yang berpegang teguh pada al-Quran, harus selalu sabar dan optimis untuk tetap melakukan yang terbaik bagi bangsa dan Negara sehingga menjadi generasi yang amanah dan bersih.

* Mahasiswa CSS UIN SUKA 2010

Buletin XIX - Juni 201310 Ke-TH-an

Big Agenda of CSS MORA UIN Sunan Kalijaga

Rihlah Alamiyah & Halal bi HalalSeptember 2013

FeS-Q (Festival Seni Qur’ani)

Lomba Sastra Santri se-IndonesiaNovember 2013

Seminar InternasionalDesember 2013

OutbondCSS MORA UIN SUKA

Januari 2014

Page 11: Buletin Sarung edisi 19

Santri Dan Mental Membangun Peradaban

Oleh: Fadloli*

Santri dan Modernitas

Zaman yang berkembang sede-mikian modern telah membuka akses informasi yang begitu luas serta mening-katkan mobil i tas masyarakat dari b e r b a g a i e le m e n . S e ca r a l a n g s u n g m a u p u n t i d a k , keadaan ini membuat pintu asimilasi kebudayaan masyarakat demikian terbuka nyaris tanpa sekat. Sehingga terkadang kita menjumpai suatu elemen masyarakat tertentu memiliki kultur yang sangat berlainan dengan identitas mereka seperti yang dikenal selama ini. Gejala tersebut hampir dapat ditemui di berbagai unsur masyarakat, termasuk kaum santri. Mereka yang memiliki identitas santri dengan segala karakter positif yang dipersepsikan oleh publik terkadang pada kenyataannya berbeda 180 derajat. Arus modernitas yang menjangkau segala aspek kehidupan seringkali berbias terhadap nurani bangsa dan nilai-nilai agama. Bahkan yang ser ing k i ta amat i ternyata modernitas (kema-juan ke arah modern) justru kabur tersamarkan oleh debu trend mode, debu individualis, debu hedonis, dan debu-debu kotor lain. Nah, inilah yang perlu kita renungkan kembali, terlebih jika status “santri” tersebut juga melekat pada diri anda yang sedang membaca ar t ike l in i . K i ta per lu menegaskan pertanyaan, dimanakah p e r a n s a n t r i s a a t i n i ? A k a n k a h

modernitas menggilas mental dan karakter santri? Atau santri yang akan mewarnai modernitas dengan nilai-nilai yang lebih santun?

Belajar dari Sejarah

Sedik i t menengok ke belakang, kita perlu banyak

belajar dari para wali, para Kyai sepuh zaman dahulu. Bagaimana ketika mereka datang ke Nusantara dan berdagang, kemudian membuka hutan, mengajari masyarakat pribumi tentang tata cara bercocok tanam, membudi-dayakan ternak dan sebagainya hingga mampu membangkitkan ekonomi umat. Lalu sedikit demi sedikit mulai mengajari mereka tentang Islam. Proses ini dilakukan dalam waktu yang cukup lama dan tidak mulus berjalan begitu saja sesuai rencana. Para Kyai itu bertahan dengan segala hambatan, tantangan dan keterbatasan sarana. Sampai akhirnya sekarang kita lihat wajah peradaban Islam di Indonesia, buah keberhasilan perjuangan mereka.

Hal yang utama adalah niat yang kuat dan kesanggupan untuk memba-ngun masyarakat, karena nyata-nya semua yang dirintis oleh para Kyai itu tidak terwujud dalam waktu yang singkat. Mental membangun masyarakat itulah yang perlu dimiliki oleh santri di era modern ini. Santri harus memiliki ghirah untuk menjadi solusi atas persoalan yang dihadapi umat, dan mampu memberikan

Buletin XIX - Juni 2013 11Opini

Page 12: Buletin Sarung edisi 19

pengaruh bagi lingkungan di sekitarnya. Untuk i tu d ibutuhkan perangkat pendukung yang memadai dan sesuai dengan tuntutan dan kondisi masyarakat modern saat ini. Jika dahulu para Kyai d i b e k a l i p e r a n g k a t ke m a m p u a n bercocok tanam, kemampuan meramu obat-obatan, kemampuan membudi-dayakan ikan dan sebagainya, maka santri sekarang diberikan pilihan yang begitu variatif. Ia bisa memilih perangkat berupa kemampuan dalam bidang teknik, atau kemampuan sebagai seorang ahli fisika, kemampuan sebagai ahli akuntansi, ahli geologi dan sebagai-nya. Perangkat itu yang kemudian digunakan untuk mendukung kegiatan dakwahnya.

