buku - petunjuk teknis zonasi wp-3-k

89
JUKNIS PERENCANAAN TATA RUANG LAUT KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT TATA RUANG LAUT, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Upload: riky-arisandi

Post on 02-Jul-2015

3.502 views

Category:

Documents


37 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

JUKNISPERENCANAAN TATA RUANG LAUT

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

DIREKTORAT TATA RUANG LAUT, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Page 2: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

ii

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI …….……………………………………………………………………………………. iii

DAFTAR TABEL .……………………………………………………………………………………. iv

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………. v

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………. 1

1.2 Tujuan dan sasaran ……………………………….……….………… 2

1.3 Ruang Lingkup Petunjuk Teknis…………………………………. 2

BAB II GAMBARAN RUANG LAUT.………………………………………………… 4

2.1 Pengertian Ruang Laut …………………………………………….. 4

2.2 Karakteristik Ruang Laut……………………………………………. 5

2.2.1 Dimensi Ruang Laut…………….……………………….…. 5

2.2.2 Geomorfologi Laut ……………….……………………….…. 6

2.2.3 Geologi Laut …........……………..……………………….… 8

2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum

Internasional ………………………………………………….… 12

2.2.5 Ekosistem Laut ………………………………………………… 14

2.2.6 Organisme Laut…………………………………………….… 18

2.2.7 Hydrooceanografi ……………….…………………………… 22

2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut ………………………… 23

2.3 Daya Tarik Wilayah Laut ……………….………………………… 23

2.3.1 Potensi ……………………………….…………………………… 23

2.3.2 Permasalahan …………………………………………….….… 25

BAB III PROSES PERENCANAAN RUANG LAUT.…………………………. 27

3.1 Pendekatan Teknis Perencanaan.………………………………. 27

3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan ………… 27

3.1.2 Data dan Peta Dasar………………………………………… 36

3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis …………………………… 42

3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut ……… 44

3.1.5 Perencanaan Tata Ruang Laut ………………………… 51

3.1.6 Peraturan Zonasi ……………………………………………… 61

Page 3: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

iii

3.1.7 Kelengkapan Muatarn Rencana Ruang Laut …… 62

3.2 Kelembagaan ……………………………………………………………… 63

3.3 Legalisasi dan Skala Peta ………………………………………… 64

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Design Kebutuhan Data Perencanaan ……………………………………… 37

Tabel 2 Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan

Lautan ………………………………………………………………………………………… 10

Page 5: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia ………………………… 9

Gambar 2 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia ……………………………………. 11

Gambar 3 Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia …………………………… 12

Gambar 4 Ilustrasi Zona Maritim Indonesia Berdasarkan Konvensi

Hukum Laut 1982 ……………………………………………….…………….. 14

Gambar 5 Titik Awal dan Garis Pantai sebagai Acuan Penarikan Garis

Dasar …………………………………………………………………………………… 28

Gambar 6 Contoh Penentuan Titik Awal dan Garis Dasar …………………… 31

Gambar 7 Contoh Penarikan Garis Batas Bagi Daerah Yang

Berbatasan Dengan Laut Lepas atau Perairan Kepulauan … 31

Gambar 8 Contoh Penarikan Garis Batas Dengan Metode Garis

Tengah (Median Line) pada Dua Daerah Yang Berhadapan 32

Gambar 9 Contoh Penarikan Garis Tengah dengan Metode Ekuidistan Pada Daerah yang Berdampingan ……………………………………… 32

Gambar 10 Contoh Penarikan Garis Batas pada Pulau Kecil Yang

Berjarak lebih dari 2 kali 12 mil Namun Berada dalam Satu

Propinsi …………………………………………………………………………………

33

Gambar 11 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang

Berjarak Kurang dari 2 Kali 12 Mil Namun Berada dalam

Satu Propinsi ………………………………………………………………………

34

Gambar 12 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau-pulau Kecil Yang

Berada Dalam Satu Propinsi ……………………………………………… 35

Gambar 13 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang

Berjarak Kurang dari 2 kali 12 Mil dan berada pada provinsi

yang berbeda ……………………………………………………………………… 36

Gambar 14 Proses Kompilasi Data ………………………………………………………… 41

Gambar 15 Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut Yang

Akan Melibatkan Multi Sektor …………………………………………… 47

Gambar 16 Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut

Untuk Satu Sektor Tertentu ………………………………………………… 50

Gambar 17 Identifikasi Fungsi/kegiatan pada Ketiga Dimensi Ruang

Laut ……………………………………………………………………………………… 50

Gambar 18 Matriks Hubungan Fungsional …………………………………………… 51

Gambar 19 Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut ……………………………… 53

Gambar 20 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Sektor Perikanan …… 56

Gambar 21 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Multi sektor …………… 56

Gambar 22 Contoh Rencana Pola Ruang Satu Sektor …………………………… 58

Page 6: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

vi

Gambar 23 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Permukaan ………………… 59

Gambar 24 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Kolom/Badan Laut ……… 59

Gambar 25 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Dasar Laut …………………… 60

Gambar 26 Contoh Rencana Pola Ruang Overlay ………………………………… 60

Gambar 27 Konsep Rencana Tata Ruang Laut (Sektor Perikanan) ……… 69

Page 7: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi adalah hasil perencanaan wujud

struktural dan pola ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan

unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan

buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya

membentuk tata ruang; diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti

pusat kota, lingkungan; prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal, dan

sebagainya. Sementara pola ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang

menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau

kegiatan alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat

kerja, industri, dan pertanian, serta pola penggunaan tanah pedesaan dan

perkotaan.

Konsep Perencanaan tata ruang/Perencanaan Zonasi di Laut tidak dapat

mengikuti sepenuhnya konsep daratan, karena karakteristik ekobiologis dan

prinsip dasar yang berbeda. Pada Kawasan Laut pola perencanaan akan sangat

dipengaruhi oleh pembagian area perlindungan yang sangat ketat, hal ini

disebabkan karakter wilayah tersebut sangat rentan dan dinamik.

Hasil perencanaan tata ruang Laut /Perencanaan Zonasi laut adalah rencana

tata ruang/rencana zonasi Laut, yang memuat peruntukkan ruang laut

(permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut beserta isinya) yang merupakan

arahan dan pedoman pemanfaatan ruang laut. Peruntukan ruang sebagaimana

dimaksud meliputi: Daerah Lindung, Pemanfaatan Terbatas, Kawasan Budidaya,

BAB

I

Page 8: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

2

Rekreasi / Wisata, Pelabuhan / Perhubungan, Perikanan Tangkap, Perikanan

Budidaya dan lain-lain. Selain ini banyaknya pihak yang ingin memanfaatkan

ruang laut dan melakukan kegiatan di laut, kaidah mediasi konflik perlu

terakomodasi dalam menyusun rencana tata ruang laut.

Rencana tata ruang/rencana zonasi laut hendaknya dapat diimplementasikan

dan berfungsi sebagai pijakan bagi investor dan pihak-pihak terkait, sehingga

perlu dirumuskan petunjuk teknis dalam pengaturan kegiatan pembangunan

yang sesuai dengan kajian tata ruang.

1.2 Tujuan dan Sasaran

Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang Laut/Perencanaan

Zonasi Laut ini adalah agar tersedia arahan bagi pemerintah daerah khususnya

yang memiliki kewenangan dalam perencanaan ruang laut untuk melaksanakan

pembangunan serta arahan bagi para stakeholder yang berkompeten dalam

melakukan aktivitas pembangunan di ruang laut.

Adapun Sasaran dari Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang

Laut/Perencaan Zonasi Laut ini adalah :

1. Adanya rumusan pengaturan perencanaan pembangunan di ruang laut;

2. Pengaturan perencanaan pembangunan sesuai dengan arahan rencana tata

ruang terpadu.

1.3 Ruang Lingkup Petunjuk Teknis

A. Lingkup Materi Kajian

1. Pengkajian kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut;

2. Telahaan landasan teoritis terkait dengan pengelolaan pemanfaatan ruang

laut;

3. Perumusan petunjuk teknis perencanaan ruang laut.

Page 9: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

3

B. Lingkup Pelaksanaan Kegiatan

1. Studi literatur (tinjauan teori dan data/informasi sekunder, termasuk berbagai

produk RTR Laut dan kebijakan/peraturan perundangan terkait);

2. Identifikasi materi/substansi perencanaan ruang laut;

3. Penyusunan Draft awal konsep petunjuk teknis pengaturan perencanaan

ruang laut/Perencaan Zonasi Laut;

4. Pembahasan draft awal konsep petunjuk teknis;

5. Penyusunan draft kemajuan konsep petunjuk teknis;

6. Konsultasi stakeholder dalam rangka penyempurnaan draft petunjuk teknis;

7. Diseminasi draft konsep petunjuk teknis kepada stakeholder terkait;

8. Penyusunan draft akhir petunjuk teknis.

Page 10: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

4

GAMBARAN

RUANG LAUT

2.1 Pengertian Ruang Laut

Ruang laut merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya

yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek

fungsional. Ruang laut berdasarkan aspek administrasi dapat dibedakan menjadi

ruang laut nasional, ruang laut propinsi dan ruang laut kabupaten/kota yang

merupakan satu kesatuan yang utuh baik visi, misi, kebijakan makronya.

Berdasarkan UU No. 26 / 2007, Pasal 6 ayat (3) penataan ruang wilayah nasional

meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup

ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu

kesatuan. Ruang laut ditinjau dari Wilayah yuridiksi dan wilayah kedaulatan nasional

meliputi perairan pedalaman, laut kepulauan dan laut teritorial. Laut teritorial adalah

Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu nengara

kepulauan berada di sebelah luar garis pangkal lurus kepulauannya, dan lebarnya

maksimum sampai 12 mil laut. Ruang laut dalam konstelasi kedaulatan nasional

dapat meliputi juga wilayah ZEE dan Landas Kontinen (UNCLOS 1982).

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah telah

menyerahkan kewenangan-kewenangan tertentu dalam pengelolaan wilayah pesisir,

termasuk perairan pantai sampai sejauh 12 mil dari garis pantai, menjadi kewenangan

otonom pemerintah daerah. Selanjutnya untuk mengimplementasikan kewenangan

baru atas ruang lautan ini pemerintah daerah perlu merumuskan kebijakan

pengaturan atas pemanfaatan bagian laut yang berbatasan dengan pantainya

(Suparman, 2007).

BAB

II

Page 11: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

5

Aspek fungsional dalam penataan ruang laut misalnya adalah melalui pendekatan

fungsi ekosistem / unit geografis tertentu. Pendekatan penataan ruang menggunakan

metode Sel sedimen merupakan salah satu contohya. Disamping itu menggunakan

metode yang lain untuk penataan ruang wilayah dengan kharakteristik tertentu

misalnya pengelolaan kawasan DAS, Teluk, Estuaria, dll.

2.2 Karakteristik Ruang Laut

2.2.1 Dimensi Ruang Laut

Kharakteristik ruang laut berdasarkan dimensi ruang laut dibedakan menjadi 3

(tiga) layer, yaitu permukaan laut, kolom air sampai dengan permukaan dasar laut.

Menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP (2006) pengertian wilayah

selat dan teluk yaitu :

a. Selat ; celah air yang relative sempit yang menghubungkan dua tubuh

perairan yang lebih besar dan secara geografi suatu lintas (passage) sempit

diantara dua masssa daratan atau pulau-pulau tau gugusan pulau yang

menghubungkan dua kawasan laut yang lebih luas. Hanya selat-selat yang

diklasifikasi sebagai “selat internasional”

b. Teluk ; Bagian laut yang sebagian dikelilingi daratan atau bentuk garis pantai

erosional yang disebabkan oleh aktifitas gelombang laut sehingga laut

menjorok kearah daratan

Page 12: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

6

c. Laut lepas ; Bagian dari laut yang tidak termasuk ZEE. Laut territorial

Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia.

d. Laut dalam, Istilah umum yang digunakan untuk wilayah lautan di luar

paparan benua dan dibawah zona yang menerima cahaya

e. Laut bebas pertuatan antara laut dan lautan yang berada di sebelah luar dari

batas 200 mill ZEE

2.2.2 Geomorfologi Laut

Umumnya kondisi geomorfologi Indonesia dapat dibedakan menjadi bentuk

lahan denudasional, bentuk lahan asal volkanik, bentuk lahan asal struktural, dan

bentuk lahan asal pengendapan.

Bentuk lahan denudasional terdiri dari 6 (enam) satuan unit geomorfologi, yaitu :

1. Dataran landas kontinen Asia yang saat ini merupakan perairan Laut Jawa,

Selat Karimata, sampai Laut Cina Selatan dan daratan landas kontinen

Australia yang pada saat ini merupakan perairan Laut Arafuru dan Laut Aru;

2. Dataran Sunda Tua yang mengalami penenggelaman sebagai dasar laut.

Penyebarannya meliputi Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Pulau

Bangka, Belitung, Kalimantan Barat, dan sebagian kecil Kalimantan

Tengah. (3) Perbukitan sisa yang terisolasi dengan penyebaran di

Kalimantan Barat;

3. Perbukitan sisa yang komplek terdapat di Kalimantan Barat dan sebagian

kecil di Kalimantan Tengah, Bangka, Belitung, Lingga, Singkep, dan P.

Timor;

4. Bentuk lahan tua/lanjut yang terangkat dan berubah pada zona collison

terdapat di Irian Jaya dan P. Timor.

5. Bentuk lahan dataran lengkung yang terkikis pada lajur bukan vulkanik,

penyebarannya meliputi kepulauan di dekat Sumatera, pulau-pulau di

Sulawesi Tenggara, dan pulau-pulau di Laut Banda.

Bentuk lahan asal vulkanik terdiri atas 4 (empat) satuan unit geomorfologi, yaitu :

Page 13: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

7

1. Vulkanik dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Sulawesi

Utara, Kepulauan Sangihe, dan Halmahera;

2. Vulkanik tua yang terkikis dengan penyebaran di Sumatera, Jawa,

Nusatenggara, Sulawesi Utara, dan Halmahera;

3. Endapan lapisan tuf ignimbrit, terdapat di Sumatera Utara sekitar Danau

Toba.

4. Kipas fluvial vulkanik, dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, dan Lombok.

Bentuk lahan struktural terdiri atas 5 (lima) satuan unit geomorfologi, yaitu :

1. Dataran plato, baik tinggi maupun rendah, dengan penyebaran di P.

Sumba, Kepulauan Aru, P. Biak, dan P. Morotai.

2. Pegunungan struktural yang terkikis kuat dengan sisa bentuk pengelupasan

pada tempat-tempat tertentu/lokal, baik rendah maupun tinggi, dengan

penyebaran di P. Sulawesi, P. Bacan, P. Halmahera, P. Waigeo, dan P.

Flores.

3. Blok pegunungan menunjam yang terkikis pada jalur busur vulkanik,

terdapat di P. Sumatera, P. Jawa, P. Nusa Penida, P. Lombok, P. Sulawesi,

bagian Selatan P. Halmahera, dan P. Waigeo.

4. Bentuk lahan perbukitan dan pegunungan lipatan, baik rendah maupun

tinggi, dengan penyebaran utama di P. Sumatera bagian Timur, P. Jawa

bagian Utara (terutama Jawa Timur), P. Madura, Banjarmasin hingga

Tarakan di P. Kalimantan, daerah kepala burung Irian Jaya, dan sebelah

Utara pegunungan Jaya-Wijaya.

5. Bentuk lahan pegunungan struktural yang komplek dengan penyebaran di

Kalimantan berbatasan dengan Malaysia, Kalimantan Selatan, Sulawesi

Tengah, Banggai, Sula, Obi, Irian Jaya, serta Timor.

Bentuk lahan asal pengendapan terdiri atas 7 (tujuh) satuan unit geomorfologi,

yaitu:

1. Endapan lereng pada kaki rangkaian pegunungan dan kaki pegunungan

lipatan cekungan dan teras pleistosene dengan penyebaran di Sumatera

Page 14: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

8

dan Jawa, serta endapan lereng pada kaki perbukitan sisa yang terisolasi

terdapat di Kalimantan dan Irian Jaya.

2. Dataran aluvial dengan rawa belakang yang kering pada musim kemarau,

terdapat di Irian Jaya.

3. Dataran aluvial dengan tanggul alam sungai dan rawa belakang terdapat di

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya.

4. Dataran aluvial dengan materi gambut pada rawa belakang terdapat di

Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya.

5. Bentuk lahan rawa dengan vegetasi bakau dan berair payau terdapat di

pantai Sumatera Timur, Kalimantan, Irian Jaya, dan sebagian kecil di Jawa

dan Sulawesi.

6. Bentuk lahan terumbu yang masih hidup dengan kenampakan tubir karang

dan sejenisnya, serta karang penghalang/atol terdapat di pantai kepulauan

di sebelah Barat Sumatera.

7. Bentuk lahan terumbu karang yang muncul ke permukaan dan menjadi

pulau karang, terdapat di P. Sumba, P. Flores, P. Buton, dan Kepulauan

Tukangbesi.

2.2.3 Geologi Laut

Secara geologi, perairan Indonesia mempunyai genesis yang berbeda-beda,

karena merupakan hasil darat besar, proses interaksi pergerakan lempeng

tektonik yang sangat besar yaitu Lempeng Samudera Hindia, Lempeng Benua

Australia, Lempeng Samudera Fasifik, maupun lempeng lain yang lebih kecil.

Tumbukan frontal antara samudera dengan lempeng benua, misalnya di

sepanjang selatan Pulau Jawa hingga Pulau Timor dan sebelah barat Sumatera,

secara alami membentuk jajaran pulau dan perairan sekitarnya, dikelompokkan

menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :

- Cekungan Busur Muka (fore arc basin) seperti wilayah Pulau Nias dan

perairan di sekitarnya.

- Busur Vulkanik (vulcanic arc) mencakup wilayah Sumatera, Pulau Jawa,

Pulau Bali, Pulau Krakatau, dan pulau lainnya.

Page 15: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

9

- Cekungan busur belakang (back arc basin) meliputi Pulau Karimunjawa,

Pulau Bawean, Kepulauan Seribu dan pulau pulau lainnya.

