buku penuntun praktikum imunoserologi ii · b. metode pemeriksaan : immunoassay secara kualitatif...

55
PRODI D4 JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II Disusun Oleh : Retno Martini W., S.Si., M.Biomed. Rizana Fajrunni’mah, M.Si.Med.

Upload: others

Post on 15-Nov-2020

15 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

PRODI D4 JURUSAN ANALIS KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II Disusun Oleh : Retno Martini W., S.Si., M.Biomed. Rizana Fajrunni’mah, M.Si.Med.

Page 2: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan dan

rahmatNya sehingga buku penuntun praktikum Imunoserologi II untuk Prodi D4 Jurusan

Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III ini dapat disusun. Buku ini disusun dengan

harapan dapat membantu dan mempermudah mahasiswa dalam mempelajari materi praktikum

Imunoserologi II. Materi dalam buku ini disusun secara lengkap sesuai dengan kurikulum

Perguruan Tinggi dan Capaian Pembelajaran Lulusan yang telah ditetapkan.

Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang

telah membantu baik pikiran, tenaga, saran ataupun masukan. Dengan tersusunnya buku

penuntun praktikum ini, Kami berharap semoga dapat digunakan untuk membantu dan

bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca yang menggunakannya.

Bekasi, Desember 2017

Tim penyusun

Page 3: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………..

Daftar Isi ………………………………………………………………………...

Materi I Pemeriksaan RPR (Rapid Plasma Reagin)…………………………….

Materi II Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay)..

Materi III Pemeriksaan Dengue IgM ELISA…………………………………….

Materi IV Pemeriksaan SD Bioline Dengue NS1 Antigen………………………

Materi V Pemeriksaan HBsAg dengan Teknik ELISA………………………….

Materi VI Pemeriksaan Anti HBs Dengan Teknik ELISA………………………

Materi VII Pemeriksaan Anti HIV 1/2 dengan Teknik ELISA ………………….

Materi VIII Pemeriksaan Anti HIV dengan Teknik Imunokromatografi ………..

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………

1

2

3

8

14

20

24

32

40

48

54

Page 4: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

3

MATERI I

Pemeriksaan RPR (Rapid Plasma Reagin)

A. Tujuan Praktikum :

RPR Carbon antigen digunakan dalam tes non treponemal untuk deteksi kualitatif dan

semi-kuantitatif sifilis menggunakan serum (dipanaskan atau tidak dipanaskan) dan plasma

atau untuk mendeteksi adanya antibodi non-treponemal pada serum manusia.

B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif

C. Dasar Teori :

Sifilis adalah penyakit veneral yang disebabkan oleh mikroorganisme spirochaete

Treponema pallidum. Karena organisme tidak dapat dibiakkan pada media buatan,

diagnosis sifilis tergantung pada korelasi data klinis dengan deteksi antibodi spesifik

dengan tes serologis. Tes antigen VDRL adalah non-Treponemal yang berarti antibodi

yang terdeteksi tidak spesifik untuk Treponema Pallidum, meskipun keberadaannya sangat

menunjukkan infeksi oleh organisme. Tes mengukur antibodi (IgG dan IgM) yang

diproduksi sebagai respons terhadap bahan lipoidal yang dilepaskan dari sel inang yang

rusak serta lipoprotein seperti bahan yang dilepaskan oleh spichaetes. Setelah pengobatan

sukses titer antibodi akan jatuh dengan cepat. Tes skrining serologis untuk sifilis

menggunakan kardiolipin dan lesitin sebagai antigen mudah dilakukan tetapi dapat

menimbulkan proporsi kecil hasil positif palsu karena sebagaimana dinyatakan di atas, tes

menggunakan antigen non-Treponemal. VDRL antigen partikel karbon adalah bentuk

modifikasi dari VDRL Antigen yang mengandung partikel mikro karbon. Ini dirancang

untuk digunakan dalam tes flokulasi untuk sero diagnosis sifilis. Partikel karbon membantu

pembacaan makroskopik hasil. Hasil reaktif yang lemah dapat dengan mudah dan jelas

dibedakan dari pola nonreaktif yang menunjukkan tampilan makroskopik halus. Antigen

ini cocok untuk digunakan baik dalam tes slide manual dan tes reagin otomatis.

RPR adalah salah satu pemeriksaan non-Troponemal untuk sifilis untuk mendeteksi

nonspesifik antibodi (reagin) dalam darah pasien. Pemeriksaan RPR dilakukan dengan

menggunakan metode immunoassay. Pada metode immunoassay ini dilakukan secara

aglutinasi yaitu ikatan antigen dan antibodi pada serum penderita (Larsen et al., n.d.;

Lee,Lim, Lee, & Kim, 2014).

Page 5: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

4

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) masih merekomendasikan bahwa

tes reagin non-Treponemal digunakan sebagai pendekatan diagnostik lini pertama. Dua

jenis non-Treponemal tes telah banyak digunakan: VDRL dan RPR. RPR adalah tes non-

Treponemal baris pertama yang paling umum digunakan untuk mendeteksi infeksi sifilis

(Manuscript, 2014).

D. Prinsip :

Reaksi flokulasi secara imunologis terjadi antara antibodi non-Treponemal (antibodi

yang terdapat dalam serum dengan antigen lipoid yang terdapat dalam reagen RPR).

Antigen RPR adalah antigen modifikasi dari antigen

VDRL yang mengandung micro partikel karbon.

E. Alat dan Bahan :

Alat :

Mikropipet 50µL

Rotator

Kartu tes

Stir drop

Botol dispensing (3 mL)

Jarum

Bahan :

Serum sampel

Antigen

Serum kontrol positif

Serum kontrol negatif

F. Prosedur :

1. Metode Kualitatif

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Dipakai APD.

c. Perkenalan dengan pasien dan pemberian identitas pasien.

d. Dipastikan setiap komponen berada pada suhu kamar.

e. Pereaksi atau reagen dikocok terlebih dahulu.

f. Dibuat kontrol positif dan negatif terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pengujian

sampel.

g. Dipegang pipet di antara ibu jari dan telunjuk. Masukkan tip ke dalam spesimen.

kemudian lepaskan tekanan jari untuk menarik sampel agar tidak terbawa elemen

seluler apapun.

Page 6: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

5

h. Dipegang pipet di atas lingkaran kartu uji dan teteskan satu tetes (50µL) ke atas

kartu. Penting untuk menjaga pipet tetap dalam posisi vertikal sambil mengeluarkan

sampel yang akan diuji.

i. Digunakan bagian ujung datar dari pengaduk, sebarkan sampel sampai menutupi

lingkaran uji.

j. Dipasang jarum pada botol plastik, ambil antigen yang cukup (kocok dengan baik)

untuk jumlah tes yang dilakukan. menjaga jarum pada posisi vertikal, biarkan satu

tetes jatuh pada setiap sampel uji. Jangan diaduk.

k. Diputar kartu tes RPR secara manual atau gunakan rotator selama 8 menit pada 100

putaran/menit.

l. Kemudian dilihat perubahan yang terjadi.

m. *Hasil positif dilanjutkan dengan metode semikuantitatif.

2. Metode Semi Kuantitatif

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Diteteskan satu tetes saline 0,85% pada lingkaran 1 sampai 5, dari kartu uji dengan

menggunakan pipet sekali pakai. Jangan menyebarkan saline.

c. Digunakan pipet volume, teteskan 50 µL sampel pada lingkaran no 1 .

d. Dengan menggunakan pipet, disiapkan pengencer dua kali lipat dengan menarik

campuran ke atas dan ke bawah 5 atau 6 kali. Hindari pembentukan gelembung.

Pindahkan 50 µL dari lingkaran nomor 1 sampai 5 yang mewakili pengenceran

berikut:

Lingkaran 1 2 3 4 5

Pegenceran 1:2 1:4 1:8 1:16 1:32

Page 7: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

6

e. Ulangi langkah 3-5 seperti pada metode kualitatif.

f. Kemudian dilihat perubahan yang terjadi.

G. Interpretasi Hasil :

Pada akhir 8 pemutaran, hasil positif akan menampilkan karakteristik aglutinasi mulai

dari sedikit (reaktif lemah) hingga intens (reaktif kuat).

Hasil reaktif yang sangat lemah ditandai dengan aglutinat kecil di sekitar pinggiran

daerah uji.

Hasil negatif tidak menunjukkan reaksi dan menunjukkan penampilan makroskopik

halus dan bahkan tampak jelas.

Spesimen tes positif harus dilanjutkan pada penelitian serologis lebih lanjut (yaitu

TPHA, FTA, dan ABS) karena seperti halnya prosedur pengujian serologis lainnya,

diagnostik sifilis tidak boleh dilakukan pada hasil reaktif tunggal.

Untuk metode semi dan catat lingkaran terakhir yang menunjukkan hasil positif.

Jika pengenceran tertinggi (1:32) masih menunjukkan reaktivitas kuat, lanjutkan

dengan seri pengenceran dua kali lipat lebih lanjut sampai titer titik akhir dapat

ditentukan.

