buku ajar metode analisis perencanaan 2014
DESCRIPTION
untuk melakukan perencanaan wilayah dan kota sangat dibutuhkan metode analisis yang tepat dan sesuai sehingga diktat untuk bahan belajar sangat diperlukan, insyallah buku ini bermanfaat bagi para pencari ilmuTRANSCRIPT
-
0
Buku Ajar Mata Kuliah
METODE ANALISIS PERENCANAAN
Tim Penulis:
Ketua
IR. MOH. YOENUS OSMAN, MSP.
NIP. 19510307 197903 1 003
Anggota
MARLY VALENTY PATANDIANAN, ST/MT.
NIP. 19730328 200604 2 001
PROGRAM STUDI
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
-
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamadulillah, akhirnya penulisan buku
ajar Mata Kuliah Metode Analisis Perencanaan pada Program Studi
Pengembangn Wilayah Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin ini dapat penulis selesaikan.
Materi pembelajaran dan sumber bacaan utama dari buku ajar ini,
penulis kutip dari hasil penelitian Proyek Penataan Ruang Wilayah
Nasional,Bagian Proyek Penyiapan Materi Teknis Penataan Ruang
Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah Direktorat Jenderal Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum, bekerjasama dengan Pusat Studi
Pengembangan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSDAL) Lembaga
Penelitian Unhas dengan judul Studi Tipologi Kabupaten (1992), dalam
hal mana Penulis juga terlibat sebagai anggota peneliti/penulis. Penelitian
tersebut diketuai oleh Sdr. Dr. Ir. A. Mappadjantji Amin, C.Eng. Ketua
PSDAL LP Unhas pada tahun tersebut, yang anggota peneliti/penulisnya
terdiri dari: Prof. Dr. Rahardjo Adisasmita, MEc., Dr. Arlina G. Latif; Ir. M.
Yoenus Osman, MRP., Drs. Tadjuddin Parenta, MA., Prof. Dr. H.M.Arifin
Sallatang; Prof. Drs. H. Sadly AD, MPA.; Dr. Tahir Kasnawi, SU.; Drs.
Hasan Mangunrai, SU,, Ir. Chaeruddin Rasyid, MRP.; Ir. Anwar Umar,
MSc., Drs. Taslim Arifin, MA., Dr. Ir. Roland Barkey dan Drs. Arsyad
Sumah.
Sejumlah perbaikan dan pemutakhiran data telah Penulis lakukan
terhadap materi ajar tersebut serta menambah materi pembelajaran dari
sumber lain seperti dari buku Analisa Kota dan Daerah (Suwardjoko
Warpani, ITB, 1990).
Penulis menyadari bahwa materi buku ajar ini masih jauh dari
lengkap dan sempurna, namun demikian penulis berharap agar dalam
kekurangan tersebut masih memberi arah dan pegangan dalam
pembelajaran mata kuliah Metode Analisis Perencanaan pada Program
-
2
Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah, khususnya pada kelas mata
kuliah yang Penulis ampu.
Atas selesainya penulisan Buku Ajar ini, Penulis menyampaikan
terima kasih kepada ibu Marly Valenty Patandianan, ST.,MT. selaku
anggota Tim Penulis yang melengkapi penulisan ini, serta kepada Ketua
Jurusan Arsitektur dan Ketua Prodi Pengembangan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin yang memberi kesempatan
kepada kami untuk menulis Buku Ajar ini yang didanai dari Bantuan
Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) Tahun 2014.
Makassar, November 2014.
Penulis,
H. Moh. Yoenus Osman
-
3
DAFTAR ISI Halaman
- Halaman Judul................................................................. i - Halaman Pengesahan..................................................... ii - Kata Pengantar................................................................ iii - Daftar Isi........................................................................... v - Daftar Tabel..................................................................... viii - Daftar Gambar................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN.............................................................. 1 A. Gambaran Umum Program Studi.................................... 1 1. Sekolah Perencanaan dan Kompetensi Lulusan............. 1 2. Program Studi PWK Fak. Teknik Univ. Hasanuddin........ 2 B. Tinjauan Mata Kuliah Metode Analisis
Perencanaan.................................................................... 3
1. Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP).................. 4 2. Satuan Acara Pembelajaran (SAP)................................. 6 C. Struktur Buku Ajar .......................................................... 6
BAB II ANALISIS DEMOGRAFI DAN DINAMIKA SOSIAL......... 9 1. Perhitungan Jumlah dan Kepadatan Penduduk.............. 10 2. Perhitungan Persebaran Penduduk................................. 13 3. Komposisi Penduduk....................................................... 14 4. Proyeksi/Perkiraan Laju Pertambahan Penduduk........... 18 5. Analisis Ketenagakerjaan................................................ 32 6. Perhitungan Indeks Kualitas Hidup (IKH)........................ 37 7. Indikator Tingkat Pendidikan Masyarakat....................... 42 8. Metode Partisipasi Kelembagaan Masyarakat................ 48 9. Analisis Dinamika Sosial Masyarakat.............................. 53
10. Perhitungan Indeks Tingkat Perkembangan Wilayah...... 56
BAB III ANALISIS EKONOMI WILAYAH/KOTA........................... 69 1. Perhitungan Struktur Ekonomi dan Pergeserannya......... 70 2. Perhitungan Laju Pertumbuhan Ekonomi ........................ 72 3. Laju Pendapatan/Produktivitas per Kapita........................ 75 4. Metode Location Quorient (LQ)........................................ 77 6. Analisis Input-Output ....................................................... 80 7. Analisis Shift Share ...................................................... 102 8. Analisis Biaya Sumberdaya Domesti............................... 112 9. Distrubusi Pendapatan/ Gini Ratio................................... 115
BAB IV ANALISIS SPASIAL DAN HUBUNGAN ANTAR WILAYAH ........................................................................
116 1. Analisis Pola Permukiman............................................... 118 2. Analisis Sistem Hubungan antar Wilayah........................ 142 3. Analisis Aksesibilitas........................................................ 151
-
4
BAB V PENUTUP....................................................................... 161 1. Proses Pembelajaran...................................................... 161 2. Evaluasi/pengujian kompetensi....................................... 161 3. Kisi-kisi evaluasi.............................................................. 162
- DAFTAR PUSTAKA........................................................ 164
- SURAT PERNYATAAN................................................... 165
- LAMPIRAN...................................................................... - Bidodata Penulis.................................................. L-1 - GBRP Mata Kuliah............................................... L-2 - SAP Mata Kuliah.................................................. L-3
-
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum Program Studi
A. Sekolah Perencanaan dan Kompetensi Lulusan
Pembangunan nasional Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah diarahkan untuk mencapai kesejehteraan
masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang wilayah
Indonesia perlu ditata, direncanakan, dimanfaatkan dan dikendalikan
penggunaannya, sehingga diperoleh manfaat penggunaan ruang yang
optimum dan terhindar dari kerusakan lingkungan alamiah serta
penurunan kualitas ruang binaan.
Sehubungan dengan itu maka untuk memperoleh ahli yang andal
dan kompeten di bidang penataan ruang, diperlukan sekolah atau
program pendidikan di bidang perencanaan wilayah dan kota yang
tersebar di seluruh Indonesia (bukan hanya di Pulau Jawa) di tempat
dimana terdapat sumberdaya manusia yang mendukung serta infrastruktur
yang tersedia.
Alumni atau lulusan dari Sekolah Perencanaan atau Program Studi
Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Kota ini harus memiliki
kompetensi untuk melakukan kegiatan Penataan Ruang yang menurut
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang meliputi
kompetensi Perencanan Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian
Ruang. Para ahli di bidang penataan ruang ini diharapkan akan mengisi
jabatan perencana di instansi pemerintah (Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota) seperti di Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan, Dinas
Pekerjaan Umum, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dan bekerja
di perusahaan Konsultan Penataan Ruang.
B. Program Studi Pengembangan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin.
Program Studi Pengembangan Wilayah dan Kota untuk jenjang
Strata 1 (S1) pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin di Makassar (selanjutnya disingkat Prodi PWK Unhas)
merupakan program studi baru, yang baru dibuka pada tahun 2004 atau
lebih kurang 10 tahun dari waktu penulisan buku ajar ini dilakukan.
Penyusunan kurikulum awal prodi ini (Kurikulum 2004) dilakukan dengan
-
6
mengadopsi kurikulum Program Studi Teknik Planologi ITB sebagai cikal
bakal dan pelopor pendidikan perencanaan pengembangan wilayah di
Indonsia serta melakukan pembandingan dengan prodi sejenis di
Universitas Diponegoro (yang sudah terbentuk lebih dahulu), kajian pada
prodi sejenis dari perguruan tinggi luar negeri (melalui internet) dan juga
memperhatikan kurikulum inti yang diarahkan oleh Asosiasi Sekolah
Perencanaan Indonesia (ASPI).
Pada periode yang relatif singkat tersebut, Prodi S1 PWK Unhas
telah melakukan review terhadap kurikulum 2004 dan sejak 2014 telah
menerapkan beberapa perubahan dan memasukkan sejumlah mata kuliah
baru disesuaikan dengan pola ilmiah pokok (PIP) Universitas Hasanuddin
serta Visi dan Misi pada Prodi PWK Unhas ini.
B. Tinjauan Mata Kuliah Metode Analisis Perencanaan
Salah satu perubahan yang dilakukan terhadap Kurikulum S1 Prodi
PWK Unhas tahun 2004 adalah terkait dengan Mata Kuliah Metode
Analisis Perencanaan yang disusun buku ajarnya ini, yaitu semula
disajikan dalam dua semester masing-masing pada Semester III (Ganjil)
yaitu Metode Analisis Perencanaan I (2 SKS) dan pada Semester IV
(genap) yaitu Metode Analisis Perencanaan II (2 SKS), diubah menjadi
hanya satu penyajian pada Semester III (ganjil) yaitu Metode Analisis
Perencanaan (3 SKS). Perubahan ini menyebabkan perlunya disusun
kembali materi pembelajaran mata kuliah tersebut oleh karena semula
adalah 4 SKS (dua kali penyajian) menjadi 3 SKS (hanya satu kali
penyajian), Materi pembelajaran harus dikaji ulang untuk disesuaikan
dengan kebutuhan wilayah dan mengatur agar tidak ada yang hilang
dalam proses pembelajaran mata kuliah. Namun demikian, sejumlah
materi metode analisis perencanaan belum dibahas atau belum disajikan
dalam mata kuliah ini, karena pertimbangan waktu penyajian yang
terbatas, keterkaitannya dengan mata kuliah lain serta tingkat kesulitan
bahan pembelajaran. Model analisis lain seperti Analisis SWOT, Analisis
Lahan (kemampuan/daya dukung), Analisis kesesuaian ekonomi (analisis
investasi) akan dibahas pada mata kuliah lain, sedangkan analisis dengan
tingkat kerumitan matematis tinggi seperti Programasi Tujuan Berganda
(goal programming dengan metode Simplex), serta penggunaan
Programasi Integer untuk optimasi ruang agar disajikan pada program
studi lanjutan (S2 dan atau S3). .
Penerapan pembelajaran dengan menerapkan metode Student
Center Learning (SCL) cukup membantu proses penyesuain ini, namun
demikian agar kompetensi yang diharapkan dari proses pembelajaran ini
-
7
tetap tercapai maka pemberian tugas-tugas latihan, baik kelompok
maupun individu diintensifkan dan memperbanyak diskusi dan dan kajian
mandiri.
1. Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP)
a) Diskripsi Mata Kuliah
Diskripsi materi pembelajaran mata kuliah Metode Analisis
Perencanaan secara umum adalah membahas tentang metode-metode
atau cara-cara perhitungan dan analisis untuk perencanaan
pengembangan wilayah dan kota, yang dalam mata kuliah ini dibatasi
hanya pada: analisis demografi/kependudukan dan dinamika sosial
masyarakat; analisis ekonomi untuk pembangunan wilayah/kota, dan
analisis spasial dan hubungan antar daerah.
b) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran atau hasil pembelajaran yang diharapkan
menjadi kompetensi peserta mata kuliah, yaitu: Setelah mengikuti proses
pembelajaran, mhs peserta mampu menggunakan metode analisis
demografi/kependudukan analisis ekonomi untuk pembangunan wilayah,
analisis sumberdaya alam, analisis spasial dan hubungan antar daerah
serta metode analisis lainnya untuk merencanakan pengembangan
wilayah dan kota. Tujuan ini dirinci menjadi beberapa kompetensi khusus,
yaitu: Setelah mengikuti proses pembelajaran, mhs peserta menguasai
dan mampu menggunakan metode:
(1) Analisis Kependudukan meliputi Proyeksi Jumlah Penduduk; Analisis
Ketenagakerjaan: Analisis Tingkat Kesejahteraan: Indeks Kualitas
Hidup (IKH)/Indeks Pembangunan Manusia (IPM); serta Analisis
Mobilitas/Dinamika Masyarakat:
(2) Analisis ekonomi wilayah meliputi: Analisis Struktur ekonomi wilayah
(Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota); Laju pertumbuhan ekonomi
wilayah dan laju pertumbuhan pendapatan/produktivitas per kapita;
Analisis sektor basis dan sektor unggulan wilayah, serta Analisis
komparatif produksi/komoditas unggulan.
(3) Analisis spasial meliputi Analisisi Pola Permukiman, Analisis Sistem
Hubungan antar Wilayah, Analisis Ketergantungan antar Wilayah serta
Analisis Aksesibilitas.
c) Literatur/Sumber Bacaan
Sumber bacaan utama dalam menulis buku ajar ini adalah seperti
disebutkan pada kata pengantar, yaitu dari buku Studi Tipologi Kabupaten
-
8
(DTKTD dan PSDAL-UH, 1992) dan dari buku Analisa Kota dan Daerah
(Warpani, S, 1990). Rincian sumber bacaan lainnya adalah seperti
tersebut dalam Daftar Bacaan/Literatur di bagian akhir buku ajar ini.
2. Satuan Acara Pembelajaran (SAP)
Satuan Acara Pembelajaran adalah rincian penyajian materi
pembelajaran yang disajikan dalam 16 kali kegiatan terdiri dari 3 jam
setiap perkuliahan, termasuk didalamnya kegiatan evaluasi atau penilaian
hasil belajar dari masing-masing mahasiswa peserta didik. Penilaian
dilaksanakan sepanjang proses perkuliahan, dikusi dan tugas-tugas
(kelompok dan individu). Jika diperlukan penilaian yang lebih valid akan
dilakukan evaluasi dalam bentuk ujian tengah semester (mid test) dan
ujian akhir semester (final test)
C. Struktur Buku Ajar
Isi buku ajar ini disusun berdasarkan Pedoman Penulisan Buku Ajar
Prodi PWK Unhas tahun 2014, yang secara terstruktur diuraikan sebagai
berikut:
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan
Berisi Gambaran Umum Program Studi, Komptensi Lulusan, Garis
Besar Rencana Pembelajaran (GBRP) dan Struktur Buku Ajar.
Bab II. Analisis Kependudukan dan Dinamika Sosial;
Modul pembelajaran Metode Analisis Kependudukan dan Dinamika
Sosial ini terdiri dari beberapa sub modul, yaitu: Perhitungan dan proyeksi
Jumlah Penduduk; Analisis Ketenagakerjaan: Analisis Tingkat
Kesejahteraan: Indeks Kualitas Hidup (IKH)/Indeks Pembangunan
Manusia (IPM); serta Analisis Mobilitas/Dinamika Masyarakat:
Bab III. Analisis Ekonomi Wilayah/Kota
Berisi uraian Analisis Struktur ekonomi wilayah (Nasional, Provinsi,
Kabupaten/Kota); Perhitungan Laju pertumbuhan ekonomi wilayah dan
laju pertumbuhan pendapatan/produktivitas per kapita; Analisis Location
Quotient (LQ) untuk mengetahui sektor basis dan sektor unggulan
wilayah, Metode Analisis Input - Output (I-O Analysist) serta Analisis
komparatif produksi/komoditas unggulan.
-
9
Bab IV. Analisis Spasial dan Hubungan antar Wilayah.
Berisi uraian metode analisis hubungan antar wilayah, serta
analisis ketergantungan antar wilayah.
Bab IV. Penutup
Berisi Proses Pembelajaran, Tugas-tugas dan Evaluasi, terdiri dari
uraian proses pembelajaran selama 16 kali pertemuan, rincian tugas dan
evaluasi atau penilaian hasil pembelajaran. Termasuk uraian kisi-kisis soal
untuk penilaian akhir (jika diperlukan test)
Daftar Pustaka
Surat Pernyataan
Lampiran:
- Biodata Penulis
- Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP) Mata Kuliah
- Satuan Acara Pembelajaran (SAP) Mata Kuliah
-
10
BAB II
ANALISIS DEMOGRAFI DAN DINAMIKA SOSIAL
Analisis demografi/kependudukan dan dinamika sosial masyarakat
diarahkan untuk menghimpun informasi yang berkaitan dengan penilaian
apakah sumberdaya manusia yang ada pada suatu wilayah merupakan
potensi ataukah masalah bagi usaha-usaha peningkatan produktivitas
wilayah, dan membandingkan tingkat perkembangan relatif dari sub-
wilayah yang terdapat pada suatu provinsi atau kabupaten/kota.
Penilaian dilakukan berdasarkan aspek kuantitas, kualitas dan
kelembagaan. Untuk maksud tersebut informasi yang dibutuhkan dan
metode analisisnya, antara lain :
PERTANYAAN/ INFORMASI METODA ANALISIS
1. Bagaimana jumlah dan tingkat kepadatan penduduk
1. Perhitungan jumlah dan kepadatan penduduk
2. Bagaimana penyebaran penduduk di kabupaten yang ditinjau
2. Perhitungan persebaran penduduk
3. Bagaimana komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin
3. Perhitungan komposisi umur dan jenis kelamin
4. Berapa besar jumlah penduduk di masa yang akan datang
4. Perkiraan / proyeksi jumlah penduduk
5. Bagaimana kondisi ketenagakerjaan di masa sekarang dan di masa akan datang
5. Analisis Ketenagakerjaan
6. Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan dasar penduduk
6. Indeks Kualitas Hidup
7. Bagaimana tingkat pengembangan wawasan, pengetahuan dan ketrampilan penduduk
7. Pengukuran Indikator Tingkat Pendidikan Masyarakat.
8. Bagaimana tingkat aktivitas lembaga-lembaga formal di desa
8. Metoda Partisipasi Kelembagaan
9. Bagaimana tanggapan / response masyarakat terhadap program-program pembangunan
9. Pengukuran Dinamika Sosial Masyarakat
10. Bagaimana perbedaan tingkat perkembangan dari sub-sub wilayah yang ada.
10. Indeks Tingkat Perkembangan Wilayah.
-
11
1. Perhitungan Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Analisis digunakan untuk mengetahui jumlah dan tingkat kepadatan
penduduk dikaitkan dengan sumberdaya lahan yang tersedia. Pengukuran
kepadatan dilakukan dengan tiga cara, yaitu : (i) kepadatan penduduk
kasar (crude density of population), (ii) kepadatan penduduk agraris, dan
(iii) kepadatan penduduk ekonomi (economical density of population).
(i) Kepadatan Penduduk Kasar
Angka kepadatan ini biasanya disebut pula sebagai Kepadatan
Penduduk Matriks, merupakan ratio antara jumlah penduduk persatuan
luas wilayah.
kepadatan kasar = jumlah penduduk
luas wilayah
Contoh:
Jumlah penduduk pada suatu wilayah 1 juta jiwa dengan luas wilayah
10000 Km2, maka:
kepadatan penduduk adalah 100 jiwa untuk 1 Km2
Penilaian:
Kepadatan Tinggi : di atas kepadatan nasional
Kepadatan Sedang : sama dengan kepadatan nasional
Kepadatan Rendah : di bawah kepadatan nasional
(ii) Kepadatan Penduduk Agraris
Kepadatan penduduk agraris adalah jumlah penduduk petani tiap 1
Km2 tanah pertanian,
kepadatan penduduk agraris = jumlah rumah tangga petani
luas tanah pertanian
Contoh: Jika jumlah rumah tangga petani pada suatu wilayah 10.000 dan luas tanah pertanian 10 Km2, maka: Kepadatan penduduk agraris = 10.000 / 10 = 1.000 Jadi kepadatan penduduk agraris adalah 1.000 jiwa per 1 Km2 atau 1.000 rumah tangga untuk 100 Ha tanah pertanian.
Penilaian:
Kepadatan Agraris Tinggi : 1 rumah tangga untuk tiap < 0.5 Ha Kepadatan Agraris Sedang : 1 rumah tangga untuk 0.5-1.0 Ha Kepadatan Agraris Rendah : 1 rumah tangga untuk tiap > 1.0 Ha
(iii) Kepadatan Penduduk Ekonomi
Kepadatan penduduk ekonomi adalah besarnya jumlah penduduk
pada suatu wilayah didasarkan atas kemampuan wilayah yang
bersangkutan.
-
12
kepadatan penduduk ekonomi = 100 x (@ / c) dengan:
@ = indeks jumlah penduduk
c = adalah indeks umum produksi pada tahun yang sama
Contoh :
Indeks jumlah penduduk dan produksi wilayah A terlihat pada tabel
berikut:
Tahun
Indeks. 1980 1990
Penduduk (jiwa) 1.000.000 1.200.000 1,2
Produksi (unit) 100.000.000 150.000.000 1,5
Maka Kepadatan Penduduk Ekonomi wilayah A adalah:
= 100 x ( @ / c )
= 100 x (1,2 / 1,5) = 80
Keunggulan:
Data-data yang dibutuhkan seperti jumlah penduduk dan indekss
umum produksi tidak sulit diperoleh.
Kelemahan :
Gambaran yang diperoleh masih bersifat umum.
2. Persebaran Penduduk
Analisis digunakan untuk mengetahui penyebaran penduduk antara
kota dan desa, serta antar unit-unit wilayah (misalnya untuk RUTR
kecamatan)
(i) Persebaran Penduduk Desa dan Kota
Merupakan proporsi penduduk desa dan kota terhadap jumlah
penduduk.
(ii) Persebaran Penduduk Antar Wilayah Kecamatan
Angka persebaran diketahui dengan cara membandingkan
kepadatan penduduk antar wilayah kecamatan.
Penilaian:
Persebaran proporsional atau persebaran tidak proporsional.
Persebaran proporsional adalah persebaran dimana jumlah penduduk
sebanding dengan ketersediaan sumberdaya alam (termasuk lahan) di
wilayah yang ditinjau.
Keunggulan:
Informasi tentang jumlah penduduk desa, kota dan wilayah kecamatan
mudah diperoleh.
Kelemahan:
Gambaran yang diperoleh masih sangat umum.
-
13
3. Komposisi Pendududk
Komposisi penduduk dibedakan menurut umur dan jenis kelamin.
Komposisi dimaksud dibutuhkan dalam perencanaan pengembangan
fasilitas pelayanan 13ector dan ekonomi.
(i) Komposisi Menurut Umur
Struktur umur yang umum dipakai adalah interval waktu 5 tahun,
yaitu:
0 - 4 tahun
5 - 9 tahun
10 14 tahun
15 19 tahun
20 24 tahun
25 29 tahun
30 34 tahun
35 39 tahun
40 44 tahun
45 49 tahun
50 54 tahun
55 59 tahun
60 64 tahun
65 + tahun
Penilaian: Dengan melihat komposisi umur penduduknya, untuk kelompok
usia di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun, maka dapat ditentukan
penduduk tua (old population) dan penduduk muda (young population),
sebagai berikut:
UMUR PENDUDUK TUA PENDUDUK MUDA
0 14 < = 30 % > = 40 %
15 64 > = 60 % < = 55 %
65 + > = 10 % < = 5 %
Penggolongan penduduk tua dan penduduk muda dilakukan
dengan melihat umur mediannya, berdasarkan kategori berikut:
UMUR MEDIAN KATEGORI
< = 20tahun Penduduk muda
21 30 tahun Penduduk sedang
> 30 tahun Penduduk tua
-
14
Umur Median : adalah umur yang membagi penduduk menjadi dua
bagian yang sama, bagian yang pertama lebih muda dan bagian yang
kedua lebih tua dari umur median.
