blok15 - up5
TRANSCRIPT
![Page 1: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/1.jpg)
Laporan Tutorial Blok 15
Ruminansia I
Unit Pembelajaran 5
DISTOKIA PADA SAPI
Disusun oleh:
Nama : Nilam Kusumastuti
NIM : 2010/300669/KH/6681
Kelompok : 12
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
![Page 2: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/2.jpg)
Tujuan pembelajaran:
1. Mengetahui tentang.istokia meliputi penyebab, macam-macam, dan diagnosa.
2. Mengetahui penanganan distokia meliputi manipulasi, sectio caesaria, dan fetotomi.
Distokia
A. Etiologi
Sebab-sebab distokia dibagi menjadi dua, yaitu sebab dasar dan sebab langsung. Sebab
dasar distokia antara lain herediter, gizi, tatalaksana, infeksi, traumatik dan berbagai sebab
lain. Sedangkan sebab langsung distokia dapat dibedakan dalam distokia tipe maternal dan
tipe fetal.
1. Sebab-Sebab Dasar
a. Herediter
Sebab-sebab herediter distokia dapat dibagi atas faktor-faktor yang terdapat pada
induk yang berpredisposisi terhadap distokia, atau faktor-faktor tersembunyi atau gen-
gen resesif pada induk dan pejantan yang dapat menghasilkan fetus yang defektif. Gen-
gen tersembunyi atau resesif pada pejantan atau betina dapat menimbulkan kondisi
patologik yang mempengaruhi fetus atau selaputnya, yang pada gilirannya
menyebabkan distokia (Toelihere, 1981).
b. Nutrisional dan manajemen
Kondisi makanan ternak yang sedang bunting dan manajemen pada waktu partus
sangat erat berhubungan dan merupakan merupakan sebab-sebab dasar dari banyak
distokia. Distokia karena ukuran induk yang kecil sering ditemukan pada sapi dara yang
baru pertama kali beranak. Pemberian makanan yang tidak sempurna pada sapi dara
yang sedang tumbuh merupakan faktor paling utama dalam menghambat pertumbuhan
tubuh dan pelvis (Toelihere, 1981) .
c. Sebab-sebab infeksius
Setiap infeksi atau penyakit yang mempengaruhi uterus bunting dan isinya dapat
menyebabkan abortus, uterus tak bertonus, kematian fetus dan metritis septic pada
kebuntingan (Toelihere, 1981).
1
![Page 3: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/3.jpg)
d. Sebab-sebab traumatik
Sebab-sebab traumatik terhadap distokia jarang ditemukan. Hernia ventralis dan
ruptur tendon prepubis menyebabkan distokia karena ketidaksanggupan kontraksi
abdominal yang ditimbulkannya, sehingga induk tidak dapat mendorong fetus keluar.
Torsio uteri dapat disebabkan oleh selip, jatuh atau terguling secara tiba-tiba pada
kebuntingan tua (Toelihere, 1981).
e. Sebab-sebab lain
Penyebab kelainan-kelainan kecil dalam posture, seperti kaki yang melipat atau
leher dan kepala yang membengkok ke sisi, sehingga menyebabkan distokia pada fetus
hidup dan uterus normal, sulit diterangkan (Toelihere, 1981).
2. Sebab-Sebab Langsung
a. Penyabab maternal
Disebabkan karena kegagalan tenaga mendorong keluar dan obstruksi saluran
peranakan.
Kegagalan untuk mendorong keluar
Uterus Inersi uterine
primer
Gangguan myometrium, pemekaran yang
berlebihan, degenerasi (ketuaan, toksik, dll), infeksi
uterus, penyakit sistemik, jumlah anak sekelahiran
yang sedikit, heriditer
Defisiensi biokimiawi: rasio estrogen/progesterone,
oksitosin, prostalglandin F2α, relaksin, kalsium,
glukosa.