M. Ikhsanudin, Kyai yang juga seorang peneliti tingkat ASEAN pernah mengatakan bahwa dua suku kata pertama dari kata “santri” memiliki afiliasi karakter yang seharusnya melekat pada seorang santri. Huruf “Sin” berarti sā�r 'an 'uyūb al-ummah, mak-sudnya seorang santri harus mampu mengentaskan masyarakat dari aib-aib penyakit sosial dengan cara-cara yang arif. Kemudian suku kata kedua yaitu “Nun” berarti nā'ib lil ij�mā', seorang santri harus memiliki visi dan mental untuk membangun masyarakat menjadi lebih baik. Hal ini telah dicontohkan oleh para Kyai kita dahulu, mereka masuk ke daerah yang masih belantara, sebagian berupa sarang bromocorah (baca: berandalan), sarang prostitusi. Namun, sekarang kita telah mendapati daerah-daerah tersebut sudah menjadi pusat peradaban bagi khazanah Islam Nusan-

tara seperti Pesantren Lirboyo, pesan-tren Tebuireng, Al Falah Ploso dan masih banyak lagi.

Belajar dari sejarah, maka santri di era modern ini juga harus bisa berbuat demikian, membangun daerah-daerah menjadi pusat peradaban Islam. Tentu saja dengan menyesuaikan konteks yang ada saat ini. Santri tidak harus pergi ke pedalaman Kalimantan dan memulai dakwah pada suku-suku yang ada di sana, mengajari mereka bercocok tanam atau mebangun wirausaha lainnya. Namun, jika berniat untuk melakukan hal demikian maka akan sangat baik dan pantas diacungi jempol. Santri bisa 'membuka belantara' itu di tengah kota besar d i l ingkungannya. Dengan perangkat keahlian yang telah dimiliki, apalagi santri yang berkesempatan mempelajari disiplin ilmu di perguruan tinggi, ia harus siap mengabdikan diri untuk membangun peradaban masya-rakat yang madani dan religius. Karena memang “hutan belantara” yang ada di sekitar kita tidak persis seperti zaman Kyai-kyai kita dahulu. Belantara seka-rang adalah berupa kota-kota metro-politan, perusahaan-perusahaan multi-nasional, kawasan industri yang jika kita sebagai santr i ingin membangun peradaban di dalamnya kita perlu memiliki kemampuan yang sesuai dan dapat diterima.

Namun, sekali lagi yang harus ditegaskan bahwa seorang santri di era modern harus memiliki mental untuk membangun. Entah perangkat keahlian apa yang dimiliki olehnya. Karena kenyataan sekarang kita justru banyak

Buletin XIX - Juni 201312 Opini

Page 13: Buletin Sarung edisi 19

*Mahasiswa CSS UIN SUKA 2008

menemui santri-santri yang keblinger oleh nuansa hutan belantara (baca: p e r u s a h a a n m u l t i n a s i o n a l , ko ta metropolitan beserta gemerlap yang ada di dalamnya) justru adalah santri-santri yang memiliki potensi keahlian untuk

membangun peradaban, yaitu santri-santri yang berkesempatan belajar di perguruan tinggi. Barangkali mereka lupa pada karakter pribadi sebagai seorang santri.

Buletin XIX - Juni 2013 13Opini

Mereka menggarapnya, mencari relasi untuk dikembangkan dananya.

Jadi ada konsep baru yang diterap-kan pesantren terkait perkembangan era ini. KH. Syakir Ali menambahi, termasuk kerjasama dengan Timur Tengah. Era sekarang, pesantren mengandalkan Power Management, mengambil sistem yang diatur dengan baik oleh beberapa pihak. Tidak harus kyai yang power menentukan karena pesantren saat ini tidak harus milik keluarga kyai.

Maka ada persaingan sistem di antara pesantren dengan manajemen masing-masing. Pola baru ini oleh sebagaian masyarakat dianggap sesuatu yang janggal karena bentuknya yang berbeda dengan pola lama. “Nah, ketika bentuknya berbeda dianggap misinya berbeda,” simpul beliau. Hal itu, implikasinya terkena pada keadaan santri. Santri menjadi sulit taat pada kyai karena taatnya itu pada satu sistem yang diatur oleh pusat.

