blok15 - up5

22
Laporan Tutorial Blok 15 Ruminansia I Unit Pembelajaran 5 DISTOKIA PADA SAPI Disusun oleh: Nama : Nilam Kusumastuti NIM : 2010/300669/KH/6681 Kelompok : 12 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

Upload: hani-collect

Post on 09-Aug-2015

147 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: BLOK15 - UP5

Laporan Tutorial Blok 15

Ruminansia I

Unit Pembelajaran 5

DISTOKIA PADA SAPI

Disusun oleh:

Nama : Nilam Kusumastuti

NIM : 2010/300669/KH/6681

Kelompok : 12

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: BLOK15 - UP5

Tujuan pembelajaran:

1. Mengetahui tentang.istokia meliputi penyebab, macam-macam, dan diagnosa.

2. Mengetahui penanganan distokia meliputi manipulasi, sectio caesaria, dan fetotomi.

Distokia

A. Etiologi

Sebab-sebab distokia dibagi menjadi dua, yaitu sebab dasar dan sebab langsung. Sebab

dasar distokia antara lain herediter, gizi, tatalaksana, infeksi, traumatik dan berbagai sebab

lain. Sedangkan sebab langsung distokia dapat dibedakan dalam distokia tipe maternal dan

tipe fetal.

1. Sebab-Sebab Dasar

a. Herediter

Sebab-sebab herediter distokia dapat dibagi atas faktor-faktor yang terdapat pada

induk yang berpredisposisi terhadap distokia, atau faktor-faktor tersembunyi atau gen-

gen resesif pada induk dan pejantan yang dapat menghasilkan fetus yang defektif. Gen-

gen tersembunyi atau resesif pada pejantan atau betina dapat menimbulkan kondisi

patologik yang mempengaruhi fetus atau selaputnya, yang pada gilirannya

menyebabkan distokia (Toelihere, 1981).

b. Nutrisional dan manajemen

Kondisi makanan ternak yang sedang bunting dan manajemen pada waktu partus

sangat erat berhubungan dan merupakan merupakan sebab-sebab dasar dari banyak

distokia. Distokia karena ukuran induk yang kecil sering ditemukan pada sapi dara yang

baru pertama kali beranak. Pemberian makanan yang tidak sempurna pada sapi dara

yang sedang tumbuh merupakan faktor paling utama dalam menghambat pertumbuhan

tubuh dan pelvis (Toelihere, 1981) .

c. Sebab-sebab infeksius

Setiap infeksi atau penyakit yang mempengaruhi uterus bunting dan isinya dapat

menyebabkan abortus, uterus tak bertonus, kematian fetus dan metritis septic pada

kebuntingan (Toelihere, 1981).

1

Page 3: BLOK15 - UP5

d. Sebab-sebab traumatik

Sebab-sebab traumatik terhadap distokia jarang ditemukan. Hernia ventralis dan

ruptur tendon prepubis menyebabkan distokia karena ketidaksanggupan kontraksi

abdominal yang ditimbulkannya, sehingga induk tidak dapat mendorong fetus keluar.

Torsio uteri dapat disebabkan oleh selip, jatuh atau terguling secara tiba-tiba pada

kebuntingan tua (Toelihere, 1981).

e. Sebab-sebab lain

Penyebab kelainan-kelainan kecil dalam posture, seperti kaki yang melipat atau

leher dan kepala yang membengkok ke sisi, sehingga menyebabkan distokia pada fetus

hidup dan uterus normal, sulit diterangkan (Toelihere, 1981).

2. Sebab-Sebab Langsung

a. Penyabab maternal

Disebabkan karena kegagalan tenaga mendorong keluar dan obstruksi saluran

peranakan.

Kegagalan untuk mendorong keluar

Uterus Inersi uterine

primer

Gangguan myometrium, pemekaran yang

berlebihan, degenerasi (ketuaan, toksik, dll), infeksi

uterus, penyakit sistemik, jumlah anak sekelahiran

yang sedikit, heriditer

Defisiensi biokimiawi: rasio estrogen/progesterone,

oksitosin, prostalglandin F2α, relaksin, kalsium,

glukosa.

