buku prosiding sarasehan hhd2012

86
Sarasehan dalam Rangka Hari Habitat Dunia 2012 Surabaya, 6 Oktober 2012 Proceeding

Upload: citarizkikautsari

Post on 16-Nov-2015

57 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

cvgchyjbv

TRANSCRIPT

  • 1

    Sarasehan dalam Rangka Hari Habitat Dunia 2012

    Surabaya, 6 Oktober 2012Pro

    ceed

    ing

  • Sarasehan dalam Rangka Hari Habitat Dunia 2012

    Surabaya, 6 Oktober 2012

  • 4

  • 5

    Sebagaimana tahun-tahun yang lalu semenjak tahun 1986, setiap Senin minggu pertama bulan Oktober diperingati sebagai Hari Habitat Dunia, yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai wujud kepedulian terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak untuk semua lapisan masyarakat, dan meningkatkan perlunya tanggung jawab bersama bagi masa depan habitat manusia.

    Mengambil bagian dari Tema peringatan Hari Habitat Dunia tahun 2012 yaitu Changing Cities, Building Opportunities, dan sub tema Menuju Permukiman Tanpa Kumuh 2020, Sarasehan yang diselenggarakan dalam rangkaian peringatan hari habitat Dunia ini mengetengahkan perlunya koordinasi dan keterpaduan dalam penanganan kumuh yang dikemas dalam sarasehan bertajuk PENANGANAN KUMUH SECARA TERPADU, suatu ungkapan yang sepertinya sudah sangat familiar dan bahkan seperti kalimat klasik yang diucapkan dengan gampang oleh siapa saja namun implementasinya sungguh bukan hal yang mudah. Untuk itulah dalam sarasehan ini akan dikemukakan best practices proses dan hasil baik dalam upaya penanganan permukiman kumuh perkotaan.

    Tepat sekali sarasehan ini diselenggarakan di Kota Surabaya, dengan narasumber yang juga berasal dari Kota Surabaya, antara lain yaitu para aktor formal dan informal, birokrat, akademisi dan pemuka masyarakat, dan juga pelaku lapangan yang telah berhasil mengajak seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat dalam keterpaduan. Para aktor ini telah merangkul beragam sektor dalam koordinasi yang solid, guna membangun sinergi dalam mencapai suatu tujuan yaitu menata kampung-kampung kumuh dengan kebersamaan seluruh pemangku kepentingan.

    Sarasehan yang dimaksudkan untuk membangun kesepahaman dalam mengartikan koordinasi dan keterpaduan penanganan permukiman kumuh ini ditujukan kepada perwakilan dari beberapa kota di Indonesia untuk dapat saling bertukar pengalaman dan pembelajaran dari kesuksesan dan beragam upaya yang telah dilakukan dalam menangani permukiman kumuh di kota tersebut.

    Sesuai dengan harapan, sarasehan ini dapat menghasilkan kesimpulan, yang meskipun bukan suatu resep jitu suatu keterpaduan, koordinasi dan sinergi untuk dapat mencapai keberhasilan penanganan kumuh yang bisa diterapkan begitu saja di semua wilayah Indonesia, namun paling tidak membuahkan sesuatu rekomendasi yang siap diolah dan ditindaklanjuti bagi semua stakeholder yang terpanggil untuk segera berbuat lebih jauh dalam memantapkan keterpaduan, mempererat koordinasi dan mewujudkan sinergi untuk menangani permukiman kumuh perkotaan.

    Kata Pengantar

  • 6

    PengantarDaftar Isi

    I. PENDAHULUAN

    II. GARIS BESAR MUATAN DALAM DISKUSI

    III. KESIMPULAN

    IV. LAMPIRANa. PAPARAN NARASUMBER 1. Penanganan Permukiman Kumuh Terpadu di Kota Surabaya Ir. Tri Rismaharini, MT 2. SiapaTakut Pemukiman Kumuh? Menuju Kota Indonesia bebas kumuh 2020, Prof. Dr. Ir. Johan Silas 3. Profil BKM Moro Sejahtera H. Halwani, Purn TNI Polri, Ketua BKM Moro Krembangan

    b. Design Buku Panduan, Backdrop, X Banner, Seminar Kitc. Daftar undangand. Foto-foto penyelenggaraane. SK Hari Habitat Bangkim 2012

    Daftar Isi

  • 7

    Pendahuluan

    Permukiman kumuh semestinya disikapi bukan sekedar sebagai perusak estetika suatu kota atau pelanggar peraturan perundangan,

    tetapi harus dilihat juga dari sisi sosial yaitu kesejahteraan masyarakat khususnya yang

    berpenghasilan rendah

  • 8

    1. LATAR BELAKANGBerkembangnya permukiman kumuh disebabkan oleh dinamika perkembangan kegiatan ekonomi yang salah satunya diikuti dengan lajunya pembangunan infrastruktur di perkotaan yang tidak bisa ditunda karena merupakan kebutuhan dalam mengantisipasi tuntutan untuk meningkatkan daya saing suatu kota, sedangkan disisi lain meningkatnya angka pengangguran karena sempitnya lapangan kerja diwilayah perdesaan dan pinggiran perkotaan telah mendorong migrasi besar-besaran utamanya masyarakat tidak terampil, dan disinilah muncul enclaves permukiman kumuh baik sebagai slum area maupun squatters settlement. Permukiman kumuh semestinya disikapi bukan sekedar sebagai perusak estetika suatu kota atau pelanggar peraturan perundangan, tetapi harus dilihat juga dari sisi sosial yaitu kesejahteraan masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah; dengan demikian membiarkan berkembangnya kawasan kumuh berarti membiarkan masyarakat tinggal dalam keadaan yang tidak layak berkaitan dengan pelayanan infrastruktur, kriminalitas yang tinggi, terbatasnya akses pendidikan bagi anak-anak usia sekolah dan tidak terjaminnya keamanan dalam tinggal (secure tenure).

    Kompleksitas permasalahan tersebut diatas mengisyaratkan bahwa penanganan permukiman kumuh tidak bisa hanya oleh satu-dua sektor atau menjadi beban utuh dari pemerintah, disinilah perlu minat dan kehendak dari seluruh insan yang terpanggil baik karena jabatan dan tanggung jawabnya, para cerdik cendekia, juga para penentu kebijakan, para pengusaha di sektor swasta dan bahkan mereka yang

    berada dalam masalah tersebut yaitu masyarakat yang tinggal dalam lingkungan permukiman kumuh; untuk menggalang suatu keterpaduan dan berbagi peran serta berkoordinasi dengan mantab untuk mendapatkan solusi penanganan permukiman kumuh tanpa melukai hati masyarakat, tidak juga membiarkan terjadinya pelanggaran hukum, ataupun tidak merugikan pihak-pihak tertentu.

    Kota metropolitan Surabaya yang sarat permasalahan permukiman kumuh telah melakukan upaya terobosan untuk menanganinya, dan keberhasilan pemerintah Kota Surabaya dalam menata dan memelihara kampung bersama masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya merupakan suatu prestasi yang boleh dicontoh. Tidak sekedar merubah perkampungan kumuh menjadi tidak kumuh atau meningkatkan kualitas infrastruktur yang tidak layak menjadi layak, akan tetapi Pemerintah Kota Surabaya telah mempunyai konsepsi menuntaskan seluruh permasalahan perkampungan kumuh baik dari sisi sosial, ekonomi, infrastruktur dan lingkungan. Hal yang lebih menarik adalah proses pemberdayaan masyarakat yang diterapkan untuk memposisikan warga sebagai subyek yang boleh menggalang aspirasi dan turut serta dalam perencanaan baik langsung maupun melalui perwakilan formal maupun informal. Bukan hal yag mudah dan bukan sesuatu yang murah tetapi Pemerintah Kota Surabaya tetap pada prinsipnya bahwa dalam menghilangkan enclaves kumuh akan berproses bersama masyarakat dan mengikut sertakan berbagai pihak sesuai peran, tugas, wewenang dan tanggung jawabnya termasuk disini Pemerintah Pusat, Cendekiawan, akademisi, masyarakat swasta dan lain sebagainya.

    Salah satu kunci keberhasilan Kota Surabaya adalah bagaimana mewujudkan koordinasi dan keterpaduan baik internal Pemerintah kota dan antar pemangku kepentingan. Koordinasi disini dipahami sebagai proses penyatupaduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan dari dan antara suatu unit atau unit-unit yang terpisah untuk mencapai satu tujuan yaitu penanganan

    Pendahuluan

    Penanganan dan pencegahan munculnya Permukiman Kumuh menjadi dilema bagi hampir seluruh kawasan perkotaan di Indonesia terutama di kota-kota besar dan metropolitan

  • 9

    permukiman kumuh secara efisien, oleh pemangku kepentingan pemerintah daerah, masyarakat, pemerintah, dan swasta, sedangkan keterpaduan disini dimaksudkan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai unit atau pemangku kepentingan yang berbeda namun saling melengkapi dan terintegrasi.

    Dalam rangka memperingati Hari Habitat Dunia tahun 2012 yang mengetengahkan tema Changing City, Building Opportunities (membangun peluang dalam perubahan kota), dilaksanakan beberapa kegiatan di DKI Jakarta dan di Kota Surabaya, dan puncak acara diadakan di Kota Surabaya dengan persiapan matang dari tuan rumah untuk penyelenggaraan beberapa acara penting peringatan HHD 2012, diantaranya adalah sarasehan yang diikuti dengan kunjungan lapangan.