Sebenarnya pandangan tersebut

adalah cakrawala lama. Semestinya, kalau menyertakan penyesuaian zaman, haruslah menggunakan cakrawala sekarang untuk memandang keadaan p e s a n t re n y a n g m a u t i d a k m a u menerapkan sistem demikian. Kadang manusia salah menggunakan alat untuk menilai sehingga yang ada ialah salah sangka. “Kalaupun didapati santri yang tidak manusiawi pada waktu ini, itu merupakan selingan. Yang dulu juga ada yang seperti itu,” tutur beliau.

Kesimpulannya, dari dulu hingga sekarang, santri dan dunia pesantren masih menjungjung tinggi nilai-nilai humanisme. Namun, dikarenakan perubahan konteks yang melingkupinya maka pola dan cara yang dipakai dalam m e m a h a m i m a k n a h u m a n i s m e mengalami pergeseran. Hal tersebut merupakan hal yang wajar, bahkan menjadi bukti bahwa pesantren bersifat dinamis dan mampu berdialektika d e n g a n k o n t e k s a p a p u n y a n g dihadapinya. . (Itsbat-Wallahu A'lamzam/Sarung)

Sambungan dari halaman 7

Setiap pertemuan dua laut yang airnya sama-sama asin, terdapat sekat pemisah yang berfungsi menjaga ciri khas

dari masing-masing laut. Namun, meskipun terdapat penyekat ini, percampuran antara dua air laut itu tetap

terjadi, akan tetapi prosesnya berjalan sangat lamban sehingga bisa mengubah spesifikasi air laut yang

“menyebrang” ke laut lainnya sehingga tidak bisa mengubah ciri khas laut tersebut. Empat belas abad yang lalu, al-

Qur'an telah menginformasikan hal ini dengan sangat gamblang. QS. Al-Rahman: 19-20

Tahukah Kamu?Tahukah Kamu?Tahukah Kamu?

Page 14: Buletin Sarung edisi 19

Jum'at (3/5) lalu, seluruh anggota PBSB UIN Sunan Kalijaga berkumpul di Teatrikal Fakultas Ushuluddin guna membahas dana dan beasiswa living cost yang belum disetujui oleh DPR RI. Hadir pula dalam acara ini ketua pengelola PBSB UIN SUKA yaitu Dr. Phil. Sahiron, M.A. , yang juga didampingi oleh Sekertaris Jurusan: Afda Waiza, M.Ag., juga Dr. M. Alfatih Suryadilaga dan Ahmad Mujtaba, S.Thi. selaku pengelola PBSB UIN SUKA.

Dalam pertemuan ini, dibahas masalah tanda bintang (istilah yang ada di DPR untuk menggantungkan program kerja kementrian yang belum disetujui kelanjutan realisasinya- ) yang terkait reddengan aliran dana beasiswa PBSB untuk tahun ajaran 2013-2014 dan seterusnya.

Dr. M. Alfatih dalam kesempatan ini mengungkapkan dua alasan terkait tanda bintang tersebut yaitu pertama, semakin dekatnya kegiatan pilpres 2014 yang berimbas pada 'evaluasi' kinerja b e b e r a p a k e m e n t e r i a n . K e d u a , banyaknya agenda kementrian agama ya n g m e m b u t u h k a n d a n a b e s a r sehingga perlu diadakan 'amputasi' atau pemotongan aliran dana yang selama ini dianggap terlalu besar dan dengan begitu potongan dana tersebut dapat dialirkan ke beberapa kegiatan yang lebih mendesak itu.

Sebagai akibat dari belum jelasnya masalah tersebut, pihak pengelola menghimbau kepada para mahasiswa agar lebih hemat dalam menggunakan

uang. Dan juga memberikan informasi mengenai -nya beas iswa mandektersebut kepada orang tua masing-m a s i n g a g a r t i d a k t e r j a d i m i s -understanding dalam menyikapi masalah ini. Dengan demikian, pihak orang tua dapat 'menalangi' biaya studi mahasiswa (baca: anaknya) untuk sementara waktu.

Dana beasiswa PBSB yang belum disetujui kelanjutannya oleh DPR RI ini, tentunya berakibat pada pembayaran biaya perkuliahan semester depan (baca: SPP tauhn ajaran 2013-2014) bagi mahasiswa PBSB. Diperkirakan, semua dana beasiswa termasuk biaya per-kuliahan semester belum dapat dicair-kan. Hal tersebut tentu saja memberat-kan sebagian mahasiswa karena tidak semua mahasiswa penerima beasiswa ini termasuk golongan orang mampu.

