buku ajar metode analisis perencanaan 2014

104
0 Buku Ajar Mata Kuliah METODE ANALISIS PERENCANAAN Tim Penulis: Ketua IR. MOH. YOENUS OSMAN, MSP. NIP. 19510307 197903 1 003 Anggota MARLY VALENTY PATANDIANAN, ST/MT. NIP. 19730328 200604 2 001 PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2014

Upload: aliem-giasi

Post on 14-Nov-2015

315 views

Category:

Documents


106 download

DESCRIPTION

untuk melakukan perencanaan wilayah dan kota sangat dibutuhkan metode analisis yang tepat dan sesuai sehingga diktat untuk bahan belajar sangat diperlukan, insyallah buku ini bermanfaat bagi para pencari ilmu

TRANSCRIPT

  • 0

    Buku Ajar Mata Kuliah

    METODE ANALISIS PERENCANAAN

    Tim Penulis:

    Ketua

    IR. MOH. YOENUS OSMAN, MSP.

    NIP. 19510307 197903 1 003

    Anggota

    MARLY VALENTY PATANDIANAN, ST/MT.

    NIP. 19730328 200604 2 001

    PROGRAM STUDI

    PENGEMBANGAN WILAYAH DAN KOTA

    JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    2014

  • 1

    KATA PENGANTAR

    Dengan mengucap syukur Alhamadulillah, akhirnya penulisan buku

    ajar Mata Kuliah Metode Analisis Perencanaan pada Program Studi

    Pengembangn Wilayah Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

    Universitas Hasanuddin ini dapat penulis selesaikan.

    Materi pembelajaran dan sumber bacaan utama dari buku ajar ini,

    penulis kutip dari hasil penelitian Proyek Penataan Ruang Wilayah

    Nasional,Bagian Proyek Penyiapan Materi Teknis Penataan Ruang

    Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah Direktorat Jenderal Cipta Karya

    Departemen Pekerjaan Umum, bekerjasama dengan Pusat Studi

    Pengembangan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSDAL) Lembaga

    Penelitian Unhas dengan judul Studi Tipologi Kabupaten (1992), dalam

    hal mana Penulis juga terlibat sebagai anggota peneliti/penulis. Penelitian

    tersebut diketuai oleh Sdr. Dr. Ir. A. Mappadjantji Amin, C.Eng. Ketua

    PSDAL LP Unhas pada tahun tersebut, yang anggota peneliti/penulisnya

    terdiri dari: Prof. Dr. Rahardjo Adisasmita, MEc., Dr. Arlina G. Latif; Ir. M.

    Yoenus Osman, MRP., Drs. Tadjuddin Parenta, MA., Prof. Dr. H.M.Arifin

    Sallatang; Prof. Drs. H. Sadly AD, MPA.; Dr. Tahir Kasnawi, SU.; Drs.

    Hasan Mangunrai, SU,, Ir. Chaeruddin Rasyid, MRP.; Ir. Anwar Umar,

    MSc., Drs. Taslim Arifin, MA., Dr. Ir. Roland Barkey dan Drs. Arsyad

    Sumah.

    Sejumlah perbaikan dan pemutakhiran data telah Penulis lakukan

    terhadap materi ajar tersebut serta menambah materi pembelajaran dari

    sumber lain seperti dari buku Analisa Kota dan Daerah (Suwardjoko

    Warpani, ITB, 1990).

    Penulis menyadari bahwa materi buku ajar ini masih jauh dari

    lengkap dan sempurna, namun demikian penulis berharap agar dalam

    kekurangan tersebut masih memberi arah dan pegangan dalam

    pembelajaran mata kuliah Metode Analisis Perencanaan pada Program

  • 2

    Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah, khususnya pada kelas mata

    kuliah yang Penulis ampu.

    Atas selesainya penulisan Buku Ajar ini, Penulis menyampaikan

    terima kasih kepada ibu Marly Valenty Patandianan, ST.,MT. selaku

    anggota Tim Penulis yang melengkapi penulisan ini, serta kepada Ketua

    Jurusan Arsitektur dan Ketua Prodi Pengembangan Wilayah dan Kota

    Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin yang memberi kesempatan

    kepada kami untuk menulis Buku Ajar ini yang didanai dari Bantuan

    Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) Tahun 2014.

    Makassar, November 2014.

    Penulis,

    H. Moh. Yoenus Osman

  • 3

    DAFTAR ISI Halaman

    - Halaman Judul................................................................. i - Halaman Pengesahan..................................................... ii - Kata Pengantar................................................................ iii - Daftar Isi........................................................................... v - Daftar Tabel..................................................................... viii - Daftar Gambar................................................................. ix

    BAB I PENDAHULUAN.............................................................. 1 A. Gambaran Umum Program Studi.................................... 1 1. Sekolah Perencanaan dan Kompetensi Lulusan............. 1 2. Program Studi PWK Fak. Teknik Univ. Hasanuddin........ 2 B. Tinjauan Mata Kuliah Metode Analisis

    Perencanaan.................................................................... 3

    1. Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP).................. 4 2. Satuan Acara Pembelajaran (SAP)................................. 6 C. Struktur Buku Ajar .......................................................... 6

    BAB II ANALISIS DEMOGRAFI DAN DINAMIKA SOSIAL......... 9 1. Perhitungan Jumlah dan Kepadatan Penduduk.............. 10 2. Perhitungan Persebaran Penduduk................................. 13 3. Komposisi Penduduk....................................................... 14 4. Proyeksi/Perkiraan Laju Pertambahan Penduduk........... 18 5. Analisis Ketenagakerjaan................................................ 32 6. Perhitungan Indeks Kualitas Hidup (IKH)........................ 37 7. Indikator Tingkat Pendidikan Masyarakat....................... 42 8. Metode Partisipasi Kelembagaan Masyarakat................ 48 9. Analisis Dinamika Sosial Masyarakat.............................. 53

    10. Perhitungan Indeks Tingkat Perkembangan Wilayah...... 56

    BAB III ANALISIS EKONOMI WILAYAH/KOTA........................... 69 1. Perhitungan Struktur Ekonomi dan Pergeserannya......... 70 2. Perhitungan Laju Pertumbuhan Ekonomi ........................ 72 3. Laju Pendapatan/Produktivitas per Kapita........................ 75 4. Metode Location Quorient (LQ)........................................ 77 6. Analisis Input-Output ....................................................... 80 7. Analisis Shift Share ...................................................... 102 8. Analisis Biaya Sumberdaya Domesti............................... 112 9. Distrubusi Pendapatan/ Gini Ratio................................... 115

    BAB IV ANALISIS SPASIAL DAN HUBUNGAN ANTAR WILAYAH ........................................................................

    116 1. Analisis Pola Permukiman............................................... 118 2. Analisis Sistem Hubungan antar Wilayah........................ 142 3. Analisis Aksesibilitas........................................................ 151

  • 4

    BAB V PENUTUP....................................................................... 161 1. Proses Pembelajaran...................................................... 161 2. Evaluasi/pengujian kompetensi....................................... 161 3. Kisi-kisi evaluasi.............................................................. 162

    - DAFTAR PUSTAKA........................................................ 164

    - SURAT PERNYATAAN................................................... 165

    - LAMPIRAN...................................................................... - Bidodata Penulis.................................................. L-1 - GBRP Mata Kuliah............................................... L-2 - SAP Mata Kuliah.................................................. L-3

  • 5

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Gambaran Umum Program Studi

    A. Sekolah Perencanaan dan Kompetensi Lulusan

    Pembangunan nasional Indonesia sebagaimana tercantum dalam

    Pembukaan UUD 1945 adalah diarahkan untuk mencapai kesejehteraan

    masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang wilayah

    Indonesia perlu ditata, direncanakan, dimanfaatkan dan dikendalikan

    penggunaannya, sehingga diperoleh manfaat penggunaan ruang yang

    optimum dan terhindar dari kerusakan lingkungan alamiah serta

    penurunan kualitas ruang binaan.

    Sehubungan dengan itu maka untuk memperoleh ahli yang andal

    dan kompeten di bidang penataan ruang, diperlukan sekolah atau

    program pendidikan di bidang perencanaan wilayah dan kota yang

    tersebar di seluruh Indonesia (bukan hanya di Pulau Jawa) di tempat

    dimana terdapat sumberdaya manusia yang mendukung serta infrastruktur

    yang tersedia.

    Alumni atau lulusan dari Sekolah Perencanaan atau Program Studi

    Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Kota ini harus memiliki

    kompetensi untuk melakukan kegiatan Penataan Ruang yang menurut

    Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang meliputi

    kompetensi Perencanan Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian

    Ruang. Para ahli di bidang penataan ruang ini diharapkan akan mengisi

    jabatan perencana di instansi pemerintah (Pusat, Provinsi,

    Kabupaten/Kota) seperti di Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan, Dinas

    Pekerjaan Umum, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

    (BAPPEDA), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dan bekerja

    di perusahaan Konsultan Penataan Ruang.

    B. Program Studi Pengembangan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

    Universitas Hasanuddin.

    Program Studi Pengembangan Wilayah dan Kota untuk jenjang

    Strata 1 (S1) pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

    Hasanuddin di Makassar (selanjutnya disingkat Prodi PWK Unhas)

    merupakan program studi baru, yang baru dibuka pada tahun 2004 atau

    lebih kurang 10 tahun dari waktu penulisan buku ajar ini dilakukan.

    Penyusunan kurikulum awal prodi ini (Kurikulum 2004) dilakukan dengan

  • 6

    mengadopsi kurikulum Program Studi Teknik Planologi ITB sebagai cikal

    bakal dan pelopor pendidikan perencanaan pengembangan wilayah di

    Indonsia serta melakukan pembandingan dengan prodi sejenis di

    Universitas Diponegoro (yang sudah terbentuk lebih dahulu), kajian pada

    prodi sejenis dari perguruan tinggi luar negeri (melalui internet) dan juga

    memperhatikan kurikulum inti yang diarahkan oleh Asosiasi Sekolah

    Perencanaan Indonesia (ASPI).

    Pada periode yang relatif singkat tersebut, Prodi S1 PWK Unhas

    telah melakukan review terhadap kurikulum 2004 dan sejak 2014 telah

    menerapkan beberapa perubahan dan memasukkan sejumlah mata kuliah

    baru disesuaikan dengan pola ilmiah pokok (PIP) Universitas Hasanuddin

    serta Visi dan Misi pada Prodi PWK Unhas ini.

    B. Tinjauan Mata Kuliah Metode Analisis Perencanaan

    Salah satu perubahan yang dilakukan terhadap Kurikulum S1 Prodi

    PWK Unhas tahun 2004 adalah terkait dengan Mata Kuliah Metode

    Analisis Perencanaan yang disusun buku ajarnya ini, yaitu semula

    disajikan dalam dua semester masing-masing pada Semester III (Ganjil)

    yaitu Metode Analisis Perencanaan I (2 SKS) dan pada Semester IV

    (genap) yaitu Metode Analisis Perencanaan II (2 SKS), diubah menjadi

    hanya satu penyajian pada Semester III (ganjil) yaitu Metode Analisis

    Perencanaan (3 SKS). Perubahan ini menyebabkan perlunya disusun

    kembali materi pembelajaran mata kuliah tersebut oleh karena semula

    adalah 4 SKS (dua kali penyajian) menjadi 3 SKS (hanya satu kali

    penyajian), Materi pembelajaran harus dikaji ulang untuk disesuaikan

    dengan kebutuhan wilayah dan mengatur agar tidak ada yang hilang

    dalam proses pembelajaran mata kuliah. Namun demikian, sejumlah

    materi metode analisis perencanaan belum dibahas atau belum disajikan

    dalam mata kuliah ini, karena pertimbangan waktu penyajian yang

    terbatas, keterkaitannya dengan mata kuliah lain serta tingkat kesulitan

    bahan pembelajaran. Model analisis lain seperti Analisis SWOT, Analisis

    Lahan (kemampuan/daya dukung), Analisis kesesuaian ekonomi (analisis

    investasi) akan dibahas pada mata kuliah lain, sedangkan analisis dengan

    tingkat kerumitan matematis tinggi seperti Programasi Tujuan Berganda

    (goal programming dengan metode Simplex), serta penggunaan

    Programasi Integer untuk optimasi ruang agar disajikan pada program

    studi lanjutan (S2 dan atau S3). .

    Penerapan pembelajaran dengan menerapkan metode Student

    Center Learning (SCL) cukup membantu proses penyesuain ini, namun

    demikian agar kompetensi yang diharapkan dari proses pembelajaran ini

  • 7

    tetap tercapai maka pemberian tugas-tugas latihan, baik kelompok

    maupun individu diintensifkan dan memperbanyak diskusi dan dan kajian

    mandiri.