Histeris gangguan lingkungan
Oligoamnion (defisiensi cairan amnion)
Kelahiran premature
Inersia uterine
sekunder
Sebagai konsekuensi dari penyebab distokia yang
lain
Kerusakan uterus Termasuk rupture
Torsi uterus Dapat juga menyebabkan obstruksi saluran
peranakan
Abdominal Ketidakmampuan
untuk mengejan
Karena umur, kesakitan, kelemahan, rupture
diafragma, kerusakan trachea/laringeal
(Jackson, 2007)
2
![Page 4: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/4.jpg)
Obstruksi saluran Peranakan
Tulang
pelvis
Fraktur, ras, diet, belum dewasa, neoplasia, penyakit
Jaringan
lunak
Vulva Cacat congenital, fibrosis, belum dewasa.
Vagina Cacat congenital, fibrosis, prolaps, neoplasia, abses,
perivagina, hymen.
Servik Cacat congenital, fibrosis, kegagalan untuk dilatasi.
Uterus Torsi, deviasi, herniasi, adhesi, stenosis.
(Jackson, 2007)
b. Penyebab fetal
No. Penyebab fetal
1 Defisiensi hormon ACTH/cortisol: inisisi kelahiran
2 Disproporsi fetopelvis Fetus yang terlalu besar, Cacat pelvis, Monster fetus
3 Maldisposisi fetal Malpresentasi Tranversal, lateral, vertical, simultaneous.
Malposisi Ventral, lateral, miring.
Malpostur Deviasi dari kepala dan kaki.
4 Kematian fetus
(Jackson, 2007)
B. Macam-macam Distokia
1. Presentasi : Longitudinal anterior
Posisi : Dorso pubis
Posture : Head neck flexion posture sinister
3
![Page 5: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/5.jpg)
2. Presentasi : Longitudinal anterior
Posisi : Dorso sacral
Posture : Dog sitting
3. Presentasi : Longitudinal anterior
Posisi : Dorso sacral
Posture : Unilateral shoulder flexion posture dexter
4. Presentasi : Longitudinal posterior
Posisi : Dorso sacral
Posture : Bilateral hip flexion posture
5. Presentasi : Longitudinal anterior
Posisi : Dorso sacral
Posture : Unilateral carpal flexion posture
6. Presentasi : Longitudinal anterior
Posisi : Dorso sacral
Posture : Bilateral carpal flexion posture (Toelihere, 1981)
4
![Page 6: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/6.jpg)
C. Diagnosa
Diagnosa distokia dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis atau tanda-tanda antara lain :
1. Stadium kelahiran pertama lama dan tidak progresif.
2. Sapi berdiri dengan postur tubuh abnormal selama tahap kelahiran, misal punggung
menurun pada kasus torsi uteri.
3. Pengejanan kuat selama 30 menit tanpa munculnya anak sapi
4. Kegagalan anak sapi untuk dikeluarkan dalam 2 jam setelah amnion tampak pada vulva
5. Maldisposisis ketika dilakukan eksplorasi rektal
6. Korioalantois terpisah, atau cairan alantois tercemar darah pada vulva.
Penanganan Distokia
A. Manipulatif
1. Prinsip penanganan:
a. Repulsi : mendorong fetus sepanjang saluran peranakan kearah uterus
b. Extensi : pembetulan letak bagian-bagian fetus yang mengalami fleksi
c. Rotasi : memutar tubuh fetus sepanjang sumbu longitudinal
d. Versio : memutar fetus kedepan/ kebelakang
e. Retraksi : penarikan fetus keluar dari tubuh induk
2. Prosedur penanganan:
a. Anamnesa. Berguna untuk mengetahui riwayat induk dan riwayat kejadian seperti
lama kebuntingan, sejarah perkawinan, apakah distokia pernah terjadi sebelumnya,
apakah hewan memperlihatkan atau menderita penyakit selama 2 bualn terakhir
sampai menjelang partus (Toelihere, 1981).
b. Pemeriksaan umum. Mencakup hal-hal: sikap berdiri sapi, suhu tubuh, pulsus, warna
selaput lendir, kondisi vulva (Toelihere, 1981).
c. Pemeriksaan khusus. seperti: pemeriksaan saluran kelahiran apakah dilatasi,
berputar, lembab dan licin, berdarah, bengkak, nekrotik, ukuran inlet pelvis, vagina
dan vulva, pemeriksaan fetus hidup atau telah mati, dan pemeriksaan presentasi,
posisi dan postur fetus (Toelihere, 1981).