H. Hasil Pemeriksaan :

I. Kesimpulan:

Page 8: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

7

J. Diskusi dan Pembahasan:

Bekasi, ………………………….

Praktikan,

…………………………………

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

……………………………………………….

Dosen Pembimbing II

…………………………………..

Page 9: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

8

MATERI II

Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay)

A. Tujuan Praktikum : Kit uji TPHA dirancang untuk mendeteksi antibodi terhadap

Treponema pallidum dalam plasma dan serum manusia.

B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif

C. Dasar Teori :

Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

spirochaete Treponema pallidum. Karena organisme ini tidak dapat dikultur pada media

buatan, diagnosis sifilis bergantung pada korelasi data klinis dengan antibodi spesifik

yang ditunjukkan oleh tes serologis. Tes skrining serologis untuk sifilis

menggunakan cardiolipin dan lesitin sebagai antigen karena mudah dilakukan

namun reaksi biologis positif palsu (BFP) sering terjadi karena tes

menggunakan antigen non-Treponemal.

Uji TPI (Treponema Pallidum Immobilisation) dan FTA-ABS (Flourescent

Treponemal Antibody-Absorbant) menggunakan Treponema pallidum patogen sebagai

antigen namun tes ini mengalami beberapa kesulitan untuk serodiagnosis rutin. Tes TPI

memerlukan Treponema pallidum patogen hidup dan tes FTA-ABS memerlukan

mikroskop flouresensi. Kedua tes membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi.

Kit uji TPHA ini telah terbukti menjadi tes yang mudah dan spesifik untuk

diagnosis infeksi treponemal, memiliki spesifisitas yang serupa dengan uji TPI dan

sensitivitas yang sebanding dengan uji FTA-ABS. Ini membutuhkan peralatan

laboratorium minimal dan sangat mudah dilakukan.

Reagen TPHA ini digunakan untuk mendeteksi antibodi serum manusia

terhadap Treponema pallidum dengan metode hemaglutinasi tidak langsung (Indirect

Haemagglutination/IHA). Eritrosit avian yang diawetkan dilapisi dengan komponen

antigenik patogen Treponema pallidum (strain Nichol). Sel Uji ini beraglutinasi dengan

adanya antibodi spesifik terhadap Treponema pallidum, dan menunjukkan pola

karakteristik pada plates mikrotitrasi.

Setiap reaksi nonspesifik yang terjadi dideteksi dengan menggunakan sel

kontrol, yang merupakan eritrosit avian yang tidak dilapisi dengan antigen Triponema

Page 10: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

9

pallidum. Reaksi yang nonspesifik mungkin juga dapat diserap dengan menggunakan

sel kontrol ini.

Antibodi terhadap treponema non patogenik diserap oleh ekstrak treponema

reiter, termasuk dalam suspensi sel. Hasil uji diperoleh dalam 45-60 menit dan pola

aglutinasi sel keduanya mudah dibaca dan tahan lama.

D. Prinsip :

Antibodi spesifik untuk T. pallidum yang ada di dalam serum pasien akan

beraglutinasi dengan awetan eritrosit unggas yang terdapat dalam reageant Plasmatec

TPHA yang telah dilapisi komponen antigenik patogen T.pallidum (Nichol

Strain) dan menunjukkan pola aglutinasi pada sumur mikrotitrasi.

E. Alat dan Bahan :

Alat :

Mikropipet

Sumur plates mikrotitrasi dan

tutup

Bahan :

Serum sampel

Sel test

Sel kontrol

pengencer

Serum kontrol positif

Serum kontrol negatif

Page 11: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

10

F. Prosedur :

1. Metode Kualitatif

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Dipakai APD.

c. Perkenalan dengan pasien dan pemberian identitas pasien.

d. Dipastikan setiap komponen berada pada suhu kamar.

e. Pereaksi atau reagen dikocok terlebih dahulu.

f. Dibuat kontrol positif dan negatif terlebih dahulu. Kemudian dilakukan

pengujian sampel.

g. Setiap sampel membutuhkan 3 sumur plates mikrotitrasi.

h. Ditambahkan 190 µL pengencer ke sumur 1.

i. Ditambahkan 10 µL serum ke sumur 1.

j. Digunakan mikropipet , campurkan isi sumur 1 dan pindahkan 25 µL ke sumur

2 dan 3.

k. Pastikan sel uji dan sel kontrol benar-benar tersuspensi ulang. Ditambahkan 75

µL sel kontrol ke sumur 2. Tambahkan 75 µL sel uji ke sumur 3.

l. Ditepuk wadah dengan lembut untuk mencampur isinya secara menyeluruh.

m. Diinkubasi selama 45-60 menit pada suhu kamar.

n. Peringatan! Jauhkan plates dari panas, sinar matahari langsung dan sumber

getaran.

o. Dibaca hasilnya. Hasil stabil selama 24 jam jika plates ditutup dan perhatikan

tindakan pencegahan.

p. *Hasil positif dilanjutkan dengan metode semikuantitatif.

2. Metode Semi Kuantitatif

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Setiap sampel membutuhkan 8 sumur plates mikrotitrasi. Beri label dari huruf

A sampai H.

c. Ditambahkan 25 µL pengencer ke sumur B sampai H.

d. Dipindahkan 25 µL serum yang telah diencerkan 1:20 dari uji skrining ke sumur

A dan B.

Page 12: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

11

e. Diambil 25 µL serum yang telah diencerkan dari sumur B dan diencerkan serial

dari sumur B ke H dalam 25 µL aliquot, buang 25 µL serum yang telah

diencerkan dari sumur H.

f. Pastikan sel uji benar-benar tersuspensi ulang. Ditambahkan 75 µL sel uji untuk

sumur A sampai H. Ini akan memberi pengenceran serum 1/80 di sumur A

sampai 1/10240 di sumur H.

g. Dikocok wadah dengan lembut untuk mencampur isinya dengan saksama.

h. Diinkubasi selama 45-60 menit pada suhu kamar. Peringatan! Jauhkan plates

dari panas, sinar matahari langsung dan sumber getaran.

i. Dibaca hasilnya. Hasil stabil selama 24 jam. Jika plates tertutup dan perhatikan

tindakan pencegahan.

HASIL SEL UJI SEL KONTROL

Positif Kuat Pola sel penuh yang menutupi

dasar sumur

Tidak ada aglutinasi yang padat

Positif Lemah Pola sel mencakup kira-kira 1/3

dari dasar sumur

Tidak ada aglutinasi yang padat

Tidak Pasti Pola sel menunjukkan pusat yang

terbuka

Tidak ada aglutinasi yang padat

Negatif Sel menetap dibagian bawah yang

padat, biasanya dengan pusat

kecil yang jelas

Tidak ada aglutinasi yang padat

Nonspesifik Reaksi positif Reaksi positif

G. Penyerapan non spesifik

Ditambahkan 100µL serum uji ke dalam tabung kecil lalu ditambahkan 400µL sel

kontrol. Dicampurkan secara merata dan dibiarkan dalam posisi tegak lurus selama

1 jam.

Disentrifugasi selama 15 menit pada 1000 rpm dan diuji supernatan menggunakan

metode kualitatif.

Catatan: sampel kini pada 1/5, ini harus diperhitungkan ketika melakukan

pengenceran. Jika hasilnya berulang kali tidak spesifik, maka sampel harus diuji

dengan metode lain misalnya Reagin atau FTA-ABS.

Page 13: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

12

H. Interpretasi Hasil :

Reaksi positif yang kuat dapat menunjukkan beberapa lipatan di tepi sel tikar.

Ketika sumur uji menunjukkan hasil positif, kontrol juga harus diamati. Sel-sel

kontrol harus menetap dengan kompak. Mereka tidak digunakan sebagai

pembanding untuk pola serum non reaktif karena sel kontrol akan memberikan pola

yang lebih kompak dari sel uji. Aglutinasi dalam sumur kontrol juga menunjukkan

adanya aglutinin non spesifik dalam sampel, maka tes harus dilaporkan INVALID.

Serum yang memberikan hasil tersebut dapat diserap dengan menggunakan Sel

Kontrol seperti yang diperinci di bagian penyerapan nonspesifik.

Reaksi yang meragukan dengan sel uji harus dilaporkan sebagai

INDETERMINATE. Hasil ini dapat menunjukkan tingkat antibodi yang rendah

pada sifilis primer awal atau frambusia. Sampel ini harus diuji ulang terlebih dahulu

dengan uji kualitatif, kemudian sampel harus diuji di kemudian hari untuk

menentukan apakah ada titer yang naik atau tidak. Dianjurkan juga untuk

melakukan tes reagin dan/atau tes konfirmasi lain (FTA-ABS) untuk melengkapi

profil serum tes.

I. Hasil:

J. Kesimpulan :

Page 14: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

13

K. Diskusi dan Pembahasan:

Bekasi, ………………………….

Praktikan,

…………………………………

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

……………………………………………….

Dosen Pembimbing II

…………………………………..