    1. Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP)

    a) Diskripsi Mata Kuliah

    Diskripsi materi pembelajaran mata kuliah Metode Analisis

    Perencanaan secara umum adalah membahas tentang metode-metode

    atau cara-cara perhitungan dan analisis untuk perencanaan

    pengembangan wilayah dan kota, yang dalam mata kuliah ini dibatasi

    hanya pada: analisis demografi/kependudukan dan dinamika sosial

    masyarakat; analisis ekonomi untuk pembangunan wilayah/kota, dan

    analisis spasial dan hubungan antar daerah.

    b) Tujuan Pembelajaran

    Tujuan pembelajaran atau hasil pembelajaran yang diharapkan

    menjadi kompetensi peserta mata kuliah, yaitu: Setelah mengikuti proses

    pembelajaran, mhs peserta mampu menggunakan metode analisis

    demografi/kependudukan analisis ekonomi untuk pembangunan wilayah,

    analisis sumberdaya alam, analisis spasial dan hubungan antar daerah

    serta metode analisis lainnya untuk merencanakan pengembangan

    wilayah dan kota. Tujuan ini dirinci menjadi beberapa kompetensi khusus,

    yaitu: Setelah mengikuti proses pembelajaran, mhs peserta menguasai

    dan mampu menggunakan metode:

    (1) Analisis Kependudukan meliputi Proyeksi Jumlah Penduduk; Analisis

    Ketenagakerjaan: Analisis Tingkat Kesejahteraan: Indeks Kualitas

    Hidup (IKH)/Indeks Pembangunan Manusia (IPM); serta Analisis

    Mobilitas/Dinamika Masyarakat:

    (2) Analisis ekonomi wilayah meliputi: Analisis Struktur ekonomi wilayah

    (Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota); Laju pertumbuhan ekonomi

    wilayah dan laju pertumbuhan pendapatan/produktivitas per kapita;

    Analisis sektor basis dan sektor unggulan wilayah, serta Analisis

    komparatif produksi/komoditas unggulan.

    (3) Analisis spasial meliputi Analisisi Pola Permukiman, Analisis Sistem

    Hubungan antar Wilayah, Analisis Ketergantungan antar Wilayah serta

    Analisis Aksesibilitas.

    c) Literatur/Sumber Bacaan

    Sumber bacaan utama dalam menulis buku ajar ini adalah seperti

    disebutkan pada kata pengantar, yaitu dari buku Studi Tipologi Kabupaten

  • 8

    (DTKTD dan PSDAL-UH, 1992) dan dari buku Analisa Kota dan Daerah

    (Warpani, S, 1990). Rincian sumber bacaan lainnya adalah seperti

    tersebut dalam Daftar Bacaan/Literatur di bagian akhir buku ajar ini.

    2. Satuan Acara Pembelajaran (SAP)

    Satuan Acara Pembelajaran adalah rincian penyajian materi

    pembelajaran yang disajikan dalam 16 kali kegiatan terdiri dari 3 jam

    setiap perkuliahan, termasuk didalamnya kegiatan evaluasi atau penilaian

    hasil belajar dari masing-masing mahasiswa peserta didik. Penilaian

    dilaksanakan sepanjang proses perkuliahan, dikusi dan tugas-tugas

    (kelompok dan individu). Jika diperlukan penilaian yang lebih valid akan

    dilakukan evaluasi dalam bentuk ujian tengah semester (mid test) dan

    ujian akhir semester (final test)

    C. Struktur Buku Ajar

    Isi buku ajar ini disusun berdasarkan Pedoman Penulisan Buku Ajar

    Prodi PWK Unhas tahun 2014, yang secara terstruktur diuraikan sebagai

    berikut:

    Halaman Judul

    Halaman Pengesahan

    Kata Pengantar

    Daftar Isi

    Bab I. Pendahuluan

    Berisi Gambaran Umum Program Studi, Komptensi Lulusan, Garis

    Besar Rencana Pembelajaran (GBRP) dan Struktur Buku Ajar.

    Bab II. Analisis Kependudukan dan Dinamika Sosial;

    Modul pembelajaran Metode Analisis Kependudukan dan Dinamika

    Sosial ini terdiri dari beberapa sub modul, yaitu: Perhitungan dan proyeksi

    Jumlah Penduduk; Analisis Ketenagakerjaan: Analisis Tingkat

    Kesejahteraan: Indeks Kualitas Hidup (IKH)/Indeks Pembangunan

    Manusia (IPM); serta Analisis Mobilitas/Dinamika Masyarakat:

    Bab III. Analisis Ekonomi Wilayah/Kota

    Berisi uraian Analisis Struktur ekonomi wilayah (Nasional, Provinsi,

    Kabupaten/Kota); Perhitungan Laju pertumbuhan ekonomi wilayah dan

    laju pertumbuhan pendapatan/produktivitas per kapita; Analisis Location

    Quotient (LQ) untuk mengetahui sektor basis dan sektor unggulan

    wilayah, Metode Analisis Input - Output (I-O Analysist) serta Analisis

    komparatif produksi/komoditas unggulan.

  • 9

    Bab IV. Analisis Spasial dan Hubungan antar Wilayah.

    Berisi uraian metode analisis hubungan antar wilayah, serta

    analisis ketergantungan antar wilayah.

    Bab IV. Penutup

    Berisi Proses Pembelajaran, Tugas-tugas dan Evaluasi, terdiri dari

    uraian proses pembelajaran selama 16 kali pertemuan, rincian tugas dan

    evaluasi atau penilaian hasil pembelajaran. Termasuk uraian kisi-kisis soal

    untuk penilaian akhir (jika diperlukan test)

    Daftar Pustaka

    Surat Pernyataan

    Lampiran:

    - Biodata Penulis

    - Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP) Mata Kuliah

    - Satuan Acara Pembelajaran (SAP) Mata Kuliah

  • 10

    BAB II

    ANALISIS DEMOGRAFI DAN DINAMIKA SOSIAL

    Analisis demografi/kependudukan dan dinamika sosial masyarakat

    diarahkan untuk menghimpun informasi yang berkaitan dengan penilaian

    apakah sumberdaya manusia yang ada pada suatu wilayah merupakan

    potensi ataukah masalah bagi usaha-usaha peningkatan produktivitas

    wilayah, dan membandingkan tingkat perkembangan relatif dari sub-

    wilayah yang terdapat pada suatu provinsi atau kabupaten/kota.

    Penilaian dilakukan berdasarkan aspek kuantitas, kualitas dan

    kelembagaan. Untuk maksud tersebut informasi yang dibutuhkan dan

    metode analisisnya, antara lain :

    PERTANYAAN/ INFORMASI METODA ANALISIS

    1. Bagaimana jumlah dan tingkat kepadatan penduduk

    1. Perhitungan jumlah dan kepadatan penduduk

    2. Bagaimana penyebaran penduduk di kabupaten yang ditinjau

    2. Perhitungan persebaran penduduk

    3. Bagaimana komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin

    3. Perhitungan komposisi umur dan jenis kelamin

    4. Berapa besar jumlah penduduk di masa yang akan datang

    4. Perkiraan / proyeksi jumlah penduduk

    5. Bagaimana kondisi ketenagakerjaan di masa sekarang dan di masa akan datang

    5. Analisis Ketenagakerjaan

    6. Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan dasar penduduk

    6. Indeks Kualitas Hidup

    7. Bagaimana tingkat pengembangan wawasan, pengetahuan dan ketrampilan penduduk

    7. Pengukuran Indikator Tingkat Pendidikan Masyarakat.

    8. Bagaimana tingkat aktivitas lembaga-lembaga formal di desa

    8. Metoda Partisipasi Kelembagaan

    9. Bagaimana tanggapan / response masyarakat terhadap program-program pembangunan

    9. Pengukuran Dinamika Sosial Masyarakat

    10. Bagaimana perbedaan tingkat perkembangan dari sub-sub wilayah yang ada.

    10. Indeks Tingkat Perkembangan Wilayah.

  • 11

    1. Perhitungan Jumlah dan Kepadatan Penduduk

    Analisis digunakan untuk mengetahui jumlah dan tingkat kepadatan

    penduduk dikaitkan dengan sumberdaya lahan yang tersedia. Pengukuran

    kepadatan dilakukan dengan tiga cara, yaitu : (i) kepadatan penduduk

    kasar (crude density of population), (ii) kepadatan penduduk agraris, dan

    (iii) kepadatan penduduk ekonomi (economical density of population).

    (i) Kepadatan Penduduk Kasar

    Angka kepadatan ini biasanya disebut pula sebagai Kepadatan

    Penduduk Matriks, merupakan ratio antara jumlah penduduk persatuan

    luas wilayah.

    kepadatan kasar = jumlah penduduk

    luas wilayah

    Contoh:

    Jumlah penduduk pada suatu wilayah 1 juta jiwa dengan luas wilayah

    10000 Km2, maka:

    kepadatan penduduk adalah 100 jiwa untuk 1 Km2

    Penilaian:

    Kepadatan Tinggi : di atas kepadatan nasional

    Kepadatan Sedang : sama dengan kepadatan nasional

    Kepadatan Rendah : di bawah kepadatan nasional

    (ii) Kepadatan Penduduk Agraris

    Kepadatan penduduk agraris adalah jumlah penduduk petani tiap 1

    Km2 tanah pertanian,

    kepadatan penduduk agraris = jumlah rumah tangga petani

    luas tanah pertanian

    Contoh: Jika jumlah rumah tangga petani pada suatu wilayah 10.000 dan luas tanah pertanian 10 Km2, maka: Kepadatan penduduk agraris = 10.000 / 10 = 1.000 Jadi kepadatan penduduk agraris adalah 1.000 jiwa per 1 Km2 atau 1.000 rumah tangga untuk 100 Ha tanah pertanian.

    Penilaian:

    Kepadatan Agraris Tinggi : 1 rumah tangga untuk tiap < 0.5 Ha Kepadatan Agraris Sedang : 1 rumah tangga untuk 0.5-1.0 Ha Kepadatan Agraris Rendah : 1 rumah tangga untuk tiap > 1.0 Ha

    (iii) Kepadatan Penduduk Ekonomi

    Kepadatan penduduk ekonomi adalah besarnya jumlah penduduk

    pada suatu wilayah didasarkan atas kemampuan wilayah yang

    bersangkutan.

  • 12

    kepadatan penduduk ekonomi = 100 x (@ / c) dengan:

    @ = indeks jumlah penduduk

    c = adalah indeks umum produksi pada tahun yang sama

    Contoh :

    Indeks jumlah penduduk dan produksi wilayah A terlihat pada tabel

    berikut:

    Tahun

    Indeks. 1980 1990

    Penduduk (jiwa) 1.000.000 1.200.000 1,2

    Produksi (unit) 100.000.000 150.000.000 1,5

    Maka Kepadatan Penduduk Ekonomi wilayah A adalah:

    = 100 x ( @ / c )

    = 100 x (1,2 / 1,5) = 80

    Keunggulan:

    Data-data yang dibutuhkan seperti jumlah penduduk dan indekss

    umum produksi tidak sulit diperoleh.

    Kelemahan :

    Gambaran yang diperoleh masih bersifat umum.

    2. Persebaran Penduduk

    Analisis digunakan untuk mengetahui penyebaran penduduk antara

    kota dan desa, serta antar unit-unit wilayah (misalnya untuk RUTR

    kecamatan)

    (i) Persebaran Penduduk Desa dan Kota

    Merupakan proporsi penduduk desa dan kota terhadap jumlah

    penduduk.

    (ii) Persebaran Penduduk Antar Wilayah Kecamatan

    Angka persebaran diketahui dengan cara membandingkan

    kepadatan penduduk antar wilayah kecamatan.

    Penilaian:

    Persebaran proporsional atau persebaran tidak proporsional.

    Persebaran proporsional adalah persebaran dimana jumlah penduduk

    sebanding dengan ketersediaan sumberdaya alam (termasuk lahan) di

    wilayah yang ditinjau.

    Keunggulan:

    Informasi tentang jumlah penduduk desa, kota dan wilayah kecamatan

    mudah diperoleh.

    Kelemahan:

    Gambaran yang diperoleh masih sangat umum.

  • 13

    3. Komposisi Pendududk

    Komposisi penduduk dibedakan menurut umur dan jenis kelamin.

    Komposisi dimaksud dibutuhkan dalam perencanaan pengembangan

    fasilitas pelayanan 13ector dan ekonomi.

