budaya politik indonesia.docx

15
A. Pengertian Budaya Politik Indonesia Budaya politik di Indonesia merupakan perwujudan nilai- nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan kegiatan polituk kenegaraan. Budaya politik Indonesia selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Tetapi itu hanya terjadi pada daerah perkotaan dan pedesaan yang telah maju, sedangkan pada daerah- daerah terpencil itu tidak terjadi perubahan karena kurangnya pendidikan dan informasi Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yang demokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil- wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya mewakili provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing- masing. MPR dulunya adalah lembaga tertinggi negara. Namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi. Keanggotaan MPR berubah setelah Amandemen UUD 1945 pada periode 1999-2004. Seluruh anggota MPR adalah anggota DPR, ditambah dengan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik dalam masa 1

Upload: orchiedmezzan

Post on 11-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BUDAYA POLITIK INDONESIA.docx

A. Pengertian Budaya Politik Indonesia

Budaya politik di Indonesia merupakan perwujudan nilai-nilai yang dianut oleh

masyarakat Indonesia yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan kegiatan

polituk kenegaraan. Budaya politik Indonesia selalu berubah mengikuti perkembangan

zaman. Tetapi itu hanya terjadi pada daerah perkotaan dan pedesaan yang telah maju,

sedangkan pada daerah-daerah terpencil itu tidak terjadi perubahan karena kurangnya

pendidikan dan informasi 

Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yang

demokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia

didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-

anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya

mewakili provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih

langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing. MPR dulunya adalah lembaga tertinggi

negara. Namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi. Keanggotaan

MPR berubah setelah Amandemen UUD 1945 pada periode 1999-2004. Seluruh anggota

MPR adalah anggota DPR, ditambah dengan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik dalam masa jabatan lima tahun.

Anggota MPR saat terdiri dari 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD.

Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di

Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab kepada

presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen.

Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945

dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk

pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan.

1

Page 2: BUDAYA POLITIK INDONESIA.docx

B. Peradaban budaya politik di indonesia

Budaya Politik Indonesia saat ini adalah Campuran dari Parokial, Kaula, dan

Partisipan , dari segi budaya Politik Partisipan , Semua ciri- cirinya telah terjadi di Indonesia

dan ciri-ciri budaya politik Parokial juga ada yang memenuhi yaitu  seperti berlangsungnya

pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik kaula ada yang memenuhi seperti warga

menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah.  

Setelah era reformasi memang orang menyebut Indonesia telah menggunakan budaya

Politik partisipan karena telah bebasnya Demokrasi, partisipatifnya masyarakat dan tidak

tunduk akan keputusan atau kinerja pemerintah baru . Perlu diketahui ketika era orde baru

Demokrasi dikekang. Segala bentuk media dikontrol/diawasi oleh pemerintah lewat

Departemen Penerangan supaya tidak mempublikasikan kebobrokan pemerintah.

C. Peradaban budaya politik di Indonesia terbagi kedalam beberapa zaman

1.      Zaman Penjajahan Belanda

Zaman ini partai-partai politik tidak dapat hidup damai dan tentram.Hal ini

disebabkan setiap partai yang menentang akan ditangkap,diasingkan, dipenjarakan atau

disingkirkan.Partai-partai yang pernah ada pada zaman belanda diantaranya adalah Indische

Partij (1912), National Indische Partij (1919), Indische Social Demokratische Veriniging

(ISDV) Tahun 1915, Partai Komunis Indonesia(1920), Partai Serikat Islam (1923), Partai

Nasional Indonesia (1927),Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (1927),

Partai Serikat Islam Indonesia (1930), Partai Indonesia (1931), Partai Indonesia Raya (1935),

Gerakan Rakyat Indonesia (1937), Gabungan Politik Indonesia (1939)

2.      Zaman Penjajahan Jepang

Pada masa awal pendudukan, Jepang menyebarkan propaganda yang menarik. Sikap

Jepang pada awalnya menunjukkan kelunakan, misalnya:a) mengizinkan bendera Merah

Putih dikibarkan di samping benderaJepang,b) melarang penggunaan bahasa Belanda,c)

mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dand) mengizinkan

menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kebijakan Jepang yang lunak ternyata tidak berjalan

2

Page 3: BUDAYA POLITIK INDONESIA.docx

lama. Jenderal Imamura mengubah semua kebijakannya. Kegiatan politik dilarang dansemua

organisasi politik yang ada dibubarkan. Sebagai gantinya Jepang membentuk organisasi-

organisasi baru. Tentunya untuk kepentingan Jepang itu sendiri. Organisasi-organisasi yang

didirikan Jepang antara lain Gerakan Tiga A, Putera, dan Jawa Hokokai.

