booklet word seminar medical

Upload: amildya-santi

Post on 08-Jul-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    1/35

    !

    !

    !

    !"#$%& 

    Stroke Rehabilitation Assessment ofMovement  

    SEMINAR MEDICAL

    Pengaplikasian Pengukuran Kemampuan Rentang

    Gerak dengan Alat Ukur Kuesioner STREAM pada

    Pasien Stroke Iskemik di Ruang 26 Stroke RSSA

    11 Maret 2016

    RSSA - MALANG

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    2/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    LAPORAN SEMINAR KELOMPOK

    “ PENGAPLIKASIAN PENGUKURAN KEMAMPUAN RENTANG GERAK

    DENGAN ALAT UKUR KUESIONER STREAM PADA PASIEN STROKE

    ISKEMIN DI RUANG 26 STROKE RSSA MALANG”

    Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Profesi Ners

    Departemen Medikal 

    Oleh : Kelompok 5 dan 6 PSIK A 2011

    Danastri Danniswari 140070300011122

    Rika Ayu Kusuma H. 140070300011218

     Atika Dyah S 140070300011115

    Dwi Astuti 140070300011199

     Amildya Dwi A. 140070300011155

    Putri Aneswari 140070300011112

    Dewanti Erin S. 140070300011209

    Jummani 140070300011200

    PROGRAM PROFESI NERS

    JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2016 

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    3/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    KATA PENGANTAR

    Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-

    Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Departemen Medikal yaitu

    sharing jurnal dengan judul “Pengaplikasian Pengukuran Kemampuan Gerak

    dengan Alat Ukur Kuesioner STREAM pada Pasien Stroke Iskemik di Ruang 26

    Stroke RSSA Malang” dengan baik.

    Dengan selesainya Tugas Akhir Departemen Medikal ini, penulis

    mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan

    dorongan :

    !-  Prof. Dr. dr. Kusworini, M.Kes., Sp.PK selaku Ketua Program Studi Ilmu

    Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

    .-  Ns. Ika Setyorini S.Kep, M.Kep selaku Koordinator Program Profesi Ners,

    Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

    /-  Ns. Alfrina Hany S.Kep, M.Kep selaku pembimbing akademik dalam

    pembuatan tugas akhir Departemen Medikal.

    0-  Ns. Rudi Handoko S.Kep selaku pembimbing klinik dalam pembuatan tugas

    akhir Departemen Medikal.

    1-  Ns. Erni Yunarwati selaku pembimbing klinik dalam pembuatan tugas akhir

    Departemen Medikal.

    2-  Yang tercinta orang tua penulis atas doa dan semangat yang telah diberikan

    dalam upaya penyelesaian Tugas Akhir Departemen Medikal ini.

    3-  Teman-teman seperjuangan PSIK 2011 yang telah memberikan motivasi

    kepada penulis.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    4/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    4-  Semua pihak yang turut berperan dalam penyelesaian tugas akhir

    departemen ini.

    Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir Departemen Medikal ini

    masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis tetap membuka diri untuk kritik

    dan saran yang membangun. Semoga Tugas Akhir ini nantinya dapat bermanfaat

    bagi masyarakat pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

    Malang, 20 Januari 2016

    Penulis

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    5/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul ........................................................................................Kata Pengantar ......................................................................................... 1

    Daftar Isi .................................................................................................... 3

    BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 4

    1.1 Latar Belakang .................................................................................... 4

    1.2 Tujuan ................................................................................................. 6

    1.2.1 Tujuan Umum .......................................................................... 6

    1.2.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 6

    1.3 Manfaat ............................................................................................... 6

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8

    2.1 Konsep Dasar CVA ............................................................................. 8

    2.1.1 Pengertian .............................................................................. 8

    2.1.2 Klasifikasi ................................................................................ 8

    2.1.3 Etiologi ..................................................................................... 10

    2.1.4 Faktor Resiko .......................................................................... 11

    2.1.5 Manifestasi Klinis .................................................................... 15

    2.1.6 Gangguan Fisik dan Fungsi Akibat Stroke .............................. 17

    2.1.7 Patofisiologi ............................................................................ 19

    2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 20

    2.1.9 Penatalaksanaan!!!!!!!!!!!!!!!!!!... 21

    2.2 Kemampuan Mobilotas ....................................................................... 22

    2.2.1 Definisi Mobilisasi ................................................................... 222.2.2 Tujuan Mobilisasi .................................................................... 22

    2.2.3 Peran Perawat dan Fisioterapi ............................................... 22

    BAB 3 TELAAH JURNAL ......................................................................... 23

    3.1 Metode Penelitian ....................................................................... 25

    BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................. 25

    4.1 Mini Reaserch ........................................................................... 26

    4.2 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan STREAM ................... 27

    4.3 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan STREAM .................. 28

    4.4 Kolaborasi Perawat dengan Fisioterapi ...................................... 28

    4.5 Efek Samping Penggunaan STREAM ....................................... 29

    BAB 5 PENUTUP ..................................................................................... 30

    5.1 Kesimpulan ................................................................................ 30

    5.2 Saran .......................................................................................... 30

    5.3 Rencana Tindak Lanjut .............................................................. 32

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 33

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    6/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latang Belakang

    Stroke atau Cerebro Vaskuler Akut (CVA) merupakan penyakit gangguan

    peredaran darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya aliran darah ke otak

    atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak berkurang

    (Smltzer & Bare, 2005). Gangguan peredaran darah pada otak ini menyebabkan

    terjadinya kematian otak sehingga seseorang menderita kelumpuhan atau

    kematian. Akibat terganggunya aliran darah dan oksigen ke otak, sebagian besar

    pasien stroke memiliki manifestasi berupa berkurangnya kemampuan otot pada

    separuh bagian tubuh atau sering disebut hemiparese (Price and Wilson, 2006).