Umur median dihitung dengan ramus:
Md = M1d + {((N/2) fx)) / M
fd} * i
dengan:
M1d = batas bawah kelompok umur yang mengandung jumlah N/2
N = jumlah penduduk
fx = jumlah penduduk kelompok komulatif sampai dengan
kelompok umur yang mengandung N/2
Mfd = jumlah penduduk pada kelompok umur dimana terdapat
nilai N/2
i = kelas interval umur
Contoh: Lihat data hipotetik pada tabel 2.1:
Md = 20 + {((438.775/2) 215.885)) / 37.316} * 5
Md = 20 + 0,0939 * 5 = 20,47
Jadi Umur Median = 20,5 tahun (dibulatkan)
(ii) Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio)
Merupakan perbandingan-banyaknya penduduk laki-laki dengan
banyaknya penduduk perempuan pada suatu wilayah dan waktu tertentu.
Biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-laki per 100
perempuan.
Tabel 2.1 . Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur
KELOMPOK UMUR JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KUMULATIF
0 4 66.082 66.082
5 9 64.652 130.734
10 14 49.285 180.019
15 -19 35.866 215.885
20 24 37.316 253.201
25 29 36.568 289.769
30 34 30.830 320.599
35 39 25.455 346.054
40 44 22.825 368.906
45 49 18.053 386.959
50 54 17.105 404.064
55 59 9.829 413.893
-
15
KELOMPOK UMUR JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KUMULATIF
60 64 11.236 425.129
65 69 4.850 429.979
70 74 4.414 434.393
75 79 4.206 438.599
TT 176 438.775
Jumlah 438.775
sumber: PSDALUH-DTKTD (1992)
Sex Ratio = jumlah penduduk laki-laki * 100 Jumlah penduduk perempuan
Contoh:
Jika jumlah penduduk laki-laki = 58.338.664 dan jumlah penduduk
perempuan = 60.029.206, maka :
Sex Ratio = 58.336.664
* 100 60.029.206
Penilaian:
Sex Ratio Tinggi : > 105
Sex Ratio Sedang : 95 105 Sex Ratio Rendah : < 95
4. Perkiraan Laju Pertambahan Penduduk
Perkiraan laju pertumbuhan penduduk diperlukan dalam
perencanaan pembangun-an wilayah, untuk : (i) memperkirakan jumlah
dan jenis fasilitas pelayanan 15ector ekonomi yang dibutuhkan selama
kurun waktu pelaksanaan rencana, dan (ii) merubah kecenderungan laju
pertumbuhan penduduk dalam rangka menanggulangi dinamika penduduk
yang terlalu pesat.
Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh : (1)
besarnya kelahiran, (2) besarnya kematian, dan (3) besarnya migrasi
masuk dan migrasi keluar.
Keadaan penduduk pada tahun tertentu dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Pt = Po + {B D} + {Mi Mo} dengan
Pt = Jumlah penduduk pada tahun t Po = Jumlah penduduk pada tahun dasar B = Jumlah kelahiran D = Jumlah kematian Mi = jumlah migrasi masuk Mo = jumlah migrasi keluar (B-D) = pertumbuhan penduduk alamiah (Mi-Mo) = pertumbuhan penduduk migrasi (neto)
-
16
Dikenal beberapa metoda perkiraan jumlah penduduk, tiga
diantaranya adalah:
- Metode Antar Sensus (Intercensal)
- Metode Sesudah Sensus (Postcensal)
- Metode Proyeksi (Projection Method)
(i) Metode Antar Sensus
Metode antar sensus (Intercensal) yang disebut pula interpolasi
adalah suatu perkiraan mengenai jumlah penduduk di antara dua waktu
sensus (data) yang diketahui. Pada metoda ini pertambahan penduduk
diasumsikan linier.
Pn = Po + m/n (Pn Po) atau
Pm = Pn {(n m) / n} * (Pn Po) dengan:
Pn = jumlah penduduk pada tahun n
Po = jumlah penduduk pada tahun awal (penduduk dasar)
Pm = jumlah penduduk pada tahun yang diestimasikan (tahun m)
m = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal
n = selisih tahun dari dua sensus yang diketahui
Contoh:
Jika diketahui jumlah penduduk menurut sensus 1961 = 97 juta dan
menurut sensus 1971 = 118.2 juta. Hitung perkiraan jumlah penduduk
pada tahun 1967.
P1967 = 97 {(1967 1961) / 10} * (118.2 97)
P1967 = 109,72 juta
(ii) Perkiraan Sesudah Sensus
Digunakan rumus
Pm = Po {(n + m) / n} * (Pn Po) atau
Pm = Pn + (m / n) * (Pn Po) dengan :
Po = jumlah penduduk dasar (tahun awal) Pn = jumlah penduduk tahun n Pm = jumlah penduduk pada tahun yang diestimasikan (tahun n) m = selisih tahun yang dicari dengan tahun n n = selisih tahun dari dua sensus yang diketahui
Contoh:
Jumlah penduduk menurut sensus tahun 1961 adalah 97 juta jiwa. Pada
sensus 1971 berjumlah 118,2 juta jiwa Berapakah jumlah penduduk pada
tahun 1975 ?
-
17
P1975 = 97 {(10 + 4) / 10} * (118.2 97)
P1975 = 126,68 juta
(iii) Metode Proyeksi
Metoda proyeksi dibedakan menurut dua jenis, yaitu :
a. Metoda matematik, yang terdiri atas (1) metoda bunga berganda
(geometric rate of growth), dan (2) metoda eksponensial
(exponential rate of growth).
b. Metoda komponen (cohort)
Ad. A. Metode Matematik
(1) Metoda Bunga Berganda
Metoda bunga berganda berbasis pada rumus :
Pt = Po * (l + r)n
dengan:
Pt = jumlah penduduk pada tahun t
Po = jumlah penduduk pada tahun awal
r = angka pertumbuhan penduduk
n = jangka waktu dalam tahun
Contoh:
Jumlah penduduk pada suatu wilayah pada tahun 1981 sebesar
2.163.000 jiwa, sedang pada tahun 1991 sebesar 2.490.000 jiwa.
Hitung tingkat pertumbuhan rata-rata pertahun antara tahun 1981 sampai
1991 dan perkirakan jumlah penduduk wilayah tersebut pada tahun 1996.
Tingkat Pertumbuhan rata-rata dihitung dengan rumus :
Pt = Po * (l + r)n
2.490.000 = 2.163.000 (1 + r )10
(1 + 10)10 = 2.490.000 / 2.163.000 = 1,151
10 log (l + r) = log 1,151 = 0,0611
1 + r = 1,014178
r = 0,014178
Selanjutnya nilai r yang diperoleh dari perhitungan ini digunakan untuk
memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 1996, dengan
menggunakan rumus yang sama:
P1996 = Po (l + 0,0142)5
= 2.671.882,5 dibulatkan menjadi 2.671.883
(2) Metoda Exponensial
Metoda exponensial berbasis pada rumus :
Pn = Po exp r*t
dengan:
-
18
Pn = jumlah penduduk pada tahun n Po = jumlah penduduk pada tahun awal r = angka pertumbuhan penduduk t = waktu dalam tahun
Contoh :
Dengan menggunakan data hipotetis yang diberikan pada contoh
sebelumnya (metoda bunga berganda), perkirakan kembali jumlah
penduduk pada tahun 2000 dengan menggunakan metoda exponensial.
Pn = Po exp r*t
Exp r.t = Pn / Po = 2.490.000 / 2.163.000 = 1.1511789
10 r = ln (1.1511789) = 0.14079
r = 0.014079
P1996 = P1991 exp 0.014079 x 5
= 2.490.000 x 1.07293 = 2.671.595,8
= 2.671.596 (dibulatkan)
Keunggulan:
Metoda digunakan apabila tidak diketahui data tentang komponen dari
pada penduduk. Yang diketahui hanya penduduk keseluruhan dan tingkat
pertumbuhan penduduk. Cocok untuk proyeksi jangka pendek.
Kelemahan :
Menyajikan informasi yang 18ector18e terbatas karena tidak memberikan
informasi struktur umur dan jenis kelamin.
Tidak cocok untuk proyeksi jangka panjang.
Ad. b. Metoda Komponen (Cohort Survival Model)
Keunggulan:
o Memperhatikan perubahan tiap-tiap komponen perubahan penduduk
(Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi).
o Dimulai dengan asumsi-asumsi: Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi.
Data-data yang diperlukan:
distribusi umur dan jenis kelamin penduduk yang telah dilakukan protating dan 18ector18e1818
menentukan level of mortality penduduk tersebut mengestimasikan pola fertilitas (ASFR) menentukan rasio jenis kelamin saat lahir menentukan pola migrasi (proporsi migrasi menurut umur)
Langkah-langkah perkiraan jumlah penduduk menurut metoda ini adalah
sebagai berikut :
Kolom 1: adalah kelompok umur dengan interval 5 tahunan
Kolom 2: adalah jumlah penduduk wanita menurut kelompok umur, 1971.
-
19
Kolom 3 : survival ratio penduduk wanita, yang dikutip dari 19ecto
kematian dengan asumsi level yang digunakan adalah level 13
model West.
Survival Ratio untuk kelompok umur 55-59 tahun dan 60 +
sebesar 0,73665 diperoleh dari:
T60 + / T55 + di dalam life table level 13
Kolom 4: Penduduk masih hidup tahun 1976 = kol.2 x kol.3
Contoh : Penduduk kelompok umur 0-4 tahun, yang masih
hidup 5 tahun lagi adalah :
381956 x 0,94528 = 361.055
Mereka inilah akan berusia 5-9 tahun pada tahun 1976
Untuk kelompok umur 55-59 tahun dan 60 tahun lebih,
diperoleh hasil 82.937 x 0,73665 = 61.096.
Mereka ini dikelompokkan dalam usia 60+ pada tahun 1976.
Kolom 5 : Adalah jumlah 19ector19 netto DKI Jakarta antara tahun 1971-
1976 yang diperoleh dari perkalian antara proporsi 19ector19
perempuan dengan total 19ector19.
Contoh: Migran netto perempuan (lihat 19ecto 3)
jumlah (0-4) = 500.000 (0,0365) = 18.250.
Kolom 6: Adalah hasil penjumlahan kolom- (4) + kolom (5). Untuk kelom-
pok umur 0-4 tahun belum dapat diisi, karena angka jumlah
kelahiran selama 5 tahun belum dihitung. Kolom-kolom
selanjutnya (kolom 7, 8, 9) dibuat untuk menghitung jumlah
kelahiran perempuan selama periode 1971-1976.
Kolom 7: Adalah rata-rata jumlah penduduk perempuan per kelompok
umur :.{Kolom (2) + Kolom (6)} / 2
Kolom 8: Adalah jumlah kelahiran Age Specific Fertility Rate dari DKI
Jakarta.
Kolom 9 : Adalah jumlah kelahiran per tahun per kelompok umur antara
tahun 1971-1976, yang dihitung dari perkalian Kolom (7)
dengan Kolom (8).
Jadi jumlah kelahiran selama 5 tahun = 5 x 227.339 =
1.136.995. Dengan asumsi Sex Ratio at Birth = 105, maka
diperoleh proporsi perempuan yang lahir sebesar 0,488.
Jumlah kelahiran perempuan selama 5 tahun = jumlah kelahiran
selama 5 tahun x rasio kelahiran perempuan atas kelahiran laki-
laki = 1.136.995x0,488 = 554.854.
Jumlah kelahiran perempuan yang masih hidup pada umur 0-4
tahun = Jumlah kelahiran perempuan x rasio masih hidup pada
saat dilahirkan = 554.854 (0,85661) = 475.293.