- Kawasan yang terbentuk akibat pemekaran lempeng samudera (sea floor

spreading) misalnya pulau pulau kecil di perairan Selat Makasar.

- Ciri khas tepi benua (continental margin), misalnya pulau di kawasan

Pulau Bangka, Belitung, Batam, Bintan, dan pulau lainnya di kepulauan

Riau.

Indonesia mempunyai kondisi geologi khususnya di kawasan perairan laut yang

sangat khas. Sebagai tempat pertemuan tiga lempeng tektonik (Triple Junction

Plate Convergence) yaitu lempeng tektonik Eurasia, Indo-Australia dan pasifik)

Indonesia memiliki potensi kandungan bahan tambang di kawasan laut

diantaranya mineral dan minyak bumi. Pada beberapa lokasi, sudah dilakukan

upaya dalam memanfaatkan sumberdaya energi dan mineral di wilayah laut, baik

itu yang sudah dieksploitasi maupun yang masih dalam tahap eksporasi. Berikut

ini contoh peta yang menggambarkan potensi cekungan migas dan cekungan

migas yang sudah berproduksi di perairan laut Indonesia.

Gambar 1 Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia

Page 16: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

10

Selain kekayaan alamnya, Indonesia juga tidak luput sebagai negeri kepulauan

yang rentan bencana gempa terkait karena kondisi lempeng tentunya. Menurut

teori tektonik lempeng, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan besar

yang disebut lempeng. Ketebalannya sekitar 70 km. Ketebalan lempeng kira-kira

hampir sama dengan litosfer yang merupakan kulit terluar bumi yang padat.

Litosfer terdiri dari kerak dan selubung atas. Lempengnya kaku dan lempeng-

lempeng itu bergerak diatas astenosfer yang lebih cair.

Model-model untuk menggambarkan keadaan tektonik Indonesia telah dibuat oleh

para ahli, diantaranya oleh Hamilton(1989), dan Katili (1989). Berdasarkan

karakteristik dari kegempaan, tektonik dan ditunjang data-data Geofisika lainnya,

Puspito (1993) membagi wilayah kepulauan Indonesia menjadi 3 (tiga) wilayah

zona tetonik besar, yaitu :

- Busur kepulauan Sunda, yaitu terbagi Sunda barat dan timur

- Busur kepulauan Banda

- Zona tumbukkan laut Maluku

Sistem busur Sunda memanjang ± 3000 Km, dimulai dari sebelah barat laut

Andaman sampai sebelah Selatan pulau Sumba. Pada busur kepulauan Sunda

bagian barat (Sumatera), tercatat aktivitas gempa mencapai kedalaman ± 300 Km.

Studi Tomografi Seismik (Puspito et al., 1993) menunjukkan bahwa kedalaman

penunjaman lempeng samudera India mencapai ± 500 Km. Sedangkan di Pulau

Jawa (busur kepulauan Sunda bagian timur yang paling barat) kedalaman aktivitas

gempa tercatat ± 650 Km.

Pada busur kepualauan Sunda bagian timur (Nusa Tenggara), Zona subduksi

ditandai dengan penunjaman lempeng samudera India sepanjang palung Jawa

yang terletak di selatan.

Busur kepulauan Banda ini memanjang dimulai dari selatan pulau Sumba

melengkung sampai ke pulau Seram, sebelah selatan Halmahera. Zona

subduksi yang terjadi merupakan interaksi antara busur kepulauan Banda

Page 17: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

11

dengan lempeng benua Austrlalia yang bergerak relatif kea rah utara (Hamilton,

1989).

Gambar 2 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia

Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar

lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan. Indonesia

terletak pada sabuk gunung berapi yang terbentuk oleh pertemuan lempeng-

lempeng bumi. Sabuk gunung berapi aktif ini dibentuk oleh tumbukan lempeng

Indian-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di sebelah utara barat,

lempeng laut Filipina dan lempeng Pasifik di sebelah utara timur. Pergerakan

ketiga lempeng ini menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam

yang diakibatkan aktivitas di dalam bumi seperti gempa bumi dan gunung meletus.

Berikut ini digambarkan peta pola-pola gempa bumi yang terjadi di Indonesia.

Page 18: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

12

Peta 2

Gambar 3

Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia (sumber: http://neic.usgs.gov/neis/world/indonesia)

Gempa tektonik yeng terjadi di sekitar zona subduksi atau penunjaman lempeng

adakalanya menyebabkan terjadinya tsunami. Gelombang tsunami terjadi karena

adanya gaya impulsif yang bersifat transient. Gempa tektonik yang terjadi di

sekitar zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia merupakan

contoh penyebab musibah tsunami di Aceh dan Pesisir Selatan Pulau Jawa.

2.2.4. Karakteristik Ruang Laut Ditinjau dari Hukum Internasional.

Kawasan Laut Indonesia berdasarkan pada aspek hukum laut Internasional

terdiri atas :

a. Perairan Pedalaman (Internal Waters), yaitu :

- Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal laut teritorial

(pada negara pantai biasa)

- Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis-garis penutup pada mulut

sungai, teluk atau pelabuhan yang terletak di perairan kepulauan (pada

negara kepulauan).

b. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters), yaitu :

Page 19: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

13

- Perairan kepulauan (archipelagic waters) adalah perairan yang terletak di

sebelah dalam dari garis pangkal lurus kepulauan.

c. Laut Teritorial (Territorial Waters), yaitu :

- Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu

nengara kepulauan berada di sebelah luar garis pangkal lurus

kepulauannya, dan lebarnya maksimum sampai 12 mil laut.

d. Zona Tambahan (Contiguous Zone), yaitu :

a. Suatu Zona yang berbatasan dengan Laut Teritorial yang lebarnya tidak

dapat melebihi 24 mil laut diukur dari Garis Pangkal.

e. Landas Kontinen (Continental Shelf), yaitu :

- Dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di luar teritorial sampai

batas terluar yang ditetapkan berdasarkan kriteria antara lain jarak,

kedalaman dan ketebalan endapan, batas tersebut kawasan ini ditetapkan

dengan ukuran jarak sebagai berikut:

- Maksimal 200 Mil laut dari garis pangkal negara yang pantainya

curam;

- Maksimal 350 Mil laut dari garis pangkal atau 100 Mil dari

kedalaman 2500 meter bagi negara yang pantainya landai.

f. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone), yaitu :

- Jalur di Luar dan Berbatasan Dengan Laut Wilayah Indonesia

Sebagaimana Ditetapkan Berdasarkan Undang-undang Yang Berlaku

Tentang Perairan Indonesia Yang Meliputi Dasar Laut, Tanah di

Bawahnya, dan Air di Atasnya Dengan Batas Terluar 200 Mil Laut Diukur

dari Garis Pangkal Laut Wilayah Indonesia.

g. Laut Lepas (High Seas), yaitu :

- Perairan yang tidak termasuk ke dalam zee, laut teritorial, perairan

kepulauan & perairan pedalaman suatu negara, dimana semua negara

dapat menikmati segala kebebasan, kecuali hak-hak yang dimiliki negara

pantai di zee-nya.

h. Kawasan Dasar Laut Internasional (International Seabed Area), yaitu :

Page 20: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

14

- Dasar laut dan dasar samudera di bawahnya yang terletak di luar batas

terluar landas kontinen, atau batas terluar yurisdiksi nasional.

Gambar 4 Ilustrasi Zona Maritim Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 2.2.5 Ekosistem Laut

Tipe Ekosistem Laut meliputi Ekosistem Pantai Berpasir, Ekosistem Mangrove,

Ekosistem Estuaria, Ekosistem Terumbu Karang (Coral Reef) dan Ekosistem

Padang Lamun

A. Ekosistem Pantai

Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah

pasang surut. Ekosistem ini dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut.

Organisme yang hidup di dalamnya memiliki adaptasi struktural sehingga dapat

melekat erat di substrat keras.

Page 21: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

15

Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi, dihuni

oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi

bagi kepiting dan burung pantai.

Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah,

dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput

herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan

kecil.

Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut, Daerah

dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.

B. Ekosistem Mangrove

Mangrove, merupakan ekosistem utama di wilayah pesisir, terutama pada

wilayah tropis. Ekosistem tersebut merupakan salah satu ekosistem alamiah

penting yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Beberapa jenis

mangrove yang sering dijumpai di pesisir Indonesia antara lain : Avicennia,

Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera,

Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus.

Beberapa karakteristik fisik antara lain :

Vegetasi hutan mangrove hanya dapat dijumpai pada daerah intertidal, dengan

substrat didominasi oleh tanah lempung atau lumpur berpasir.

Hidup pada daerah yang tergenang air (payau) secara berkala, dimana

frekuensi genangan tersebut sangat menentukan jenis dan komposisi hutan

mangrove.

Hidup pada perairan payau dengan salinitas berkisar antara 2 – 22 ppm

sampai 38 ppm, dimana pasokan air tawar jauh lebih banyak dari air laut,

sehingga hanya dapat dijumpai pada muara-muara sungai, delta, pada

perairan dangkal.

Ekosistem hutan mangrove biasanya hanya dapat dijumpai pada daerah yang

terlindung dari pengaruh alam yang keras : arus dan ombak/gelombang kuat,

sehingga hanya dapat dijumpai pada daerah teluk, estuaria, delta dan laguna.

Page 22: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

16

Beberapa fungsi dan manfaat penting dari hutan mangrove antara lain :

Sebagai alat proteksi penting bagi wilayah pantai (sebagai peredam gelombang

dan angin badai, memperlambat kecepatan arus, pelindung dari abrasi,

penahan lumpur dan perangkap sedimen);

Penghasil detritus yang berasal dari dedaunan dan dahan mangrove;

Daerah pemijahan (spawning ground), penyedia makanan (nutrient), tempat

mencari makan (feeding ground), tempat berlindung dan tempat pengasuhan

(nursery ground) terutama pada tingkat juvenail bagi berbagai jenis biota yang

hidup didalamnya;

Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan

bahan baku kertas (pulp);

Pemasok larva ikan, udang dan biota lainnya;

Sebagai tempat pariwisata.

C. Ekosistem Estuaria

Estuaria merupakan salah satu bentuk atau tipe yang terjadi di pantai, dan

merupakan suatu tempat yang spesifik, dimana terdapat 2 (dua) faktor prinsipal

yang mempengaruhi suatu keadaan hidroninamisme dari estuaria : aliran air

sungai dan arus pasang surut, dimana pada saat pasang, air laut akan masuk

dan mempengaruhi kadar salinitas serta kualitas air yang ada didalam estuaria

tersebut. Biasanya, daerah hilir sungai atau estuaria selalu dihubungkan dengan

substrat berlumpur dan biota atau organisme yang hidup di air payau.

Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam,

ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing,

kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut

yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju

habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata

semi air, yaitu unggas air.

Page 23: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

17

D. Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang

sangat bervariasi, kompleks dan produktif. Terumbu

karang yang biasa dikatakan sebagai hutan tropis

ekosistem laut terdiri dari karang-karang yang

terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut

yang bernama polip yang bersimbiosis dengan

organisme mikroskopis yang bernama zooxanthellae.

Ekosistem ini umumnya terdapat di laut dangkal

(daerah litoral & neritik) yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang

memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

Ada beberapa karakteristik lokasi tempat ekosistem ini tumbuh antara lain :

Umumnya tumbuh di dekat pantai di daerah tropis dengan jarak maksimal 2 mil

dari garis pantai dan dengan kedalaman 10 meter

Wilayah perairan yang selalu hangat sepanjang tahun merupakan tempat

sangat ideal bagi pertumbuhan karang. Syarat kecerahan perairan tempat

tumbuhnya karang yaitu berkisar 18 – 340C, dan salinitas antara 30 – 38 0/0.

Terumbu karang memiliki banyak fungsi ekologis dan biologis bagi perbagai jenis

biota laut yang hidup bersimbiosa dengan karang, antara lain :

sebagai daerah ikan mencari makan; tempat memijah; tempat pembesaran

dan

sebagai tempat perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk

sponge, ikan (kerapu, hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur,

binatang laut, udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau

gurita, termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada

di sekitar ekosistem terumbu karang

sebagai penahan ombak sehingga dapat melindungi wilayah pantai dari erosi

pantai.

Page 24: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

18

sebagai sumber mata pencaharian dengan mengambil ikan dan biota laut

lainnya;

sebagai bahan pembuat obat-obatan, sebagai bahan bangunan, sebagai

bahan pupuk, kawasan pariwisata, laboratorium alam dan

sebagai pelindung pantai dari ancaman ombak dan gelombang besar.

E. Ekosistem Padang Lamun

Padang Lamun (Seagrass), biasanya dijumpai pada

perairan dangkal dan jernih atau pada daerah litoral

(antara 2 – 12 m) dengan subtrat berpasir. Pada

kondisi fisik yang sama sering dijumpai ekosistem

padang lamun berasosiasi dengan ekosistem

Terumbu Karang. Secara umum, kehidupan

ekosistem padang lamun adalah saling berinteraksi

dengan ekosistem lain, yaitu ekosistem mangrove

dan terumbu karang.

Ada beberapa peran penting yang dimiliki oleh ekosistem ini, antara lain :

1. Dalam bidang perikanan; sebagai tempat pembesaran, mencari makan,

daerah perlindungan dan memijah bagi berbagai jenis ikan penting. Pada

ekosistem ini sering dijumpai jenis biota laut yang saat ini menjadi jenis biota

laut yang dilindungi, yaitu dugong dan kuda laut (Hypocampus kuda).

2. Untuk kegiatan manusia : budidaya, rekreasi dan dapat digunakan sebagai

bahan makanan dan bahan baku pupuk hijau.

2.2.6 Organisme Laut

Jenis Organisme laut terdiri dari :

2.2.5.1 Ikan

Potensi perikanan dikelompokkan berdasarkan habitatnya yakni :

Page 25: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

19

A. Ikan Pelagis

Ikan pelagis adalah ikan yang umumnya berenang mendekati permukaan

perairan hingga kedalaman 200 m baik di daerah luat neritik maupun di laut

lepas (oceanic). Ikan pelagis pada umumnya berenang berkelompok dalam

jumlah yang sangat besar. Jenis ikan pelagis terdiri dari ikan pelagis kecil dan

ikan pelagis besar. Berikut jenis-jenis ikan yang termasuk kedalam kedua jenis

ikan tersebut :

Ikan Pelagis Besar

Tuna (Tuna), Cakalang (Skipjack), Marlin (Marlin), Tongkol (Little tuna),

Tenggiri (Spanish mackerel), Cucut (Shark), Lemadang, Pelagis Besar Lainnya

(Other Big Pelagic Fish). Neritik, laut lepas (oceanic)

Ikan Pelagis Kecil :

Layang, Benggol (Scad mackerel), Selar kuning (Yellowstripe trevally), Daun

Bambu (Queen Fish/Slender leatherskin), Talang-talang (Deep leatherskin),

Teri (Anchovies), Tembang (Fringescale sardinella), Lemuru (Indonesian oil

sardinella), Siro/Sardin/Sembulak (Spotted sardine), Terubuk (Tolishad

(Chinese herrings), Kembung Perempuan (Short-bodied mackerel), Kembung

lelaki (Striped mackerel), Julung-julung (Barred garfish), Ikan Terbang/Torani

(Spotted flyingfish), dan Alu-alu/Barakuda (Barracuda). Neritik, laut dangkal

B. Ikan Demersal :

Yaitu ikan yang sebagian besar dari masa hidupnya berada atau dekat dengan

dasar perairan, ikan damersal umumnya berenang tidak berkelompok (soliter).

Sumberdaya ikan damersal terbagi dua berdasarkan ukuran yaitu ikan damersal

besar sepertin kelompok kerapu (grouper), kakap (snaper) dan ikan damersal

kecil seperti kelompok siganid (baronang) Upenid (Upeneus spp). Berikut adalah

jenis-jenis ikan damersal :

Manyung (Marine catfish), Kuro/Senangin (Giant threadfish), Bawal Hitam (Black

Pomfret), Bawal Putih (Silver Pomfret), Gulamah/Samgeh (Croackers/Drums),

Swanggi/Mata besar (Big eyes), Tigawaja/Gulamah (Bearded croaker), Layur

(Hairtail/Cuttlass fishes), Ikan Sebelah (Langkau) (Indian halibut), Beloso

Page 26: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

20

(Lizardfish), Kuniran/Biji Nangka (Yellow goatfish), Kurisi (Treadfin bream), Ikan

Lidah (Lidah pasir) (Flat fishes/long tongue-sole), Ikan Belanak (Mullet), Pari

kembang (Spotted stingray), Pari kelapa (Cawtail ray), Pari burung (Eagle ray),

Sembilang (Canine catfish eet), dan Ikan Sidat (Eel) (batial), laut dangkal, laut

oceanic

C. Ikan Karang :

Yaitu ikan yang kehidupannya terkait dengan perairan terumbu karang

Kerapu (Groupers), Kakap (Perch), Lencam (Emperor), Napoleon (Napoleon),

Beronang (Rabbitfishes), Ekor kuning (Yellow tail travelly), Ikan Karang

Konsumsi Lainnya (Other Coral Fish Consumption), neritik laut dangkal

2.2.5.2 Crustacea :

Yaitu sumberdaya perikanan yang termasuk ke dalam hewan invertebrata. Jenis

crustacea memiliki ciri bercangkang keras yang biasa disebut sebagai karapas

yang terdapat pada udang dan kepiting. Berikut jenis-jenis sumberdaya

crustacea :

Udang Penaeid (Shrimps), Lobster (Lobster), Udang Kipas (Spanish Lobster),

Udang Laut Dalam (Deep Sea Shrimps), Udang Ronggeng (Matis Shrimps),

Udang Rebon (Mysid), Kepiting (Swimming crabs), dan Krustacea Lainnya

(Other Crustacea).

Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas

2.2.5.3 Molusca :

Molusca adalah sumberdaya perikanan yang termasuk hewan invertebrata yang

memiliki tubuh yang lunak, beberapa memiliki cangkang yang berfungsi sebagai

pelindung seperti kerang-lerangan dan kelompok squids, cumi-cumi, sotong dan

gurita

Ada beberapa tipe dalam Molusca antara lain

A. Kerang-kerangan (Oyster) :

Page 27: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

21

Tiram (Rock edible oyster), Simping (Common windowpen shell),

Remis/Kepah (Hard clam), Kerang darah (Cockle shell), Kerang bulu (Ark

(cockle) shell), Kerang hijau/Serindit Hijau (Green Edible Oyster), Kerang

mutiara/Tapis-tapis (Block peark oyster), Kima raksasa/Kima raja (Giant

clam), dan Kima kuning (Scaled clam).

B. Cepalopoda (Cepalopoda) :

Cumi-cumi, Enus (Squid), Sotong, Blekutak (Cuttlefish), Gurita (Octopus),

dan Notilus (Chambered nautilus).

C. Siput/Keong :

Mata kucing (Blue green cat eye), Lola, Susubunder (Top shell), Kepala

kambing (Fimbriate helmet), Taburik, kepala kambing (Horned helmet),

Keong terompet, Onem (False trumpet shell), Concong raja, lolonggok,

Serobong batik (Triton shell), Nang-punangan (Noble voluta), dan Keong

pepaya, Taburi (Aethiopian melon).

Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas

D. Binatang air lainnya : Penyu (Turtle), Mamalia Air (Mammals), Lumba-lumba

(Dolphin), Duyung (Mere), Ubur-ubur (Jelly Fish), Tripang, dan Bulu babi.

2.2.5.4 Rumput Laut

Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah

pesisir dan laut. Dalam bahasa inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed.

Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan

keberadaan ekosisitem terumbu karang. Hidupnya bersifat bentik di daerah

perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah

pasut jernih dapat hidup di atas substrat pasir atau menempel pada karang mati,

potongan kerang dan subtrat yang keras lainnya, baik terbentuk secara alamiah

atau buatan (artificial).

Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp., Gelidium

sp., dan Gracilaria sp. Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti

agar-agar, jelly food dan campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput

Page 28: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

22

laut adalah juga sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas,

keramik, fotografi, dan insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas, maka

komoditas rumput laut ini mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi

yang cukup besar.

2.2.7 Hidro oseanografi

Faktor oseanografi seperti pasang surut, gelombang, dan arus laut memegang

peran penting dalam pembentukan morfologi pantai di Indonesia. Gelombang

merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan pantai Indonesia.

Gelombang yang terjadi di laut dalam pada umumya tidak berpengaruh terhadap

bentuk dasar laut dan sedimen di dasar laut. Sebaliknya, gelombang di dekat

pantai, terutama di daerah pecahan gelombang mempunyai peran besar dalam

pembentukan morfologi pantai, seperti mengangkut sedimen dari dasar laut

untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Badai laut (storm) dan tsunami yang

membentuk gelombang sangat tinggi bahkan dapat memindahkan fragmen

sedimen berukuran lebih besar dari dasar laut ke daratan.

Arus laut di Indonesia, terutama yang mengalir di sepanjang (sejajar) pantai

(longshore current) atau arus litoral merupakan penyebab utama lainnya dalam

pembentukan morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup

dalam selang waktu yang lama, sedang longshore current dapat pula terjadi

karena gelombang yang membentur pantai dalam arah miring. Gelombang dapat

menyebabkan angkutan sedimen pada arah tegak lurus pantai dan longshore

current dapat membawa sedimen sejajar garis pantai. Bentuk morfologi seperti

spits, tombolo, beach ridges, atau akumulasi sedimen di sekitar jetty dan tanggul

pantai menunjukkan adanya longshore current.

Pasang surut merupakan perubahan muka air laut yang hampir periodik.

Pengaruh pasang surut laut terhadap pembentukan morfologi pantai umumnya

tidak terlalu besar dibandingkan pengaruh gelombang dan arus laut. Pasang

surut sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri suatu kawasan. Pada daerah

tertentu, pasang surut dapat berpengaruh hingga jauh ke arah daratan, sedang

Page 29: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

23

pada daerah lainnya pasang surut dapat mencapai perbedaan yang besar. Pada

saat pasang air tawar mengalir ke arah laut di atas massa air asin yang bergerak

ke arah darat. Pergerakan air asin ke arah darat akan mengangkat massa air

tawar lebih tinggi dan memungkinkan terjadinya luapan melampaui tanggul

sungai. Bersamaan dengan melimpahnya air tersebut, suspensi sedimen akan

terbawa serta dan mengendap di luar lembahnya. Sebaliknya pada waktu surut

massa air asin bergerak ke arah laut serta memperlancar aliran air tawar di

atasnya. Untuk daerah pantai rata seperti rawa pantai, lagoon atau dataran

pasang surut, perubahan morfologi tersebut tidak berkembang secara cepat,

kecuali bila terdapat suplai sedimen cukup besar dari sungai di sekitarnya.

2.2.8 Konservasi dan Heritage laut

2.3. Daya Tarik Wilayah laut

2.3.1 Potensi

Besarnya sumberdaya laut dan karakteristik laut merupakan value yang besar

untuk dimanfaatkan. Terdapat berbagai kegiatan yang dapat dikelola dengan

memanfaatkan potensi keanekaragaman sumberdaya dan karakteristik laut.

Berikut adalah gambaran karakteristik laut beserta potensi pemanfaatan yang

dapat dilakukan :

Page 30: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

24

Perorangan/K

elompok

Badan

Usaha

Publik/Pem

erintahPermukaan Kolom Dasar

I Konservasi; Suaka Perikanan Statis x x

TN Laut Statis x x

Adat Statis x x

Pemijahan Statis Dinamis x x

Migrasi Statis Dinamis x x

Sejarah Statis x x

II Perikanan; Aquakultur/Budidaya Laut RL Statis x x x x

KJA Statis x x x x

Penangkapan ikan Nalayan Kecil Dinamis x x x x

Bagan Apung Dinamis x x x x

Rumpon Statis x x x x

Bagan Tancap Statis x x x x

III Pariwisata; Home Stay Apung Statis x x x x x

Ski Air Dinamis x x x

Snorkling/Menyelam Statis Dinamis x x x x x

Pantai Umum Statis x x x

IV Pertambangan; Rig/Migas Statis x x x x

Pipa Statis x x

Pasir Statis Dinamis x x x x

V Riset Pendidikan dan pelatihan; Statis x x x x x

Penelitian dan pengembangan; Dinamis x x x x x

VI Pelayaran Alur pelayaran Besar Statis x x

Kecil Dinamis x x

Pelabuhan Statis x x x

Ujicoba Kapal Statis Dinamis x x x

Labuh Statis x x x x

Peneggelaman Kapal Rusak x x

VII Permukiman Masyarakat Adat Statis Dinamis x x x x

VIII Pertahanan KeamananArea Pembuangan Amunisi Statis x x

Patroli Dinamis x x

Daerah Latihan Perang Statis x x x

IX Telekomunikasi/ListrikKabel Statis x x x

X BMKT Kapal Tenggelam Statis x x x

XI Energi Statis x x x x x

MATRIK KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG LAUT

No Kegiatan Jenis Kegiatan Mobilitas

Lokasi KegiatanPelaku

Page 31: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

25

2.3.2 Permasalahan

2.3.2.1 Ketidakterpaduan pemanfaatan ruang

Belum adanya pengaturan dan pemanfaatan dan ketidakpaduan antar kegiatan

berpotensi menjadi sumber terjadinya konflik penggunaan ruang di laut. Berbagai

konflik di lapangan sering terjadi, misalnya antara kegiatan nelayan tradisional

dengan nelayan modern, perikanan budidaya laut dengan pelayaran,

kepentingan konservasi dengan pembangunan pemukiman atau pemanfaatan

kegiatan budidaya lain seperti pariwisata, perikanan dan lain sebagainya.

2.3.2.2 Degradasi lingkungan

Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut yang tanpa arah dan berlebihan

seringkali menimbulkan dampak kerusakan lingkungan pesisir dan laut, seperti :

Pencemaran lingkungan.

Pencemaran ini terjadi akibat pembuangan yang kurang terkontrol dari

berbagai kegiatan budidaya yang berkembang di darat, seperti pembuangan

dari kegiatan industri, permukiman, pariwisata, perkantoran, atau kegiatan

budidaya perikanan di wilayah bantaran sungai dan pesisir. Pencemaran

yang dihasilkan dapat menggangu keseimbangan bahkan dapat merusak

ekosistem di wilayah pesisir dan laut.

Kerusakan ekosistem laut

Selain diakibatkan oleh pencemaran lingkungan, seringkali kerusakan

ekosistem laut juga diakibatkan oleh aktivitas pembangunan yang kurang

memperhatikan keberadaan dan keberlangsungan ekosistem itu sendiri.

Salah satu contoh terjadi pada ekosistem hutan mangrove, luasannya saat ini

sudah banyak berkurang. Keberadaan mangrove saat ini bahkan sudah

punah di beberapa wilayah pesisir yang memiliki aktivitas tinggi, hal ini dipicu

oleh alih fungsi lahan yang tinggi untuk mengakomodasi berbagai

kepentingan kegiatan budidaya.

Kerusakan fisik, habitat ekosistem pesisir dan laut.

Ekosistem yang umumnya mengalami kerusakan terjadi pada ekosistem

mangrove, terumbu karang, rumput laut. Kerusakan terumbu karang

Page 32: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

26

umumnya disebabkan oleh kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu

penggunaan bahan peledak, bahan beracun (cyanida), dan juga aktivitas

penambangan

2.3.2.3 Over Eksploitasi Sumberdaya Laut

Banyak sumberdaya akan di wilayah pesisir dan lautan telah mengalami

overeksploitasi, sebagai contoh adalah sumberdaya perikanan laut. Meskipun

secara agregat (nasional) sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan 58.8%

dari total potensi lestari (MSY, Maximum Sustainable Yield).

Kondisi overfishing ini bukan hanya disebabkan oleh penangkapan yang

melampaui potensi sumberdaya perikanan, tetapi juga disebabkan karena

kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan atau

kerusakan oleh pencemaran dan degradasi fisik hutan mangrove, padang lamun,

dan terumbu karang yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan mencari

makan bagi biota sebagian besar biota laut tropis.

Overeskploitasi terhadap sumberdaya perikanan juga dipengaruhi oleh

modernisasi yang tidak terkendali. Kondisi ini ternyata membawa dampak yang

significan terhadap penurunan hasil tangkapan nelayan tradisional

Page 33: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

27

PROSES

PERENCANAAN

RUANG LAUT

3.1 Pendekatan Teknis Perencanaan

Proses perencanaan tata ruang/Perencanaan zonasi laut identik dengan proses

perencanaan tata ruang darat, mulai dari penyusunan kerangka acuan (Term of

Reference), identifikasi dan kompilasi data, studi lapangan, analisa data primer

dan sekunder sampai pada penyusunan rencana tata ruang. Hal-hal pokok yang

dijabarkan pada buku petunjuk teknis ini memprioritaskan muatan perencanaan

tata ruang/Perencanaan Zonasi laut yang memiliki perbedaan dengan

perencanaan tata ruang darat. Beberapa muatan perencanaan tata

ruang/perencanaan zonasi laut yang akan dijabarkan yaitu: batas wilayah

perencanaan (administratif dan fungsional), Data dan Peta Dasar, Pendekatan

Metoda Analisa, Proses Analisa, Penyusunan Rencana Tata Ruang/Rencana

Zonasi Laut, Indikasi Program, Peraturan Zonasi dan Kelengkapan Muatan

Rencana Tata Ruang Laut.

3.1.1. Penetapan Batas Wilayah Perencanaan Penetapan batas wilayah perencanaan untuk menyusun rencana tata ruang

laut/rencana zonasi laut, mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.

Penetapan batas wilayah perencanaan ditentukan berdasarkan batas

administratif dan atau batas fungsional. Penetapan batas wilayah perencanaan

ini mempertimbangkan pula cakupan wilayah pengamatan secara fungsional.

BAB

III

Page 34: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

28

Penetapan Batas Wilayah Perencanaan berdasarkan batas administratif

A. Definisi Teknis

1. Titik Awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk

menentukan garis dasar (lihat gambar 5)

2. Garis Dasar adalah garis yang menghubungkan antara dua titik awal dan

terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal.

3. Garis dasar lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik awal

berdekatan dan berjarak tidak lebih dari 12 mil. (Lihat gambar 2)

4. Garis dasar normal adalah garis antara dua titik awal yang berhimpit

dengan garis pantai.

5. Mil laut adalah jarak satuan panjang yang sama dengan 1.852 meter.

6. Pulau adalah daratan yang terbentuk secara alamiah dan senantiasa

berada di atas permukaan laut pada saat air pasang.

Gambar 5

Titik Awal dan Garis Pantai sebagai acuan penarikan garis dasar

Garis Pantai pada

Peta Laut Garis Pantai pada

UU no 32/2004

Garis Pantai pada

Peta Topografi Garis Air Tinggi

Garis Air Rata-rata

Biasa digunakan sebagai Datum Vertikal Peta Topografi

Garis Air Rendah

Acuan Penarikan Garis Dasar

Titik Awal pada UU No 32/2004

Page 35: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

29

7. Titik batas sekutu adalah tanda batas yang terletak di darat pada

koordinat batas antar daerah provinsi, kabupaten dan kota yang

digunakan sebagai titik acuan untuk penegasan batas di laut.

B. Penetapan Batas Daerah di Laut (Secara Kartometrik)

1. Menyiapkan Peta-peta Laut, Peta Lingkungan Laut Nasional (Peta LLN)

dan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (Peta LPI).

2. Untuk Batas Provinsi menggunakan peta laut dan peta Lingkungan Laut

Nasional, untuk batas daerah kabupaten dan daerah kota gunakan peta

laut dan peta Lingkungan Pantai Indonesia.

3. Menelusuri secara cermat cakupan daerah yang akan ditentukan

batasnya. Perhatikan garis pantai yang ada, pelajari kemungkinan

penerapan garis dasar lurus dan garis dasar normal dengan

memperhatikan panjang maksimum yakni 12 mil laut.

4. Memberi tanda rencana titik awal yang akan digunakan.

5. Melihat peta laut dengan skala terbesar yang terdapat pada daerah

tersebut. Baca dan catat titik awal dengan melihat angka lintang dan bujur

yang terdapat pada sisi kiri dan atas atau sisi kanan dan bawah dari peta

yang digunakan.

6. Mengeplot dalam peta titik-titik awal yang diperoleh dan menghubungkan

titik-titik dimaksud untuk mendapatkan garis dasar lurus yang tidak lebih

dari 12 mil laut.

7. Menarik garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau

sepertiganya.

8. Batas daerah di wilayah laut sudah tergambar beserta daftar koordinat.

9. Membuat peta batas daerah di laut lengkap dengan daftar koordinatnya

yang akan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri

C. Penegasan Batas Daerah di Laut (melalui pengukuran di lapangan)

1. Penelitian dokumen batas

Kegiatan penelitian dokumen yang dimaksud pada tahapan ini adalah

mengumpulkan semua dokumen yang terkait dengan penentuan batas

Page 36: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

30

daerah di laut seperti : peta administrasi daerah yang telah ada; peta

batas daerah di laut yang pernah ada; dokumen sejarah dll.

2. Pelacakan batas

Pelacakan batas dimaksud pada tahapan ini adalah kegiatan secara fisik

di lapangan untuk menyiapkan rencana titik acuan yang akan digunakan

sebagai titik referensi. Sebagai hasil kegiatan pelacakan ini dapat ditandai

dengan dipasangnya titik referensi atau pilar sementara yang belum

ditentukan titik koordinatnya.

3. Pemasangan pilar di titik acuan

Kegiatan pelacakan batas dapat dilakukan secara simultan dengan tidak

memasang pilar sementara tetapi pilar yang permanen. Untuk menjaga

tetap posisi pilar ini, juga dibangun 3 (tiga) pilar bantu. Setelah pilar

dibangun, maka selanjutnya dilakukan pengukuran posisi dengan alat

penentu posisi satelit (GPS) yang kelompok titiknya diikatkan pada

jaringan Titik Geodesi Nasional.

4. Penentuan titik awal dan garis dasar

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan pengukuran lapangan dimana di

dalamnya terdapat kegiatan untuk mendapatkan garis pantai melalui

survei batimetri dan pengukuran pasang surut.

Apabila sudah diperoleh garis pantai pada lokasi yang diperkirakan akan

dapat ditentukan titik awal, maka selanjutnya menentukan titik awal yang

tepat. Contoh penentuan titik awal dapat dilihat pada gambar 2.

Dari beberapa titik awal yang telah diperoleh ditentukanlah garis dasar

yang akan digunakan sebagai awal perhitungan 12 mil laut. Garis dasar

tersebut dapat berupa garis dasar lurus yang berjarak tidak boleh lebih

dari 12 mil laut atau garis dasar normal yang berhimpit dengan garis

kontur nol yang biasanya berbentuk kurva. Contoh penentuan titik awal

dan penarikan garis dasar dapat dilihat pada gambar 6.

Page 37: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

31

Gambar 6

Contoh penentuan titik awal dan garis dasar (garis dasar lurus dan garis dasar normal)

5. Pengukuran batas

Dalam pengukuran batas terdapat tiga kondisi yang berbeda yakni pantai

yang bebas, pantai yang saling berhadapan dan pantai saling

berdampingan. Untuk pantai yang bebas pengukuran batas sejauh 12 mil

laut dari garis dasar (baik garis dasar lurus dan atau garis dasar normal).

Atau dengan kata lain membuat garis sejajar dengan garis dasar yang

berjarak 12 mil laut atau sesuai dengan kondisi yang ada. Pengukuran

batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7

Contoh penarikan garis batas bagi daerah yang berbatasan dengan laut lepas atau perairan kepulauan.

Garis Dasar Lurus

Garis Dasar Normal

Titik Awal

12 mil

Garis Pantai pada Peta Laut Garis Dasar

Titik Awal

Titik Acuan

Titik Batas

Zone Pasang Surut

Page 38: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

32

DAERAH A

DAERAH B

Untuk pantai yang saling berhadapan dilakukan dengan menggunakan

prinsip garis tengah (median line). Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat

pada gambar 8.

