blok 12
TRANSCRIPT
![Page 1: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/1.jpg)
Infeksi Demam Berdarah Dengue pada Manusia
Nur Tasya Ruri
10.2013.259
Kelompok B5
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061, Fax. 021-5631731
Pendahuluan
Kehidupan manusia tidak lepas dari penyakit, jaman dahulu penyakit lebih dikenali sebagai
kutukan dewa. Tapi seiring dengan perkembangan zaman, mulailah manusia belajar apa yang
menyebabkan manusia dapat sakit. Mulai saat itu kutukan dewa sudah mulai hilang, karena
manusia mulai mengenal penyebab dari suatu penyakit, yaitu kuman, bakteri, virus dan
sebagainya. Sekatang banyak ditemukannya obat-obat, serta penelitian tentang berbagai jenis
penyakit serta penyembuhannya, dan juga ahli atau pakar dalam pengobatan seperti dokter,
perawat dan ahli lainnya.
Vektor DBD yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti. DBD merupakan bentuk berat dari
infeksi dengue yang ditandai dengan demam akut, trombositopenia, netropenia dan perdarahan.
Permeabilitas vaskular meningkat yang ditandai dengan kebocoran plasma ke jaringan interstitiel
mengakibatkan hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia dan hiponatremia yang akan
menyebabkan syok hipovolemik
DBD merupakan penyakit umum bagi masyarakat Indonesia. Bahkan Indonesia menduduki
urutan tertinggi kasus DBD se-Asean. Sudah harusnya menjadi perhatian kita kejadian DBD
yang sedang terjadi di Indonesia ini. Oleh karena itu, tinjauan pustaka ini dibuat untuk
mengetahui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, gejala klinik atau manifestasi klinik,
pathogenesis, etiologi, Working Diagnosis, Differential Diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi,
prognosis, serta epidemiologi DBD.
1
![Page 2: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/2.jpg)
Pembahasan
Skenario
Seorang perempuan berusia 25 tahun dating ke IGD karena tidak sadarkan diri sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Menurut keluarga pasien, sejak 5 hari yang lalu os demam, demam naik turun, disertai pegal – pegal, mual dan muntah. Os mengalami mimisan 1 hari yang lalu.
Anamnesis
Anamnesis atau bias dibilang juga sebagai wawancara antara pasien dengan dokter/pemeriksa. Anamnesis ini bertujuan untuk menegakan diagnosa penyakit pasien tersebut yang nanti akan dilanjutkan dengan pemeriksaan – pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakan diagnosa. Anamnesis ini berisikan tentang identitas pasien tersebut. Dokter tersebut juga menanyakan keluhan – keluhan apa yang pasien tersebut rasakan. Dalam etika kedokteran seorang dokter wajib menjaga rahasia penyakit si pasien dan dokter juga harus bias menyesuaikan diri apabila pasien tersebut bercerita secara berlebihan atau bahkan malu – malu. Disamping melakukan autoanamnesa seperti pada pemeriksaan pasien lainnya, sering dalam menghadapi atau memeriksa pasien pisikiatri dibutuhkan alloanmnesa dari keluarga terdekat, saudara, teman atau orang yang mengantarkan pasien.
Riwayat Penyakit Sekarang: merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Hal yang harus ditanyakan adalah:- Waktu dan lamanya keluhan berlangsung- Sifat dan beratnya serangan- Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah- Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau keluhan lain yang bersamaan dengan serangan- Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali- Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama- Riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk penyakit tertentu- Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa- Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita.1
2
![Page 3: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/3.jpg)
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) : bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita oleh pasien dengan penyakitnya sekarang.e. Riwayat Keluarga : untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi. f. Riwayat Pribadi : meliputi data-data lingkungan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan sehari-hari pasien.1
Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda Vital
a. Suhu : suhu tubuh yang normal adalah 36 -37 C. Pada pagi hari suhu mendekati⁰ ⁰
36 C, sedangkan pada sore hari mendekati 37 C. Pada keadaan demam suhu akan⁰ ⁰
meningkat, sehingga dianggap sebagai termostat keadaan pasien.