    Sehingga salah satu tujuan utama dari rehabilisasi pasien stroke adalah

    meningkatkan kemampuan mobilitasnya untuk mengembangkan kemampuan

    mandiri memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

    Kemampuan mobilitas pasien stroke berbeda-beda tergantung dari jenis

    stroke dan tingkat keparahan dari gangguan aliran darah di otak. Terdapat 2

    macam stroke yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan. Stroke iskemik

    adalah gangguan aliran darah pada otak karena adanya sumbatan baik

    thrombus maupun emboli. Sedangkan stroke perdarahan adalah gangguan

    aliran darah akibat pecahnya pembuluh darah baik intraserebral maupun di

    daerah subaraknoid. Biasanya pada pasien stroke iskemik merasakan nyeri

    yang tidak tajam dan hemiparese yang muncul sejak awal onset, namun pada

    stroke perdarahan khususnya daerah subaraknoid nyeri yang dirasakan sangat

    berat dan hemiparese biasanya tidak muncul sejak awal (Brunner & Suddart,

    2002).

    Setiap pasien stroke memerlukan terapi latihan gerak untuk mengem-

    balikan kemampuan mobilitasnya. Baik terapis maupun keluarga diharapkan

    memberikan latihan dengan sabar dan bertahap, karena untuk mengembalikan

    kemampuan geraknya diperlukan proses yang panjang. Dimulai dari latihan

    sederhana untuk melemaskan sendi-sendi ekstrimitasnya sampai dengan mobil-

    itas aktif atau berjalan. Hal ini tentunya harus dilakukan secara rutin agar ke-

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    7/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    mampuan mobilitas pasien kembali dan pasien mampu memenuhi kebutuhan-

    nya secara mandiri.

    Untuk mengetahui tingkat keterbatasan gerak saat pasien mendapatkan

    serangan stroke sampai pada kemampuan pasien stroke bermobilisasi saat

    menjalani proses rehabilitasi diperlukan alat ukur yang baik untuk bisa menilai

    seberapa baik kemampuan mobilitas pasien stroke. Dalam penelitian ini ditunjuk-

    kan bahwa ada 3 alat ukur untuk menilai kemampuan mobilitas pasien stroke.

    Pertama adalah The Rivermead Mobility Index  (RMI) yang dirancang oleh Badan

    Kebijakan Kesehatan dan Penelitian Amerika Serikat. Kemudian Lennon dan

    Hastings mengatakan bahwa alat ukur tersebut kurang spesifik untuk mengukur

    kemampuan mobilitas pasien stroke karena sebagian besar hanya berupa

    pertanyaan bukan observasi langsung. Kemudian RMI dimodifikasi menjadi

    modified RMI   (MRMI) dengan meningkatkan penilaian kemampuan mobilitas

    pasien stroke. Selanjutnya yang ketiga adalah Stroke Rehabilitation Assessment

    of Movement  (STREAM) ini adalah alat ukur kemampuan mobilitas pasien stroke

    yang terbaru.

    Pada kondisi di lapangan masih banyak rumah sakit yang belum memiliki

    panduan yang tetap untuk menilai kemampuan mobilitas pasien stroke. Keba-

    nyakan hanya memenuhi proses latihan gerak saja, padahal setiap pasien pasti

    memerlukan jenis latihan yang berbeda. Hal tersebut juga terjadi pada ruangan

    di Unit Stroke Ruang 26 RSSA Malang dimana pasien stroke hanya mendapat-

    kan latihan gerak secara bertahap saja tapi belum ada alat ukur khusus yang

    digunakan untuk mengukur kemampuan mobilitas pasien stroke. Berdasarkan

    hasil pendataan di ruang 26 stroke RSSA Malang dari tanggal 1 Januari sampai

    20 Januari 2016 terapat 47 pasien stroke dan 28 diantaranya menderita stroke

    iskemik. Menurut salah satu perawat di ruang 26 Stroke RSSA Malang dari

    tahun ke tahun jumlah pasein iskemik lebih banyak dari pada pasien stroke

    perdarahan yang dirawat di ruang 26 Stroke RSSA Malang.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam jurnal ini menunjukkan

    bahwa alat ukur STREAM dinilai lebih efektif untuk mengukur kemampuan

    mobilitas pasien stroke karena alat ukur ini menilai secara lebih spesifik rentang

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    8/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    gerak pasien. Dimulai dari gerakan-gerakan yang bisa dilakukan dengan tidur,

    duduk, berdiri, sampai pasien bergerak. Oleh karena itu, peneliti mengajukan

    gagasan untuk melakukan miniriset mengenai pengukuran kemampuan mobilitas

    pasien stroke iskemik dengan alat ukur Stroke Rehabilitation Assessment of

    Movement (STREAM) di Ruang 26 Stroke RSSA Malang.

    1.2 Tujuan

    1.2.1 Tujuan Umum

    Mengidntifikasi efektifitas penggunaan alat ukur kemampuan mobilitas

    Stroke Rehabilitation Assessment of Movement (STREAM) pada pasien

    stroke iskemik di ruang 26 Stroke RSSA Malang.

