blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/.../2012/07/laporan-akhir-tekben-hpt.docx · web viewmalang 2012 daftar...
TRANSCRIPT
PREFERENSI Sitophillus oryzae TERHADAP BEBERAPA JENIS BERAS
SERTA EVALUASI KESEHATAN BENIH JAGUNG DAN KEDELAI
TERHADAP PATOGEN BENIH
Disusun Oleh :
IKA DYAH SARASWATI
105040200111041
A
DITA PAHLEVI
KAMIS, 13.00 LAB NEMATODA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MALANG
2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................
1.2 Tujuan .....................................................................................................
1.3 Manfaaat...................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hama Pasca Panen
2.1.1 Sejarah Infestasi Serangga Pasca Panen................................
2.1.2 Klasifikasi S.oryzae................................................................
2.1.3 Morfologi S.oryzae................................................................
2.1.4 Biologi Sitophillus oryzae......................................................
2.1.5 Penjelas mengenai beberapa jenis beras yang digunakan......
2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi serangga
terhadap inang........................................................................
2.1.7 Metode penyimpanan yang tepat saat pasca panen................
2.2 Patogen Benih
2.2.1 Sumber Infestasi Patogen Benih ...........................................
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Evaluasi Kesehatan Benih....................
2.2.3 Metode Evaluasi Kesehatan Benih.........................................
2.2.4 Benih Jagung ( Klasifikasi, Fisiologi dan morfologi) ...........
2.2.5 Benih Kedelai (Klasifikasi, Fisiologi dan morfologi) ...........
2.2.6 Patogen penting pada benih jagung........................................
2.2.7 Patogen penting pada benih kedelai.......................................
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Metode Pelaksanaan................................................................................
3.2 Alat, Bahan dan Fungsi...........................................................................
3.3 Cara Kerja...............................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hama Pasca Panen............................................................................
4.2 Patogen Benih...................................................................................
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan........................................................................................
5.2 Saran Praktikum................................................................................
5.3 Kesan Praktikum...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
LAMPIRAN...............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Beras Pandanwangi................................................................................
Gambar 1.2 Beras IR 64.............................................................................................
Gambar 1.3 Beras Raskin...........................................................................................
Gambar 1.4 Benih Jagung..........................................................................................
Gambar 1.5 Benih Kedelai.........................................................................................
Gambar 1.6 Penyakit Aspergillus spp., .....................................................................
Gambar 1.7 Penyakit Fusarium spp, .........................................................................
Gambar 1.8 Penyakit Penicillium Spp.......................................................................
Gambar 1.9 Penyakit Busuk Biji Phomopsis (Phomosis Seed Decay)......................
Gambar 1.10 Penyakit Penyakit Target Spot (Corynespora cassiicola)....................
Gambar 1.11 Penyakit Bercak Biji Ungu (Cercospora kikuchii)..............................
Gambar 1.12 Penyakit Penyakit Antraknose (Colletotrichum dematium var
truncatum dan C. destructivum)...................................................................
Gambar 1.13 Penyakit Busuk Polong (Rhizoctonia solani).......................................
Gambar 2.1 Langkah Kerja Preferensi Hama Gudang...............................................
Gambar 2.2 Langkah Kerja Pengujian Kesehatan Benih...........................................
Gambar 2.3 Langkah Kerja Pengamatan Patogen Benih...........................................
Gambar 3.1 Dokumentasi Pengamatan Kerusakan Beras..........................................
Gambar 3.2 Dokumentasi Penyakit Benih Jagung Makroskopis...............................
Gambar 3.2 Dokumentasi Penyakit Benih Kedelai Makroskopis..............................
Gambar 3.3 Dokumentasi Penyakit Benih Jagung Mikroskopis..............................
Gambar 3.3 Dokumentasi Penyakit Benih Kedelai Mikroskopis..............................
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pengamatan Kerusakan Beras....................................................................
Tabel 1.2 Pengamatan Preferensi Hama....................................................................
Tabel 1.3 Pengamatan Patogen Benih........................................................................
Tabel 1.5 Perbandinga Patogen Kedelai ...................................................................
Tabel 1.4 Perbandinga Patogen Jagung.....................................................................
Tabel 3.1 Lampiran Dokumentasi Preferensi Hama Gudang....................................
Tabel 3.2 Lampiran Dokumentasi Makroskopis Patogen Pada Benih.......................
Tabel 3.3 Lampiran Dokumentasi Mikroskopis Patogen Pada Benih.......................
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan “Laporan Akhir Praktikum Teknologi Benih Aspek HPT” tepat pada waktunya. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Akhir Praktikum Teknologi Benih Aspek HPT.
Isi laporan ini berdasar pada format laporan yang ada dan mencakup semua hasil pengamatan selama praktikum Teknologi Benih HPT meliputi Hama Gudang dan Uji Kesehatan Benih dengan pembahasan dan perbandingan dengan literatur yang menjadi dasar penerimaan atau pembantahan hasil praktikum.
Pepatah mengatakan bahwa “Tada Gading yang Tak Retak”. Oleh karena itu, penulis menyadari bahwa laporan ini masih ada kekurangan, baik dari penulisannya maupun dari isinya. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan agar penulisan laporan selanjutnya dapat lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Malang, 22 Mei 2012
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa benih adalah awal mula dari kehidupan,
termasuk dalam pertanian, benih menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan
karena benih yang sehat merupakan salah satu indikasi bahwa benih tersebut akan
menjadi tanaman yang tumbuh dan berkembang dengan baik. Syarat benih yang
baik dapat dilihat dair kondisi fisik, fisiologis, genetik dan biologi.
Ditinjau dari segi fisik apabila selama masa simpan benih tersebut
terserang hama gudang yang menyebabkan bagian-bagiannya tidak utuh lagi dapat
diduga bahwa cadangan makanan akan berkurang dan dapat dimungkinkan terjadi
kerusakan bagian-bagian lain termasuk pada embrio. Apabila embrio rusak secara
otomatis benih tidak akan tumbuh, begitu pula apabila terjadi kerusakan cadangan
makanan sehingga embrio tidak memiliki cukup energi untuk berkecambah.
Ditinjau dari segi fisiologis, maka ini termasuk pada kerusakan tidak
langsung yang menyebabkan gangguan pada sistem metabolismenya sehingga
benih tidak akan tumbuh. Semua ini dapat disebabkan karena serangan hama
gudang.
Ditinjau dari segi biologi artinya benih harus bebas dari penyakit benih.
Penyakit yang disebabkan karena patogen yang terbawa pada benih ataupun
patogen yang berasal dari infestasi tempat penyimpanan benih selama periode
simpan.
Untuk menanggapi tentang kondisi ini maka perlu adanya penanganan
serius pada proses penyimpanan benih sehingg tidak terjadi serangan hama
penyakit benih dan benih dapat dipertahankan dalam kondisi yang baik
berdasarkan syarat-syarat tersebut di atas. Oleh karena itu, perlu adanya
pemahaman pada setiap orang yang berhubungan dengan pengelolaan benih agar
dapat melakukan pengelolaan benih secara tepat dan menghindari kerugian secara
kualitatif maupun kuantitatif.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh mutu beras terhadap infestasi dan preferensi
hama Sitophillus oryzae dan ntuk mengetahui keberadaan patogen pada benih
jagung dan kedelai sebagai salah satu cara evaluasi kesehatan benih
1.3 Manfaat
Dapat mengetahui pengaruh mutu beras terhadap infestasi dan preferensi hama
Sitophillus oryzae dan apat mengetahui keberadaan patogen pada benih jagung
dan kedelai sebagai salah satu cara evaluasi kesehatan benih
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hama Pasca Panen
2.1.1 Sejarah Infestasi Serangga Pasca Panen
Sebagaimana yang ditulis oleh Tran (1999) dalam Ebeling (2002)
serangga hama gudang berukuran kecil, sehingga celah atau retakan kecil pada
dinding, lantai, kusen, dan alat penyimpanan dapat dimanfaatkannya untuk
tempat berlindung, selain itu ukurannya yang kecil semakin menyulitkan bagi
kita untuk memantau kehadiran hama ini.
