bioteknologi kedokteran
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aplikasi bioteknologi yang mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari,
tetapi juga mempertimbangkan bidang bioteknologi yang mempunyai potensi
bagi masyarakat. Di sebelum abad 20, bioteknologi telah memanfaatkan
mikroorganisme melalui proses fermentasi untuk membuat produk keperluan
sehari-hari seperti roti, keju, bir dan anggur. Pemanfaatan bioteknologi kala itu
masih sangat konvensional dan dikategorikan sebagai bioteknologi tradisional.
Diawal abad 20, Fleming menemukan antibiotik penisilin, dan di tahun 1982, obat
berbasis rekombinasi DNA pertama diciptakan yaitu insulin manusia yang
diproduksi dengan memanfaatkan bakteri tanah, E-coli . Dipenghujung abad 20,
merebak produk bioteknologi maju seperti tanaman transgenik, gene chips dan
kloning mamalia. Proses pengembangan produk berbasis rekombinan DNA ini
dikategorikan sebagai bioteknologi modern.
Sejak awal perkembangannya, bioteknologi semakin banyak mendapat
perhatian dan berperan pada sector-sektor penting dalam kehidupan kita. tidak
ketinggalan, teknologi ini telah merambah ke berbagai aspek di bidang kesehatan,
termasuk diagnosis, pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit. Teknik-teknik
diagnostic molekuler serta deteksi dini penyakit infeksi dan penyakit-penyakit
genetis telah dikembangkan.
Dalam hal pnyakit genetis, deteksi dini secara molekuler saat ini sudah
mulai digunakan untuk beberapa jenis penyakit keturunan. Pengobatan penyakit
genetis tidak akan dapat dilakukan dengan cara pengobatan kimia konvensional
karena penyakit ini disebabkan oleh adanya mutasi pada tingkat DNA dan RNA.
Penggantian DNA yang mengalami mutasi menjadi DNA normal dan dimasukkan
kembali ke dalam tubuh dinamakan gene terapi. Semua upaya pendeteksian,
diagnose penyakit serta pncegahannya dibahas I dalam bioteknologi medis.
1
Ketika manusia mengembangkan bioteknologi medis sebagian menjadi
optimis bahwa bioteknologi tersebut akan memberikan kemungkinan bagi
manusia untuk hidup lebih panjang, mengobati lebih banyak penyakit,
mendapatkan keturunan tanpa harus melalui lembaga perkawinan, dan
memperkecil kemungkinan kematian bayi saat dilahirkan.
Berdasarkan ulasan singkat tersebut maka kita tahu bahwa bioteknologi di
bidang kedokteran berperan dalam deteksi, diagnose serta bisa mencegah adanya
suau penyakit ada manusia. Sehingga kami menyusun makalah terkait masalah
tersebut dengan judul “Bioteknologi Di Bidang Kedokteran”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah bahasan dalam Bioteknologi Kedokteran?
2. Bagaimana peran Biologi molekuler dalam mendeteksi dan mendiagnosis
kondisi penyakit manusia ?
3. Apa yang dimaksud dengan terapi gen?
4. Metode baru apa dalam bioteknologi kedokteran ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bahsan yang berada dalam Bioteknologi Kedokteran
2. Untuk mengetahui peran Bioteknologi molekuler dalam mendeteksi dan
mendiagnosis kondisi penyakit manusia
3. Untuk mengetahui tentang terapi gen
4. Untuk mengetahui metode baru dalam bioteknologi kedokteran
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. BAHASAN BIOTEKNOLOGI KEDOKTERAN
Aplikasi bioteknologi yang mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari,
tetapi juga mempertimbangkan bidang bioteknologi potensial. Mungkin tidak
ada topik dalam bioteknologi yang lebih menghebohkan, lebih optimis, dan
mendapatkan selain topik bioteknologi medis. Terapan bioteknologi medis telah
ada selama masa dasawarsa ini. Misalnya, 100 tahun yang lalu, lintah umum
digunakan untuk pengobatan penyakit dengan ‘penghisapan darah”. Beberapa
dokter mempercayai, dengan menggunakan lintah untuk mengisap darah dari
pasien, darah kotor akan dipindah dari tubuh pasien. Masa itu menjadi masa
belajar tentang bio-tehnologi medis karena kemajuan dalam bidang bioteknologi
yang sedang terjadi pada saat tingkat pikiran yang ragu. Tapi kenyataannya,
Lintah menjadi pusat perhatian lagi!. Bukan untuk penghisapan darah tetapi
untuk enzim yang telah ditemukan dalam air liurnya yang dapat melarutkan
pembekuan darah dan memungkinkan digunakan untuk pengobatan stroke dan
serangan jantung. ( Thieman. William J, 2013)
Berikut adalah bahsan pokok yang akan dibahas dalam materi
bioteknologi kedokteran adalah:
a. Kekuatan Biology Molecular dalam Mendeteksi dan Mendiagnosis Penyakit
Manusia
b. Terapi Gen
c. Metode baru Bioteknologi kedokteran menurut penelitian
B. KEKUATAN BIOLOGY MOLECULAR DALAM MENDETEKSI DAN
MENDIAGNOSIS PENYAKIT MANUSIA
- Model Penyakit Manusia
Pada pembahasan bagian tentang Kekuatan Biologi Molekular :
Mendeteksi dan Mendiagnosis Keadaan Penyakit manusia, dikatakan tentang tikus
percobaan, cacing dan lalat telah memainkan peran penting dalam membantu para
ilmuwan mempelajari keadan penyakit manusia. Manuisa memang tidak dapat
3
dibandingkan dengan spesies lain karena memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi melalui percakapan dan tulisan juga berjalan tegak lurus,
menciptakan musik, membuat makanan pizza dengan baik, dan mengeksplorasi
planet-planet yang jauh. Tetapi senyatannya bukanlah hal yang unik pada tingkat
genetik. Dari ragi, cacing hingga tikus, digunakan sebagai organism model.