Untuk mengantisipasi hal ter-sebut, pihak pengelola menawarkan kebijakan untuk memotong living cost pada dua bulan Mei dan Juni yang masih bisa diterima mahasiswa, yakni sebesar 300 ribu rupiah sebagai tabungan untuk pembayaran awal perkuliahan pada bulan Juli 2013.

Lebih jauh lagi selain dari implikasi tersebut, tanda “bintang” ini juga berimbas pada kuota perekrutan mahasiswa baru 2013 atau angkatan VII. Pada tahun ini kemungkinan akan ada pengurangan kuota mahasiswa PBSB yang biasanya mencapai jumlah 400 orang menjadi 'hanya' 150 orang.

Sebelum masalah “bintang”, PBSB sebenarnya sudah memiliki

PBSB di Tengah Kisruh “Bintang” DPR

Buletin XIX - Juni 201314 Ke-CSS-an

Page 15: Buletin Sarung edisi 19

Pengurus baru CSS MORA UIN Sunan Kalijaga dilantik untuk periode 2013-2014 pada April lalu. Tampuk kepemimpinan yang semula dipegang oleh Pangeran S. Naga P. beralih kepada Lailia Muyassaroh.

Buletin XIX - Juni 2013 15Ke-CSS-an

masalah internal terkait dana, yakni tentang dua mahasiswa PBSB angkatan 2012 yang belum juga menerima uang beasiswa sejak awal perkuliahan. Masalah ini disinyalir karena ke-mungkinan adanya kesalahan data personal pada awal pengurusan mahasiswa PBSB angkatan 2012, akibatnya sampai saat ini belum bisa menerima “Siapa yang patut living cost.disalahkan terkait berita tentang pengamputasian dana beasiswa ini, sedangkan uang beasiswa kami sejak awal perkuliahan belum sempat kami terima?” ujar Idris Ahmad Rifa'i mewakili dua mahasiswa tersebut. Sementara pertanyaan-pertanyaan semacam “kapankah bintang itu turun?” pun belum terjawab.

Para pejabat Kementerian Agama terus berupaya untuk bernegosiasi dengan pihak DPR RI agar alokasi dana beasiswa ini tidak diamputasi. Hal tersebut dikarenakan dana beasiswa ini berkaitan erat dengan kepentingan hajat hidup banyak mahasiswa Indonesia, khususnya santri. Dalam hal ini Ke-menterian Agama berpendapat bahwa Indonesia membutuhkan banyak santri yang dengan harapan dapat multi-talent meningkatkan moralitas dan sistem edukasi yang berjalan di negeri ini, agar berlandaskan akhlak dan norma-norma agama. Dengan begitu generasi muda penerus bangsa Indonesia ini akan lebih bermoral dan terhindar dari kej-ahil iyahan di era globalisasi ini . (b4r0nch_12-Sarung)

Page 16: Buletin Sarung edisi 19

FOREIGN

In recent years, we often heard or read the

media about the various forms of inhuman acts

committed by human to the other one: Murder,

slavery, war, oppression, discrimination and the

acts of violence often occur repeatedly. Cases of

TKW (Female workers) of Indonesia as in Malaysia

and Saudi Arabia extremely wring our hearts as an

Indonesian and another case of Israeli massacre

against Palestinian Muslims extremely. These

actions are very inhumane and destroy the harmony

and peace of life in the world.

Why does it happen? where as God assigned

human beings as khalifah in the earth: to keep the

earth, to spread kindness and compassion, rather

than destroy, spread terror and violence. In this

case, it seems appropriate if we quote statements

humanist philosopher of classical era of Islam, Abu

Hayyan At-tauhidi, he said that: "Al-Insan asykal

a'laihil Insan" (indeed, humans have been

miserable by other humans!).

The Importance of Humanism

Inhuman actions often occur, because many

people are not aware of the importance of

humanism. Humanism means the dignity and

worth of every human being, and all efforts to

increase their natural abilities (physical and

nonphysical) in full. Humanism as a stream in

philosophy assumes that human dignity sublime,

capable of self-determination, and with its own

forces able to develop themselves. In other words,

according to humanism, man charged humanize

human with mutual respect and love each other. So

that fair, egalitarian, harmonious and peaceful of

life will be found.

The question is how we socialize humanism

to general public, especially the young generation,

so that it can be realized and actualized in real life.

Education is the only media that socialize

humanism, because it's not only media for

transforming sciences but also to establish noble

characters. So that humanism can be implemen-

ted, not only in theoretical level but also in practical

level and pesantren is one of educational model in

Indonesia teaching humanism and upholding the

values of human.