Gambar 8 Contoh penarikan garis batas dengan metode garis tengah

(median line) pada dua daerah yang berhadapan Untuk pantai yang saling berdampingan dilakukan dengan menggunakan

prinsip sama jarak. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar9.

Gambar 9 Contoh penarikan garis tengah dengan metode Ekuidistan

pada dua daerah yang berdampingan

DAERAH A

DAERAH B

Page 39: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

33

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil

yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi,

diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan

sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi

ini dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10

Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil

yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah

provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan

sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi

ini dapat dilihat pada gambar 11.

Pulau Kecil

12 mil

4 mil

> 24 mil

12 mil

4 mil

Page 40: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

34

Gambar 11

Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau-pulau

kecil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar

dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut

kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada

gambar 12.

< 24 mil

Pulau

Kecil

12 mil

4 mil

12 mil

4 mil

Page 41: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

35

Gambar 12 Contoh penarikan garis batas pada

pulau-pulau kecil yang berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil

yang berada dalam daerah provinsi yang berbeda dan berjarak kurang dari 2

kali 12 mil, diukur menggunakan prinsip garis tengah (median line).

Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 13.

Pulau Kecil 4 mil

12 mil

> 24 mil

> 24 mil

12 mil

4 mil

< 8 mil < 24 mil

Page 42: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

36

Gambar 13 Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang

dari 2 kali 12 mil dan berada pada provinsi yang berbeda = laut provinsi = laut kabupaten dan kota = daratan

Penetapan batas wilayah perencanaan maupun cakupan wilayah pengamatan secara fungsional Penyusunan rencana tata ruang, sebaiknya dilakukan berdasarkan kesatuan

fungsi ekosistem laut, seperti mangrove, terumbu karang, yang biasanya

digunakan sebagai dasar penentuan kawasan konservasi laut, kesatuan fungsi

ekologis laut, seperti, teluk, selat, delta, dan kesatuan unit-unit geografi,

seperti sel sedimen.

3.1.2. Data dan Peta Dasar

Penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut memerlukan

keakuratan data yang sangat signifikan. Ketersediaan data mengenai

sumberdaya kelautan dan perikanan memang dirasakan masih sangat terbatas

sekali. Data primer mutlak diperlukan, khususnya dalam rangka ground cek data

< 24 mil

Prov.A

12 mil

4 mil

12 mil

4 mil

Prov. B

Page 43: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

37

dilapangan berdasarkan interpretasi data sekunder, seperti citra landsat, dll. Peta

dasar yang digunakan untuk menata ruang laut adalah peta laut dari janhidros.

Berikut adalah rincian data dan peta dasar yang diperlukan untuk menyusun

rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.

Tabel 1

Design Kebutuhan Data Perencanaan

NO. DATA METODE

PENGUMPULAN KETERANGAN

FUNGSI

1.

Karakteristik fisik : a. Iklim Temperatur,

angin, curah hujan

b.Hidro- oseanografi - Bathimetri

- Suhu,

Kecerahan - Salinitas, Arus,

Pasang-surut, Gelombang

b. Geologi/

geomorfologi pantai

Data primer Data sekunder : Data iklim (BMG),

Data Primer : Pengukuran di lapangan Data sekunder : Peta Hidro-oceanografi (Dishidros TNI AL),

interpretasi citra, Data primer : pengukuran di lapangan Data sekunder : Interpretasi citra Data primer : pengukuran di lapangan Data Sekunder : data salinitas (LIPI) Data sekunder : Peta Geologi (PPGL), Peta Geomorfologi (Bakosurtanal), Peta Geologi Pantai

Data primer diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan (menggunakan termometer, barometer, atau pengamatan di stasiun pengukuran) Data sekunder minimal berupa data 1 tahun terakhir

Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan melalui alat Echo Sounder/LIDAR. Kegunaan melakukan survey langsung dapat diketahui kondisi bathimetri secara realtime. Data sekunder : Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh

informasi kedalaman secara kualitatif Data primer dilakukan dengan melakukan survey langsung ke lapangan dengan melakukan pengukuran suhu dengan alat bantu termometer. Data sekunder : Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh informasi suhu permukaan dan kecerahan secara kualitatif Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran melalui alat pengukuran : SCT (Salinity Conductivity Temperatur) meter & CTD (Conductivity Temperature Depth) probe Data sekunder : Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal geologi/geomorfologi pantai

Navigasi / Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & Energi

Navigasi / Pelayaran, Pertambangan & Energi

Ristek, Perikanan, Wisata Ristek, Navigasi/Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & energi, Wisata Pertambangan & Energi, Ristek

Page 44: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

38

c. Ekosistem pesisir

(Bakosurtanal),Interpretasi citra Data primer : observasi lapangan Data sekunder : Interpretasi citra, Peta Geoekologi (Bakosurtanal), kajian literatur

Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil interpretasi citra. Data sekunder : Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal sebaran ekosistem (mangrove, padang lamun, terumbu karang)

Perikanan, Wisata

4. Spesies/Biota (Biota darat dan biota perairan)

Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : Peta Vegetasi (Bakosurtanal), Peta Ekosistem (Bakosurtanal), Peta Sumberdaya Perikanan (Bakosurtanal), Kajian literatur (WWF, TNC,dsb)

Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan seperti dengan diving

Ristek, Perikanan, Wisata

5. Daerah rawan bencana (Banjir, sedimentasi, Erosi/abrasi, Subsiden/longsoran tanah, Tsunami, Gempa)

Data sekunder : interpretasi citra, Peta Rawan Bencana, Peta Jalur Tsunami & Gempa (Bakosurtanal)

Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal daerah rawan bencana, misalnya rawan banjir dapat dideteksi dengan pendekatan nilai wetness, rawan abrasi & sedimentasi dari analisa garis pantai dari citra sequen (temporal)

Navigasi / Pelayaran, Perhubungan, Pertambangan & Energi

6. Masalah lingkungan dan pencemaran (Intrusi air laut, Polusi dan

pencemaran, Kerusakan ekosistem pesisir)

Data primer : pengamatan di lapangan

Data sekunder : interpretasi citra

Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari

hasil interpretasi citra. Data sekunder : Kerusakan ekosistem pesisir dapat dideteksi dengan interpretasi citra secara temporal

Perikanan, Ristek

7. Daerah konservasi a. Kawasan lindung

nasional b. Kawasan

konservasi yang diusulkan daerah

c. Kawasan perlindungan laut lokal

Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : (Bakosurtanal, DKP)

Data primer : diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil peta-peta sekunder yang telah diperoleh Data sekunder : • Peta Lingkungan Laut

Nasional (Bakosurtanal) • Peta Lingkungan Pantai

Indonesia (Bakosurtanal)

• Peta Ekosistem (Bakosurtanal)

• Hasil penelitian (WWF, TNC, CI, dsb)

• Peta Kawasan Konservasi Laut Nasional (DKP)

• Data Kawasan Konservasi Laut Daerah (DKP), yang

Perikanan, Wisata

Page 45: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

39

sudah ditetapkan maupun dalam bentuk usulan

8. Pola pemanfaatan ruang (eksisting) a. Kawasan pantai ke

arah darat b. Kawasan budidaya c. Kawasan

pertahanan dan keamanan

d. Kawasan tertentu e. Alur tertentu

Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : interpretasi citra

Data sekunder : Interpretasi citra untuk

memperoleh rona awal pemanfaatan lahan eksisting

Perhubungan, Perikanan, Wisata, Ristek

9. Potensi pulau-pulau kecil a. Jumlah pulau &

luas b. Kondisi geografis c. Demografi d. Ekosistem e. Kondisi fisik

perairan f. Ketersediaan air g. Pemanfaatan

ruang h. Sarana/prasarana

Data primer : pengamatan di lapangan, wawancara, questioner Data sekunder : Data jumlah pulau (DKP, depdagri, lapan)

Wisata, Perikanan, Hankam

10. Identifikasi kegiatan daratan yang berpengaruh terhadap kegiatan

perairan

Data primer : pengamatan di lapangan

Data sekunder : BPS time series 5 tahun terakhir, Interpretasi citra time series 5 tahun terakhir

Data primer : Data jenis ini dapat diperoleh dengan melakukan kegiatan survey lapangan baik melalui

pengamatan di lapangan maupun dari hasil questioner atau wawancara. Data sekunder : Data sekunder berupa data numerik secara time series untuk mengetahui perkembangan masing-masing pemanfaatan ruang

Ristek, Perikanan, Wisata

11. Sarana dan prasarana a. Sistem

Transportasi b. Sarana/prasarana

perikanan c. Sarana/prasarana

pariwisata d. Sarana/prasarana

utilitas

Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : Bappeda, DLLAJ, DPU, BPS, TELKOM, PLN, dsb

Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan di lapangan, sifatnya hanya menilai kualitas dari sarana/prasarana Data sekunder : Data sekunder berupa data numerik secara time series untuk mengetahui gambaran ketersediaan sarana prasarana

Perikanan, Wisata, Perhubungan

12. Perekonomian a. kegiatan

perekonomian masyarakat

b. kegiatan investasi dunia usaha

c. potensi investasi sektor kelautan

Data primer : Pengamatan di lapangan Data sekunder : BPS

Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan di lapangan, sifatnya untuk mengetahui gambaran secara umum ekonomi wilayah Data perekonomian dari hasil survey primer dapat didukung dengan ketersediaan data secara numerik yang disajikan secara time series sehingga dapat diketehui gambaran kondisi dan perkembangan kegiatan ekonomi wilayah

Perikanan, Ristek

13. Keadaan sosial budaya a. Kependudukan b. Adat istiadat

Data primer : pengamatan di lapangan, questioner atau wawancara

Data primer dilakukan untuk mengetahui gambaran kependudukan melalui pengamatan di lapangan baik

Perikanan, Ristek, Wisata

Page 46: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

40

c. Proses partisipasi dan aspirasi masyarakat

d. Permukiman

Data sekunder : BPS, bappeda,

dengan kegiatan survey lapangan, penyebaran questioner atau melakukan wawancara. Data sekunder dilakukan untuk mengetahui gambaran perkembangan kependudukan secara numerik maupun visual dalam bentuk peta penyebaran penduduk dengan data kepadatannya

Tabel 2

Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan

Sektor Wilayah Pesisir Laut Dangkal Laut Dalam

Konservasi

Taman Suaka

Alam Laut

Lahan basah, Rawa pesisir, Mangrove

Satwa liar yang

dilindungi, gua pantai

Terumbu karang/Atol

Paus

Lumba-lumba

Rekreasi/Wisata

Landscape Pesisir/ Laut Turis Resort

Renang, Selam, Olahraga, Mancing, Selancar Air Jalur Pelayaran

(Yachting)

Kapal Wisata

Pelayaran

Navigasi

Transportasi

Pelabuhan

Rambu Navigasi

Feri Penumpang

Pelayaran

Internasional,

Pelayaran Antar Pulau Dan Pantai

Pelayaran

Internasional

Perikanan

Budidaya Tambak, Pembenihan Udang/Ikan, Pengolahan Pasca Panen

Budidaya Laut, Penanaman Rumput Laut, Pemancingan, Penangkapan Ikan Demersal dan Pelagis

Perikanan Pelagis Kecil Dan Besar

Industri

Pertambangan

Pengerukan Jalur Pipa

Pengerukan Pasir/Kerikil, Pengambilan Karang,

Penambangan Timah,

Penambangan Minyak Dan Gas

Jalur Pipa, Penambangan Pasir

dan Karang, Penambangan Timah, Penambangani

Minyak Dan Gas

Penambangan Minyak Lepas

Pantai

Pencemaran Lingkungan

Limbah domestik, Limbah Pertanian

Tumpahan Minyak Pencemaran

Limbah Kapal, Pembuangan

Page 47: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

41

dan Budidaya Tambak, Limbah Industri, Erosi Pantai, Sedimentasi

Industri Limbah

Penelitian

Kelautan Meteorologi

Ekosistem Pantai,

Ekosistem Mangrove Geologi/Morfologi Pantai, Daerah Pasang Surut

Ekosistem Terumbu

Karang, Ekosistem Rumput Laut dan padang Lamun, Geologi Laut,

Eksplorasi Mineral, Eksplorasi Minyak dan Gas

Eksplorasi

Mineral Di Dasar Samudera, Arus Samudera, Prakiraan Cuaca

Sumber : Robertson Group dan PT Agriconsult (1992)

Kebutuhan informasi data yang diperlukan untuk proses penyusunan rencana

tata ruang/rencana zonasi dipengaruhi oleh beberapa langkah proses. Proses

tersebut melalui beberapa tahapan antara lain indentifikasi data mentah,

pengumpulan data, analisis data sampai mengeluarkan informasi yang

diperlukan untuk penyusunan rencana. Berikut digambarkan dalam bagan

bagaimana tahapan pengumpulan data untuk kebutuhan rencana tata

ruang/rencana zonasi :

Gambar 14 Proses Kompilasi Data

Identifikasi kebutuhan data, sumber

data dan metoda pengumpulan data :

Proses Pengumpulan/koleksi Data

Metode pengumpulan data

Data sekunder survey sekunder

Metode pengumpulan data

Data primer survey primer

1. Questioner

2. Observasi Lapangan

3. Ground check

4. Wawancara

Proses Analisis Data

Informasi

Peta, grafik, diagram, table, gambar, diskripsi

Page 48: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

42

3.1.3. Pendekatan Metoda Analisa

Metoda Analisa yang digunakan dalam merencanakan wilayah laut harus

memperhatikan sifat-sifat unik laut. Metoda analisa mencakup analisa kebijakan,

fisik, serta sosial ekonomi dan budaya.

Analisa Kebijakan

Kebijakan dan peraturan perundangan yang ada harus dijadikan sebagai dasar

perencanaan yang dilakukan. Kebijakan dan peraturan perundangan yang

dimaksud dalam hal ini meliputi kebijakan dan peraturan perundangan yang

ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah provinsi,

kabupaten dan kota, atau bahkan kebijakan internasional, khususnya bagi

daerah yang berbatasan dengan negara lain.

Analisa Fisik

Data-data dasar yang diperoleh, baik dari hasil survey primer maupun sekunder,

dapat dianalisa menggunakan metoda overlay dengan Geographical Information

System (GIS), atau metoda pendekatan lain yang sejenis. Analisa fisik ini

dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi fisik wilayah yang

akan direncanakan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang bisa digunakan

atau tidak bisa digunakan untuk pengembangan suatu kegiatan. Lokasi ini

mencakup 3 (tiga) dimensi yaitu permukaan, badan/kolom dan dasar laut.

Analisa Ekonomi

Sifat unik wilayah laut yang ditandai dari sifat dinamis sumberdaya-nya,

menuntut para perencana untuk melakukan analisa yang signifikan terhadap

potensi ekonomi yang dapat diperoleh suatu wilayah dari sumberdaya laut yang

ada. Keterbatasan ketersediaan data sekunder mengenai sumberdaya laut,

boleh menjadi suatu kendala untuk memperoleh hasil analisa yang akurat.

Survey primer merupakan hal prioritas yang perlu dilakukan untuk memperoleh

hasil analisa ekonomi yang akurat. Salah satu pendekatan metoda analisa

Page 49: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

43

ekonomi yang bisa digunakan dalam merencanakan wilayah laut yaitu

Maksimum Economy Yield (MEY) dan atau Maksimum Sustainable Yield (MSY).

Metoda analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai potensi-

potensi sumberdaya laut apa yang masih berpotensi tinggi untuk dikembangkan

atau sudah pada batas ambang untuk dilestarikan. Analisa ini dilakukan untuk

memperkirakan potensi yang terdapat pada 3 (tiga) dimensi laut yaitu

permukaan, badan/kolom dan dasar laut.

Analisa Sosial Budaya

Mengacu kepada UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan

wilayah dilakukan secara terpadu antara ruang darat, laut dan udara. Metoda

analisis sosial budaya untuk merencanakan wilayah laut didasarkan pada data

Page 50: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

44

dasar dari unit analisis terkecil dari wilayah perencanaannya (desa/kecamatan

pesisir). Analisa sosial budaya meliputi analisa kondisi kependudukan (jumlah

penduduk, tingkat pendapatan, kesejahteraan penduduk,dll). Kendala dalam

mengidentifikasikan batas-batas wilayah di laut biasanya memicu konflik

pemanfaatan ruang laut antar daerah. Selain metoda analisa kependudukan di

atas, mediasi konflik merupakan satu pendekatan analisa sosial budaya yang

perlu dilakukan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.

3.1.4. Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut

Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut

dilakukan melalui dua pendekatan :

1. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut

yang akan melibatkan multi sektor

2. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut

untuk satu sektor tertentu

Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang

akan melibatkan multi sektor meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang

laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis).

2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang

laut (Mobile 1), 2), 3))

3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu

(Keg(1,2)/Wkt) serta frekwensi kegiatannya.

4. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) yang statis pada ketiga

dimensi ruang laut (Statis 1), 2), 3))

5. Memetakan kegiatan eksisting yang statis pada ketiga dimensi ruang laut

dan mndeliniasi pula luasan area yang diperlukan (1), 2), 3)

Page 51: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

45

6. Melakukan analisa sosial ekonomi (Sosek) dari seluruh kegiatan yang ada,

Contoh untuk sektor perikanan, salah satu metoda analisa yang digunakan

yaitu MSY, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)MSY-TK); untuk

sektor pariwisata salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu Supply-

Demand dan menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)Sp/D-TK); untuk sektor

pertambangan dan energi salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu

metoda analisa kandungan sumberdaya, serta menganalisa kebutuhan

tenaga kerja. (1) S Dy-TK)

7. Berdasarkan hasil analisa pada point 6, masing-masing sektor dapat

memprediksi potensi produksinya, yaitu rupiah (Rp), produksi (prod/org)

serta serapan tenaga kerjanya (TK)

8. Hasil pada point 7, digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan jangka

waktu suatu kegiatan yang dilakukan (Waktu)

9. Melakukan analisa fisik (Fisik) dari seluruh kegiatan yang ada, yaitu dengan

mengoverlay seluruh data informasi yang berkenaan dengan suatu kegiatan

tertentu (1), 2), 3)), misalnya, suhu, kedalaman, hidrooceanografi, dll.