b. Tekanan darah : diukur menggunakan sfigmomanometer dan akan menghasilkan
tekanan sistolik-diastolik. Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut
tekanan nadi. Dalam keadaan normal, tekanan sistolik akan turun sampai 10 mmHg
pada saat inspirasi.
c. Nadi : dilakukan dengan melakukan palpasi pada arteri radialis. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pemeriksaan nadi adalah :2
- Frekuensi nadi, normal sekitar 80x/menit. Bila frekuensi nadi lebih dari
100x/menit disebut takikardia (pulsus frequent), sedangkan bila frekuensi nadi
kurang dari 60x/menit disebut bradikardia (pulsus rarus). Bila terjadi demam,
maka frekuensi nadi akan meningkat, kecuali pada demam tifoid, frekuensi nadi
justru menurun sehingga disebut bradikardia relatif.
- Irama denyut nadi, harus ditentukan apakah teratur (reguler) atau tidak teratur
(ireguler). Dalam keadaan normal, denyut nadi akan lebih lambat pada waktu
ekspirasi dibandingkan pada waktu inspirasi, hal ini disebut aritmia sinus.
- Isi nadi, dinilai apakah cukup, kecil (pulsus parvus) atau besar (pulsus magnus).
Pulsus parvus akan ditemui pada keadaan pendarahan, infark miokardial, efusi
3
![Page 4: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/4.jpg)
perikardial, dan stenosis aorta. Sedangkan pulsus magnus akan ditemui pada
keadaan demam atau pada saat sedang bekerja keras. Pada inspirasi, denyut nadi
akan lebih lemah dibandingkan pada waktu ekspirasi, karena pada waktu inspirasi
darah akan ditarik ke rongga toraks, keadaan ini disebut pulsus paradoksus.
- Kualitas nadi, tergantung pada tekanan nadi. Bila tekanan nadi besar maka
pengisian dan pengosongan nadi akan berlangsung mendadak dan disebut pulsus
celer atau abrupt pulse. Sedangkan bila pengisian dan pengosongan berlangsung
lambat disebut pulsus tardus atau plateau pulse.
d. Frekuensi pernafasan : dalam keadaan normal, frekuensi pernafasan adalah 16-
24x/menit. Bila frekuensi pernafasan kurang dari 16x/menit disebut bradipneu.
Sedangkan bila frekuensi pernafasan lebih dari 24x/menit disebut takipneu.
Pernafasan yang dalam disebut hiperpneu, sedangkan pernafasan yang dangkal
disebut hipopneu. Pasien dengan keluhan kesulitan bernafas disebut dispneu.2
Kesadaran : Compas Metis (sadar penuh)
KU : Tampak sakit sedang
TD : 110/80 N: 96x/m Suhu : 37,50C RR: 20x/m
Pada ekstemitas bintik – bintik (+)
Lab : Hb : 12s/dl
Ht : 40
L : 6000/ml
Tr : 80000/ml
Bagi pasien demam dengue saja tidak ditemukan kelainan. Bagi pasien Demam Berdarah
Dengue (DBD), nadi pasien mula-mula cepat dan kemudian menjadi normal dan melambat pada
hari ke 4 dan 5. Brakinardi dapat menetap selama beberapa hari selama masa penyembuhan.