    (i) Komposisi Menurut Umur

    Struktur umur yang umum dipakai adalah interval waktu 5 tahun,

    yaitu:

    0 - 4 tahun

    5 - 9 tahun

    10 14 tahun

    15 19 tahun

    20 24 tahun

    25 29 tahun

    30 34 tahun

    35 39 tahun

    40 44 tahun

    45 49 tahun

    50 54 tahun

    55 59 tahun

    60 64 tahun

    65 + tahun

    Penilaian: Dengan melihat komposisi umur penduduknya, untuk kelompok

    usia di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun, maka dapat ditentukan

    penduduk tua (old population) dan penduduk muda (young population),

    sebagai berikut:

    UMUR PENDUDUK TUA PENDUDUK MUDA

    0 14 < = 30 % > = 40 %

    15 64 > = 60 % < = 55 %

    65 + > = 10 % < = 5 %

    Penggolongan penduduk tua dan penduduk muda dilakukan

    dengan melihat umur mediannya, berdasarkan kategori berikut:

    UMUR MEDIAN KATEGORI

    < = 20tahun Penduduk muda

    21 30 tahun Penduduk sedang

    > 30 tahun Penduduk tua

  • 14

    Umur Median : adalah umur yang membagi penduduk menjadi dua

    bagian yang sama, bagian yang pertama lebih muda dan bagian yang

    kedua lebih tua dari umur median.

    Umur median dihitung dengan ramus:

    Md = M1d + {((N/2) fx)) / M

    fd} * i

    dengan:

    M1d = batas bawah kelompok umur yang mengandung jumlah N/2

    N = jumlah penduduk

    fx = jumlah penduduk kelompok komulatif sampai dengan

    kelompok umur yang mengandung N/2

    Mfd = jumlah penduduk pada kelompok umur dimana terdapat

    nilai N/2

    i = kelas interval umur

    Contoh: Lihat data hipotetik pada tabel 2.1:

    Md = 20 + {((438.775/2) 215.885)) / 37.316} * 5

    Md = 20 + 0,0939 * 5 = 20,47

    Jadi Umur Median = 20,5 tahun (dibulatkan)

    (ii) Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio)

    Merupakan perbandingan-banyaknya penduduk laki-laki dengan

    banyaknya penduduk perempuan pada suatu wilayah dan waktu tertentu.

    Biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-laki per 100

    perempuan.

    Tabel 2.1 . Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur

    KELOMPOK UMUR JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KUMULATIF

    0 4 66.082 66.082

    5 9 64.652 130.734

    10 14 49.285 180.019

    15 -19 35.866 215.885

    20 24 37.316 253.201

    25 29 36.568 289.769

    30 34 30.830 320.599

    35 39 25.455 346.054

    40 44 22.825 368.906

    45 49 18.053 386.959

    50 54 17.105 404.064

    55 59 9.829 413.893

  • 15

    KELOMPOK UMUR JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KUMULATIF

    60 64 11.236 425.129

    65 69 4.850 429.979

    70 74 4.414 434.393

    75 79 4.206 438.599

    TT 176 438.775

    Jumlah 438.775

    sumber: PSDALUH-DTKTD (1992)

    Sex Ratio = jumlah penduduk laki-laki * 100 Jumlah penduduk perempuan

    Contoh:

    Jika jumlah penduduk laki-laki = 58.338.664 dan jumlah penduduk

    perempuan = 60.029.206, maka :

    Sex Ratio = 58.336.664

    * 100 60.029.206

    Penilaian:

    Sex Ratio Tinggi : > 105

    Sex Ratio Sedang : 95 105 Sex Ratio Rendah : < 95

    4. Perkiraan Laju Pertambahan Penduduk

    Perkiraan laju pertumbuhan penduduk diperlukan dalam

    perencanaan pembangun-an wilayah, untuk : (i) memperkirakan jumlah

    dan jenis fasilitas pelayanan 15ector ekonomi yang dibutuhkan selama

    kurun waktu pelaksanaan rencana, dan (ii) merubah kecenderungan laju

    pertumbuhan penduduk dalam rangka menanggulangi dinamika penduduk

    yang terlalu pesat.

    Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh : (1)

    besarnya kelahiran, (2) besarnya kematian, dan (3) besarnya migrasi

    masuk dan migrasi keluar.

    Keadaan penduduk pada tahun tertentu dapat dirumuskan sebagai

    berikut:

    Pt = Po + {B D} + {Mi Mo} dengan

    Pt = Jumlah penduduk pada tahun t Po = Jumlah penduduk pada tahun dasar B = Jumlah kelahiran D = Jumlah kematian Mi = jumlah migrasi masuk Mo = jumlah migrasi keluar (B-D) = pertumbuhan penduduk alamiah (Mi-Mo) = pertumbuhan penduduk migrasi (neto)

  • 16

    Dikenal beberapa metoda perkiraan jumlah penduduk, tiga

    diantaranya adalah:

    - Metode Antar Sensus (Intercensal)

    - Metode Sesudah Sensus (Postcensal)

    - Metode Proyeksi (Projection Method)

    (i) Metode Antar Sensus

    Metode antar sensus (Intercensal) yang disebut pula interpolasi

    adalah suatu perkiraan mengenai jumlah penduduk di antara dua waktu

    sensus (data) yang diketahui. Pada metoda ini pertambahan penduduk

    diasumsikan linier.

    Pn = Po + m/n (Pn Po) atau

    Pm = Pn {(n m) / n} * (Pn Po) dengan:

    Pn = jumlah penduduk pada tahun n

    Po = jumlah penduduk pada tahun awal (penduduk dasar)

    Pm = jumlah penduduk pada tahun yang diestimasikan (tahun m)

    m = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal

    n = selisih tahun dari dua sensus yang diketahui

    Contoh:

    Jika diketahui jumlah penduduk menurut sensus 1961 = 97 juta dan

    menurut sensus 1971 = 118.2 juta. Hitung perkiraan jumlah penduduk

    pada tahun 1967.

    P1967 = 97 {(1967 1961) / 10} * (118.2 97)

    P1967 = 109,72 juta

    (ii) Perkiraan Sesudah Sensus

    Digunakan rumus

    Pm = Po {(n + m) / n} * (Pn Po) atau

    Pm = Pn + (m / n) * (Pn Po) dengan :

    Po = jumlah penduduk dasar (tahun awal) Pn = jumlah penduduk tahun n Pm = jumlah penduduk pada tahun yang diestimasikan (tahun n) m = selisih tahun yang dicari dengan tahun n n = selisih tahun dari dua sensus yang diketahui

    Contoh:

    Jumlah penduduk menurut sensus tahun 1961 adalah 97 juta jiwa. Pada

    sensus 1971 berjumlah 118,2 juta jiwa Berapakah jumlah penduduk pada

    tahun 1975 ?

  • 17

    P1975 = 97 {(10 + 4) / 10} * (118.2 97)

    P1975 = 126,68 juta

    (iii) Metode Proyeksi

    Metoda proyeksi dibedakan menurut dua jenis, yaitu :

    a. Metoda matematik, yang terdiri atas (1) metoda bunga berganda

    (geometric rate of growth), dan (2) metoda eksponensial

    (exponential rate of growth).

    b. Metoda komponen (cohort)

    Ad. A. Metode Matematik

    (1) Metoda Bunga Berganda

    Metoda bunga berganda berbasis pada rumus :

    Pt = Po * (l + r)n

    dengan:

    Pt = jumlah penduduk pada tahun t

    Po = jumlah penduduk pada tahun awal

    r = angka pertumbuhan penduduk

    n = jangka waktu dalam tahun

    Contoh:

    Jumlah penduduk pada suatu wilayah pada tahun 1981 sebesar

    2.163.000 jiwa, sedang pada tahun 1991 sebesar 2.490.000 jiwa.

    Hitung tingkat pertumbuhan rata-rata pertahun antara tahun 1981 sampai

    1991 dan perkirakan jumlah penduduk wilayah tersebut pada tahun 1996.

    Tingkat Pertumbuhan rata-rata dihitung dengan rumus :

    Pt = Po * (l + r)n

    2.490.000 = 2.163.000 (1 + r )10

    (1 + 10)10 = 2.490.000 / 2.163.000 = 1,151

    10 log (l + r) = log 1,151 = 0,0611

    1 + r = 1,014178

    r = 0,014178

    Selanjutnya nilai r yang diperoleh dari perhitungan ini digunakan untuk

    memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 1996, dengan

    menggunakan rumus yang sama:

    P1996 = Po (l + 0,0142)5

    = 2.671.882,5 dibulatkan menjadi 2.671.883

    (2) Metoda Exponensial

    Metoda exponensial berbasis pada rumus :

    Pn = Po exp r*t

    dengan:

  • 18

    Pn = jumlah penduduk pada tahun n Po = jumlah penduduk pada tahun awal r = angka pertumbuhan penduduk t = waktu dalam tahun

    Contoh :

    Dengan menggunakan data hipotetis yang diberikan pada contoh

    sebelumnya (metoda bunga berganda), perkirakan kembali jumlah

    penduduk pada tahun 2000 dengan menggunakan metoda exponensial.

    Pn = Po exp r*t

    Exp r.t = Pn / Po = 2.490.000 / 2.163.000 = 1.1511789

    10 r = ln (1.1511789) = 0.14079

    r = 0.014079

    P1996 = P1991 exp 0.014079 x 5

    = 2.490.000 x 1.07293 = 2.671.595,8

    = 2.671.596 (dibulatkan)

    Keunggulan:

    Metoda digunakan apabila tidak diketahui data tentang komponen dari

    pada penduduk. Yang diketahui hanya penduduk keseluruhan dan tingkat

    pertumbuhan penduduk. Cocok untuk proyeksi jangka pendek.

    Kelemahan :

    Menyajikan informasi yang 18ector18e terbatas karena tidak memberikan

    informasi struktur umur dan jenis kelamin.

    Tidak cocok untuk proyeksi jangka panjang.

    Ad. b. Metoda Komponen (Cohort Survival Model)

    Keunggulan:

    o Memperhatikan perubahan tiap-tiap komponen perubahan penduduk

    (Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi).

    o Dimulai dengan asumsi-asumsi: Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi.

    Data-data yang diperlukan:

    distribusi umur dan jenis kelamin penduduk yang telah dilakukan protating dan 18ector18e1818

    menentukan level of mortality penduduk tersebut mengestimasikan pola fertilitas (ASFR) menentukan rasio jenis kelamin saat lahir menentukan pola migrasi (proporsi migrasi menurut umur)

    Langkah-langkah perkiraan jumlah penduduk menurut metoda ini adalah

    sebagai berikut :

    Kolom 1: adalah kelompok umur dengan interval 5 tahunan

    Kolom 2: adalah jumlah penduduk wanita menurut kelompok umur, 1971.

  • 19

    Kolom 3 : survival ratio penduduk wanita, yang dikutip dari 19ecto

    kematian dengan asumsi level yang digunakan adalah level 13

    model West.

    Survival Ratio untuk kelompok umur 55-59 tahun dan 60 +

    sebesar 0,73665 diperoleh dari:

    T60 + / T55 + di dalam life table level 13

    Kolom 4: Penduduk masih hidup tahun 1976 = kol.2 x kol.3

    Contoh : Penduduk kelompok umur 0-4 tahun, yang masih

    hidup 5 tahun lagi adalah :

    381956 x 0,94528 = 361.055

    Mereka inilah akan berusia 5-9 tahun pada tahun 1976

    Untuk kelompok umur 55-59 tahun dan 60 tahun lebih,

    diperoleh hasil 82.937 x 0,73665 = 61.096.

    Mereka ini dikelompokkan dalam usia 60+ pada tahun 1976.

    Kolom 5 : Adalah jumlah 19ector19 netto DKI Jakarta antara tahun 1971-

    1976 yang diperoleh dari perkalian antara proporsi 19ector19

    perempuan dengan total 19ector19.

    Contoh: Migran netto perempuan (lihat 19ecto 3)

    jumlah (0-4) = 500.000 (0,0365) = 18.250.

    Kolom 6: Adalah hasil penjumlahan kolom- (4) + kolom (5). Untuk kelom-

    pok umur 0-4 tahun belum dapat diisi, karena angka jumlah

    kelahiran selama 5 tahun belum dihitung. Kolom-kolom

    selanjutnya (kolom 7, 8, 9) dibuat untuk menghitung jumlah

    kelahiran perempuan selama periode 1971-1976.

    Kolom 7: Adalah rata-rata jumlah penduduk perempuan per kelompok

    umur :.{Kolom (2) + Kolom (6)} / 2

    Kolom 8: Adalah jumlah kelahiran Age Specific Fertility Rate dari DKI

    Jakarta.

    Kolom 9 : Adalah jumlah kelahiran per tahun per kelompok umur antara

    tahun 1971-1976, yang dihitung dari perkalian Kolom (7)

    dengan Kolom (8).

    Jadi jumlah kelahiran selama 5 tahun = 5 x 227.339 =

    1.136.995. Dengan asumsi Sex Ratio at Birth = 105, maka

    diperoleh proporsi perempuan yang lahir sebesar 0,488.