Page 15: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

14

MATERI III

Pemeriksaan Dengue IgM

A. Tujuan Praktikum :

Untuk mengetahui pemeriksaan Dengue dengan Teknik ELISA.

Untuk mengetahui adanya anti-DEN-IgM-Antibodi dalam serum.

B. Metode Pemeriksaan : Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

C. Dasar Teori :

Dengue merupakan flavivirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Virus ini tersebar luas di daerah beriklim tropis dan subtropis di seluruh dunia

serta menyebabkan hingga 100 juta infeksi setiap tahun. Infeksi Dengue klasik ditandai

oleh adanya demam mendadak, sakit kepala yang hebat, myalgia, arthralgia, dan bintik

kemerahan. Infeksi primer virus Dengue menyebabkan terbentuknya antibodi IgM yang

meningkat hingga kadar yang dapat dideteksi dalam waktu 3 sampai 5 hari sejak adanya

demam. Antibodi IgM pada umumnya menetap selama 30 hingga 90 hari. Kebanyakan

pasien penderita infeksi Dengue di daerah endemik mengalami infeksi sekunder, sehingga

memiliki antibodi IgG spesifik dengan kadar yang tinggi sebelum atau bersamaan dengan

adanya respon berupa antibodi IgM. Oleh karena itu deteksi antibodi anti-Dengue spesifik

berupa IgM dan IgG dapat membantu membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder.

D. Prinsip :

HUMAN Dengue IgM ELISA didasarkan pada teknik Sandwich ELISA. Sumur strip

microtiter sebagai fase padat dilapisi dengan Dengue–antigen (DEN Ag). Pada langkah

inkubasi pertama antibodi spesifik yang sesuai (DEN-IgM-Ab) yang ada pada spesimen

pasien atau kontrol berikatan dengan antigen pada fase padat. Pada akhir inkubasi

komponen yang tidak terikat dicuci. Pada inkubasi kedua, konjugat anti-IgM (antibodi

anti-human IgM, konjugat peroksidase) yang ditambahkan akan mengikat secara khusus

antibodi kelas IgG yang menghasilkan pembentukan immunokompleks yang khas. Setelah

pencucian kedua untuk menghilangkan konjugasi yang berlebih, TMB/substrat

ditambahkan. Warna biru berubah menjadi kuning setelah reaksi berhenti. Intensitas

warnanya berbanding lurus dengan konsentrasi DEN-IgM-Ab dalam spesimen.

Page 16: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

15

E. Alat dan Bahan :

Alat :

Strip Mikrotiter

Mikropipet

Yellow tip

Inkubator

ELISA Reader

Wadah Subsrat

Wadah Larutan Pencuci

Bahan :

Kontrol positif dan negatif

Konjugat

Subsrat

Larutan Pencuci (WASH)

Larutan Penghenti (STOP)

Aquadest

Serum

F. Prosedur :

1. Pembuatan Larutan Pencuci :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Diencerkan larutan pencuci (WASH) dengan aquadest dengan perbandingan 1:20.

c. Dipipet 800 µL larutan pencuci (WASH).

d. Dipipet 16.000 µL Aquadest, dihomogenkan.

e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C.

2. Pengenceran Sampel :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Diencerkan sampel dengan diluent dengan perbandingan 1:100.

c. Dipipet 10 µL sampel.

d. Dipipet 1000 µL diluent, dihomogenkan.

e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C.

3. Distribusi Kontrol dan Sampel :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Dipipet kontrol negatif sebanyak 100 μL ke dalam sumur B1 dan C1.

c. Dipipet kontrol positif sebanyak 100 μL ke dalam sumur D1 dan E1.

d. Dipipet sampel serum yang telah diencerkan sebanyak 100 μL ke dalam sumur F1,

GI dan H1.

e. Ditutup mikrotiter dengan strip perekat.

f. Diinkubasi selama 60 menit di dalam inkubator pada suhu 37 °C.

4. Proses Pencucian :

a. Disiapkan alat dan bahan.

Page 17: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

16

b. Dilepaskan Strip perekat lalu dibuang isinya ke dalam larutan natrium hipoklorit 5%

c. Ditambahkan Larutan pencuci sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur.

d. Dibuang isinya setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 3 kali.

e. Setelah mencuci, dibersihkan sisa cairan dengan mengetuk mikrotiter secara terbalik

di atas kertas tisu.

5. Distribusi Konjugat :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Ditambahkan konjugat sebanyak 100 μL ke dalam sumur B1 sampai dengan H1.

c. Dicampurkan dengan perlahan.

d. Ditutup mikrotiter dengan strip perekat.

e. Diinkubasi selama 30 menit di dalam inkubator pada suhu 37 °C.

6. Proses Pencucian :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Dilepaskan Strip perekat lalu dibuang isinya ke dalam larutan natrium hipoklorit

5%.

c. Ditambahkan Larutan pencuci sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur.

d. Dibuang isinya setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 3 kali.

e. Setelah mencuci, dibersihkan sisa cairan dengan mengetuk mikrotiter secara

terbalik di atas kertas tisu.

7. Pembuatan dan Distribusi Substrat :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Ditambahkan Substrat sebanyak 100 μL ke masing-masing sumur.

c. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter.

d. Diinkubasi selama15 menit pada suhu 15 – 25 °C.

8. Distribusi Larutan Penghenti (Stop Solution) :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Ditambahkan Larutan penghenti (STOP) sebanyak 100 µL ke masing-masing

sumur.

c. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter.

9. Pembacaan Absorbans :

a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah

penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620-690 nm

(jika ada).

b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV.

Page 18: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

17

G. Validasi Hasil

Pemeriksaan dapat dianggap valid jika sesuai dengan kriteria berikut :

1. Substrat pada well A1 < 0,100

2. MNC ≤ 0,300

3. PC : A450 ≥ COV

H. Perhitungan

Rata-rata nilai absorban dari NC pada well B1 dan C1 (MNC) adalah sebagai berikut :

I. Interpretasi Hasil

1. Hasil dianggap Positif jika nilai absorbansi > 10% dari COV

2. Hasil dianggap Negatif jika nilai absorbansi < 10% dari COV

3. Hasil tidak dianggap Positif atau Negatif apabila kurang dari 10% > COV atau kurang

dari COV < 10%

Hasil Interpretasi

A450 (pasien) ≥ COV + 10% Anti-DEN-IgM-Ab Positif

A450 (pasien) < COV – 10% Anti-DEN-IgM-Ab Negatif

Nilai Absorbansi x 10

COV= 𝑈/𝑚

Misal: Cut-off 10 U/mL

Grey zone 9-11 U/mL

Negatif 9 U/mL

Positif > 11 U/mL

MNC = Abs 450 (B1) + Abs 450 (C1)

2

Cut-off value (COV) = MNC + 0,35

Page 19: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

18

J. Hasil Pemeriksaan

Page 20: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

19

K. Kesimpulan

L. Diskusi dan Pembahasan

Bekasi, ………………………….

Praktikan,

…………………………………

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

……………………………………………….

Dosen Pembimbing II

…………………………………..

Page 21: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

20

MATERI IV

Pemeriksaan SD Bioline Dengue NS1 Antigen

A. Tujuan Praktikum : Untuk mendeteksi antigen dengue virus NS1 secara kualitatif

dalam serum manusia, plasma atau darah lengkap sebagai

diagnosis infeksi awal dengue akut dengan teknik

imunokromatografi secara in vitro, one step assay.

B. Metode Pemeriksaan : Imunokromatografi, Rapid test

C. Dasar Teori :

Virus demam berdarah, ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus,

yang tersebar luas pada daerah tropis dan subtropis di dunia. Terdapat empat serotipe yang

berbeda (virus demam berdarah 1, 2, 3, dan 4). Pada anak-anak, infeksi sering subklinis

atau disebabkan karena self limited febrile disease. Bagaimanapun, jika pasien terinfeksi

untuk kedua kalinya dengan serotipe yang berbeda seperti penyakit yang lebih parah,

demam berdarah dengue, atau sindrom syok dengue, yang lebih mungkin dapat terjadi.

Demam berdarah dianggap sebagai penyakit virus yang dibawa oleh arthropoda yang

paling penting karena morbiditas dan mortalitas manusia yang diakibatkannya.

NS1 adalah glikoprotein yang hadir pada konsentrasi tinggi pada sera pasien yang

terinfeksi dengue selama fase klinis awal penyakit. Antigen NS1 ditemukan dari hari

pertama sampai 9 hari setelah timbulnya demam pada sampel pasien primer dan sekunder

yang terinfeksi dengue. Biasanya IGM tidak terdeteksi pada 5 sampai 10 hari setelah gejala

penyakit infeksi dengue primer dan pada 4 sampai 5 hari setelah gejala penyakit infeksi

dengue sekunder. Pada infeksi primer, IgG muncul pada hari ke 14 dan bertahan untuk

hidup. Infeksi sekunder menunjukkan kenaikan IgG dalam 1 – 2 hari setelah timbulnya

gejala dan menginduksi respon IgM setelah 20 hari infeksi.