Sejumlah penyakit genetik manusia juga terjadi dalam organisme model. Oleh
karena itu, para ilmuwan dapat menggunakan organisme model untuk
mengidentifikasi gen-gen penyakit dan menguji pendekatan terapi gen untuk
melakukan pengecekan keefektifan dan keamanannya sebelum menggunakannya
untuk percobaan klinis pada manusia. ( Thieman. William J, 2013)
Banyak gen-gen yang telah teridentifikasi pada spesies model yang
berbeda yang menunjukkan saling terkait pada gen manusia berdasarkan
kesamaan urutan DNA. Seperti gen terkait yang disebut dengan homologues
sehingga dapat ditemukan obat jantung, kanker bahkan sampai AIDS.
Secara historis, penemuan para ilmuan yang sangat signifikan hampir
disemua bidang biologi termasuk anatomi dan jiwa, biochemestry, biologi sel,
biologi pengembangan, genetik dan biologi molekular merupakan peratam yang
dibuat dalam organisme model dan kemudian dikaitkan pada manusia. Misalnya,
dalam janin yang sedang berkembang, beberapa sel harus mati untuk membuat
ruang sel lain. Bagaimana tubuh mengetahui dimana untuk mengembangkan
organisme tertentu dan menentukan yang mana mempunyai 959 sel, haruslah
diciptakan agar para ilmuwan diperbolehkan untuk menentukan nasib atau
keturunan dari semua sel-sel dalam alat yang berkenaan dengan janin yang
berkembang untuk membentuk sistem yang tinggal sendirian, usus, dan jaringan
lain dari alat. Dari sel itu. 131 adalah dipersiapkan untuk mati dalam satu bentuk
sel yang terbunuh dengan sendirinya yang dikenal sebagai kematian sel yang
diprogramkan, atau apoptosis. Selama pengembangan embrio manusia, lembaran
sel kulit membuat jaringan-jaringan diantara jari tangan dan jari kaki; apoptosis
bertanggungjawab untuk melakukan degenerasi dari jaringan-jaringan itu
sebelum kelahiran. Tetapi apoptosis dilibatkan dalam penyakit neurodegenratif
seperti penyakit Alzheimer, penyakit Huntington, amyotropic lateral scierosis
(penyakit lou Gehrig), dan penyakit Parkison, juga radang sendi dan bentuk-
4
bentuk ketidak-suburan (kemandulan). Organisme model akan membantu kita
memahami lebih baik tentang gen-gen yang terlibat dan melemahkan atau
menghentikan proses degeneratif itu. ( Thieman. William J, 2013)
Banyak gen yang menentukan rencana tubuh manusia, pengembangan
organ, dan secepatnya menjadi tua dan mati adalah hampir identik pada gen-gen
dalam lalat buah. Selain itu, gen yang telah bermutasi diketahui untuk
memberikan peningkatan pada penyakit dalam manusia juga menyebabkan
penyakit dalam lalat buah. Sesuai dengan laporan dari Howard Hughes medical
Institute (the Genes We Share with Yeast, Flies, Warms, and Nice, New Clues to
Human Health and Disease) kira-kira 61% dari gen-gen telah bermutasi dalam
289 penyakit manusia ditemukan dalam lalat buah. Kelompok ini mencakup gen-
gen yang terlibat dalam kanker prostat, kanker pangkreas, cystic fibrosis,
leukimia. Dan banyak penyakit genetik manusia lainnya.
- Biomarker untuk deteksi penyakit
Dalam pengobatan, biomarker dapat menjadi zat yang dimasukkan ke
dalam suatu organisme sebagai sarana untuk memeriksa fungsi organ atau aspek-
aspek lain dari kesehatan. Sebagai contoh, rubidium klorida digunakan sebagai
isotop radioaktif untuk mengevaluasi perfusi otot jantung.