Jadi penduduk perempuan yang berumur 0-4 tahun 1976
adalah : 475.293 + 18.250 x (migrasi usia 0-4) = 493.543.
-
20
Tabel 2.2: Proyeksi Jumlah Penduduk Perempuan di DKI Jakarta tahun 1971 -1976
Kelompok
Umur
Penduduk
Penduduk
Perempuan
1971
Ration
Masih Hidup
Penduduk
Masih Hidup
Migran
Perempuan
1971 -1976
Penduduk
Perempuan
1976
Rata-rata
Pend.Perp
1971-1976
ASFR
Jakarta
1971-1976
Kelahiran
pertahun
1971-1976
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0-4 381.956 0.94528 - 18.250 493.543 - - -
5-9 319.450 0.98100 361.055 22.350 383.405 - - -
10-14 267.518 0.98043 313.380 29.500 342.880 - - -
15-19 265.251 0.97430 262.283 57.800 320.083 292.667 0.107 31.315
20-24 227.890 0.96927 258.432 49.900 308.334 268.112 0.242 64.883
25-29 201.771 0.96518 220.887 29.000 249.887 225.829 0.239 53.973
30-34 164.195 0.96077 194.745 15.850 210.959 187.395 0.236 44.225
35-39 135.959 0.95608 157.754 10.800 168.554 152.257 0.159 24.209
40-44 94.009 0.94998 129.988 7.350 137.338 115.674 0.070 8.097
45-49 60.930 0.93753 89.307 4.650 93.957 77.444 0.009 697
50-54 47382 0.91695 57.124 3.450 60.574 - - -
55-59 25.220 0.73655 43.477 1.950 45.397 - - -
-
21
Tabel 2.3 Distribusi Migran Perempuan ke Jakarta
Menurut Umur, tahun 1971 -1976
UMUR PERSENTASE UMUR PERSENTASE
0-4 0.0365 35-39 0.0216
5-9 0.0447 40-44 0.0147
10-14 0.0590 45-49 0.0093
15-19 0.1156 54-54 0.0069
20-24 0.0998 55-59 0.0039
25-29 0.0580 60 + 0.0096
30-34 0.0317
Sumber: PSDALUH-DTKTD (1992)
Untuk keperluan tertentu, misalnya untuk mengetahui jumlah penduduk
usia sekolah dasar (7-12 tahun), maka kelompok umur 5-9 perlu dipecah
menjadi umur 5, 6, 7, 8, dan 9 tahun, demikian pula kelompok umur 10-14
dipecah menjadi umur 10,11,12,13, dan 14 tahun.
Pemecahan dilakukan dengan bantuan 21ector pengganda Sprague
(Sprages Multipliers). Pengganda ini memiliki 5 panel, sebuah untuk
kelompok umur tengah (midpanels) , dua buah untuk kelompok akhir
(endpanel) , dan dua buah lagi untuk kelompok umur yang berbatasan
dengan kelompok umur akhir PSDALUH-DTKTD (1992):
1. First end-panel : untuk golongan umur 0-4 tahun
2. First next-to-end panel : untuk golongan umur 5-9 tahun
3. Mid-panels : untuk golongan umur 10 -14 tahun
sampai dengan golongan 85 89 tahun
4. Last next-to-end panel: untuk golongan umur 90 94 tahun
5. Last end-panel : untuk golongan umur 95-99 tahun
Catatan:
Apabila data penduduk tidak dikelompokkan sampai golongan umur 95-99
tahun, misalnya hanya sampai pada golongan umur 70-74 tahun, maka
golongan umur di atasnya menyesuaikan. Dalam kasus-kasus tertentu,
adakalanya golongan umur 95+ diasumsikan sama dengan golongan
umur 95-94, demikian pula golongan umur 75 +, dapat diasumsikan sama
dengan golongan umur 75-79 tahun, dan sebagainya.
a. First end-panel
Pemecahan kelompok umur ini dilakukan dengan menggunakan rumus
berikut:
-
22
nj = Ni
n
i
Niji1
. j = 1,5; i = 1,4
dengan :
nj menyatakan-golongan umur tahunan :
n1 = 0 tahun, n2 = 1 tahun, n3 = 2 tahun,
n4 = 3 tahun dan n5 = 4 tahun.
Ni menyatakan jumlah penduduk pada kelompok umur ke-i, yaitu : N1 = 0-
4 tahun, N2 = 5-9 tahun, N3 = 10-14 tahun, N4 = 15-19 tahun.
ji menyatakan koefisien pengganda Sprague yang diperlihatkan pada
faktor 4.
Tabel 2.4. Pengganda Sprague
N1 N2 N3 N4 N5
FIRST END-PANEL
nl +0.3616 -0.2768 + 0.1488 - 0.0336 -
n2 +0.2640 -0.0960 + 0.0400 - 0.0080 -
n3 +0.1840 + 0.0400 - 0.0320 +0.0080 -
n4 + 0.1200 + 0.1360 - 0.0720 + 0.0160 .
n5 +0.0704 + 0.1968 - 0.0848 + 0.0176 -
FIRST NEXT-TO-END PANEL
nl +0.0336 + 0.2272 - 0.0752 + 0.0144 -
n2 +0.0080 + 0.2320 - 0.0480 +0.0080 -
n3 - 0.0080 + 0.2160 - 0.0080 + 0.0000 -
n4 - 0.0160 + 0.1840 + 0.0400 - 0.0080 -
n5 - 00176 + 0.1408 + 0.0912 - 0.9144 -
MID-PANEL
nl - 0.0128 + 0.0848 + 0.1504 - 0.0240 + 0.0016
n2 -0.0015 + 0.0144 + 0.2224 - 0.0416 +0.0064
n3 +0.0084 - 0.0336 +0.2544 - 0.0336 - 0.0064
n4 +O0064 - 0.0416 + 0.2224 - 0.0144 - 0.0016
n5 +0.0016 - 0.0240 + 0.1504 +0.0848 - 0.0128
LAST NEXT-TO-END PANEL
nl - 0.0144 +0.0912 + 0.1408 - 0.0176 -
n2 - 0.0080 +0.0400 + 0.1840 - 0.0160 .
n3 +0.0000 - O.0080 + 0.2160 - 0.0080 -
n4 +0.0080 - a0480 +0.2320 + 0.0080 - .
n5 +0.0144 - 0.0752 +0.2272 +0.0336 -
LAST END PANEL
nl +0.0176 - 0,0848 +0.1968 +0.0764 -
n2 +0.0168 - 0.0720 +0.1360 +0.1200 -
n3 +0.0080 - 0.0320 + 0.0400 +0.1640 -
n4 - 0.0080 + 0.0400 -0.0960 +0.2640
n5 - 0.0336 + 0.1488 - 0.2768 + 03615 -
-
23
b. First next-to-end Panel
Golongan umur tahunan pada kelompok umur ini (5-9 tahun) diperkirakan
dengan menggunakan rUmus yang sama dengan yang dipakai pada
kelompok umur 0-4 tahun, dengan n1 = 5 tahun, n2 = 6 tahun, n3 = 7
tahun, n4 = 8 tahun, dan n5 = 9 tahun.
Sedang data kelompok umur yang digunakan adalah : N1 = 0-4 tahun, N2
= 5-9 tahun, N3 = 10-14 tahun, dan N4 = 15-19 tahun.
c. Mid Panel
Kelompok umur ini juga menggunakan rumus yang sama dengan yang
digunakan pada kelompok umur sebelumnya, dengan perbedaan terletak
pada jumlah 23ector penggandanya, yaitu sebanyak 5 buah
23ector23e2323 dengan 4 buah pada kelompok umur yang dibahas
sebelumnya.
N3 diletakkan pada kelompok umur yang ingin dipecah, N2 dan Ni untuk
dua kelompok umur sebelumnya, dan N4 dan N5 untuk kelompok umur
sesudahnya.
Misalnya kelompok umur yang ingin dipecah adalah 10-14 tahun, maka n1
= 10 tahun, n2 = 11 tahun, n3 = 12 tahun, n4 = 13 tahun, dan ns = 14
tahun. Data kelompok umur yang digunakan adalah Ni = 0-4 tahun, N2 =
5-9 tahun, N3 = 10-14 tahun, N4 = 15-19 tahun, dan N5 = 20-24 tahun.
Catatan:
Untuk Last next-to-end panel pemecahan umur dihitung dengan cara yang
sama First next-to-end panel, sedang pemecahan umur untuk last end
panel dihitung dengan cara yang serupa dengan first end panel.
Contoh:
Perkirakan jumlah anak usia sekolah (7-12 tahun) berdasarkan data
jumlah penduduk menurut kelompok umur yang diperlihatkan pada
kelompok 1.
Golongan umur 7-12 tabun terdiri atas dua kelompok umur, yaitu 5-9
tahun dan 10-14 tahun. Kelompok umur 5-9 tahun dipecah dengan
menggunakan First next-to-end panel, sedangkan kelompok umur 4 tahun
dipecah dengan menggunakan faktor pengganda pada mid panel.
Golongan umur 5 tahun = 0.0336 x 66.082 + 0.2272 x 64.652 0.0752 x
49.285 + 00144 x 35.866 = 13.720 (dibulatkan)
Golongan umur 6 tahun = 0.0080 x 66.082 + 0.2320 x 64.652 0.0480 x
49.285 + 0.0080 x 35.866 = 13.499 (dibulatkan)
-
24
Golongan umur 13 tahun = 0.0064 x 66.082 0.0416 x 64.652 + 0.2224 x
49.285 + 0.0144 x 35.866 -0.0016x37.316 =
9.151 (dibulatkan)
Golongan umur 14 tahun = 0.0016 x 66.082 0.0240 x 64.652 + 0.1504
x 49.285 + 0.0848 x 35.866 -0.0128 x 37.316
= 8.530 (dibulatkan)
Dari perhitungan di atas terlihat bahwa untuk golongan umur 5, 6, 13 dan
14 terdapat 44.850 anak, dengan demikian jumlah penduduk yang
berumur 7-12 tahun adalah (64.652 + 49.285) 44.850 = 69.087.
5. Analisis Ketenagakerjaan
Analisis dalam lingkup ini diperlukan untuk memperoleh informasi
yang berkaitan dengan jumlah penduduk yang tidak produktif, tingkat
partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran, dan proyeksi tingkat
partisipasi angkatan kerja.
(i) Angka Beban Tanggungan
Angka beban tanggungan (Dependency Ratio) merupakan
angka yang menyatakan perbandingan antara jumlah penduduk yang
tidak produktif (umur dibawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan
jumlah penduduk yang termasuk usia produktif (umur 15-64 tahun).
{(Po 14 + P65+) / (P15 64)} * 100
Penilaian:
Angka Beban-Tanggungan Tinggi : > 70
Angka Beban Tanggungan Sedang : 51 69
Angka Beban Tanggungan Rendah : 70
TPAK Sedang = 50-69
TPAK Rendah = < 50
Data yang dibutuhkan berupa :
- Jumlah penduduk usia kerja (umur 10 tahun ke atas)
- Jumlah angkatan kerja.
-
25
Angkatan kerja adalah penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang
secara aktif melakukan kegiatan ekonomis.
Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja, penduduk yang
mempunyai pekerjaan tetap, tetapi sementara tidak bekerja, dan
penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi mencari pekerjaan
secara aktif.
(iii) Tingkat Pengangguran Terbuka
Tingkat pengangguran terbuka (Open Unemployment Rate)
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
TPT = ( jumlah pencari kerja / jumlah angkatan kerja ) * 100
Data yang dibutuhkan:
- Jumlah angkatan kerja
- Jumlah orang yang mencari pekerjaan
Pengertian penduduk yang mencari pekerjaan (menganggur) adalah
mereka yang tidak bekerja dan sekarang ini sedang aktif mencari
pekerjaan menurut acuan waktu tertentu. Termasuk kelompok ini adalah
mereka yang pernah bekerja, atau sekarang sedang dibebastugaskan,
tetapi sedang menganggur dan mencari pekerjaan.