10. Hasil pada point 9, merupakan dasar pertimbangan apakah suatu kegiatan

eksisting yang ada sesuai (Sesuai) secara fisik untuk terus dipertahankan.

11. Hasil pada point 7, 8 dan 9 merupakan dasar perhitungan kebutuhan luasan

area yang diperlukan berdasarkan hasil prediksi masing-masing kegiatan

yang ada.

12. Hasil pada point 5 dan point 11, digunakan sebagai dasar untuk memprediksi

luasan area perencanaan berdasarkan kondisi eksisting dan hasil proyeksi

yang dilakukan (1) Zona, 2) Zona, 3) Zona) serta prediksi jangka waktu

pelaksanaan masing-masing kegiatan yang dilakukan (Waktu)

13. Mengidentifikasi kegiatan dari masing-masing sektor yang ada berdasarkan

analisa pada point 12 dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt)

14. Selain menganalisa kegiatan eksisting, dilakukan pula analisa (need

assesment) untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan

pada masa yang akan datang (Future Keg.)

Page 52: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

46

15. Proses analisa untuk point 14, mengikuti tahapan proses analisa pada point

6 sampai point 13 dan menghasilkan identifikasi kegiatan yang berpotensi

untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan jangka waktu

(Keg 1, 2-Wkt).

16. Hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat

menyusun rencana tata ruang laut adalah keberadaan ekosistem (Eksisting

Ekosistem). Oleh karena itu pada tahapan ini perlu mengidentifikasi lokasi-

lokasi ekosistem yang ada diperairan suatu wilayah perencanaan.

17. Kebijakan mulai dari tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal

harus tetap diperhatikan dan digunakan sebagai salah satu dasar

merencanakan ruang laut (Policy: Inter, Nas, Regional, Lokal). Oleh karena

itu tahapan ini adalah menidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berlaku pada

suatu wilayah perencanaan tertentu

18. Melakukan analisa hubungan fungsional (Hub. Fungsional) dari hasil point 3,

13, 15, 16 dan 17.

19. Hasil pada point 18 merupakan hasil yang digunakan untuk perencanaan

ruang laut. Perencanaan ruang laut tersebut dapat digambarkan dalam

bentuk-bentuk peta zonasi dari ketiga dimensi ruang laut.

Page 53: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

47

Keterangan: 1) sektor perikanan

2) sektor pariwisata

3) sektor pertambangan dan energi

Gambar 15 Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut

yang akan melibatkan multi sektor

Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut untuk

satu sektor tertentu meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang

laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis).

2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang

laut (Mobile 1), 2), 3))

3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu

(Keg(1,2)/Wkt) serta frekwensi kegiatannya.

Page 54: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

48

4. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) yang statis pada ketiga

dimensi ruang laut (Statis 1), 2), 3))

5. Memetakan kegiatan eksisting yang statis pada ketiga dimensi ruang laut

dan mndeliniasi pula luasan area yang diperlukan (1))

6. Melakukan analisa sosial ekonomi (Sosek) dari seluruh kegiatan yang ada,

Contoh untuk sektor perikanan, salah satu metoda analisa yang digunakan

yaitu MSY, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)MSY-TK);

7. Berdasarkan hasil analisa pada point 6, maka dapat memprediksi potensi

produksinya, yaitu rupiah (Rp), produksi (prod/org) serta serapan tenaga

kerjanya (TK)

8. Hasil pada point 7, digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan jangka

waktu suatu kegiatan yang dilakukan (Waktu)

9. Melakukan analisa fisik (Fisik) dari seluruh kegiatan yang ada, yaitu dengan

mengoverlay seluruh data informasi yang berkenaan dengan suatu kegiatan

tertentu (1)), misalnya, suhu, kedalaman, hidrooceanografi, dll.

10. Hasil pada point 9, merupakan dasar pertimbangan apakah suatu kegiatan

eksisting yang ada sesuai (Sesuai) secara fisik untuk terus dipertahankan.

11. Hasil pada point 7, 8 dan 9 merupakan dasar perhitungan kebutuhan luasan

area yang diperlukan berdasarkan hasil prediksi masing-masing kegiatan

yang ada.

12. Hasil pada point 5 dan point 11, digunakan sebagai dasar untuk memprediksi

luasan area perencanaan berdasarkan kondisi eksisting dan hasil proyeksi

yang dilakukan (1) Zona, 2) Zona, 3) Zona) serta prediksi jangka waktu

pelaksanaan masing-masing kegiatan yang dilakukan (Waktu)

13. Mengidentifikasi kegiatan yang ada berdasarkan analisa pada point 12

dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt)

14. Selain menganalisa kegiatan eksisting, dilakukan pula analisa (need

assesment) untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan

pada masa yang akan datang (Future Keg.)

15. Proses analisa untuk point 14, mengikuti tahapan proses analisa pada point

6 sampai point 13 dan menghasilkan identifikasi kegiatan yang berpotensi

Page 55: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

49

untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan jangka waktu

(Keg 1, 2-Wkt).

16. Hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat

menyusun rencana tata ruang laut adalah keberadaan ekosistem (Eksisting

Ekosistem). Oleh karena itu pada tahapan ini perlu mengidentifikasi lokasi-

lokasi ekosistem yang ada diperairan suatu wilayah perencanaan.

17. Kebijakan mulai dari tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal

harus tetap diperhatikan dan digunakan sebagai salah satu dasar

merencanakan ruang laut (Policy: Inter, Nas, Regional, Lokal). Oleh karena

itu tahapan ini adalah menidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berlaku pada

suatu wilayah perencanaan tertentu

18. Melakukan analisa hubungan fungsional (Hub. Fungsional) dari hasil point 3,

13, 15, 16 dan 17. Hubungan fungsional yang dilakukan mempertimbangkan

eksisting kegiatan yang ada di sekitar lokasi kegiatan sektor yang

bersangkutan.

19. Hasil pada point 18 merupakan hasil yang digunakan untuk perencanaan

ruang laut. Perencanaan ruang laut tersebut dapat digambarkan dalam

bentuk-bentuk peta zonasi dari ketiga dimensi ruang laut.

Page 56: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

50

Gambar 16 Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut

untuk satu sektor tertentu

Page 57: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

51

Gambar 17 Identifikasi fungsi/kegiatan pada ketiga dimensi ruang laut

Permukaan Laut

A B C D E

Kolom Laut

A B C D E

Dasar Laut

A B C D E

Permukaan Laut

A

B

C

dst

Kolom Laut

A

B

C

dst

Dasar Laut

A

B

C

dst

Gambar 18

Matriks Hubungan Fungsional

Proses analisis tersebut diatas, yaitu proses analisis tata ruang laut/rencana

zonasi laut yang multi sektor maupun proses analisis tata ruang laut/zonasi laut

yang satu sektor, harus memperhatikan konstelasi suatu area perencanaan

terhadap wilayah yang lebih luas. Untuk daerah yang memiliki laut berbatasan

dengan negara atau daerah lain, maka proses analisis yang dilakukan

mempertimbangkan keberadaan negara atau daerah lain yang berbatasan

langsung, maupun negara atau daerah lain yang memiliki keterkaitan secara

tidak langsung dengan daerah atau area yang direncanakan.

3.1.5 Perencanaan Tata Ruang/Zonasi Laut

Hasil analisis yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai dasar penyusunan

rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Penyusunan rencana tata ruang laut

mencakup skenario rencana tata ruang/rencana zonasi laut, konsep rencana tata

Page 58: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

52

ruang/rencana zonasi laut, strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut,

rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang terdiri dari rencana struktur dan

pola ruang, jangka waktu perencanaan dan skala peta rencana, indikasi

program, peraturan zonasi, dan kelengkapan muatan rencana tata

ruang/rencana zonasi laut.

Skenario Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut

Skenario rencana tata ruang/rencana zonasi laut ditentukan dalam rangka

memprediksi rencana pengembangan kegiatan yang akan dilakukan, terutama

arahan kegiatan yang bukan berdasarkan proyeksi kegiatan eksisting. Selain ini,

skenario rencana juga dilakukan dalam rangka menjustifikasi penentuan arahan

kegiatan berdasarkan proyeksi kegiatan eksisting. Contoh uraian mengenai

skenario rencana tata ruang/rencana zonasi untuk sektor perikanan terdapat

pada lampiran buku ini.

Konsep Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut

Hasil analisa yang diperoleh menjadi dasar pertimbangan penyusunan rencana

tata ruang/rencana zonasi laut. Konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut

menggambarkan potret awal rencana tata ruang/rencana zonasi yang dihasilkan

dari hasil analisa tersebut. Konsep ini mendeliniasi pola ruang dari ketiga

dimensi ruang laut serta keterkaitan sistem antar kegiatan yang ada dan

penentuan pusat-pusat kegiatannya. Konsep tersebut dijabarkan untuk

mendukung pencapaian tujuan dan sasaran yang diharapkan dalam rangka

penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi yang dilakukan. Konsep ini

kemudian akan dijabarkan dalam rencana struktur ruang laut dan rencana pola

ruang laut. Contoh mengenai konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut

kawasan Teluk Jakarta untuk penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau,

sebagai contoh penyusunan konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut

sektor perikanan terdapat pada lampiran buku ini.

Page 59: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

53

Strategi Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut

Penentuan strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut identik dengan

penentuan strategi rencana tata ruang darat. Strategi rencana tata

ruang/rencana zonasi laut menjabarkan pendekatan pencapaian tujuan dan

sasaran yang kemudian akan diterjemahkan dalam konsep rencana tata

ruang/rencana zonasi yang disusun. Contoh uraian mengenai strategi rencana

tata ruang/rencana zonasi laut kawasan Teluk Jakarta untuk penempatan

bagan tancap dan rakit kerang hijau, sebagai contoh penyusunan strategi

rencana tata ruang/rencana zonasi laut sektor perikanan diuraikan pada lampiran

buku ini.

Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut

Berdasarkan kepada UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana

tata ruang wilayah meliputi ruang darat, laut dan udara serta isi dalam bumi.

Oleh karena itu rencana tata ruang laut merupakan komplementer untuk rencana

tata ruang wilayah yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Rencana Tata Ruang Laut dapat pula

merupakan rencana kawasan strategis yang domain wilayahnya adalah laut.

Gambar 19 Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut

Page 60: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

54

Merencanakan ruang laut sedikit berbeda dengan merencanakan ruang darat.

Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana tata

ruang/rencana zonasi laut adalah:

1. Kegiatan yang berlangsung pada ruang laut bersifat dinamis dan statis.

Contoh konkrit aktivitas di laut yang bersifat dinamis adalah kegiatan

pelayaran, alur migrasi ikan dan aktivitas wisata bahari, seperti snorkling,

diving, selancar. Sementara itu contoh aktivitas di laut yang bersifat statis

adalah, permukiman atas air, Rig pertambangan, bagan tancap, bagan

apung, dll.

2. Ruang laut memiliki tiga dimensi yaitu permukaan, kolom dan dasar laut.

Pada masing-masing dimensi dapat dilakukan aktivitas yang berbeda dalam

suatu zona yang sama, dan bisa dalam waktu yang sama pula. Contoh

konkrit adalah penggunaan dasar laut untuk kabel pipa bawah laut, kolomnya

untuk daerah migrasi ikan dan permukaannya untuk alur pelayaran, dan

masih banyak kombinasi kegiatan yang lain, baik antara kegiatan yang statis,

antara kegiatan yang dinamis atau kombinasi kegiatan statis dan dinamis.

3. Penetapan jangka waktu perencanaan, prediksi jangka waktu perencanaan

ruang laut dipengaruhi oleh sumberdaya (resources) yang dikembangkan

oleh masing-masing kegiatan. Generalisasi jangka waktu perencanaan,

seperti yang dilakukan dalam merencanakan ruang darat, menjadi suatu

kendala dalam menyusun rencana tata ruang laut apabila kegiatan yang

dikembangkan pada suatu lokasi tertentu berdasar pada sumberdaya

(resources) yang ada di lokasi tersebut.

Rencana Struktur Ruang

Struktur Ruang diwujudkan sebagai pusat-pusat permukiman yang merupakan

sentra aktivitas kegiatan atau pusat kegiatan dalam jangkauan pelayanan

tertentu. Struktur ruang dalam suatu wilayah perencanaan memiliki hirarki

berdasarkan jangkauan pelayanannya, mulai dari hirarki paling tinggi yang

Page 61: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

55

memiliki jangkauan pelayanan lebih jauh sampai pada hirarki terendah yang

memiliki jangkauan pelayanan lebih dekat. Pusat kegiatan yang berkembang

pada ruang laut diwujudkan dalam berbagai aktivitas diantaranya permukiman,

perikanan tangkap dan budidaya, pelabuhan perikanan, pelabuhan umum,

wisata bahari, pertambangan, dan jasa kelautan. Dalam lingkup perencanaan

wilayah, pusat kegiatan ini berfungsi sebagai pusat permukiman, pada

kedudukan hirarki tertinggi, menengah atau terendah, berdasarkan kajian dalam

suatu unit wilayah perencanaan (Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota). Untuk

lingkup ruang laut, pusat permukiman ini hirarkinya di posisikan sesuai dengan

kajian unit analisis pada cakupan ruang laut yang direncanakan.

Struktur ruang dalam penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut untuk

multi sektor, yaitu rencana tata ruang/rencana zonasi laut wilayah nasional

(RTRWN), rencana tata ruang/rencana zonasi wilayah propinsi (RTRWP),

rencana tata ruang/rencana zonasi wilayah kabupaten/kota (RTRWK), harus

dilakukan secara terpadu antara ruang darat-laut-udara. Unit analisa yang

digunakan dalam menyusun rencana struktur ruang laut sebaiknya

mempertimbangkan dan memperhitungkan keterkaitan unit analisa tersebut

untuk perencanaan wilayah darat maupun udara. Pada sisi yang lain,

penyusunan rencana struktur ruang untuk suatu sektor tertentu, misalnya sektor

perikanan, berimplikasi pada penentuan lokasi pusat kegiatan. Lokasi ini pada

akhirnya dapat berfungsi sebagai lokasi pusat kegiatan atau pusat

pengembangan (pusat pemukiman) dalam kontelasi wilayah yang lebih luas,

yaitu kabupaten/kota, provinsi atau nasional, atau sebagai titik pusat

pengembangan yang mendukung fungsi salah satu pusat pengembangan (pusat

pemukiman) pada konstelasi perencanaan regionalnya (wilayah kabupaten/kota,

privinsi, atau nasional).

Metoda analisa yang digunakan untuk menentukan pusat-pusat permukiman ini

dapat menggunakan contoh metoda analisa penentuan pusat-pusat

pertumbuhan untuk perencanaan wilayah pesisir dan laut yang terdapat pada

Panduan Teknis Perencanaan Wilayah Pesisir dan Laut, Buku 2, Direktorat

Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen KP3K, DKP, 2005

Page 62: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

56

Gambar 20 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Sektor Perikanan

Sumber: Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2004

13

GAMBAR : RENCANA STRUKTUR TATA RUANG DAN ALOKASI

PUSAT- PUSAT KEGIATAN DI WILAYAH PERENCANAAN

Ke

Ma

na

do

KABUPATEN

MINAHASA INDUK

KABUPATEN

MINAHASA INDUK

Fungsi :

- Terminal Regional (Angkutan Darat)- Perdagangan dan Jasa (Regional)

- Perumahan

- Perkantoran Pemerintahan

Fungsi :

- Pertambakan- Perumahan

- Perdagangan & Jasa (Lokal)

Fungsi :

- Perkebunan- Sawah

- Perumahan

Fungsi :

- Perkebunan- Sawah

- Perumahan

Fungsi :

- Perkebunan Rakyat- Sawah

- Pemukiman

- Agroindustri

Fungsi :

- Pelabuhan Perikanan- Pariwisata Pantai (Resor dan

Ekosistem Mangrove)

- Kawasan Lindung- Permukiman Terbatas

- Perikanan Tradisional

Fungsi :

- Pelabuhan Penyeberangan dan Pelelangan Ikan

- Pariwisata Pantai (Resor dan

Ekosistem Mangrove)- Kawasan Lindung

- Permukiman Terbatas

- Perikanan Tradisional

Fungsi :

- Pariwisata Pantai - Wisata Bahari

- Kawasan Lindung

- Perikanan Tradisional

Fungsi :

- Pariwisata Pantai - Wisata Bahari

- Kawasan Lindung

- Perikanan Tradisional

Fungsi :

- Pariwisata Pantai - Kawasan Lindung

- Perikanan Tradisional

- Budidaya Kerang Mutiara

Fun gsi :

- Pusat Perikan an/Pelab uh an/ PPI

- Pariwisata Pan tai

- Ek osistem Mang rov e- Kawasan Lin du ng

- Perik anan Tr adis iona l

- Perm uk im an Terba ta s

Fungsi :

- Pariwisata Pantai - Wisata Bahari

- Kawasan Lindung

- Perikanan Tradisional

KOTA

TOMOHON

Selat Likupang

L a u t S u l a w e s i

L a u t M a l u k u

S e

l a t

L

e m

b e

h

Ke B

itung

Gangga 1

Ke To

ndano

G. Klabat

BANDARA

SAMRATULANGI

Talise

Kema

AIRMADIDI

Kawangkoan

Lihunu

Bango

Ke M

anad

o

1 45’ LU

124 45’ BT 125 00’ BT 125 15’ BT

200000 mU

180000 mU

160000 mU

140000 mU

680000 mT 700000 720000 740000 760000 mT

1 30’ LU

KEC.

LIKUPANG BARAT

KEC.

LIKUPANG TIMUR

KEC.

DIMEMBE

KEC.

TALAWAAN

KEC.

KALAWAT

KEC.

KAUDITAN

KEC.

K E M A

KEC.

W O R I

Talawaan

R ENC AN A TATA RU AN G PESIS IR D AN L AU T

KA BU PATEN M IN AH ASA UTAR A

Gambar : 6.2. Rencana Struktur Tata Ruang dan Alokasi Pusat

Pusat Kegiatan Kabupaten Minahasa Utara

Sumber : - Peta R upabumi Indones ia Skala 1 : 50.000, BAKOSURTANAL, 1991. - Review RTRW Kabupaten Minahasa Tahun 1996.