Histeris gangguan lingkungan

Oligoamnion (defisiensi cairan amnion)

Kelahiran premature

Inersia uterine

sekunder

Sebagai konsekuensi dari penyebab distokia yang

lain

Kerusakan uterus Termasuk rupture

Torsi uterus Dapat juga menyebabkan obstruksi saluran

peranakan

Abdominal Ketidakmampuan

untuk mengejan

Karena umur, kesakitan, kelemahan, rupture

diafragma, kerusakan trachea/laringeal

(Jackson, 2007)

2

Page 4: BLOK15 - UP5

Obstruksi saluran Peranakan

Tulang

pelvis

Fraktur, ras, diet, belum dewasa, neoplasia, penyakit

Jaringan

lunak

Vulva Cacat congenital, fibrosis, belum dewasa.

Vagina Cacat congenital, fibrosis, prolaps, neoplasia, abses,

perivagina, hymen.

Servik Cacat congenital, fibrosis, kegagalan untuk dilatasi.

Uterus Torsi, deviasi, herniasi, adhesi, stenosis.

(Jackson, 2007)

b. Penyebab fetal

No. Penyebab fetal

1 Defisiensi hormon ACTH/cortisol: inisisi kelahiran

2 Disproporsi fetopelvis Fetus yang terlalu besar, Cacat pelvis, Monster fetus

3 Maldisposisi fetal Malpresentasi Tranversal, lateral, vertical, simultaneous.

Malposisi Ventral, lateral, miring.

Malpostur Deviasi dari kepala dan kaki.

4 Kematian fetus

(Jackson, 2007)

B. Macam-macam Distokia

1. Presentasi : Longitudinal anterior

Posisi : Dorso pubis

Posture : Head neck flexion posture sinister

3

Page 5: BLOK15 - UP5

2. Presentasi : Longitudinal anterior

Posisi : Dorso sacral

Posture : Dog sitting

3. Presentasi : Longitudinal anterior

Posisi : Dorso sacral

Posture : Unilateral shoulder flexion posture dexter

4. Presentasi : Longitudinal posterior

Posisi : Dorso sacral

Posture : Bilateral hip flexion posture

5. Presentasi : Longitudinal anterior

Posisi : Dorso sacral

Posture : Unilateral carpal flexion posture

6. Presentasi : Longitudinal anterior

Posisi : Dorso sacral

Posture : Bilateral carpal flexion posture (Toelihere, 1981)

4

Page 6: BLOK15 - UP5

C. Diagnosa

Diagnosa distokia dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis atau tanda-tanda antara lain :

1. Stadium kelahiran pertama lama dan tidak progresif.

2. Sapi berdiri dengan postur tubuh abnormal selama tahap kelahiran, misal punggung

menurun  pada kasus torsi uteri.

3. Pengejanan kuat selama 30 menit tanpa munculnya anak sapi

4. Kegagalan anak sapi untuk dikeluarkan dalam 2 jam setelah amnion tampak pada vulva

5. Maldisposisis ketika dilakukan eksplorasi rektal

6. Korioalantois terpisah, atau cairan alantois tercemar darah pada vulva.

Penanganan Distokia

A. Manipulatif

1. Prinsip penanganan:

a. Repulsi              : mendorong fetus sepanjang saluran peranakan kearah uterus

b. Extensi              : pembetulan letak bagian-bagian fetus yang mengalami fleksi

c. Rotasi                : memutar tubuh fetus sepanjang sumbu longitudinal

d. Versio                : memutar fetus kedepan/ kebelakang

e. Retraksi            : penarikan fetus keluar dari tubuh induk

2.    Prosedur penanganan:

a. Anamnesa. Berguna untuk mengetahui riwayat induk dan riwayat kejadian seperti

lama kebuntingan, sejarah perkawinan, apakah distokia pernah terjadi sebelumnya,

apakah hewan memperlihatkan atau menderita penyakit selama 2 bualn terakhir

sampai menjelang partus (Toelihere, 1981).