Dapat juga ditemukan lidah kotor dan mengalam kesulitan dalam buang air besar. Pada mata
terdapat pembengkakan, injeksi, konjungtiva, lakrimasi dan fototobia. Eksantem dapat muncul di
4
![Page 5: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/5.jpg)
awal demam yang terlihat jelas di muka dan dada, berlangsung beberapa jam lalu akan muncul
kembali pada hari ke 3 hingga 6 dan berupa bercak di lengan dan kaki lalu di seluruh tubuh.3
Pada DBD, dapat terjadi gejala pendarahan pada hari ke 3 hingga 5 berupa ptekiae, purpura,
ekimosis, hemotemesis, melena dan epistaksis. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri
tekan yang tak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada Sindrom Syok Dengue (SSD), gejala
renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang terutama
tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta penurunan tekanan darah. Renjatan
biasanya terjadi pada waktu demam atau saat sengan turun antara hari ke3 dan hari ke 7
penyakit.3
Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah
tepi untuk melihat adanya limfositis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.3
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya
antibody spesifik terhadap dengue berupa antobodi total IgM maupun IgG lebih banyak.3
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositis raltif
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah
total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke-3 sampai ke-8.
3. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit
≥ 20% dari hematokrit awal umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5
![Page 6: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/6.jpg)
5. Protein / albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
6. Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) / Serum Glutamic Piruvic
Transaminase (SGPT) dapat meningkat.
7. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
8. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
9. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke-3 sampai ke-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
10. Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan,
iji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
11. NS 1: antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai ke-8.
Sensitivitas antigen NSI berkisar 63% - 93,4% dengan spesifitas 100% sama tingginya
dengan spesifisitas gold strandard kultur virus. Hasil negative antigen NS 1 tidak
menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi plura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.3
D. Gejala Klinik / Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asitomatik, atau dapat berubah
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(SSD).4
Pada umumnya pasiem mengalami demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk menjadi renjatan tidak mendapat pengobatan adekuat.3
6
![Page 7: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/7.jpg)
Demam Dengue (DD). Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinik sebagai berikut:
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro-orbital
3. Mialgia / artalgia
4. Ruam kulit
5. Manifestasi perdarahan (petechiae atau uji bending positif).
Pada pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD / DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.3
Penatalaksaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara
bermakna.4
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana dengan Divisi
Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada
pasien dewasa berdasarkan kriteria.4 :
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.
Praktis dalam pelaksanaannya.
Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :
1. Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
7
![Page 8: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/8.jpg)
2. Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%
4. Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
5. Protokol 5
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa
Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan
juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. 4
Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila.4 :
a. Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 – 150.000 pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24
jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam)
atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalansi Gawat Darurat.
b. Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.
c. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok maka
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut
ini.4 :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :
a. Bila Hb, Ht meningkat 10 – 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan
tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan tiap 12 jam.
8
![Page 9: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/9.jpg)
b. Bila HB, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%
Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan
infus cairan kristaloid sebanyak 6 – 7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3 – 4
jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda
hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat
maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan
pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24 - 48 jam
kemudian.4
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 – 7ml/kgBB/jam tadi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan
darah menurun , 20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah
cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali
dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5
ml/kgBb/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus
dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi
memburuk dan didapatkan tanda – tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan
protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.4
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan
hidung / epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan
saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan
jumlah perdarahan sebanyak 4 – 5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan
tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan
9
![Page 10: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/10.jpg)
kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostase harus segera dilakukan dan
pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulangi setiap 4 – 6 jam.4
Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan
tanda-tanda koagulasi intravaskulat diseminata (KID). Transfusi komponen darah
diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10
g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan
dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.4
Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa
Bila kita berhadapan dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama
yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian
sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa
renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan
pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya
kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang
tidak adekuat.4,5
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 – 4 liter/menit. Pemeriksaan-
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),
hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan
kreatinin.4,5
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 – 20 ml/kgBB dan
dievaluasi setelah 15 – 30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan
darah sistolik 100 mHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari
100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat
disertai diuresis 0,5 – 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam.