2.1.2 Klasifikasi Shitophillus oryzae
Kingdom :Animalia,
Filum : Arthropoda,
Kelas : Insecta,
Ordo : Coleoptera,
Famili : Curculionidae,
Genus : Sitophilus,
Spesies : Sitophilus oryzae (Anonymous, 2012)
2.1.3 Morfologi Sitophillus oryzae
Kumbang muda dan dewasa berwarna cokelat agak kemerahan,
setelah tua warnanya berubah menjadi hitam. Terdapat 4 bercak
berwarna kuningagak kemerahan pada sayap bagian depan, 2 bercak
pada sayap sebelah kiri, dan 2 bercak pada sayap sebelah kanan.
Panjang tubuh kumbang dewasa ± 3,5-5 mm, tergantung dari tempat
hidup larvanya. Apabila kumbang hidup pada jagung, ukuran rata-rata ±
4,5 mm, sedang pada beras hanya ± 3,5 mm. larva kumbang tidak
berkaki, berwarna putih atau jernih dan ketika bergerak akan
membentuk dirinya dalam keadaan agak membulat. Pupa kumbang ini
tampak seperti kumbang dewasa (Naynienay, 2008).
Kumbang betina dapat mencapai umur 3-5 bulan dan dapat
menghasilkan telur sampai 300-400 butir. Telur diletakkan pada tiap
butir beras yang telah dilubangi terlebih dahulu. Lubang gerekan
biasanya dibut sedalam 1 mm dan telur yang dimasukkan ke dalam
lubang tersebut dengan bantuan moncongnya adalah telur yang
berbentuk lonjong. Stadia telur berlangsung selama ± 7 hari. Larva yng
telah menetas akan langsung menggerek butiran beras yang menjadi
tempat hidupnya. Selama beberap waktu, larva akan tetap berada di
lubang gerekan, demikian pula imagonya juga akan berada di dalam
lubang selama ± 5 hari. Siklus hidup hama ini sekitar 28-90 hari, tetapi
umumnya selama ± 31 hari. Panjang pendeknya siklus hidup ham ini
tergantung pada temperatur ruang simpan, kelembapan di ruang
simpan, dan jenis produk yang diserang (Naynienay, 2008).
Sitophilus oryzae dikenal sebagai bubuk beras (rice weevil).
Hama ini bersifat kosmopolit atau tersebar luas di berbagai tempat di
dunia. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini termasuk berat,
bahkan sering dianggap sebagai hama paling merugikan produk
pepadian. Hama (Sitophilus oryzae) bersifat polifag, selain merusak
butiranberas, juga merusak simpanan jagung, padi, kacang tanah,
gaplek, kopra, dan butiran lainnya. Akibat dari serangan hama ini, butir
beras menjadi berlubang kecil-kecil, tetapi karena ada beberapa lubang
pada satu butir, akan menjadikan butiran beras yang terserang menjadi
mudah pecah dan remuk seperti tepung. Kualitas beras akan rusak sama
sekali akibat serangan hama ini yang bercampur dengan air liur hama.
2.1.4 Biologi Sitophillus oryzae
S.oryzae mengalami metamorfosis sempurna dengan
perkembangan telur hingga imago selama 35 hari di daerah tropis, dan
110 hari di daerah beriklim dingin. Lingkungan paling sesuai bagi
perkembangan gama ini adalah pada suhu 25-27o C dan kelembaban
udara 70%. Rata-rata masa hindup imago 4-5 bulan, tetapi beberapa
individu mampu hidup hingga satu tahun.
Betina bertelur selama hidupnya dengan fekunditas total 300-
400 butir, tetapi hanya ± 150 telur yang diletakkan dengan pucuk
oviposisi pada kualitas beras dan suhu lingkungan penyimpanan. Imago
betina membuat lubang kecil pada permukaan beras. Bertelur di lubang
tersebut, dan menutupnya kembali dengan semacam zat lilin (eggplug)
yang dikeluarkan dari mulutnya.
Telur menetas 3-6 hari, larva tidak bertungkai (apoda), dan
melalui empat instar selama ±25 hari dan sebelumnya menjadi pupa.
Pada suhu 18oC, stadia larva berlangsung ±98 hari. Setelah tujuh hari
sebagai pupa, imago muncul dan hanya menyisakan selaput kulit luar
beras. Apabila menyerang gabah, imago keluar dengan membuat lubang
pada sekam (USDA (1986) dalam Tran (1999).
2.1.5 Penjelas mengenai beberapa jenis beras yang digunakan
a. Pandan Wangi
Padi Pandan Wangi adalah Padi varietas lokal
Cianjur yang hanya tumbuh baik dan mengasilkan
kualitas produksi dengan sifat khasnya yaitu aroma,
rasa, warna serta bentukya yang tidak dimiliki oleh
varietas padi lainnya(Dinas Pertanian Provinsi Jawa
Barat). (Gambar 1.1)
Ciri -ciri : Beras berbentuk gemuk agak bulat, rasanya pulen,
baunya wangi dan biasanya untuk proses masak tidak mau banyak air.
Sangat cocok dimakan dengan lalapan/kulupan dengan sambal (tanpa
kuah)
Kandungan : Beras ini selain mengandung karbohidrat juga
vitamin dan mineral. Biasanya sangat cocok dipakai untuk nasi kuning
karena dari baunya yang khas. Jika perlakuan penggilingan hanya
sampai pada pecah kulit maka kandungan vitamin B1-nya sangat tinggi
sehingga bisa digunakan untuk terapi gejala sakit beri-beri, sembelit,
dan memperbaiki system pencernaan. (diambil dari berbagai sumber),
(Manajemen Usaha Tani Organik Seloliman).
b. IR 64
Beras IR 64 atau Setra Ramos adalah beras yang
paling banyak beredar di pasaran, karena harganya yang
terjangkau dan relatif cocok dengan selera masyarakat
perkotaan. Normalnya beras jenis ini pulen jika dimasak menjadi nasi,
namun jika telah berumur terlalu lama (lebih dari 3 bulan) maka beras
ini menjadi sedikit pera, dan mudah basi ketika menjadi nasi. (Gambar
1.2)
Beras ini memiliki ciri fisik agak panjang / lonjong, tidak bulat.
Beras ini tidak mengeluarkan aroma wangi seperti pandan wangi,
namun seringkali pabrik / pedagang beras menambahkan zat kimia
pemutih, pelicin dan pewangi pada beras ini. Maka berhati-hatilah jika
menemui beras dengan bentuk lonjong, namun mengeluarkan aroma
wangi, bisa jadi beras tersebut telah ditambahkan pewangi kimia.
c. Raskin
Beras raskin yang disalurkan oleh bulog adalah
beras raskin dengan standard SNI IV dengan ciri-
ciri butir patah maks 20%, menir maks 2% kadar
air maksimal 14 %. (Gambar 1.3).
2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi serangga terhadap
inang
a. Peranan Faktor Makanan
Pada hama-hama tanaman pangan, dan produk pertanian
dalam penyimpanan, makanan sangat diperlukan untuk menopang
tingkat hidup yang aktif, terutama pada proses peneluran dan
stadium larva. Stadium imago porsinya menjadi kecil karena
periode kehidupannya menjadi relatif pendek apabila hama-hama
tersebut telah meletakkan telur. Kesesuaian makanan erat kaitannya
dengan dinamika serangga memilih sumber makanan yang cocok
untuk pertumbuhan populasinya atau dalam proses
perkembangbiakan keturunannya (Yayuk et.al., 1990).