Biomarker yang memainkan peran penting dalam mengidentifikasi
berbagai bentuk kanker pada tahap sedini mungkin, dan juga digunakan sebagai
bagian dari tes non-invasif kanker yang dirancang untuk menyebabkan
jumlah minimum stres kepada pasien.
Biomarker disini sebagai indicator sebuah penyakit. Biomarker adalah
adalah sebuah tipe protein yang diproduksi oleh jaringan yang terserang penyakit
atau protein yangprodusinya meningkat ketika jaringan terserang penyakit.
Salah satu bentuk penyakit di mana biomarker yang digunakan secara luas
adalah kanker prostat. Penelitian biomarker dan kemampuan mereka
untuk membantu dalam deteksi dini penyakit di set untuk terus berlanjut dan pasti
akan tumbuh sebagai lebih banyak perusahaan dan ahli datang untuk menyadari
manfaat dari biomarker dan peran penting mereka berperan dalam penelitian
medis. ( Thieman. William J, 2013)
5
- Project Genome Manusia mengungkapkan penyakit gen Manusia pada
semua kromososm manusia
KOMPAS.com - Dunia bersukacita ketika Francis Harry Compton Crick,
James Dewey Watson, dan Maurice Hugh Frederick Wilkins menemukan struktur
molekul asam nukleus yang menyusun materi genetik tahun 1953. Dikenal
sebagai DNA (deoxyribonucleic acid), inilah cetak biru informasi genetik penentu
sifat setiap makhluk hidup.
Pemahaman DNA dan petanya menjadi kunci pembuka babak baru dalam
memahami penyakit dan pengobatannya. Karena itu, pada 1990 diluncurkanlah
Proyek Genom Manusia untuk memetakan 3 miliar nukleotida yang menyusun
100.000 gen dalam tubuh manusia. Varian-varian gen tersebut, antara lain,
menentukan tinggi badan, warna mata, sidik jari, golongan darah, dan kerentanan
terhadap penyakit.
Dalam tataran ideal, analisis genetik memang dapat membantu menghemat
biaya kesehatan lewat deteksi dan pencegahan dini. Dr Katrina Armstrong, Guru
Besar Sekolah Kedokteran di University of Pennsylvania, AS, menjelaskan bahwa
uji pada 21 gen tertentu bisa menunjukkan pasien kanker payudara yang tidak
responsif terhadap kemoterapi. Informasi ini akan membantu pasien mendapatkan
terapi yang lebih tepat dan bisa menghemat biaya hingga 400 juta dollar AS setiap
tahun.
Menurut Dr Wylie Burke, ahli genetik yang memimpin Departemen
Bioetik dan Humaniora di University of Washington, ada sekitar 1.000 mutasi gen
yang wajib uji. The American College of Medical Genetics and Genomics telah
membuat daftar kondisi apa saja yang perlu dicek rutin saat pemetaan genom.
Dengan fokus pada ”titik-titik panas” tertentu, pasien bisa mendapat informasi
signifikan untuk kesehatannya.
Saat ini beberapa penyakit diketahui terkait dengan gen, termasuk di
antaranya alzheimer, kanker usus besar, kanker payudara, diabetes, autisme, dan
kegemukan. Pada alzheimer, mereka yang mewarisi mutasi gen pada kromosom 1,
14, dan 21, hampir pasti terkena penyakit ini pada usia 30-60 tahun.
6
Demikian pula halnya dengan autisme. Ternyata 20 persen kasus autisme
bersumber pada gen abnormal karena hilang atau terduplikasi pada kromosom 15
dan 16. Suatu tes darah yang kini tengah dikembangkan untuk memindai 55 gen
mungkin bisa membantu mendiagnosis kondisi ini lebih dini.
Perkembangan Indonesia
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, yang turut berpartisipasi dalam
proyek pemetaan genom, telah melakukan studi DNA pada sejumlah suku di
Indonesia. Pada beberapa penyakit ternyata mutasinya spesifik sesuai kelompok
etnik.
Soal talasemia, misalnya. Mutasi beta talasemia yang menyebabkan sel
darah merah tidak cukup memiliki hemoglobin, berbeda spektrumnya pada orang
Jawa, Melayu, dan Makassar. Berdasarkan pemahaman mutasi ini, Lembaga
Eijkman berhasil mengembangkan metode diagnosis prenatal pertama di dunia.