D. Prinsip :

Alat uji berisi strip membran, yang dilapisi dengan tangkapan anti-dengue NS 1 Ag

pada daerah band uji. Anti-dengue NS 1 Ag-koloid terkonjugasi dan serum, plasma, atau

sampel darah lengkap bergerak sepanjang membran secara kromatografi ke daerah uji (T)

dan membentuk garis yang terlihat sebagai bentuk partikel emas antibodi-antigen-antibodi.

Page 22: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

21

SD Bioline Dengue NS 1 Ag tes memiliki 2 garis pre-coated, “T” (garis tes) dan “C”

(garis kontrol). Baik garis tes dan garis kontrol pada jendela hasil tidak terlihat sebelum

memberikan sampel. Garis kontrol digunakan untuk kontrol prosedural dan harus selalu

muncul jika prosedur uji dilakukan dengan benar. Dengue NS 1 Ag dapat identifikasi

antigen virus dengue NS1 pada serum, plasma, dan spesimen darah dengan sensitivitas

dan spesifisitas yang tinggi.

E. Alat dan Bahan

SD Bioline Dengue NS1 Ag kit berisi item sebagai berikut:

Perangkat uji dalam kantung foil dengan dessicant

Droppers sekali pakai

Petunjuk untuk penggunaan

Sampel :

Darah lengkap (yang berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)

Plasma (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)

Serum (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)

I. Prosedur :

1. Dikeluarkan alat uji dari kantong foil, dan diletakkan diatas permukaan yang datar dan

kering.

2. Dengan droper sekali pakai, ditambahkan 3 tetes (sekitar 100 ul) dari spesimen ke

dalam well sampel.

3. Ketika pemeriksaan berlangsung, akan muncul warna ungu pada celah hasil yang

berada di bagian tengah perangkat.

4. Hasil pemeriksaam diinterpretasikan dalam 15 – 20 menit.

Perhatian : Hasil jangan dibaca tes setelah 20 menit. Telat pembacaan dapat

memberikan hasil palsu.

Page 23: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

22

5. Hasil positif tidak akan berubah begitu sudah terbentuk pada 15 – 20 menit.

Bagaimanapun, untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan, hasil tes seharusnya tidak

di interpretasi lebih dari 20 menit.

Validasi Hasil :

Dengan memperhatikan terbentuk atau tidaknya garis pada garis kontrol.

J. Interpretasi Hasil :

Hasil Negatif

Hanya terlihat garis kontrol saja (C) pada jendela hasil.

Hasil Positif

Terdapat 2 garis pada jendela hasil, yaitu garis tes dan garis kontrol.

Hasil invalid

Jika warna tidak terlihat di garis kontrol maupun garis kontrol dan garis tes setelah

dilakukan tes, hasil dianggap tidak valid. Dianjurkan untuk melakukan tes ulang.

Page 24: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

23

K. Hasil Pemeriksaan :

L. Kesimpulan :

M. Diskusi dan Pembahasan:

Bekasi, ………………………….

Praktikan,

…………………………………

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

……………………………………………….

Dosen Pembimbing II

…………………………………..

Page 25: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

24

MATERI V

Pemeriksaan HBsAg dengan Teknik ELISA

A. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui pemeriksaan HbsAg dengan Teknik ELISA,

untuk mengetahui adanya antigen permukaan HBV (HBsAg) dalam serum.

B. Metode Pemeriksaan : ELISA

C. Dasar Teori :

Hepatitis adalah penyakit sistemik yang diawali dari hati. Kebanyakan kasus hepatitis

akut disebabkan oleh Virus Hepatitis A, Hepatitis B, atau Hepatitis C. Hepatitis B adalah

peradangan hati yang terjadi karena adanya infeksi dari Virus Hepatitis B (HBV). Hepatitis B

umumnya menular dari ibu ke anak saat proses kelahiran atau pada anak usia dini (Selamoglu,

2009). Hepatitis B dapat juga ditularkan melalui pemaparan mukosa terhadap darah atau cairan

tubuh lain yang terinfeksi termasuk cairan semen dan vaginal. Gejala hepatitis B adalah urin

yang gelap, penyakit kuning, kelelahan yang berlebihan, mual, muntah, dan nyeri perut (WHO,

2013). Berdasarkan hasil RISKESDAS 2007, Indonesia tergolong negara dengan endemisitas

tinggi, sehingga Indonesia merupakan negara dengan pengidap hepatitis terbesar nomor 2

diantara negara-negara ASEAN.

HBV adalah virus yang termasuk dalam keluarga Hepadnaviridae. Partikel HBV

berbentuk bulat dengan diameter 42 nm (Selamoglu, 2009). Virus ini memiliki selubung dan

nukleokapsid yang berbentuk ikosahedral. Nukleokapsid pada HBV berfungsi untuk

melindungi material genetik berupa rcDNA (relaxed circular DNA) dan DNA Polimerase.

HBV memiliki tiga antigen yang dapat dikenali oleh sistem imun tubuh, yaitu HBcAg, HBeAg,

dan HBsAg (Selamoglu, 2009). Core (HBcAg) merupakan antigen yang berada di bagian inti

HBV, Pre core (HBeAg) merupakan partikel yang disekresikan oleh sel inang dan merupakan

partikel yang infeksius, sedangkan HBsAg adalah antigen yang terletak pada permukaan

selubung HBV (Lunsdorf et al., 2011).

Page 26: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

25

Struktur Virus Hepatitis B (Selamoglu, 2009)

Pada pasien yang terinfeksi HBV, protein permukaan virus (HBsAg) akan diproduksi

secara berlebihan di sel hati bahkan melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk merakit virus baru.

Protein permukaan ini kemudian disekresikan sebagai campuran partikel berbentuk bola dan

tubular (Virus Like Particle) ke dalam darah. Dengan demikian, pada serum pasien yang

terinfeksi HBV ditemukan virus utuh tetapi ada juga partikel bola kosong dan partikel tubular

yang terdiri dari protein permukaan (Lunsdorf et al., 2011). Kehadiran HBsAg dalam serum

atau plasma mengindikasikan adanya infeksi aktif dari Hepatitis B, bisa infeksi akut ataupun

kronik. Pada infeksi Hepatitis B, HBsAg akan terdeteksi pada 2 sampai 4 minggu sebelum

tingkat ALT menjadi abnormal dan 3 sampai 5 minggu sebelum timbul gejala klinis (Kramvis

et al., 2005).

Deteksi HBsAgdapat dilakukan dengan beberapa metode pemeriksaan, yaitu serologi

dan Polymerase Chain Reaction (PCR). Uji serologi antara lain menggunakan metode Enzyme

Immunoassay (EIA), Enzyme Linked Immunoassay (ELISA), Enzyme Linked Flouroscent

Assay (ELFA), Immunochromatography Test (ICT) atau rapid test, Radio Immunoassay (RIA),

dan Chemiluminescent Microparticle Immunoassay (CMIA). Sedangkan untuk mendeteksi

DNA virus dapat digunakan PCR (Rina, dkk., 2006).

ELISA adalah suatu singkatan bahasa Inggris yang disebut dengan Enzyme Linked

Immunosorbent Assay atau penetapan kadar immunosorben taut enzim yang merupakan suatu

uji serologis. Menggunakan teknik ELISA dalam bidang imunologi untuk menganalisis

interaksi antara antigen dan antibodi didalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai

dengan menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelapor/signal. Selanjutnya

Page 27: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

26

digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi/antigen dengan

menggunakan antibodi/antigen spesifik. Teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji

kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi/antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu

berupa spektrofotometer dan dengan cara menentukan jumlah penambahan kadar

antibodi/antigen, sehingga dapat dibuat suatu kurva standard antara kadar antibody atau antigen

yang dapat dihitung berdasarkan absorbansinya (Ichwan, 2014).

ELISA dianggap pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi

yang mampu menunjang diagnosa klinis hepatitis B. ELISA (EIA) dibagi menjadi dua macam

yaitu homogenous EIA dan heterogenous EIA. Homogenous EIA berguna untuk pemeriksaan

bahan obat-obatan, hormon dan lain-lain. Sedangkan heterogenous EIA berguna untuk

pemeriksaan bahan yang memiliki berat molekul besar misalnya antigen dan antibodi.

Pemeriksaan parameter petanda serologis hepatitis B termasuk dalam kelompok kedua yaitu

heterogenous EIA.

Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu :

1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (phase padat). Pelapisan

dengan dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen.

2. Penambahan bahan yang ditentukan (diperiksa), misalnya serum, plasma, saliva dan cairan

tubuh yang lain.

3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan antigen antibody yang

terjadi. Ada dua detektor yang digunakan yaitu :

a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim, misalnya Horse

Radish Peroxidase (HRPO), Alkaline Phosphatase, Urease, Glucose Oxidase (GOP)

dan lain-lain.

b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada reaksi. Misalnya

TMB (Tetra Methyl Benzidine), O- Toluidine, OPD, ABTS dan lain-lain.

ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA kompetitif,

ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA yang ketiganya memiliki

prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi antigen antibodi (Faizal, 2011).