Humanism in Pesantren

Pesantren is the oldest educational model in

Indonesia which has orientation at-Tafaqquh fi ad-

Din. The mission of pesantren forms intellect and

moral of human, so the outputs will be useful to the

nation, the state, and the religion. In carrying out its

mission, pesantren upholds the values of human

realized in daily life, not only as a theory but in

practical level too.

At the theoretical level, humanism taught

through the teaching and learning process.

Pesantren generally refers to the turats as a

reference beside Al-Quran and Hadith containing

the values of human. Lots of turats teach the values

of human such as Bidayatul Hidayah by Imam al-

Ghazali. This book contains such how to interact

others and God.

While at the practical level, humanism in

pesantren is taught more through a series of

activities in pesantren and exemplified by a kyai as a

central figure. There are several activities in

pesantren upholds the values of human as like

learning and discussion. By doing these, the

students are required learning, thinking and

developing their patterns to have a high

intellectuality.

About social activities such as clean up, etc.,

the students required to be sincere doing that.

These also teach value of mutual assistance,

solidarity and equality. All students have the same

status, as a santri and must follow the whole

activities indiscriminately. Another example about

religious activities (Bersambung ke halaman 17)

THE IMPLEMENTATION OF HUMANISM IN PESANTRENby: Afifur Rochman Sya'rani

Buletin XIX - Juni 201316 Foreign Corner

Page 17: Buletin Sarung edisi 19

Pesantren or Islamic Boarding School is a

place of education which people familiar with and

santri is a designation for those studying at the

Islamic Boarding School. Santri has a particular

place in community and perform variety of

interactions. Generally, pesantrenis located away

from the crowds and noise. It has several

buildings: the residence of the central figure or

caretaker (Javanese called: Kiyai, Sunda:

Kanjengan, Madura: Nun or Lora), surau or

mosque, some places for having learning

(madrasah), sports area and rooms where the

student live in.

The students in Islamic Boarding School

are taught a variety of religion-sciences combined

with the general sciences, which aims to educate

students to be a human beings who have a good

role for the society. Comity and obedient (ta'dzim)

to Kyai are one of the first value embedded to each

student. Compliance was more expanded

including a tribute to the previous theologian

authored the books studied. Ethical values/morals

are emphasized in the Islamic Boarding School

covering the Islamic brotherhood (Ukhuwah

Islamiyyah), sincerity, simplicity, and independen-

ce, piety (kesalehan) and commitment to Islam.

In Islamic Boarding Schools, the students

are required to behave well, discipline and

upholding the unity with one another. Sense of

discipline is really applied at the Islamic Boarding

School, for example, every student has to do

prayer-congregation (jama'ah). At first, it might

beso difficult and some students consider it as a

compulsion, but later this compulsion will become

a habit whichis very useful for their next life.

Generally, people assume that pesantren

graduation has more knowledge about religion, so

it's common when the alumni (s: alumnus) of

Islamic Boarding School become a public figure

and good-model (teladan) trusted to handle urgent

things in public life. They will be judged through the

ethics reflected in their daily behavior. When their

behavior does not work properly, the society will

scoff (menghina) them because of a mistake. It's

because of his status as a “santri” who considered

by society as someone understanding the religion.

Automatically, they think that the student's

behavior is always good, although there are

psychological phases of a child's development and

one of it is a teenager. In this phase, the child is

always going to try something new because they

have the great curiosity. So,they sometimes will

make mistakes, even if they are student, but

generally, these mistakes will not happen when

they understand the science of religion well and

will be able to control their behavior before doing

anything.

That is why santri or student can't be

separated from the society. Santri has a role and

some of them become a good model to their

community or society. Both the science or

knowledges and the student's ethics should be in

harmony. So, the application of knowledge they get

from pesantren will be very useful for theirself,

society and life. Wallahu a`lam.

as like prayer congregation (jama'ah) and istighosah to train their (santri) spirituality. After all, pesantren has

some activities to hone their mentality, skill and potentiality through organization, class of speeches etc.

In conclusion, pesantren upholds the values of human o r humanism. Pesantren teaches it on practical

level, not only as a theory to create human with a noble character and high intellectuality.