    Sarasehan yang diselenggarakan sebagai salah satu rangkaian acara HHD 2012 mengangkat proses penanganan permukiman kumuh yang difokuskan pada sisi koordinasi dan keterpaduan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian, sehingga diharapkan seluruh narasumber dan peserta sarasehan yang berasal dari berbagai disiplin termasuk wakil dari masyarakat baik yang pernah mengalami maupun masyarakat yang kemungkinan akan mengalami terjun dalam proses penanganan permukiman kumuh ini dapat bertukar pikiran dan pada akhir sarasehan akan terangkum suatu kesimpulan tentang berbagai permasalahan dalam koordinasi dan keterpaduan antar pemangku kepentingan serta rumusan-rumusan solusi baik yang pernah dialami ataupun suatu gagasan baru yang dapat ditindak lanjuti, karena sungguh diyakini bahwa koordinasi dan keterpaduan adalah kunci keberhasilan penanganan kumuh.

    Kunjungan lapangan dilakukan di kawasan Bozem Morokrembangan, yang diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai proses penanganan kawasan kumuh yang dilakukan dengan keterpaduan dan koordinasi yang cukup baik sejak proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian. Lokasi tersebut adalah sebagian kecil contoh-contoh yang dapat memberikan gambaran upaya dari pemerintah daerah dalam menangani kawasan kumuh di wilayahnya dengan mengutamakan koordinasi dan keterpaduan penanganan.

    2. MAKSUD DAN TUJUANa. Maksud Membangun pemahaman bersama bahwa

    keberhasilan penanganan permukiman kumuh dapat dicapai dengan sinergi dan koordinasi peran para pemangku kepentingan.

    b. Tujuan l Meningkatkan kesadaran para pemangku

    kepentingan untuk berkontribusi sesuai perannya dalam penanganan permukiman kumuh.

    l Mendapatkan garis besar rumusan keterpaduan peran Pemerintah, Pemda dan masyarakat dan swasta dalam menangani permukiman kumuh

    l Memperoleh garis besar sistem koordinasi yang solid antar pemangku kepentingan dalam menangani permukiman kumuh.

    3. RUANG LINGKUPSarasehan ini membatasi bahasan pada isu-isu keterpaduan dan koordinasi para pemangku kepentingan dalam penanganan permukiman kumuh melalui penyampaian contoh dan pengalaman dari para pemangku kepentingan, baik secara pribadi maupun sebagai wakil dari kelompok yang meliputi hal-hal sebagai berikut :l proses pemberdayaan masyarakatl proses perencanaan penataan kawasanl proses pelaksanaan penataan dan peningkatan

    kualitas kawasanl proses pembangunan/ instalasil proses pengelolaan permukiman

    Keseluruhan proses di atas, dikaitkan dengan lingkup yang lebih makro yaitu skala kawasan permukiman.

  • 10

    Pendahuluan

    4. PESERTASarasehan ini melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders), antara lain pemerintah kota dan provinsi, kementerian/lembaga terkait, masyarakat terkena dampak/penerima manfaat, pengamat permukiman dan para akademisi.

    5. PELAKSANAAN SARASEHANTempat : Ruang Pola, Bappeko SurabayaHari, Tanggal : Sabtu, 6 Oktober 2012Waktu : Pukul 13.00 16.00 WIB

    6. NARASUMBER DAN MODERATORa. Narasumber Sarasehan ini menghadirkan 3 (tiga) orang

    narasumber yang mewakili setiap pemangku kepentingan dalam penanganan permukiman kumuh. Narasumber ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pencerahan tentang penanganan permukiman kumuh, yang selanjutnya menjadi topik menarik untuk didiskusikan oleh para peserta.

    Narasumber pertama adalah pemerhati permukiman Kota Surabaya atau akademisi yang kerap melakukan pengamatan/penelitian terkait penanganan permasalahan permukiman, khususnya permukiman kumuh di Kota Surabaya.

    Narasumber kedua mewakili Pengambil Kepu-tusan/Kebijakan sebagai fasilitator pemba-ngunan, khususnya dalam penanganan permuki-man kumuh di Kota Surabaya.

    Narasumber ketiga mewakili masyarakat penerima manfaat, yang merupakan subjek dari pembangunan, khususnya dalam penanganan permukiman kumuh di Kota Surabaya.

    b. Moderator Moderator bertugas untuk memandu dan

    memfasilitasi diskusi antar para pemangku kepentingan (stakeholders), dan memiliki pema-haman yang baik mengenai permasalahan masyarakat di kawasan perkotaan.

    7. SUSUNAN ACARA

    Waktu agENDa PENYaJI

    Registrasi

    Tarian Remo

    Pengantar

    Pembukaan

    Paparan Narasumber

    Diskusi

    Kesimpulan Penutup

    Peluncuran Buku

    Kunjungan Lapangan

    12.00 - 13.00

    13.00 - 13.05

    13.05 - 13.15

    13.15 - 13.25

    13.25 - 13.35

    13.35 - 13.45

    13.45 - 15.30

    15.30 - 15.45

    15.45 - 16.00

    16.00

    Panitia

    Pemerintah Kota Surabaya

    MC

    Moderator (Lula Kamal)

    1. Ibu Walikota Surabaya

    2. Bapak Johan Silas

    3. Bapak H. Halwani (Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Kota Morokrembangan)

    1. Bapak Dodo Juliman2. Bapak Suko Widodo3. Undangan lainnya

    Moderator (Lula Kamal)

    1. Bapak Suyono2. Bapak Darudono

    Panitia

    Moderator(Lula Kamal)

    kEtERaNgaN

  • 11

    Muatan Diskusi

    Setiap kota atau wilayah memiliki karakter (sosial, budaya, politik, resources) yang berbeda,

    maka keberhasilan penerapan suatu metode pengelolaan di suatu kota belum tentu berhasil

    diterapkan di kota lain.

  • 12

    MuatanDiskusi

    Nama : Johan Silas

    Tempat Tanggal Lahir : Samarinda, 24 Mei 1936

    Pendidikan : Jurusan arsitekturnya di ITB (pada tahun1963)

    Riwayat Pekerjaan : Pengajar dan pendiri Jurusan Teknik Arsitektur ITS Surabaya (pada tahun 1965). Purna tugas sebagai guru besar di ITS pada tahun 2006 namun tetap membagikan ilmunya sebagai penasehat untuk beberapa pemerintah kota.

    Prestasi kerja : Pada tahun 2005 memperoleh penghargaan Habitat Scroll of Honour untuk kategori Penelitian dan Pengabdian Bertahun-Tahun Dalam Memberikan Tempat Bernaung Bagi Kaum Miskin dari organisasi PBB UN-HABITAT untuk mereka yang berjasa dalam pengembangan tata kota dan pembangunan pemukiman yang berpihak kepada masyarakat perkotaan yang kurang mampu.

    Lain-lain : Pengetahuan tambahan tentang perumahan, permukiman, perkotaan, dan lingkungan diperoleh di Inggris, Belanda, Jepang, Prancis, dan Jerman. Program yang diikuti antara lain Housing in Urban Development (London, 1979), Housing, Building & Planning (Rotterdam, 1980), Cooperative Housing (Tokyo, 1984/1985), Comparative Study on Urban Anthropoloy (Prancis, 1986), Inner City Conservation (Berlin, 1987).

  • 13

    SIAPA TAKUT PEMUKIMAN KUMUH?MENUJU KOTA INDONESIA BEBAS KUMUH 2020

    Professor Johan Silas dalam memaparkan makalahnya yang berjudul Menuju Kota Indonesia Bebas Kumuh 2020 mengingatkan kembali amanat UUD Tahun 1945 pasal 28H ayat 1 serta kesepakatan-kesepakatan internasional yang sudah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia yang semuanya terkait dengan hak dasar setiap Warga Negara Indonesia untuk hidup sejahtera dan bertempat tinggal dalam lingkungan yang baik, dijamin dalam kemanan dan kenyamanannya oleh Pemerintah. Namun menurut Professor Johan Silas, pada kenyataannya pembangunan perumahan kini seolah berjalan mundur, dan penanganan permukiman kumuh banyak dilakukan secara instan.

    Walaupun dalam banyak dokumen resmi, termasuk Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengandung pasal tentang perumahan dan permukiman kumuh, namun belum ada definisi yang jelas apa itu keadaan kumuh dan apa kaitannya dengan makna belum layak yang juga tidak jelas definisinya. Maka Professor Johan Silas menyatakan bahwa permukiman yang terdiri atas beberapa perumahan, termasuk prasarana, sarana, utilitas umum serta punya penunjang kegiatan fungsi lain, jika salah satu unsur tersebut keadaan dan mutunya di bawah standar, maka dengan sendirinya kawasan tersebut juga menjadi kumuh.