Demikian pula halnya dengan diabetes melitus yang dipicu oleh reaksi gen
di mitokondria terhadap gaya hidup. Mutasi gen ini di Indonesia 10-40 persen,
bandingkan dengan orang Eropa 10 persen dan Asia 30 persen. Persentase
semakin besar artinya semakin rentan terkena diabetes. (Kompas.com, 2012)
C. TERAPI GEN
Terapi gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang
bertanggung jawab terhadap suatu penyakit (Malik, 2005). Terapi gen
dikembangkan dengan harapan bahwa gen-gen fungsional yang disisipkan ke
dalam sel dapat memperbaiki fungsi sel dan menghasilkan produk gen yang
diperlukan, lalu mengkompensasi kelainan genetik dan menyembuhkan penyakit
(Wargasetia, 2005). Terapi gen pertama kali dilakukan pada 14 September 1990 di
USA yang didesain untuk mengobati penderita SCID (Severe Combined Immnue
Defficiency). Penyakit ini disebabkan karena sel darah putih tidak dapat
menghasilkan ADA (Adenosine Deaminase). Metode penyembuhan penyakit
SCID dilakukan dengan terapi gen ex-vivo atau diluar tubuh. Mula-mula, bagian
T-cell dari sel darah putih pasien diekstrak keluar tubuh, kemudian diisolasi.
Sementara itu disiapkan gen ADA normal yang disisipkan pada plasmid bakteri.
7
Selain itu juga diperlukan media transfer berupa retrovirus yang telah dilemahkan
sehingga tidak berbahaya. Virus tersebut berfungsi sebagai media transfer gen
ADA agar dapat dimasukkan kedalam tubuh. Setelah tiga komponen tersebut
lengkap (T-cell pasien, retrovirus, dan gen ADA dalam plasmid bakteri),
ketiganya digabungkan sehingga terbentuklah sel darah putih yang menghasilkan
gen pengkode ADA. Sel tersebut kemudian dikultur dalam laboratorium, setelah
itu diinjeksikan kembali ke tubuh pasien.
Metode Pengiriman Gen
Gen-gen baru membutuhkan cara untuk masuk ke dalam sel-sel target.
Hal tersebut merupakan aspek yang sangat menantang dari terapi gen. Ilmuwan
menggunakan berbagai wahana pengiriman yang disebut vektor. Gen-gen
umumnya dikirimkan secara in vivo, yaitu gen-gen dimasukkan ke dalam sel-sel
yang ada di dalam tubuh. Kadang-kadang gen-gen dimasukkan ke dalam sel di
luar tubuh (ex vivo) dan kemudian dikembalikan kepada pasien. Beberapa metode
pengiriman melibatkan:
Virus, seperti virus penyebab flu atau penyakit infeksi lainnya. Ilmuwan akan
“mengaitkan” virus pada gen yang dimaksud di dalam sel. Virus yang
digunakan sudah dimodifikasi sehingga tidak akan menyebabkan penyakit.
Liposom, suatu globul lemak dan air yang digunakan untuk membawa gen-
gen ke dalam sel. Nanosphere adalah partikel sintetik yang juga dapat
digunakan untuk pengiriman gen. Gen-gen yang dimaksud dibawa oleh
plasmid (DNA pendek berbentuk sirkular). Liposom dan nanosphere dapat
larut ke dalam sel dan melepaskan gen-gen.
Penyuntikan DNA secara langsung ke dalam jaringan seperti otot atau
kelenjar yang disebut mengirimkan DNA telanjang karena DNA yang
mengandung gen tidak dibungkus oleh apapun seperti plasmid atau vektor
lainnya. Metode ini cukup menjanjikan, tetapi ada kekurangannya yaitu
bahwa sistem imun dapat melihat DNA telanjang sebagai materi asing dan
melawannya sehingga gen-gen biasanya hanya dapat bekerja untuk waktu
yang singkat.
Gene gun adalah teknik dengan menggunakan butiran emas kecil dibungkus
dengan DNA yang disuntikkan secara langsung ke dalam sel-sel. Penggunaan
8
gene gun dapat menghindari beberapa masalah yang berkaitan dengan
penggunaan virus untuk mengirimkan gen-gen tetapi efeknya tidak lama
(Wargasetia, 2005).
Ada dua strategi dasar dalam terapi gen, yaitu:
1. Terapi gen ex vivo
Pada terapi ex vivo, sel diambil dari tubuh pasien, direkayasa secara
genetik dan dimasukkan kembali ke tubuh pasien. Keunggulan metode ini adalah
transfer gen menjadi lebih efisien dan sel terekayasa mampu membelah dengan
baik dan menghasilkan produk sasaran. Kelemahannya, yaitu memunculkan
immunogenisitas sel pada pasien-pasien yang peka, biaya lebih mahal dan sel
terekayasa sulit dikontrol.
2. Terapi gen in vivo
Terapi gen in-vivo yaitu transfer langsung gen target ke tubuh pasien
dengan menggunakan pengemban (vektor). Pengemban yang paling sering
dipakai untuk mengantarkan gen asing ke tubuh pasien adalah Adenovirus.
Telah terjadi perkembangan terapi gen yang terkini untuk penyakit-
penyakit adalah lebih ke arah gagasan mencegah diekspresikannya gen-gen yang
jelek atau abnormal, atau dikenal dengan gene silencing. Untuk tujuan gene
silencing atau membungkam ekspresi gen tersebut, maka penggunaan RNA jika
dibandingkan dengan DNA lebih dimungkinkan, sehingga dikenal istilah RNA
therapeutic.