b. Pemeriksaan umum. Mencakup hal-hal: sikap berdiri sapi, suhu tubuh, pulsus, warna

selaput lendir, kondisi vulva (Toelihere, 1981).

c. Pemeriksaan khusus. seperti: pemeriksaan saluran kelahiran apakah dilatasi,

berputar, lembab dan licin, berdarah, bengkak, nekrotik, ukuran inlet pelvis, vagina

dan vulva, pemeriksaan fetus hidup atau telah mati, dan pemeriksaan presentasi,

posisi dan postur fetus (Toelihere, 1981).

5

Page 7: BLOK15 - UP5

d. Diberi cairan janin buatan jika saluran peranakan sudah mengering.

e. Tindakan, berdasarkan hasil diagnosa.

3.    Contoh tindakan manipulasi berdasarkan permasalahannya:

a. Unilateral carpal flexion posture

1) Definisi: Hanya ada 1 kaki yang terlipat, kaki yang normal dan kepala ditemukan

di dalam atau menonjol di vagina. Flexi karpal dari kaki depan yang lain

ditemukan pada inlt atau terjepit dalam vagina.

2) Presentasi: longitudinal anterior, posisi : dorsosacrum, posture: carpal flexion

(unilateral).

3) Penanganan: Pada flexi carpal unilateral, satu kaki akan terjulur keluar ke vulva,

kemudian diikat dengan tali dan membiarkannya terjulur keluar. Dengan porok

kebinadanan, direpulsikan, kaki yang mengalami flexi di ekstensikan, lalu

ujungnya diikat dengan tali. Fetus ditarik keluar.

b. Bilateral carpal flexion posture

1) Definisi: Ada 2 kaki yang mengalami flexi carpal, ditemukan pada inlet pelvis

atau terjepit dalam vagina.

2) Presentasi : longitudinal, posisi : dorsosacrum, postur : bilateral carpal flexion.

3) Penanganan: Mencari 1 kaki yang mengalami flexi dengan cara merepulsikan

kemudian diekstensikan, menarik keluar 1 kaki dan diikat dengan tali. Untuk kaki

yang sama, diperlakukan dengan cara yang sama seperti sebelumnya, dan fetus

ditarik keluar.

c. Shoulder flexion posture

1) Definisi: Jika kedua kaki terlipat, dan hanya kepala fetus yang menonjol keluar

vagina atau vulva. Kaki tersebut mungkin benkak. Jika hanya ada 1 kaki yang

terkena, kaki yang lain menonjol dari vulva dengan kepala.

2) Presentasi: longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: shoulder flexion.

3) Penanganan: Satu kaki yang normal akan menjulur keluar, diikat dengan tali dan

dibiarkan menjulur keluar. Kemudian direpulsikan, bahu yang mengalammi flexi

diekstensikan, ujung diikat dengan tali, fetus ditarik keluar.

d. Head neck flexion posture (lateral)

1) Definisi: Kaki depan fetus biasanya ditemukan dalam vagina dan kaki-kakinya

dapat menonjol melewati vulva. Kadang-kadang leher fetus berotasi ke arah

lateral (kanan/kiri).

6

Page 8: BLOK15 - UP5

2) Presentasi: longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: head neck flexion

(lateral).

3) Penanganan: Kaki fetus yang keluar diikat dengan tali, fetus direpulsi, kepala dan

leher yang mengalami flexi diekstensikan yaitu dengan mengaitkan tali pada

rahang bawah fetus, tarik pelan-pelan. Dengan bantuan kedua tali pada ujung

kaki, fetus ditarik keluar.

e. Head neck flexion posture (ke ventral)/vertex

1) Definisi: Kepala dapat disimpangkan ke bawah anatar kaki depan yang

berbatasan dengan sternum dalam postur dada kepala.

2) Presentasi: longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: head neck flexion

(ventral).