Bila dalam waktu 60 – 120 menit kemudian tetap stabil pemberian cairan menjadi 5
ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 – 120 menit kemudian keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24 - 48 jam setelah renjatan teratasi
10
![Page 11: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/11.jpg)
tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan
perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang mengalami
ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus
diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).4,5
Prognosis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak
dideteksi lebih dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring
trombosit dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit
<100.000/ul dan hematokrit meningkat waspadai DSS.4
Work Diagnosis Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang tertera pada skenario seperti
demam tinggi dan turun, pegal-pegal, perasaan mual yang dialami pasien, mimisan(epistaksis)
dan timbulnya bintik kemerahan pada kedua lengan bawah (petekie). Kemudian pada
pemerikasaan fisik suhu 380c, nadi 98x/menit, tekanan darah 120/80mmhg dan laboratorium
didapatkan Hb 16gr/ul, Ht 60%, leukopeni, dan trombosit: 90.000/ul. Dengan gejala seperti
disebutkan, kemudian kita akan melakukan pendekatan diagnostik dengan mencari penyakit
yang memiliki gejala serupa, yaitu demam berdarah dengue.
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) dengue haemorrhagic fever
(DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan menifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada (peningkatan hematocrit) atau penumpukan
cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.6
Etiologi
11
![Page 12: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/12.jpg)
DF dan DBD disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus,
keluarga flavividae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x160
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat serotype silang antara
serotype dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, Japanese encephalitis dan west nile
virus.
Dalam laboraturium virus dengue dapat bereplikasi dengan hewan mamalia seperti tikus,
kelinnci, anjing, kelalawar dan primate. Survey epidemologi pada ternak didapatkan anti bodi
terhadap virus dengue hewan kuda, sapid dan babi. Penelitian pada atropoda menunjukan virus
dengue dapat bereplikasi pada nyamuk aedes (stegnomyia) dan Toxorhynchites.6
Epidemologi
DBD berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989-1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.6
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus aedes (terutama A.aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih(bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya).6
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan trannsmisi biakan virus dengue yaitu; 1). Vector: perkembang biakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di lingkungan transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain
2). Pejamu: terdpatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin
3). Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk
Patogenesis
12
![Page 13: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/13.jpg)
Pathogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat inimasih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya DBD dan sindrom renjatan dengue.6
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah:
a. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam peroses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi anti bodi. Anti bodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE)
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4 IL-5, IL-6 dan IL-10
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibody. Namun peroses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan peroses sitokin oleh makrofag
d. Selain itu aktivitas komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infections yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re- infeksi menyebabkan reaksi amnestic anti bodi sehingga mengakibatkan konsentrasi imun yang tinggi.6
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat halstead dan peneelitian lain menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadi infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktifasi T- helper dan Tsitoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL-1 PAF (platelet activating factor) IL—6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus antibody yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.6
Derajat Penyakit DBD(WHO, 1997).6
- Derajat I (ringan) terdapat demam mendadak selama 2-7 hari, Demam disertai gejala tidak
khas dan satu – satunya manifestasi ialah uji tourniquet positif.
- Derajat II (sedang) Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lain.
13
![Page 14: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/14.jpg)
- Derajat III Didapatkan kegagalan sirekulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan mulut, kulit
dingin atau lembab dan penderita tampak gelisah.
- Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.1
Dari gejala yang ada maka dari derajat penyakit DBD pasien tersebut didiagnosis Demam
Berdarah Dengue derajat II.
Diagnosis BandingDiagnosis banding perlu dipertimbangkan bila terdapat kesesuaian klinis atau gejala DBD
dengan penyakit lain, seperti leptospirosis, demam tifoid, dan malaria
a. Demam Tifoid, termasuk penyakit yang mudah menular dan dapat menjadi wabah.