5
![Page 7: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/7.jpg)
d. Diberi cairan janin buatan jika saluran peranakan sudah mengering.
e. Tindakan, berdasarkan hasil diagnosa.
3. Contoh tindakan manipulasi berdasarkan permasalahannya:
a. Unilateral carpal flexion posture
1) Definisi: Hanya ada 1 kaki yang terlipat, kaki yang normal dan kepala ditemukan
di dalam atau menonjol di vagina. Flexi karpal dari kaki depan yang lain
ditemukan pada inlt atau terjepit dalam vagina.
2) Presentasi: longitudinal anterior, posisi : dorsosacrum, posture: carpal flexion
(unilateral).
3) Penanganan: Pada flexi carpal unilateral, satu kaki akan terjulur keluar ke vulva,
kemudian diikat dengan tali dan membiarkannya terjulur keluar. Dengan porok
kebinadanan, direpulsikan, kaki yang mengalami flexi di ekstensikan, lalu
ujungnya diikat dengan tali. Fetus ditarik keluar.
b. Bilateral carpal flexion posture
1) Definisi: Ada 2 kaki yang mengalami flexi carpal, ditemukan pada inlet pelvis
atau terjepit dalam vagina.
2) Presentasi : longitudinal, posisi : dorsosacrum, postur : bilateral carpal flexion.
3) Penanganan: Mencari 1 kaki yang mengalami flexi dengan cara merepulsikan
kemudian diekstensikan, menarik keluar 1 kaki dan diikat dengan tali. Untuk kaki
yang sama, diperlakukan dengan cara yang sama seperti sebelumnya, dan fetus
ditarik keluar.
c. Shoulder flexion posture
1) Definisi: Jika kedua kaki terlipat, dan hanya kepala fetus yang menonjol keluar
vagina atau vulva. Kaki tersebut mungkin benkak. Jika hanya ada 1 kaki yang
terkena, kaki yang lain menonjol dari vulva dengan kepala.
2) Presentasi: longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: shoulder flexion.
3) Penanganan: Satu kaki yang normal akan menjulur keluar, diikat dengan tali dan
dibiarkan menjulur keluar. Kemudian direpulsikan, bahu yang mengalammi flexi
diekstensikan, ujung diikat dengan tali, fetus ditarik keluar.
d. Head neck flexion posture (lateral)
1) Definisi: Kaki depan fetus biasanya ditemukan dalam vagina dan kaki-kakinya
dapat menonjol melewati vulva. Kadang-kadang leher fetus berotasi ke arah
lateral (kanan/kiri).
6
![Page 8: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/8.jpg)
2) Presentasi: longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: head neck flexion
(lateral).
3) Penanganan: Kaki fetus yang keluar diikat dengan tali, fetus direpulsi, kepala dan
leher yang mengalami flexi diekstensikan yaitu dengan mengaitkan tali pada
rahang bawah fetus, tarik pelan-pelan. Dengan bantuan kedua tali pada ujung
kaki, fetus ditarik keluar.
e. Head neck flexion posture (ke ventral)/vertex
1) Definisi: Kepala dapat disimpangkan ke bawah anatar kaki depan yang
berbatasan dengan sternum dalam postur dada kepala.
2) Presentasi: longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: head neck flexion
(ventral).