Fenomena tersebut memberikan indikasi bahwa kualitas
makanan suatu bahan mempunyai arti yang penting dalam
kaitannya dengan percepatan perkembangbiakan serangga yang
pada akhirnya berpengaruh pada tingkatan serangan yang
dilakukannya (kualitas dan kuantitas serangan).
b. Kualitas Makanan
Kualitas makanan sangat berpengaruh terhadap
perkembangbiakan serangga hama. Pada kondisi makanan yang
baik dengan jumlah yang cukup dan cocok bagi sistem
pencernaan serangga hama akan menunjang perkembangan
populasi, sebaliknya makanan yang berlimpah dengan gizi jelek
dan tidak cocok akan menekan perkembangan populasi serangga
(Andrewartha dan Birch, 1954).
Ketidakcocokan faktor makanan dapat ditimbulkan oleh
hal-hal sebagai berikut a) kurangnya kandungan unsur yang
diperlukan serangga, b) rendahnya kadar air bahan, c) permukaan
terlalu keras, bentuk material bahan yang kurang disenangi,
misalnya beras lebih disenangi dari pada gabah.
c. Kadar Air Bahan
Kondisi kadar air bahan produk pertanian sangat
berpengaruh pada intensitas kerusakan yang sangat mudah. Hasil
penelitian Kalshoven (1981) disimpulkan bahwa perkembangan
populasi kumbang bubuk sangat cepat jika kadar air bahan
simpan lebih dari 15%, sebaliknya bila kadar air bahan diturunkan
maka mortalitas serangga besar sehingga perkembangan populasi
terhambat.
d. Peranan Faktor Iklim
Perkembangbiakan hama umumnya sangat bergantung pada
kondisi iklim mikro (iklim sekitar). Pada kasus hama gudang,
yang dimaksud iklim mikro adalah kondisi iklim ruang simpan.
Unsur-unsur iklim yang sangat berpengaruh pada hama gudang
adalah temperatur, kelembaban, kadar air bahan, cahaya dan
aerasi (Husain, 1982; Cho et.al., 1988).
Temperatur. Hama kumbang bubuk Sitophilus sp
memerlukan temperatur optimum antara 250C – 300C untuk
perkembangan. Temperatur sangat berpengaruh dalam siklus
hidup dari fase telur sampai dewasa.
Kelembaban. Seperti halnya temperatur serangga hama
Sitophilus sp memerlukan kondisi lembab optimum untuk
menopang perkembangbiakannya. Kelembaban optimum untuk
serangga hama Sitophilus sp adalah sekitar 75%.
Intensitas Cahaya. Cahaya pada kondisi gelap dan terang
sangat berpengaruh terhadap tingkah laku serangga dalam
memilih makanan, dan reproduksi (kopulasi dan peneluran)
(Weston and Hoffman, 1991; Weston and Hoffman, 1992).
Peredaran Udara. Faktor peredaran udara dalam ruangan
penyimpanan sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
kadar air bahan. Udara yang rendah dengan aerasi yang kurang
akan mendukung perkembangan serangga hama dan
meningkatkan kadar air bahan yang berakibat lunaknya kulit dari
biji bahan yang disimpan. Dengan demikian serangga hama
khususnya Sitophilus sp akan mudah menggerek bahan simpan
yang kadar airnya tinggi (Mas`ud et al., 1997; Kalshoven, 1981).
e. Faktor Musuh Alami
Seperti halnya tanaman lain, hama produksi pertanian
dalam penyimpanan juga mempunyai faktor musuh alami yang
terdiri atas predator, parasit dan patogen. Secara teoritis dapat
dikatakan bahwa apabila keseimbangan antara serangga hama dan
musuh alamii sepadan, maka tidak akan terjadi peletupan. Pada
kasus hama gudang teori ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan
acuan mengingat infestasi bahan simpan biasanya paling banyak
terjadi pada stadium larva yang mana akan sulit bagi serangga
predator untuk melakukan searching terhadap serangga target.
2.1.7 Metode penyimpanan yang tepat saat pasca panen
Menurut Andales (1998) bahwa prinsip dasar pengendalian hama
gudang meliputi penanganan dan pengolahan hasil panen, pengelolaan dan
sanitasi gudang, menipulasi lingkungan fisik, pemantauan hama, peningkatan
keterampilan dan kemampuan operasional pengelola gudang.
Untuk penanganan terhadap serangan hama dapat diatasi dengan cara
sebagai berikut :
- Penyimpanan padi dengan menggunakan superbag, menurut Rickman
dan Gummert (2005) superbag atau kantung semar memiliki keunggulan
diantaranya:
o Memperpanjang masa simpan padi
o Mencegah serangan hama gudang
o Ramah lingkungan
o Proporsi beras kepala 10% lebih tinggi
- Pada gudang penyimpanan di penggilingan dilakukan pembersihan
gudang dan peralatan penyimapanan, seleksi gabang yang akan disimpan,
dan penggunaan kemasan yang bersih dan tidak terinfestasi hama
gudang, jika ada gabah yang terserang sebaiknya segera untuk
disungkirkan.
- Sanitasi dilakukan terhadap bangunan, kemasan penyimpanan, dinding,
lantai, peralatan, dan lingkuangan sekitar gudang.
- Pengendalian secara fisik mekanik dengan cara:
o Pemilihan gabah dan beras yang akan disimpan secara
seksama
o Pemasangan penghalang fisik, terutama pada bagian gudang
yang biasanya digunakan sebagai pintu masuk
o Pengeriangan gabah hingga kadar air yang aman untuk
disimpan
o Pengaturan suhu dan kelembaban udara ruang penyimpanan,
aerasi yang baik dapat mencegah peningkatan suhu dan
kelembaban ruangan penyimpanan, sehingga tingkat
kerusakan akan menurun
o Penyimpanan gabah dalam ruangan hampa udara dengan
cara menggunakan gas N dan CO2 untuk menghalangi
serangga mendapat O2.
2.2 Patogen Benih
2.2.1 Sumber Infestasi Patogen Benih
Menurut Pakki (2005), pada tanaman jagung, tongkol dan biji jagung
adalah tergolong rentan terhadap penyakit, terutama penyakit busuk tongkol
dan biji. Penyakit bawaan benih banyak ditemukan pada daerah-daerah yang
lembab, terutama bila hujan di atas normal pada saat tanaman jagung mulai
berbunga sampai pada saat panen. Tongkol dan biji biasanya terinfeksi lebih
dini di pertanaman, selanjutnya biji terinfeksi dapat menjadi sumber inokulum
infeksi di tempat penyimpanan. Hal lain penyebab utama patogen bawaan
benih adalah bila penanganan pasca panen kurang baik maka gangguan
penyakit akan berlanjut sampai ditempat penyimpanan.