3) Penanganan: Kaki fetus yang keluar diikat dengan tali, repulsikan fetus dan

angkat moncong ke atas menuju pelvis. Jika kepala tidak dipindahkan di bawah

kaki depan, tidak cukup ruang untuk menuju pelvis, kecuali salah satu kaki depan

digerakkan ke belakang ke  dalam uterus. Jika kepala sudah didapat, kaki deoan

ditempatkan kembali, kemuadian tarik fetus keluar.

f. Hock flexion posture

1) Definisi: Ujung ekor fetus dapat menonjol dari vulva dan pergelangan kaki yang

mengalami flexi teraba pada inlet pelvis tau terkunci dalam pelvis. Jika hanya 1

kaki saja yang mengalami flexi pada hock, yang lainnya dapat enjulur ke vulva.

2) Presentasi : longitudinal posterior, posisi : dorsosacrum, postur : heck flexion.

3) Penanganan: Fetus direpulsikan, ikat ujung kaki belakang dengan tali, kemudian

tali tersebut dilewatkan pertengahan teracak ditarik keluar. Ujung teracak

dilindungi agar tidak melukai saluran peranakan induk. Dengan bantuan tali

tersebut, fetus ditarik keluar.

g. Unilateral hip flexion posture

1) Definisi: Salah satu panggunl tertekuk ke dalam, sedangkan tali belakang yang

lain terjulur keluar.

2) Presentasi: longitudinal posterior, posisi: dorsosacrum, postur: unilateral hip

flexion.

3) Penanganan: Kaki yang keluar diikat dengan tali, fetus direpulsikan, kaki

belakang/pinggul yang mengalami flexi diekstensikan dengan hati-hati. Lindungi

teracak agar tidak melukai uterus.

7

Page 9: BLOK15 - UP5

h. Unilateral tarsal flexion posture

1) Definisi: Jika salah satu kaki belakang terjulur keluar sedangkan  flexi tarsal dari

kaki belakang yang lain ditemukan pada inlet pelvis atau terjepit dalam vagina.

2) Presentasi: longitudinal posterior, posisi: dorsosacrum, postur: unilateral sacral

flexion.

3) Penanganan: Ikat kaki yang keluar dengan tali, fetus direpulsikan kemudian kaki

yang mengalami flexi distensi, kemudian ujungnya diikat dengan tali. Dan fetus

ditarik keluar.

i. Posterior presentation, ventral position (bilateral hock flexion)

1) Definisi: Jika kedua kaki belakang terjulur keluar, sedang kan posisi tubuh adalah

ventral.

2) Presentasi : longitudinal posterior, posisi : dorso pubis, postur : bilateral hock

flexion.

3) Penanganan: Kedua ujung kaki masing-masing diikat dengan tali, pegang salah

satu pangkal kaki sambil mendorong ke dalam, kemudian dilakukan rotasi ke

arahh dorsal position. Dengan bantuan tali tersebut, fetus ditarik keluar.

j. Transversal presentation, cephaloillial dextra position

1) Definisi: Punggung dari fetus menghadap ke arah vulva.

2) Presentasi : transverso-dorsal, posisi: chepalo-illial dextro, postur : unilateral hip

flexion.

3) Penanganan: Pegang kaki yang mudah didapat, kemudian fetus direpulsikan.

Putar fetus ke arah ventral position, presentasi bisa anterior/posterior. Rotasikan

fetus ke arah dorsal position, dengan tali yang diikatkan pada badan/ujung kaki

fetus, tarik keluar (Cady, 2009).

B. Sectio caesaria

Sectio Caesaria  atau pembedahan caesar adalah pengeluaran fetus, umumnya pada

waktu partus, melalui laparohisterektomi atau pembedahan pada perut dan uterus, Bedah ini

dilakukan apabila mutasi, tarik paksa dan foetotomi tidak dapat atau sangat sulit dilakukan

untuk mengeluarkan foetus atau peternak menginginkan supaya foetus dikeluarkan dalam

kedaan hidup.  Indikasi untuk melakukan operasi sesar bermacam-macam, begitu pula

dengan teknik yang akan dilakukan. Hal ini sangat tergantung pada kondisi dan spesies

hewan tersebut (Erwin, 2009).