3.      Zaman Orde Lama

Budaya politik yang berkembang pada era ini masih diwarnai dengan

sifatprimordialisme. Tokoh politik memperkenalkan gagasan Nasionalisme,Agama, dan

Komunisme (Nasakom). Gagasan tersebut menjadi patokan bagi partai-partai yang

berkembang pada era Demorasi Terpimpin. Dalam kondisi tersebut tokoh politik dapat

memelihara keseimbangan politik.Selain itu, paternalisme juga bahkan dapat hidup lebih

subur di kalanganelit-elit politiknya.Pengaturan soal-soal kemasyaraktan lebih cenderung

dilakukan secarapaksaan. Hal ini bisa dilihat dari adanya teror mental yang dilakukan kepada

kelompok-kelompok atau orang-orang yang kontrarevolusi ataupun kepada aliran-aliran yang

tidak setuju dengan nilai-nilaimutlak yang telah ditetapkan oleh penguasa.

Dari masyarakatnya sendiri, besarnya partisipasi berupa tuntutan yangdiajukan

kepada pemerintah juga masih melebihi kapasitas sistem yangada. Namun, saluran inputnya

dibatasi, yaitu hanya melalui Front Nasional. Input-input yang masuk melalui Front Nasional

tersebut menghasilkan output yang berupa output simbolik melalui bentuk rapat-rapat raksasa

yang hanya menguntungkan rezim yang sedang berkuasa.Jadi masyarakat berada pada tingkat

budaya politik kaula, karena diciptakan atas usaha dari rezim Zaman Orde Lama.

4.      Zaman Orde Baru

Gaya politik yang didasarkan primordialisme pada era Orde Baru sudah mulai

ditinggalkan. Sifat birokrasi yang bercirikan patron-klien melahirkan tipe birokrasi

patrimonial.Dari penjelasan diatas, mengindikasikan bahwa budaya politik yangberkembang

pada era Orde Baru adalah budaya politik subjek. Dimanasemua keputusan dibuat oleh

pemerintah, sedangkan rakyat hanya bisatunduk di bawah pemerintahan otoriterianisme

Soeharto. Kalaupun adaproses pengambilan keputusan hanya sebagai formalitas karena

keputusan kebijakan publik yang hanya diformulasikan dalam lingkaran elit birokrasi dan

militer.

3

Page 4: BUDAYA POLITIK INDONESIA.docx

5.      Zaman Reformasi

Pada masa ini masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan

politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah

memiliki pemahaman yang baik mengenai dimensi penentu budaya politik.Mereka memiliki

pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah

dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik

yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yangaktif dalam

semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa

saja bersifat menerima atau menolak.

D. Tipe Tipe Budaya Poltik

Budaya politik dalam kehidupan politik dan negara memerlukan sikap yang menunjukkan

dukungan serta kesetiaan warganya kepada sistem politik dan kepada negara yang ada. Sikap

ini harus dilandasi oleh nilai-nilai yang telah berkembang dalam diri warga masyarakat itu,

baik secara individual maupun kelompok. Berdasarkan sikap, nilai, informasi, dan kecakapan

politik yang dimiliki, Almond dan Verba menyatakan bahwa orientasi masyarakat terhadap

budaya politik dapat digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu budaya politik parokial, kaula, dan

partisipan (1963: 22).

1. Budaya politik parokial

Budaya politik parokial biasanya terdapat pada sistem politik tradisional dan sederhana

dengan ciri khas spesialisasi masih sangat kecil. Dengan demikian, pelaku-pelaku politik

belum memiliki pengkhususan tugas. Masyarakat dengan budaya parokial tidak

mengharapkan apa pun dari sistem politik termasuk melakukan perubahan-perubahan.

Selain itu, di Indonesia, unsur-unsur budaya lokal masih sangat melekat pada masyarakat

tradisional atau masyarakat pedalaman. Pranata, tata nilai, dan unsur-unsur adat lebih banyak

dipegang teguh daripada persoalan pembagian peran politik. Pemimpin adat atau kepala suku

yang nota bene adalah pemimpin politik, dapat berfungsi pula sebagai pemimpin agama atau

pemimpin sosial masyarakat bagi kepentingankepentingan ekonomi.

Ciri-ciri budaya politik parokial adalah sebagai berikut.

4

Page 5: BUDAYA POLITIK INDONESIA.docx

Budaya politik ini berlangsung dalam masyarakat yang masih tradisional dan

sederhana.

Belum terlihat peran-peran politik yang khusus; peran politik dilakukan serempak

bersamaan dengan peran ekonomi, keagamaan, dan lain-lain.

Kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan dalam

masyarakatnya cenderung rendah.

Warga cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas,

kecuali yang ada di sekitarnya.

Warga tidak banyak berharap atau tidak memiliki harapan-harapan tertentu dari

sistem politik tempat ia berada.