Sedangkan melalui bukunya, Baker (1972) menyampaikan patogen-
patogen yang lewat benih dapat berada pada benih melalui beberapa cara,
yaitu:
a. Patogen yang terikut bebas pada benih tanaman inang tetapi tidak
melakukan serangan :
b. Patogen yang ikut secara pasif di permuukaan benih tanaman inang
c. Patogen yang masuk ke dalam jaringan benih
Menurut Sutopo (1995), infestasi patogen yaitu sebagai berikut:
a. Infeksi patogen benih yang terbawa oleh tanaman
- Patogen yang ikut secara bebas
- Patogen yang ikut secara pasif
- Patogen yang menyebar ddari benih ke benih
- Infeksi melalui sistem vasikular tanaman
- Patogen menetrasi melalui putik atau bakal buah
- Patogen yang aktif langsung menetrasi pada benih
b. Infeksi pada benih oleh patogen yang terbawa tanaman
- Struktur patogen berkembang untuk menginfeksi benih
- Membentuk badan buah untuk menginfeksinya dan membentuk
spora
- Patogen yang terbawa angin dari sisa tanaman yang menginfeksi
tanaman yang saling berdekatan
- Penyebaran dari benih ke seluruh tanaman ketika berkecambah
sehingga tidak akan tumbuh dengan baik
c. Pemindahan patogen dari satu benih ke benih lainnya
d. Penyebaran dan menetapnya patogen di lapangan
- Keadaan lingkungan
- Vektor perantara penyebaran penyakit
- Tempat penyimpanan benih yang ditinggali patogen
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Evaluasi Kesehatan Benih
Pengujian kesehatan benih adalah melihat kesehatan benih secara
seksama, apakah benih tersebut mengandung patogen yang menyebabkan benih
terjadi penyimpangan atau perubahan dari keadaan normal yang menyebabkan
benih tersebut tidak bisa melakukan fungsinya secara normal sebagai bahan
perbanyakan tanaman.
Benih bermutu dengan kualitas yang tinggi selalu diharapkan oleh
petani. Oleh karena itu, benih harus selalu dijaga kualitasnya sejak diproduksi
oleh produsen benih, dipasarkan hingga sampai di tangan petani untuk proses
penanaman. Untuk menjaga kualitas benih tersebut, maka peranan pengujian
benih menjadi sangat penting dan harus dilakukan terhadap benih baik
ditingkat produsen benih, pedagang benih maupun pada tingkat petani.
Menurut Sutopo (2002) pentingnya uji kesehatan benih dilakukan
adalah karena penyakit pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan
pertumbuhan benih dengan demikian merugikan kualitas dan kuantitas hasil,
benih dapat menjadi pengantar baik hama maupun penyakit ke daerah lain
dimana hama dan penyakit itu tidak ada sebelumnya. Sehingga baik cendawan,
bakteri, virus dan serangga (hama lapang dan gudang) yang semula dari infeksi
yang terbawa oleh benih dapat merusak tanaman, dengan dilakukan uji
kesehatan benih patogen akan terdeteksi dan dapat mengurangi penyakit pada
benih tersebut.
2.2.3 Metode Evaluasi Kesehatan Benih
a. Metode Tanpa Inkubasi
- Metode Pengamatan Secara Visual terhadap Benih Kering
Pengujian ini dilakukan secara cepat untuk mendapatkan
informasi awal tentang penampakan atau status kesehatan benih.
Kekurangan metode ini yaitu hanya mendeteksi cendawan yang
ada di permukaan benih atau tercampur bersama benih serta
kondisi fisik benih.
Metode ini digunakan untuk mendeteksi cendawan yang
menyebabkan gejala khas pada benih misalnya disklorisasi atau
perubahan warna pada kulit benih, perubahan ukuran, dan bentuk
benih.
- Metode Pencucian Benih
Metode pencucian benih terutama dilakukan untuk
mendeteksi cendawan-cendawan yang membentuk struktur di
permukaan benih. Pengujian dapat dilakukan secara cepat dan
mudah, namun pengujian dengan cara ini memiliki keterbatasan
karena cendawan yang berada di dalam jaringan benih tidak dapat
diketahui atau terdeteksi. Hasil pengujian tersebut tidak dapat
menggambarkan tingkat infeksi dan infestasi patogen pada benih.
b. Metode Inkubasi
Prinsip metode ini adalah memberikan kondisi tumbuh yang
optimal bagi patogen terbawa benih, baik yang ada pada permukaan
maupun yang ada di dalam jaringan benih. Dengan cara tersebut maka
patogen terbawa benih, terutama cendawan dapat terdeteksi dengan
mengamati karakteristik pertumbuhan dan struktur cendawan.
c. Metode Media Kertas (Blotter test)
Benih ditumbuhkan pada kertas saring basah yang telah
dicelupkan ke dalam air steril, diinkubasikan selama 7 hari dengan
penyinaran lampu ultraviolet selama 12 jam terang dan 12 jam dalam
kondisi gelap secara bergantian. Benih yang diinkubasi tersebut
diamati di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 50 – 60 kali
untuk melihat pertumbuhan cendawan. Pemeriksaan cendawan dengan
metode ini paling banyak digunakan karena mudah dilaksanakan
dengan biaya relatif murah dan hampir semua jenis cendawan yang
terbawa benih dapat diuji.
d. Metode Media Agar
Dalam metode media agar inokulum terbawa benih dideteksi
berdasarkan karakteristik koloni pada media agar yang berkembang
dari benih. Secara umum prinsipnya sama dengan prinsip dari
pengujian dengan media kertas.
Kelebihan menggunakan media agar, yaitu memberikan
informasi relatif lebih cepat dan cukup menggambarkan status
kesehatan benih dibandingkan dengan metode kertas, karena
ketersediaan nutrisi pada media agar memungkinkan cendawan
tumbuh dan berkembang lebih baik dan lebih cepat sehingga
memudahkan dalam pengamatan. Biasanya cendawan akan
membentuk koloni yang khas pada media agar.
e. Metode Media Pasir
Pengujian ini dapat memberikan informasi yang lebih
mendekati kondisi di lapangan. Metode ini membutuhkan waktu yang
lebih lama ± 2 minggu. Metode ini sesuai untuk patogen terbawa
benih yang membutuhkan waktu inkubasi yang lebih lama. Media
yang digunakan adalah tanah pasir atau batu bata yang sudah
disterilisasi kemudian dibasahi dengan air steril yang cukup hingga
tidak memerlukan penyiraman selama inkubasi. Suhu yang digunakan
umumnya rendah yaitu (10 – 120 C) untuk merangsang tumbuhnya
cendawan.
f. Uji Gejala pada Bibit/Kecambah
Patogen dapat menghasilkan gejala pada bibit / kecambah baik
pada akar, kotiledon, atau hipokotil. Benih yang terinfeksi pada
kondisi yang terinfeksi pada kondisi yang menguntungkan dapat
menghasilkan gejala pada bibit sama dengan gejala di lapangan,
sehingga metode ini dapat digunakan untuk mendapatkan informasi
yang mewakili penampakan di lapangan.
Sejumlah cendawan terbawa benih sering menghasilkan gejala
infeksi atau serangan pada kecambah atau bibit tanaman. Gejala
terjadi pada akar, batang, daun atau seluruh bagian kecambah atau
bibit tanaman. Pada berbagai kejadian inokulum cendawan terbawa
benih menyebabkan kematian tanaman atau kecambah (Fahmi, Zaki
Ismail, 2011).
2.2.4 Benih Jagung ( Klasifikasi, Fisiologi dan morfologi)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L. (Anonymous c, 2012)
(Gambar 1.4)
Morfologi Tanaman Jagung :
1. Akar. : Akar jagung adalahdengan kemampuan menembus tanah mencapai
kedalaman 8 m namun pada umumnya hanya akan sampai pada 2 m saja.
Sedangkan pada tanaman yang sudah cukup dewasa akan muncul akar adventif
dari buku-buku batang bawah yang berfungsi untuk menyangga tegaknya
tanaman.
2. Batang : Batang jagung sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti
padi atau gandum. Batang jagung beruas-ruas. Ruas-ruas tersebut terbungkus
pelepah daun yang muncul dari buku-buku. Batang jagung cukup kokoh namun
tidak banyak mengandung lignin.
3. Daun : Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara
pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang
daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stomata pada daun
jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stomata
dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam
respon tanaman menanggapi defisit air pada sel – sel dalam daun.
4. Bunga : Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah atau
disebut dengan diklin yang berada dalam satu tanaman (monoecious). Tiap
kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut
floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae. Bunga jantan
tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence).
Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam
tongkol.