(iv) Proyeksi TPAK
Proyeksi angkatan kerja dibutuhkan untuk memperoleh informasi
tentang jumlah dan karakteristik kerja yang tersedia pada masa yang akan
25ector, termasuk pertumbuhan angkatan kerja dan jumlah penduduk
yang pertama kali memasuki pasar tenaga kerja.
Proyeksi penyediaan tenaga kerja dilakukan dengan dua tahap,
yaitu :
1) proyeksi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dalam suatu
wilayah tertentu.
2) proyek TPAK untuk memperkirakan jumlah penyediaan tenaga kerja.
Tahap pertama diketahui secara khusus pada proyeksi penduduk.
Pada dasarnya perkiraan jumlah angkatan kerja dapat diperoleh sebagai
hasil kali antara TPAK dengan jumlah penduduk pada kelompok umur
yang sama.
LFtx = lftx * P
tx
dengan
LFtx = jumlah angkatan kerja pada kelompok umur x pada tahun t
lftx = TPAK pada kelompok umur x pada tahun t
Ptx = jumlah penduduk pada kelompok umur x pada tahun t
-
26
Dalam proyeksi ini perlu dibuat asumsi mengenai TPAK pada masa yang
akan datang.
Selain itu, TPAK pada masa yang akan datang dapat diketahui dengan
melakukan extrapolasi sebagai berikut:
lfxt+1 = lfxt * { lf
xt / (lf
xt-1)}
dengan
lfxt+1 = TPAK kelompok umur x pada tahun t +1
lfxt = TPAK kelompok umur x pada tahun t
lfxt-1 = TPAK kelompok umur x pada tahun t 1
Tata perhitungan TPAK dengan cara extrapolasi dapat dilakukan dengan
menggunakan bantuan tabel berikut:
KELOMPOK UMUR
TPAK 1971
TPAK 1980
(3): (2) TPAK 1990
(3)* (4)
1 2 3 4 5
10-19
50%
60%
60/50 = 1.2
72 %
Keunggulan : sangat sederhana
Kelemahan:
Dalam beberapa kasus, khususnya untuk kelompok umur yang memiliki
TPAK tinggi, hasil extrapolasi kadang-kadang lebih besar dari 100, suatu
angka yang tidak mungkin dicapai pada keadaan sebenarnya.
Untuk mengatasi kelemahan ini, digunakan faktor koreksi yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
lfxt+1 = lfxt * { (100 +
xt) / 100}
dengan
lfxt+1 = TPAK kelompok umur x pada tahun t +1
lfxt = TPAK kelompok umur x pada tahun t
xt = Kenaikan TPAK dari tahun t sampai tahun t + 1
Perhitungan xt dilakukan dengan bantuan rumus :
xt = (lfxt/ lf
xto) * {(lft + U
xt) / (lfto * U
tto)}
dengan
lfxt = TPAK kelompok umur x pada tahun t
lfxto = TPAK kelompok umur x pada tahun to
-
27
Uxt = Proporsi penduduk usia x yang tidak masuk angkatan
kerja pada tahun t
Uxto = Proporsi penduduk usia x yang tidak masuk angkatan
kerja pada tahun to
Contoh hipotesis proyeksi tingkat partisipasi angkatan kerja suatu
wilayah pada tahun 1990 berdasarkan data tahun 1971 dan 1980,
sebagai berikut:
UMUR lfto 1971 lfto 1980 3:2 Uto Ut lfto * Uto lft * Ut 8:7 t
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10-19 0.4938 0.4217 0.854 0.5062 0.5783 0.250 0.244 0.976 -0.833
20-34 0.6826 0.4141 0.606 0.3172 0.5859 0.217 0.243 1.120 -0.678
35-44 0.3397 0.6306 1.856 0.6603 0.3694 0.224 0.233 1.040 1.930
Dari tabel di atas dapat diperkirakan tingkat partisipasi angkatan kerja
tahun 1990 sebagai berikut:
UMUR lf 1990
10-19 0.4217 * (100 0.833) /100 = 0.4182
20-34 0.4141 * (100- 0.678)/ 100 = 0.4113
35-44 0,6306 * (100-1.930)/ 100 = 0.6428
(i) Perhitungan Indekss Kualitas Hidup (IKH) IKH
atau disebut juga Physical Quality of Life Indeks (PQLI) merupakan
indikator gabungan (Composit Indicator) yang terdiri atas 3 unsur yang
dinilai cukup valid untuk menggambarkan kualitas sumberdaya manusia.
Ketiga indikator yang dimaksud ialah :
i. Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate = IMR)
ii. Angka harapan hidup pada usia 0 (Life Expectancy = LE)
iii. Angka melek huruf penduduk usia 10 th keatas (Literacy Rate = LR)
Sebagai suatu mocel gabungan, IKH dinilai mempunyai kepekaan
yang tinggi untuk mengukur hasil dari suatu proses pembangunan
ekonomi dalam suatu masyarakat.
Informasi dasar yang diperlukan dalam pengukuran IKH adalah
data mengenai ketiga indikator tersebut di atas pada tahun yang sama.
Tahapan-tahapan pengukurannya adalah sebagai berikut:
(1) Pengumpulan data ketiga faktor yang tergabung dalam IKH, yaitu:
-
28
a. Angka Kematian Bayi (IMR)
- Angka ini menunjukkan jumlah rata-rata kematian bayi dalam setiap
1000 kelahiran pada suatu wilayah tertentu.
- Angka IMR ini oleh para ahli dipandang sebagai salah satu indikator
yang mampu mengukur perkembangan pembangunan ekonomi
suatu masyarakat.
- Data yang dibutuhkan untuk menghitung IMR ialah jumlah anak usia
dibawah 1 tahun yang meninggal pada suatu wilayah, serta jumlah
kelahiran di wilayah tersebut pada periode tahun yang sama.
Tetapi karena data yang dimaksud biasanya sulit diperoleh secara
akurat di seluruh wilayah, maka dianjurkan untuk mengutip saja
hasil perhitungan terakhir mengenai IMR dari pihak / instansi yang
berkompeten seperti Dep. Kesehatan, Kantor Statistik, BKKBN,
ataupun dari Lembaga Demografi pada Perguruan Tinggi setempat.
- Diumpamakan angka IMR yang diperoleh itu adalah 85. Itu berarti
dalam setiap 1000 kelahiran ada 85 bayi yang meninggal sebelum
mencapai ulang tahunnya yang pertama.
b. Angka Harapan Hidup (Life Expectancy)
- Angka ini mengukur jumlah rata-rata tahun (umur) yang diharapkan
oleh seseorang yang baru lahir untuk dijalani sampai meninggal
kelak. Indikator inipun jelas dapat menggambarkan tingkat kualitas
hidup penduduk melalui tingkat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
dasarnya. Semakin besar angka harapan hidup (LE) berarti
semakin tinggi pula kualitas hidup penduduk yang bersangkutan.
- Seperti halnya pada perhitungan IMR, angka harapan hidup (LE) ini
juga dianjurkan untuk dikutip dari hasil perhitungan yang sudah
dilakukan oleh pihak/instansi yang berkompeten seperti yang
disebutkan di atas, karena untuk menghitung sendiri angka LE ini
sangat rumit bagi mereka yang bukan ahlinya. Hal ini tidak menjadi
masalah karena data mengenai LE dipublikasikan secara berkala
oleh instansi-instansi tersebut di atas.
- Jika diumpamakan angka harapan hidup (LE) yang diperoleh untuk
suatu wilayah kabupaten adalah 58, ini menunjukkan bahwa setiap
anak yang lahir di wilayah tersebut pada periode tahun yang
bersangkutan, dapat mengharapkan hidup rata-rata selama 58
tahun.
-
29
c. Angka Melek Huruf (Literacy Rate)
Angka ini mengukur proporsi penduduk yang berusia 10 tahun
ke atas yang mampu membaca dan menulis. Jadi yang diukur ialah
kondisi pendidikan dasar penduduk.
Indikator ini dipandang memiliki kepekaan yang tinggi untuk
mengukur potensi pembangunan dan kesempatan-kesempatan yang
dimiliki oleh lapisan penduduk miskin / bawah untuk ikut berperan aktif
dalam pembangunan wilayah.
Data yang dibutuhkan untuk menghitung angka melek huruf
(LR) ialah data mengenai jumlah penduduk yang berusia 10 tahun ke
atas dan data mengenai jumlah orang yang mampu membaca dan
menulis huruf latin di antara seluruh penduduk usia 10 tahun keatas
tersebut. Data ini tersedia pada publikasi Biro Pusat Statistik (BPS).
Perhitungan LR dilakukan dengan bantuan rumus:
LP= jumlah penduduk 10 thn keatas yang mampu baca tulis
jumlah penduduk usia 10 tahun keatas
Jika diumpamakan angka LR yang diperoleh adalah 72,5, ini menunjukkan
bahwa di antara 100 penduduk berusia 10 tahun ke atas terdapat 73
(setelah dibulatkan) yang mampu membaca dan menulis huruf latin.
1. Perhitungan IKH
Setelah data / angka ketiga faktor tersebut di atas diperoleh, maka IKH
dapat dihitung dengan rumus berikut:
IKH = 1/3 [{(229-IMR)/2,22} + {(LE-38)/0,39} + LR]
dengan:
IMR = Angka Kematian Bayi
LE = Angka Harapan Hidup
LR = Angka Melek Huruf
Angka-angka yang tercantum dalam rumus di atas yaitu 1/3 ; 2,22;
0,39; 229 dan 38 merupakan konstanta.
Angka IKH yang dihasilkan dari perhitungan dengan rumus di atas
akan bergerak antara 0 sampai dengan 100, semakin dekat angka IKH
ke 100 berarti kualitas hidup penduduk makin tinggi pula. Demikian
pula sebaliknya.
Sebagai patokan umum dalam mengukur kualitas hidup pada masing-
masing wilayah, maka pengelompokannya adalah sebagai berikut:
kualitas hidup rendah : IKH < 50
kualitas hidup sedang : 50 < IKH < 75
kualitas hidup tinggi : IKH > 75
-
30
Contoh:
Perhitungan IKH dengan menggunakan contoh angka IMR, LE dan LR
yang ditemukan di sebelumnya yaitu masing-masing 85, 58, dan 72,5
akan menghasilkan IKH sebagai berikut:
IKH = 1/3 [{(229-85)/2,22} + {(58-38)/0,39} + 72,5]
IKH = 62,8
Berdasarkan pengelompokan sebelumnya, maka angka IKH yang
dihasilkan dari perhitungan diatas yakni 62,8 adalah termasuk kategori
sedang.
Kelebihan:
- Berlaku umum bagi berbagai model pembangunan.
- Terhindar dari ukuran-ukuran yang menggambarkan nilai khusus
masyarakat tertentu
- Mengukur hasil/output proses pertumbuhan ekonomi (pembangunan).
- Sederhana dan prosesnya mudah dimengerti
- Dapat dibandingkan (comparable) secara internasional.
Kelemahan
- Data indikator mengenai ketiga faktor dalam IKH seringkali kurang
tersedia di setiap kabupaten
- Angka IKH ini kurang tajam dalam mengukur tingkat pendapatan
masyarakat, padahal tingkat pendapatan sering pula dijadikan tolok ukur
kualitas kehidupan ekonomi masyarakat.
7. Indikator Tingkat Pendidikan Masyarakat
Indikator tingkat pendidikan dapat mengukur sejauh mana
perkembangan wawasan, aspirasi, pengetahuan dan keterampilan
penduduk untuk meningkatkan kemampuannya mengolah sumberdaya
alam serta untuk mengembangkan hubungan-hubungan sosialnya. Untuk
maksud ini terdapat 3 metoda pengukuran yang dinilai cukup valid untuk
mengukur perkembangan pendidikan dimaksud, yaitu :
(i) Rasio Pendaftaran Sekolah (Enrolment Ratio)
Metode ini mengukur proporsi anak usia sekolah yang benar-benar
sudah terdaftar di sekolah menurut jenjangnya masing-masing.