    1.2.2 Tujuan Khusus

    a. Mengetahui pengukuran kemampuan mobilitas dengan menggunakan

    alat ukur Stroke Rehabilitation Assessment of Movement (STREAM)

    pasien stroke iskemik di Ruang 26 Stroke RSSA Malang.

    b. Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pengguaan alat ukur

    kemampuan gerak Stroke Rehabilitation Assessment of Movement

    (STREAM) pasien stroke iskemik di ruang 26 Stroke RSSA Malang.

    c. Mengidentifikasi indikasi dan kontraindikasi penggunaan alat ukur

    kemampuan gerak Stroke Rehabilitation Assessment of Movement

    (STREAM)

    d. Mengetahui cara kolaborasi dengan fisioterapi dalam pegaplikasian

    alat ukur kemampuan gerak Stroke Rehabilitation Assessment of

    Movement (STREAM) pada pasien stroke iskemik di ruang 26 Stroke

    RSSA Malang

    e. Mengetahui efek samping dari penggunaan alat ukur kemampuan

    gerak Stroke Rehabilitation Assessment of Movement (STREAM)

    pada pasien stroke iskemik di ruang 26 Stroke RSSA Malang

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    9/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    1.3 Manfaat

    1.3.1 Manfaat Praktis

    Membantu petugas kesehatan khususnya di ruang 26 Stroke RSSA

    Malang dalam upaya mengobservasi kemampuan mobilitas pasien stroke

    iskemik.

    1.3.2 Manfaat Teori

    Meningkatkan pemahaman mahasiswa keperawatan dan perawat

    tentang penggunaan alat ukur kemampuan mobilitas pasien stroke

    dengan Stroke Rehabilitation Assessment of Movement (STREAM)

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    10/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Cerebrovaskular Accident (CVA)

    2.1.1 Pengertian

    Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai

    darah kebagian otak (Brunner and Suddarth, 2001). Stroke adalah disfungsi

    neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat dari adanya

    gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak

    yang terganggu. Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap

    gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya

    aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Sylvia A. Price, 2006).

    Stroke adalah sindorm klinis yang awal timbunya mendadak, proses cepat,

    berupa defisit neurologi fokal atau global,yang berlangsung 24 jam/lebih,atau

    langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan

    peredaran otak non traumatik. (Mansjoer Arief,2000). Stroke atau cedera

    cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya

    suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler

    selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002) 

    Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi :

    •  Stroke perdarahan atau strok hemoragik

    •  Strok iskemik atau stroke non hemoragik

    Stroke non hemoragik atau yang disebut juga strok iskemik didefinisikan, secara

    patologis, sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak adekuat

    2.1.2 Klasifikasi

    Klasifikasi Stroke Non Haemoragik adalah : 

    a. Transient Ischemic Attack (TIA) 

    TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas

    dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24

     jam.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    11/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) 

    RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak

    berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3

    minggu

    c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke) 

    Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan

    peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal

    dalam beberapa jam sampe bbrpa hari

    d. Stroke in Resolution 

    Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan

    peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal

    dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.

    e. Completed Stroke (infark serebri) 

    Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau

    gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa

    memburuk lagi.

    Sedangkan secara patogenitas Stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi

    menjadi :

    a. Stroke trombotik

    Yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri karotis

    interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala sering

    terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan

    cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal

    dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran

    biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam

    beberapa hari,minggu atau bulan.

    b. Stroke embolik,

    Yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umunya

    berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang

    sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    12/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    emboli pada organ dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,

    minggu atau bulan

    2.1.3 Etiologi

    Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu: 

    a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)

    Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran

    darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan

    kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang

    mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat

    menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi

    pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena

    penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat

    menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali

    memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

    b. Embolisme cerebral

    Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari

    bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh

    bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di

     jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut

    berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik

    Pendapat lain dikemukakan oleh Junaidi, 2006 yang menyatakan ada beberapa

    etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non hemorhagik, antara lain:

    a. Aterosklerosis

    Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)

    yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk

    menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu

    aliran darah.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    13/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    b. Emboli

    Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya

    benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam

    pembuluh darah jantung, arteri atau vena.

    c. Infeksi

    Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama

    yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah

    tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.

    d. Obat-obatan

     Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti

    amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah otak.

    e. Hipotensi atau hipertensi.

    Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran

    darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa

    terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun. Sedangkan Hipertensi dapat

    mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila

    pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila

    pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan

    sel – sel otak akan mengalami kematian.

    2.1.4 Faktor Resiko Pada Stroke

    Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non

    hemoragi dibagi menjadi 2 yaitu: 

    1. Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah : 

    a. Umur

    Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari

    stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas.

    Risiko stroke adalah dua kali untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun

    b. Jenis Kelamin

    Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian

    menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    14/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi serangan stroke

    pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih

    tinggi. Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia lanjut

    hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih besar.

    c. Keturunan

    Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan

    antara lain adalah hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk

    pembuluh darah, gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke.

    Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor

    genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.

    2. Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:

    a. Hipertensi

    Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan

    penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat

    hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-

    90% penderita stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum terkena stroke.

    Secara medis, tekanan darah di atas 140—90 tergolong dalam penyakit

    hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke

    menurun seiring dengan pertambahan umur. Pada orang berusia lanjut, faktor

    lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada seorang

    yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90,

    menyamai risiko stroke pada seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah

    penelitian menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko

    stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian akibat stroke sebesar

    40%.

    b. Penyakit Diabetes Mellitus

    Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan

    risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding

    orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk

    mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    15/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan efek lokal pada

    mikrosirkulasi serebral.

    c. Penyakit Jantung

    Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali

    lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.

    Penyakit Arteri koroner: Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit

    difusvaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural

    karena Miocardiofarction. Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi:

    Berhu-bungan dengan meningkatnya kejadian strok. Fibrilasi atrial: Sangat

    terkait dengan stroke emboli dan fibri-lasi atrial karena penyakit jantung

    rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali. Lainnya: Berbagai lesi

     jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,seperti prolaps katup mitral,

    patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi

    aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.

    d. Merokok

    Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi me-nunjukkan bahwa

    merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan

    kedua jenis kelamin. Ting-kat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok

    yang dihisap. Penghentian merokok mengurangi risiko.

    e. Peningkatan Hematokrit

    Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi

    55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah

    merah, plasma protein terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting.