5. Tongkol : Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada
umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif
meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Buah Jagung siap panen Beberapa
varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut
sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan
2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri), (Anonymous f, 2012).
2.2.5 Benih Kedelai (Klasifikasi, Fisiologi dan morfologi)
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus: Glycine
Spesies: Glycine max (L.) Merr. (Anonymous c, 2012).
(Gambar 1.5)
Morfologi Tanaman Kedelai
- Biji
Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung
jaringan endospperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji
kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat
pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapai ada pula
yang bundar atau bulat agak pipih. biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi,
mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13g/100 biji), dan besar (>13
g/100 biji).
Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat,
agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk
bulat telur, Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses
pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji
tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13%.
- Akar
Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar
cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah.
Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat
menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40
cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat
bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman
kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut
berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang
bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung
bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 – 20 hari setelah tanam. Bakteri
bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang
kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3).
- Batang dan Cabang
Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai
dari pangkal akar sampai kotiledon. Hopikotil dan dua keeping kotiledon yang
masih melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian
batang kecambah yang berada diatas kotiledon tersebut dinamakan epikotil.
Kedelai berbatang dengan tinggi 30–100 cm. Batang dapat membentuk 3
sampai 6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang,
atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan
menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah
terbatas (semi-indeterminate).
Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri
pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir
sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun
batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari
bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai
tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas
memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya.
- Bunga
Sebagian besar kedelai mulai berbunga pada umur antara 5-7 minggu.
Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat
jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih
menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak
pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat
menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar
60% bunga rontok sebelum membentuk polong.
Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada
suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak
tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga.
Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama
rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25
bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Periode
berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah
subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia.
- Daun
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu
stadia kotiledon pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji
terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya
terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki
tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-
masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu
halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak
tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun
yang menempel di bagian bawah batang.
- Buah atau Polong
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah
munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong
yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah
dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih
dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji
akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan
bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini
kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning
kecoklatan pada saat masak. (Anonymous g, 2012)
2.2.6 Patogen penting pada benih jagung
a. Aspergillus spp.,
Pada jagung, gejala Aspergillus spp. ditandai cendawan
berwarna hitam, (spesies A. niger) dan berwarna hijau (A. flavus).
Infeksi A. flavus pada daun menimbulkan gejala nekrotik, warna tidak
normal, bercak melebar dan memanjang, mengikuti arah tulang daun.
Bila terinfeksi berat, dan berwarna coklat kekuningan seperti terbakar.
Gejala penularan pada biji dan tongkol jagung ditandai oleh
kumpulan miselia yang menyelimuti biji. Hasil penelitian menunjukkan
adanya miselia berwarna hijau dan beberapa bagian agak coklat
kekuningan. Pada klobot tongkol jagung, warna hitam kecoklatan
umumnya menginfeksi bagian ujung klobot, perbedaan warna sangat
jelas terlihat pada klobot tongkol yang
muda. Bentuk konidia bulat sampai
agak bulat umumnya menggumpal
pada ujung hipa berdiameter 3-6 μm,
sklerotia gelap hitam dan kemerahan, berdiameter 400-700 μm. (Gambar
1.6)
b. Fusarium spp,
Gejala khas patogen ini adalah terdapat kumpulan miselia pada
bagian permukaan batang atau tongkol dan biji
jagung, berwarna keputihan dan terdapat warna
merah jambu. Infeksi pada batang jagung biasanya
menyebabkan pembusukan, invasi ke dalam biji melalui rambut jagung
pada ujung tongkol, selanjutnya menginfeksi biji
pada bagian dalam tongkol, bersifat
symptomless atau dapat ditemukan pada biji
yang tidak bergejala, menginfeksi ke bagian
internal biji jagung, dan dapat ditularkan melalui
biji. (Gambar 1.7)
c. Penicillium Spp.
Patogen Penicillium spp. pada biji jagung
ditemukan berupa gumpalan miselia berwarna
putih menyelimuti biji, diselingi warna kebiru-
biruan. Patogen ini adalah patogen tular benih
yang mempunyai inang utama jagung. Tanaman lain belum dilaporkan
dapat menjadi inangnya, namun dapat menginfeksi tanaman jagung pada
fase prapanen dan pascapanen. Bagian tanaman yang dapat terinfeksi
adalah batang, daun, biji dan telah teridentifikasi 18 spesies. Intensitas
penularan pada biji jagung dapat mencapai lebih dari 50%.
Gejalanya ditandai oleh bercak pada kulit ari biji, bila
menginfeksi tongkol secara optimal
menyebabkan pembusukan. Pengaruh
terhadap kualitas benih adalah penurunan
daya tumbuh. Spesies P. oxalicum
memproduksi oxalid acid dan bersifat toksik terhadap biji. Penicillium
spp. dapat ditularkan melalui biji. Apabila ditanam, biji-biji yang
terinfeksi Penicillium spp. dari lokasi pertanaman dapat menularkan pada
pertanaman selanjutnya. (Gambar 1.7).
2.2.7 Patogen penting pada benih kedelai
a. Busuk Biji Phomopsis (Phomosis Seed Decay) Pada Tanaman
Kedelai
Biji yang terinfeksi Phomopsis spp. Akan
retak dan mengkerut atau keriput, mengecil dan
terdapat bercak yang merupakan tubuh jamur
berwarna coklat keabuan sampai hitam dan biasanya
mempunyai daya kecambah yang rendah. Jika biji digunakna untuk
kepentingan agronomis dapat menghasilkan kemunculan bercak pada
biji. Busuk biji ini seperti halnya penyakit tular benih lainnya, merupakan
hasil dari keterlambatan panen dan kondisi kelembaban selama
perkembangan biji. Serangan Phomopsis spp. banyak terjadi pada lahan-
lahan pertanian yang ditanami dengan kedelai terutama pada saat
pemasakan biji. Jika penen terlambat dan kondisi kelembaban tinggi
terjadi maka kemungkinan infeksi pada biji dapat berlangsung. (Gambar
1.9)
Gejala lain dari serangan Phomopsis spp. khususnya Phomopsis
longicolla adalah biji tampak berwarna putih pucat serta biji yang
terinfeksi tidak dapat berkecambahkarena jamur tersebut merusak
embrio. Tingkat perkecambahan dari biji yang kurang dari 70% tidak
dapat digunakan lagi sebagai benih untuk perbanyakan. Penyebab
penyakit ini membentuk piknidium 120-180 x 135-240 µm dan
mempunyai 2 macam konidium yaitu konidium alfa yang terdiri dari 1
sel, berukuran 4,9-9,8 µm dan konidium beta, memanjang dan ujung
bengkok 20-30 x 0,5-1µm. Pengendalian penyakit ini meliputi
penanaman varietas tahan, sanitasi kebun, pembersihan sisa tanaman
yang telah dipanen dan perlakuan pasca panen
b. Penyakit Target Spot (Corynespora cassiicola)
Target spot merupakan penyakit baru pada kedelai di Indonesia
(Sri Hardaningsih dan van Braver, 1988). C. cassiicola menyerang
seluruh bagian tanaman : akar, batang, daun,.polong, dan biji. Selain itu
patogen mempunyai banyak tanaman inang selain kedelai di antaranya
tanaman penutup tanah, gulma, sayur-sayuran, buah-buahan, kapas,
kacang-kacangan, umbi-umbian, wijen dan tanaman perkebunan
terutama karet sehingga mudah tertular dari tanaman satu ke tanaman
lain (Sinclair dalam Hartman, dkk, 1999).