HBsAg ELISA merupakan pemeriksaan berdasarkan metode sandwich immunoassay.

Antibodi monoklonal spesifik terhadap HBsAg dilekatkan pada well sample kemudian serum

sampel yang mengandung HBsAg ditambahkan sehingga terbentuk ikatan antigen antibodi,

selanjutnya ditambahkan anti HBs yang dilabel konjugat peroksidase sehingga terbentuk ikatan

komplek dan melepaskan peroksida yang bereaksi dengan chromogen membentuk senyawa

Page 28: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

27

berwarna biru yang intensitasnya sebanding dengan konsentrasi HbsAg dalam sampel. Reaksi

dihentikan dengan penambahan asam sulfat sebagai stop solution sehingga warna berubah

menjadi kuning yang dibaca absorbannya dengan alat ELISA Plate Reader pada λ 450 nm dan

620 – 700 nm.

D. Prinsip :

Tes HBsAg didasarkan pada teknik ELISA antigen langsung menggunakan

microwells yang dilapisi dengan antibodi monoklonal (mab, mouse) terhadap HBsAg.

Sampel uji bereaksi bersamaan dengan mab fase padat dan dengan sebuah antibodi

anti-HBs poliklonal (kelinci percobaan [marmot]) dikonjugasikan dengan horseradish

peroxidase.

Jika HBs Ag ada dalam sampel, kompleks yang mengandung peroksidase

ditangkap di permukaan microwell (Langkah 1). Setelah inkubasi, konjugat enzim tak

terikat dihilangkan dengan cara mencuci. Larutan substrat ditambahkan (Langkah 2) dan

selama inkubasi lanjutan, warna biru timbul. Setelah pemberhentian reaksi dengan larutan

asam, warna berubah menjadi kuning. Intensitas warna ini, sebanding dengan jumlah

HBsAg dalam spesimen.

Penyerapan kontrol dan spesimen ditentukan dengan menggunakan ELISA

READER atau sistem ELISA otomatis (seperti HUMAN's Humareader atau jalur

ELISYS). Hasil untuk sampel pasien diperoleh dengan perbandingan dengan cut off value

(nilai batas ambang negatif).

E. Alat dan Bahan

1. Alat :

a. Strip mikrotiter

b. Mikropipet

c. Yellow tip

d. Inkubator

e. ELISA Reader

f. Wadah Substrat

g. Wadah Larutan Pencuci

h. Wadah waste

2. Bahan :

a. Kontrol Positif dan Negatif

b. Konjugat

c. Substrat A dan B

d. Larutan Pencuci

e. Larutan Penghenti (Stop)

f. Aquadest

g. Sampel : Serum

Page 29: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

28

F. Prosedur :

1. Pembuatan Larutan Pencuci :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Diencerkan larutan pencuci (WASH) dengan aquadest dengan perbandingan 1:19.

c. Dipipet 1,5 mL larutan pencuci (WASH).

d. Dipipet 28,5 mL Aquadest, dihomogenkan.

e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C.

2. Distribusi Kontrol dan Sampel :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Dipipet kontrol negatif sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1, C1, D1.

c. Dipipet kontrol positif sebanyak 50 μL ke dalam sumur E1 dan F1.

d. Dipipet sampel serum sebanyak 50 μLke dalam sumur G1 dan H1.

3. Distribusi Konjugat :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Ditambahkan konjugat sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1 sampai dengan H1.

c. Dicampurkan dengan perlahan.

d. Ditutup mikrotiter dengan strip perekat.

e. Diinkubasi selama 80 menit di dalam inkubator pada suhu 37 °C.

4. Proses Pencucian :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Dilepaskan strip perekat lalu dibuang isinya ke dalam larutan natrium hipoklorit

5%

c. Ditambahkan larutan pencuci sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur.

d. Dibuang isinya setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 7 kali.

e. Setelah mencuci, dibersihkan sisa cairan dengan mengetuk mikrotiter secara

terbalik di atas kertas tisu.

5. Pembuatan dan Distribusi Substrat :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Ditambahkan Substrat A dan Substrat B masing-masing sebanyak 500 μL.

c. Stabilitas : 30 menit dalam suhu 15 – 25 °C.

d. Substrat yang telah dicampurkan, ditambahkan sebanyak 100 μL ke masing-

masing sumur.

e. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter.

f. Diinkubasi selama 30 menit pada suhu 15 – 25 °C.

Page 30: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

29

6. Pembacaan Absorbans :

a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah

penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620 – 690 nm

(jika ada).

b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV.

G. Interpretasi Hasil :

Perhitungan Nilai Kontrol, Cut Off dan Cut Off Index :

Nilai absorbansi rata-rata kontrol negatif dalam sumur B1, C1, dan D1 (MNC) dan

kontrol positif pada sumur E1 dan F1 (MPC) di hitung menurut :

MNC = A450 (B1) + A450 (C1) + A450 (D1)

3 MPC =

A450 (E1) + A450 (F1)

2

COV = MNC + 0.025

Validasi :

1. Blank A1 <0,100 : Harus tidak berwarna atau kuning muda, jika tidak tesnya

tidak valid dan harus diulang

2. MNC <0,100

3. MPC ≥0,600

4. MPC - MNC ≥0,50

Interpretasi Hasil :

Hasil Interpretasi

A450 (spesimen) < COV Negatif untuk HBsAg non-reaktif

A450 (spesimen) > COV Positif untuk HBsAg non-reaktif

Awalnya reaktif : uji ulang

Tesulang yang sama HBsAg

A450 (spesimen) > COV Berulang kali reaktif : melakukan tes

konfirmasi

Page 31: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

30

H. Hasil Pemeriksaan :

I. Kesimpulan :

Page 32: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

31

J. Diskusi dan Pembahasan:

Bekasi, ………………………….

Praktikan,

…………………………………

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

……………………………………………….

Dosen Pembimbing II

…………………………………..

Page 33: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

32

MATERI VI

Pemeriksaan Anti HBs Dengan Teknik ELISA

A. Tujuan Praktikum :

Untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) dalam

serum atau plasma manusia.

B. Metode Pemeriksaan : Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

C. Dasar Teori :

Hepatitis adalah penyakit sistemik yang diawali dari hati. Kebanyakan kasus

hepatitis akut disebabkan oleh Virus Hepatitis A, Hepatitis B, atau Hepatitis C.

Hepatitis B adalah peradangan hati yang terjadi karena adanya infeksi dari Virus

Hepatitis B (HBV). Hepatitis B umumnya menular dari ibu ke anak saat proses

kelahiran atau pada anak usia dini (Selamoglu, 2009). Hepatitis B dapat juga ditularkan

melalui pemaparan mukosa terhadap darah atau cairan tubuh lain yang terinfeksi

termasuk cairan semen dan vagina. Gejala hepatitis B adalah urin yang gelap, penyakit

kuning, kelelahan yang berlebihan, mual, muntah, dan nyeri perut (WHO, 2013).

Berdasarkan hasil RISKESDAS 2007, Indonesia tergolong negara dengan endemisitas

tinggi, sehingga Indonesia merupakan negara dengan pengidap hepatitis terbesar nomor

2 diantara negara-negara ASEAN.

HBV adalah virus yang termasuk dalam keluarga Hepadnaviridae. Partikel

HBV berbentuk bulat dengan diameter 42 nm (Selamoglu, 2009). Virus ini memiliki

selubung dan nukleokapsid yang berbentuk ikosahedral. Nukleokapsid pada HBV

berfungsi untuk melindungi material genetik berupa rcDNA (relaxed circular DNA)

dan DNA Polimerase. HBV memiliki tiga antigen yang dapat dikenali oleh sistem imun

tubuh, yaitu HBcAg, HBeAg, dan HBsAg (Selamoglu, 2009). Core (HBcAg)

merupakan antigen yang berada di bagian inti HBV, Pre core (HBeAg) merupakan

partikel yang disekresikan oleh sel inang dan merupakan partikel yang infeksius,

sedangkan HBsAg adalah antigen yang terletak pada permukaan selubung HBV

(Lunsdorf et al., 2011).

Page 34: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

33

Struktur Virus Hepatitis B (Selamoglu, 2009)

Pada pasien yang terinfeksi HBV, protein permukaan virus (HBsAg) akan

diproduksi secara berlebihan di sel hati bahkan melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk

merakit virus baru. Protein permukaan ini kemudian disekresikan sebagai campuran

partikel berbentuk bola dan tubular (Virus Like Particle) ke dalam darah. Dengan

demikian, pada serum pasien yang terinfeksi HBV ditemukan virus utuh tetapi ada juga

partikel bola kosong dan partikel tubular yang terdiri dari protein permukaan (Lunsdorf

et al., 2011). Kehadiran HBsAg dalam serum atau plasma mengindikasikan adanya

infeksi aktif dari Hepatitis B, bisa infeksi akut ataupun kronik. Pada infeksi Hepatitis

B, HBsAg akan terdeteksi pada 2 sampai 4 minggu sebelum tingkat ALT menjadi

abnormal dan 3 sampai 5 minggu sebelum timbul gejala klinis (Kramvis et al., 2005).