8

Page 10: BLOK15 - UP5

1. Premedikasi dan Anastesi

10 ml Clenbuterol (Planipart ®) diberikan intra vena sebagai uterine relaxant. 4 ml

Lidokain diberikan secara epidural antara vertebrae sacral terakhir dengan vertebrae

coccigeae 1.

Ada beberapa cara melakukan anastesi pada daerah flank ini. Ada yang diberikan

infiltrasi disepanjang daerah yang akan diinsisi, bisa juga dengan anasteri regional. Anastesi

regional dilakukan untuk memblok syaraf yang menginervasi daerah flank dan sekitarnya

(cabang ventral dari syaraf T13, L1 dan L2). Bisa dilakukan dengan inverted L, proximal

paravertebral atau bisa juga distal paravertebral. Cara yang paling mudah adalah dengan

anastesi infiltrasi di sepanjang daerah yang akan diinsisi. Untuk satu operasi caesar

membutuhkan 150-200 ml Lidokain. Anastesi regional membutuhkan relatif sedikit Lidokain,

hanya saja harus mengenali struktur dan benar-benar memahami anatomi tulang belakang

khususnya daerah thorac dan lumbal serta persyarafannya (Prabowo, 2007).

2. Tehnik Operasi

Sectio caesaria dilakukan pada hewan berdiri. Sebelum dioperasi, daerah flank kiri dicuci

bersih dan dicukur dengan lebar 5 cm dengan panjang 30-40 cm dan luas 20-45 cm,

kemudian didesinfeksi dengan Iodium tincture. Tempat incisi ditentukan pada jarak 1 telapak

tangan dibawah vertebrae lumbalis dan 1 telapak tangan dibelakang costae terakhir, incisi

dilakukan pada kulit secara tegak lurus kebawah sepanjang 30-40 cm. Pada saat pelebaran

luka bedah, incisi m. transversus externus dan internus, m. obliquus abdominis externus dan

internus juga peritoneum, dengan panduan jari tengan dan jari telunjuk sayatan diperluas

seperti sayatan pada kulit, begitu flank kiri terbuka, terlihat rumen yang menutupi hampir

semua lubang incisi (Prabowo, 2007)..

Rumen di dorong ke arah cranial kedalam rongga perut, kemudian palpasi dinding

uterus, bila ada torsio uteri kembalikan dahulu ke posisi semula. Pembedahan dilakukan

terhadap dinding uterus, sayatan pada dinding uterus harus cukup besar supaya pengeluaran

foetus tidak terhalangi. Hindari teririsnya kotiledon saat mengiris dinding uterus karena akan

menyebabkan pendarahan pasca operasi. Dinding uterus yang sudah terbuka dapat dijepit

dengan tang uterus. Robeklah selaput amnion sehingga cairannya keluar dan kedua kaki

foetus terpegang dan ditarik keluar, kemudian dibebaskan dari selaput foetus. Arah penarikan

dengan posisi anterior yaitu semula ke atas kemudian membengkok ke bawah dan foetus

akan meluncur ke luar dengan beratnya sendiri. Proses pengeluaran foetus harus berlangsung

cepat, jika tidak foetus akan mengalami pneumonia aspirasi, bahkan bisa mati. Hal ini terjadi

karena bila kaki belakang foetus ditarik keluar lebih dahulu, maka saluran pusar akan

9

Page 11: BLOK15 - UP5

terputus, padahal kepala foetus masih didalam selaput amnion yang berisi cairan. Bila proses

berlangsung lama, maka foetus akan bernafas di dalam cairan amnion. Pada letak sungsang,

selain kedua kaki depan, kepala juga ditarik keluar. Chorda umbilicalis akan putus dengan

sendirinya sewaktu pengeluaran foetus (Prabowo, 2007).

Bagian-bagian selaput foetus yang longgar dilepas memakai gunting. Kemudian dibilas

dengan Ringer lactate dan dimasukkan antibiotika kedalam rongga uterus sebelum dinding

uterus dijahit (Toelihere, 1979).