    Jumlah kelahiran perempuan selama 5 tahun = jumlah kelahiran

    selama 5 tahun x rasio kelahiran perempuan atas kelahiran laki-

    laki = 1.136.995x0,488 = 554.854.

    Jumlah kelahiran perempuan yang masih hidup pada umur 0-4

    tahun = Jumlah kelahiran perempuan x rasio masih hidup pada

    saat dilahirkan = 554.854 (0,85661) = 475.293.

    Jadi penduduk perempuan yang berumur 0-4 tahun 1976

    adalah : 475.293 + 18.250 x (migrasi usia 0-4) = 493.543.

  • 20

    Tabel 2.2: Proyeksi Jumlah Penduduk Perempuan di DKI Jakarta tahun 1971 -1976

    Kelompok

    Umur

    Penduduk

    Penduduk

    Perempuan

    1971

    Ration

    Masih Hidup

    Penduduk

    Masih Hidup

    Migran

    Perempuan

    1971 -1976

    Penduduk

    Perempuan

    1976

    Rata-rata

    Pend.Perp

    1971-1976

    ASFR

    Jakarta

    1971-1976

    Kelahiran

    pertahun

    1971-1976

    1 2 3 4 5 6 7 8 9

    0-4 381.956 0.94528 - 18.250 493.543 - - -

    5-9 319.450 0.98100 361.055 22.350 383.405 - - -

    10-14 267.518 0.98043 313.380 29.500 342.880 - - -

    15-19 265.251 0.97430 262.283 57.800 320.083 292.667 0.107 31.315

    20-24 227.890 0.96927 258.432 49.900 308.334 268.112 0.242 64.883

    25-29 201.771 0.96518 220.887 29.000 249.887 225.829 0.239 53.973

    30-34 164.195 0.96077 194.745 15.850 210.959 187.395 0.236 44.225

    35-39 135.959 0.95608 157.754 10.800 168.554 152.257 0.159 24.209

    40-44 94.009 0.94998 129.988 7.350 137.338 115.674 0.070 8.097

    45-49 60.930 0.93753 89.307 4.650 93.957 77.444 0.009 697

    50-54 47382 0.91695 57.124 3.450 60.574 - - -

    55-59 25.220 0.73655 43.477 1.950 45.397 - - -

  • 21

    Tabel 2.3 Distribusi Migran Perempuan ke Jakarta

    Menurut Umur, tahun 1971 -1976

    UMUR PERSENTASE UMUR PERSENTASE

    0-4 0.0365 35-39 0.0216

    5-9 0.0447 40-44 0.0147

    10-14 0.0590 45-49 0.0093

    15-19 0.1156 54-54 0.0069

    20-24 0.0998 55-59 0.0039

    25-29 0.0580 60 + 0.0096

    30-34 0.0317

    Sumber: PSDALUH-DTKTD (1992)

    Untuk keperluan tertentu, misalnya untuk mengetahui jumlah penduduk

    usia sekolah dasar (7-12 tahun), maka kelompok umur 5-9 perlu dipecah

    menjadi umur 5, 6, 7, 8, dan 9 tahun, demikian pula kelompok umur 10-14

    dipecah menjadi umur 10,11,12,13, dan 14 tahun.

    Pemecahan dilakukan dengan bantuan 21ector pengganda Sprague

    (Sprages Multipliers). Pengganda ini memiliki 5 panel, sebuah untuk

    kelompok umur tengah (midpanels) , dua buah untuk kelompok akhir

    (endpanel) , dan dua buah lagi untuk kelompok umur yang berbatasan

    dengan kelompok umur akhir PSDALUH-DTKTD (1992):

    1. First end-panel : untuk golongan umur 0-4 tahun

    2. First next-to-end panel : untuk golongan umur 5-9 tahun

    3. Mid-panels : untuk golongan umur 10 -14 tahun

    sampai dengan golongan 85 89 tahun

    4. Last next-to-end panel: untuk golongan umur 90 94 tahun

    5. Last end-panel : untuk golongan umur 95-99 tahun

    Catatan:

    Apabila data penduduk tidak dikelompokkan sampai golongan umur 95-99

    tahun, misalnya hanya sampai pada golongan umur 70-74 tahun, maka

    golongan umur di atasnya menyesuaikan. Dalam kasus-kasus tertentu,

    adakalanya golongan umur 95+ diasumsikan sama dengan golongan

    umur 95-94, demikian pula golongan umur 75 +, dapat diasumsikan sama

    dengan golongan umur 75-79 tahun, dan sebagainya.

    a. First end-panel

    Pemecahan kelompok umur ini dilakukan dengan menggunakan rumus

    berikut:

  • 22

    nj = Ni

    n

    i

    Niji1

    . j = 1,5; i = 1,4

    dengan :

    nj menyatakan-golongan umur tahunan :

    n1 = 0 tahun, n2 = 1 tahun, n3 = 2 tahun,

    n4 = 3 tahun dan n5 = 4 tahun.

    Ni menyatakan jumlah penduduk pada kelompok umur ke-i, yaitu : N1 = 0-

    4 tahun, N2 = 5-9 tahun, N3 = 10-14 tahun, N4 = 15-19 tahun.

    ji menyatakan koefisien pengganda Sprague yang diperlihatkan pada

    faktor 4.

    Tabel 2.4. Pengganda Sprague

    N1 N2 N3 N4 N5

    FIRST END-PANEL

    nl +0.3616 -0.2768 + 0.1488 - 0.0336 -

    n2 +0.2640 -0.0960 + 0.0400 - 0.0080 -

    n3 +0.1840 + 0.0400 - 0.0320 +0.0080 -

    n4 + 0.1200 + 0.1360 - 0.0720 + 0.0160 .

    n5 +0.0704 + 0.1968 - 0.0848 + 0.0176 -

    FIRST NEXT-TO-END PANEL

    nl +0.0336 + 0.2272 - 0.0752 + 0.0144 -

    n2 +0.0080 + 0.2320 - 0.0480 +0.0080 -

    n3 - 0.0080 + 0.2160 - 0.0080 + 0.0000 -

    n4 - 0.0160 + 0.1840 + 0.0400 - 0.0080 -

    n5 - 00176 + 0.1408 + 0.0912 - 0.9144 -

    MID-PANEL

    nl - 0.0128 + 0.0848 + 0.1504 - 0.0240 + 0.0016

    n2 -0.0015 + 0.0144 + 0.2224 - 0.0416 +0.0064

    n3 +0.0084 - 0.0336 +0.2544 - 0.0336 - 0.0064

    n4 +O0064 - 0.0416 + 0.2224 - 0.0144 - 0.0016

    n5 +0.0016 - 0.0240 + 0.1504 +0.0848 - 0.0128

    LAST NEXT-TO-END PANEL

    nl - 0.0144 +0.0912 + 0.1408 - 0.0176 -

    n2 - 0.0080 +0.0400 + 0.1840 - 0.0160 .

    n3 +0.0000 - O.0080 + 0.2160 - 0.0080 -

    n4 +0.0080 - a0480 +0.2320 + 0.0080 - .

    n5 +0.0144 - 0.0752 +0.2272 +0.0336 -

    LAST END PANEL

    nl +0.0176 - 0,0848 +0.1968 +0.0764 -

    n2 +0.0168 - 0.0720 +0.1360 +0.1200 -

    n3 +0.0080 - 0.0320 + 0.0400 +0.1640 -

    n4 - 0.0080 + 0.0400 -0.0960 +0.2640

    n5 - 0.0336 + 0.1488 - 0.2768 + 03615 -

  • 23

    b. First next-to-end Panel

    Golongan umur tahunan pada kelompok umur ini (5-9 tahun) diperkirakan

    dengan menggunakan rUmus yang sama dengan yang dipakai pada

    kelompok umur 0-4 tahun, dengan n1 = 5 tahun, n2 = 6 tahun, n3 = 7

    tahun, n4 = 8 tahun, dan n5 = 9 tahun.

    Sedang data kelompok umur yang digunakan adalah : N1 = 0-4 tahun, N2

    = 5-9 tahun, N3 = 10-14 tahun, dan N4 = 15-19 tahun.

    c. Mid Panel

    Kelompok umur ini juga menggunakan rumus yang sama dengan yang

    digunakan pada kelompok umur sebelumnya, dengan perbedaan terletak

    pada jumlah 23ector penggandanya, yaitu sebanyak 5 buah

    23ector23e2323 dengan 4 buah pada kelompok umur yang dibahas

    sebelumnya.

    N3 diletakkan pada kelompok umur yang ingin dipecah, N2 dan Ni untuk

    dua kelompok umur sebelumnya, dan N4 dan N5 untuk kelompok umur

    sesudahnya.

    Misalnya kelompok umur yang ingin dipecah adalah 10-14 tahun, maka n1

    = 10 tahun, n2 = 11 tahun, n3 = 12 tahun, n4 = 13 tahun, dan ns = 14

    tahun. Data kelompok umur yang digunakan adalah Ni = 0-4 tahun, N2 =

    5-9 tahun, N3 = 10-14 tahun, N4 = 15-19 tahun, dan N5 = 20-24 tahun.

    Catatan:

    Untuk Last next-to-end panel pemecahan umur dihitung dengan cara yang

    sama First next-to-end panel, sedang pemecahan umur untuk last end

    panel dihitung dengan cara yang serupa dengan first end panel.

    Contoh:

    Perkirakan jumlah anak usia sekolah (7-12 tahun) berdasarkan data

    jumlah penduduk menurut kelompok umur yang diperlihatkan pada

    kelompok 1.

    Golongan umur 7-12 tabun terdiri atas dua kelompok umur, yaitu 5-9

    tahun dan 10-14 tahun. Kelompok umur 5-9 tahun dipecah dengan

    menggunakan First next-to-end panel, sedangkan kelompok umur 4 tahun

    dipecah dengan menggunakan faktor pengganda pada mid panel.

    Golongan umur 5 tahun = 0.0336 x 66.082 + 0.2272 x 64.652 0.0752 x

    49.285 + 00144 x 35.866 = 13.720 (dibulatkan)

    Golongan umur 6 tahun = 0.0080 x 66.082 + 0.2320 x 64.652 0.0480 x

    49.285 + 0.0080 x 35.866 = 13.499 (dibulatkan)

  • 24

    Golongan umur 13 tahun = 0.0064 x 66.082 0.0416 x 64.652 + 0.2224 x

    49.285 + 0.0144 x 35.866 -0.0016x37.316 =

    9.151 (dibulatkan)

    Golongan umur 14 tahun = 0.0016 x 66.082 0.0240 x 64.652 + 0.1504

    x 49.285 + 0.0848 x 35.866 -0.0128 x 37.316

    = 8.530 (dibulatkan)

    Dari perhitungan di atas terlihat bahwa untuk golongan umur 5, 6, 13 dan

    14 terdapat 44.850 anak, dengan demikian jumlah penduduk yang

    berumur 7-12 tahun adalah (64.652 + 49.285) 44.850 = 69.087.

    5. Analisis Ketenagakerjaan

    Analisis dalam lingkup ini diperlukan untuk memperoleh informasi

    yang berkaitan dengan jumlah penduduk yang tidak produktif, tingkat

    partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran, dan proyeksi tingkat

    partisipasi angkatan kerja.

    (i) Angka Beban Tanggungan

    Angka beban tanggungan (Dependency Ratio) merupakan

    angka yang menyatakan perbandingan antara jumlah penduduk yang

    tidak produktif (umur dibawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan

    jumlah penduduk yang termasuk usia produktif (umur 15-64 tahun).

    {(Po 14 + P65+) / (P15 64)} * 100

    Penilaian:

    Angka Beban-Tanggungan Tinggi : > 70

    Angka Beban Tanggungan Sedang : 51 69

    Angka Beban Tanggungan Rendah : 70

    TPAK Sedang = 50-69

    TPAK Rendah = < 50

    Data yang dibutuhkan berupa :

    - Jumlah penduduk usia kerja (umur 10 tahun ke atas)

    - Jumlah angkatan kerja.

  • 25

    Angkatan kerja adalah penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang

    secara aktif melakukan kegiatan ekonomis.

    Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja, penduduk yang

    mempunyai pekerjaan tetap, tetapi sementara tidak bekerja, dan

    penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi mencari pekerjaan

    secara aktif.