Pengetahuan tentang ada atau tidaknya antibodi (anti-HBs) terhadap antigen

permukaan Hepatitis B (HbsAg) dapat berguna dalam menilai kekebalan atau

pemulihan klinis dari individu yang terinfeksi HBV. Hilangnya HbsAg dan munculnya

anti-HBs dalam serum mencerminkan bahwa individu berada pada tahap akhir

pemulihan dari infeksi HBV. Antibodi anti-HBs mungkin tetap dalam serum selama

bertahun-tahun. Jika dipertahankan pada tingkat tertentu, serum anti-HBs dapat

memberikan perlindungan yang memadai terhadap infeksi ulang oleh HBV.

ELISA adalah suatu singkatan bahasa Inggris yang disebut dengan : (Enzyme-

linked immunosorbent assay) atau penetapan kadar immunosorben taut-enzim yang

merupakan suatu uji serologis.

Menggunakan teknik ELISA dalam bidang imunologi untuk menganalisis

interaksi antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut

ditandai dengan menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelapor/signal.

Page 35: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

34

Selanjutnya digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu

antibodi/antigen dengan menggunakan antibodi/antigen spesifik. Teknik ELISA juga

dapat diaplikasikan dalam uji kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi/antigen yang

diuji dengan menggunakan alat bantu berupa spektrofotometer dan dengan cara

menentukan jumlah penambahan kadar antibodi/antigen, sehingga dapat dibuat suatu

kurva standard antara kadar antibody atau antigen yang dapat dihitung berdasarkan

absorbansinya ( Ichwan, 2014).

ELISA dianggap pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang

tinggi yang mampu menunjang diagnosa klinis hepatitis B. ELISA ( EIA ) dibagi

menjadi dua macam yaitu homogenous EIA dan heterogenous EIA. Homogenous EIA

berguna untuk pemeriksaan bahan obat-obatan, hormon dan lain-lain. Sedangkan

heterogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan yang memiliki berat molekul

besar misalnya antigen dan antibodi. Pemeriksaan parameter petanda serologis hepatitis

B termasuk dalam kelompok kedua yaitu heterogenous EIA.

Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu :

1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (fase padat). Pelapisan

dengan dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen.

2. Penambahan bahan yang ditentukan (diperiksa), misalnya serum, plasma, saliva dan

cairan tubuh yang lain.

3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan Ag – Ab yang terjadi.

Ada dua detektor yang digunakan yaitu :

a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim,

misalnya Horse Radish Peroxidase (HRPO). Alkaline Phosphatase, Urease,

Glukose-Oxidase (GOP) dan lain-lain.

b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada reaksi.

Misalnya TMB (Tetra Methyl Benzidine, O- Toluidine, OPD, ABTS dan lain-

lain.

ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA kompetitif,

ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA yang ketiganya

memiliki prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi Ag - Ab (Faizal, 2011).

D. Prinsip :

Tes Anti HBs adalah sistem immunoassay enzim fase padat yang memanfaatkan

metode sandwich untuk mendeteksi Anti HBs yang merupakan sampel dan konjugat

Page 36: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

35

peroksidase ditambahkan ke mikrowell yang dilapisi HbsAg yang telah dimurnikan.

Jumlah konjugat peroksidase HbsAg yang terikat di sumur proporsional dengan

konsentrasi Anti HBs pada spesimen. Setelah diinkubasi konjugat yang tidak terikat

dicuci. Larutan subsrat ditambahkan dan selama ikubasi selanjutnya warna biru akan

berkembang. Intensitas warna ini akan menjadi kuning setelah reaksi dihentikan dengan

larutan asam yang sesuai dengan Anti HBs yang ada dalam spesimen. Dengan batasan

tertentu optical density yang berada pada 450 nm (OD 450) merefleksikan level Anti

HBs pada spesimen. OD 450 yang terbaca sama atau lebih besar dai nilai batas dianggap

reaktif untuk Anti HBs.

E. Alat dan Bahan :

Alat :

Strip Mikrotiter

Mikropipet

Yellow tip

Inkubator

ELISA Reader

Wadah Subsrat

Wadah Larutan Pencuci

Bahan :

Kontrol positif dan negatif

Konjugat

Subsrat A dan Subsrat B

Larutan Pencuci

Larutan Penghenti (STOP)

Aquadest

Serum

Page 37: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

36

F. Prosedur :

1. Pembuatan Larutan Pencuci

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Larutan pencuci (WASH) diencerkan dengan aquadest dengan perbandingan

1:19.

c. Dipipet 1 mL larutan pencuci (WASH).

d. Dipipet 19 mL Aquadest, dihomogenkan.

e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C.

2. Distribusi Kontrol dan Sampel

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Dipipet kontrol negatif sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1, C1, D1.

c. Dipipet kontrol positif sebanyak 50 μL ke dalam sumur E1 dan F1.

d. Dipipet sampel serum sebanyak 50 μL ke dalam sumur G1 dan H1.

3. Distribusi Konjugat

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Konjugat ditambahkan sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1 sampai dengan

H1.

c. Konjugat dicampurkan perlahan.

d. Mikrotiter ditutup dengan strip perekat.

e. Diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 °C.

4. Proses Pencucian

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Strip perekat dilepaskan, isinya dibuang ke dalam larutan natrium hipoklorit 5%

c. Larutan pencuci ditambahkan sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur.

d. Isinya dibuang setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 5 kali.

e. Setelah mencuci, sisa cairan di bersihkan dengan mengetuk piring secara

terbalik di atas kertas tisu.

5. Pembuatan dan Distribusi Substrat

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Substrat A dan Substrat B ditambahkan masing-masing sebanyak 500 μL.

c. Stabilitas : 30 menit dalam suhu 15 – 25 °C.

d. Substrat yang telah dicampurkan ditambahkan sebanyak 100 μL ke masing-

masing sumur.

Page 38: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

37

e. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter.

f. Diinkubasi selama 30 menit pada suhu 15 – 25 °C.

6. Pembacaan Absorbans

a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah

penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620-690nm

(jika ada).

b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV.

Validasi Hasil

a. Blanko/A1 = <0,100

b. Nilai rata-rata kontrol negatif MNC<0,200

c. Nilai rata-rata kontrol positif MPC >0,500

d. MPC-MNC = > 0,300

e. Jika perbedaan lebih kecil, teknik yang tidak benar mungkin penyebabnya. Uji harus

dilakukan ulang. Jika perbedaan kurang dari 0,300 secara konsisten kerusakan

reagen mungkin penyebabnya.

f. Nilai Negatif Control harus berada diantara 0,5 x MNC dan 2,0 x MNC. Jika salah

satu nilai berada diluar jarak, buang nilai ini dan hitung kembali MNC. Jika kedua

nilai berada diluar jarak, uji harus diulang.

Perhitungan

Ada atau tidak adanya anti-HBs ditentukan dengan membandingkan nilai absorbansi

spesimen dengan nilai cut-off. Nilai cut-off dihitung dari kontrol negatif.

G. Interpretasi Hasil

a. POSITIF : Spesimen dengan nilai absorbansi sama dengan atau lebih besar dari

1.1 x COV dianggap anti-HBs positif dengan kriteria tes.

b. NEGATIF : Spesimen dengan nilai absorbansi kurang dari 0,9 x COV dianggap

anti-HBs negatif (atau non- reaktif).

c. EQUIVOCAL/GREY ZONE : Spesimen dengan nilai absorbansi dalam +10%

dari cut-off harus diuji ulang untuk mengkonfirmasi pembacaan asli.

NC = 0,5 x MNC < MNC < 2,0 x MNC

Nilai Cut-off COV = MNC + 0,025

Page 39: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

38

H. Hasil Pemeriksaan

Page 40: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

39

I. Kesimpulan

J. Diskusi dan Pembahasan

Bekasi, ………………………….

Praktikan,

…………………………………

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

……………………………………………….

Dosen Pembimbing II

…………………………………..

Page 41: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

40

MATERI VII

Pemeriksaan Anti HIV 1/2 dengan Teknik ELISA

A. Tujuan Praktikum : Untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Human

Immunodeficiency Virus Tipe 1 dan 2 (HIV-1, HIV-2) pada serum dan plasma manusia.

B. Metode Pemeriksaan : Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

C. Dasar Teori :

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat penyebab AIDS

dengan cara menyerang sel darah putih yaitu CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan

tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang

sangat ringan sekalipun.

Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak virus

HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat

diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh.

Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 sebagai nama untuk retrovirus yan diususlkan

pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montegnier dari Prancis, yang awalnya

menamakannya LAV (Lymphadenopathy Associated Virus) dan oleh Robert Gallo dari AS,

yang awalnya menamakannya HTLV-III ( Human T Lymphotropic Virus Type III ).

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan

dampak atau efek dari perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV

membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat

berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan

tubuh yang tadinya dimiliki karena sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.