    Terlepas dari berbagai definisi yang dianut, terminologi kumuh secara jelas memberikan stigma negatif bagi suatu kawasan. Stigma tersebut mengandung konsekuensi yang menempel pada penghuni kawasan tersebut. Terminologi tersebut juga mengintepretasikan bahwa kumuh merupakan hasil, bukan merupakan proses. Berbagai dokumen baik UUD Tahun 1945 maupun dokumen internasional,

    selalu mengamanatkan penyediaan rumah layak bagi semua masyarakat bukan rumah tidak kumuh. Ketika kondisi permukiman dikatakan tidak layak, maka harus dipandang bahwa kondisi tersebut merupakan proses untuk menjadi layak. Professor Johan Silas mengusulkan agar terminologi kumuh yang tidak berfokus pada tujuan dapat dikritisi lebih lanjut dalam menyusun kebijakan-kebijakan perumahan dan permukiman.

    Permukiman kumuh membawa berkah bagi penghuninya karena memiliki tempat berlindung, namun bagi pemerintah merupakan sebuah kegagalan penyediaan perumahan yang layak. Jika keberadaan kawasan kumuh digusur, pemerintah merasa berhasil melakukan pembangunan yang betul, tetapi disisi lain merupakan bencana bagi penghuni sebab kehilangan tempat berlindung. Kawasan kumuh muncul sebagai akibat kegagalan pembangunan dan kemiskinan timbul karena pemerintah tidak menjalankan kewajibannya.

    Data merupakan variabel penting dalam penyusunan program pembangunan. Kelemahan pemerintah dalam melakukan implementasi pembangunan adalah tidak adanya akurasi data kondisi faktual di lapangan, dengan demikian tidak sedikit program pembangunan yang datang seperti hadiah sinterklas dari Pemerintah Pusat tanpa diimbangi kesiapan di daerah. Sebagai contoh, pembangunan perumahan dan permukiman yang ingin serba instan ikut mengikis kekhasan dan kearifan lokal seperti nampak pada semakin punahnya rumah.

    Prof. Dr. Ir. Johan SilasAkademisi dan Praktisi Perumahan dan Permukiman

  • 14

    Professor Johan Silas dalam memaparkan makalahnya yang berjudul Menuju Kota Indonesia Bebas Kumuh 2020 mengingatkan kembali amanat UUD Tahun 1945 pasal 28H ayat 1 serta kesepakatan-kesepakatan internasional yang sudah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia yang semuanya terkait dengan hak dasar setiap Warga Negara Indonesia untuk hidup sejahtera dan bertempat tinggal dalam lingkungan yang baik, dijamin dalam kemanan dan kenyamanannya oleh Pemerintah. Namun menurut Professor Johan Silas, pada kenyataannya pembangunan perumahan kini seolah berjalan mundur, dan penanganan permukiman kumuh banyak dilakukan secara instan.

    Walaupun dalam banyak dokumen resmi, termasuk Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengandung pasal tentang perumahan dan permukiman kumuh, namun belum ada definisi yang jelas apa itu keadaan kumuh dan apa kaitannya dengan makna belum layak yang juga tidak jelas definisinya. Maka Professor Johan Silas menyatakan bahwa permukiman yang terdiri atas beberapa perumahan, termasuk prasarana, sarana, utilitas umum serta punya penunjang kegiatan fungsi lain, jika salah satu unsur tersebut keadaan dan mutunya di bawah standar, maka dengan sendirinya kawasan tersebut juga menjadi kumuh.

    Terlepas dari berbagai definisi yang dianut, terminologi kumuh secara jelas memberikan stigma negatif bagi suatu kawasan. Stigma tersebut mengandung konsekuensi yang menempel pada penghuni kawasan tersebut. Terminologi tersebut juga mengintepretasikan bahwa kumuh merupakan hasil, bukan merupakan proses. Berbagai dokumen baik UUD Tahun 1945 maupun dokumen internasional, selalu mengamanatkan penyediaan rumah layak bagi semua masyarakat bukan rumah tidak kumuh. Ketika kondisi permukiman dikatakan tidak layak, maka harus dipandang bahwa kondisi tersebut merupakan

    proses untuk menjadi layak. Professor Johan Silas mengusulkan agar terminologi kumuh yang tidak berfokus pada tujuan dapat dikritisi lebih lanjut dalam menyusun kebijakan-kebijakan perumahan dan permukiman.

    Permukiman kumuh membawa berkah bagi penghuninya karena memiliki tempat berlindung, namun bagi pemerintah merupakan sebuah kegagalan penyediaan perumahan yang layak. Jika keberadaan kawasan kumuh digusur, pemerintah merasa berhasil melakukan pembangunan yang betul, tetapi disisi lain merupakan bencana bagi penghuni sebab kehilangan tempat berlindung. Kawasan kumuh muncul sebagai akibat kegagalan pembangunan dan kemiskinan timbul karena pemerintah tidak menjalankan kewajibannya.

    Data merupakan variabel penting dalam penyusunan program pembangunan. Kelemahan pemerintah dalam melakukan implementasi pembangunan adalah tidak adanya akurasi data kondisi faktual di lapangan, dengan demikian tidak sedikit program pembangunan yang datang seperti hadiah sinterklas dari Pemerintah Pusat tanpa diimbangi kesiapan di daerah. Sebagai contoh, pembangunan perumahan dan permukiman yang ingin serba instan ikut mengikis kekhasan dan kearifan lokal seperti nampak pada semakin punahnya rumah adat. Pembangunan public housing yang dibangun mengikis habis kekhasan ini, sehingga daya kearifan lokal ternyata tidak selalu sesuai keinginan masyarakat. Oleh karena itu, hal tersebut harus dapat ditemukan bentuk penyelesaian yang saling menguntungkan.

    Kreativitas dan inovasi dalam mengemas program pembangunan harus disesuaikan dengan kebutuhan tanpa mengesampingkan aspirasi dan karakteristik budaya lokal. Wilayah Indonesia dengan karakteristik geografis, ekonomi, dan sosial budaya yang beragam tidak dapat secara otomatis disamaratakan dalam satu standar pola pembangunan, sehingga fleksibilitas program dalam mengakomodasi kebutuhan pembangunan merupakan keniscayaan yang selama ini tidak menjadi pertimbangan pemerintah. Program-program seperti KIP, P3KT, P2KP, PNPM, dan lain-lain seharusnya tidak dipandang sebagai proyek

    MuatanDiskusi

  • 15

    pembangunan yang seumur jagung. Tidak jarang program-program tersebut terhenti karena berhentinya pembiayaan dari Pemerintah Pusat. Pergeseran paradigma penanganan permukiman kumuh yang menjadi sekedar proyek untuk mengejar target capaian pembangunan harus segara diubah. Konsistensi dan keberlanjutan harus menjadi aspek utama agar tujuan program dapat tercapai.

    Kota Surabaya merupakan salah satu kota yang konsisten dalam upaya penanganan kawasan kumuh. Hingga tahun 2006, Kota Surabaya masih melaksanakan program KIP (ditingkatkan menjadi KIP Komprehensif ) meskipun sudah tidak lagi mendapatkan pembiayaan dari Pemerintah Pusat. Program-program dari Pemerintah Pusat disinergikan dengan program-program lokal dalam upaya mempercepat penciptaan kemandirian masyarakat. Pendekatan kemanusiaan melalui inovasi dan kreatifitas program dilakukan untuk menimbulkan rasa kepemilikan masyarakat. Disamping program fisik dan ekonomi, pengembangan sumber daya manusia merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan yang tidak dapat dikesampingkan. Serangkaian program pembangunan tersebut secara perlahan namun pasti terbukti mampu memanusiakan masyarakat, sehingga menjadi pribadi yang mandiri. Kesadaran masyarakat atas kepemilikan kampung secara otomatis menimbulkan rasa kepemilikan yang besar untuk menjaga permukiman menjadi lestari. Keberhasilan Pemerintah Kota Surabaya, tidak terlepas dari besarnya partisipasi masyarakat yang secara efektif menjadi agen perubahan bagi kehidupan mereka. Kepedulian berbagai pihak, diantaranya akademisi, LSM, swasta, dan berbagai pihak lainnya mampu dielaborasi menjadi kekuatan bagi perbaikan pembangunan.

    Dalam diskusi, Prof Johan menegaskan bahwa kunci keberhasilan koordinasi di daerah terletak di pemimpin daerah. Disamping itu, peningkatan kualitas SDM (seperti pendidikan dan kesehatan) merupakan hal dasar untuk menunjang kelancaran pembangunan, sehingga dua hal tersebut harus menjadi prioritas Pemerintah Daerah. Pendekatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya juga melalui peningkatan SDM, karena akan sulit menata suatu kota/kawasan

    jika sumber daya manusianya rendah. Untuk itu 36% dari APBD Kota Surabaya dialokasikan untuk anggaran pendidikan. Penguatan ekonomi dan pemberian stimulasi yang tepat merupakan pendorong perkembangan positif sebuah kampung, dan hal tersebut dapat dilakukan secara kroyokan yang terkoordinasi dengan baik. Disampaikan juga dalam diskusi bahwa menempatkan masyarakat sebagai orang yang berkepentingan bukan kita (Pemerintah) sebagai ahli sehingga akan tercipta perasaan memiliki terhadap suatu kota dan isinya oleh warganya sehingga mereka akan terus menjaga.

    Dalam menanggapi pembangunan rumah susun sewa bagi masyarakat berpenghasilan rendah, disampaikan bahwa diperlukan adanya pendampingan dalam proses penghunian rumah susun kepada masyarakat yang awalnya tinggal di permukiman kumuh minimal satu tahun sehingga tidak terjadi cultural shock dan menimbulkan reaksi yang negatif dari masyarakat tersebut. Pada akhir penyataannya, professor Johan mengatakan bahwa setiap daerah memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, daerah lain dapat meniru kesuksesannya dengan menyesuaikan diri dengan kondisinya masing-masing.