3) Penanganan: Kaki fetus yang keluar diikat dengan tali, repulsikan fetus dan
angkat moncong ke atas menuju pelvis. Jika kepala tidak dipindahkan di bawah
kaki depan, tidak cukup ruang untuk menuju pelvis, kecuali salah satu kaki depan
digerakkan ke belakang ke dalam uterus. Jika kepala sudah didapat, kaki deoan
ditempatkan kembali, kemuadian tarik fetus keluar.
f. Hock flexion posture
1) Definisi: Ujung ekor fetus dapat menonjol dari vulva dan pergelangan kaki yang
mengalami flexi teraba pada inlet pelvis tau terkunci dalam pelvis. Jika hanya 1
kaki saja yang mengalami flexi pada hock, yang lainnya dapat enjulur ke vulva.
2) Presentasi : longitudinal posterior, posisi : dorsosacrum, postur : heck flexion.
3) Penanganan: Fetus direpulsikan, ikat ujung kaki belakang dengan tali, kemudian
tali tersebut dilewatkan pertengahan teracak ditarik keluar. Ujung teracak
dilindungi agar tidak melukai saluran peranakan induk. Dengan bantuan tali
tersebut, fetus ditarik keluar.
g. Unilateral hip flexion posture
1) Definisi: Salah satu panggunl tertekuk ke dalam, sedangkan tali belakang yang
lain terjulur keluar.
2) Presentasi: longitudinal posterior, posisi: dorsosacrum, postur: unilateral hip
flexion.
3) Penanganan: Kaki yang keluar diikat dengan tali, fetus direpulsikan, kaki
belakang/pinggul yang mengalami flexi diekstensikan dengan hati-hati. Lindungi
teracak agar tidak melukai uterus.
7
![Page 9: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/9.jpg)
h. Unilateral tarsal flexion posture
1) Definisi: Jika salah satu kaki belakang terjulur keluar sedangkan flexi tarsal dari
kaki belakang yang lain ditemukan pada inlet pelvis atau terjepit dalam vagina.
2) Presentasi: longitudinal posterior, posisi: dorsosacrum, postur: unilateral sacral
flexion.
3) Penanganan: Ikat kaki yang keluar dengan tali, fetus direpulsikan kemudian kaki
yang mengalami flexi distensi, kemudian ujungnya diikat dengan tali. Dan fetus
ditarik keluar.
i. Posterior presentation, ventral position (bilateral hock flexion)
1) Definisi: Jika kedua kaki belakang terjulur keluar, sedang kan posisi tubuh adalah
ventral.
2) Presentasi : longitudinal posterior, posisi : dorso pubis, postur : bilateral hock
flexion.
3) Penanganan: Kedua ujung kaki masing-masing diikat dengan tali, pegang salah
satu pangkal kaki sambil mendorong ke dalam, kemudian dilakukan rotasi ke
arahh dorsal position. Dengan bantuan tali tersebut, fetus ditarik keluar.
j. Transversal presentation, cephaloillial dextra position
1) Definisi: Punggung dari fetus menghadap ke arah vulva.
2) Presentasi : transverso-dorsal, posisi: chepalo-illial dextro, postur : unilateral hip
flexion.
3) Penanganan: Pegang kaki yang mudah didapat, kemudian fetus direpulsikan.
Putar fetus ke arah ventral position, presentasi bisa anterior/posterior. Rotasikan
fetus ke arah dorsal position, dengan tali yang diikatkan pada badan/ujung kaki
fetus, tarik keluar (Cady, 2009).
B. Sectio caesaria
Sectio Caesaria atau pembedahan caesar adalah pengeluaran fetus, umumnya pada
waktu partus, melalui laparohisterektomi atau pembedahan pada perut dan uterus, Bedah ini
dilakukan apabila mutasi, tarik paksa dan foetotomi tidak dapat atau sangat sulit dilakukan
untuk mengeluarkan foetus atau peternak menginginkan supaya foetus dikeluarkan dalam
kedaan hidup. Indikasi untuk melakukan operasi sesar bermacam-macam, begitu pula
dengan teknik yang akan dilakukan. Hal ini sangat tergantung pada kondisi dan spesies
hewan tersebut (Erwin, 2009).