Menurut kelompok usianya, maka ukuran Enrolment Ratio (ER) dapat
dibagi atas 3 kategori, yaitu:
- ER untuk SD bagi usia 7-12 tahun
- ER untuk SLTP bagi usia 13-15 tahun
- ER untuk SLTA bagi usia 16-18 tahun
-
31
Langkah pertama untuk menghitung ER ialah mengumpulkan data
mengenai jumlah anak seluruhnya pada kelompok umur 7-12 tahun; 13-15
tahun; dan 16-18 tahun. Kemudian dikumpulkan pula data mengenai
jumlah anak pada masing-masing kelompok umur yang benar-benar
terdaftar di sekolah.
Kedua macam data tersebut cukup mudah diperoleh dari instansi terkait
seperti DIKBUD atau Kantor Statistik.
Setelah data tersebut diperoleh maka ER untuk masing-masing jenjang
sekolah dapat dihitung dengan rumus :
ERi = jumlah anak usia (i) yang bersekolah
jumlah anak usia (i)
dengan (i) menunjukkan kelompok usia atau jenjang pendidikan masing-
masing.
Contoh:
Pada suatu kabupaten jumlah anak usia 13-15 tahun adalah 81.500
orang. Diantara jumlah itu terdapat 56.200 yang sedang bersekolah
ditingkat SLTP, maka ER-nya (tingkat SLTP) adalah:
(56.200 / 81.500) * 100 = 68,9
Dengan cara yang sama dapat dihitung ER untuk SD dan SLTA.
Sebagai patokan penilaian, ER yang dinilai menunjukkan perkembangan
pendidikan yang tinggi adalah:
- SD = 100 atau mendekati 100
- SLTP = sekitar 80
- SLTA = sekitar 60
Kelebihan:
- Mudah dihitung dan datanya mudah diperoleh.
- Mudah dibandingkan dengan wilayah atau daerah lain karena sangat
umum digunakan untuk memantau perkembangan pendidikan
masyarakat.
Kelemahan :
- Belum menggambarkan kualitas pendidikan itu sendiri. Sehingga suatu
wilayah yang lebih tinggi Enrolment Ratio-nya belum otomatis juga lebih
tinggi perkembangan tingkat pengetahuan dan keterampilan
masyarakatnya dibandingkan dengan wilayah yang lebih rendah ER-
nya.
-
32
(ii) Status Pendidikan (Educational Attainment)
Metoda ini mengukur jenjang pendidikan formal yang telah
diselesaikan oleh penduduk yang berusia 10 tahun ke atas. Jadi dapat
dipakai untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia, terutama yang
berhubungan dengan aspek wawasan, pengetahuan dan keterampilan.
Ukuran yang umum digunakan ialah mengelompokkan penduduk
usia 10 tahun ke atas menurut jenjang pendidikan formil yang telah
diselesaikan ke dalam 7 kelompok sebagai berikut:
- tidak sekolah (TS)
- tidak tammat SD (TTSD)
- SD tammat
- SLTP
- SLTA
- Akademi
- Universitas / Institut / Sekolah Tinggi
Pengelompokan di atas 32ector32e mudah dilakukan karena datanya
banyak tersedia pada instansi-instansi yang berkompoten seperti
BAPPEDA, Kantor Statistik, dan Kantor DIKBUD setempat.
Penyederhanaan 32ector32e32 status pendidikan ini dapat dilakukan
dengan membagi dua penduduk usia 10 tahun ke atas menurut kelompok
pendidikan formil yang telah diselesaikan, yaitu menjadi:
- penduduk berpendidikan kurang dari SLTP
- penduduk berpendidikan SLTP ke atas.
Alasan pengelompokan di atas ialah bahwa dengan melewati SLTP ke
atas seseorang telah mengalami peningkatan wawasan dan pengetahuan
secara cukup substantial, yang memperbesar aksesnya terhadap
berbagai macam informasi dan keterampilan yang diperlukan dalam
pengembangan sumberdayanya.
Makin besar proporsi penduduk yang berpendidikan SLTP ke atas berarti
kualitas sumberdaya manusia semakin tinggi pula.
Sebagai patokan umum, suatu wilayah dapat dinilai tinggi status
pendidikan penduduknya apabila proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas
yang berpendidikan SLTP ke atas mencapai minimal 40%.
Kelebihan:
Data yang dibutuhkan mudah diperoleh demikian pula proses
perhitungannya. Ukuran ini juga sudah langsung menggambarkan secara
umum tingkat kualitas sumber daya manusia dengan melihat jenjang
pendidikan formilnya masing-masing.
Kelemahan :
-
33
Seringkali data yang diperoleh kurang akurat atau kurang 33ector. Sebab
pendataan yang demikian ini biasanya dilakukan paling cepat lima tahun
sekali sejalan dengan pelaksanaan sensus atau survey penduduk antar
sensus.
(iii) Rasio Guru dan Murid
Metode ini mengukur jumlah murid yang dilayani oleh setiap guru
dalam proses belajar mengajar, jadi secara tidak langsung mengukur
kualitas proses pendidikan di suatu wilayah.
Perhitungan Rasio Guru-Murid dilakukan menurut jenjang pendidikan,
yaitu rasio guru-murid pada SD, SLTP dan SLTA.
Data yang diperlukan ialah jumlah guru serta jumlah murid/siswa
keseluruhan-nya di suatu wilayah menurut jenjangnya masing-masing.
Cara perhitungannya ialah dengan rumus sederhana:
jumlah murid Ratio Guru dan Murid ________________
jumlah guru Contoh:
Di kabupaten X terdapat 87.500 murid SD, dengan jumlah guru sebanyak
1950 orang, maka rasio guru-murid untuk tingkat SD adalah :
87500 / 1950 = 44,9 dibulatkan menjadi 45.
Artinya setiap guru SD di kabupaten ini melayani rata-rata 45 orang murid.
Dengan prosedur yang sama dapat dihitung rasio guru-murid pada tingkat
SLTP das SLTA.
Makin kecil rasio guru-murid menunjukkan makin tingginya intensitas
proses belajar mengajar, yang berarti pula makin tingginya kualitas proses
pendidikan di wilayah yang bersangkutan.
Sebagai patokan umum dalam penilaian, rasio guru-murid yang dinilai baik
dan mampu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar secara nyata
adalah:
- SD = 1: 30 sampai 40
- SLTP = 1: 20 sampai 25
- SLTA = 1:15 sampai 20
Kelebihan :
Mudah dihitung dan datanyapun mudah diperoleh, karena data mengenai
rasio guru-murid ini setiap tahun diremajakan oleh Kantor Depdikbud.
Kelebihan lainnya adalah metoda ini dapat menjelaskan kualitas dari
proses pendidikan yang terjadi pada suatu wilayah.
Kelemahan :
Metoda ini menjelaskan perkembangan proses belajar mengajar
dikalangan penduduk yang hanya sementara terdaftar pada pendidikan
-
34
formal. Jadi tidak mampu mengukur kegiatan pendidikan di luar
persekolahan (pendidikan formal).
Kelemahan lainnya ialah metoda ini belum menggambarkan penyebaran
guru-guru menurut subjek pendidikan, melainkan hanya penyebaran
menurut jumlah totalnya saja.
6. Metode Partisipasi Kelembagaan
Metoda ini digunakan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Desa
Departemen Dalam Negeri untuk mengukur sampai sejauh mana lembaga
kemasyarakatan formal yang ada, telah melakukan fungsinya dengan
baik. Dengan mengukur aktifitas lembaga tersebut, maka sebenarnya
berarti pula mengukur partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan
pembangunan, karena lembaga-lembaga formal tersebut merupakan pula
wadah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam melakukan
kegiatan-kegiatan pembangunan. Di antara keseluruhan lembaga formal
yang ada ditengah-tengah masyarakat desa/kelurahan, ada empat yang
merupakan inti, dalam arti pembentukan dan pembinaannya dilakukan
serentak di seluruh Indonesia, dan berdasarkan pada Undang-Undang
atau Peraturan Pemerintah.
Ke empat lembaga format dimaksud adalah Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa (LKMD), Koperasi Unit Desa (KUD), Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Karang Taruna.
LKMD merupakan lembaga kemasyarakatan yang keberadaannya di
tiap desa dan kelurahan didasarkan atas Undang-Undang No.5/1979
tentang penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan. LKMD
merupakan wadah koordinasi dan pelaksanaan berbagai aspek
kegiatan masyarakat.
KUD merupakan lembaga kemasyarakatan yang berfungsi
menyalurkan atau mengkoordinasikan aktivitas perekonomian
masyarakat
PKK merupakan lembaga yang berfungsi mengkoordinasikan berbagai
kegiatan kaum wanita,
sedangkan Karang Taruna mewadahi berbagai kegiatan kaum remaja
dan pemuda.
Mengingat fungsi dari keempat lembaga tersebut yang mewakili
34ector semua lapisan masyarakat, maka keempatnya dipilih sebagai
34ector34e34 untuk mengukur sampai sejauh mana potensi kelembagaan
dalam masyarakat mampu mendorong produktivitas mereka.
Informasi yang dibutuhkan untuk pengukuran ini adalah data kegiatan
lembaga-lembaga yang dimaksud, baik kegiatan administratifnya maupun
-
35
kegiatan operasionalnya masing-masing. Data ini dapat diperoleh secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan
mengadakan pengamatan di lapang dengan menghimpun informasi dari
kalangan masyarakat setempat tentang aktifitas lembaga yang dimaksud.
Tetapi karena cara langsung ini memerlukan waktu dan biaya yang besar,
maka disarankan untuk mengumpulkan data tersebut dari Kantor
Pemerintah Wilayah setempat cq. Kantor Pembangunan Desa
(BANGDES). Kantor ini melakukan monitoring setiap tahun mengenai
perkembangan pembangunan desa, dimana aspek kegiatan lembaga-
lembaga kemasyarakatan merupakan salah satu indikator yang diukur.
Langkah-langkah pengukuran potensi kelembagaan dengan
menggunakan metoda partisipasi kelembagaan tersebut di atas adalah
sebagai berikut:
Keempat lembaga yang disebutkan di atas, diukur aktivitasnya (di tingkat
desa) dan hasilnya dikelompokkan kedalam 3 kategori, yaitu:
a. Aktif; dengan kondisi utama :
kegiatan pengurusnya berjalan baik
administrasi perkantoran berjalanteratur
mempunyai kegiatan-kegiatan nyata sesuai yang digariskan oleh
pedoman dasar lembaga atau oleh keputusan-keputusan rapat.
b. Berkembang; dengan kendala utama :
kepengurusannya belum terkonsolidasi dengan baik, misalnya
rapat sangat jarang diadakan.
administrasi kantor belum teratur, misalnya belum ada jadwal
berkantor bagi pengurus.
kegiatan-kegiatan yang dilakukan belum lancar dan belum
terjadwal dengan baik.
c. Passif; dengan kendala utama :
kepengurusan belum berfungsi
perkantoran belum berjalan, atau bahkan belum punya kantor.
kegiatan-kegiatan belum ada yang melembaga.
Hasil pengelompokan lembaga-lembaga seperti disebut di atas
telah tersedia di Kantor BANGDES setempat.
Tahap selanjutnya, pengelompokan tersebut diagregasikan ke tingkat
kabupaten, serta diberikan skor masing-masing sebagai berikut:
a. Tinggi:
Apabila diseluruh kabupaten tersebut terdapat 70% atau lebih dari
seluruh lembaga dimaksud masuk dalam kelompok aktif. Diberi skor
dalam skala 8-10.
-
36
b. Sedang:
Apabila diseluruh kabupaten tersebut terdapat 50%-69% dari seluruh
lembaga dimaksud masuk dalam kelompok aktif. Diberi skor dalam
skala 5-7.
c. Rendah:
Apabila diseluruh kabupaten tersebut terdapat kurang dari 50%
diantara lembaga dimaksud masuk dalam kelompok Aktif. Diberi skor
1-4.