    Ketika viskositas meningkat hasil dari polisitemia, hyperfibrinogen-emia, atau

    paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,

    kelesuan, tinnitus, dan pengli-hatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena

    retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat

    trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang

    dapat terjadi.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    16/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    f. Peningkatan tingkat fibrinogen dan kelainan sistem pembekuan

    Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.

    Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan

    kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena

    thrombotic.

    g. Hemoglobinopathy

    Sickle-cell disease: Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik

    intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena

    kortikal.Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.

    Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria: Dapat mengakibatkan trombosis vena

    serebral

    h. Penyalahgunaan Obat

    Obat yang telah berhubungan dengan stroke terma-suk methamphetamines,

    norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah

    vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,

    atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah

    hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi. Per-darahan subarachnoid dan

    difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.

    i. Hiperlipidemia

    Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit

     jantung koroner, namun hubungannya dengan stroke kurang jelas. Peningkatan

    kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis,

    khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia

    menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan

    intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas

    antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.

     j. Kontrasepsi Oral Pil

    KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita

    muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak

    dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang

    lebih dari 35 tahun. Mekanisme diduga meningkatkan koagulasi karena

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    17/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    stimulasi estrogen tentang produksi protein liver atau jarang penyebab

    autoimun.

    k. Diet

    Konsumsi alkohol "  Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan

    subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa

    muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek

    pada tekanan darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah

    merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan

    perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.

    Kegemukan "  Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,

    obesitas telah secara konsisten meramalkan stroke. Asosiasi dengan stroke

    dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat

    relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik

    infark otak berikutnya.

    l. Infeksi

    Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan

    perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular

    dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.

    m. Stress

    Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat

    menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain

    (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu

    terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.

    2.1.5 Manifestasi Klinis

    Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah

    otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,

    bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area

    yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau

    aksesori). Gejala tersebut antara lain :

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    18/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala

    Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan

    b. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan

    control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran

    klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya

    refleks tendon dalam

    c. Dysphagia

    d. Kehilangan komunikasi

    Fungsi otak lain yang di pengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.

    Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi

    dapat dimanifestasikan oleh hal berikut; disartria (kesulitan berbicara), disfasia

    atau afasia (gangguan berbicara karena gangguan pada otak), apraksia

    (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).

    e. Gangguan persepsi

    Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke

    dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan

    visual-spasial dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual karena

    gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan

    hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam

    area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin

    tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

    mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.Untuk membantu pasien ini, perawat

    dapat mengambil langkah untuk mengatur lingkungan dan menyingkirkan

    perabot karena pasien dengan masalah persepsi mudah terdistraksi. Akan

    bermanfaat dan memberikan pengingat lembut tentang di mana objek

    ditempatkan. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan

    sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi

    (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan

    dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan auditorius

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    19/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    f. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis

    Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau

    fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat

    ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa

    dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi

    dalam program rehabilitasi mereka. Masalah psikologik lain juga umum terjadi

    dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam

    dan kurang kerjasama.

    g. Disfungsi Kandung Kemih

    Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara

    karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan

    ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik

    dan postural. Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik,

    dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih.

    Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.

    Selama periode ini dilakukan kateterisasi interminten dengan teknik steril. Ketika

    tonus otot meningkat refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat

    dan spastisitas kandung kemih dapat terjadi.

    h. Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :

    No  Defisit neurologi  Manifestasi 

    1. Defisit lapang penglihatan

    a. Homonimus Hemlanopsia

    b. Kehilangan penglihatan perifer

    c. Diplopia

    a. Tidak menyadari orang atau objek,mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan

    menilai jarakb. Kesulitan melihat pada malam hari, tidak

    menyadari objek atau batas objek.

    c. Penglihatan ganda

    2. Defisit Motorik

    a. Hemiparesis

    b. Hemiplegia

    c. Ataksia

    d. Disatria

    e. Disfagia

    a. Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada

    sisi yang sama.b. Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi

    yang sama.c. Berjalan tidak mantap, tidak mampu

    menyatukan kaki.

    d. Kesulitan dalam membentuk katae. Kesulitan dalam menelan.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    20/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    3. Defisit sensori : Parastesia Kesemutan

    4. Defisit verbala. Fasia ekspresif

    b. Fasia reseptif

    c. Afasia global

    a. Tidak mampu membentuk kata yang dapatdipahami

    b. Tidak mampu memahami kata yang

    dibicarakan, mampu berbicara tapi tidakmasuk akal

    c. Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif

    5. Defisit kognitif Kehilangan memori jangka pendek dan panjang,

    penurunan lapang perhatian, tidak mampuberkonsentrasi, dan perubahan penilaian.

    6. Defisit Emosional Kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,depresi, menarik diri, takut, bermusuhan, danperasaan isolasi.

    2.1.6 Gangguan fisik dan fungsi akibat stroke

    Menurut Duncan dkk. (2009), menyatakan bahwa stroke dapat menye-

    babkan beberapa efek berikut ini:

    a. Kelemahan: hemiparese atau hemiplegia, ganngguan koordinasi dan kese-

    imbangan, spastisitas, gangguan sensorik (propriosepsi dan sentuhan atau

    raba), gangguan penglihatan (hemianopsia), nyeri (sindrom bahu dan ta-

    ngan),hemineglesi atau kurangnya perhatian sebagian sisi, apraksia, gang-

    guan menelan (disphagia), gangguan bahasa (aphasia), gangguan artikulasi

    (disartria), masalah belajar, perhatian dan mengingat serta gangguan fungsi

    eksekusi tindakan, emosi labil, depresi, disfungsi buang air besar dan kecil

    (bab dan bak), kelelahan dan keterbatasan ketahanan kardiovaskular.