8
![Page 10: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/10.jpg)
1. Premedikasi dan Anastesi
10 ml Clenbuterol (Planipart ®) diberikan intra vena sebagai uterine relaxant. 4 ml
Lidokain diberikan secara epidural antara vertebrae sacral terakhir dengan vertebrae
coccigeae 1.
Ada beberapa cara melakukan anastesi pada daerah flank ini. Ada yang diberikan
infiltrasi disepanjang daerah yang akan diinsisi, bisa juga dengan anasteri regional. Anastesi
regional dilakukan untuk memblok syaraf yang menginervasi daerah flank dan sekitarnya
(cabang ventral dari syaraf T13, L1 dan L2). Bisa dilakukan dengan inverted L, proximal
paravertebral atau bisa juga distal paravertebral. Cara yang paling mudah adalah dengan
anastesi infiltrasi di sepanjang daerah yang akan diinsisi. Untuk satu operasi caesar
membutuhkan 150-200 ml Lidokain. Anastesi regional membutuhkan relatif sedikit Lidokain,
hanya saja harus mengenali struktur dan benar-benar memahami anatomi tulang belakang
khususnya daerah thorac dan lumbal serta persyarafannya (Prabowo, 2007).
2. Tehnik Operasi
Sectio caesaria dilakukan pada hewan berdiri. Sebelum dioperasi, daerah flank kiri dicuci
bersih dan dicukur dengan lebar 5 cm dengan panjang 30-40 cm dan luas 20-45 cm,
kemudian didesinfeksi dengan Iodium tincture. Tempat incisi ditentukan pada jarak 1 telapak
tangan dibawah vertebrae lumbalis dan 1 telapak tangan dibelakang costae terakhir, incisi
dilakukan pada kulit secara tegak lurus kebawah sepanjang 30-40 cm. Pada saat pelebaran
luka bedah, incisi m. transversus externus dan internus, m. obliquus abdominis externus dan
internus juga peritoneum, dengan panduan jari tengan dan jari telunjuk sayatan diperluas
seperti sayatan pada kulit, begitu flank kiri terbuka, terlihat rumen yang menutupi hampir
semua lubang incisi (Prabowo, 2007)..
Rumen di dorong ke arah cranial kedalam rongga perut, kemudian palpasi dinding
uterus, bila ada torsio uteri kembalikan dahulu ke posisi semula. Pembedahan dilakukan
terhadap dinding uterus, sayatan pada dinding uterus harus cukup besar supaya pengeluaran
foetus tidak terhalangi. Hindari teririsnya kotiledon saat mengiris dinding uterus karena akan
menyebabkan pendarahan pasca operasi. Dinding uterus yang sudah terbuka dapat dijepit
dengan tang uterus. Robeklah selaput amnion sehingga cairannya keluar dan kedua kaki
foetus terpegang dan ditarik keluar, kemudian dibebaskan dari selaput foetus. Arah penarikan
dengan posisi anterior yaitu semula ke atas kemudian membengkok ke bawah dan foetus
akan meluncur ke luar dengan beratnya sendiri. Proses pengeluaran foetus harus berlangsung
cepat, jika tidak foetus akan mengalami pneumonia aspirasi, bahkan bisa mati. Hal ini terjadi
karena bila kaki belakang foetus ditarik keluar lebih dahulu, maka saluran pusar akan
9
![Page 11: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/11.jpg)
terputus, padahal kepala foetus masih didalam selaput amnion yang berisi cairan. Bila proses
berlangsung lama, maka foetus akan bernafas di dalam cairan amnion. Pada letak sungsang,
selain kedua kaki depan, kepala juga ditarik keluar. Chorda umbilicalis akan putus dengan
sendirinya sewaktu pengeluaran foetus (Prabowo, 2007).
Bagian-bagian selaput foetus yang longgar dilepas memakai gunting. Kemudian dibilas
dengan Ringer lactate dan dimasukkan antibiotika kedalam rongga uterus sebelum dinding
uterus dijahit (Toelihere, 1979).