    (iii) Tingkat Pengangguran Terbuka

    Tingkat pengangguran terbuka (Open Unemployment Rate)

    dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

    TPT = ( jumlah pencari kerja / jumlah angkatan kerja ) * 100

    Data yang dibutuhkan:

    - Jumlah angkatan kerja

    - Jumlah orang yang mencari pekerjaan

    Pengertian penduduk yang mencari pekerjaan (menganggur) adalah

    mereka yang tidak bekerja dan sekarang ini sedang aktif mencari

    pekerjaan menurut acuan waktu tertentu. Termasuk kelompok ini adalah

    mereka yang pernah bekerja, atau sekarang sedang dibebastugaskan,

    tetapi sedang menganggur dan mencari pekerjaan.

    (iv) Proyeksi TPAK

    Proyeksi angkatan kerja dibutuhkan untuk memperoleh informasi

    tentang jumlah dan karakteristik kerja yang tersedia pada masa yang akan

    25ector, termasuk pertumbuhan angkatan kerja dan jumlah penduduk

    yang pertama kali memasuki pasar tenaga kerja.

    Proyeksi penyediaan tenaga kerja dilakukan dengan dua tahap,

    yaitu :

    1) proyeksi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dalam suatu

    wilayah tertentu.

    2) proyek TPAK untuk memperkirakan jumlah penyediaan tenaga kerja.

    Tahap pertama diketahui secara khusus pada proyeksi penduduk.

    Pada dasarnya perkiraan jumlah angkatan kerja dapat diperoleh sebagai

    hasil kali antara TPAK dengan jumlah penduduk pada kelompok umur

    yang sama.

    LFtx = lftx * P

    tx

    dengan

    LFtx = jumlah angkatan kerja pada kelompok umur x pada tahun t

    lftx = TPAK pada kelompok umur x pada tahun t

    Ptx = jumlah penduduk pada kelompok umur x pada tahun t

  • 26

    Dalam proyeksi ini perlu dibuat asumsi mengenai TPAK pada masa yang

    akan datang.

    Selain itu, TPAK pada masa yang akan datang dapat diketahui dengan

    melakukan extrapolasi sebagai berikut:

    lfxt+1 = lfxt * { lf

    xt / (lf

    xt-1)}

    dengan

    lfxt+1 = TPAK kelompok umur x pada tahun t +1

    lfxt = TPAK kelompok umur x pada tahun t

    lfxt-1 = TPAK kelompok umur x pada tahun t 1

    Tata perhitungan TPAK dengan cara extrapolasi dapat dilakukan dengan

    menggunakan bantuan tabel berikut:

    KELOMPOK UMUR

    TPAK 1971

    TPAK 1980

    (3): (2) TPAK 1990

    (3)* (4)

    1 2 3 4 5

    10-19

    50%

    60%

    60/50 = 1.2

    72 %

    Keunggulan : sangat sederhana

    Kelemahan:

    Dalam beberapa kasus, khususnya untuk kelompok umur yang memiliki

    TPAK tinggi, hasil extrapolasi kadang-kadang lebih besar dari 100, suatu

    angka yang tidak mungkin dicapai pada keadaan sebenarnya.

    Untuk mengatasi kelemahan ini, digunakan faktor koreksi yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    lfxt+1 = lfxt * { (100 +

    xt) / 100}

    dengan

    lfxt+1 = TPAK kelompok umur x pada tahun t +1

    lfxt = TPAK kelompok umur x pada tahun t

    xt = Kenaikan TPAK dari tahun t sampai tahun t + 1

    Perhitungan xt dilakukan dengan bantuan rumus :

    xt = (lfxt/ lf

    xto) * {(lft + U

    xt) / (lfto * U

    tto)}

    dengan

    lfxt = TPAK kelompok umur x pada tahun t

    lfxto = TPAK kelompok umur x pada tahun to

  • 27

    Uxt = Proporsi penduduk usia x yang tidak masuk angkatan

    kerja pada tahun t

    Uxto = Proporsi penduduk usia x yang tidak masuk angkatan

    kerja pada tahun to

    Contoh hipotesis proyeksi tingkat partisipasi angkatan kerja suatu

    wilayah pada tahun 1990 berdasarkan data tahun 1971 dan 1980,

    sebagai berikut:

    UMUR lfto 1971 lfto 1980 3:2 Uto Ut lfto * Uto lft * Ut 8:7 t

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    10-19 0.4938 0.4217 0.854 0.5062 0.5783 0.250 0.244 0.976 -0.833

    20-34 0.6826 0.4141 0.606 0.3172 0.5859 0.217 0.243 1.120 -0.678

    35-44 0.3397 0.6306 1.856 0.6603 0.3694 0.224 0.233 1.040 1.930

    Dari tabel di atas dapat diperkirakan tingkat partisipasi angkatan kerja

    tahun 1990 sebagai berikut:

    UMUR lf 1990

    10-19 0.4217 * (100 0.833) /100 = 0.4182

    20-34 0.4141 * (100- 0.678)/ 100 = 0.4113

    35-44 0,6306 * (100-1.930)/ 100 = 0.6428

    (i) Perhitungan Indekss Kualitas Hidup (IKH) IKH

    atau disebut juga Physical Quality of Life Indeks (PQLI) merupakan

    indikator gabungan (Composit Indicator) yang terdiri atas 3 unsur yang

    dinilai cukup valid untuk menggambarkan kualitas sumberdaya manusia.

    Ketiga indikator yang dimaksud ialah :

    i. Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate = IMR)

    ii. Angka harapan hidup pada usia 0 (Life Expectancy = LE)

    iii. Angka melek huruf penduduk usia 10 th keatas (Literacy Rate = LR)

    Sebagai suatu mocel gabungan, IKH dinilai mempunyai kepekaan

    yang tinggi untuk mengukur hasil dari suatu proses pembangunan

    ekonomi dalam suatu masyarakat.

    Informasi dasar yang diperlukan dalam pengukuran IKH adalah

    data mengenai ketiga indikator tersebut di atas pada tahun yang sama.

    Tahapan-tahapan pengukurannya adalah sebagai berikut:

    (1) Pengumpulan data ketiga faktor yang tergabung dalam IKH, yaitu:

  • 28

    a. Angka Kematian Bayi (IMR)

    - Angka ini menunjukkan jumlah rata-rata kematian bayi dalam setiap

    1000 kelahiran pada suatu wilayah tertentu.

    - Angka IMR ini oleh para ahli dipandang sebagai salah satu indikator

    yang mampu mengukur perkembangan pembangunan ekonomi

    suatu masyarakat.

    - Data yang dibutuhkan untuk menghitung IMR ialah jumlah anak usia

    dibawah 1 tahun yang meninggal pada suatu wilayah, serta jumlah

    kelahiran di wilayah tersebut pada periode tahun yang sama.

    Tetapi karena data yang dimaksud biasanya sulit diperoleh secara

    akurat di seluruh wilayah, maka dianjurkan untuk mengutip saja

    hasil perhitungan terakhir mengenai IMR dari pihak / instansi yang

    berkompeten seperti Dep. Kesehatan, Kantor Statistik, BKKBN,

    ataupun dari Lembaga Demografi pada Perguruan Tinggi setempat.

    - Diumpamakan angka IMR yang diperoleh itu adalah 85. Itu berarti

    dalam setiap 1000 kelahiran ada 85 bayi yang meninggal sebelum

    mencapai ulang tahunnya yang pertama.

    b. Angka Harapan Hidup (Life Expectancy)

    - Angka ini mengukur jumlah rata-rata tahun (umur) yang diharapkan

    oleh seseorang yang baru lahir untuk dijalani sampai meninggal

    kelak. Indikator inipun jelas dapat menggambarkan tingkat kualitas

    hidup penduduk melalui tingkat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan

    dasarnya. Semakin besar angka harapan hidup (LE) berarti

    semakin tinggi pula kualitas hidup penduduk yang bersangkutan.

    - Seperti halnya pada perhitungan IMR, angka harapan hidup (LE) ini

    juga dianjurkan untuk dikutip dari hasil perhitungan yang sudah

    dilakukan oleh pihak/instansi yang berkompeten seperti yang

    disebutkan di atas, karena untuk menghitung sendiri angka LE ini

    sangat rumit bagi mereka yang bukan ahlinya. Hal ini tidak menjadi

    masalah karena data mengenai LE dipublikasikan secara berkala

    oleh instansi-instansi tersebut di atas.

    - Jika diumpamakan angka harapan hidup (LE) yang diperoleh untuk

    suatu wilayah kabupaten adalah 58, ini menunjukkan bahwa setiap

    anak yang lahir di wilayah tersebut pada periode tahun yang

    bersangkutan, dapat mengharapkan hidup rata-rata selama 58

    tahun.

  • 29

    c. Angka Melek Huruf (Literacy Rate)

    Angka ini mengukur proporsi penduduk yang berusia 10 tahun

    ke atas yang mampu membaca dan menulis. Jadi yang diukur ialah

    kondisi pendidikan dasar penduduk.

    Indikator ini dipandang memiliki kepekaan yang tinggi untuk

    mengukur potensi pembangunan dan kesempatan-kesempatan yang

    dimiliki oleh lapisan penduduk miskin / bawah untuk ikut berperan aktif

    dalam pembangunan wilayah.

    Data yang dibutuhkan untuk menghitung angka melek huruf

    (LR) ialah data mengenai jumlah penduduk yang berusia 10 tahun ke

    atas dan data mengenai jumlah orang yang mampu membaca dan

    menulis huruf latin di antara seluruh penduduk usia 10 tahun keatas

    tersebut. Data ini tersedia pada publikasi Biro Pusat Statistik (BPS).

    Perhitungan LR dilakukan dengan bantuan rumus:

    LP= jumlah penduduk 10 thn keatas yang mampu baca tulis

    jumlah penduduk usia 10 tahun keatas

    Jika diumpamakan angka LR yang diperoleh adalah 72,5, ini menunjukkan

    bahwa di antara 100 penduduk berusia 10 tahun ke atas terdapat 73

    (setelah dibulatkan) yang mampu membaca dan menulis huruf latin.

    1. Perhitungan IKH

    Setelah data / angka ketiga faktor tersebut di atas diperoleh, maka IKH

    dapat dihitung dengan rumus berikut:

    IKH = 1/3 [{(229-IMR)/2,22} + {(LE-38)/0,39} + LR]

    dengan:

    IMR = Angka Kematian Bayi

    LE = Angka Harapan Hidup

    LR = Angka Melek Huruf

    Angka-angka yang tercantum dalam rumus di atas yaitu 1/3 ; 2,22;

    0,39; 229 dan 38 merupakan konstanta.

    Angka IKH yang dihasilkan dari perhitungan dengan rumus di atas

    akan bergerak antara 0 sampai dengan 100, semakin dekat angka IKH

    ke 100 berarti kualitas hidup penduduk makin tinggi pula. Demikian

    pula sebaliknya.

    Sebagai patokan umum dalam mengukur kualitas hidup pada masing-

    masing wilayah, maka pengelompokannya adalah sebagai berikut:

    kualitas hidup rendah : IKH < 50

    kualitas hidup sedang : 50 < IKH < 75

    kualitas hidup tinggi : IKH > 75

  • 30

    Contoh:

    Perhitungan IKH dengan menggunakan contoh angka IMR, LE dan LR

    yang ditemukan di sebelumnya yaitu masing-masing 85, 58, dan 72,5

    akan menghasilkan IKH sebagai berikut:

    IKH = 1/3 [{(229-85)/2,22} + {(58-38)/0,39} + 72,5]

    IKH = 62,8

    Berdasarkan pengelompokan sebelumnya, maka angka IKH yang

    dihasilkan dari perhitungan diatas yakni 62,8 adalah termasuk kategori

    sedang.

    Kelebihan:

    - Berlaku umum bagi berbagai model pembangunan.

    - Terhindar dari ukuran-ukuran yang menggambarkan nilai khusus

    masyarakat tertentu

    - Mengukur hasil/output proses pertumbuhan ekonomi (pembangunan).

    - Sederhana dan prosesnya mudah dimengerti

    - Dapat dibandingkan (comparable) secara internasional.

    Kelemahan

    - Data indikator mengenai ketiga faktor dalam IKH seringkali kurang

    tersedia di setiap kabupaten

    - Angka IKH ini kurang tajam dalam mengukur tingkat pendapatan

    masyarakat, padahal tingkat pendapatan sering pula dijadikan tolok ukur

    kualitas kehidupan ekonomi masyarakat.

    7. Indikator Tingkat Pendidikan Masyarakat

    Indikator tingkat pendidikan dapat mengukur sejauh mana

    perkembangan wawasan, aspirasi, pengetahuan dan keterampilan

    penduduk untuk meningkatkan kemampuannya mengolah sumberdaya

    alam serta untuk mengembangkan hubungan-hubungan sosialnya. Untuk

    maksud ini terdapat 3 metoda pengukuran yang dinilai cukup valid untuk

    mengukur perkembangan pendidikan dimaksud, yaitu :

    (i) Rasio Pendaftaran Sekolah (Enrolment Ratio)

    Metode ini mengukur proporsi anak usia sekolah yang benar-benar

    sudah terdaftar di sekolah menurut jenjangnya masing-masing.