    b. Keterbatasan dalam aktifitas sehari-hari: keterbatasan perawatan diri (mandi,

    berpakaian, dan makan), gangguan mobilitas (berpindah posisi atau transfer,

    berjalan), instrumen aktifitas sehari-hari (masak, mencuci, mengatur keuang-

    an, mengatur pengobatann dan perawatan diri), berkendaraan.

    c. Kualitas hidup (partisipasi): fungsi peran fisik dan sosial, berkerja dan beker-

     ja secara nyaman.

    d. Komplikasi umum: aspirasi pneumonia, vena trombosis, jatuh, gangguan pa-

    da kulit, malnutrisi, nyeri bahu, dan kontraktur.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    21/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    Menurut Desvigne-Nickens (2009), tentang tanda-tanda stroke menjelas-

    kan bahwa stroke dapat diketahui dengan adanya tanda-tanda seperti kelemahan

    tiba-tiba pada otot wajah, lengan dan kaki yang umumnya hanya dialami oleh

    sebagian tubuh kanan ataupun kiri, gangguan pandangan pada salah satu mata

    atau keduanya, sulit berjalan, hilangnya kekuatan dan gangguan keseimbangan,

    bingung dan sulit bicara atau memahami pembicaraan, sakit kepala tanpa sebab

    dan lain-lain.

    2.1.6 Patofisiologi

    Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang

    terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan

    kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif

    total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri

    karotis Interna. 

     Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera

    pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    22/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga

    aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan

    mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.

    2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke jari-

    ngan (hemorrhage).

    3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan

     jaringan otak.

    4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial

     jaringan otak.

    Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahanpada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas

    kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak

    akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya

    yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah

    melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada

    korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,

    penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole.

    Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnyaperisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti

    secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah

    serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi

    neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.

    2.1.7 Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan radiologis 

    a. CT scan

    Untuk menetukan infark ataupun perdarahan. Pemindaian ini memperlihatkan

    secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark

    atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan

    hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke

    permukaan otak (Muttaqin, 2008). 

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    23/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    b. MRI

    Untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik 

    c. Angogravi serebral

    Untuk mencari gambar perdarahan seperti aneurisma/ malformasi vesikuler.

     Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara

    Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula

    arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince,

    dkk ,2005). 

    d. Pemeriksaan foto torak

    Dapat memperlihatkan keadan jantung apakah terjadi pembesaran ventrikel kiri

    yang merupakan salah satu tanda klinis pada penderita stroke. 

    e. Ultrasonografi (USG) karaois 

    Evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan

    kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk ,2005). 

    f. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET) 

    Mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan

    memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,200) 

    Pemeriksaan laboratorium

    a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada pasien CVA ada

    peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA),

    Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008) 

    b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark

    mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah

    (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah

    mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang.

    Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis,

    panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l),

    klorida,) (Prince, dkk ,2005) 

    c. Pungsi lumbal 

    Pemeriksaan liquor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang kecil

    biasanya warna liquor masih normal sewaktu hari-hari pertama.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    24/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    d. Pemeriksaan darah kimia 

    Pada stroke akut biasanya terjadi hiperglikemi, gula darah mencapai >200 mg

    dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali. 

    2.1.8 Penatalaksanaan 

    Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami

    stroke infark maka penatalaksanaan pada klien stroke infark terdiri dari penata-

    laksanan medis farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan

    diet.

    1. Penatalaksanaan medis (Arif Mansjoer, 2000)

    Membatasi atau memulihkan infark akut yang sedang berlangsung dengan

    menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue – Plasminogen

     Activator).

    Mencegah perburukan neurologis :

    a. Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark yaitu terapi

    dengan manitol.

    b. Ekstensi teritori infark yaitu dengan pemberian heparin.

    c. Konversi hemorargik yaitu jangan memberikan anti koagulan

    d. Mencegah stroke berulang dini yaitu dengan heparin.

    2. Penatalaksanaan Keperawatan

    Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan stroke infark bertujuan

    untuk mencegah keadaan yang lebih buruk dan komplikasi yang dapat

    ditimbulkan. Untuk itu dalam merawat pasien stroke perlu diperhatikan faktor-

    faktor kritis seperti mengkaji status pernafasan, mengobservasi tanda-tanda

    vital, memantau fungsi usus dan kandung kemih, melakukan kateterisasi

    kandung kemih, dan mempertahankan tirah baring.

    3. Penatalaksanaan Diet

    Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke infark yaitu

    dengan memberikan makanan cair agar tidak terjadi aspirasi dan cairan

    hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah cedera serebrovaskuler (CVA)

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    25/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    sebagai upaya untuk mencegah edema otak, serta memberikan diet rendah

    garam dan hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol.

    2.2 Kemampuan Mobilitas

    2.2.1 Definisi Mobilisasi

    Mobilisasi adalah jalan untuk melatih hampir semua otot tubuh dan

    meningkatkan fleksibilitas sendi. Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk

    bergerak bebas merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus

    terpenuhi. Setiap orang memerlukan mobilisasi untuk melakukan aktivitas sehati-

    harinya, dengan keterbatasan kemampuan mobilisasi maka seseorang akan

    kesulitan melakukan aktivitas sehari-harinya (Hany,2009).

    Kebutuhan aktifitas merupakan kebutuhan dasar untuk melakukan aktifitas

    (bergerak).Kebutuhan ini diatur oleh beberapa sistem/organ tubuh diantaranya,

    tulang, otot, tendon, ligament, sistem saraf, dan sendi.Mobilitas atau mobilisasi

    merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan

    teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas dalam rangka memper-

    tahankan kesehatannya (Potter dan perry, 2005)

    2.2.2 Tujuan Mobilisasi

    Tujuan seseorang melakukan mobilisasi antara lain:

    a. Memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan

    aktifitasrekreasi)

    b. Mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma)

    c. Mempertahankan konsep diri

    d. Mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal.