Suatu studi yang menggemparkan dilaporkan di majalah Nature bulan Mei
2001 yang menunjukkan bahwa RNA dapat membungkam ekspresi gen dengan
efektif. Gagasan terapi gen dengan mereparasi mRNA (messenger RNA)
daripada mengganti gen yang cacat berarti menggunakan mekanisme regulasi sel
itu sendiri, sehingga efek samping yang merugikan lebih dapat ditekan (Malik,
2005).
RNA adalah suatu asam ribonukleat yang terdapat dalam alur informasi
genetik organisme yang berupa dogma sentral dari DNA —>RNA —> Protein,
yaitu DNA ditranskripsi menjadi RNA, dan selanjutnya RNA ditranslasi menjadi
protein. Di dalam sel terdapat tiga jenis RNA yaitu mRNA, tRNA dan rRNA.
Diantara ketiga jenis RNA, mRNA dapat dimanfaatkan untuk tujuan tersebut di
9
atas. RNA dalam keadaan normal merupakan untai tunggal, namun pada
kenyataannya untai tunggal ini dapat membentuk dupleks dengan membentuk
ikatan hidrogen, sebagaimana DNA, jika terdapat untai yang komplemen dalam
urutan basa nukleotidanya. Bentuk dupleks RNA akan mengakibatkan
terhalangnya proses translasi sehingga sintesis protein terganggu, atau
posttranscriptional gene silencing (PTGS), atau gene silencing. Gene silencing
adalah suatu proses membungkam ekspresi gen yang pada mulanya diketahui
melibatkan mekanisme pertahanan alami pada tanaman untuk melawan virus.
Penghambatan proses ekspresi gen dapat dilakukan pada beberapa tahap,
diantaranya adalah tahap translasi, yaitu dengan mengganggu proses translasi
tersebut pada molekul mRNA. Molekul RNA yang akan ditranslasi mempunyai
sekuense di bagian hulu sebagai tempat pengenalan bagi ribosom dalam proses
sintesis protein. Ribosom, sebagai mesin pensintesis polipeptida yang kemudian
dimodifikasi lebih lanjut menjadi protein, memerlukan situs pengenalan yang
terdapat pada mRNA untuk dapat melaksanakan pekerjaannya. Manipulasi pada
tahap translasi mRNA yang bertujuan untuk mengatasi suatu penyakit genetis
saat ini dikenal dengan istilah antisense RNA, small interfering RNA (si RNA),
atau disebut pula RNA interference (RNAi). Potongan pendek dari duplex RNA
atau DNA untai ganda (short interferring RNA atau siRNA) dilaporkan
mengakibatkan degradasi RNA- RNA lain di dalam sel yang memiliki sekuens
berkesesuaian. Yang lebih terkini lagi adalah ditemukannya lebih kurang empat
tahun yang lalu suatu micro RNA (miRNA) yang berperan membungkam
ekspresi gen.
Untuk menghantar molekul RNA diperlukan suatu wahana yang sesuai
untuk membawanya ke target sel tertentu. Wahana paling banyak digunakan
dalam terapi gen adalah virus yang telah dimodifikasi secara genetis sehingga
mampu membawa DNA manusia normal. Disamping itu, teknologi
penghantaran obat dengan bentuk liposome yang kini juga telah banyak
mengalami modifikasi, serta teknologi menggunakan pengenalan reseptor, telah
mendukung perkembangan terapetik RNA.
1. Terapi antisense RNA
10
Mekanisme kerja antisense RNA adalah sebagai berikut Untai RNA yang
ditranslasi disebut sebagai untai sense. Sementara itu, untai yang mempunyai
sekuens basa nukleotida komplemen dengan untai sense disebut antisense. Jika
untai sense berikatan dengan untai antisense membentuk dupleks, maka terjadi
pemblokiran proses translasi yang mengakibatkan terjadinya penghambatan
ekspresi gen. Hal ini dapat terjadi disebabkan ribosom tidak memperoleh akses
ke pada nukleotida pada untai mRNA, atau yang dapat pula terjadi adalah
disebabkan bentuk duplex RNA sangat mudah terdegradasi oleh enzim
pendegradasi ribonukleat, ribonuclease, di dalam sel. Penggunaan metode DNA
rekombinan daripada RNA rekombinan, lebih memungkinkan untuk
menghantarkan gen sintetis yang menyandikan molekul RNA antisense ke dalam
suatu organisme dengan relatif lebih stabil. Suatu antisense mRNA jika
dimasukkan ke dalam sel suatu organisme, maka aRNA akan berikatan dengan
mRNA yang ada di dalam sel tersebut sehingga membentuk suatu dupleks.