    Menurut kelompok usianya, maka ukuran Enrolment Ratio (ER) dapat

    dibagi atas 3 kategori, yaitu:

    - ER untuk SD bagi usia 7-12 tahun

    - ER untuk SLTP bagi usia 13-15 tahun

    - ER untuk SLTA bagi usia 16-18 tahun

  • 31

    Langkah pertama untuk menghitung ER ialah mengumpulkan data

    mengenai jumlah anak seluruhnya pada kelompok umur 7-12 tahun; 13-15

    tahun; dan 16-18 tahun. Kemudian dikumpulkan pula data mengenai

    jumlah anak pada masing-masing kelompok umur yang benar-benar

    terdaftar di sekolah.

    Kedua macam data tersebut cukup mudah diperoleh dari instansi terkait

    seperti DIKBUD atau Kantor Statistik.

    Setelah data tersebut diperoleh maka ER untuk masing-masing jenjang

    sekolah dapat dihitung dengan rumus :

    ERi = jumlah anak usia (i) yang bersekolah

    jumlah anak usia (i)

    dengan (i) menunjukkan kelompok usia atau jenjang pendidikan masing-

    masing.

    Contoh:

    Pada suatu kabupaten jumlah anak usia 13-15 tahun adalah 81.500

    orang. Diantara jumlah itu terdapat 56.200 yang sedang bersekolah

    ditingkat SLTP, maka ER-nya (tingkat SLTP) adalah:

    (56.200 / 81.500) * 100 = 68,9

    Dengan cara yang sama dapat dihitung ER untuk SD dan SLTA.

    Sebagai patokan penilaian, ER yang dinilai menunjukkan perkembangan

    pendidikan yang tinggi adalah:

    - SD = 100 atau mendekati 100

    - SLTP = sekitar 80

    - SLTA = sekitar 60

    Kelebihan:

    - Mudah dihitung dan datanya mudah diperoleh.

    - Mudah dibandingkan dengan wilayah atau daerah lain karena sangat

    umum digunakan untuk memantau perkembangan pendidikan

    masyarakat.

    Kelemahan :

    - Belum menggambarkan kualitas pendidikan itu sendiri. Sehingga suatu

    wilayah yang lebih tinggi Enrolment Ratio-nya belum otomatis juga lebih

    tinggi perkembangan tingkat pengetahuan dan keterampilan

    masyarakatnya dibandingkan dengan wilayah yang lebih rendah ER-

    nya.

  • 32

    (ii) Status Pendidikan (Educational Attainment)

    Metoda ini mengukur jenjang pendidikan formal yang telah

    diselesaikan oleh penduduk yang berusia 10 tahun ke atas. Jadi dapat

    dipakai untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia, terutama yang

    berhubungan dengan aspek wawasan, pengetahuan dan keterampilan.

    Ukuran yang umum digunakan ialah mengelompokkan penduduk

    usia 10 tahun ke atas menurut jenjang pendidikan formil yang telah

    diselesaikan ke dalam 7 kelompok sebagai berikut:

    - tidak sekolah (TS)

    - tidak tammat SD (TTSD)

    - SD tammat

    - SLTP

    - SLTA

    - Akademi

    - Universitas / Institut / Sekolah Tinggi

    Pengelompokan di atas 32ector32e mudah dilakukan karena datanya

    banyak tersedia pada instansi-instansi yang berkompoten seperti

    BAPPEDA, Kantor Statistik, dan Kantor DIKBUD setempat.

    Penyederhanaan 32ector32e32 status pendidikan ini dapat dilakukan

    dengan membagi dua penduduk usia 10 tahun ke atas menurut kelompok

    pendidikan formil yang telah diselesaikan, yaitu menjadi:

    - penduduk berpendidikan kurang dari SLTP

    - penduduk berpendidikan SLTP ke atas.

    Alasan pengelompokan di atas ialah bahwa dengan melewati SLTP ke

    atas seseorang telah mengalami peningkatan wawasan dan pengetahuan

    secara cukup substantial, yang memperbesar aksesnya terhadap

    berbagai macam informasi dan keterampilan yang diperlukan dalam

    pengembangan sumberdayanya.

    Makin besar proporsi penduduk yang berpendidikan SLTP ke atas berarti

    kualitas sumberdaya manusia semakin tinggi pula.

    Sebagai patokan umum, suatu wilayah dapat dinilai tinggi status

    pendidikan penduduknya apabila proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas

    yang berpendidikan SLTP ke atas mencapai minimal 40%.

    Kelebihan:

    Data yang dibutuhkan mudah diperoleh demikian pula proses

    perhitungannya. Ukuran ini juga sudah langsung menggambarkan secara

    umum tingkat kualitas sumber daya manusia dengan melihat jenjang

    pendidikan formilnya masing-masing.

    Kelemahan :

  • 33

    Seringkali data yang diperoleh kurang akurat atau kurang 33ector. Sebab

    pendataan yang demikian ini biasanya dilakukan paling cepat lima tahun

    sekali sejalan dengan pelaksanaan sensus atau survey penduduk antar

    sensus.

    (iii) Rasio Guru dan Murid

    Metode ini mengukur jumlah murid yang dilayani oleh setiap guru

    dalam proses belajar mengajar, jadi secara tidak langsung mengukur

    kualitas proses pendidikan di suatu wilayah.

    Perhitungan Rasio Guru-Murid dilakukan menurut jenjang pendidikan,

    yaitu rasio guru-murid pada SD, SLTP dan SLTA.

    Data yang diperlukan ialah jumlah guru serta jumlah murid/siswa

    keseluruhan-nya di suatu wilayah menurut jenjangnya masing-masing.

    Cara perhitungannya ialah dengan rumus sederhana:

    jumlah murid Ratio Guru dan Murid ________________

    jumlah guru Contoh:

    Di kabupaten X terdapat 87.500 murid SD, dengan jumlah guru sebanyak

    1950 orang, maka rasio guru-murid untuk tingkat SD adalah :

    87500 / 1950 = 44,9 dibulatkan menjadi 45.

    Artinya setiap guru SD di kabupaten ini melayani rata-rata 45 orang murid.

    Dengan prosedur yang sama dapat dihitung rasio guru-murid pada tingkat

    SLTP das SLTA.

    Makin kecil rasio guru-murid menunjukkan makin tingginya intensitas

    proses belajar mengajar, yang berarti pula makin tingginya kualitas proses

    pendidikan di wilayah yang bersangkutan.

    Sebagai patokan umum dalam penilaian, rasio guru-murid yang dinilai baik

    dan mampu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar secara nyata

    adalah:

    - SD = 1: 30 sampai 40

    - SLTP = 1: 20 sampai 25

    - SLTA = 1:15 sampai 20

    Kelebihan :

    Mudah dihitung dan datanyapun mudah diperoleh, karena data mengenai

    rasio guru-murid ini setiap tahun diremajakan oleh Kantor Depdikbud.

    Kelebihan lainnya adalah metoda ini dapat menjelaskan kualitas dari

    proses pendidikan yang terjadi pada suatu wilayah.

    Kelemahan :

    Metoda ini menjelaskan perkembangan proses belajar mengajar

    dikalangan penduduk yang hanya sementara terdaftar pada pendidikan

  • 34

    formal. Jadi tidak mampu mengukur kegiatan pendidikan di luar

    persekolahan (pendidikan formal).

    Kelemahan lainnya ialah metoda ini belum menggambarkan penyebaran

    guru-guru menurut subjek pendidikan, melainkan hanya penyebaran

    menurut jumlah totalnya saja.

    6. Metode Partisipasi Kelembagaan

    Metoda ini digunakan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Desa

    Departemen Dalam Negeri untuk mengukur sampai sejauh mana lembaga

    kemasyarakatan formal yang ada, telah melakukan fungsinya dengan

    baik. Dengan mengukur aktifitas lembaga tersebut, maka sebenarnya

    berarti pula mengukur partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan

    pembangunan, karena lembaga-lembaga formal tersebut merupakan pula

    wadah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam melakukan

    kegiatan-kegiatan pembangunan. Di antara keseluruhan lembaga formal

    yang ada ditengah-tengah masyarakat desa/kelurahan, ada empat yang

    merupakan inti, dalam arti pembentukan dan pembinaannya dilakukan

    serentak di seluruh Indonesia, dan berdasarkan pada Undang-Undang

    atau Peraturan Pemerintah.

    Ke empat lembaga format dimaksud adalah Lembaga Ketahanan

    Masyarakat Desa (LKMD), Koperasi Unit Desa (KUD), Pembinaan

    Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Karang Taruna.

    LKMD merupakan lembaga kemasyarakatan yang keberadaannya di

    tiap desa dan kelurahan didasarkan atas Undang-Undang No.5/1979

    tentang penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan. LKMD

    merupakan wadah koordinasi dan pelaksanaan berbagai aspek

    kegiatan masyarakat.

    KUD merupakan lembaga kemasyarakatan yang berfungsi

    menyalurkan atau mengkoordinasikan aktivitas perekonomian

    masyarakat

    PKK merupakan lembaga yang berfungsi mengkoordinasikan berbagai

    kegiatan kaum wanita,

    sedangkan Karang Taruna mewadahi berbagai kegiatan kaum remaja

    dan pemuda.

    Mengingat fungsi dari keempat lembaga tersebut yang mewakili

    34ector semua lapisan masyarakat, maka keempatnya dipilih sebagai

    34ector34e34 untuk mengukur sampai sejauh mana potensi kelembagaan

    dalam masyarakat mampu mendorong produktivitas mereka.

    Informasi yang dibutuhkan untuk pengukuran ini adalah data kegiatan

    lembaga-lembaga yang dimaksud, baik kegiatan administratifnya maupun

  • 35

    kegiatan operasionalnya masing-masing. Data ini dapat diperoleh secara

    langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan

    mengadakan pengamatan di lapang dengan menghimpun informasi dari

    kalangan masyarakat setempat tentang aktifitas lembaga yang dimaksud.

    Tetapi karena cara langsung ini memerlukan waktu dan biaya yang besar,

    maka disarankan untuk mengumpulkan data tersebut dari Kantor

    Pemerintah Wilayah setempat cq. Kantor Pembangunan Desa

    (BANGDES). Kantor ini melakukan monitoring setiap tahun mengenai

    perkembangan pembangunan desa, dimana aspek kegiatan lembaga-

    lembaga kemasyarakatan merupakan salah satu indikator yang diukur.

    Langkah-langkah pengukuran potensi kelembagaan dengan

    menggunakan metoda partisipasi kelembagaan tersebut di atas adalah

    sebagai berikut:

    Keempat lembaga yang disebutkan di atas, diukur aktivitasnya (di tingkat

    desa) dan hasilnya dikelompokkan kedalam 3 kategori, yaitu:

    a. Aktif; dengan kondisi utama :

    kegiatan pengurusnya berjalan baik

    administrasi perkantoran berjalanteratur

    mempunyai kegiatan-kegiatan nyata sesuai yang digariskan oleh

    pedoman dasar lembaga atau oleh keputusan-keputusan rapat.

    b. Berkembang; dengan kendala utama :

    kepengurusannya belum terkonsolidasi dengan baik, misalnya

    rapat sangat jarang diadakan.

    administrasi kantor belum teratur, misalnya belum ada jadwal

    berkantor bagi pengurus.

    kegiatan-kegiatan yang dilakukan belum lancar dan belum

    terjadwal dengan baik.

    c. Passif; dengan kendala utama :

    kepengurusan belum berfungsi

    perkantoran belum berjalan, atau bahkan belum punya kantor.

    kegiatan-kegiatan belum ada yang melembaga.

    Hasil pengelompokan lembaga-lembaga seperti disebut di atas

    telah tersedia di Kantor BANGDES setempat.

    Tahap selanjutnya, pengelompokan tersebut diagregasikan ke tingkat

    kabupaten, serta diberikan skor masing-masing sebagai berikut:

    a. Tinggi:

    Apabila diseluruh kabupaten tersebut terdapat 70% atau lebih dari

    seluruh lembaga dimaksud masuk dalam kelompok aktif. Diberi skor

    dalam skala 8-10.

  • 36

    b. Sedang:

    Apabila diseluruh kabupaten tersebut terdapat 50%-69% dari seluruh

    lembaga dimaksud masuk dalam kelompok aktif. Diberi skor dalam

    skala 5-7.

    c. Rendah:

    Apabila diseluruh kabupaten tersebut terdapat kurang dari 50%

    diantara lembaga dimaksud masuk dalam kelompok Aktif. Diberi skor

    1-4.