    (Hany,2009)

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    26/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    BAB III

    TELAAH JURNAL

    3.1 Metode Penelitian

    Dalam telaah jurnal “Comparison of Psychometric Properties of

    Three Mobility Measures for Patients With Stroke”. Penelitian ini dilakukan di

    daerah Taipei, sampel dari penelitian ini di ambil dari klien stroke yang MRS

    pada tanggal 1 April – 31 Desember 2001.

     Adapun kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian adalah:

    1. Klien dengan Perdarahan Otak atau Infark Cerebral

    2. Klien dengan serangan stroke pertama kali, tanpa penyakit penyerta lain

    yang mendasari dan tidak cacat

    3. Klien berada dalam fase stroke akut ( onset 14 hari )

    4. Klien mampu mengikuti instruksi

    5. Klien mau dan bersedia mengikuti penelitian

    6. Responden diambil dari daerah Taipei

     Adapun kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian adalah klien

    dilakukan pemeriksaan konfirmasi berupa neuroimaging, apabila dari hasil

    pemeriksaan klien menderita stroke dengan penyakit penyerta yang lain maka

    responden tidak masuk dalam responden penelitian

    Dalam penelitian ini menggunakan instrument Stroke Rehabilitation

     Assessment of Movement   (STREAM) yang merupakan alat ukur dinilai lebih

    unggul dibandingkan 2 alat ukur yang lain yaitu The Rivermead Mobility Index  

    (RMI) dan modified RMI  (MRMI) menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh I-

    Ping Hsueh, dkk.

    Instrumen dalam penelitian ini adalah alat ukur penilaian kemampuan

    rentang gerak yiatu menggunakan Stroke Rehabilitation Assessment of

    Movement   (STREAM). Penelitian ini menggunakan instrumen observasi

    STREAM yang memiliki 30 item penilaian dan terbagi dalam 4 kelompok posisi

    utama yaitu posisi 1) supine, 2) duduk, 3) berdiri, dan 4) berdiri serta aktivitas

    berjalan. Posisi supine memiliki 6 item penilaian, posisi duduk memiliki 15 item

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    27/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    penilaian, posisi berdiri memiliki 4 item penilian dan posisi berdiri serta aktivitas

    berjalan memiliki 5 item penilaian. Skor penilaian meliputi:

    Gerakan volunter anggota gerak: 

    0= tidak mampu melakukan gerakan pada berbagai rentang (termasuk meng-

    ibaskan atau menggeser anggota gerak)

    1 = mampu melakukan beberapa bagian dari gerakan yang diminta

    2 = mampu melakukan gerakan dengan cara mirip anggota gerak yang sehat

    X = gerakan tidak dapat dinilai karena beberapa alas an (ex: nyeri, ROM, dsb)

    Mobilitas dasar

    0 = tidak mampu melakukan aktivitas pada berbagai rentang yang cukup (ex:

    partisipasi aktif minimal)

    1 = mampu melakukan bebrapa bagian aktivitas yang diminta secara mandiri

    (membutuhkan asistensi pada beberapa bagian gerakan yang tidak mampu

    dilakukan)

    2 = mampu melakukan aktivitas secara mandiri dengan pola yang kasar secara

    mandiri, namun membutuhkan bantuan

    3 = mampu melakukan aktivitas secara mandiri dengan pola yang kasar secara

    mandiri, tidak membutuhkan bantuan

    X = aktivitas tidak dapat dinilai karena beberapa alas an (ex: nyeri, ROM, dsb)

    Total skor dari seluruh penilaian adalah 50. Dimana semakin besar skor yang

    diperoleh menunjukkan kemampuan mobilitas yang semakin baik.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    28/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    BAB 4

    PEMBAHASAN

    4.1 Mini Research

    Menurut Majelis Kedokteran Indonesia tahun 2009, proses pemulihan

    setelah stroke dibedakan atas pemulihan neurologis (fungsi saraf otak) dan

    pemulihan fungsional (kemampuan melakukan aktivitas fungsional). Pemulih-

    an neurologis terjadi awal setelah stroke terjadi. Kemampuan fungsional pulih

    sejalan dengan pemulihan neurologis yang terjadi. Setelah lesi otak menetap,

    pemulihan fungsional masih dapat terus terjadi hinga batas-batas tertentu

    terutama dalam 3-6 bulan pertama setelah stroke. Hal itulah yang menjadi

    fokus utama rehabilitasi medis, yaitu untuk mengembalikan kemandirian

    pasien mencapai kemampuan fungsional yang optimal.

    Secara umum rehabilitasi pada pasien stroke dibedakan dalam bebe-

    rapa fase. Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan

    untuk menentukan tujuan dan jenis intervensi rehabilitasi yang akan diberi-

    kan, yaitu:

    1. Stroke fase akut : 2 minggu pertama pasca serangan stroke

    2. Stroke fase subakut : antara 2 minggu hingga 6 bulan pasca stroke

    3. Stroke fase kronis : diatas 6 bulan pasca stroke

    Semakin awal pasien stroke mendapatkan terapi rehabilitasi, akan semakin

    baik kembalinya fungsi motorik secara fungsional. Untuk membantu menilai

    kemampuan rentang gerak pasien stroke pada fase akut rehabilitasi, instru-

    ment penilaian gerak STREAM dapat digunakan. Berdasarkan hasil peneliti-

    an Hsueh et al ., tahun 2015, instrumen STREAM adalah instrumen yang

    direkomendasikan untuk digunakan karena memiliki hasil penilaian yang

    lebih efektif.