2. Terapi antisense RNA
Terbentuknya dupleks RNA ini akan menyebabkan terjadinya
penghambatan ekspresi gen pada tahap translasi. Untuk berlangsungnya proses
translasi, selain ribosom sebagai mesin pensintesis protein, maka diperlukan pula
mRNA untai tunggal, juga diperlukan tRNA yang membawa asam amino – asam
amino, serta protein-protein kecil khusus yang terkandung di dalam ribosom.
Dalam praktiknya, terapi gen dengan prinsip antisense tidaklah semudah 11
teorinya. Dimulai dari proses pemasukan molekul RNA antisense ke dalam
sistem biologis sel organisme. Molekul ini harus berhadapan dengan kondisi
adanya enzim nuklease dimana-mana, baik di dalam sel maupun di dalam
sirkulasi darah. Untuk menghindari degradasi ini, asam nukleat (dalam hal ini
RNA) dimodifikasi secara kimia dengan memodifikasi gugus di dalam struktur
asam nukleat. Setelah berhasil enzim nuklease, molekul asam nukleat harus
mampu menembus sel membran yang merupakan lapisan lemak ganda. Padahal,
asam nukleat terbangun atas gugus fosfat sebagai tulang punggungnya yang
menghasilkan muatan negatif bersifat hidrofilik. Di dalam sel, asam nukleat
harus dialokasikan dengan benar dan tepat ke tempat kerjanya yaitu di nukleus.
Namun, sebelum dapat masuk ke dalam nukleus, di dalam sitoplasma sel, asam
nuklet terapetik ini harus berhadapan dengan berbagai penghalang. Setelah
melalui rintangan-rintangan dan masuk ke dalam nukleus dengan menembus
pori-pori membran nukleus, belum dapat begitu saja melaksanakan tugasnya.
Seringkali DNA dan RNA nukleus merupakan bentuk yang berlipat secara
kompak dan diselubungi oleh protein nukleus. Bahkan, dalam hal RNA, struktur
terlipatnya belum begitu banyak dipahami, dan masih sedikit informasi
mengenai hal ini, sehingga pada kenyataannya terapi antisense masih merupakan
pekerjaan trial and error pada berbagai lokasi dari suatu gen yang dipilih
berdasarkan apakah itu pada lokasi awal, pada bagian tengah atau pada bagian
lain yang esensial bagi proses ekspresi gen tersebut (Malik, 2005).
3. Terapi RNAi
RNAi dapat menghambat ekspresi gen pada sekuens yang spesifik
dengan jalan memutus mRNA yang mengandung sekuens pendek yang
homolog. Mekanisme kerja RNAi adalah melibatkan suatu intermediet aktif
yang disebut small interfering RNA (siRNA). Molekul siRNA berukuran kecil
yaitu hanya 21-25 nukleotida dengan dua nukleotida pada kedua ujung tidak
berpasangan. Molekul ini dihasilkan dari hasil kerja suatu enzim Dicer, yaitu
suatu ribonuclease dengan energi ATP, yang mengenali dan memotong mRNA
yang membentuk dupleks untai ganda menjadi potongan kecil fragmen untai
ganda mRNA. Selain itu, siRNA juga dihasilkan dari suatu short hairpin RNA,
yaitu untai dupleks RNA yang terbentuk dari suatu untai tunggal yang
12
membentuk hairpin (sepert jepit rambut, dengan lengkungan melipat pada salah
satu ujungnya) yang juga dipotong oleh Dicer. Oleh enzim helicase, siRNA akan
dibuka ikatan hidrogennya sehingga untai antisense dari siRNA yang terbebas
dapat bergabung dengan suatu kompleks protein RNA-induced silencing
complex (RISC). Kompleks tersebut akan mengaktifkan RISC yang semula
inaktif, dan kemudian protein ini akan melaksanakan tugasnya bekerja memutus
mRNA pada bagian yang mengandung sekuens homolog dengan siRNA.
Yang menjadikan RNAi lebih menarik untuk terus diteliti kemampuan
aktivitasnya adalah tingkat spesifisitasnya yang cukup tinggi yang tidak dimiliki
oleh inhibtor lain. Disamping itu, RNAi mampu bekerja pada berbagai gen pada
waktu bersamaan. Namun, kesuksesan terapi RNAi, sebagimana terapi berbasis
materi genetik lain, ditentukan oleh stabilitas sediaan serta teknik penghantaran
yang digunakan (Malik, 2005).
Terapi Gen Pada Kanker
Sel-sel kanker mempunyai tiga karakteristik yang dikontrol secara
genetis untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan:
Sel-sel kanker mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tidak normal.
Sel-sel kanker tidak mati ketika tubuh mengisyaratkan hal itu.
sel-sel kanker melawan kerja sistem imun tubuh.
Oleh karena itu terapi gen untuk mengobati kanker didasarkan pada
koreksi kecepatan pertumbuhan, kontrol kematian sel dan membuat sistem imun
membunuh sel-sel kanker. Pendekatan lain untuk terapi gen kanker adalah dengan
strategi bunuh diri.