    Dengan cara agregasi ini maka pada tingkat kabupaten akan diperoleh

    36ecto pengelompokan lembaga-lembaga yang diukur menurut tingkat

    aktifitas dan skornya masing-masing sebagai berikut:

    LEMBAGA RENDAH

    (SKOR)

    SEDANG

    (SKOR)

    TINGGI

    (SKOR)

    LKMD 1-4 5-7 8-10

    KUD 1-4 5-7 8-10

    PKK 1-4 5-7 8-10

    KARANG TARUNA 1-4 5-7 8-10

    Terakhir, dengan menghitung skor kumulatif dari keempat lembaga

    tersebut di atas maka dapat dinilai tinggi rendahnya potensi kelembagaan

    pada kabupaten yang bersangkutan dengan klasifikasi sebagai berikut:

    - rendah : memiliki skor < 27

    - sedang : memiliki skor antara 27 33

    - tinggi : memiliki skor > 33

    Contoh:

    Suatu kabupaten dengan pengelompokan tingkat aktifitas kelembagaan

    sebagai berikut:

    LEMBAGA PENILAIAN SKOR

    LKMD TINGGI 9

    KUD SEDANG 6

    PKK TINGGI 8

    K. TARUNA RENDAH 4

    SKOR KUMULATIF 27

    Dengan skor kumulatif 27, maka potensi kelembagaan di kabupaten yang

    bersangkutan dapat diklasifikasikan sedang.

    Kelebihan :

  • 37

    - Sederhana perhitungannya dan datanya sangat mudah diperoleh,

    karena pihak Pemda cq. Kantor BANGDES secara rutin mengadakan

    pemantauan dan evaluasi. Hasil evaluasi tersebut dapat digunakan

    sebagai data dalam pengukuran ini.

    Kelemahan:

    - Penilaian terhadap tingkat kegiatan lembaga yang dimaksud 37ect

    bersifat subjektif dari pihak yang dinilai.

    - Ada kemungkinan lembaga yang dinilai tersebut sangat aktif, hanya

    karena ditunjang oleh mobilisasi aparat pemerintah setempat, tetapi

    kurang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

    7. Analisis Dinamika Sosial Masyarakat

    Analisis dinamika sosial masyarakat diarahkan untuk mengetahui

    sampai sejauh mana norma-norma sosial budaya atau tata nilai yang

    dianut mempengaruhi pola sosial dan pola prilaku para warga masyarakat,

    baik dalam arti positif maupun negatif. Pengaruh sistem nilai ini akan

    mempengaruhi dinamika sosial masyarakat secara keseluruhan dan pada

    gilirannya akan mendorong atau menghambat usaha-usaha peningkatan

    produktivitas masyarakat.

    Walaupun masalah sistem nilai budaya bersifat abstrak, namun

    terdapat beberapa pendekatan yang cukup baik untuk dipakai menilai

    pengaruh sosial budaya tersebut terhadap dinamika sosial masyarakat,

    misalnya pendekatan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal

    Pembangunan Desa, Departemen Dalam Negeri.

    Pendekatan dimaksud mengelompokkan masyarakat menurut

    keterikatan para individu/keluarga dengan nilai-nilai budaya yang dianut

    ke dalam tiga golongan, yaitu:

    (i) Masyarakat Terbuka

    Yaitu masyarakat yang sebagian besar keluarga dalam masyarakat

    tersebut telah terbuka terhadap inovasi atau pengaruh baru dari luar, baik

    dalam bentuk teknologi, maupun dalam cara berfikir dan berprilaku.

    Ciri masyarakat terbuka yang dapat diobservasi antara lain :

    - Rasional dalam interaksi faktor-faktor dominan, dibarengi dengan

    menurunnya nilai gotong royong.

    - Rasional dalam hubungan manusia dengan lingkungan alam,

    dibarengi dengan semakin berkurangnya berbagai macam ritual-

    ritual tradisional.

    - Kegiatan ekonomi masyarakat didominasi oleh orientasi komersial,

    menggantikan oririentasi sub-sistem.

    (ii) Masyarakat Transisi

  • 38

    Adalah masyarakat yang pola sosial dan prilaku sebagian besar

    keluarga dalam masyarakat tersebut disamping masih dipengaruhi oleh

    nilai budaya tradisional, juga telah mulai dapat menerima pengaruh-

    pengaruh baru dari luar.

    Ciri-ciri dari masyarakat transisi antara lain:

    - Rasionalisme dalam interaksi sosial umumnya masih terbatas pada

    aspek-aspek perekonomian. Sementara pada aspek non-ekonomi

    masih dipengaruhi oleh faktor emosional dan solidaritas kelompok.

    - Selain menerima ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan

    pengolahan sumberdaya alam, Faktor-faktor kepercayaan

    tradisional masih juga berpengaruh. Ditandai dengan masih

    banyaknya upacara tradisional yang berhubungan dengan aktivitas

    dan siklus hidup.

    (iii) Masyarakat Tradisional

    Adalah masyarakat yang pola sosial dan prilaku sebagian besar

    warganya masih didominasi oleh nilai-nilai tradisional yang diwarisi secara

    turun temurun.

    Ciri utama masyarakat tradisional antara lain:

    - Interaksi sosial antara warga masyarakat masih didominasi oleh

    semangat solidaritas kelompok yang sifatnya cenderung emosional

    dan subyektif.

    - Hubungan dengan alam sekelilingnya masih amat didominasi oleh

    kepercayaan tradisional. Upacara-upacara tradisional sangat

    mewarnai aktivitas warga masyarakat dalam berbagai 38ector

    kehidupan.

    - Kegiatan ekonomi masyarakat umumnya bersifat sub-sistem untuk

    pemenuhan kebutuhan keluarga dalam jangka pendek.

    Data yang diperlukan dalam penilaian ini dapat diperoleh melalui

    penelitian langsung di lapang, tetapi dapat pula dicari pada kantor

    Bangdes setempat, yang merupakan bagian dari evaluasi tahunan untuk

    menilai perkembangan desa/kelurahan dari swadaya ke

    swakarya/swasembada.

    10. Indekss Tingkat Perkembangan Wilayah

    Metoda perhitungan Indekss Tingkat Perkembangan Wilayah

    digunakan untuk membandingkan tingkat atau derajat perkembangan sub-

    wilayah yang terdapat pada suatu wilayah dengan menggunakan

    beberapa indikator sosial-ekonomi.

    Metoda ini berbasis pada metoda pembobotan (ranking methods)

    dan terdiri atas beberapa langkah, yaitu :

  • 39

    1. Menentukan indikator sosial ekonomi.

    Indikator sosial ekonomi dimaksud disini adalah indikator yang

    secara langsung maupun tidak langsung mengukur tingkat pemenuhan

    kebutuhan dasar masyarakat, seperti: keadaan perumahan, tingkat

    pendidikan, derajat kesehatan, kesempatan kerja, dan aksesibilitas ke

    fasilitas pelayanan umum dan ke sumber-sumber informasi.

    a. Perumahan

    Keadaan perumahan dapat diukur dengan menggunakan

    beberapa indikator seperti persentasi jumlah rumah tangga yang

    memiliki (i) sumber air bersih, (ii) WC, (iii) listrik dan (iv) kondisi rumah,

    diukur dengan sekurangnya dua dari tiga elemen utama bangunan

    rumah (dinding, atap dan lantai) terbuat dari bahan permanen.

    b. Pendidikan

    Tingkat pendidikan diukur dengan indikator : (i) persentase /

    jumlah penduduk yang melek huruf, (ii) persentasi jumlah anak usia

    sekolah yang bersekolah dan (iii) persentasi murid SMP dibandingkan

    dengan jumlah penduduk, (iv) persentase jumlah penduduk yang lulus

    sekolah (pada tingkatan tertentu) terhadap jumlah penduduk, dan

    indikator lainnya.

    c. Kesehatan

    Derajat kesehatan antara lam dapat diukur dengan tingkat

    pelayanan kesehatan dengan indikator berupa (i) jumlah fasilitas

    pelayanan kesehatan untuk setiap luasan wilayah tertentu, (ii) jumlah

    dokter / paramedis untuk setiap 1000-orang penduduk, (iii) jumlah

    tempat tidur di rumah sakit untuk setiap 1000 orang penduduk dan (iv)

    jumlah kematian balita atau tingkat mortalitas penduduk.

    d. Kesempatan kerja

    Persentasi jumlah penduduk usia kerja yang bekerja dapat

    digunakan sebagai indikator kesempatan kerja.

    e. Tingkat Aksesibilitas

    Aksesibilitas ke pusat-pusat pelayanan antara lain dapat diukur

    dengan jarak dan kondisi jalan, sedangkan aksesibilitas ke sumber-

    sumber informasi dapat diukur dengan (i) persentase jumlah fasilitas

    komunikasi (telefon misalnya), (ii) jumlah pesawat radio, dan (iii)

    jumlah pesawat TV, masing-masing dihitung per 1000 orang

    penduduk.

  • 40

    Indikator-indikator pembanding yang disebutkan di atas

    merupakan alternatif. Para penyusun rencana tata ruang dianjurkan

    untuk memperkayanya, yaitu antara lain dengan menggunakan

    serangkaian informasi yang berkaitan dengan tingkat perkembangan

    sosial dan ekonomi yang dijabarkan pada bab 6 Buku Pedoman

    Teknik Penataan Ruang Wilayah. Makin bervariasi jumlah indikator

    yang digunakan akan semakin akurat pula indeks tingkat

    perkembangan wilayah yang dihasilkan.

    Nama dan atau kode dari setiap indikator yang berhasil

    diidentifikasi tadi ditulis berderet dalam satu baris yang sama.

    2. Mengumpulkan dan mengisi data ke dalam tabel.

    Data-data yang berkaitan dengan indikator-indikator tersebut dari

    setiap sub wilayah perencanaan dikumpulkan dan diletakkan tepat

    dibawah nama dan atau kode indikatornya masing-masing, dimulai dari

    sub wilayah perencanaan yang pertama pada baris kedua, data dari sub

    wilayah perencanaan yang kedua pada baris yang ketiga, dan seterusnya.

    3. Pemberian nilai.

    Nilai nominal yang diperoleh pada langkah kedua diberi nilai

    dengan cara sebagai berikut:

    - membagi rentang nilai yang ada untuk setiap indikator menjadi 3

    kelompok.

    - indikator yang memiliki nilai yang termasuk ke dalam kelompok dengan

    rentang nilai terbesar diberi nilai 3, yang termasuk dalam kelompok

    dengan rentang nilai terbesar kedua diberi nilai 2, dan sisanya diberi

    nilai 1.

    - langkah pada butir di atas diulangi untuk setiap indikator yang ada.

    4. Pemberian bobot untuk setiap indikator

    Setiap indikator memiliki kontribusi yang berlainan terhadap

    pencapaian derajat kesejahteraan yang diukur dengan tingkat pemenuhan

    kebutuhan dasar. Oleh karena itu setiap indikator perlu diberi bobot yang

    sebanding dengan kontribusinya masing-masing. Besar bobot untuk

    setiap indikator tergantung kepada penilaian si perencana.

    5. Menghitung indeks perkembangan pada sub-wilayah.

    Nilai yang diperoleh untuk setiap indikator, setelah dikalikan

    dengan bobotnya masing-masing, dijumlahkan dan hasilnya merupakan

    indeks tingkat perkembangan yang dicari.

  • 41

    6. Interpretasi Hasil.

    Hasil perhitungan indeks tingkat perkembangan wilayah

    dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Kelompok dengan indeks

    perkembangan tertinggi diinterpretasikan sebagai sub wilayah yang

    memiliki tingkat perkembangan terbaik dibandingkan dengan sub wilayah

    lainnya yang ada di dalam lingkup wilayah perencanaan. Kelompok

    dengan indeks perkembangan menengah merupakan sub wilayah dengan

    tingkat perkembangan sedang, sedangkan yang terakhir, yaitu kelompok

    yang memiliki nilai terkecil merupakan kelompok sub wilayah yang

    memiliki tingkat perkembangan yang terbelakang dibanding dengan sub

    wilayah lainnya.

    Contoh Perhitungan.

    Contoh perhitungan Indekss Tingkat Perkembangan Wilayah dengan

    menggunakan data Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan.