Penyakit yang dominan pada kacang-kacangan
lain adalah bercak daun yang disebabkan oleh beberapa
jamur dari genera Cercospora. Gejala bercak coklat
kemerahan timbul pada daun, batang, polong, biji,
hipokotil dan akar dengan diameter 10-15 mm. Kadang-
kadang mengalami sonasi, yaitu membentuk lingkaran seperti pada papan
tembak (target). (Gambar 1.10)
c. Bercak Biji Ungu (Cercospora kikuchii)
Gejala pada daun, batang dan polong sulit
dikenali sehingga pada polong yang normal
mungkin bijinya sudah terinfeksi. Gejala awal pada
daun timbul saat pengisian biji dengan kenampakan
warna ungu muda yang selanjutnya menjadi kasar, kaku dan berwarna
ungu kemerahan. Bercak berbentuk menyudut sampai tidak beraturan
dengan ukuran yang beragam dari sebuah titik sebesar jarum sampai 10
mm dan menyatu menjadi bercak yang lebih besar. Gejala mudah diamati
pada biji yang terserang yaitu timbul bercak berwarna ungu. Biji
mengalami diskolorasi dengan warna yang bervariasi dari merah muda
atau ungu pucat sampai ungu tua dan berbentuk titik sampai tidak
beraturan dan membesar. (Gambar 1.11)
d. Penyakit Antraknose (Colletotrichum dematium var truncatum dan C.
destructivum)
Penyakit Antraknose menyerang batang, polong dan tangkai
daun. Akibat serangan adalah perkecambahan biji terganggu, kadang-
kadang bagian-bagian yang terserang tidak menunjukkan gejala. Gejala
hanya timbul bila kondisi menguntungkan perkembangan jamur. Tulang
daun pada permukaan bawah tanaman terserang
biasanya menebal dengan warna kecoklatan. Pada
batang akan timbul bintik-bintik hitam berupa duri-
duri jamur yang menjadi ciri khasnya.
Patogen bertahan dalam bentuk miselium pada residu tanaman
atau pada biji terinfeksi. Miselium menjadi penyebab tanaman terinfeksi
tanpa menimbulkan perkembangan gejala sampai tanaman menjelang
masak. Infeksi batang dan polong terjadi selama fase reproduksi apabila
cuaca lembab dan hangat. (Gambar 1.12)
e. Busuk Polong (Rhizoctonia solani)
Penyakit-penyakit yang disebabkan R.
solani mencakup rebah kecambah, busuk atau hawar
daun, polong dan batang. Pada tanaman yang baru
tumbuh terjadi busuk (hawar) di dekat akar,
kemudian menyebabkan tanaman mati karena rebah. Pada daun, batang
dan polong timbul hawar dengan arah serangan dari bawah ke atas.
Bagian tanaman yang terserang berat akan kering. Pada kondisi yang
sangat lembab timbul miselium yang menyebabkan daun-daun akan
lengket satu sama lain menyerupai sarang laba-laba (web blight), (Pakki,
Syahrir dan A. Haris, 2007). (Gambar 1.13)
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Metode Pelaksanaan
Praktikum :
- Preferensi hama gudang : 3 mei 2012 dengan pengamatan dilakukan
3 kali yaitu tanggal 7 mei 2012, 11 mei 2012 dan 15 mei 2012.
- Pengujian kesehatan Benih : 10 mei 2012
3.2 Alat, Bahan dan Fungsi
Alat Preferensi Hama:
- Cawan petri Meletakkan sementara beras atau hama
- Fial film (3buah) Meletakkan beras sample dan hama yang diamati
- Kain kassa menutup fial film agar tetap ada udara yang masuk
- Karet menutup fial film
- Timbangan menimbang bobot benih yang rusak
- Kuas mengambil atau memisahkan hama
- Kaca pembesar memperjelas hama
- Kamera dokumentasi
Bahan Preferensi Hama :
- Beras sample untuk pengamatan
o Pandan Wangi : 5 gram
o IR 64 : 5 gram
o Raskin : 5 gram
- Hama Sithopillus oryzae sebanyak 3 pasang masing-masing jantan
dan betina untuk satu fial film
Alat Pengujian Kesehatan Benih :
- LAFC tempat untuk induksi benih pada media
- Semprotan menyemprotkan alkohol
- Cawan Petri untuk meletakkan media yang digunakan untuk
menanam
- Pinset untuk alat bantu penanaman
- Bunsen sterilisasi
- Korek api menyalakan api
- Mikroskop cahaya melihat penampilan patogen secara mikroskopis
- Kamera dokumentasi koloni dan patogen secara mikroskopis
Bahan Pengujian Kesehatan Benih :
- Benih jagung dan kedelai @5 butir benih yang diuji
- Media agar media penanaman
- Alkohol 7% untuk sterilisasi alat dan bahan untuk penanaman
- Air untuk memperjelas bagian patogen pada pengamatan
mikroskopis
3.3 Cara Kerja
- Preferensi Hama Gudang
Gambar 2.1 Langkah Kerja Preferensi Hama Gudang
Pada praktikum preferensi hama Sitophillus oryzae dengan menggunakan
3 jenis beras berbeda yaitu pandanwangi, IR 64 dan Raskin. Tujuannya adalah
untuk membandingkan atau mengetahui perbedaan preferensi hama yang
dipengaruhi oleh jenis makanan yang tersedia bagi hama. Menurut literatur bahwa
perkembangan hama dipengaruhi salah satunya adalah faktor makanan, apabila
makanan yang dimakan bergizi maka perkembangan hama akan lebih baik jika
dibandingkan dengan yang makanannya memiliki nilai gizi yang lebih rendah.
Pengamatan dilakukan selama 2 minggu dengan waktu pengamatan 4 hari
sekali. Parameter pengamatan diantaranya adalah berat beras yang rusak dan
jumlah serangga hama. Hal ini dikaitkan dengan kebiasaan makan serangga hama,
apabila makanan sesuai maka beras akan banyak yang mengalami kerusakan dan
hama akan berkembang dengan baik begitu pula sebaliknya.
- Pengujian Kesehatan Benih
o Inisiasi benih
Gambar 2.2 Langkah Kerja Pengujian Kesehatan Benih
Pada pengujian benih sehat digunakan sample benih kedelai dan
benih jagung. Tujuan dari pengujian tidak lain adalah untuk mengetahui
keberadaan suatu patogen di dalam benih yang diuji, hal ini berkaitan
dengan kualitas benih itu sendiri sebagai mutu biologis.
Pertama benih ditanam di dalam media agar yang telah dibuat,
sebelumnya alat-alat penanaman harus disterilisasi, dan penanaman hanya
dilakukan di dalam LAFC untuk menghindari kemungkinan kontaminasi
dari patogen lain di udara. Setelah ditanam, maka diamati selama 2 minggu
dengan waktu pengamatan 4 hari sekali. Pengamatan meliputi munculnya
jamur (jamur berasal dari medium agar atau kontaminan atau patogen benih,
bagian yang diserang jamur, dan warna jamur yang menginfeksi.
o Pengamatan mikroskopis
Gambar 2.3 Langkah Kerja Pengamatan Patogen Benih
Benih yang telah ditanam di dalam media agar secara in vitro, setelah 2
minggu dibuka untuk diambil patogen yang menyerang pada benih. Caranya
adalah dengan mengambil sedikit saja dari kumpulan hifa jamur dengan spatula
dan diletakkan pada preparat. Hal yang harus diperhatikan adalah jangan sampai
terjadi kontaminasi antara jamur yang diamati dengan jamur kontaminan karena
hasil mikroskopis nantinya akan berbeda.