HOW SANTRI SHOULD BEHAVE?By: Ardi Putra

Buletin XIX - Juni 2013 17Foreign Corner

Sambungan dari halaman 16

Page 18: Buletin Sarung edisi 19

Cinta Dalam Kaligrafiku5 titik dalam alif, rasaku6 titik dalam lam alif, ketakutanku7 titik dalam nun, asaku8 titik dalam kaf, egokuDan akhirnya 26 titik dalam kaligrafiku; DIA, kau dan aku.

Urafa MeteoraYogyakarta

Bapak Ikan Negeriku

Raga ini tetap diam dalam kayu-kayu bekuMerayap benalu-benaluBerat mencaci Kering menggema

Ikan-ikan tetap menghirup asapPara penjahit laut makin terbahak Melepas batas negerikuMenguliti senyum bapak ikan negerikuTeruslah seperti itu Sampai kering tenggorokanmu

Urafa MeteoraYogyakarta

Buletin XIX - Juni 201318 Sastra

Page 19: Buletin Sarung edisi 19

Para TikusBerbaju Rombeng

Sudah lama aku terpojok di sudut kehampaan Diam menonton diri dalam ketidakberdayaanAku memang daun kering yang rapuh Rapuh karena bualan-bualanPara tikus berbaju rombeng

Bambu lusuh yang tak kenal sabunKetika angin terus mendera Apa kau sanggup membuatkanku pakaian indah?

Kalian yang telah lama ada dalam lenteraHanya mampu menyudutkanku dalam kepenatan iniKalian para tikus berbaju rombengSimpati kalian menyudutkankuKata-kata manis kalian mendorongku

Urafa MeteoraYogyakarta

*risalah kerinduan pada paruh purnamaIPada sebuah catatan harian yang usang, sebab usia memakannya hingga lepuhKukisahkan pada malam yang kelamTentang ritual mamak moyang yang menyulam benang menjadi kelambu. Tapi kusulam kenangan menjadi rinduLalu angin kembali mengisahkan pada musim-musim singgahSekedar mengucap salam pada lelaki malam.IIPada lembar kedua,Kutulis tentang mata lelaki yang lindap menyelinapMenyekap jiwaku yang rantau di musim kemarauAku terhanyut dalam sebuah pencarianMenelaah senyum yang senantiasa mengamini doakuHingga aku tersihir menjadi pujanggaYang selalu ingin bermain cinta di kedalaman hati.IIILembar selanjutnya kisahperjalanan air mata yang mengalirMelampaui nilMenyusuri gelombang memenangkan sepiJauh sebelum petang menggaramkan siangSebelum sunyi,Kunyalakan lagu sekedar meredam percakapan angin pada ilalangRindu nian.IIIILembar kisah yang telah habis.

Bing Desh 2011

Catatan HarianBuletin XIX - Juni 2013 19KOPI

Page 20: Buletin Sarung edisi 19

sempat bingung dan hendak mengira-ngira makhluk sejenis apa itu yang tiba-tiba datang menggangguku.“Kikiiiii…!” Bruukk. Huuffh. Seketika berbagai spekulasi di kepalaku buyar dan kabur, seiring mendaratnya Feyli di samping kursiku. Mungkin karena kaget men-dengar teriakannya, makhluk-makhluk yang kukira-kira tadi adalah dia pun mendadak minggat dari pikiranku. Ya, seperti inilah Feyli, aku belajar banyak darinya untuk bahagia menjadi dirinya sendiri tanpa rasa takut.“Nah, ini objek pembicaraannya datang.” kata Jellya.“Ohh, iya. Kamu tahu?” Seru Feyli ber-semangat sambil menarik kursi lalu duduk di sebelahku.“Setelah itu, aku duduk di luar. Pikiranku sudah melayang kemana-mana. Mataku juga semakin berat. Pengen langsung tidur di depan toko itu.“ gaya bicaranya khas sekali. Lima menit -sepuluh menit-lima belas menit, aku masih setia berkutat dengan kebisuan dan rasa kantukku, Ki. Tapi akhirnya aku gagal latihan sabar. Sudah ga tahan lagi, aku nyaris mengajak teman-teman untuk langsung pulang dan menurutku aku ga perlu nunggu lagi. Nah, di saat itulah aku melihatnya Ki!” Feyli tersipu.“So, you mean it's love at first sight, gitu?” aku langsung menebak konteks kalimat-nya.“Berdasarkan pengamatan psikologis gue nih, dia udah “kecantol” di hatinya si ``dia`` itu. Hahah.” tukas Jellya sambil tertawa.“Please deh, Ki, dia nyapa gue,”“Hahahah.” serempak aku dan Jellya