    Data dari berbagai indikator. sosial ekonomi diperlihatkan pada Tabel 2.5

    sampai dengan 2.9

    Tabel 2.5. Indikator Perumahan

    Kecamatan Persentase Jumlah Rumah Yang Memiliki Kondisi

    Perumahan Sumber Air WC Listrik

    1. Mandai 24,65 8,12 47,59 43,55

    2. Tanralili 4,83 1,55 2,51 38,09

    3. Camba 6,00 1,92 10,73 42,01

    4. Mallawa 12,46 3,99 9,88 44,51

    5. Bantimurung 3,76 1,20 6,88 34,15

    6. Maros Baru 11,81 3,79 2,68 28,17

    7. Maros Utara 35,53 11,40 19,57 47,08

    Tabel 2.6. Indikator Pendidikan

    Kecamatan % Melek

    Huruf

    % Pend. Terdaftar di % Pend. Lulus Dari

    SD SLTP SD f SLTP

    1. Mandai 76,87 70,35 6,31 21,14 13,43

    2. Tanralili 75,53 40,81 1,57 8,30 3,97

    3. Camba 72,52 50,43 2,39- 10,37 6,49

    4. Mallawa 29,74 31,97 2,48 12,36 7,51

    5. Bantimurung 84,16 49,21 2,71 11,55 6,71

    6. Maros Baru 94,81 81,23 3,85 21,27 10,91

    7. Maros Utara 78,80 65,10 5,24 15,16 8,00

  • 42

    Tabel 2.7. Indikator Kesehatan

    Kecamatan Fasilitas

    Kesehatan Dokter

    Para

    medis Dukun

    Tingkat

    Mortalitas

    1. Mandai 0,0634 0,11 0,66 0,87 59

    2. Tanralili 0,0086 0,07 0,43 0,67 67

    3. Camba 0,0108 0,08 0,45 0,72 72

    4. Mallawa 0,0146 0,18 1,09 1,90 69

    5. Bantimurung 0,0111 0,04 0,21 0,48 70

    6. Maros Baru 0,0196 0,12 0,31 0,38 48

    7. Maros Utara 0,0226 0,16 0,8ft 1,01 62

    Catatan:

    Kolom 2,3,4 dan 5 menyatakan angka untuk setiap 1000 orang penduduk

    Tabel 2.8. Indikator Kesempatan Kerja

    Kecamatan % jumlah penduduk yang bekerja

    1. Mandai 15,11

    2. Tanralili 5,11

    3. Camba 6,00

    4. Mallawa 14,81

    5. Bantimurung 3,06

    6. Maros Baru 23,68

    7. Maros Utara 41,75

    Tabel 2.9. Indikator Aksesibilitas

    Kecamatan Telepon TV Radio Jarak ke

    Ibukota Kab.

    Kondisi

    Jalan

    1. Mandai 1,95 12 72 10-15 21,85

    2. Tanralili 0 8 62 20-25 14,21

    3. Camba 0 7 55 30-35 18,76

    4. Mallawa 0 6 53 20-25 10,21

    5. Bantimurung 1,58 9 63 20-25 16,45

    6. Maros Bam 11,20 17 87 0-5 36,65

    7. Maros Utara 14,75 15 76 10-15 29,17

    Catatan:

    Kolom 2,3 dan 4 dinyatakan untuk setiap 1000 orang penduduk.

  • 43

    Perhitungan Indekss Tingkat Perkembangan Wilayah diperlihatkan

    pada Tabel 10. Pada perhitungan ini setiap indikator diberi bobot yang

    sama atas dasar asumsi bahwa indikator-indikator tersebut memberikan

    kontribusi yang sama terhadap pemenuhan kebutuhan dasar. Dengan

    pendekatan ini diperoleh nilai total (yang dicantumkan pada kolom

    terakhir), yaitu dengan menjumlahkan nilai rata-rata dari setiap indikator.

    Hasil pembobotan di atas memperlihatkan bahwa kecamatan Maros Utara

    dan kecamatan Mandai tergolong sebagai kecamatan yang paling

    berkembang, kecamatan Maros Bam memiliki tingkat perkembangan

    menengah, sedangkan kecamatan lainnya termasuk dalam kelompok

    kecamatan yang memiliki tingkat perkembangan yang relatif

    terkebelakang.

    Untuk mendapatkan basil yang lebih akurat, maka komponen-

    komponen dari setiap indikator dapat pula diberi bobot. Misalnya untuk

    indikator kesehatan, bobot yang diberikan kepada Dokter seyogyanya

    berbeda dengan yang diberikan kepada Para Medis atau Dukun. Babkan

    untuk lebih akurat lagi, komponen-komponen dari setiap indikator perlu

    dikelompokkan terlebih dahulu sesuai dengan karakteristik yang

    dimilikinya, kemudian untuk setiap kelompok yang terbentuk dilakukan lagi

    pembobotan.

    Sebagai contoh, pendekatan pembobotan bertingkat dimaksud

    dilakukan untuk indikator kesehatan. Dari data terlihat bahwa komponen

    indikator tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu yang menyangkut

    sarana kesehatan (jumlah fasilitas pelayanan kesehatan per 1 Km luas

    wilayah), tenaga kesehatan (dokter, paramedis dan dukun), dan tingkat

    mortalitas. Jika ketiganya diasumsikan memiliki kontribusi yang sama

    terhadap derajat kesehatan, maka bobot yang diberikan harus sama, yaitu

    masing-masing mendapat 33,33 %. Bobot ini untuk tenaga kesehatan

    selanjutnya dibagi lagi untuk dokter, paramedis dan dukun. Misalnya 1

    tenaga dokter dianggap setara dengan 6 paramedis dan setara dengan 2

    dukun , maka bobot untuk dokter adalah 20 %, paramedis 3,33 %, dan

    dukun memperoleh bobot 10 %.

  • 44

    Tabel 2.10. Indeks Tingkat Perkembangan Wilayah Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan

    KECAMATAN

    PERUMAHAN PENDIDIKAN KESEHATAN KK AKSESIBILITAS TO

    TAL

    Al A2 A3 A4 A5 Bl B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C Dl E1 E2 E3 E4 E5 E

    1. Mandai 2 3 3 ii 3 3 3* 3 3 15 3 2 2 1 2 10 1 1 2 2 1 2 8 10,4

    2. Tanralili 1 2 5 3 1 1 1 1 7 1 1 1 3 7 1 1 1 1 2 1 6 6,3

    3. Camba 1 3 6 2 2 1 1 1 7 1 1 1 3 7 1 1 1 1 3 1 7 6,7

    4. Mallawa 1 3 6 1 1 1 1 2 6 3 3 3 3 13 1 1 1 1 2 1 6 7,5

    5. Bantimurung 1 1 4 3 2 1 1 1 8 1 1 1 3 7 1 1 1 1 2 1 6 6.2

    6. Maros Baru 1 1 4 3 3 2 3 3 14 2 1 1 1 6 2 3 3 3 1 3 13 9,6

    $. Marps Utara 3 2 3 11 3 3 3 2 2 13 3 3 2 2 11 3 3 3 3 1 3 13 13,2

    Al = % rumah yang memiliki sumber air bersih

    A2 = % rumah yang memiliki WC

    A3 = % rumah yang memiliki aliran listrik

    A4 = % rumah yang 2 dari komponen utamanya (lantai,

    dinding dan atap) terbuat dari bahan permanen

    A = Nilai total untuk mdikator perumahan

    B1 = % penduduk yang mclek huruf

    B2 = % penduduk usia sekolah (SD) yang terdaftar pada SD

    B3 = % penduduk usia sekolah (SUIT) yang terdaftar di

    SLTP

    B4 = %jumlah penduduk yang lulus SD

    B5 = %jumlah penduduk yang lulus SLTP

    B = Nilai total untuk indikator pendidikan

    D1 = % penduduk usia kerja yang bekerja

    C1 = Jumlah Fasilitas Kesehatan per 1 km luas wilayah

    C2 = Jumlah Dokter per 1000 orang penduduk

    C3 = Jumlah Paramedis per 1000 orang penduduk

    C4 = Jumlah Dukun per 1000 orang penduduk

    C5 = Tingkat Mortalitas

    C = Nilai total untuk indikator kesehatan

    E1 = Jumlah pesawat telefon per 1000 orang penduduk

    E2 = Jumlah TV per 1000 orang penduduk

    E3 = Jumlah Radio per 1000 orang penduduk

    E4 = Jarak (dalam km) ke Ibu Kota Kecamatan

    E5 = Kondisi permukaan jalan penghubung ke Ibu Kota

    Kecamatan

    E = Nilai total untuk indikator aksesibilitas

  • 1

    Keunggulan

    Metoda ini selain relatif mudah dan membutuhkan data yang umumnya

    telah tersedia pada hampir semua kabupaten di Indonesia, juga mampu

    memberikan gambaran tentang tingkat perkembangan relatif dari

    kecamatan-kecamatan yang ada pada kabupaten yang ditinjau,

    khususnya yang berkaitan dengan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar

    penduduk. Dengan demikian dapat ditemukenali kecamatan-kecamatan

    yang relatif kurang mendapat pelayanan sosial ekonomi yang membutuh-

    kan penanganan khusus agar mampu mencapai tingkat pelayanan yang

    setara dengan kecamatan lainnya.

    Kelemahan

    Hasil analisis hanya merupakan potret dari tingkat perkembangan relatif

    kecamatan-kecamatan yang terdapat pada kabupaten yang ditinjau, tetapi

    tidak memberikan informasi tentang penyebab berkembang atau tidak

    berkembangnya suatu kecamatan.

    Di samping itu, seperti dengan metoda lain yang berbasis pada skala/

    pembobotan, metoda ini cenderung bersifat subyektif. Bobot yang

    diberikan pada suatu indikator sangat tergantung kepada penilaian si

    perencana yang umumnya dipengaruhi, secara sadar atau tidak sadar,

    oleh pertimbangan yang bersifat subyektif.

    Pemilihan indikator juga merupakan titik kritis keberhasilan metoda ini

    memberikan gambaran nyata tentang tingkat perkembangan kecamatan.

    Hasil analisis mungkin kurang tepat disebabkan oleh pemilihan indikator

    yang kurang mewakili keadaan yang sebenarnya. Hal ini sulit dihindari,

    utamanya bagi perencana pemula, karena suatu indikator mungkin tepat

    untuk diterapkan pada suatu wilayah tetapi belum tentu sesuai untuk

    wilayah lainnya.

    Salah satu upaya untuk mengatasi kelemahan ini adalah menghitung

    terlebih dahulu nilai yang diberikan pada suatu kelompok-indikator,

    misalnya tingkat aksesibilitas fisik, dengan menggunakan metoda

    pengukuran aksesibilitas yang telah baku. Dengan pendekatan ini

    "kekeliruan" dalam pemilihan dan pemberian bobot bagi indikator-indikator

    aksesibilitas dapat dihindari. Pendekatan ini jelas meminta waktu dan

    proses analisis yang lebih rumit, tetapi diimbangi dengan basil analisis

    yang relatif lebih akurat.

  • 2

    BAB III

    ANALISIS EKONOMI WILAYAH

    Analisis ekonomi wilayah diarahkan untuk menghimpun informasi

    mengenai kinerja ekonomi kabupaten, potensi dan sektor-sektor yang

    dapat dipacu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan,

    dan masalah-masalah yang dihadapi.

    PERTANYAAN / INFORMASI METODA ANALISIS

    1. Bagaimana struktur ekonomi dan

    pergeserannya

    1. Perhitungan sumbangan

    masing-masing sektor ekonomi

    dalam PDRB, dan Analisis

    Shift-Share

    2. Bagaimana laju pertumbuhan

    ekonomi dalam beberapa tahun

    terakhir

    2. Perhitungan pertumbuhan

    ekonomi

    3. Bagaimana laju pertumbuhan

    pendapatan / produktivitas per

    kapita

    3. Perhitungan laju pertumbuhan

    pendapatan / produktivitas

    4. Sektor-sektor mana saja yang

    termasuk sektor basis dan sektor

    unggulan

    4. Location Quotient, Analisis

    Input Output dan Analisis Shift-

    Share

    5. Keterkaitan antar sektor dalam

    kabupaten

    5. Analisis Input Output

    6. Bagaimana keterkaitan

    kesempatan kerja dengan

    pertumbuhan ekonomi / sektor

    6. Analisis Input Output

    7. Apakah komoditas yang

    dihasilkan memiliki keunggulan

    komparatif atau tidak

    7. Revealed

    ComparativeAdvantage, dan

    Biaya Sumberdaya Domestik

    8. Bagaimana aspek pemerataan

    pendapatan

    8. Kurva Lorenz dan Gini Ratio

    9. Bagaimana penyebaran aktivitas

    ekonomi dalam wilayah yang

    ditinjau.

    9. Indekss Distribusi dan Asosiasi

  • 3

    1. Struktur Ekonomi dan Pergeserannya

    Analisis struktur ekonomi digunakan untuk mengetahui sumbangan

    atau peranan masing-masing kegiatan ekonomi atau sektor dalam

    perekonomian kabupaten secara keseluruhan dalam suatu tahun tertentu.

    Dengan kata lain, dengan analisis ini dapat diketahui besarnya persentase

    masing-masi