  • 16

    Nama : Tri Rismaharini Tempat Tanggal Lahir : Kediri, 20 Oktober 1961

    Pendidikan : SDN Kota Kediri, SMPN X Surabaya, SMAN V Surabaya, S-1 jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, S-2 Manajemen Pembangunan Kota.

    Riwayat pekerjaan : 1. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dan Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya (hingga tahun 2010) 2. Walikota Surabaya (2010 - sekarang)

    Prestasi kerja : Menjadikan Surabaya lebih asri dan hijau. Taman kota yang dibangun adalah pemugaran taman Bungkul di Jalan Raya Darmo dengan konsep all-in-one entertainment park, taman di Bundaran Dolog, taman Undaan, serta taman di Bawean, dan di beberapa tempat lainnya yang dulunya merupakan kawasan mati sekarang tiap malam dipenuhi oleh warga Surabaya. Prestasi lainnya yaitu membangun pedestrian bagi pejalan kaki dengan konsep modern di sepanjang jalan Basuki Rahmat yang kemudian dilanjutkan hingga jalan Tunjungan, Blauran, dan Panglima Sudirman.

    MuatanDiskusi

  • 17

    PENANgANAN PErMUKIMAN KUMUH TErPADU DI KOTA SUrABAyA

    Walikota Surabaya mengemas penjelasannya dengan contoh-contoh nyata ketika menangani segala permasalahan yang berkaitan dengan penanganan permukiman kumuh di Kota Surabaya. Memanusiakan warganya dengan pendekatan persuasif adalah ciri khasnya. Namun demikian, ketegasan yang bahkan kadang-kadang berupa upaya paksa akan dilakukan untuk kepentingan bersama dan disampaikan pula bahwa tindakan tegas tersebut dilakukan juga untuk kebaikan baik bagi orang per orang itu sendiri, kelompok dan bahkan untuk warga Kota Surabaya secara keseluruhan. Sinergi program sektoral dirancang secara garis besar dan dalam tataran kebijakan oleh pemerintah kota, dan dilaksanakan di lapangan dengan perencanaan dan perancangan yang dibuat sendiri oleh warga masayarakat dengan arah yang disepakati oleh pemerintah serta warga setempat.

    Pintu masuk penanganan permukiman kumuh satu kampung dengan kampung lain bisa berbeda, sehingga penetapan leading sector akan sangat menentukan percepatan perkembangan suatu kampung, dan kebanyakan yang dilakukan di Surabaya adalah menetapkan sektor ekonomi unggulan sebagai pilihan komponen yang akan distimulasi, sehingga komponen dan atau sektor lainnya akan ikut terdongkrak naik, dengan catatan pemerintah harus mampu meyakinkan dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk mendapatkan haknya secara proporsional.

    Koordinasi yang oleh Ibu Walikota ini dilaksanakan secara internal Kota Surabaya dan dilaksanakan eksternal dengan kota/kabupaten di sekitar Kota Surabaya yang mempunyai akses langsung. Pada lingkungan internal, koordinasi Pemerintah Kota Surabaya dengan masyarakat dilakukan secara rutin, dan hal tersebut hampir tidak ada masalah karena masih dalam struktur organisasi yang dia pimpin. Yang menjadi catatan penting adalah struktur organisasi

    dalam pemerintahan di Kota Surabaya disederhanakan tetapi optimal dan tidak menyalahi aturan, karena struktur organisasi yang sederhana akan memudahkan dalam berkoordinasi internal Pemerintah Kota Surabaya dan masyarakatnya. Koordinasi eksternal merupakan hal penting dalam menciptakan dampak positif timbal balik antara Kota Surabaya dan kota/kabupaten di sekitarnya; diistilahkan dengan kata komunikasi, yaitu hubungan baik yang dilakukan antara kepala daerah untuk melakukan pengembangan di berbagai bidang termasuk pengembangan ekonomi dan permasalahan kependudukan. Dalam hal ini, Kota Surabaya ditata dengan open access, sehingga Gapura (tanda/icon batas wilayah) yang merupakan gerbang kota/kabupaten yang punya akses langsung dengan kota Surabaya sebaiknya ditiadakan, agar tanda fisik tersebut tidak secara nyata memisahkan masyarakat Kota Surabaya beserta segala kegiataannya dengan masyarakat kota/kabupaten sekitarnya. Namun demikian, setiap kota/kabupaten di sekitar Kota Surabaya masih tetap harus mengembangkan ciri khas kota/ kabupaten masing-masing.

    Koordinasi serta pengaturan sinergitas berbagai stimulasi sektoral dari Pemerintah Pusat dan pihak lain disikapi dengan kebijakan yang berbasis kawasan dan bertumpu pada kepentingan masyarakat, telah berhasil

    Ir. Tri Rismaharini, MT Walikota Surabaya

  • 18

    menepis sikap manja masyarakat menjadi sikap yang mau bekerja untuk mengembangkan bantuan-bantuan pemerintah atau pihak lain agar bisa berkelanjutan.

    Dalam menata kembali permukiman di Kota Surabaya, diterapkan asset management plan yang baik untuk mengoptimalisasi pemanfaatan lahan, karena itu perlu pemilahan aset masyarakat dan aset pemerintah, dengan manajemen aset yang sudah dilakukan, maka Kota Surabaya saat ini telah mampu mengoptimalkan ruang terbuka hijau (RTH) yang ditargetkan sebanyak 302 kawasan RTH, dan pembebasan lahan untuk RTH ini dilakukan dengan bergotong royong. Pemerintah Kota Surabaya tetap berupaya mengutamakan kepentingan masyarakat, sehingga lokasi strategis semaksimal

    mungkin digunakan untuk kepentingan publik agar mereka turut menjaganya, khususnya dalam penanganan permukiman kumuh. Pemerintah Kota Surabaya melakukan perencanaan dan pelaksanaan secara terpadu yaitu kesamaan lokasi, penanganan multi sektor (fisik, sosial, ekonomi) dan sinkronisasi kegiatan.

    Walikota Surabaya menutup paparannya dengan menyatakan bahwa dalam rangka mencapai tujuan meningkatkan kualitas permukiman (khususnya di lingkungan permukiman kumuh), selain implementasi program dan kegiatan dari pemerintah, harus dibarengi dengan pendekatan sosial khususnya dari Pemimpin Daerah.

    MuatanDiskusi

  • 19

    Nama : H. Halwani

    Tempat Tangal Lahir : Sampang, 154 Juli 1942

    Tempat tinggal : Kalianak Timur 3/35 Surabaya

    Pendidikan : SR (tamat tahun 1955); SGB Negeri (tamat tahun 1958); SGA Negeri (tamat tahun 1961); Secata Polri (tahun 1963/1964)Riwayat Pekerjaan : 1. Guru SD Negeri (1962/1963) 2. Anggota Polri

    Kegiatan Sosial : 1. Karteker RW VI Tambak Asri bersama anggota Koramil 0830 dan petugas lingkungan (1970-1974) 2. Ketua RW VII Kalianak Timur (2003-2006) 3. Ketua LKMK Kel. Morokrembangan (sejak 2010) 4. Pengurus Koperasi Serba Usaha Karya Arto Moro Kel. Morokrembangan (sejak 2000) 5. Takmir dan Imam Rowatib Masjid Darussalam

  • 20

    PrOfIl BKM MOrO SEJAHTErA

    H. Halwani adalah Perwakilan warga Bozem Morokrembangan yang diminta untuk memaparkan pengalamannya bekerja keras bersama warga masyarakat dalam meningkatkan kehidupan dan penghidupan warga masyarakat di lokasi yang terkenal kumuh di wilayah Kota Surabaya. Bozem Morokrembangan merupakan kawasan yang mendapatkan perhatian khusus terutama oleh Kementerian Pekerjaan Umum khususnya dalam penanganan permukiman termasuk prasarana dan sarana permukimannya.

    H. Halwani menyampaikan pengalamannya memimpin lembaga kemasyarakatan di Kelurahan Moro Krembangan sejak 2010 yang sebelumnya menjabat Ketua RW di Kalianak Timur dan mengurus Koperasi BKM Kec. Krembangan. Pada intinya, warga Bozem Morokrembangan merasa bersyukur bahwa perhatian Pemerintah dan Pemerintah Daerah cukup besar, sejak Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dilaksanakan di Morokrembangan dengan pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), masyarakat merasa mempunyai eksistensi karena

    di tangan merekalah perencanaan dilaksanakan, permasalahan dipecahkan, dan keputusan ditetapkan. Kepemimpinan kumulatif menjadi kata kunci H. Halwani dalam menjalankan pembangunan di wilayahnya. Koordinasi, demokrasi, keterbukaan dan dedikasi menjadi semangat bersama warga masyarakat di wilayah yang dia dampingi.