D IG A M B A R

N A M A T T D

D IP E R IK S A

D IS E T U J U I

0 2 ,5 1 0 1 5 K M

KETERANGAN :

Batas Kabupaten / Kota

Ibukota Kabupaten

Kota Utama

Ibukota Kecamatan

Batas Kecamatan

Pusat Pengembangan Lokal

Batas Desa

Pusat Pengembangan Sub Regional

Pusat Pengembangan Regional

Orientasi Kegiatan

PPL

PPL

PPL

PPL

PPSR

PPR

PPR

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANANDIREKTORAT JENDERAL PESISIR DAN PULAU-PULAU KECILDIREKTORAT TATA RUANG PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

- Interpretasi Citra Landsat ETM 7 + Path / Row 112/59 Tanggal 2 Juni 2005 - RTRW Kabupaten Minahasa Utara, 2003

K a b u pa t e nB o la n g M o n g o n d o w

IND E K S P E TA

K ab upaten M ina ha sa Utara

K a b u pa t e nM in a h a s a

S e la ta n

K a b u pa t e nM in a h a s a

In d u k

K o taTo m o h o n

K o taM a n a d o

K o taB it u n g

Dimembe

Likupang

Wori

KEC.

AIRMADIDI

PPSR

PPSR

PPSR

Tampi

PPSR

Serey

KOTA MANADOKOTA BITUNG

Jalan Nasional (Arteri Primer)

Jalan Provinsi (Arteri Sekunder)

Jalan Kabupaten (Kolektor Primer)

Jalan LokalRencana Jalan TOL Manado-Bitung

Alternatif II

Rencana Jalan TOL Manado-BitungAlternatif I

Rencana Jalan TOL Manado-BitungAlternatif III

RENCANA JALAN TOL MANADO-BITUNG(ALTERNATIF I : MANADO-DIMEMBE-BITUNG)

RENCANA JALAN TOL MANADO-BITUNG(ALTERNATIF II : MANADO-KAWANGKOAN-AIRMADIDI-KAUDITAN-BITUNG)

RENCANA JALAN TOL MANADO-BITUNG(ALTERNATIF III : MANADO-SUKUR-AIRMADIDI-KAUDITAN-BITUNG)

Munte

Kauditan

200

129

68129

299

5

50

50

153

124

115

C (2

) 10

s 17m

12M

157

531

10663

32 59

65

34

69

115

107

49

46

64270

25

61

1315

60

86

43

37

903

C 5s 108m 24M 1040

56

50

18

6

9

88

5

19

29

137

408

1112

675

470

220

687

200

92

1344

35

200

72

73

50

Gambar 21

Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Multi Sektor Sumber: Buku Rencana Tata Ruang Pesisir dan Laut Kabupaten Minahasa Utara, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2005

Page 63: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

57

Rencana Pola Ruang

Rencana Pola Ruang Laut perlu memperhatikan keberadaan kegiatan pada

ketiga dimensi ruang laut (permukaan, kolom dan dasar laut) serta

memperhitungkan kemungkinan keberadaan suatu kegiatan pada ketiga dimensi

ruang tersebut berdasarkan prediksi potensi yang masih tersedia. Penyusunan

rencana pola ruang laut sedikit berbeda dengan penyusunan rencana pola ruang

darat. Kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada ruang darat dan laut sama-

sama ada yang bersifat statis dan dinamis, tetapi alokasi pola ruang darat dan

pola ruang laut harus dibedakan. Pada ruang darat, pola ruang untuk jalan

sifatnya statis dan rigid, sehingga tidak dapat digunakan untuk fungsi kegiatan

lain, misalnya jalan umum tidak dapat digunakan sebagai taman. Sementara itu

alur pelayaran pada ruang laut sifatnya dinamis, artinya zona alur pelayaran

dapat diperuntukkan juga untuk kegiatan lain misalnya alur kapal perikanan.

Pada sisi yang lain, rencana pola ruang darat dengan pola ruang laut harus

dibedakan berdasarkan dimensinya. Pada ruang darat kita mengenal 1 (satu)

dimensi ruang, sementara itu pada ruang laut kita mengenal 3 (tiga) dimensi

ruang. Hal ini sangat mempengaruhi proses penyusunan rencana pola ruang

yang dilakukan. Oleh karena itu, rencana pola ruang disusun untuk ketiga

dimensi ruang yang ada, yaitu permukaan, kolom dan dasar laut.

Rencana pola ruang laut disusun berdasarkan analisis hubungan fungsional

kegiatan dan kesesuaian lahan/ruang seperti halnya yang diterapkan pada

penetapan pola ruang darat. Perbedaan yang perlu diperhatikan untuk

menyusun rencana pola ruang laut adalah dimensi ruangnya. Pola ruang laut

yang ditetapkan adalah pola ruang untuk ketiga dimensi ruang laut. Peta rencana

pola ruang laut mengakomodasi 3 (tiga) layer penetapan pola ruang dari masing-

masing dimensi (permukaan, kolom dan dasar laut). Pada masing-masing

dimensi, pola ruang laut dapat mengakomodasi kegiatan yang multi fungsi

sehingga alokasi ruangnyapun bisa overlaping pada satu zona tertentu. Pola

ruang laut yang mengakomodasi lebih dari satu kegiatan pada suatu zona yang

Page 64: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

58

sama pada waktu tertentu yang sama pula harus di lengkapi dengan peraturan

zonasi yang akan mengatur mekanisme sistem pelaksanaan kegiatannya

termasuk manajemen waktu pemanfaatan dari masing-masing pola untuk setiap

kegiatan, selain peraturan zonasi yang mengatur ketentuan-ketentuan masing-

masing pola ruang yang ditetapkan. Satu hal lagi yang berbeda pada saat

menyusun rencana pola ruang darat dengan pola ruang laut adalah pada saat

menetapkan zona peruntukan dalam satu wilayah perencanaan. Rencana pola

ruang laut akan mengakomodasi zona-zona peruntukan kegiatan yang

direncanakan. Wilayah perencanaan ruang laut yang direncanakan tidak selalu

terbagi habis atas zona-zona peruntukan yang teridentifikasi. Berikut contoh

rencana pola ruang laut untuk satu sektor di Indonesia dan contoh rencana pola

ruang laut multi sektor di negara lain. Rencana pola ruang laut yang diterapkan

di Indonesia masih belum mempertimbangkan pemanfaatan ruang yang multi

use, yaitu pemanfaatan ruang pada satu area tertentu yang bisa dimanfaatkan

oleh lebih dari satu sektor pada waktu yang bersamaan. Untuk masa yang akan

datang, kegiatan pembangunan yang menggunakan ruang laut akan semakin

marak, kompleks dan dapat memicu konflik kepentingan antar sektor/pihak. Oleh

karena itu pendekatan perencanaan yang dilakukan pada ruang laut harus

memperkatikan pemanfaatan ruang yang multi use tersebut.

Gambar 22 Contoh Rencana Pola Ruang satu sektor

Page 65: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

59

Berikut ini beberapa ilustrasi pola ruang laut yang diterapkan di negara lain,

dengan mempertimbangkan pemanfaatan ruang laut yang bersifat multi use.

Gambar 23 Contoh rencana pola ruang layer permukaan laut

Rencana pola ruang pada layer permukaan laut tersebut mendeliniasi batasan

area lisensi yang diperoleh suatu perusahaan untuk mengeksplorasi sumberdaya

kelautan dan batasan area rekreasi pelayaran, serta jaringan alur (rute) kapal

wisata, juga area aktif ekplorasi.

Gambar 24 Contoh rencana pola ruang layer kolom/badan laut

Page 66: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

60

Rencana pola ruang pada layer kolom laut tersebut mendeliniasi batasan area

penangkapan ikan, berdasarkan jenis ikan yang terdapat pada area kolom laut

tersebut

Gambar 25 Contoh rencana pola ruang layer dasar laut

Rencana pola ruang pada layer dasar laut tersebut mendeliniasi lokasi konservasi dan lokasi cagar alam laut dan cagar budaya laut.

Gambar 26 Contoh rencana pola ruang laut overlay

Jangka Waktu Perencanaan dan Skala Peta Rencana

Jangka Waktu Perencanaan

Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa penetapan jangka waktu

perencanaan, prediksi jangka waktu perencanaan ruang laut dipengaruhi oleh

Page 67: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

61

sumberdaya (resources) yang dikembangkan oleh masing-masing kegiatan.

Generalisasi jangka waktu perencanaan, seperti yang dilakukan dalam

merencanakan ruang darat, menjadi suatu kendala dalam menyusun rencana

tata ruang/rencana zonasi laut apabila kegiatan yang dikembangkan pada suatu

lokasi tertentu berdasar pada sumberdaya (resources) yang ada di lokasi

tersebut. Hal ini menuntut kearifan para penyusun rencana tata ruang/rencana

zonasi laut untuk melakukan justifikasi-justifikasi terhadap jangka waktu

perencanaan yang disusun, menyesuaikan pada jangka waktu perencanaan

yang dilakukan di wilayah darat sebagai satu kesatuan produk rencana tata

ruang/rencana zonasi wilayah propinsi/kabupaten/kota. Justifikasi-justifikasi

tersebut dapat dituangkan dalam peraturan zonasi yang disusun.

Skala Peta Rencana

Mengacu pada keterbatasan data dan peta yang ada, bahwa rencana tata ruang

laut menggunakan peta batimetri sebagai peta dasar, maka skala yang dipakai

sebaiknya adalah skala regional. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007

mengamanatkan bahwa skala peta akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

Oleh karena itu skala peta rencana yang dibuat mengacu pada peraturan

tersebut.

Indikasi Program

Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut yang telah selesai disusun, perlu

dilengkapi dengan indikasi program. Proses penentuan indikasi program untuk

rencana tata ruang/rencana zonasi laut similar dengan penentuan indikasi

program rencana tata ruang darat. Indikasi program merupakan tahapan proses

pelaksanaan perencanaan yang telah disusun.

3.1.6 Peraturan Zonasi

Rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang disusun perlu dilengkapi dengan

aturan-aturan pemanfaatan zona yang dibuat (peraturan zonasi). Serupa halnya

pada saat menyusun rencana tata ruang darat, peraturan zonasi meliputi hal-hal

Page 68: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

62

yang terkait dengan standard-standard kebutuhan pengembangan, seperti

kepadatan, standard konstruksi, dll. Keunikan sifat ruang laut menuntut adanya

penambahan aturan dalam peraturan zonasi yang dibuat, yaitu aturan mengenai

kemungkinan beragamnya pemanfaatan ruang (multi use/multi fungsi) dan

mediasi konflik akibat beragamnya kegiatan yang ada tersebut, sebagaimana

diuraikan berikut ini.

3.1.7 Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang Laut.

Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut merupakan

prasarat minimum kajian dan arahan yang diperlukan dalam rangka melengkapi

hasil rencana tata ruang laut yang disusun. Kelengkapan ini yaitu: diversifikasi

ekonomi sumberdaya, multi fungsi penggunaan ruang laut dan mediasi konflik,

sebagaimana diuraikan berikut ini.

Diversifikasi Ekonomi Sumberdaya

Salah satu variabel analisa ekonomi yang digunakan untuk menyusun rencana

tata ruang/rencana zonasi laut adalah sumberdaya (resources). Pada uraian

sebelumnya disampaikan bahwa hal ini akan mempengaruhi variasi jangka

waktu dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, khususnya bagi kegiatan-kegiatan

yang berdasarkan pada sumberdaya (resources). Oleh karena itu deskripsi

mengenai pengalihan fungsi suatu kegiatan pasca produksi dari suatu

sumberdaya perlu termuat pula dalam dokumen rencana tata ruang/rencana

zonasi laut.

Multi Fungsi Penggunaan Ruang Laut

Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat tinggi mengakibatkan

semakin banyaknya sektor-sektor yang akan mengembangkan kegiatannya dan

memanfaatkan ruang laut. Kesempatan multi fungsi penggunaan ruang laut perlu

mencapai situasi kesepakatan (win-win solutions) multi-sektor yang terlibat

berdasarkan kompatibilitinya.

Page 69: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

63

Mediasi Konflik

Kebutuhan pengembangan ruang laut pada masa yang akan datang biasanya

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi dan kelestarian

lingkungan. Oleh karena itu, penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut

dapat mengakomodasi kepentingan multi-sektor pada satu area yang sama.

Konflik kepentingan antar sektor mungkin saja muncul saat rencana tata

ruang/rencana zonasi laut diimplementasikan pada waktu yang akan datang.

Sebagai ilustrasi, konflik yang mungkin muncul antara sektor perikanan dan

sektor pertambangan dan energi. Langkah awal adalah mendeskripsikan tujuan

utama dari pengembangan kegiatan masing-masing sektor tersebut.

3.2. Kelembagaan

Mengacu pada UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana tata

ruang/rencana zonasi laut disusun secara terintegrasi antara ruang darat, ruang

udara dan ruang dalam bumi untuk menghasilkan suatu Rencana Tata Ruang

(RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota. Bappeda bertangung jawab untuk

mengintegrasikan penyusunan RTRW ini. Fokus untuk substansi rencana tata

ruang/rencana zonasi laut, Dinas Perikanan dan Kelautan

Provinsi/Kabupaten/Kota mengemban tugas untuk menjabarkan rencana tata

ruang/rencana zonasi laut dan bertanggungjawab untuk menyampaikan muatan

rencana tata ruang/rencana laut ini kepada Bappeda yang selanjutnya

berkoordinasi dengan sektor terkait lain. Kementerian Kelautan dan Perikanan

memfasilitasi Dinas Perikanan dan Kelautan untuk menyusun substansi materi

rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Kelembagaan yang bertugas untuk

mengimplementasikan rencana tata ruang/rencana zonasi laut mutlak perlu ada.

Struktur kelembagaan diperlukan untuk mengimpementasikan rencana tata

ruang/rencana zonasi laut berdasarkan indikasi program yang dikeluarkan

melalui rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang dibuat. Contoh struktur

kelembagaan dalam rangka implementasi rencana tata ruang/rencana zonasi

diuraikan pada lampiran buku ini.

Page 70: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

64

Mekanisme dan sistem kelembagaan yang disusun bisa melibatkan institusi di

luar daerah perencanaan, khususnya untuk mengembangkan program-program

kerjasama antar daerah/negara yang diperlukan untuk mengimplementasi

rencana tata ruang laut yang memiliki keterkaitan dengan daerah/negara lain.

3.3. Legalisasi dan Skala Peta.

UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa

Rencana Tata Ruang/Rencana zonasi Wilayah disusun secara terpadu, oleh

karena itu rencana tata ruang/rencana zonasi laut adalah komplementer

terhadap rencana tata ruang darat, dan disusun sebagai bagian muatan

Rencana Tata Ruang/rencana zonasi Wilayah. Rencana Tata Ruang/rencana

zonasi Laut disahkan dengan Peraturan Daerah (Perda) mengenai Rencana

Tata Ruang/Rencana Zonasi Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota. Rencana tata

ruang laut/Rencana Zonasi yang disusun untuk pengembangan satu sektor

tertentu merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Wilayah

(Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota), khususnya deliniasi arahan pengembangan

pada ruang lautnya.

Page 71: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

65

DAFTAR PUSTAKA

- Tsunami, Subandono diposaptono – budiman, penerbit buku ilmiah popular,

2006

- Menata ruang laut, Rokhmin Dahuri, penerbit, 2006

- Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Dit. TRLP3K – DKP, 2004

- Pengenalan gempa bumi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,

www.vsi.esdm.go.id;

- A Planning System for Our Seas, LINK

- Marine Spatial Planning in UK coastal and offshore waters, MSPP

Consortium, February 2006

- UNCLOS

- Menata Ruang Terpadu Darat-Laut, Prof. Yakob Rais.

Page 72: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

66

LAMPIRAN

PETUNJUK TEKNIS

PERENCANAAN TATA RUANG/ZONASI LAUT

A. Contoh Uraian Skenario Tata Ruang/Zonasi Laut sektor Perikanan:

(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang

Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP,

2004)

“Skenario pengembangan Teluk Jakarta dalam rangka penyusunan rencana tata ruang untuk kegiatan perikanan budidaya kerang hijau dan bagan tancap menyangkut : skenario peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, skenario penanganan konflik pemanfaatan ruang dan skenario pengaturan pemanfaatan ruang perairan. Peningkatan Kesejahteraan Nelayan

Tingkat kesejahteraan para nelayan sebagai pelaku produksi, berdasarkan telaahan terhadap kondisi yang ada, pada hakekatnya perlu ditingkatkan secara signifikan. Para nelayan tradisional yang ada, sebagai operator dalam usaha penangkapan ikan ternyata belum berorientasi pada pemenuhan produktivitas hasil penangkapan yang dapat dipasarkan secara lebih meluas, tetapi lebih banyak berorientasi pada pemenuhan kebutuhan konsumsinya saja dan sekedar untuk kebutuhan lokal. Demikian pula dengan stakeholder lainnya, misalnya para cukong, ternyata masih mempunyai persepsi/orientasi yang sama. Oleh karena itu, pengembangan proses produksi, melalui pemanfaatan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan harus segera dilakukan. Hal ini juga merupakan dukungan pada orientasi pembangunan berkelanjutan. Selain itu, hal tersebut perlu didukung pula melalui pemanfaatan sumberdaya yang ada, disertai dengan peningkatan dan penguatan potensi sumberdaya manusia yang berorientasi pada pengembangan produksi perikanan. Kondisi kualitas maupun kuantitas sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan nelayan. Semakin lengkap dan baiknya keberadaan sarana dan prasarana akan mempengaruhi percepatan jaringan pemasaran hasil produksi para nelayan untuk menjangkau cakupan pasar yang lebih luas.