    Instrument pengukuran rentang gerak Stroke Rehabilitation Assess-

    ment of Movement   (STREAM) diaplikasikan oleh peneliti pada 10 orang

    pasien di Unit Stroke RSSA Malang selama 5 hari berturut-turut. Pasien yang

    dilakukan pengukuran kemampuan rentang gerak adalah pasien stroke

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    29/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    iskemik fase akut antara hari ke-0 sampai hari ke-14 pasca se-rangan stroke.

    Penilaian kemampuan rentang gerak pasien dilakukan hanya pada posisi

    supine mengingat kondisi pasien yang belum memungkinkan untuk

    diobservasi pada posisi duduk dan berdiri. Hasil aplikasi instrument STREAM

    menunjukkan bahwa instrumen tersebut bisa digunakan untuk me-nilai

    adanya kemajuan rentang gerak pasien sedini mungkin. Pada 10 orang

    pasien stroke iskemik fase akut rehabilitasi, 7 orang diantaranya dapat

    dilakukan penilaian rentang gerak dan 3 orang diantaranya tidak dapat

    dilaku-kan penilaian rentang gerak karena mengalami penurunan kesadaran.

    Dari 5 hari penilaian, terdapat 3 orang pasien yang dapat dilihat adanya

    peningkatan rentang gerak pada hari ketiga dan hari keempat panilaian.

    4.2 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan STREAM

    Berdasarkan implementasi pengaplikasian pengukuran kemampuan

    rentang gerak pada pasien dengan stroke iskemik terdapat beberapa

    keuntungan antara lain adalah mampu melihat perkembangan kemampuan

    rentang gerak secara lebih detail pada pasien dengan stroke iskemik di fase

    akut. Dengan hal tersebut maka tenaga kesehatan khususnya perawat bisa

    mengevaluasi kemampuan rehabilitasi klien secara lebih mendalam sehingga

    bisa menyesuaikan dengan latihan ROM yang diberikan di ruang perawatan

    pasien stroke iskemik. Selain itu perawat juga bisa menyesuaikan saat

    membantu memenuhi ADL klien, misalnya saat membantu klien oral hygiene

    perawat bisa menentukan apakah pasien tersebut sudah bisa melakukan oral

    hygine secara mandiri atau belum.

    Kuesioner STREAM ini di mampu menilai kemajuan dari perkembang-

    an rentang gerak pasien dengan stroke iskemik karena di ukur secaca berka-

    la sehingga akan tampak kemajuan atau kemunduran dalam kemampuan

    rentang gerak klien. Hal tersebut akan memudahkan perawat untuk mendo-

    kumentasikan pekembangan klien. Penilaian dalam kuesioner ini sangat

    mudah karena hanya memberikan angka 0, 1, 2 atau tanda X pada setiap

    item yang dinilai.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    30/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    Namun dalam pengaplikasiannya terdapat beberapa kekurangan

    antara lain adalah belum adanya sosialisasi mengenai pengukuran rentang

    gerak menggunakan kuesioner STREAM ini sebelumnya di ruang 26 Stroke

    RSSA Malang. Sehingga masih banyak tenaga kesehatan khususnya

    perawat di ruangan yang masih belum familiar. Padahal perawat adalah

    pemegang peranan penting dalam pengaplikasian pengukuran rentang gerak

    ini, sehingga diperlukan sosialisasi secara merata pada perawat khususnya

    yang dinas di ruang 26 Stroke. Selain itu kuesioner ini memiliki banyak item

    sehingga perlu ketelitian dan waktu yang cukup lama terutama jika dilakukan

    pada klien yang kurang kooperatif. Perawat perlu memiliki kemampuan

    komunikasi yang baik agar klien tidak bosan saat dilakukan pengukuran

    rentang gerak dengan kuesioner STREAM ini.

    4.3 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan STREAM

    Instrument pengukuran rentang gerak Stroke Rehabilitation Assess-

    ment of Movement   (STREAM) ini hanya bisa di implementasikan pada

    pasien dengan stroke baik wanita maupun pria di semua usia dengan jenis

    serangan stroke iskemik fase akut hari ke 0 -14 pasca serangan stroke,

    pasien dengan onset pertama stroke tanpa penyerta penyakit utama lain dan

    tidak ada kecacatan sebelum serangan stroke, pasien baik dengan

    kesadaran penuh ataupun tidak saat hari ke 0 -14 pasca serangan stroke,

    Pasien mampu dan kooperatif untuk melakukan beberapa atau keseluruhan

    gerakan-gerakan sesuai dengan instrumen STREAM. Selain itu pasien yang

    dilakukan pengukuran dengan instrumen ini harus mendapatkan persetujuan

    dari anggota keluarga sebelum pelaksanaan.

    Namun instrument pengukuran rentang gerak Stroke Rehabilitation

     Assessment of Movement   (STREAM) ini tidak boleh dilakukan pada pasien

    dengan serangan stroke fase krisis, pasien dengan penyakit penyerta

    (komorbid) lain juga tidak diperbolehkan mengikuti penilaian STREAM ini.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    31/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    4.4 Kolaborasi Perawat dengan Fisioterapis dalam Aplikasi STREAM

    Dalam masa rehabilitasi, penderita stroke akan belajar bergerak, ber-

    pikir, dan merawat diri sendiri. Rehabilitasi tidak dapat menyembuhkan efek-

    efek yang ditimbulkan stroke, namun dapat membantu penderita stroke untuk

    mengoptimalkan fungsi tubuhnya.  Rehabilitasi akan memberikan hasil yang

    optimal bila dilakukan dalam 3 bulan pertama paska stroke. Meskipun per-

    kembangan pemulihan yang optimal didapatkan dalam jangka waktu terse-

    but, proses pemulihan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, sangatlah

    penting untuk memulai rehabilitasi sedini mungkin dan secara berkesinam-

    bungan. Rehabilitasi dimulai sejak penderita dirawat di rumah sakit dan dapat

    dilanjutkan secara rawat jalan, atau di rumah dengan perawatan tim rehabili-

    tasi home care. 