    Awal pelaksanaan program dilakukan dengan pembentukan BKM perlu ditanamkan pengertian dan itikad baik kepada pengurusnya bahwa BKM adalah organisasi non profit, yang melayani masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan kehidupannya. Kemudian, untuk menjaga amanah pemberi bantuan, diperlukan suatu sistem pengelolaan yang baik, dengan tertib administrasi terutama dalam hal keuangan maka penyimpangan sekecil apapun akan segera terlihat. Sesuai pengalamannya, permukiman kumuh tidak akan berhasil jika ditangani hanya dari sisi fisiknya saja. Lebih penting dari itu, pembinaan dan pemberdayaan manusia akan menjamin bahwa penanganan fisik akan berjalan sendiri secara berkelanjutan.

    H. HalwaniPurn TNI Polri, Ketua BKM Moro Krembangan

    MuatanDiskusi

  • 21

    Nama : dr. Lula Kamal

    Lahir : Jakarta, 10 April 1970

    Pendidikan : - SD Teladan Tanjungkarang - SMPN 2 Tanjungkarang - SMAN 68 Jakarta - Kedokteran Universitas Trisakti - Program Kejiwaan Universita Indonesia - Master di Kings College di London

    Pekerjaan : - Anggota Ikatan Dokter Indonesia - Sekretaris Jenderal Granat - Konsultan Ahli Badan Narkotika Nasional/BNN - None Jakarta 1990 - Presenter Buah Bibir RCTI - Penyiar Delta FM - Penyiar Trijaya FM

    Moderator

  • 22

    Catatan dan masukan Dodo Yuliman dan Suko Widodo sebagai berikut :

    l Setiap kota atau wilayah memiliki karakter (sosial, budaya, politik, resources) yang berbeda, maka keberhasilan penerapan suatu metode pengelolaan di suatu kota belum tentu berhasil diterapkan di kota lain. Disamping itu, perbedaan karakter daerah, model kepemimpinan (leadership) juga menjadi kunci penting keberhasilan pengelolaan suatu daerah.

    l Mengembangkan dan meguatkan kultur lokal (paguyuban) perlu ditempuh sehingga terbangun ketertarikan warga untuk terus bekerjasama untuk menciptakan kota yang lebih baik.

    l Berkaitan dengan tren pembangunan hunian vertikal untuk menanggulangi kepadatan bangunan dan kawasan-kawasan kumuh ilegal di lokasi-lokasi yang tidak diperuntukkan bagi permukiman, maka perlu dilakukan transformasi penduduk dari tinggal di landed houses ke rumah susun yang sebaiknya dilakukan secara bertahap. Disamping itu, secara terus menerus perlu dilakukan sosialisasi dan adaptasi terhadap calon penghuni rumah susun akan budaya tinggal di rumah susun.

    l Untuk meringankan beban pemerintah, pembiayaan pembangunan rumah susun diusulkan metode cost sharing dengan penghuni rumah susun. Hal ini dilakukan untuk menurunkan harga sewa rumah susun, misalnya penghuni diminta

    untuk bersama-sama menanggung (sharing) dalam membiayai sebagian komponen bangunan seperti pintu dan jendela.

    l Perlu diingat bahwa masyarakat perlu dilibatkan dari awal dan berperan sebagai subjek dalam mengambil keputusan dalam proses pembangunan, dan dalam hal ini ada dua cara dalam pendekatannya yaitu pendekatan persuasif dan upaya paksa, jika upaya persuasif sudah tidak mungkin lagi dilakukan.

    l Keterlibatan media menjadi penting untuk membantu sosialisasi dan kelancaran program/kegiatan pemerintah. Disamping itu, aparat pemerintah harus turun ke lapangan untuk mengetahui kondisi nyata masyarakat. Hal penting lainnya adalah bahwa dalam melakukan penataan kota bukan hanya memandang unsur teknis, tetapi juga unsur politik yang kecenderungannya juga berperan penting. Jadi, seminimal mungkin melakukan janji-janji kepada masyarakat dengan alasan seperti ini.

    garis Besar Muatan Diskusi

  • 23

    Kesimpulan

    Keterpaduan merupakan kata kunci yang tepat dalam slum upgrading dan urban

    upgrading, dan dalam keterpaduan akan dituntut koordinasi dan integrasi dari seluruh aspek terutama kebijakan, kelembagaan, dan

    pembiayaan serta seluruh hirarki pemerintahan (pusat, provinsi dan kota/kabupaten).

  • 24

    1. Keterpaduan merupakan kata kunci yang tepat dalam slum upgrading dan urban upgrading, dan dalam keterpaduan akan dituntut koordinasi dan integrasi dari seluruh aspek terutama kebijakan, kelembagaan, dan pembiayaan serta seluruh hirarki pemerintahan (pusat, provinsi dan kota/kabupaten).

    2. Perlu pemutakhiran forum keterpaduan lintas institusi baik horizontal maupun vertikal (antara pemerintah pusat, provinsi dan kota/kabupaten), khususnya dalam penanganan permukiman kumuh dan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada umumnya, dengan cara menyempurnakan tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab secara jelas, sehingga tidak terjadi tumpang tindih program dan kegiatan. Pemutakhiran forum keterpaduan lintas institusi dilakukan antara lain sebagai berikut:a. Pada tingkat pusat dapat memfungsikan

    koordinasi formal yang dipimpin oleh kementerian koordinator (Kemenko). Kemudian, koordinasi lintas kota/kabupaten dapat dipimpin oleh Gubernur dengan pelaksana harian Dinas yang terkait dengan penyelenggaraan perumahan dan permukiman, sedangkan di tingkat kota/kabupaten berada di bawah koordinasi Kepala Daerah (walkota/bupati).

    b. Tumpang tindih program dan kegiatan sektoral bisa dihindari di tingkatan kota/kabupaten, ketika koordinator (kepala daerah) memahami benar permasalahan dan potensi kawasan kumuh di wilayahnya.

    c. Pimpinan kolektif di lapangan ternyata efektif sehingga dapat diartikan sebagai upaya koordinasi ditingkat pelaksanaan.

    3. Koordinasi yang diperlukan adalah bersifat efektif dan sederhana yang didasari atas penetapan secara formal, misalnya Keputusan Presiden, Keputusan Gubernur dan atau Keputusan Walikota/Bupati. Untuk itu, diperlukan struktur organisasi formal di tingkat pemerintah kota/kabupaten yang sederhana dan organisasi tingkat akar rumput yang mudah dalam operasionalisasi.

    4. Dalam membangun sinergitas di suatu kawasan, maka harus cermat di dalam menetapkan leading sector yang dapat menjadi pengungkit potensi-potensi yang tersembunyi. Untuk itu pengenalan awal potensi kawasan yang disertai dengan fungsi koordinasi menjadi faktor penting dalam keberhasilan penanganan kumuh.

    Dicontohkan bahwa ekonomi dapat diangkat menjadi sektor unggulan yang didorong untuk mengangkat kehidupan masyarakat yang tinggal di suatu kawasan kumuh, sehingga mereka dapat meningkatkan kualitas lingkungannya secara mandiri, sedangkan pemerintah masuk dengan memperkuat permodalan dan kebijakan dalam kemudahan perijinan serta jaringan pemasaran.

    5. Konsep sinergitas pada penanganan permukiman kumuh ditingkatan operasional dapat didefinisikan sebagai :a. Kemitraan pemerintah, swasta, masyarakat dan

    lembaga keuangan.b. Sinkronisasi hirarki kelembagaan dan

    harmonisasi kelembagaan sektoral.c. Kesamaan sasaran kebijakan di dalam menjamin

    kepastian bermukim, serta penyediaan/fasilitasi hunian layak dan berkelanjutan.

    6. Misi keterpaduan khususnya pada tingkatan Pemerintah Kota/Kabupaten mestinya mencakup: a. Keterpaduan penataan kawasan kumuh

    dengan perencanaan kota, keterpaduan penataan permukiman dengan insfrastruktur kawasan dan keterpaduan pengadaan rumah terutama rumah susun dan ketersediaan lahan peruntukannya. - Dicontohkan bahwa Kota Surabaya tetap

    mempertahankan bahkan mengembalikan fungsi-fungsi kawasan dan menghindari

    Kesimpulan

  • 25

    pembangunan infrastruktur atau klaster-klaster perumahan formal yang tidak sesuai dengan arah kebijakan pengembangan permukiman perkotaan.

    - Berupaya memunculkan identitas kampung melalui ciri khas baik yang berbasis kultur maupun kegiatan ekonominya yang khas (kampung lontong, kampung jahit) yang pelayanan infrastrukturnya dalam satu rangkaian jaringan dengan sistem perkotaan yang ada.

    b. Kemitraan usaha masyarakat dengan rangkaian ekonomi perkotaan dan Pemerintah kota dalam ini memfasilitasi hal-hal yang tidak bisa disediakan sendiri olah masyarakat, seperti pelatihan ketrampilam, jaringan pemasaran dan pasokan bahan baku pokok dan pendukung untuk kampung-kampung yang berpotensi dalam home industri

    c. integrasi kebijakan (policy integration) dan kolaborasi kelembagaan (institutional collabo-ration), seperti penanganan pada wilayah dengan administratif yang berbeda bisa dipecahkan dengan melakukan koordinasi, konsolidasi dan sinkronisasi kebijakan dan pembentukan kelembagaan lintas wilayah yang dicontohkan dengan kerjasama antara Kota Surabaya, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik serta Kabupaten Sidoarjo dalam meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat yang tinggal di kawasn kumuh.