tertawa.“Iiihh.. Kiki, ah!” Feyli menjawab dengan wajah yang semakin merona.“Tapi, Ki, saat itu hingga sekarang aku teringat kalimatmu, `yah, just let it flows likes water-lah`”. katanya menerawang sambil meniru gayaku. Wajahnya tenang menatap langit. Kamu tahu, Fey, saat itu aku tersenyum, mengerti maksudmu.“ Ini hanya sebagian dari pewarna kehidupan kan, Ki. Bagaimanapun hidup bahagia bersama teman-teman seperti kalian itu jauh lebih indah dan berharga, perasaan-perasaan semacam ini hanya sesaat, tidak kekal dan cepat berubah. Namun, perasaan bahagia dan merasa menjadi seseorang yang indah itu sudah aku dapatkan dari kalian” sejenak ia terdiam, kemudian melanjutkan, “Maaf, soal kemarin, aku…” kalimatnya ter-putus.Aku dan yang lain akhirnya hanya tersenyum lucu melihat tingkahnya Feyli. Ya, kamu benar, Fey. Cinta kita yang seperti ini jauh lebih indah dan bermakna, batinku.“Duuuh… so sweetnya… yang dapat anugerah di pagi jum'at nih.” goda Jellya. “Ciieeee…” ungkapan Jellya barusan disambut heboh aku dan teman-teman lain yang ternyata ikut mendengarkan percakapan kami sejak tadi.“Iya sih, Feyli yang dapat berkah, aku dan Ocha malah ngerasa musibah” cetus Iis seraya menekuk wajahnya ditingkahi senyuman pahit.“Hahahah.” sontak tawa kami pun kem-bali pecah. Tentu saja Iis dan Ocha mengatakan merasa dapat `musibah` di tengah anugerah yang Feyli rasa, karena

Buletin XIX - Juni 2013 21Sastra

Page 21: Buletin Sarung edisi 19

Anugrah di Jum’at Pagi(Catatan Harian Persahabatan)

Huh, menyebalkan. Tentu aku jadi ikut-ikutan kesal. Sejak dua hari yang lalu Feyli susah sekali tersenyum. Dia jengkel. Bagaimana tidak jengkel, laptopnya rusak, padahal usia laptop itu baru seminggu lebih dua hari. Melihat teman-teman sibuk selalu dengan kegiatan mereka yang dibarengi laptop, kesalnya semakin menjadi-jadi. Bahkan, aku bicaraku pun tidak sepenuhnya digubris lagi. Aku tahu, itu adalah tanda dia sedang kesal namun tertahan karena berusaha sabar. Ia hanya menggeleng sedikit acuh, sekali lagi aku tebak, pasti ia sedang berusaha untuk tidak terlihat gelisah. Karena se jak kemarin aku terus m e n e r t a w a k a n w a j a h n y a y a n g -menurutku-tampak lucu ketika gelisah i t u . D a s a r Fe y ! M e s k i p u n k a m u sembunyikan gelisahmu kali ini, aku tetap bisa melihatnya. Ya, waktu empat bulan lebih beberapa hari ini memang t idak cukup mengenal seutuhnya masing-masing kita di bawah nama persahabatan. Namun, setidaknya aku punya sedikit pengetahuan tentang seorang Feyli yang tidak hanya punya hobi tertawa, tetapi juga bijak—untuk ukuran seorang teman.Aku mera ih laptopnya , mencoba menemukan dan mengatasi masalah pada laptopnya. Sayangnya, sejak kemarin aku tetap tidak bisa. Aku tidak tahu bahwa hari itu juga, sepulang sekolah, sekitar pukul 10.00 WIB,

bertepatan karena hanya ada satu jam pelajaran, Feyli langsung pergi ke toko tempat ia membeli laptopnya. Sehari kemudian baru aku tahu dari ceritanya Jellya, yang menemani Feyli hari itu, ia bertutur tentang kebahagiaan—lebih tepatnya kegilaan Feyli yang mereka lihat hari itu.“Terutama Feyli, wajahnya yang sudah kusut masai selama dua hari, terobati dalam waktu kurang dari lima belas menit di pagi jum'at itu” celoteh Jellya dengan hebohnya namun tetap santai- ciri khas gadis asli Melayu ini. “Kamu tahu kenapa? Hahah.” tawa Jellya tertahan.”Kenapa memangnya?” aku penasaran. “Jadi, hari itu Feyli memang sedang dalam suasana hati yang tidak karuan, Ki. Pertama, dia agak demam. Kedua, sepertinya, ya karena laptopnya itu. Lalu, di pagi menuju siang itu kami langsung jalan kaki menemani Feyli ke toko yang dimaksud, ternyata sesampainya di toko, bapak pemilik tokonya belum datang. Ya, jadi kita nungguin bapaknya datang di depan toko. Nah, waktu itu, Feyli sudah mulai sebel lagi kelihatannya. Diajak ja lan juga sudah malas-malasan nanggapinya. Ya, kita maklum, mungkin juga efek demam.” urai Jellya dengan sedikit alay .“Terus?” tanyaku lagi semakin ingin tahu. Namun, belum sempat Jellya membuka lagi mulutnya, tiba-tiba ada suara aneh yang berteriak menyebut namaku, aku