Efek Clenbuterol, uterus akan terus berelaksasi setelah foetus keluar. Bila tidak
menggunakan Clenbuterol, uterus akan mengkerut dengan cepat, sehingga penjahitan dinding
uterus akan sulit dilakukan.
Penjahitan dimulai dari dinding uterus dengan pola jahitan Lambert dengan
menggunakan chromic cat gut sampai dinding uterus tertutup dan rapat, sebaiknya semua
jahitan dilakukan dari bawah ke atas pada luka sayatan. Sesudah penjahitan, uterus
dimasukkan kembali ke dalam rongga perut, lalu bersihkan rongga perut dari darah yang
membeku dan runtuhan jaringan yang berasal dari rongga uterus dengan Ringer Lactate yang
dicampur dengan Penstrep. Pembersihan ini penting untuk menghindari terjadinya adhesi
antar organ viscera pasca operasi (Prabowo, 2007).
Bila ronga perut sudah bersih, penutupan daerah sayatan di mulai dengan peritoneum
dengan pola jahitan simple interrupted memakai benang chromic cat gut, musculus dan fascia
di jahit dengan pola simple continous memakai benang chromic cat gut. Kemudian kulit di
tutup dengan jahitan simple interrupted menggunakan benang nilon. Ke dalam daerah sayatan
di semprotkan penicillin oil dan di bersihkan dengan menggunakan Iodium tincture 3 %.
Hewan disuntik penicillin kristal dengan dosis 3-6 juta unit atau tetracyclin dengan dosis 1-2
gr secara intra muscular. Juga disuntikkan Oksitosin 5 ml pasca operasi. Oksitosin merupakan
antidota dari Clenbuterol. Oksitosin akan membuat uterus berkontraksi dan proses involusi
segera dimulai, plasenta akan terbantu keluar dengan adanya kontraksi uterus. Jahitan kulit
pada lapisan terluar bisa dilepas setelah 3 minggu operasi (Anonymous, 2006).
3. Perawatan pasca Operasi
Hewan diamati secara dekat selama 24 jam pertama, pemberian Penstrep selama 5 hari
intra muscular, anti inflamasi 3 hari pertama. Oksitosin diberikan setiap 3 jam sekali atau
sampai 12 jam pasca operasi sampai plasenta keluar. Suhu tubuh selalu dipantau. Bila terjadi
infeksi, kenaikan suhu tubuh biasanya terjadi antara hari ke 3-5 pasca operasi. Masa kritis 24
jam pertama, bila terlewati akan terlihat bahwa sapi sehat, mau makan, produksi susu terus
meningkat dan plasenta keluar 12 jam pertama pasca operasi. Bila lewat 7 hari pasca operasi
10
![Page 12: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/12.jpg)
sapi terlihat sehat, produksi susu meningkat, tidak terjadi kenaikan suhu,nafsu makan baik,
bisa dianggap operasi berhasil (Prabowo, 2007).
C. Fetotomi
Fetotomi adalah tindakan operasi pada fetus, berupa pemotongan bagian tubuh fetus
untuk mengurangi ukurannya dengan menyisihkan bagian tertentu fetus baik secara parsial
maupun total.
Tujuan fetotomi adalah mengurangi ukuran fetus dengan cara memotong sebagian atau
keseluruhan dari fetus. Fetotomi dapat dilakukan bila fetus yang dipotong sudah mati, dilatasi
lintasan peranakan tidak sempurna dan juga bila pemilik menyetujui untuk dilakukan
fetotomi. Bila terpaksa harus dilakukan fetotomi dan fetus belum mati, maka seharusnya fetus
dimatikan lebih dahulu (mercy killing) dengan cara memotong tali pusatnya dengan gunting
atau scalpel (Azmi, 2010).