    7. Keberhasilan implementasi dan operasionalisasi rencana yang terpadu harus diikuti dengan:a. Membangun kepercayaan antar pemangku

    kepentingan terutama kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.- tidak adanya intervensi politik yang sarat

    akan interest pribadi dan atau kelompok dapat menjamin keberlanjutan blue print program yang sudah dirumuskan strategi pencapaiannya dapat menjamin kepercayaan masyarakat.

    - Membangun modal sosial (social capital) dengan memanusiakan masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh dapat memunculkan kepercayaan dan saling percaya, salah satunya dicapai dengan mendengarkan aspirasi masyarakat.

    b. Kepala pemerintahan kota/kabupaten memegang peranan besar dalam keberhasilan penanganan kawasan kumuh, karena koordinasi dan keterpaduan langsung dapat diimplemantasikan di lapangan.

    c. Pemimpin formal dan informal yang berkomitmen, berperilaku baik, berdedikasi tinggi, tanpa pamrih dan paham akan permasalahan perumahan dan permukiman diwilayah nya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah yang pantas yang berpihak kepada masyarakat.- Dicontohkan di kota Surabaya, semua

    Walikota yang pernah menjabat mempunyai kelebihan masing-masing, dan walikota yang saat ini menjabat punya cara dalam menanganani masyarakatnya, yaitu dengan kepedulian penuh dan kasih sayang, serta paham kasus per kasus, sehingga kebijakan penanganannya pun secara taylor made.

    - Walikota harus bisa memilih cara dalam bertindak, kapan harus melakukan pendekatan dengan persuasif, kapan harus tegas dan menggunakan upaya paksa dengan jaminan bahwa kebijakan tersebut telah diantisipasi dengan baik dan diyakini bahwa kualitas hidup masyarakat akan lebih baik (memindahkan squatters dari bantaran kali ke rumah susun sewa, yang semula harus dengan tangan besi pada akhirnya pindah dengan kemauan sendiri).

    8. Replikasi keberhasilan suatu kota oleh kota yang lain harus dipertimbangkan kondisi politik dan sumber dayanya, tidak selalu program yang berhasil di Kota Surabaya dapat serta merta berhasil jika di terapkan di kota lain.

  • 26

  • 27

    lampiran

    Permukiman membawa berkah bagi penghuninya karena menjadi tempat berlindung, namun bagi pemerintah

    merupakan sebuah kegagalan penyediaan perumahan yang layak.

  • 28

    Rumah untuk Rakyat; Hak yang TerlupakanPerumahan merupakan hak dasar setiap warga negara Indonesia, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, pasal 28H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Beberapa kesepakatan yang internasional yang telah ditandatangani pemerintah Indonesia diantaranya; The Habitat Agenda (6/1996), MDGs (2000), dan The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) yang baru ditandatangani Indonesia pada tahun 2006 (termasuk 10 negara paling akhir), secara tegas semua mengamanatkan penyediaan rumah yang layak bagi seluruh warga negara.

    Paparan Narasumber

    Slums Are 4 People?1Oleh: Johan SILASRita Ernawati

    Gambar 1. Beberapa Kawasan Kumuh di Negara Maju

    Konstitusi dan kesepakatan yang ada terkait jaminan hak perumahan harusnya juga menjadi titik tolak pemerintah untuk secara konsisten melaksanakan kesepakatan tersebut. Namun dalam kenyataanya pembangunan perumahan seolah berjalan mundur; pemerintah bangga dengan semakin besarnya backlog (meskipun perhitunganya masih diragukan), permukiman kumuh akan secara instan ditangani, infrastruktur lingkungan dibenahi meskipun tidak sedikit yang mengasilkan monumen-monumen yang tidak memiliki fungsi berkelanjutan. Disisi lain, potensi besar rumah yang dibangun oleh masyarakat tidak mendapatkan porsi yang seimbang dengan rumah formal baik dari kebijakan, pembiayaan, dll. Terlebih lagi rumah adat yang dalam kebijakan tertinggi undang-undang pun tidak mendapatkan tempat, padahal dalam kenyataan merupakan kekayaan budaya yang tidak ternilai. Pemerintah terlalu sibuk menyusun

  • 29

    1 Judul disertasi AA Laquian (1969) sebagai judul makalah yang disampaikan pada Seminar Hari Habitat Nasional di Surabaya 6 Oktober 2012

    berbagai kebijakan dan pedoman-pedoman yang entah bagaimana dapat diimplementasikan. Ketika pemerintah menyusun Pedoman Pembangunan Rumah Swadaya, apakan mereka tidak berkaca pada keahlian masyarakat yang sejak jaman nenek moyang telah mahir membuat rumah, kemana juga wujud pelaksanaan pedoman yang dibuat tersebut.

    Terminologi Rumah Kumuh vs Rumah LayakWalau dalam banyak dokumen resmi, termasuk Undang-undang No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Lingkungan Permukiman mengandung pasal tentang perumahan dan permukiman kumuh, namun tidak ada definisi yang jelas apa itu keadaan kumuh dan apa kaitannya dengan faham belum layak yang juga tidak jelas makna atau definisinya. PBB memalui lembaga UN Habitat mendefinisikan slums sebagaia run-down area of a city characterized by substandard housing and squalor and lacking in tenure security, disertai ilustrasi kawasan kumuh yang diambil di Jakarta.

    UU No 1 tahun 2011 mendefinisikan kawasan kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Masih terkait definisi kawasan kumuh, sebenarnya ada dua pandangan yang berbeda perspektif. Yang pertama menganggap sebuah kawasan kumuh sebagai suatu keadaan akhir (terminal). Paham ini dianut oleh mereka yang melihat perumahan dan rumah sebagai sebuah produk jadi. Sedang perspektif lain yang banyak dianut pengikut konsep perumahan rakyat (housing by people) menganggap kondisi kumuh sebagai suatu keadaan pada saat tertentu, merupakan proses yang terus berjalan dalam upaya memperbaiki keadaannya. Sehingga sebuah perumahan dan kawasan kumuh bukan suatu keadaan yang utuh, melainkan merupakan hasil usaha dan kegiatan yang multi faset.Sehingga, kawasan kumuh merupakan keadaan dari beberapa perumahan, termasuk prasarana, sarana,

    utilitas umum serta punya penunjang kegiatan fungsi lain. Kalau salah satu unsur keadaan dan mutunya di bawah standar, maka dengan sendirinya kawasan tersebut juga menjadi kumuh. Yang perlu diperhatikan pula seperti dikatakan John FC Turner dalam buku Freedom to Build dan Housing by people, perumahan adalah sebuah proses yang terus berjalan dan hasilnya makin baik sehingga sekali-kali tidak boleh difahami sebagai what-it-is, tetapi yang lebih penting adalah hasil what-it-does terhadap kehidupan penghuni kawasan tersebut. Sehingga perlu dibedakan antara pengertian PERmukiman dan PEmukiman. Yang pertama menekankan pada hasil fisik yang dicapai, sedang yang kedua lebih memperhatikan kegiatan(proses bermukim) yang menghasilkan suatu keadaan fisik.Terlepas dari berbagai definisi yang dianut, terminologi kumuh secara jelas memberikan stigma negatif bagi suatu kawasan. Stigma tersebut mengandung konsekuensi yang menempel pada penghuni kawasan tersebut. Terminologi tersebut juga mengintepretasikan bahwa kumuh merupakan hasil bukan merupakan proses. Berbagai dokumen baik UUD 45, maupun dokumen internasional selalu mengamanatkan penyediaan rumah layak bagi semua masyarakat bukan rumah tidak kumuh. Ketika kondisi permukiman tidak layak, maka harus dipandang bahwa kondisi tersebut merupaka proses untuk menjadi layak. Dalam tulisan ini, diusulkan agar terminologi kumuh yang tidak berfokus pada tujuan dapat dikritisi lebih lanjut dalam menyusun kebijakan-kebijakan perumahan dan permukiman.

    Who are Know The Best Their Settlements??Kelemahan pemerintah dalam melakukan implementasi pembangunan adalah akurasi data kondisi faktual di lapangan. Tidak sedikit program pembangunan yang datang seperti hadian sinterklas dari pemerintah pusat tanpa diimbangi kesiapan di daerah. Data merupakan variabel penting dalam

  • 30

    penyusunan program pembangunan. Bagi indonesia dengan sistem data yang masih tidak memadai, harus ada usaha ekstra dalam penyediaan data bila ingin program pembangunan berhasil dan tepat sasaran.

    Dalam lingkup permukiman, tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat-lah yang paling memahami kondisi di lingkungan mereka. Sehingga kekuatan masyarakat tidak dapat diremehkan untuk terlibat dalam proses pembangunan. Pendataan oleh masyarakat (community self-mapping) merupakan metode yang paling sesuai untuk mendapatkan data yang akurat. Sejak beberapa tahun, Laboratorium Perumahan dan Pemukiman ITS mengembangkan model pendataan oleh masyarakat (community self-mapping) dengan sistem komputer, untuk mengukur kondisi permukiman dari kondisi perumahan, prasarana, layanan, dan sosial budaya. Berikut ini contoh hasil pendataan di Kota Samarinda, Kecamatan Bukit Kunjang, Kelurahan Kerang anyar.