1) Koreksi kecepatan tumbuh sel-sel kanker
Suatu pendekatan untuk mengontrol kecepatan tumbuh sel-sel kanker
adalah dengan melibatkan penggunaan oligonukleotida antisense.
Oligonukleotida antisense adalah pasangan basa dari produk-produk gen
regulator pertumbuhan spesifik (onkogen seperti ras, PKC-a, raf, c-myc, HER-
2/neu). Onkogen dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol bila
gennya rusak, terlalu banyak kopi dari gen-gen ini di dalam sel atau terlalu aktif.
Ketika oligonukleotida antisense berikatan dengan produk-produk onkogen dari
13
kanker, oligonukleotida tersebut menghambat fungsi onkogen, menghasilkan
penurunan pertumbuhan kanker dan memperpanjang kelangsungan hidup pasien.
Efektivitas oligonukleotida antisense tampaknya mening-kat bila
dikombinasikan dengan kemoterapi.
Pendekatan lain untuk menjadikan onkogen sebagai target adalah melalui
transfeksi sel dengan anti onkoprotein. Hal itu membuat sel-sel memproduksi
antibodi rantai tunggal intrasel yang menginaktifasi onkoprotein di dalam sel.
Anti ErbB-2 single-chain antibody (ScFv) dilaporkan berikatan dengan daerah
ekstrasel ErbB-2 yang baru disintesis sehingga membuat ErbB-2 tetap berada
di dalam sel dalam keadaan non aktif.
Pendekatan terapi lainnya untuk mengontrol pertumbuhan sel-sel kanker
adalah dengan terapi gen antiangiogenik. Terapi gen antiangiogenik dilakukan
dengan mengacaukan gen-gen yang menyokong angiogenesis. Angiogenesis
adalah pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah baru yang diperlukan sebagai
sumber nutrisi untuk pertumbuhan tumor. Melalui metode antiangiogenik maka
pertumbuhan sel-sel kanker akan terganggu (Wargasetia, 2005).
2) Pengontrolan kematian sel kanker.
Sejumlah gen yang juga digunakan untuk terapi gen kanker adalah gen-
gen yang berperan untuk menekan pertumbuhan tumor. Gen-gen penekan tumor
berfungsi mendesak sel untuk “bunuh diri” bila sel-sel telah berubah sifat
menjadi kanker. Gen-gen ini mengalami kerusakan pada berbagai tipe kanker
sehingga para ilmuwan berupaya mengganti gen-gen yang rusak tersebut dengan
gen-gen yang sehat. Gen yang pertama diidentifikasi mempunyai fungsi penekan
tumor yaitu Rb yang mengkode fosfoprotein p105Rb. P105Rb berperan penting
dalam diferensiasi dan replikasi sel-sel yang tidak berdiferensiasi. Mutasi pada
gen Rb menyebabkan retinoblastoma dan osteosarcoma. Hilangnya fungsi Rb
berkaitan dengan karsinoma paru, kandung kemih, prostat dan sejumlah kanker
payudara. Introduksi alel normal dari gen Rb pada sel-sel retinoblastoma dan
osteosarcoma menghasilkan perubahan pertumbuhan sel dan morfologi sel
menjadi normal serta menekan tumorigenitas dari sel-sel tersebut pada tikus.
14
P53 adalah fosfoprotein inti multifungsi yang mempunyai peran utama
dalam modulasi transkripsi gen, mengatur siklus sel, mengaktifkan apoptosis,
dan mempertahankan stabilitas genomik. Pada sel-sel normal, DNA dapat
menjadi abnormal karena berbagai sebab namun tubuh mempunyai mekanisme
untuk mengoreksi atau menghilangkan sel-sel abnormal. Pada sel-sel normal,
gen p53 bertanggung jawab untuk memperbaiki DNA abnormal. Bila DNA tidak
dapat diperbaiki oleh gen p53, gen tersebut memberi sinyal pada sel yang
memiliki DNA abnormal untuk mati melalui mekanisme apoptosis. Pada sel-sel
kanker, gen p53 menjadi abnormal dan tidak dapat menyebabkan apoptosis pada
sel-sel abnormal. Diperkirakan 50% hingga 60% kanker pada manusia berkaitan
dengan gen p53 yang bermutasi atau tidak adanya ekpresi p53.
Pengontrolan genetik untuk kematian sel kanker dilakukan melalui
manipulasi gen p53 abnormal yang ada pada sejumlah kanker. Cara untuk
melakukan hal tersebut adalah dengan mentransfer gen p53 normal dengan
menggunakan adenovirus ke dalam sel kanker yang mengandung gen p53
abnormal. Transfer melewati membran sel tumor ke nukleus ini dapat
mengembalikan kontrol genetik yang normal.