Buletin XIX - Juni 201320 Sastra

Page 22: Buletin Sarung edisi 19

A gift for you, Friends! Wherever you areYogyakarta, 8 Desember 2012

ternyata pada pagi beranjak siang yang mulai terik kemarin, dengan alasan tak ingin pulang berdua saja, mereka terpaksa harus berjalan kaki dari terminal menuju plaza untuk menyusul Feyli dan beberapa teman lain yang bersamanya hari itu. Tepatnya berjalan kaki selama lebih kurang tiga puluh menit.Terlepas dari itu, lagi-lagi kebersamaan itu mengalahkan semuanya, letih dan lelah, semuanya terasa berkurang saat bersama. Terima kasih, ya Allah. Bantu kami menjaga ukhuwah yang Engkau amanahi ini. Pokk! Pokk!. Aku sedikit kaget ketika baru selesai berdo'a ba'da

shalat `Ashar, pundakku serasa ditepuk. Aku menoleh ke kanan dan ternyata Feyli tersenyum padaku seraya memberiku sebungkus tissue.“Udah ah! Jangan tangisi aku terus, Ki! Ntar aku disuruh tanggung jawab lagi kalau mata kamu bengkak!” cetusnya tanpa ekspresi. Memang benar-benar Feyli. Selalu saja ada tawa di tengah keharuanku bersamanya. Aku masih tersenyum menatapnya yang berjalan pelan sambil menyanyikan senandung kecil, tidak jelas apa liriknya. Sekali lagi aku berujar dalam hati. Terima kasih, Tuhan. Karena cinta yang Kau ciptakan, semuanya menjadi lebih indah. [Ncii_12]

Buletin XIX - Juni 201322 Sastra

Surat Pembaca

Salam joss buat SARUNG Ilalang yang udah mampir ke CSS MORA UPI...

Satu pertanyaan nih, kenapa ada dua SARUNG ya dari dua CSS yang berbeda? Harus ada yang mengalah nih, ganti nama. Bukan apa-apa, mumpung belum terlanjur jauh, sebaiknya diperhatikan masalah nama. Sayang kan kalau SARUNG Ilalang sudah keren tapi ada nama kembaran? Isi-isi yang bermutu dan tampilan yang sip membuatku sebagai bagian dari keluarga CSS MORA UPI 'wajib iri'. Jangan lupa untuk semakin menunjukkan ciri khasnya, kalau boleh usul sih yang berbau Tafsir Hadis, sesuai 'rumah' CSS MORA UIN Suka. Biar majalah CSS MORA tiap PT bisa menunjukkan identitas masing-masing. Ku tunggu karya-karyamu yang telah 'memanaskan' hati keluarga CSS MORA UPI.

Adib Rifqi Setiawan (CSS MORA UPI 2012)

Terima kasih atas perhatian dan pengertiannya, mas adib, di nun jauh UPI Bandung. Memang ada dua SARUNG di dalam CSS. Terlebih keduanya berdekatan dalam satu kota; Yogya. Tapi masing-masing memiliki sejarah, kita tidak bisa mengabaikan itu. Tapi tak apa kok, masing-masing sama bersaing, kendati mungkin kami tertinggal satu langkah. (Sarung; Santri Balairung UGM sudah meng-ISSN-kan dirinya, sedang Sarung; Suara Rumput Ilalang UIN SUKA tidak atau belum).

Untuk ciri khas konten yang “berbau” Tafsir-Hadis itu sudah kami ruangkan dalam rubrik ke-TH-an. Salam hangat untuk CSS MoRA UPI.

Page 23: Buletin Sarung edisi 19
Page 24: Buletin Sarung edisi 19

Nantikan

11.13Big Event