Page 73: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

67

Penanganan Konflik Pemanfaatan Ruang Banyaknya kasus konflik yang terjadi di wilayah studi, khususnya antara keinginan para nelayan dengan kebijakan pemerintah daerah memerlukan suatu pemecahan yang bijaksana melalui penyusunan strategi-strategi pemecahan konflik. Prinsip dasar yang harus dipegang dalam penanganan konflik tersebut adalah pemenuhan kepentingan universal yang tidak condong pada salah satu keinginan pihak tertentu saja. Hal ini merupakan suatu pendekatan pemecahan permasalahan yang cukup kompleks. Oleh karena itu pemerintah daerah hendaknya dapat menawarkan suatu solusi pemecahan konflik melalui pendekatan-pendekatan yang mengedepankan kepentingan bersama.

Salah satu strategi yang dapat dilakukan guna menangani konflik ini adalah penyelengaraan forum-forum atau pertemuan untuk menyatukan persepsi tentang pemanfaatan ruang laut. Sela]in ini tindakan aksi dalam rangka memecahkan konflik yang terjadi dapat dibangun melalui penyelenggaraan kerjasama ekonomi.

Pengaturan Pemanfaatan Ruang Perairan Pengembangan kegiatan pemanfaatan sumberdaya laut harus diwadahi melalui pengelolaan ruang laut yang baik agar pembangunan yang dilakukan dapat berkelanjutan. Hal ini merupakan landasan perencanaan yang penting. Kerusakan lingkungan yang terjadi biasanya disebabkan karena pengelolaan pemanfaatan ruang pada daerah tersebut tidak dilakukan dengan baik. Berkaitan dengan pemanfaatan ruang untuk bagan tancap dan rakit kerang hijau, serta menanggapi konflik yang banyak terjadi, maka hal pokok yang perlu dilakukan adalah melakukan pengaturan terhadap pemanfaatan ruang perairan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dalam menunjang kegiatan ini adalah relokasi nelayan. Pengaturan pemanfaatan ini harus disusun dengan melibatkan semua pihak yang terkait, yaitu pemerintah daerah, para nelayan, serta pihak-pihak yang terkait dengan pemanfaatan ruang di perairan tersebut, seperti pelindo, dll. Selanjutnya konsistensi pemanfaatan ini harus diikuti dengan upaya pengawasan yang tertib dan kontinu melalui implementasi hukum yang mengedepankan konsistensi dan konsekuensi penegakan sangsi hokum”.

Page 74: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

68

B. Contoh Konsep Rencana Tata Ruang sektor Perikanan:

(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang

Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP,

2004)

“Berdasarkan telaahan terhadap permasalahan yang muncul di kawasan Teluk Jakarta serta peluang pengembangan yang ada khususnya yang terkait dengan penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau, maka yang menjadi prinsip dasar bagi rencana pengembangan kawasan Teluk Jakarta adalah mengoptimalisasikan pengelolaan dan pemanfaatan ruang lautnya sehingga dapat mempengaruhi peningkatan hasil produksi serta mendeliniasi konflik-konflik pemanfaatan yang terjadi. Pengembangan Kawasan Teluk Jakarta ini di titik beratkan pada upaya penataan bagan tancap dan rakit kerang hijau yang berorientasi pada konsep pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Oleh karena itu pemanfaatan ruang yang dilakukan harus berpengaruh pada upaya peningkatan hasil produksi yang diharapkan serta dapat mendeliniasi konflik-konflik pemanfaatan yang terjadi. Hasil produksi yang tinggi dari penggunaan bagan tancap dan rakit kerang hijau dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: 1. Daerah fishing ground memiliki kadar clorofil yang cukup tinggi, sehingga hal

ini akan mempengaruhi jumlah produksi yang tinggi pula; 2. Pencahayaan, artinya bahwa cahaya bulan yang ada akan berpengaruh

pada peredaran ikan yang ada, semakin banyak cahaya, maka posisi ikan akan semakin terpencar, tetapi jika pencahayaan terfokus pada satu titik (lampu petromak), maka ikan biasanya akan mengumpul;

3. Kerapatan jarak antar bagan dan rakit kerang hijau ternyata akan berpengaruh pada hasil produksi, dimana ada jarak optimal yang harus diterapkan untuk memperolah hasil produksi yang tinggi.

Dalam kaitannya dengan pemanfaatan ruang yang dilakukan, maka telaahannya akan lebih dipengaruhi oleh point 1 (satu) dan 3 (tiga) diatas. Selain ini, menanggapi masalah konflik pemanfaatan yang terjadi di kawasan Teluk Jakarta, maka penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau perlu ditata seoptimal mungkin, sehingga dapat terintegrasi dengan pemanfaatan ruang laut lainnya khususnya pemanfaatan untuk alur pelayaran”.

Page 75: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

69

Gambar 26 Konsep Rencana Tata Ruang Laut (sektor perikanan)

C. Contoh Konsep Rencana Tata Ruang Laut multi sektor:

“KONSEP DASAR DALAM PENYUSUNAN TATA RUANG LAUT DI KABUPATEN MINAHASA UTARA. Proses 1 : Proses yang dibangun atas dasar ekosistem laut yang ada dengan prioritas karakteristik masing - masingnya . Proses ini melihat apakah aktivitas maupun saat ini sudah sesuai dengan daya dukung ekologis. Proses 2: Merupakan proses yang dibangun atas dasar data kesesuaian dengan pemanfaatannya dari ruang laut yang dijadikan wilayah penelitian dalam ini adalah ruang laut Kabupaten Minahasa Utara. Proses 3: Proses pada kebijakan penataan ruang (RTRW Kabupaten Minahasa Utara). Rencana penataan ruang yang sudah dibuat dijadikan dasar untuk analisis terhadap fungsi masing – masing kawasan. Proses 4:

Page 76: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

70

Aktivitas masyarakat yang ada di wilayah perencanaan akan mempengaruhi pada kondisi ekosistem yang ada di laut.

KONSEP RENCANA TATA RUANG LAUT Konsep Perencanaan Tata Ruang Laut Penataan Ruang laut Pengembangan Ruang Laut Penegakan Hukum di Wilayah Pengembangan Laut Pengendalian Lingkungan Hidup Ruang Laut Pemberdayaan masyarakat Pesisir Pencegahan Akibat Bencana Alam”

D. Contoh penetuan Strategi Rencana Tata Ruang sektor Perikanan:

(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang

Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP,

2004)

“Penetapan strategi pengembangan yang dapat diterapkan di kawasan Teluk Jakarta, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Ada beberapa strategi pokok yang dapat dikembangkan dan akan berpengaruh pada rencana tata ruang kawasan yang dilakukan, yaitu : peningkatan produktivitas nelayan bagan tancap dan rakit kerang hijau melalui pemanfaatan teknologi tepat guna, peningkatan sumberdaya manusia, pengaturan/penyediaan sarana dan prasarana, penyelenggaraan forum pertemuan, penyelenggaraan kerjasama ekonomi, relokasi wilayah kerja nelayan, serta implementasi hukum. Peningkatan Produktivitas Nelayan Bagan Tancap dan Rakit Kerang Hijau melalui Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Produksi perikanan yang rendah, pada dasarnya disebabkan karena penggunaan peralatan penangkapan ikan yang masih tradisional. Untuk meningkatkan produksi perikanan, maka diperlukan peningkatan kualitas peralatan penangkapan ikan yang lebih baik. Dalam memilih peralatan yang akan digunakan yang perlu dipertimbangkan adalah implikasi dari peralatan terhadap kualitas lingkungan. Untuk itu perlu dipersyaratkan teknologi peralatan yang akan dikembangkan dan digunakan harus teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi perikanan dan kelautan terhadap PDRB.

Untuk meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap perekonomian wilayah, maka perlu dilakukan peningkatan kapasitas penangkapan atau pengusahaan budidaya. Bila hanya pada upaya peningkatan kapasitas tetapi

Page 77: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

71

tidak didukung dengan peningkatan usaha pengolahan pasca panen maka akan mengakibatkan ketidakstabilan harga ikan karena hanya bergantung pada pasar ikan segar. Oleh karena itu maka orientasi para stakeholder terhadap usaha perikanan perlu diubah kearah pemikiran pengembangan usaha produksi agar tercipta demand yang kontinu dimana akan mendorong kontinuitas supply yang menjadi tantangan para nelayan. Selain ini produksi kerang hijau hanya berorientasi pada pasar-pasar tradisional yang hanya memanfaatkan kerangnya saja, padahal kulit kerang yang ada dapat dikembangkan menjadi suatu komoditi kerajinan yang dapat dipasarkan pula baik untuk konsumsi lokal atau bahkan dapat dikembangkan menjadi komoditi ekspor. Oleh karena itu pengembangan hasil produksi khususnya untuk kerang hijau perlu dilakukan diversifikasi usaha yang didukung dengan pengadaan pasar-pasar alternatif. Menanggapi upaya peningkatan produktivitas melalui pengolahan pasca panen maka hasil produksi ikan maupun kerang hijau yang dihasilkan selain dipasarkan untuk konsumsi lokal, seyogyanya dapat dikembangkan menjadi komoditi yang dapat dipasarkan lebih luas, bahkan diupayakan untuk bisa berorientasi pada pasar ekspor pula. Oleh karena itu perlu ada industri-industri pengolahan hasil produksi yang dikelola secara lebih modern dan profesional.

Peningkatan Sumberdaya Manusia Melalui pembangunan dan pengembangan orientasi usaha ke arah usaha produktif maka akan berkembang penghayatan masyarakat akan peluang-peluang bisnis yang dapat dikembangkan bedasarkan potensi yang ada. Proses perubahan yang terjadi akan menjadi suatu bola salju yang semakin berkembang dalam rangka mendinamisasikan kegiatan ekonomi masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan menjadi asset yang besar dalam mengembangkan ekonomi wilayah secara keseluruhan.

Untuk itu maka perlu dilakukan upaya bersama dari semua stakeholder dalam merubah orientasi usaha dengan melakukan pendidikan dan juga pelatihan dan mengembangkan wadah-wadah percontohan yang dapat ditiru oleh para stakeholder maupun nelayan pada tahap selanjutnya.

Peningkatan skala usaha masyarakat ini harus dilihat dalam sudut pandang yang luas, yaitu dalam arti masyarakat keseluruhan baik dalam peran individu atau kelompok atau perusahaan. Ada berbagai cara untuk meningkatkan skala usaha masyarakat seperti peningkatan kapasitas usaha nelayan secara individu, dalam kelompok nelayan atau perusahaan. Oleh karena itu sumberdaya manusia yang ada perlu ditingkatkan kualitasnya, sehingga dapat mengembangkan usahanya menjadi lebih modern dan profesional.

Pengaturan/Penyediaan Sarana dan Prasarana Untuk mendorong dan mempercepat peningkatan peran sektor perikanan dalam perekonomian wilayah, maka perlu penguatan usaha perikanan, salah satunya melalui/mendorong investor mengembangkan armada perikanan dan juga

Page 78: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

72

pengembangan sentra perikanan yang mendukung usaha perikanan lepas pantai dengan pembangunan infrastruktur pendukungnya. Menanggapi hal ini, di kawasan Teluk Jakarta, sarana dan prasarana yang ada khususnya untuk menunjang produktivitas bagan tancap dan rakit kerang hijau masih belum memadai. Oleh karena itu beberapa upaya yang perlu dikembangkan diantaranya meliputi pengembangan pasar-pasar alternatif, peningkatan kualitas dan kuantitas armada, serta pengaturan alur-alur pelayaran di wilayah studi. Penyelenggaraan Forum-Forum Pertemuan Konflik yang muncul biasanya akibat ada perbedaan persepsi mendasar terhadap suatu kebutuhan yang dipertahankan oleh masing-masing pihak secara mutlak. Ada metode-metode dan proses-proses praktis yang dapat diterapkan untuk memecahkan suatu konflik tertentu. Prinsip dasar yang harus dianut dalam pemecahan suatu konflik adalah menyelesaikan konflik dalam situasi yang tidak mengancam, tidak menekan, dan tidak konfrontasional. Konflik pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan Teluk Jakarta pada dasarnya terjadi akibat adanya kepentingan para nelayan untuk menempatkan bagan tancap dan rakit kerang hijaunya di lokasi-lokasi alur pelayaran kapal-kapal besar. Oleh karena itu pihak-pihak yang terlibat dalam konflik pemanfaatan ruang ini harus saling berinteraksi untuk mengatasi konflik yang terjadi.

Salah satu bentuk upaya pemecahan konflik biasanya diawali melalui penyelenggaraan serangkaian forum pertemuan untuk menyelesaikan masalah. Forum ini dirancang untuk membawa orang-orang berpengaruh dari kelompok-kelompok yang sedang konflik, tetapi bukan para pengambil keputusan utama, bersama-sama mencari cara-cara alternatif yang bisa menghilangkan konfliknya. Tujuannya adalah untuk merubah persepsi mereka mencapai suatu solusi yang mengedepankan kepentingan bersama:„sama-sama menang‟ (win-win). Hal ini bisa dicapai melalui proses pertemuan yang difasilitasi oleh fasilitator. Para fasilitator tidak boleh memaksakan atau bahkan menawarkan solusi untuk (mengakhiri) konflik, namun tujuannya sekedar untuk memudahkan komunikasi dan secara halus membimbing para peserta kearah perubahan sikap (attitude) dan persepsinya.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa konflik yang muncul biasanya akibat mempertahankan kebutuhan (needs) masing-masing bukan mengedepankan suatu kepentingan (interests). Komunikasi masa merupakan kegiatan lanjutan sebagai pelengkap penyelenggaraan forum pertemuan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mempengaruhi pendapat umum dan merubah sikap dan persepsi kelompok-kelompok pendukung. Hal ini sama sekali bukan proses yang sederhana, tetapi proses yang memakan waktu lama, memerlukan ketegaran dan kesabaran yang luar biasa. Persepsi baru yang ditemukan dari hasil pertemuan itu, akan tertransformasi kepada masyarakat yang lebih luas. Media massa, jurnal-jurnal akademik, konferensi-konferensi serta acara-acara khusus dapat membantu perubahan persepsi.

Page 79: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

73

Penyelenggaraan Kerjasama Ekonomi

Pembangunan kerjasama ekonomi dilakukan sebagai sarana untuk memperkuat/meningkatkannya tujuan penyelesaian konflik yang terjadi. Pembangunan kerjasama ekonomi ini merupakan suatu usaha kerjasama yang tujuannya adalah untuk meringankan penderitaan material dari kelompok-kelompok yang bermusuhan terutama diarahkan kepada kelompok yang biasanya menjadi korban dan tidak berkembang. Selanjutnya, pemenuhan kebutuhan dasar pihak yang menjadi korban, baik melalui jalur komunal atau sebagai bagian dari strategi nasional, harus menjadi prioritas utama kebijaksanaan pembangunan pemerintah. Hanya dengan demikian kita dapat bergerak ke arah penanganan konflik sosial yang berlarut-larut.

Kasus yang terjadi di Kawasan Teluk Jakarta menggambarkan bahwa para nelayan seringkali mempertahankan keberadaan bagan tancap dan rakit kerang hijaunya di alur-alur pelayaran kapal-kapal besar, sehingga sering terjadi tabrakan. Secara fisik, memang daerah tersebut dianggap dapat memberikan hasil produksi yang cukup tinggi, tetapi efisiensi penataan secara terintegrasi kurang diperhitungkan. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat pula dilakukan adalah pengembangan-pengembangan kerjasama ekonomi antar pihak-pihak yang terkait di wilayah studi. Bentuk kerjasama yang dikembangkan pada prinsipnya dapat memenuhi kebutuhan dasar bagi para pihak terkait tersebut, khususnya bagi para nelayan. Untuk kawasan Teluk Jakarta, keberadaan Pulau Untung Jawa yang berdekatan dengan kawasan pariwisata dapat dikembangkan untuk mendukung kerjasama ekonomi antar pihak-pihak terkait di wilayah studi. Kerjasama ekonomi yang dikembangkan dititikberatkan pada diversifikasi usaha hasil produksi dari bagan tancap maupun rakit kerang hijau, seperti pengembangan industri kerajinan kulit kerang hijau, peningkatan kualitas pengolahan hasil perikanan untuk konsumsi wisatawan (seafood), serta pengembangan industri-industri pengolahan hasil produksi perikanan.

Relokasi Wilayah Kerja Nelayan Pelaksanaan relokasi diarahkan pada upaya pemanfaatan ruang perairan secara optimal. Berdasarkan analisis kesesuaian ruang yang dilakukan, maka penempatan-penempatan bagan tancap maupun rakit kerang hijau yang ada di kawasan yang kurang sesuai perlu di relokasi ke kawasan-kawasan yang dikategorikan sangat sesuai. Upaya relokasi ini dapat pula didukung melalui pengembangan pemanfaatan bagan apung sebagai salah satu alternatif peningkatan kegiatan budidaya perikanan selain dengan menggunakan bagan tancap. Pola pengaturan yang dapat dilakukan adalah menempatkan setiap bagan apung untuk dikelola oleh tiga orang nelayan secara bersama-bersama baik kepemilikannya maupun pemanfaatannya.

Page 80: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

74

Implementasi Hukum Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang di wilayah laut yang direncanakan dapat terwujud dan terjaga. Kegiatan penertiban merupakan upaya pengembalian tindakan berupa pengenaan sanksi baik berupa sanksi administrasi (pembatalan ijin, pencabutan hak), sanksi perdata (pengenaan denda, ganti rugi dan lain-lain) dan sanksi pidana (penahanan/kurungan). Penertiban harus didukung oleh aparat yang benar-benar memahami aturan-aturan yang diterapkan. Di lapangan, aparat diarahkan untuk dapat menciptakan suatu sinergi yang baik dengan masyarakat. Secara jangka panjang, upaya penertiban sebaiknya diiringi dengan upaya komunikasi yang terbuka serta edukasi/pendidikan yang berkesinabungan demi terciptanya suatu kesadaran publik (publik awareness)”.