Dengan cara agregasi ini maka pada tingkat kabupaten akan diperoleh
36ecto pengelompokan lembaga-lembaga yang diukur menurut tingkat
aktifitas dan skornya masing-masing sebagai berikut:
LEMBAGA RENDAH
(SKOR)
SEDANG
(SKOR)
TINGGI
(SKOR)
LKMD 1-4 5-7 8-10
KUD 1-4 5-7 8-10
PKK 1-4 5-7 8-10
KARANG TARUNA 1-4 5-7 8-10
Terakhir, dengan menghitung skor kumulatif dari keempat lembaga
tersebut di atas maka dapat dinilai tinggi rendahnya potensi kelembagaan
pada kabupaten yang bersangkutan dengan klasifikasi sebagai berikut:
- rendah : memiliki skor < 27
- sedang : memiliki skor antara 27 33
- tinggi : memiliki skor > 33
Contoh:
Suatu kabupaten dengan pengelompokan tingkat aktifitas kelembagaan
sebagai berikut:
LEMBAGA PENILAIAN SKOR
LKMD TINGGI 9
KUD SEDANG 6
PKK TINGGI 8
K. TARUNA RENDAH 4
SKOR KUMULATIF 27
Dengan skor kumulatif 27, maka potensi kelembagaan di kabupaten yang
bersangkutan dapat diklasifikasikan sedang.
Kelebihan :
-
37
- Sederhana perhitungannya dan datanya sangat mudah diperoleh,
karena pihak Pemda cq. Kantor BANGDES secara rutin mengadakan
pemantauan dan evaluasi. Hasil evaluasi tersebut dapat digunakan
sebagai data dalam pengukuran ini.
Kelemahan:
- Penilaian terhadap tingkat kegiatan lembaga yang dimaksud 37ect
bersifat subjektif dari pihak yang dinilai.
- Ada kemungkinan lembaga yang dinilai tersebut sangat aktif, hanya
karena ditunjang oleh mobilisasi aparat pemerintah setempat, tetapi
kurang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
7. Analisis Dinamika Sosial Masyarakat
Analisis dinamika sosial masyarakat diarahkan untuk mengetahui
sampai sejauh mana norma-norma sosial budaya atau tata nilai yang
dianut mempengaruhi pola sosial dan pola prilaku para warga masyarakat,
baik dalam arti positif maupun negatif. Pengaruh sistem nilai ini akan
mempengaruhi dinamika sosial masyarakat secara keseluruhan dan pada
gilirannya akan mendorong atau menghambat usaha-usaha peningkatan
produktivitas masyarakat.
Walaupun masalah sistem nilai budaya bersifat abstrak, namun
terdapat beberapa pendekatan yang cukup baik untuk dipakai menilai
pengaruh sosial budaya tersebut terhadap dinamika sosial masyarakat,
misalnya pendekatan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal
Pembangunan Desa, Departemen Dalam Negeri.
Pendekatan dimaksud mengelompokkan masyarakat menurut
keterikatan para individu/keluarga dengan nilai-nilai budaya yang dianut
ke dalam tiga golongan, yaitu:
(i) Masyarakat Terbuka
Yaitu masyarakat yang sebagian besar keluarga dalam masyarakat
tersebut telah terbuka terhadap inovasi atau pengaruh baru dari luar, baik
dalam bentuk teknologi, maupun dalam cara berfikir dan berprilaku.
Ciri masyarakat terbuka yang dapat diobservasi antara lain :
- Rasional dalam interaksi faktor-faktor dominan, dibarengi dengan
menurunnya nilai gotong royong.
- Rasional dalam hubungan manusia dengan lingkungan alam,
dibarengi dengan semakin berkurangnya berbagai macam ritual-
ritual tradisional.
- Kegiatan ekonomi masyarakat didominasi oleh orientasi komersial,
menggantikan oririentasi sub-sistem.
(ii) Masyarakat Transisi
-
38
Adalah masyarakat yang pola sosial dan prilaku sebagian besar
keluarga dalam masyarakat tersebut disamping masih dipengaruhi oleh
nilai budaya tradisional, juga telah mulai dapat menerima pengaruh-
pengaruh baru dari luar.
Ciri-ciri dari masyarakat transisi antara lain:
- Rasionalisme dalam interaksi sosial umumnya masih terbatas pada
aspek-aspek perekonomian. Sementara pada aspek non-ekonomi
masih dipengaruhi oleh faktor emosional dan solidaritas kelompok.
- Selain menerima ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan
pengolahan sumberdaya alam, Faktor-faktor kepercayaan
tradisional masih juga berpengaruh. Ditandai dengan masih
banyaknya upacara tradisional yang berhubungan dengan aktivitas
dan siklus hidup.
(iii) Masyarakat Tradisional
Adalah masyarakat yang pola sosial dan prilaku sebagian besar
warganya masih didominasi oleh nilai-nilai tradisional yang diwarisi secara
turun temurun.
Ciri utama masyarakat tradisional antara lain:
- Interaksi sosial antara warga masyarakat masih didominasi oleh
semangat solidaritas kelompok yang sifatnya cenderung emosional
dan subyektif.
- Hubungan dengan alam sekelilingnya masih amat didominasi oleh
kepercayaan tradisional. Upacara-upacara tradisional sangat
mewarnai aktivitas warga masyarakat dalam berbagai 38ector
kehidupan.
- Kegiatan ekonomi masyarakat umumnya bersifat sub-sistem untuk
pemenuhan kebutuhan keluarga dalam jangka pendek.
Data yang diperlukan dalam penilaian ini dapat diperoleh melalui
penelitian langsung di lapang, tetapi dapat pula dicari pada kantor
Bangdes setempat, yang merupakan bagian dari evaluasi tahunan untuk
menilai perkembangan desa/kelurahan dari swadaya ke
swakarya/swasembada.
10. Indekss Tingkat Perkembangan Wilayah
Metoda perhitungan Indekss Tingkat Perkembangan Wilayah
digunakan untuk membandingkan tingkat atau derajat perkembangan sub-
wilayah yang terdapat pada suatu wilayah dengan menggunakan
beberapa indikator sosial-ekonomi.
Metoda ini berbasis pada metoda pembobotan (ranking methods)
dan terdiri atas beberapa langkah, yaitu :
-
39
1. Menentukan indikator sosial ekonomi.
Indikator sosial ekonomi dimaksud disini adalah indikator yang
secara langsung maupun tidak langsung mengukur tingkat pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat, seperti: keadaan perumahan, tingkat
pendidikan, derajat kesehatan, kesempatan kerja, dan aksesibilitas ke
fasilitas pelayanan umum dan ke sumber-sumber informasi.
a. Perumahan
Keadaan perumahan dapat diukur dengan menggunakan
beberapa indikator seperti persentasi jumlah rumah tangga yang
memiliki (i) sumber air bersih, (ii) WC, (iii) listrik dan (iv) kondisi rumah,
diukur dengan sekurangnya dua dari tiga elemen utama bangunan
rumah (dinding, atap dan lantai) terbuat dari bahan permanen.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan diukur dengan indikator : (i) persentase /
jumlah penduduk yang melek huruf, (ii) persentasi jumlah anak usia
sekolah yang bersekolah dan (iii) persentasi murid SMP dibandingkan
dengan jumlah penduduk, (iv) persentase jumlah penduduk yang lulus
sekolah (pada tingkatan tertentu) terhadap jumlah penduduk, dan
indikator lainnya.
c. Kesehatan
Derajat kesehatan antara lam dapat diukur dengan tingkat
pelayanan kesehatan dengan indikator berupa (i) jumlah fasilitas
pelayanan kesehatan untuk setiap luasan wilayah tertentu, (ii) jumlah
dokter / paramedis untuk setiap 1000-orang penduduk, (iii) jumlah
tempat tidur di rumah sakit untuk setiap 1000 orang penduduk dan (iv)
jumlah kematian balita atau tingkat mortalitas penduduk.
d. Kesempatan kerja
Persentasi jumlah penduduk usia kerja yang bekerja dapat
digunakan sebagai indikator kesempatan kerja.
e. Tingkat Aksesibilitas
Aksesibilitas ke pusat-pusat pelayanan antara lain dapat diukur
dengan jarak dan kondisi jalan, sedangkan aksesibilitas ke sumber-
sumber informasi dapat diukur dengan (i) persentase jumlah fasilitas
komunikasi (telefon misalnya), (ii) jumlah pesawat radio, dan (iii)
jumlah pesawat TV, masing-masing dihitung per 1000 orang
penduduk.
-
40
Indikator-indikator pembanding yang disebutkan di atas
merupakan alternatif. Para penyusun rencana tata ruang dianjurkan
untuk memperkayanya, yaitu antara lain dengan menggunakan
serangkaian informasi yang berkaitan dengan tingkat perkembangan
sosial dan ekonomi yang dijabarkan pada bab 6 Buku Pedoman
Teknik Penataan Ruang Wilayah. Makin bervariasi jumlah indikator
yang digunakan akan semakin akurat pula indeks tingkat
perkembangan wilayah yang dihasilkan.
Nama dan atau kode dari setiap indikator yang berhasil
diidentifikasi tadi ditulis berderet dalam satu baris yang sama.
2. Mengumpulkan dan mengisi data ke dalam tabel.
Data-data yang berkaitan dengan indikator-indikator tersebut dari
setiap sub wilayah perencanaan dikumpulkan dan diletakkan tepat
dibawah nama dan atau kode indikatornya masing-masing, dimulai dari
sub wilayah perencanaan yang pertama pada baris kedua, data dari sub
wilayah perencanaan yang kedua pada baris yang ketiga, dan seterusnya.
3. Pemberian nilai.
Nilai nominal yang diperoleh pada langkah kedua diberi nilai
dengan cara sebagai berikut:
- membagi rentang nilai yang ada untuk setiap indikator menjadi 3
kelompok.
- indikator yang memiliki nilai yang termasuk ke dalam kelompok dengan
rentang nilai terbesar diberi nilai 3, yang termasuk dalam kelompok
dengan rentang nilai terbesar kedua diberi nilai 2, dan sisanya diberi
nilai 1.
- langkah pada butir di atas diulangi untuk setiap indikator yang ada.
4. Pemberian bobot untuk setiap indikator
Setiap indikator memiliki kontribusi yang berlainan terhadap
pencapaian derajat kesejahteraan yang diukur dengan tingkat pemenuhan
kebutuhan dasar. Oleh karena itu setiap indikator perlu diberi bobot yang
sebanding dengan kontribusinya masing-masing. Besar bobot untuk
setiap indikator tergantung kepada penilaian si perencana.
5. Menghitung indeks perkembangan pada sub-wilayah.
Nilai yang diperoleh untuk setiap indikator, setelah dikalikan
dengan bobotnya masing-masing, dijumlahkan dan hasilnya merupakan
indeks tingkat perkembangan yang dicari.
-
41
6. Interpretasi Hasil.
Hasil perhitungan indeks tingkat perkembangan wilayah
dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Kelompok dengan indeks
perkembangan tertinggi diinterpretasikan sebagai sub wilayah yang
memiliki tingkat perkembangan terbaik dibandingkan dengan sub wilayah
lainnya yang ada di dalam lingkup wilayah perencanaan. Kelompok
dengan indeks perkembangan menengah merupakan sub wilayah dengan
tingkat perkembangan sedang, sedangkan yang terakhir, yaitu kelompok
yang memiliki nilai terkecil merupakan kelompok sub wilayah yang
memiliki tingkat perkembangan yang terbelakang dibanding dengan sub
wilayah lainnya.
Contoh Perhitungan.
Contoh perhitungan Indekss Tingkat Perkembangan Wilayah dengan
menggunakan data Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan.