Efek Clenbuterol, uterus akan terus berelaksasi setelah foetus keluar. Bila tidak

menggunakan Clenbuterol, uterus akan mengkerut dengan cepat, sehingga penjahitan dinding

uterus akan sulit dilakukan.

Penjahitan dimulai dari dinding uterus dengan pola jahitan Lambert dengan

menggunakan chromic cat gut sampai dinding uterus tertutup dan rapat, sebaiknya semua

jahitan dilakukan dari bawah ke atas pada luka sayatan. Sesudah penjahitan, uterus

dimasukkan kembali ke dalam rongga perut, lalu bersihkan rongga perut dari darah yang

membeku dan runtuhan jaringan yang berasal dari rongga uterus dengan Ringer Lactate yang

dicampur dengan Penstrep. Pembersihan ini penting untuk menghindari terjadinya adhesi

antar organ viscera pasca operasi (Prabowo, 2007).

Bila ronga perut sudah bersih, penutupan daerah sayatan di mulai dengan peritoneum

dengan pola jahitan simple interrupted memakai benang chromic cat gut, musculus dan fascia

di jahit dengan pola simple continous memakai benang chromic cat gut. Kemudian kulit di

tutup dengan jahitan simple interrupted menggunakan benang nilon. Ke dalam daerah sayatan

di semprotkan penicillin oil dan di bersihkan dengan menggunakan Iodium tincture 3 %.

Hewan disuntik penicillin kristal dengan dosis 3-6 juta unit atau tetracyclin dengan dosis 1-2

gr secara intra muscular. Juga disuntikkan Oksitosin 5 ml pasca operasi. Oksitosin merupakan

antidota dari Clenbuterol. Oksitosin akan membuat uterus berkontraksi dan proses involusi

segera dimulai, plasenta akan terbantu keluar dengan adanya kontraksi uterus. Jahitan kulit

pada lapisan terluar bisa dilepas setelah 3 minggu operasi (Anonymous, 2006).

3. Perawatan pasca Operasi

Hewan diamati secara dekat selama 24 jam pertama, pemberian Penstrep selama 5 hari

intra muscular, anti inflamasi 3 hari pertama. Oksitosin diberikan setiap 3 jam sekali atau

sampai 12 jam pasca operasi sampai plasenta keluar. Suhu tubuh selalu dipantau. Bila terjadi

infeksi, kenaikan suhu tubuh biasanya terjadi antara hari ke 3-5 pasca operasi. Masa kritis 24

jam pertama, bila terlewati akan terlihat bahwa sapi sehat, mau makan, produksi susu terus

meningkat dan plasenta keluar 12 jam pertama pasca operasi. Bila lewat 7 hari pasca operasi

10

Page 12: BLOK15 - UP5

sapi terlihat sehat, produksi susu meningkat, tidak terjadi kenaikan suhu,nafsu makan baik,

bisa dianggap operasi berhasil (Prabowo, 2007).

C. Fetotomi

Fetotomi adalah tindakan operasi pada fetus, berupa pemotongan bagian tubuh fetus

untuk mengurangi ukurannya dengan menyisihkan bagian tertentu fetus baik secara parsial

maupun total.

Tujuan fetotomi adalah mengurangi ukuran fetus dengan cara memotong sebagian atau

keseluruhan dari fetus. Fetotomi dapat dilakukan bila fetus yang dipotong sudah mati, dilatasi

lintasan peranakan tidak sempurna dan juga bila pemilik menyetujui untuk dilakukan

fetotomi. Bila terpaksa harus dilakukan fetotomi dan fetus belum mati, maka seharusnya fetus

dimatikan lebih dahulu (mercy killing) dengan cara memotong tali pusatnya dengan gunting

atau scalpel (Azmi, 2010).