HIV adalah agen penyebab acquired immunedefisiency syndrome (AIDS). Virus ini

berkembang lewat lapisan luar lipid yang dibawah dari membrane sel inang. Beberapa virus

glikoprotein menepati lapisan luar tersebut, setiap virus memiliki 2 salinan anti positif genomic

RNA. HIV 1 terisolasi dari pasien denan AIDS dan AIDS hubungan kompleks dan dari orang

sehat potensi resiko yang tinggi untuk mengembangkan AIDS. HIV 2 terisolasi dari pasien-

pasien AIDS di Afrika Barat dan dari individu-individu yang tidak memiliki gejala sero positif.

Keduanya HIV 1 dan HIV 2 mndatangkan suatu respon kekebalan. Pemeriksaan antibodi HIV

dalam serum atau plasma merupakan cara yang umum yang lebih efisien untuk menentukan

apakah seseorang tak terlindungi dari HIV dan melindungi darah dan elemen-elemen yang

dihasilkan darah untuk HIV. Perbedaan dalam sifat-sifat biologis, aktifitas serologis, dan

Page 42: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

41

deretan genom, HIV 1 dan 2 positif sera dapat diidentifikasi dengan menggunakan tes serologis

dasar HIV.

Gambar 1. Struktur Virus HIV

Gambar 2. Perbedaan HIV 1 dan HIV 2

ELISA adalah suatu singkatan bahasa Inggris yang disebut dengan : (Enzyme-linked

immunosorbent assay) atau penetapan kadar immunosorben taut-enzim yang merupakan suatu

uji serologis.

Menggunakan teknik ELISA dalam bidang imunologi untuk menganalisis interaksi

antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai dengan

menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelapor/signal. Selanjutnya digunakan

sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi/antigen dengan

menggunakan antibodi/antigen spesifik. Teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji

Page 43: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

42

kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi/antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu

berupa spektrofotometer dan dengan cara menentukan jumlah penambahan kadar

antibodi/antigen, sehingga dapat dibuat suatu kurva standard antara kadar antibody atau antigen

yang dapat dihitung berdasarkan absorbansinya.

ELISA dianggap pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi yang

mampu menunjang diagnosa klinis hepatitis B. ELISA ( EIA ) dibagi menjadi dua macam yaitu

homogenous EIA dan heterogenous EIA. Homogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan

obat-obatan, hormon dan lain-lain. Sedangkan heterogenous EIA berguna untuk pemeriksaan

bahan yang memiliki berat molekul besar misalnya antigen dan antibodi. Pemeriksaan

parameter petanda serologis hepatitis B termasuk dalam kelompok kedua yaitu heterogenous

EIA.

Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu :

1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (fase padat). Pelapisan dengan

dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen.

2. Penambahan bahan yang ditentukan (diperiksa), misalnya serum, plasma, saliva dan cairan

tubuh yang lain.

3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan Ag – Ab yang terjadi. Ada

dua detektor yang digunakan yaitu :

a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim, misalnya Horse

Radish Peroxidase (HRPO). Alkaline Phosphatase, Urease, Glukose-Oxidase (GOP)

dan lain-lain.

b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada reaksi. Misalnya

TMB (Tetra Methyl Benzidine, O- Toluidine, OPD, ABTS dan lain-lain.

ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA kompetitif,

ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA yang ketiganya memiliki

prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi Ag – Ab.

D. Prinsip :

ELISA HUMAN ANTI-HIV 1/2 merupakan generasi yang ketiga. Antigen rekombinan

(rAg) yang spesifik untuk HIV-1 (gp120, gp41, p24,) dan HIV-2 (gp36) dilapisi di sumur

mikrotiter dan terikat pada horseradish peroxidase (HRP) dalam konjugat.

Selama inkubasi antibodi spesifik HIV yaitu anti HIV IgG, IgM, IgA dalam spesimen

pasien atau kontrol positif mengikat antigen rekombinan yang tidak bergerak dan konjugat

yang membentuk kompleks antigen-antibodi ganda. Setelah langkah pencucian untuk

Page 44: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

43

menghilangkan komponen tak terikat, TMB /Substrat ditambahkan. Warna biru berubah

menjadi kuning setelah reaksi berhenti. Intensitas warnanya berbanding lurus dengan

konsentrasi HIV-ab pada spesimen. Penyerapan kontrol dan spesimen ditentukan dengan

menggunakan ELISA microplate readers atau automated ELISA systems (seperti Human

HumaReader atau ELISYS line) pada 450 nm. Hasil untuk sampel pasien diperoleh dengan

membandingkannya dengan nilai batas berdasarkan kontrol negatif.

E. Alat dan Bahan :

Alat :

Strip Mikrotiter

Mikropipet

Yellow tip

Inkubator

ELISA Reader

Wadah Subsrat

Wadah Larutan Pencuci

Bahan :

Kontrol positif dan negatif

Konjugat

Subsrat A dan Subsrat B

Larutan Pencuci

Larutan Penghenti (STOP)

Aquadest

Serum

Page 45: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

44

F. Prosedur :

1. Pembuatan Larutan Pencuci

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Larutan pencuci (WASH) diencerkan dengan aquadest dengan perbandingan 1:45.

c. Dipipet 500 µL larutan pencuci (WASH).

d. Dipipet 22,5 mL Aquadest, dihomogenkan.

e. Stabilitas : 30 hari pada suhu 2 – 8 °C.

2. Pembuatan Larutan Konjugat

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Larutan pencuci (WASH) diencerkan dengan larutan pengencer dengan

perbandingan 1:10.

c. Dipipet 200 µL larutan konjugat

d. Dipipet 2 mL diluent, dihomogenkan.

e. Stabilitas : 30 hari pada suhu 2 – 8 °C.

3. Distribusi Konjugat

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Konjugat dimasukkan sebanyak 60μL ke dalam sumur A1 sampai dengan H1.

4. Distribusi Kontrol dan Sampel

a. Ditambahkan kontrol negatif sebanyak 30 μL ke dalam sumur A1, B1, C1.

b. Ditambahkan kontrol positif sebanyak 30 μL ke dalam sumur D1 dan E1.

c. Ditambahkan sampel serum sebanyak 30 μL ke dalam sumur F1, G1, H1.

d. Ditutup dengan strip perekat, diinkubasi 90 menit suhu 37o C

5. Proses Pencucian

a. Strip perekat dilepaskan, isinya dibuang ke dalam larutan natrium hipoklorit 5%

b. Larutan pencuci ditambahkan sebanyak 350 μL ke masing-masing sumur.

c. Isinya dibuang setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 8 kali.

d. Setelah mencuci, sisa cairan di bersihkan dengan mengetuk piring secara terbalik

di atas kertas tisu.

6. Pembuatan dan Distribusi Substrat

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Substrat A dan Substrat B ditambahkan masing-masing sebanyak 500 μL.

c. Stabilitas : 30 menit dalam suhu 2 – 8 °C.

Page 46: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

45

d. Substrat yang telah dicampurkan ditambahkan sebanyak 100 μL ke masing-masing

sumur.

e. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter.

f. Diinkubasi selama 90 menit pada suhu 18 – 25 °C.

7. Pembacaan Absorbans

a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah

penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620-690 nm

(jika ada).

b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV.

Validasi Hasil :

a. Nilai rata-rata kontrol negatif MNC < 0,100

Tidak termasuk apapun nilai [NC], jika melebihi 0.100 atau dua kali melebihi dari MNC.

menghitung ulang MNC dari nilai [NC] yang tersisa.

b. Nilai rata-rata kontrol positif MPC > 0,600

Perhitungan :

Ada atau tidak adanya anti-HBs ditentukan dengan membandingkan nilai absorbansi

spesimen dengan nilai cut-off. Nilai cut-off dihitung dari kontrol negatif.

G. Interpretasi Hasil :

HASIL INTERPRETASI

A450 (spesimen) ≤ COVx0.9 Anti-HIV 1/2 ab-nonreaktif

A450 (spesimen) ≥ COV Anti-HIV 1/2 ab-reaktif

COV x 0.9 ≤ A450 (spesimen) ≤ COV Samar-samar

Nilai value (COV) = MNC + 0,1

Page 47: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

46

H. Hasil Pemeriksaan :

Page 48: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

47

I. Kesimpulan

J. Diskusi dan Pembahasan

Bekasi, ………………………….

Praktikan,

…………………………………

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

……………………………………………….

Dosen Pembimbing II

…………………………………..

Page 49: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

48

MATERI VIII

Pemeriksaan Anti HIV dengan Teknik Imunokromatografi

A. Tujuan Praktikum : Untuk mendeteksi adanya antibody terhadap Human

Immunodeficiency Virus Tipe 1 dan 2 (HIV-1, HIV-2) pada serum dan plasma manusia

B. Metode Pemeriksaan : Imunokromatografi

C. Dasar Teori :

HIV adalah agen Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virionnya

dikelilingi oleh kantong lipid yang berasal dari membran sel inang. Beberapa lycoprotein

virus berada di dalam selubung tersebut. Setiap virus mengandung genom positif RNAs

ganda.