    Pendataan perumahan permukiman tersebut secara sistematis menggambarkan kondisi permukiman suatu wilayah pada masing-masing RW bahkan RT. Tiga aspek penting yang menjadi fokus hasil pendataan perumahan permukiman tersebut adalah:

    a. Dapat diketahui secara pasti kondisi kelayakan permukiman (baik, sedang, buruk) per RT RW kelurahan kecamatan kabupaten/kota (jika data diakumulasikan) sehingga dapat ditentukan wilayah-wilayah yang membutuhkan peningkatan kualitas kelayakan dan prioritas yang akan ditangani.

    b. Dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kondisi kelayakan permukiman dan kondisinya, sehingga dapat diketahui jenis intervensi yang dibutuhkan pada masing-masing wilayah.

    c. Dapat diketahui cakupan penanganan apakah dalam lingkup RT atau RW atau keluraha atau kecamatan atau kota, sehingga dapat diketahui tanggung jawab pelaksanaan kegiatan beserta estimasi besaran.

    Metode pendataan tersebut telah diujicobakan di beberapa wilayah dan secara umum masyarakat mampu mengoperasikan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi masyarakat sangat besar untuk dilibatkan dalam setiap tahapan pembangunan. Terlepas dari metode apapun yang digunakan, kekuatan masyarakat merupakan modal dasar yang akan mendorong keberhasilan pembangunan.

    Dari Verbetering Kampung hingga Kampung Unggulan di Kota SurabayaEksistensi permukiman kumuh telah ada sejak jaman Belanda sebagai konsekuensi pengembangan permukiman urban (pribumi) yang tidak diatur (tumbuh alami). Yang perlu dipahami adalah paradox kawasan kumuh; eksistensi permukiman kumuh adalah akibat dari keterbatasan warga dari segi ekonomi dan sosial, permukiman kumuh tersebut membawa berkah bagi penghuninya kerena memiliki tempat berlindung, namun bagi pemerintah eksistensi mereka merupakan sebuah kegegalan penyediaan perumahan yang layak. Jika keberadaa kawasan kumuh digusur, pemerintah merasa berhasil melakukan pembangunan yang betul, tetapi hal tersebut merupakan bencana bagi penghuni sebab kehilangan tempat berlindung. Kawasan kumuh muncul sebagai akibat kegagalan pembangunan (kemiskinan), kemiskinan timbul karena pemerintah tidak menjalankan kewajibannya. Disisi lain upaya pembangunan perumahan permukiman yang ingin serba instan ikut mengkikis kekahsan

    Paparan Narasumber

    Gambar 2. Kawasan Kumuh di Jakarta-Sumber: UN-Habitat

  • 31

    dan kearifan lokal seperti nampak pada semakin punahnya rumah adat. Pembangunan public housing yang dibangun mengkisis habis kekhasan ini sehingga daya kearifan lokal yang ternyata tidak selalu sesuai keinginan masyarakat. Harus dapat ditemukan bentuk penyelesaian yang saling menguntungkan!!!!

    Kreativitas dan inovasi dalam mengemas program pembangunan harus disesuaikan dengan kebutuhan tanpa mengesampingkan aspirasi dan karakteristik budaya lokal. Wilayah di Indonesia dengan karakteristik geografis, ekonomi dan sosial budaya yang berragam tidak dapat secara otomatis disamaratakan dalam satu standart pola pembangunan. Sehingga fleksibilitas program dalam mengakomodasi kebutuhan

    Sumber: Lab Perumahan Permukiman ITS - 2010

    Rata-RataPER aSPEk

    6.206.775.784.166.417.426.757.467.766.724.396.597.596.027.195.727.536.203.505.265.824.435.55

    RWRt

    Rata-RatakONDISI PERumaHaNa1. StatuS LaHaNa2. StatuS RumaHa3. kONDISI RumaHa4. LuaS RumaHkONDISI PRaSaRaNaB1. SumBER aIRB2. SaNItaSI/aIR LImBaHB3. SamPaHB4. DRaINaSE/gOtB5. JaLaNB6. LIStRIkkONDISI LaYaNaNC1. SaRaNa IBaDaHC2. SaRaNa PENDIDIkaNC3. SaRaNa kESEHataNC4. SaRaNa EkONOmIC5. RuaNg tERBukakONDISI SOSIaL BuDaYaD1. ORgaNISaSI/PaguYuBaND2. kELOmPOk uSaHaD3. PaRtISIPaSI

    136

    6.727.207.206.906.007.506.709.009.006.300.007.508.406.488.107.809.004.503.006.504.207.807.50

    126

    6.867.506.006.308.769.005.436.007.656.000.005.407.507.689.009.009.008.403.006.858.403.458.70

    125

    6.086.306.006.309.009.007.236.008.109.005.706.008.556.008.403.008.407.203.004.805.403.905.10

    116

    6.435.555.705.258.858.858.209.009.007.506.009.008.707.478.709.008.408.253.004.504.503.006.00

    115

    6.438.255.104.805.318.977.859.008.706.008.107.208.105.528.700.007.806.304.804.106.905.400.00

    114

    7.388.257.504.807.209.007.349.008.408.970.008.708.977.149.009.009.008.700.006.808.253.308.85

    112

    7.457.806.000.006.728.108.448.948.858.407.807.808.857.658.557.508.408.105.705.906.303.907.50

    111

    7.028.256.750.007.507.508.178.709.008.558.826.007.954.473.003.006.903.006.457.197.658.105.82

    110

    7.638.557.507.204.806.308.159.008.856.457.508.258.857.838.408.858.407.506.006.006.605.406.00

    Tabel 1. Contoh Hasil Community Mapping Perumahan Permukiman

    Keterangan Baik Buruk

    Sedang Tidak ada data

    pembangunan merupakan keniscayaan yang selama ini tidak menjadi pertimbangan pemerintah. Program-program seperti; KIP, P3KT, P2KP, PNPM, dll seharusnya tidak dipandang sebagai proyek pambangunan yang seumur jagung. Tidak jarang program-program tersebut terhenti karena berhentinya pembiayaan dari pemerintah pusat. Pergeseran paradigma penanganan permukiman kumuh menjadi sekedar proyek untuk mengejar target capaian pembangunan harus segara diubah. Konsistensi dan keberlanjutan harus menjadi aspek utama agar tujuan program dapat tercapai.

    Kota Surabaya merupakan salah satu kota yang konsisten dalam upaya penanganan kawasan kumuh. Hingga tahun 2006 Kota Surabaya masih melasanakan program

  • 32

    Paparan Narasumber

    KIP (ditingkatkan menjadi KIP Komprehensif ) meskipun sudah tidak lagi mendapatkan pembiayaan dari pemerintah pusat. Program-program dari pemerintah pusat disinergikan dengan program-program lokal dalam upaya mempercepat menciptakan kemandirian masyarakat. Pendekatan kemanusiaan melalui inovasi dan kreatifitas program dilakukan untuk menimbulkan rasa kepemilikan masyarakat. Disamping program fisik dan ekonomi, pengembangan sumberdaya manusia merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan yang tidak dapat dikesampingkan.

    Serangkaian program pembangunan tersebut secara perlahan namun pasti terbukti mampu memanusiakan masyarakat, sehingga menjadi pribadi yang mandiri. Kesadaran masyarakat atas kepemilikan kampung secara otomatis menimbulkan rasa kepemilikan yang besar untuk menjaga permukiman manjadi lestari. Keberhasilan pemerintah Kota Surabaya, tidak terlepas dari besarnya partisipasi masyarakat yang secara efektif menjadi agen perubahan bagi kehidupan mereka. Kepedulian berbagai pihak; akademisi, LSM, swasta, dan berbagai pihak mampu dielaborasi menjadi kekuatan bagi perbaikan pembangunan.

  • 33

  • 34

    Paparan Narasumber

  • 35

  • 36

    Paparan Narasumber

  • 37

  • 38

    Paparan Narasumber

  • 39

  • 40

    Paparan Narasumber

  • 41

  • 42

    Paparan Narasumber

  • 43

  • 44

    Paparan Narasumber

  • 45

  • 46

    Paparan Narasumber

  • 47

  • 48

    Paparan Narasumber

  • 49

  • 50

    Paparan Narasumber

  • 51

  • 52

    Paparan Narasumber

  • 53

  • 54

    Paparan Narasumber

  • 55

  • 56

    Paparan Narasumber

  • 57

  • 58

    Paparan Narasumber

    Paparan Narasumber

  • 59

  • 60

    Paparan Narasumber

  • 61

  • 62

    Paparan Narasumber

  • 63

  • 64

  • lampiran

    1. Design Buku Panduan, Backdrop, X Banner, Seminar Kit2. Daftar hadir3. Foto-foto penyelenggaraan

  • 66

    Design Buku Panduan, Backdrop, X Banner, Seminar Kit

  • 67

  • 68

    Design Buku Panduan, Backdrop, X Banner, Seminar Kit

  • 69

  • 70

    Design Buku Panduan, Backdrop, X Banner, Seminar Kit

  • 71

  • 72

    SK Hari HabitatBANgKIM 2012

  • 73

  • 74

  • 75

  • 76

    Daftar Undangan Sarasehan Penanganan Permukiman Kumuh Secara Terpadu

    I Kementerian Pekerjaan Umum 1. Kepala Badan Pendukung Pengembangan

    Sistem Penyediaan Air Minum2. Kepala Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat

    Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum3. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Permukiman, Balitbang PU4. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Sosial, Ekonomi dan Lingkungan, Balitbang PU5. Direktur Perkotaan, Direktorat Jenderal