    Perawat memiliki peranan penting dalam membantu rehabilitasi pasi-

    en selama masa perawatan di unit stroke. Dengan mengetahui kemampuan

    rentang gerak pasien, perawat dapat menyesuaikan kapan mulai dilakukan

    latihan ROM pasif ataupun aktif dengan hasil penilaian berdasarkan instru-

    men STREAM. Selanjutnya, setelah pasien keluar dari unit stroke untuk

    pindah ke ruangan perawatan, perawat di unit stroke dapat mendelegasikan

    kepada perawat di ruangan untuk melanjutkan pemantauan kemajuan ren-

    tang gerak pasien selama perawatan selanjutnya. Perawat di ruangan dapat

    melanjutkan proses rehabilitasi sesuai dengan hasil penilaian STREAM.

    Selanjutnya, untuk fase subakut dan fase kronis ketika pasien sudah

    pulang ke rumah, diperlukan kolaborasi dengan tenaga fisioterapis saat

    pasien melakukan kontrol kesehatan untuk melanjutkan rahabilitasi selama di

    rumah dengan tetap menggunakan STREAM untuk memantau kemajuan

    kemampuan rentang gerak pasien. Perawat dapat memberikan laporan

    tentang perkembangan rentang gerak pasien terbaru yang dapat dilanjutkan

    oleh fisioterapis selama rehabilitasi lanjutan. Fisioterapis juga dapat menggu-

    nakan instrumen penilaian ini untuk memantau kemajuan fungsi motorik

    pasien.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    32/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    4.5 Efek Samping Penggunaan STREAM

    Dalam pengaplikasian rentang gerak pada pasien stroke dengan

    instrumen STREAM, hal yang perlu diperhatikan adalah adanya efek

    samping kemungkinan cedera pada pasien yang memaksakan melakukan

    gerakan yang dilakukan penilaian. Dengan demikian diperlukan pemberian

    edukasi pada pasien untuk tidak memaksakan melakukan gerakan yang

    dinilai jika pasien tidak mampu melakukan gerakan tersebut. 

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    33/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    BAB 5

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    5.1.1. Instrumen penilaian rentang gerak Stroke Rehabilitation Assess-ment of

    Movement   (STREAM) dapat diaplikasikan pada pasien stroke iskemik

    pada fase akut rehabilitasi di Unit Stroke RSSA Malang.

    5.1.2. Kelebihan instrumen STREAM adalah mampu menilai kemajuan dari

    perkembangan rentang gerak pasien secara lebih detail. Kekurangan

    instrumen STREAM adalah belum adanya sosialisasi mengenaipengukuran rentang gerak di ruang perawatan pasien stroke

    5.1.3. Indikasi penggunaan STREAM adalah pada pasien dengan stroke

    sedangkan kontraindikasi penggunaan STREAM adalah pada pasien

    stroke dengan penyakit penyerta yang lain.

    5.1.4. Bentuk kolaborasi perawat dengan fisioterapis adalah perawat dapat

    memberikan laporan tentang perkembangan rentang gerak pasien terbaru

    yang dapat dilanjutkan oleh fisioterapis selama rehabilitasi lanjutan.

    Fisioterapis juga dapat menggunakan instrumen penilaian ini untukmemantau kemajuan fungsi motorik pasien.

    5.1.5. Efek samping dalam pengaplikasian rentang gerak pada pasien stroke

    dengan instrumen STREAM, hal yang perlu diperhatikan adalah adanya

    efek samping kemungkinan cedera pada pasien yang memaksakan

    melakukan gerakan yang dilakukan penilaian

    5.2 Saran 

    5.2.1 Bagi klinik 

    Dunia klinik diharapkan dapat menerapkan instrumen ini untuk memantau

    perkembangan kemajuan rentang gerak pasien stroke pada fase akut

    rehabilitasi di rumah sakit.

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    34/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    5.2.2 Bagi mahasiswa keperawatan 

    Mahasiswa keperawatan sebagai agen perubahan diharapkan menjadi

    promotor dalam aplikasi ilmu keperawatan yang baru untuk memperbaiki

    kinerja perawat sehingga mengoptimalkan efisiensi kerja serta untuk

    meningkatkan mutu dan pelayanan secara pari-purna. 

    5.3 Rencana Tindak Lanjut

     Adapun rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan adalah melakukan

    sosialisasi mengenai instrumen STREAM yang efektif digunakan untuk menilai

    rentang gerak pasien stroke fase akut rehabilitasi, untuk selanjutnya instrumen

    STREAM ini dapat diterapkan di ruangan khususnya di RSSA Malang. 

  • 8/19/2019 Booklet Word Seminar Medical

    35/35

    #$%&'() *$#&+(, #$%&'()*+,

    DAFTAR PUSTAKA

    Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3 Jakarta:

    EGC Chris Winkelman. Neurological Critical Care. American journal Of

    Critical care. Nopember 2000-volume 9 Number 6.

    Mansjoer, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius

    Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

    Price S.A., Wilson L.M. 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit  

    Edisi 4, Buku II, Jakarta, EGC.

    Tabrani Rab. Agenda Gawat Darurat jilid 2. Bandung. Penerbit Alumni: 2008.

    Persyarafan. salemba medika: jakarta.

    Vries S.D. & Mulder T. (2007). Motor imagery and stroke rehabilitation: a critical

    discussion. Journal Rehabilitation Medical 2007;39: 5-13.

    WHO, (2010) New WHO Pocket-charts will save lives by predicting heart attack and

    stroke melalui http://www.who.int/mediacentre/news/release/ diakses tanggal 26

    Desember 2015.

    Yulianto, 2011. Mengapa Stroke Menyerang Usia Muda. Yogyakarta : Javalitera