11
![Page 13: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/13.jpg)
Referensi
Anonymous 2006. What is a Caesarean, http://www.petplace.com (15 Januari 2013)
Azmi, Z. 2010.Gangguan Reproduksi Pada Ternak.
http://theveterinarian23azmi.blogspot.com /2010/12/gangguan-reproduksi-pada-
ternak.html (15 Januari 2013)
Cady, R.A.2009. Dystocia—Difficult Calving, What It Costs and How to Avoid It.
www.wvu.edu/~agexten/forglvst/Dairy/dirm20.pdf (15 Januari 2013)
Erwin. 2009.Sectio Caesar pada Sapi.http://erwinklinik.blogspot.com/2009/07/sectio-caesar-
pada-sapi.html (15 Januari 2013)
Jackson, P, G.2007.Handbook Obstetrik Veteriner Edisi ke-2. Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press
Prabowo, Heru S.2007. http://koranpdhi.com/buletin-edisi6/edisi6-caesarsapi.htm (15 Januari
2013)
Toelihere, Mozes R.1981.Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kebau. Jakarta:UI Press
Toelihere, Mozes. 1979. Ilmu Kebidanan dan Kemajiran. Penerbit Angkasa, Bandung.
12
![Page 14: BLOK15 - UP5](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082503/55721311497959fc0b918816/html5/thumbnails/14.jpg)
Indikasi Caesar
1. Distokia, karena hewan betina yang belum dewasa tubuh. Hal ini sering ditemukan pada
sapi potong.
Dilatasi dan relaksasi cervix yang tidak sempurna disebabkan karena kelemahan uterus
dengan involusi cervix dan uterus yang lanjut sebagai akibat torsio uteri, atau
distokia dan emfisema foetalis di mana permulaan partus tidak diperhatikan atau
induk hewan tersebut ditelantarkan selama 36-48 jam (Tillman, 1963). Tillman, H.
1968. Dystocya in Reciprocally Crossing Angus, Charolais and Hereford
2. Fetus yang terlalu besar secara abnormal.
3. Indikasi lain yang meliputi torsio uteri yang sulit ditanggulangi dengan cara lain, hidrops
amnii dan allantois, stenosa vagina karena distokia yang berkelanjutan pada hewan dara
karena pendarahan perivaginal yang mempersempit saluran kelamin, mumifikasi foetus,
tumor, atau bekas luka pada saluran kelamin di daerah pelvis (Mozes, 1979).
4. Prognosa
5. Bila operasi dilakukan 6-18 jam sesudah permulaan perejanan dan belum banyak
manipulasi, perlukaaan dan infeksi, angka mortalitas kurang dari 10%, pada kondisi
lapangan angka mortalitas dapat mencapai 15%. Apabila operasi dilakukan 18-36 jam
sesudah pemulaan stadium kedua partus, angka mortalitas mencapai 10-30%. Angka
mortalitas meningkat menjadi 30-50% atau lebih jika distokia telah berlangsung lebih dari
36 jam. Pada umumnya 60-80% sapi yang pernah mengalami caesar tetap fertile dan
dapat bunting lagi. Kegagalan untuk bunting pada 20-40% disebabkan karena adhesi
peritoneal atau kerusakan endometrium karena metritis septic (Mozes, 1979).
Lokasi Operasi
Pembedahan Caesar pada hewan besar terbaik dilakukan pada hewan berdiri pada daerah
flank (legok lapar) sebelah kiri karena gangguan organ viscera saat mengeksteriosasi uterus
bisa minimal karena hanya berbatasan dengan rumen, sedangkan flank sebelah kanan ada
omentum, juga dikhawatirkan intestinae keluar (Anonymous, 2007).
Pada hewan yang berbaring juga dapat dilakukan dimana lokasi operasinya adalah
ventrolateral, paramedian, median dekat linea alba dan median pada linea alba, operasi caesar
pada hewan yang berbaring terlihat lebih mudah bila dilihat dari gerakan hewan pada waktu
operasi yang sangat terbatas. Akan tetapi usaha membaringkan hewan dan kekurang tepatan
tempat penyayatan dan lokasi uterus bunting di dalam abdomen cukup menyulitkan prosedur
operasi (Mozes 1979).
13