Data dari berbagai indikator. sosial ekonomi diperlihatkan pada Tabel 2.5
sampai dengan 2.9
Tabel 2.5. Indikator Perumahan
Kecamatan Persentase Jumlah Rumah Yang Memiliki Kondisi
Perumahan Sumber Air WC Listrik
1. Mandai 24,65 8,12 47,59 43,55
2. Tanralili 4,83 1,55 2,51 38,09
3. Camba 6,00 1,92 10,73 42,01
4. Mallawa 12,46 3,99 9,88 44,51
5. Bantimurung 3,76 1,20 6,88 34,15
6. Maros Baru 11,81 3,79 2,68 28,17
7. Maros Utara 35,53 11,40 19,57 47,08
Tabel 2.6. Indikator Pendidikan
Kecamatan % Melek
Huruf
% Pend. Terdaftar di % Pend. Lulus Dari
SD SLTP SD f SLTP
1. Mandai 76,87 70,35 6,31 21,14 13,43
2. Tanralili 75,53 40,81 1,57 8,30 3,97
3. Camba 72,52 50,43 2,39- 10,37 6,49
4. Mallawa 29,74 31,97 2,48 12,36 7,51
5. Bantimurung 84,16 49,21 2,71 11,55 6,71
6. Maros Baru 94,81 81,23 3,85 21,27 10,91
7. Maros Utara 78,80 65,10 5,24 15,16 8,00
-
42
Tabel 2.7. Indikator Kesehatan
Kecamatan Fasilitas
Kesehatan Dokter
Para
medis Dukun
Tingkat
Mortalitas
1. Mandai 0,0634 0,11 0,66 0,87 59
2. Tanralili 0,0086 0,07 0,43 0,67 67
3. Camba 0,0108 0,08 0,45 0,72 72
4. Mallawa 0,0146 0,18 1,09 1,90 69
5. Bantimurung 0,0111 0,04 0,21 0,48 70
6. Maros Baru 0,0196 0,12 0,31 0,38 48
7. Maros Utara 0,0226 0,16 0,8ft 1,01 62
Catatan:
Kolom 2,3,4 dan 5 menyatakan angka untuk setiap 1000 orang penduduk
Tabel 2.8. Indikator Kesempatan Kerja
Kecamatan % jumlah penduduk yang bekerja
1. Mandai 15,11
2. Tanralili 5,11
3. Camba 6,00
4. Mallawa 14,81
5. Bantimurung 3,06
6. Maros Baru 23,68
7. Maros Utara 41,75
Tabel 2.9. Indikator Aksesibilitas
Kecamatan Telepon TV Radio Jarak ke
Ibukota Kab.
Kondisi
Jalan
1. Mandai 1,95 12 72 10-15 21,85
2. Tanralili 0 8 62 20-25 14,21
3. Camba 0 7 55 30-35 18,76
4. Mallawa 0 6 53 20-25 10,21
5. Bantimurung 1,58 9 63 20-25 16,45
6. Maros Bam 11,20 17 87 0-5 36,65
7. Maros Utara 14,75 15 76 10-15 29,17
Catatan:
Kolom 2,3 dan 4 dinyatakan untuk setiap 1000 orang penduduk.
-
43
Perhitungan Indekss Tingkat Perkembangan Wilayah diperlihatkan
pada Tabel 10. Pada perhitungan ini setiap indikator diberi bobot yang
sama atas dasar asumsi bahwa indikator-indikator tersebut memberikan
kontribusi yang sama terhadap pemenuhan kebutuhan dasar. Dengan
pendekatan ini diperoleh nilai total (yang dicantumkan pada kolom
terakhir), yaitu dengan menjumlahkan nilai rata-rata dari setiap indikator.
Hasil pembobotan di atas memperlihatkan bahwa kecamatan Maros Utara
dan kecamatan Mandai tergolong sebagai kecamatan yang paling
berkembang, kecamatan Maros Bam memiliki tingkat perkembangan
menengah, sedangkan kecamatan lainnya termasuk dalam kelompok
kecamatan yang memiliki tingkat perkembangan yang relatif
terkebelakang.
Untuk mendapatkan basil yang lebih akurat, maka komponen-
komponen dari setiap indikator dapat pula diberi bobot. Misalnya untuk
indikator kesehatan, bobot yang diberikan kepada Dokter seyogyanya
berbeda dengan yang diberikan kepada Para Medis atau Dukun. Babkan
untuk lebih akurat lagi, komponen-komponen dari setiap indikator perlu
dikelompokkan terlebih dahulu sesuai dengan karakteristik yang
dimilikinya, kemudian untuk setiap kelompok yang terbentuk dilakukan lagi
pembobotan.
Sebagai contoh, pendekatan pembobotan bertingkat dimaksud
dilakukan untuk indikator kesehatan. Dari data terlihat bahwa komponen
indikator tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu yang menyangkut
sarana kesehatan (jumlah fasilitas pelayanan kesehatan per 1 Km luas
wilayah), tenaga kesehatan (dokter, paramedis dan dukun), dan tingkat
mortalitas. Jika ketiganya diasumsikan memiliki kontribusi yang sama
terhadap derajat kesehatan, maka bobot yang diberikan harus sama, yaitu
masing-masing mendapat 33,33 %. Bobot ini untuk tenaga kesehatan
selanjutnya dibagi lagi untuk dokter, paramedis dan dukun. Misalnya 1
tenaga dokter dianggap setara dengan 6 paramedis dan setara dengan 2
dukun , maka bobot untuk dokter adalah 20 %, paramedis 3,33 %, dan
dukun memperoleh bobot 10 %.
-
44
Tabel 2.10. Indeks Tingkat Perkembangan Wilayah Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan
KECAMATAN
PERUMAHAN PENDIDIKAN KESEHATAN KK AKSESIBILITAS TO
TAL
Al A2 A3 A4 A5 Bl B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C Dl E1 E2 E3 E4 E5 E
1. Mandai 2 3 3 ii 3 3 3* 3 3 15 3 2 2 1 2 10 1 1 2 2 1 2 8 10,4
2. Tanralili 1 2 5 3 1 1 1 1 7 1 1 1 3 7 1 1 1 1 2 1 6 6,3
3. Camba 1 3 6 2 2 1 1 1 7 1 1 1 3 7 1 1 1 1 3 1 7 6,7
4. Mallawa 1 3 6 1 1 1 1 2 6 3 3 3 3 13 1 1 1 1 2 1 6 7,5
5. Bantimurung 1 1 4 3 2 1 1 1 8 1 1 1 3 7 1 1 1 1 2 1 6 6.2
6. Maros Baru 1 1 4 3 3 2 3 3 14 2 1 1 1 6 2 3 3 3 1 3 13 9,6
$. Marps Utara 3 2 3 11 3 3 3 2 2 13 3 3 2 2 11 3 3 3 3 1 3 13 13,2
Al = % rumah yang memiliki sumber air bersih
A2 = % rumah yang memiliki WC
A3 = % rumah yang memiliki aliran listrik
A4 = % rumah yang 2 dari komponen utamanya (lantai,
dinding dan atap) terbuat dari bahan permanen
A = Nilai total untuk mdikator perumahan
B1 = % penduduk yang mclek huruf
B2 = % penduduk usia sekolah (SD) yang terdaftar pada SD
B3 = % penduduk usia sekolah (SUIT) yang terdaftar di
SLTP
B4 = %jumlah penduduk yang lulus SD
B5 = %jumlah penduduk yang lulus SLTP
B = Nilai total untuk indikator pendidikan
D1 = % penduduk usia kerja yang bekerja
C1 = Jumlah Fasilitas Kesehatan per 1 km luas wilayah
C2 = Jumlah Dokter per 1000 orang penduduk
C3 = Jumlah Paramedis per 1000 orang penduduk
C4 = Jumlah Dukun per 1000 orang penduduk
C5 = Tingkat Mortalitas
C = Nilai total untuk indikator kesehatan
E1 = Jumlah pesawat telefon per 1000 orang penduduk
E2 = Jumlah TV per 1000 orang penduduk
E3 = Jumlah Radio per 1000 orang penduduk
E4 = Jarak (dalam km) ke Ibu Kota Kecamatan
E5 = Kondisi permukaan jalan penghubung ke Ibu Kota
Kecamatan
E = Nilai total untuk indikator aksesibilitas
-
1
Keunggulan
Metoda ini selain relatif mudah dan membutuhkan data yang umumnya
telah tersedia pada hampir semua kabupaten di Indonesia, juga mampu
memberikan gambaran tentang tingkat perkembangan relatif dari
kecamatan-kecamatan yang ada pada kabupaten yang ditinjau,
khususnya yang berkaitan dengan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar
penduduk. Dengan demikian dapat ditemukenali kecamatan-kecamatan
yang relatif kurang mendapat pelayanan sosial ekonomi yang membutuh-
kan penanganan khusus agar mampu mencapai tingkat pelayanan yang
setara dengan kecamatan lainnya.
Kelemahan
Hasil analisis hanya merupakan potret dari tingkat perkembangan relatif
kecamatan-kecamatan yang terdapat pada kabupaten yang ditinjau, tetapi
tidak memberikan informasi tentang penyebab berkembang atau tidak
berkembangnya suatu kecamatan.
Di samping itu, seperti dengan metoda lain yang berbasis pada skala/
pembobotan, metoda ini cenderung bersifat subyektif. Bobot yang
diberikan pada suatu indikator sangat tergantung kepada penilaian si
perencana yang umumnya dipengaruhi, secara sadar atau tidak sadar,
oleh pertimbangan yang bersifat subyektif.
Pemilihan indikator juga merupakan titik kritis keberhasilan metoda ini
memberikan gambaran nyata tentang tingkat perkembangan kecamatan.
Hasil analisis mungkin kurang tepat disebabkan oleh pemilihan indikator
yang kurang mewakili keadaan yang sebenarnya. Hal ini sulit dihindari,
utamanya bagi perencana pemula, karena suatu indikator mungkin tepat
untuk diterapkan pada suatu wilayah tetapi belum tentu sesuai untuk
wilayah lainnya.
Salah satu upaya untuk mengatasi kelemahan ini adalah menghitung
terlebih dahulu nilai yang diberikan pada suatu kelompok-indikator,
misalnya tingkat aksesibilitas fisik, dengan menggunakan metoda
pengukuran aksesibilitas yang telah baku. Dengan pendekatan ini
"kekeliruan" dalam pemilihan dan pemberian bobot bagi indikator-indikator
aksesibilitas dapat dihindari. Pendekatan ini jelas meminta waktu dan
proses analisis yang lebih rumit, tetapi diimbangi dengan basil analisis
yang relatif lebih akurat.
-
2
BAB III
ANALISIS EKONOMI WILAYAH
Analisis ekonomi wilayah diarahkan untuk menghimpun informasi
mengenai kinerja ekonomi kabupaten, potensi dan sektor-sektor yang
dapat dipacu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan,
dan masalah-masalah yang dihadapi.
PERTANYAAN / INFORMASI METODA ANALISIS
1. Bagaimana struktur ekonomi dan
pergeserannya
1. Perhitungan sumbangan
masing-masing sektor ekonomi
dalam PDRB, dan Analisis
Shift-Share
2. Bagaimana laju pertumbuhan
ekonomi dalam beberapa tahun
terakhir
2. Perhitungan pertumbuhan
ekonomi
3. Bagaimana laju pertumbuhan
pendapatan / produktivitas per
kapita
3. Perhitungan laju pertumbuhan
pendapatan / produktivitas
4. Sektor-sektor mana saja yang
termasuk sektor basis dan sektor
unggulan
4. Location Quotient, Analisis
Input Output dan Analisis Shift-
Share
5. Keterkaitan antar sektor dalam
kabupaten
5. Analisis Input Output
6. Bagaimana keterkaitan
kesempatan kerja dengan
pertumbuhan ekonomi / sektor
6. Analisis Input Output
7. Apakah komoditas yang
dihasilkan memiliki keunggulan
komparatif atau tidak
7. Revealed
ComparativeAdvantage, dan
Biaya Sumberdaya Domestik
8. Bagaimana aspek pemerataan
pendapatan
8. Kurva Lorenz dan Gini Ratio
9. Bagaimana penyebaran aktivitas
ekonomi dalam wilayah yang
ditinjau.
9. Indekss Distribusi dan Asosiasi
-
3
1. Struktur Ekonomi dan Pergeserannya
Analisis struktur ekonomi digunakan untuk mengetahui sumbangan
atau peranan masing-masing kegiatan ekonomi atau sektor dalam
perekonomian kabupaten secara keseluruhan dalam suatu tahun tertentu.
Dengan kata lain, dengan analisis ini dapat diketahui besarnya persentase
masing-masi