Buka wrapping
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hama Pasca Panen
- Tabel Pengamatan
No. Waktu
Pengamatan
Bobot Benih Rusak
IR 64 Raskin Pandan Wangi
1 7 Mei 2012 0 gram 0 gram 0 gram
2 11 Mei 2012 1,1 gram 1 gram 1,3 gram
3 15 Mei 2012 4,7 gram 4,9 gram 4,6 gram
Tabel 1.1 Kerusakan Beras
Perhitungan Persentase tingkat kerusakan beras
IKB =
Bobot Beras Rusak Pengamatan Ak h ir−Bobot Beras Rusak Pengamatan AwalBobot Total Beras Mula−mula
x100 %
IKB IR 64 = 4,7−0
5x 100 %=0,94
IKB RASKIN = 4,9−0
5x100 %=0,98
IKB Pandan Wangi = 4,6−0
5x 100 %=0,92
- Dokumentasi pengamatan (beras yang rusak dan populasi
serangga/hama, serta dokumentasi pendukung lainnya)
Pengamatan 7 Mei 2012 11 Mei 2012 15 Mei 2012
IR 64
Raskin
Pandan
Wangi
Gambar 3.1 Pengamatan Kerusakan Beras oleh S.oryzae
- Jumlah individu Sitophillus oryzae
Pengamatan 7 Mei 2012 11 Mei 2012 15 Mei 2012
IR 64 2 2 2
Raskin 1 1 1
Pandan Wangi 2 2 2
Tabel 1.2 Preferensi S.oryzae
o Faktor yang mempengaruhi perbedaan tingkat kerusakan
Dari praktikum didapatkan bahwa kerusakan bulir beras berturut-
turut dari yang tertinggi 0,98 Raskin, 0,96 IR 64 dan 0,94 Pandan wangi.Hal
ini tentunya berbanding terbalik dengan adanya pendapat yang
dikemukakan oleh Yayuk (1990) bahwa makanan dan kandungan dalam
makanan sangat mempengaruhi preferensi hama. Sementara itu kita tahu
bahwa beras Pandanwangi dan IR 64 memiliki kualitas yang jauh lebih baik
jika dibandingkan dengan raskin, tetapi justru menunjukkan kondisi yang
berbeda.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor lain
misalkan saja kadar air benih. Pada praktikum memang tidak dilakukan
perhitungan kadar air, tetapi jika mempertimbangkan pendapat Yayuk
(1990) maka dapat dikatakan bahwa kemungkinan besar kadar air pada
raskin lebih tinggi jika dibandingkan dengan pandanwangi dan IR 64. Pada
kondisi kelembaban yang rendah, S.oryzae tidak dapat bertahan sehingga
perkembangannya akan terhambat. Selain itu, kondisi suhu dan musuh alami
tentu sama dari ketiga jenis bahan karena bukan termasuk pada variabel
kontrol sehingga menjadi pengaruh pada keberadaan hama pada beras.
o Preferensi pada 3 kondisi berbeda
Sementara itu, jumlah hama S.oryzae pada beras pandanwangi dan
IR 64 adalah tetap yaitu 2 ekor, sedangkan pada beras Raskin tinggal 1 ekor
karena mati. Matinya S.oryzae tersebut kemungkinan besar dikarenakan
terjadinya cedera pada hama tersebut karena adanya gangguan dari cara
memasukkan hama sehingga hama mati.
Pada 2 jenis beras yang lain yaitu pandanwangi dan IR 64 jumlah
serangga tidak bertambah karena seperti yang kita ketahui bahwa telur
menetas pada 3-6 hari, jadi kemungkinan telur belum menetas atau
dikarenakan kondisi tekstur beras IR 64 dan Pandanwangi yang halus
menyebabkan betina sulit untuk meletakkan telur, sehingga preferensi hama
menjadi lebih rendah.
Pada beras raskin yang memiliki permukaan yang lebih kasar
secara teori dapat mendukung bagi preferensi hama karena betina akan lebih
mudah meletakkan telur pada celah-celah benih, tetapi karena salah satu dari
S.oryzae yang dimasukkan ke dalam fial film mati maka tidak dapat diamati
tentang kemungkinan tersebut.
4.2 Patogen Benih
- Dokumentasi koloni patogen pada foto diberi tanda
Benih Jagung Benih Kedelai
1. Hitam
2. Abu-Abu
3. Hijau
1. Abu-Abu
2. Hitam
Gambar 3.2 Gambar Penampakan Patogen pada Benih secara Makroskopis
- Tabel pengamatan
Benih Koloni Patogen Kenampakan
Mikroskopis
Patogen yang
Diduga
Peran
koloni
Jagung 1
4. Hitam
5. Abu-Abu
6. Hijau
1. Hitam Aspergillus niger Patogen
Jagung 2 2. Abu-abu Penicillium spp Patogen
Jagung 3 3. Hijau Aspergillus
flavus
Patogen
Kedelai
1
3. Abu-Abu
4. Hitam
1. Abu-abu Colletotrichum
dematium
Patogen
Kedelai
2
2. Hitam Rhizoctonia
solani
Patogen
Gambar 3.3 Penampakan patogen benih secara mikroskopis
Tabel 1.3 Pengamatan Penyakit Benih
- Hal-hal yang menjadi pertanyaan adalah :
o Evaluasi kesehatan dari benih
o Patogen yang ada di benih
o Layak atau tidak disebut benih sehat
o Perbandingan gambar dg literatur
- Pembahasan :
Pada benih-benih tersebut didapatkan berpatogen sebagai berikut :
Rhizoctonia solani, Colletotrichum dematium, Aspergillus flavus, Penicillium spp,
dan Aspergillus niger.
Pada benih jagung didapatkan benih berpatogen :
1. Hijau A. Flavus
2. Abu-abu Penicillium spp
3. Hitam A. Niger
Tabel 1.4 Perbandinga Patogen Jagung
a. Pada jagung, gejala Aspergillus spp. ditandai cendawan berwarna hitam, (spesies A. niger) dan berwarna hijau (H). Bentuk konidia bulat sampai agak bulat umumnya menggumpal pada ujung hipa berdiameter 3-6 μm, sklerotia gelap hitam dan kemerahan, berdiameter 400-700 μm.
Terjadinya kontaminasi aflatoksin dimulai dari infeksi dini A. flavus di pertanaman dan terbawa ke tempat penyimpanan, kemudian menjadi sumber inokulum awal penyebab kontaminasi di gudang-gudang penyimpanan. Peluang perkembangan A. flavus makin besar apabila benih disimpan pada kadar air tinggi. Kadar air optimum yang tidak memberi peluang bagi cemaran aflatoksin adalah 11%, suhu media penyimpanan 15oC dan kelembaban 61,5%.
b. Patogen Penicillium spp. pada biji jagung ditemukan berupa gumpalan miselia berwarna putih menyelimuti biji, diselingi warna kebiru-biruan. Patogen ini adalah patogen tular benih yang mempunyai inang utama jagung. Tanaman lain belum dilaporkan dapat menjadi inangnya, namun dapat menginfeksi tanaman jagung pada fase prapanen dan pascapanen.
Patogen akan berkembang baik pada suhu < 15oC dan akan tertekan perkembangannya pada suhu >25oC. Penyebaran dalam suatu populasi tanaman di lapang selalu berassosiasi positif dengan populasi serangga. Semakin tinggi populasi serangga, semakin besar intensitas biji terinfeksi Penicillium spp. karena serangga dapat menjadi vektor penyebar perkembangan patogen ini di pertanaman dan tempat penyimpanan. Sehingg yang harus menjadi pertibangan adalah benih yang akan disimpan sejak dari lapang harus ditangani tentang masalah hamanya, sehingga tidak menyebabkan terjadinya infestasi penyakit ketika disimpan dalam gudang.