11

Page 13: BLOK15 - UP5

Referensi

Anonymous 2006. What is a Caesarean, http://www.petplace.com (15 Januari 2013)

Azmi, Z. 2010.Gangguan Reproduksi Pada Ternak. 

http://theveterinarian23azmi.blogspot.com /2010/12/gangguan-reproduksi-pada-

ternak.html (15 Januari 2013)

Cady, R.A.2009. Dystocia—Difficult Calving, What It Costs and How to Avoid It.

www.wvu.edu/~agexten/forglvst/Dairy/dirm20.pdf (15 Januari 2013)

Erwin. 2009.Sectio Caesar pada Sapi.http://erwinklinik.blogspot.com/2009/07/sectio-caesar-

pada-sapi.html (15 Januari 2013)

Jackson, P, G.2007.Handbook Obstetrik Veteriner Edisi ke-2. Yogyakarta:Gadjah Mada

University Press

Prabowo, Heru S.2007. http://koranpdhi.com/buletin-edisi6/edisi6-caesarsapi.htm (15 Januari

2013)

Toelihere, Mozes R.1981.Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kebau. Jakarta:UI Press

Toelihere, Mozes. 1979. Ilmu Kebidanan dan Kemajiran. Penerbit Angkasa, Bandung.

12

Page 14: BLOK15 - UP5

Indikasi Caesar

1. Distokia, karena hewan betina yang belum dewasa tubuh. Hal ini sering ditemukan pada

sapi potong.

Dilatasi dan relaksasi cervix yang tidak sempurna disebabkan karena kelemahan uterus

dengan involusi cervix dan uterus yang lanjut sebagai akibat torsio uteri, atau

distokia dan emfisema foetalis di mana permulaan partus tidak diperhatikan atau

induk hewan tersebut ditelantarkan selama 36-48 jam (Tillman, 1963). Tillman, H.

1968. Dystocya in Reciprocally Crossing Angus, Charolais and Hereford

2. Fetus yang terlalu besar secara abnormal.

3. Indikasi lain yang meliputi torsio uteri yang sulit ditanggulangi dengan cara lain, hidrops

amnii dan allantois, stenosa vagina karena distokia yang berkelanjutan pada hewan dara

karena pendarahan perivaginal yang mempersempit saluran kelamin, mumifikasi foetus,

tumor, atau bekas luka pada saluran kelamin di daerah pelvis (Mozes, 1979).

4. Prognosa

5. Bila operasi dilakukan 6-18 jam sesudah permulaan perejanan dan belum banyak

manipulasi, perlukaaan dan infeksi, angka mortalitas kurang dari 10%, pada kondisi

lapangan angka mortalitas dapat mencapai 15%. Apabila operasi dilakukan 18-36 jam

sesudah pemulaan stadium kedua partus, angka mortalitas mencapai 10-30%. Angka

mortalitas meningkat menjadi 30-50% atau lebih jika distokia telah berlangsung lebih dari

36 jam. Pada umumnya 60-80% sapi yang pernah mengalami caesar tetap fertile dan

dapat bunting lagi. Kegagalan untuk bunting pada 20-40% disebabkan karena adhesi

peritoneal atau kerusakan endometrium karena metritis septic (Mozes, 1979).

Lokasi Operasi

Pembedahan Caesar pada hewan besar terbaik dilakukan pada hewan berdiri pada daerah

flank (legok lapar) sebelah kiri karena gangguan organ viscera saat mengeksteriosasi uterus

bisa minimal karena hanya berbatasan dengan rumen, sedangkan flank sebelah kanan ada

omentum, juga dikhawatirkan intestinae keluar (Anonymous, 2007).

Pada hewan yang berbaring juga dapat dilakukan dimana lokasi operasinya adalah

ventrolateral, paramedian, median dekat linea alba dan median pada linea alba, operasi caesar

pada hewan yang berbaring terlihat lebih mudah bila dilihat dari gerakan hewan pada waktu

operasi yang sangat terbatas. Akan tetapi usaha membaringkan hewan dan kekurang tepatan

tempat penyayatan dan lokasi uterus bunting di dalam abdomen cukup menyulitkan prosedur

operasi (Mozes 1979).

13