HIV 1 telah diisolasi dari pasien AIDS, dan dari orang sehat dengan potensi risiko

tinggi untuk mengembangkan AIDS. HIV 2 telah diisolasi dari pasien AIDS Afrika Barat

dan dari individu yang asimtomatik seropositif. baik HIV 1 dan HIV 2 menimbulkan

respons imun.

HIV ½ Ultra Rapid test device (serum/plasma) adalah tes cepat untuk mendeteksi

secara kualitatif adanya antibodi terhadap HIV 1 dan/atau HIV 2 dalam spesimen serum

atau plasma. Menggunakan konjugat emas dan beberapa protein rekombinan HIV untuk

secara selektif mendeteksi antibodi terhadap HIV 1/2 dalam serum atau plasma.

Tes SD BIOLINE HIV ½ 3.0 mengandung strip membran yang dilapisi dengan

antigen HIV rekombinan (gp41, p24) pada daerah uji band 1, dan antigen HIV rekombinan

(gp36) pada daerah uji band 2.

Antigen HIV 1/2 rekombinan (gp41, p24 dan gp36) – konjugat emas dan sampel

spesimen bergerak sepanjang membran secara kromatografis pada daerah uji (T) dan

menampilkan garis yang terlihat sebagai antigen-antibodi-antigen formasi pada partikel

emas kompleks dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.

D. Prinsip :

Spesimen yang di teteskan pada ruang membran bereaksi dengan partikel konjugat

emas dan beberapa protein rekombinan HIV yang terdapat pada bantalan spesimen.

Page 50: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

49

Campuran yang bermigrasi ke atas pada membran secara kromatografi dengan aksi

kapilaritas dan bereaksi dengan antigen HIV rekombinan pada membran di daerah uji.

Jika spesimen mengandung antibodi terhadap antibodi HIV 1 dan/atau HIV 2, garis

berwarna akan muncul di daerah uji yang menunjukkan hasil positif. Jika spesimen tidak

mengandung antibodi HIV 1 dan/atau HIV 2, garis berwarna tidak akan muncul di daerah

uji yang menunjukkan hasil negatif.

Sebagai kontrol prosedur, garis berwarna akan selalu muncul di daerah kontrol yang

menunjukkan bahwa volume spesimen yang ditambahkan telah sesuai dan terjadi

pergerakan membran.

E. Alat dan Bahan :

Perangkat uji dalam kantung foil dengan dessicant

Droppers sekali pakai

Petunjuk untuk penggunaan

Diluent (SD Bioline)

Buffer (ACON, Advanced)

Wadah penyimpanan spesimen

Sentrifuge (hanya untuk plasma)

Mikropipet 10 µL

Pengukur waktu

Sampel :

Darah lengkap (yang berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)

Plasma (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)

Serum (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)

F. Prosedur :

ACON HIV 1/2

1. Diletakkan alat pemeriksaan, spesimen, buffer dan/atau kontrol pada temperature

ruangan 15 – 30º C sebelum pemeriksaan.

2. Dikeluarkan alat pemeriksaan dari kemasan alumunium foil dan gunakan segera.

Hasil terbaik didapat jika pemeriksaan dilakukan dalam waktu 1 jam.

3. Diletakkaan alat pemeriksaan di tempat yang bersih dan rata. Dropper dipegang

dengan tegak secara vertikal dan dipindahkan 1 tetes (± 25 µL) serum atau plasma

Page 51: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

50

ke spesimen well (S) untuk pemeriksaan dan ditambahkan 1 tetes (± 40 µL) buffer

dan mulai hitung waktunya.

4. Diamkan selama 10 menit kemudian dibaca hasil pemeriksaan.

Peringatan : Hasil hanya bisa dibaca dalam 10 menit. Jangan menafsirkan hasil

sesudah 20 menit.

SD HIV ½

1. Diambil perangkat uji dari pembungkus foil kemudian diletakkan pada tempat yang

rata dan kering.

2. Ditambahkan 20 µL spesimen darah atau 10 µL serum/plasma ke dalam well sampel

(S) menggunakan mikropipet.

3. Diteteskan 4 tetes assay diluent ke dalam well sampel.

4. Diamkan selama 5 – 20 menit kemudian dibaca hasil pemeriksaan.

Peringatan : Jangan baca hasil pemeriksaan setelah 20 menit. Pembacaan terlalu

lama dapat memberikan hasil yang salah.

Advanced

1. Diletakkan alat pemeriksaan, spesimen, dan diluent pada temperature ruangan (15 –

30º C) sebelum pemeriksaan.

2. Dikeluarkan alat pemeriksaan dari kemasan alumunium foil dan digunakan segera.

Hasil terbaik didapat jika pemeriksaan dilakukan dalam waktu 1 jam.

3. Diletakkaan alat pemeriksaan di tempat yang bersih dan rata. Dropper dipegang

dengan tegak secara vertikal dan dipindahkan 1 tetes (± 25 µL) serum/plasma atau 2

tetes whole blood ke spesimen well (S) untuk pemeriksaan dan tambahkan 1 tetes (±

40 µL) diluent dan mulai hitung waktunya.

4. Diamkan selama 5 – 30 menit kemudian dibaca hasil pemeriksaan.

Peringatan : Jangan baca hasil pemeriksaan setelah 30 menit. Pembacaan terlalu

lama dapat memberikan hasil yang salah.

Validasi Hasil: Dengan memperhatikan terbentuk atau tidaknya garis pada garis kontrol.

Page 52: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

51

Tabel Perbandingan Sensitivitas dan Spesifisitas

ACON

½

SD Bioline ½

3.0

4th GEN (Advanced

Quality) INTEC

Sensitivitas 99,9 % 100 % 100 % 99,8 %

Spesifisitas 99,6 % 99,8 % 100 % 100 %

G. Interpretasi Hasil :

Hasil Negatif

Satu garis merah yang muncul pada daerah kontrol (C). Tidak adanya garis merah atau

pink yang terbentuk pada daerah uji (T).

Hasil Positif

Jika muncul garis merah. Satu garis harus muncul di daerah kontrol (C) dan garis

lainnya harus muncul di daerah uji (T).

**Catatan : Intensitas warna merah pada

daerah uji (T) akan berbeda tergantung

konsentrasi antibodi HIV yang terdapat di

spesimen. Walaupun demikian, jenis warna merah pada daerah uji (T)

menunjukkan hasil positif.

Pada SD HIV ½ :

• Adanya dua garis yang terdapat pada garis

kontrol (C) dan garis test 1 (1) menunjukan

hasil positif untuk HIV-1.

• Adanya dua garis yang terdapat pada garis

kontrol (C) dan garis test 2 (2) menunjukan

hasil positif untuk HIV-2.

• Adanya tiga garis yang terdapat pada garis

kontrol (C), garis test 1 (1), dan garis test 2 (2) menunjukan hasil positif untuk HIV-

1 atau HIV-2.

Jika intensitas warna garis uji 1 lebih gelap dari salah satu garis uji 2 maka dapat

diinterpretasikan sebagai positif HIV-1.

Jika intensitas warna garis tes 2 lebih gelap dari salah satu garis uji 1 maka dapat

diinterpretasikan sebagai positif HIV-2.

Page 53: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

52

Hasil Invalid

Garis kontrol tidak muncul. Ketidaksesuaian volume spesimen atau teknik prosedur

yang tidak tepat menjadi kemungkinan besar alasan kesalahan pada garis kontrol.

H. Hasil Pemeriksaan:

I. Kesimpulan:

Page 54: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

53

J. Diskusi dan Pembahasan :

Bekasi, ………………………….

Praktikan,

…………………………………

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

……………………………………………….

Dosen Pembimbing II

…………………………………..

Page 55: BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II · B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme

54

DAFTAR PUSTAKA

Abbas A.K, Lichtman A.H., Pillai S. 2016. Imunologi Dasar Abbas: Fungsi dan Kelainan

Sistem Imun. Edisi 5. Editor: Handono Kalim. Singapore: Elsevier.

ACON. 2016. Manual Kit Instruction Reagen anti HIV ½

Advanced. 2016. Manual Kit Instruction Reagen 4th Advanced anti HIV ½

Alfa shield. 2016. Manual Kit Instruction Reagen TPHA

Baratawidjaja K.G., Rengganis I., 2009. Imunologi Dasar. Edisi 8. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI.

Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen RPR

Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen Human ELISA Dengue IgM

Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen ELISA HBsAg

Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen ELISA Anti HBs

Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen ELISA Anti HIV ½

INTEC. 2016. Manual Kit Instruction Reagen INTEC anti HIV ½

Rittenhouse-Olson, Kate, Ernesto de nardin, 2016. Imunologi Dan Serologi Klinis Modern:

Untuk Kedokteran Dan Analis Kesehatan (MLT/CLT), Alih Bahasa: Dian Ramadhani, et al.

Jakarta: EGC.

SD Bioline. 2016. Manual Kit Instruction Reagen Dengue NS1 Antigen

SD Bioline. 2016. Manual Kit Instruction Reagen anti HIV ½