2. Budaya Politik Kaula

Menurut Mochtar Masoed dan Colin Mac Andrews (2000), budaya politik kaula/subjek

menunjuk pada orang-orang yang secara pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan dan

undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik ataupun memberikan suara dalam

pemilihan.

Budaya politik kaula/subjek memiliki frekuensi yang tinggi terhadap sistem politiknya.

Namun, perhatian dan intensitas orientasi mereka terhadap aspek masukan dan partisipasinya

dalam aspek keluaran sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa telah adanya otoritas dari

pemerintah. Posisi kaula/subjek tidak ikut menentukan apa-apa terhadap perubahan politik.

Masyarakat beranggapan bahwa dirinya adalah subjek yang tidak berdaya untuk

memengaruhi atau mengubah sistem.

Dengan demikian, secara umum mereka menerima segala keputusan dan kebijaksanaan yang

diambil oleh pejabat yang berwenang dalam masyarakat. Bahkan, rakyat memiliki keyakinan

bahwa apa pun keputusan/ kebijakan pejabat adalah mutlak, tidak dapat diubah-ubah atau

dikoreksi, apalagi ditentang. Prinsip yang dipegang adalah mematuhi perintah, menerima,

loyal, dan setia terhadap anjuran, perintah, serta kebijakan penguasa.

Ciri-ciri budaya politik subjek adalah sebagai berikut.

Warga menyadari sepenuhnya akan otoritasi pemerintah.

Tidak banyak warga yang memberi masukan dan tuntutan kepada pemerintah, tetapi

mereka cukup puas untuk menerima apa yang berasal dari pemerintah.

5

Page 6: BUDAYA POLITIK INDONESIA.docx

Warga bersikap menerima saja putusan yang dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak

boleh dikoreksi, apalagi ditentang.

Sikap warga sebagai aktor politik adalah pasif; artinya warga tidak mampu berbuat

banyak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.

Warga menaruh kesadaran, minat, dan perhatian terhadap sistem politik pada

umumnya dan terutama terhadap objek politik output, sedangkan kesadarannya

terhadap input dan kesadarannya sebagai aktor politik masih rendah.

3. Budaya Politik Partisipan

Menurut pendapat Almond dan Verba (1966), budaya politik partisipan adalah suatu bentuk

budaya yang berprinsip bahwa anggota masyarakat diorientasikan secara eksplisit terhadap

sistem sebagai keseluruhan dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif.

Dalam budaya politik partisipan, orientasi politik warga terhadap keseluruhan objek politik,

baik umum, input dan output, maupun pribadinya dapat dikatakan tinggi. Ciri-ciri dari

budaya politik partisipan adalah sebagai berikut.

Warga menyadari akan hak dan tanggung jawabnya dan mampu mempergunakan hak

itu serta menanggung kewajibannya.

Warga tidak menerima begitu saja keadaan, tunduk pada keadaan, berdisiplin tetapi

dapat menilai dengan penuh kesadaran semua objek politik, baik keseluruhan, input,

output maupun posisi dirinya sendiri.

Anggota masyarakat sangat partisipatif terhadap semua objek politik, baik menerima

maupun menolak suatu objek politik.

Masyarakat menyadari bahwa ia adalah warga negara yang aktif dan berperan sebagai

aktivis.

Kehidupan politik dianggap sebagai sarana transaksi, seperti halnya penjual dan

pembeli. Warga dapat menerima berdasarkan kesadaran, tetapi juga mampu menolak

berdasarkan penilaiannya sendiri.

6

Page 7: BUDAYA POLITIK INDONESIA.docx

MAKALAH TENTANG BUDAYA POLITIK INDONESIA DAN

TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

1. FEBY SASTRIANI2. ANITA PUTRI3. METTI APRIANI4. WARTINI5. NIKEN JULIA USTADINI6. YANI ERNAWATI

KELAS : XI TPHP 1

SMKN 3 LINGGABUANA

PURWAKARTA

7

Page 8: BUDAYA POLITIK INDONESIA.docx

MAKALAH TENTANG MEMO

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

1. IWAN. R2. IZHAR. N3. JAKA4. M. SOPIAN. M 5. METTI APRIANI6. MIRA . M

KELAS : XI TPHP 1

SMKN 3 LINGGABUANA

PURWAKARTA

8

Page 9: BUDAYA POLITIK INDONESIA.docx

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,

Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah

tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami

menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam

pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan

baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan

terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki

makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya

untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

9 i

Page 10: BUDAYA POLITIK INDONESIA.docx

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................................................i

Daftar Isi ...............................................................................................................................ii

A. Pengertian Budaya Politik Indonesia ..............................................................................1

B. Peradaban Budaya Politik di Indonesia ...........................................................................2

C. Peradaban budaya plitik di Indonesia terbagi kedalam beberapa zaman .........................2

C. Tipe-tipe budaya politik...................................................................................................4

10ii