E. Contoh Strategi Rencana Tata Ruang Laut Kabupaten Minahasa Utara

1) Strategi Perencanaan Tata Ruang Laut

Strategi Pengembangan Kawasan Lindung

Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya

Strategi Ekologi

Strategi Penataan Kawasan Budidaya Perairan dan Perikanan Tangkap

Strategi Pengembangan Sarana dan Prasarana

Strategi Penataan Kegiatan Sosial, Ekonomi dan Budaya

2) Strategi Pengembangan Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Minahasa

Utara

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Kapasitas Sarana dan

Prasarana

Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelauatan Secara

Optimal

Page 81: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

75

10

TABEL : STRATEGI PENGEMBANGAN SERTA IMPLIKASI SEBAB AKIBAT

PRASARANA DAN SARANA

No. Strategi Faktor Penentu Dampak

1 Peningkatan kualitas

dan kuantitas sarana

dan prasarana dasar

1. Penambahan sarana listrik dan

air bersih.

2. Penambahan sarana komuni-kasi.

1. Peningkatan kualitas produksi hasil perikanan

2. Memperlancar pemasaran hasil produksi

3. Peningkatan efektifitas operasi penangkapan

2 Peningkatan

aksesibilitas

1. Perbaikan dan penambahan

sarana dan prasrana transportasi

darat.

2. Perbaikan dan penambahan sa-

rana transportasi laut.

3. Perbaikan dan penambahan sa-

rana dan prasarana transportasi

udara

1. Memperlancar pema-saran hasil produksi

2. Memperlancar distribusi hasil produksi dan sarana

produksi/ operasi penangkapan ikan

3. Menekan biaya produksi dan biaya pemasaran serta

meningkatkan nilai hasil produksi

3 Optimalisasi Fungsi

PPI/ TPI

1. Peningkatan produksi perikanan.

2. Pembangunan PPI di Likupang

Barat

3. Penambahan dan perbaikan

fasilitas TPI

4. Penambahan sarana komunikasi

5. Penambahan cold storage

6. Pengadaan pabrik es

7. Penambahan industri pengolahan

1. Peningkatan volume dan kualitas hasil produksi

perikanan

2. Memperlancar pemasaran hasil produksi

3. Memperlancar distribusi hasil produksi dan sarana

produksi/ operasi penangkapan ikan

4. Menekan biaya produksi dan biaya pemasaran serta

meningkatkan nilai hasil produksi

4 Peningkatan kualitas

dan kuantitas sarana

/prasarana produksi.

1. Penambahan dan perbaikan unit

penangkapan

2. Peningkatan sarana/prasarana

budidaya

3. Pengadaan lembaga permodalan

1. Peningkatan volume dan ku-alitas hasil produksi

perikanan

2. Pembangunan dan pengembangan sarana prasarana

3. Peningkatan produksi perikanan

4. Penambahan cold storage

5. Pengadaan pabrik es

6. Penambahan industri pengolahan.

Sumber : Hasil Rencana.

11

TABEL : STRATEGI PENGEMBANGAN SERTA IMPLIKASI SEBAB AKIBAT

PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

No. Strategi Faktor Penentu Dampak

1. Pemanfaatan Perikan-

an dan Kelautan seca-

ra optimal.

1. Pemetaan pola migrasi ikan

2. Pemetaan potensi sumberdaya perikanan dan

kelautan

3. Pelestarain dan rehabilitasi mangrove

4. Pembatasan pembukaan hutan mangrove

5. Pelestarian dan rehabilitasi terumbu karang

6. Penggunaan alat tangkap yang ramah

lingkungan

7. Pengelolaan limbah

8. Zonasi wilayah pesisir

9. Resolusi konflik pemanfaatan lahan

2. Zonasi wilayah pesisir

dan laut secara par-

tisipatif

1. Pemetaan potensi sumberdaya perikanan dan

kelautan

2. Pemetaan migrasi ikan

1. Resolusi konflik pemanfaatan lahan

2. Pengelolaan limbah

3. Pengembangan alat tangkap ramah

lingkungan

4. Pembatasan pembukaan hutan

mangrove.

3. Penegakan dan ketaa-

tan hukum dalam

pengelolaan sumber-

daya perikanan dan

kelautan

1. Pengembangan alat tangkap ramah

lingkungan

2. Pengelolaan limbah

1. Pelestarian dan Rehabilitasi Mangrove

2. Pembatasan pembukaan hutan

mangrove

3. Pelestarian dan Rehabilitasi Terumbu

Karang

4. Zonasi wilayah pesisir dan lautan

4. Pengelolaan sumber-

daya perikanan dan

kelautan secara ter-

padu

1. Pengembangan alat tangkap yang ramah

lingkungan

2. Resolusi konflik pemanfaatan daerah

penangkapan

3. Pemetaan migrasi ikan

Pemanfaatan sumberdaya perikanan dan

kelautan secara berkelanjutan

Sumber : Hasil Rencana.

Page 82: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

76

F. Contoh Indikasi Program Rencana Tata Ruang satu sektor tertentu:

No. Program Proyek Tahun

1 2 3 4 5

1 Peningkatan SDM

Nelayan

Sosialisasi Rencana *

Pelatihan budidaya *

Pengenalan Program

Relokasi Wilayah Kerja

*

2 Relokasi Wilayah

Kerja Nelayan

Pemilihan nelayan *

Pelaksanaan *

Monitoring *

3 Bantuan Kredit

Usaha Nelayan

Kredit pembangunan bagan *

Kredit pengelolaan bagan *

Kredit usaha kerajinan *

Kredit pemilikan kapal *

4 Pengembangan

Pasca Panen

Peningkatan kemampuan

managemen

*

Pelatihan

pengelolaan/budidaya

*

Pelatihan usaha kerajinan *

Penyuluhan Pemasaran *

Pendampingan masyarakat *

Page 83: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

77

G. Contoh Indikasi Program Rencana Tata Ruang Multi Sektor:

25

TABEL : INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN PER ZONA PENGEMBANGAN DI WILAYAH

PERENCANAAN TAHUN 2006 – 2016

Zona Pengembangan

Jenis Kegiatan

Rencana Program Tahapan Pembangunan

Sumber Pembiayaan

Intsansi Penanggung Jawab

Tahap I Th. 2006 - 2011

Tahap IITh. 2011 - 2016

I. Kawasan Wori 1. Rencana penyebaran jumlah penduduk APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan danBappeda Kabupaten Minahasa Utara

2. Konsulidasi tanah dan pembangunan perumahan. APBD/Pemda

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda Kab.Minahasa Utara

3. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas Pemerintah. APBD/Pemda

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

4. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas : pendidikan, kesehatan, keagamaan, dll.

APBD/PemdaSwasta

Dinas PU, dan Bappeda Kab.Minahasa Utara

5. Konsulidasi tanah dan pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan).

APBD/PemdaSwasta

Dinas PU, dan Bappeda Kab.Minahasa Utara

6. Konsulidasi tanah dan pembangunan tempat pendaratan ikan (TPI)

APBD/PemdaSwasta

Dinas PU, DKP, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

7. Konsulidasi tanah dan pembangunan pelabuhan penyeberangan

APBD/PemdaSwasta

Dinas PU, Bappeda, dan Dinas Perhub. Kab.Minahasa Utara

8. Pengembangan sektor pertanian pangan lahan kering (perkebunan/ kebun ladang)

APBN/APBD Swasta

Dinas Pertanian Kab.Minahasa Utara

26

Sambungan Hal 56

9. Konservasi hutan lindung. APBN/APBD Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa Utara

10. Lindung preservasi (resapan air, sempadan pantai, dan sungai).

APBD I/II Dinas PU, Bappeda, dan DKP Kabupaten Minahasa Utara

11. Konservasi hutan mangrove. APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

12. Konservasi terumbu karang. APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

13. Prasarana dasar : air bersih, listrik, dan telekomunikasi

APBD I/II/ Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

14. Pembangunan dermaga APBD I/II/Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

15. Pembangunan Kantor TPIAPBD I/II/ Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

16. Pembangunan Ice Storage APBD I/II/ Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

17. Pembangunan kedai pesisirAPBD I/II/ Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

18. Jasa pariwisata (Hotel, resort, dan sarana pendukungnya lainnya

APBD I/II/Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

Page 84: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

78

27

II. Kawasan Likupang Barat

1. Rencana penyebaran jumlah penduduk APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

2. Konsulidasi tanah dan pembangunan perumahan.

APBD/Pemda/Swasta

Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

3. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas Pemerintah.

APBD/Pemda/Swasta

Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

4. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas : pendidikan, kesehatan, keagamaan, dll.

APBD/Pemda/Swasta

Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

5. Konsulidasi tanah dan pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan).

APBD/Pemda/Swasta

Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

6. Konsulidasi tanah dan pembangunan Pelabuhan Perikanan (PPi)

APBD/Pemda/Swasta

Dinas PU, DKP, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

7. Konsulidasi tanah dan pembangunan dermaga

APBD/Pemda/Swasta

Dinas PU, Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

8. Pembangunan break waterAPBN/APBD/ Swasta

Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa Utara

9. Pembangunan kolam pelabuhan APBN/APBD Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa Utara

10. Pembangunan TPI APBD I/II Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

11. Pembangunan kantor TPI APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara

Sambungan Hal 57

28

12. Pembangunan pasar ikan APBD I/II Dinas PU, DKP dan

Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

13. Pembangunan Pabrik es APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan

Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

14. Pembangunan Ice Storage APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan

Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

15. Pembangunan Cold Storage APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan

Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

16. Pembangunan Cool Room APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan

Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

17. Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan

Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

18. Pembangunan jasa dan pariwisata (hotel,

resort, dll)

APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan

Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

19. Konservasi hutan lindung APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan

dan Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

20. Lindung preservasi (resapan air, sempadan

pantai, dan sungai

APBD/

Pemda/

Swasta

Dinas PU, DKP, dan

Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

21. Konservasi hutan mangrove APBD/

Pemda/

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

22. Konservasi terumbu karang APBD/

Pemda/

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

Sambungan Hal 58

Page 85: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

79

29

III. Kawasan

Likupang Timur

1. Rencana penyebaran jumlah

penduduk

APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan,

dan Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

2. Konsulidasi tanah dan pembangunan

perumahan.

APBD/Pemda/

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

3. Konsulidasi tanah dan pembangunan

fasilitas Pemerintah.

APBD/Pemda/

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

4. Konsulidasi tanah dan pembangunan

fasilitas : pendidikan, kesehatan,

keagamaan, dll.

APBD/Pemda/

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

5. Konsulidasi tanah dan pembangunan

infrastruktur (jalan dan jembatan).

APBD/Pemda/

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

6. Konsulidasi tanah dan pembangunan

tempat pendaratan ikan (TPI)APBD/Pemda/

Swasta

Dinas PU, DKP, dan

Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

7. Konsulidasi tanah dan pembangunan

pelabuhan penyeberangan (dermaga) APBD/Pemda/

Swasta

Dinas PU, Bappeda, dan

Dinas Perhub. Kabupaten

Minahasa Utara

8. Pembangunan Ice Storage APBN/APBD/

Swasta

Dinas Pertanian Kabupaten

Minahasa Utara

9. Pembangunan kantor TPI APBN/APBD Dinas Kehutanan

Kabupaten Minahasa Utara

10. Pembangunan pasar ikan APBD I/II Dinas PU dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

Sambungan Hal 59

30

11. Pembangunan Ice Storage APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

12. Pembangunan kedai pesisir APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

13. Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

14. Pembangunan jasa dan pariwisata

(hotel, resort, dll)

APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

15. Konservasi hutan lindung APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

16. Lindung preservasi (resapan air,

sempadan pantai, dan sungai

APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

17. Konservasi hutan mangrove APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

18. Konservasi terumbu karang APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

VI Kawasan

Kema

1. Rencana penyebaran jumlah penduduk APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan,

dan, Bappeda Kabupaten

Minahasa Utara

2. Konsulidasi tanah dan pembangunan

perumahan.

APBD/

Pemda/

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

3. Konsulidasi tanah dan pembangunan

fasilitas Pemerintah.

APBD/

Pemda/

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

Sambungan Hal 60

Page 86: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

80

31

Sumber : Hasil Rencana Tim RTR Pesisir dan Laut Kabupaten Minahasa Utara tahun 2006

4. Konsulidasi tanah dan pembangunan

fasilitas : pendidikan, kesehatan,

keagamaan, dll.

APBD/Pemda/

Swasta

Dinas PU, Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

5. Konsulidasi tanah dan pembangunan

infrastruktur (jalan dan jembatan).

APBD/Pemda/

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

6. Peningkatan kualitas tempat pelelangan

ikan (TPI)

APBD/Pemda/

Swasta

Dinas PU, dan Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

7. Peningkatan kualitas dermaga APBD/Pemda/

Swasta

Dinas PU, Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

8. Pembangunan kedai pesisir APBN/APBD/

Swasta

Dinas Pertanian Kabupaten

Minahasa Utara

9. Pembangunan Ice Storage APBN/APBD Dinas Kehutanan Kab.

Minahasa Utara

10 Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll APBD I/II Dinas PU & Bappeda

Kabupaten Minahasa Utara

11. Pembangunan jasa dan pariwisata (hotel,

resort, dll)

APBD I/II Dinas PU, DKP & Bappeda

Kab. Minahasa Utara

12. Pengembangan tanaman pangan lahan

kering

APBD I/II Dinas PU, DKP & Bappeda

Kab. Minahasa Utara

14. Lindung preservasi (resapan air,

sempadan pantai, dan sungai

APBD I/II/

Swasta

Dinas PU, DKP & Bappeda

Kab. Minahasa Utara

Sambungan Hal 61

H. Contoh Mekanisme Kelembagaan Rencana Tata Ruang Multi Sektor

33

KERANGKA KERJA SISTEM KELEMBAGAAN

Pemkab. Minahasa Utara

MOUPranata PendukungPromosi Gagasan

PemPUS PemPROV

Penggalangan StakeholderKebijakan PengembanganFasilitasi Kerjasama & Promo Subsidi PSD Strategis

PembentukanOtoritas PengembanganPeriikanan Terpa du dan kegiatanWisata Daerah

Elemen:PemprovPemkab. Minahasa Utara

PemberdayaanDinas Terkait UntukPengembangan Kegiatan Perikanan Dan Wisata Di Wilayah Perencanaan

Konsorsium :Pemda

BUMDSwastaKoperasi Masy Lokal

Action Plan Pengembangan Fisik & AktivitasPenggalangan InvestasiBussiness PlanPelaksanaan PengembanganPengelolaan Dampak

Pengembangan & Pengelolaan Berkelanjutan meliputi :

Fisik, Kegiatan, Kerjasama dan Promosi

PERSIAPAN PEMANTAPAN PELAKSANAAN

FasilitasKoordinasi

Bantek

Page 87: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

81

34

STRUKTUR SISTEM KELEMBAGAAN

ACTION PLAN PENGEMBANGAN FISIK & AKTIVITASPENGGALANGAN INVESTASIBUSSINESS PLANPELAKSANAAN PEMBANGUNANPENGELOLAAN DAMPAKPENGEMBANGAN & PENGELOLAAN BERKELANJUTAN MELIPUTI:FisikKegiatanKerjasama dan Promosi

DEVISI

PENGEMBANGAN

ZONA II

DEVISI

PENGEMBANGAN

ZONA III

Fasilitasi dan Bantuan KoordinasiPenugasan, Monitoring & SupervisiPelaporan dan Pertanggung Jawaban

SISTEM MANAJEMEN PENGEMBANGAN DAERAH

ELEMEN PROV Sul: Dinas KP, Dinpar, Dinas PU, BKPMD, sesuai kebutuhan

ELEMEN PEMKAB Minut : Dinpar, Dinas PU, BKPMD, Dinperindag, Dinkop-UKM, Din-Kelautan Perikanan, Dinnaker dll sesuai kebutuhan.

DEPARTEMEN PARIWISATA & SENI BUDAYA

DEPARTEMEN

PEKERJAAN

UMUM

FasilitasiBantek

FasilitasiBantek

FORUM KERJASAMAPEMPROV SULAWESI UTARA – PEMKAB

MINAHASA UTARA

Penugasan Monitoring dan Supervisi

Penggalangan StakeholderKebijakan Pengembangan

Fasilitasi Kerjasama dan Promosi Subsidi PSD Strategis

DEPARTEMEN

KELAUTAN DAN

PERIKANAN

DEVISI

PENGEMBANGAN

ZONA I

DIVISI

PENGEMBANGAN

ZONA IV

PEMBERDAYAAN DINAS TERKAIT DALAM PENGEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN DAN

WISATA Di MINAHASA UTARA DAN SEKITARNYA

Ket :

Page 88: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

82

Masukan dari Konsinyasi :

Pak Pandu

1. Pendekatan ruang laut meliputi permukaan, kolom, dasar;

2. Pendekatan horizontal;

3. Pendekatan waktu;

4. Valuasi ekonomi;

5. Multifungsi wilayah laut;

Pak Sigit

1. Istilah zonasi dan ruang (jangan dipertentangkan..) RTR

dituangkan dalam peta 2D, shg zonasi merupakan cara penuangan

/ menyederhanakan ruang 3D menjadi ruang / peta 2D; zonasi

merupakan terjemahan/proyeksi dari layer-layer mulai permukaan,

kolom sd dasar laut;

2. Pada pendahuluan atau latar belakang disebutkan bahwa sebelum

penyusunan juknis, belum muncul PR dan UUPWP3K. Sehingga

dimungkinkan adanya penyesuaian di kemudian hari. Pada UU

PWP muncul zonasi yang komplemen dg RTR yang bisa dipadu-

serasikan. Ada semacam tinjauan secara keseluruhan antara

wilayah darat dan laut dalam penyusunan RTR;

3. Batas kawasan perencanaan sesuai dengan bts adm, karena akan

dilegalkan. Perlu analisis wilayah perencanaan yang bersifat lebih

detail, yang mungkin sifatnya lintas batas adm. Btas kawasan

sesuai administrasi tidak berlaku pada RTR detail, yang bisa adm

maupun fungsional,dll.

4. Mengenai pendekatan analisis, perlukah analisis seperti menyusun

RTR darat (analisis ekonomi,fisik, sosbud, dll)??. Penyusunan RTR

di laut lain obyeknya, sebaiknya pendekatan sifatnya riil, sederhana

tapi logis. Misalnya dg melihat wilayah perencanaan dari wil

geografis. Contoh laut jawa, dilihat ada kepentingan apa yang

bermain disitu, contoh pelayaran, perikanan tangkap, dll.

Page 89: Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

83