    Penataan Ruang6. Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya7. Direktur Bina Program, Direktorat Jenderal

    Cipta Karya8. Direktur Pengembangan Permukiman,

    Direktorat Jenderal Cipta Karya9. Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan,

    Direktorat Jenderal Cipta Karya10. Direktur Pengembangan Air Minum, Direktorat

    Jenderal Cipta Karya11. Direktur Pengembangan Penyehatan

    Lingkungan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya

    12. Kabag Umum, Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya

    13. Kabag Keuangan, Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya

    14. Kabag hukum dan UU, Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya

    15. Kabag Kepegawaian dan Ortala, Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya

    16. Kasubdit. Kebijakan dan Strategi, Direktorat Bina Program, DJCK

    17. Kasubdit. KLN dan Pola Investasi, Direktorat Bina Program, DJCK

    18. Kasubdit. Program dan Anggaran, Direktorat Bina Program, DJCK

    19. Kasubdit. Data dan Informasi, Direktorat Bina Program, DJCK

    20. Kasubdit. Evaluasi Kinerja, Direktorat Bina Program, DJCK

    21. Kasubdit. Perencanaan Teknis, Direktorat Pengembangan Permukiman, DJCK

    22. Kasubdit. Pengembangan Permukiman Baru, Direktorat Pengembangan Permukiman, DJCK23. Kasubdit. Peningkatan Permukiman Wilayah I, Direktorat Pengembangan Permukiman, DJCK24. Kasubdit. Peningkatan Permukiman Wilayah II, Direktorat Pengembangan Permukiman, DJCK25. Kasubdit. Pengaturan dan Pembinaan

    Kelembagaan, Direktorat Pengembangan Permukiman, DJCK

    26. Kasubdit. Perencanaan Teknis, Direktorat PBL, DJCK

    27. Kasubdit. Pengelolaan PGRN, Direktorat PBL, DJCK

    28. Kasubdit. Wilayah I, Direktorat PBL, DJCK29. Kasubdit. Wilayah II, Direktorat PBL, DJCK30. Kasubdit. Pengaturan dan Pembinaan

    Kelembagaan, Direktorat PBL, DJCK31. Kasubdit. Perencanaan Teknis, Direktorat

    Pengembangan Air Minum, DJCK32. Kasubdit. Investasi, Direktorat Pengembangan

    Air Minum, DJCK33. Kasubdit. Wilayah I, Direktorat Pengembangan

    Air Minum, DJCK34. Kasubdit. Wilayah II, Direktorat Pengembangan

    Air Minum, DJCK35. Kasubdit. Pengaturan dan Pembinaan

    Kelembagaan, Direktorat Pengembangan Air Minum, DJCK

    36. Kasubdit. Perencanaan Teknis, Direktorat PPLP, DJCK

    37. Kasubdit. Air Limbah, Direktorat PPLP, DJCK38. Kasubdit. Drainase, Direktorat PPLP, DJCK39. Kasubdit. Persampahan, Direktorat PPLP, DJCK40. Kasubdit. Pengaturan dan Pembinaan

    Kelembagaan, Direktorat PPLP, DJCK41. Kepala Balai Teknik Wilayah I, Bekasi42. Kepala Balai Teknik Wilayah II, Wiyung, Surabaya

    II Kementerian Perumahan Rakyat 43. Ir. Sri Hartoyo, Dipl, SE, ME, Deputi Bidang

    Pembiayaan44. Ir. Hazzadin T. Sitepu, MM, Deputi Bidang

    Pengembangan Kawasan

  • 77

    45. Ir. Jamil Ansari, SH. MM, Deputi Bidang Perumahan Swadaya

    46. Ir. Pangihutan Marpaung, Deputi Bidang Perumahan Formal

    47. Ir. Hardi Simamora, MPL, Biro Perencanaan dan Anggaran, Sekretariat Kementerian Perumahan Rakyat

    48. Ir. Baby Setawati Dipokusumo, M.Si, Asdep. Pendayagunaan Sumber Pembangunan, Kedeputian Bidang Pembiayaan

    49. Dr.Ir. Eko Djoeli Heripoerwanto, MCP, Asdep. Perencanaan Perumahan Swadaya, Kedeputian Bidang Perumahan Swadaya

    50. Dr.Drs. Muhammad Dimyati, MSc, Asdep. Perencanaan Perumahan Formal, Kedeputian Bidang Perumahan Formal

    51. Ir. Lukman Hakim, MSc, Asdep. Penyedia Rumah Susun dan Rumah Tak Bersusun, Kedeputian Bidang Perumahan Formal

    III Kementerian Kesehatan 52. Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga,

    Direktorat Jenderal Gizi dan KIA

    IV Pemerintah Daerah 53. Provinsi Jawa Timur

    a. Sekretaris Daerah Prov. Jawa Timurb. Kepala Dinas PU Pengairan Prov. Jawa Timurc. Kepala Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang

    Prov. Jawa Timurd. Kepala Dinas Kesehatan Prov. Jawa Timure. Kepala Dinas Sosial Prov. Jawa Timurf. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan

    Daerah Prov. Jawa Timurg. Kepala Badan Lingkungan Hidup Prov. Jawa

    Timurh. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat

    Prov. Jawa Timur

    54. Kota Surabaya a. Walikota Surabayab. Sekretaris Daerah Kota Surabayac. Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga

    dan Pematusan Kota Surabayad. Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

    Kota Surabaya

    e. Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabayaf. Kepala Dinas Sosial Kota Surabayag. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan

    Kota Surabayah. Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota

    Surabayai. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat

    dan Keluarga Berencana Kota Surabaya 55. Kota Medan

    a. Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan

    b. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Medan

    56. Kota Palembang

    a. Kepala Dinas PU Cipta Karya dan Perumahan Kota Palembang

    b. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Palembang

    57. Provinsi DKI Jakarta

    a. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Prov. DKI Jakarta

    b. Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah, Prov. DKI Jakarta

    c. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Prov. DKI Jakarta

    58. Kota Bandung

    a. Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung

    b. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bandung

    59. Kota Semarang

    a. Kepala Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang

    b. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Semarang

  • 78

    Daftar Undangan Sarasehan Penanganan Permukiman Kumuh Secara Terpadu

    60. Kota Banjarmasin a. Kepala Dinas Tata Ruang, Cipta Karya dan

    Perumahan Kota Banjarmasinb. Kepala Badan Perencanaan dan

    Pembangunan Daerah Kota Banjarmasin61. Kota Makassar

    a. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar

    b. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Makassar

    62. Kota Pekalongan

    a. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekalongan

    b. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan

    63. Kota Surakarta

    a. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta

    b. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Surakarta

    64. Kabupaten Gresik

    a. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gresik

    b. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah Kabupaten Gresik

    65. Kabupaten Tulungagung

    a. Kepala Dinas PU Bina Marga, dan Cipta Karya Kabupaten Tulungagung

    b. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Tulungagung

    V Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman

    66. Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman dan Perbatasan Propinsi Sumatera Utara

    67. Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman Propinsi Sumatera Selatan

    68. Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman Propinsi Jawa Barat

    69. Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman Propinsi Jawa Tengah

    70. Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman Propinsi Jawa Timur

    71. Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Propinsi Jawa Timur

    72. Satuan Kerja Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Propinsi Jawa Timur

    73. Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Propinsi Jawa Timur

    74. Satuan Kerja Perencanaan dan Pengendalian Propinsi Jawa Timur

    75. Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman Propinsi Kalimantan Selatan

    76. Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman Propinsi Sulawesi Selatan

    VI Pemerhati Permukiman/Akademisi 77. Ir. Kemal Taruc, MBA., MSP. (UN - Habitat)78. DR. Ir. Lana Winayati, MCP. (Sekretariat Nasional

    Habitat Indonesia)79. Prof. DR. Ir. Johan Silas (Akademisi ITS)80. Ir. Dodo Juliman (Pemerhati Permukiman)81. Drs. Suko Widodo, MA (Akademisi Unair)82. Ir. Wawan Ardiyan Suryawan, MT (Akademisi

    Unair)

    VII Penerbit Buku 83. Suyono84. Darundono

  • 79

    foto-fotopenyelenggaraan

  • 80

    foto-fotopenyelenggaraan

  • 81

  • 82

    foto-fotopenyelenggaraan

  • 83

  • 8484

    foto-fotopenyelenggaraan

  • 85

    PengarahAmwazi Idrus

    Penanggungjawab:Nieke Nindyaputri

    Joerni Makmoerniati

    PerumusTh. Sri Mulyatini Respati

    Airyn Saputri HarahapDendy Kurniadi

    ValentinaRetno Indarwati

    Anita Listyarini

    PelaksanaKusumawardhani

    Muhammad DanialDeva Kurniawan Rahmadi

    Popi NikmawatiRuselina Sidik Umar

    Laili AmanahAnastasia Carolina

    Pudjiati LestariAkhiatul Akbar

    Bayu Mulyantono

    Sarasehan dalam Rangka Hari Habitat Dunia 2012

    Surabaya, 6 Oktober 2012

  • 86

    kEmENtERIaN PEkERJaaN umumDIREktORat JENDERaL CIPta kaRYaJl. Pattimura No. 20, Kebayoran Baru - Jakarta SelatanTelp/Fax. (021) 7397754/7395226