Patogenesis demam tifoid dimulai sejak masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan
Salmonella parathypi (S. parathypi) kedalam tubuh manusia melalui makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman ini akan dimusnahkan dalam lambung, tetapi kuman
yang lolos masuk kedalam usus akan dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke
kelejar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman akan masuk
dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh, terutama hati dan limpa. Gejala
klinis : masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala yang ditimbulkan
pada minggu pertama umumnya adalah demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik akan didapatkan suhu badan yang meningkat. Sifat
demam adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam
minggu kedua demam tifoid akan menunjukkan gejala yang lebih signifikan, yaitu demam,
bradikardia relatif (merupakan peningkatan suhu 1 C tidak diikuti peningkatan denyut nadi⁰
8x/menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor),
hepatosplenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,
delirium, atau psikosis.3
b. Malaria, merupakan penyakit infeksi parasit yang dapat bersifat akut maupun kronis,
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual didalam darah, ditandai dengan gejala klinis seperti panas,
14
![Page 15: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/15.jpg)
anemia, dan splenomegali. Gejala klinis : masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya
serangan demam pertama yang terdiri dari tiga stadium atau disebut juga Trias Malaria, yaitu
stadium frigoris (menggigil, 15-60 menit), stadium akme (puncak demam dengan ciri muka
penderita kemerahan dan nadi cepat, panas badan akan tetap selama beberapa jam), dan
stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun). Hipertrofi dan hiperplasia sistem
retikuloendotelial akan menyebabkan limpa membesar, dimana sel makrofag akan bertambah
dan darah terdapat monositosis. Splenomegali akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi
akut, selain saat dipalpasi limpa terasa bengkak, pasien juga akan mengeluh nyeri. Anemia
yang terjadi pada malaria disebabkan karena eritosit yang diserang pada saat sporulasi dan
derajat fagositosis RES yang meningkat, sehingga banyak eritrosit yang akan lisis.3
c. chikunguya, mempunyai gejala adalah demam tinggi, sakit perut, mual, muntah, sakit kepala,
nyeri sendi dan otot, serta bintik –bintik merah terutama di badan dan tangan, meski
gejalanya mirip dengan DBD. Pada chikunguya tidak terjadi pendarahan hebat, renjatan
(shyok) maupun kematian. Masa inkubasinya dua sampai empat hari, sementara
manifestasinya tiga sampai sepuluh hari.4
Komplikasi
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit DBD dapat menimbulkan komplikasi pada mata, otak dan buah zakar juga, pada
mata, dapat terjadi kelumpuhan syaraf bola mata, sehingga mungkin nantinya akan terjadi
kejulingan atau bisa juga terjadi peradangan pada tirai mata (iris). Peradangan pada otak bisa
menyisakan kelumpuhan atau gangguan saraf lainnya. Namun, semua itu jika pun sampai
terjadi, sifatnya hanya sementara waktu saja dan dalam beberapa hari akan kembali normal.7
Komplikasi yang lain juga bisa terjadi sepsis, pneumonia, infeksi akut dan bisa juga terjadi gagal
jantung atau pernapasan yang mungkin dianggap keliru dengan syok.6
Kesimpulan
15
![Page 16: blok 12](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022081806/563db7fc550346aa9a8f79c3/html5/thumbnails/16.jpg)
Dari penjelasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kasus yang ada pada scenario tersebut pasien tersebut menderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dimana tanda – tandanya panasnya dating secara tiba – tiba dan tanda – tanda yang lebih meyakinkan dari pada diagnose bandingnya adalah adanya pendarahan yang berlebih pada penyakit DBD sama seperti scenario pasien tersebut mengalami mimisan.
Daftar Pustaka
1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta:EGC;2010. p.181-3
2. Sudyo AW dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed ke 5(jilid1).Jakarta: Interna Publishing;2009.p.21-32
3. Sudyo AW dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Ed ke 5 (jilid 3).Jakarta:Interna Publishing;2009.p.2767,2773-9,2797-8,2813-7
4. World Healt Organization. Demam berdarah dengue: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian. Jakarta:EGC;2001.p.101-6
5. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue: Panduan Lengkap. Jakarta:EGC;2005.p.41-5
6. Satiati S, Alwi I, Aru W, Sudoyo, Simadibrata M, Setyohadi B dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Ed ke 6. Jakarta:Interna Publishing;2014.p.539-48
16