Pada benih kedelai didapatkan benih berpatogen :
1. Hitam R.solani
2. Hijau Colletotrichum dematium
Tabel 1.5 Perbandinga Patogen Kedelai
a. Patogen Colletotrichum dematium bertahan dalam bentuk miselium pada
residu tanaman atau pada biji terinfeksi. Miselium menjadi penyebab
tanaman terinfeksi tanpa menimbulkan perkembangan gejala sampai
tanaman menjelang masak. Seperti pada umumnya, serangan terjadi pada
saat kondisi lembab atau kadar air tinggi, menurut pakki (2001) bahwa
kadar air yang tinggi menyebabkan kelembaban tinggi, dan kelembaban
tinggi memicu terjadinya serangan jamur.
b. Jamur R. solani membentuk sklerotia warna coklat hingga hitam dengan
bentuk tidak beraturan dengan ukuran sampai 0,5 mm. R. solani bertahan
hidup tanpa tanaman inang serta hidup saprofit pada semua jenis sisa
tanaman. R. solani dapat menimbulkan epidermi pada daerah dengan
kelembaban tinggi dan cuaca hangat. Jamur dapat hidup bertahan lama di
dalam tanah yang merupakan sumber inokulum yang penting.
Sehingga, infestasi utama dalam hal ini bukan hanya dari tanaman
saja, selain tanaman harus dicegah agar tidak tertular patogen ini ketika di
lapang sehingga tidak terinfestasi pada benih juga harus
mempertimbangkan tentang kondisi tanah, jangan sampai tanah yang
digunakan untuk budidaya memiliki sejarah infestasi penyakit R.solani.
Dari penjabaran diatas maka dapat dikatakan bahwa benih-benih
tersebut tidak dapat dianggap sebagai benih yang sehat karena terdapat
infeksi penyakit yang daoat menyebabkan hambatan atau gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman apabila benih tersebut ditanam
dalam kegiatan budidaya. Untuk menanggapi hal tersebut, seharusnya
pihak produsen benih harus lebih waspada terhadap kemungkinan patogen
tular tanah, tular vector dan penularan antar tanaman, selain itu syarat-
syarat penyimpanan benih yang baik harus pula diperhatikan untuk
menunjang kesehatan benih.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Beras yang paling banyak rusak adalah Raskin, diikuti oleh IR 64 dan
Pandanwangi
Faktor yang diyakini sebagai penyebab kerusakan dan preferensi hama
pada beras selain faktor kualitas makanan juga faktor kadar air dan
kelembaban pada bahan simpan
Pada pengujian penyakit didapatkan bahwa tanaman :
o Jagung terinfeksi :
Aspergillus flavus Hijau
Aspergillus niger Hitam
Pennicillium spp Abu-abu
o Kedelai terinfeksi :
Colletotrichum dematium Abu-abu
R.solani Hijau
Kemungkinan terjadinya infestasi :
o Berasal ari penularan melalui benih yang satu dengan yang lain
o Bawaan dari tanaman yang terdahulu terbawa oleh benih
o Serangan karena vector serangga
o Terjadi kontaminasi secara langsung dari lingkungan
5.2 Saran Praktikum
Praktikum setidaknya memiliki panduan dan tatanan yang jelas, arah kegiatan
praktikum dapat dipahami oleh mahasiswa, dan buku panduan setidaknya
referensi untuk pegangan agar diberikan sehingga akan memudahkan praktikan
untuk menerka kemana arah kegiatan praktikum berlangsung. Terimakasih.
5.3 Kesan Praktikum
Menyenangkan! ^^v
DAFTAR PUSTAKA
Anggara dan Sudarmaji. 2009. Hama Pascapanen Padi dan Pengendaliannya.
Balai Penelitian Tanaman Padi. Maros
Andales, S.C. 1988. Summary Requirements for Sale Grain Storage. NAPHIRE.
Philippines
Anonymous a, 2012. http://mutosorganik.com. Diakses 21 Mei 2012
Anonymous b, 2012.
http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1294. Diakses 21
Mei 2012
Anonymous c, 2012. http://www.plantamor.com . Diakses 22 Mei 2012
Anonymous d, 2012. http://parlementaria.blogspot.com/2008/11/bulog-siap-
menerima-gabah-petani.html . Diakses 24 Mei 2012
Anonymous e, 2012. http://jagoanberas.blogspot.com/. Diakses 24 Mei 2012
Anonymous f, 2012. http://mukegile08.wordpress.com/2011/06/06/morfologi-dan-
klasifikasi-tanaman-jagung/. Diakses 30 Mei 2012
Anonymous g, 2012. http://makalahbiologiku.blogspot.com/2010/07/tanaman-
kedelai.html. diakses 30 Mei 2012
Cho,K.J., Ryoo, and S.Y. Kim. 1988. Life table statistic of rice weevil
(Coleoptera:Curculionodae) in relation to the presence of rough, brown
and polished rice.Korean.Entomol. 18: 1-16
Fahmi, Zaki Ismail, 2011. Metode Evaluasi Kesehatan Benih. Balai Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Surabaya
Husain, I. 1982. The susceptibility of milled rice and rough rice attack by
Sitophilus oryzae (Lin) and Sitophilus zeamais (Motsch). Bogor
Indonesia.Biotrop.
John,P., Sed Lack, Robert, J., Bryan, D. Price, and Maya Siddiqui. 1991. Effect of
several management tactics of adult mortality and progeny production of
Sitophilus zeamais (Coleptera:Curculionidae) on stored corn in the
laboratory. Journal of Econ Entomol.84(3): 1042-1046.
Kalshoven, L.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Rivised and translated by
P.A. Vander Laan with Assistance of G.L.H. Rothsid. PT. Ikhtiar Baru-
Van Hoeven. Jakarta.
Kartaspoetra., A.G. 1991. Hama Hasil Tanaman dalam Gudang. PT. Prince Cipta.
Jakarta.
Masmawati, 2007. Infestasi Serangga Hama Pada Perbedaan Struktur Fisik Dan
Komposisi Kimia Bahan. Balai Penelitian Tanaman Sereal, Maro. Sul Sel
Mas`ud.S., M. Yasin., D. Baco., S. Saenong. 1996. Pengaruh kadar air awal biji
sorgum terhadap perkembangan kumbang bubuk Sitophilus zeamais.
Hasil-Hasil Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman tahun
1995/1996.Badan Litbang Pertanian, Balitjas Maros.p.35-44.
Naynienay, 2008. http://naynienay.wordpress.com/2008/01/28/tentang-hama-
tumbuhan/. Di akses pada tanggal 22 Mei 2012
Pakki, Syahrir dan Syahrir Ma’sud, 2005. Inventarisasi Dan Identifikasi Patogen
Cendawan Yang Menginfeksi Benih Jagung. Balai Penelitian Tanaman
Serealia. Prosiding Seminar Ilmiah Dan Pertemuan Tahunan Pei Dan Pfi
Xvi Komda Sul-Sel
Pakki, Syahrir dan A. Haris, 2007. Pengelolaan Penyakit Pascapanen Jagung.
Talanca Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
Rickman and Gummert. 2005. Rice fact sheet. Grain Storage: The IRRI Super
Bag. IRRI. Jakarta
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Universitas Brawijaya. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Sutopo, Lita. 1995. Teknologi Benih. Universitass Brawijaya. Rajawali Press.
Jakarta
Yayuk, A.B., A. Ispandi dan Sudayono. 1990. Sorgum Monograf. Bulletin
Malang no.5 Balittan Malang. Andrewartha dan Birch, 1954,
LAMPIRAN
Wakt
uIR 64 Raskin Pandan Wangi
4
8
12
TABEL 3.1 Lampiran dokumentasi preferensi hama gudang
Jagung KedelaiTABEL 3.2 Lampiran dokumentasi Makroskopis Patogen pada Benih
1. Hitam
2.Abu-Abu
3.Hijau
1.Abu-Abu
2.Hitam
TABEL 3.3 Lampiran dokumentasi Mikroskopis Patogen pada Benih