Perlakuan lain dengan gen p53 sebagai target adalah dengan
menggunakan virus ONYX-015. Virus ini tidak mengganti gen yang
menginduksi apoptosis, namun virus tersebut telah dimodifikasi sehingga hanya
tumbuh dalam sel-sel kanker dengan fungsi p53 abnormal. Hal ini menyebabkan
kematian sel-sel kanker yang terserang virus dan tampaknya tidak
mempengaruhi sel-sel normal dengan fungsi p53 yang normal (Wargasetia,
2005).
3) Upaya untuk membuat sistem imun membunuh sel-sel kanker.
Terdapat sejumlah sitokin yang mempunyai aktivitas imun melawan
kanker ketika disuntikkan ke dalam pembuluh darah vena atau subkutan yaitu
interleukin-2, interleukin-12, alfa interferon, gamma interferon dan faktor
penstimulasi koloni makrofag granulosit. Sitokin-sitokin ini juga efektif ketika
diinjeksikan langsung ke lokasi kanker.
Gen-gen untuk berbagai sitokin tersebut dapat diisolasi. Injeksi gen-gen
sitokin ke dalam sel-sel kanker akan menyebabkan sel-sel kanker memproduksi
15
sitokin dan meningkatkan ekspresi antigen pada permukaan sel kanker. Hal ini
memungkinkan sistem imun untuk mengenali kanker yang mengarah pada
respon imun terhadap kanker-kanker lokal maupun yang telah bermetastasis.
Pendekatan ini telah ditoleransi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan
ketika dibandingkan dengan kontrol pada uji fase I/II.
Banyak pengobatan imun dicoba untuk meningkatkan aktivitas limfosit
pada daerah kanker. Satu pendekatan yang dicoba adalah injeksi gen yang
memfasilitasi ikatan limfosit dengan sel-sel kanker (plasmid HLA-B7) secara
langsung ke lokasi kanker. Hal ini memungkinkan limfosit untuk diidentifikasi
dan merusak kanker. Pendekatan ini ditoleransi dengan baik dan efektif pada uji
fase I-II ( Wargasetia, 2005).
4) Strategi bunuh diri.
Strategi bunuh diri adalah pendekatan terapi dengan menyisipkan suatu
gen yang membuat sel-sel kanker sangat sensitif terhadap obat. Pada saat pasien
diberi obat, obat tersebut hanya membunuh sel-sel yang mengandung gen
tersebut. Hal itu juga disebut kemosensitisasi.
Strategi bunuh diri melibatkan introduksi dari suatu gen yang mengkode
enzim non mamalia ke dalam sel-sel tumor, diikuti oleh pemberian dosis tinggi
prodrug non toksik sistemik. Enzim yang dipilih untuk tujuan ini mengkatalisis
reaksi yang tidak terjadi dalam sel-sel mamalia sehingga prodrug non toksik
dimetabolisme menjadi bentuk toksik di dalam tubuh pasien. Ekspresi enzim itu
diba-tasi sehingga konversi prodrug menjadi bentuk toksik hanya terjadi pada
daerah tumor. Melalui cara ini, konsentrasi tinggi dari obat kemoterapi hanya
terbatas pada daerah tumor sehingga hanya membunuh sel-sel tumor secara
selektif tanpa residu toksisitas sistemik. Percobaan di bidang ini menggunakan
enzim virus yang menghasilkan Virus-Directed Enzyme / Prodrug Therapy
(VDEPT) sebagai termi-nologi alternatif untuk strategi bunuh diri (Wargasetia,
2005).
16
D. METODE BARU DALAM BIOTEKNOLOGI KEDOKTERAN
Berdasarkan penelitian Sukma Nuswantara dalam penelitian Bioteknologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengemukakan bahwa tingkat
ketelitian dan kecepatan dari deteksi molekuler untuk berbagai penyakit mulai
banyak digunakan. Beberapa metode yang umum dipakai dalam diagnosis
molekuler adalah sebagai berikut.
1. Hibridasi
Hibridasi DNA atau RNA maupun kombinasi keduanya adalah
proses dimana DNA template dipasang dengan potongan DNA pendek
yang fungsinya sebagai pelacak , yang dikenal sebagai probe. Susunan
basa probe DNA dirancang untuk mendeteksi mutasi DNA pada penyakit
bridigenetis. Probe DNA biasanya ditempeli protein yang mempermudah
deteksi terbentuknya molekul hybrid. Teknik hibridasi merupakan metode
yang sensitive sehingga sering digunakan dalam diagnosis. Teknik ini
dikemukakan oleh Ed Southern, sehingga dikenal sebagai teknik Southern
hybridization.
2. Restriction fragment length polymorphisms
Pada teknik ini, DNA genomic manusia dipotong dengan
menggunakan enzim restriksi. Variasi panjang fragment DNA hasil
pemotongan enzim antara satu individu dengan individu yang lain akan
terjadi mengingat 90% DNA manusia tidak mengandung gen yang dikenal
atau non-cloning. Prinsip ini dipakai dalam individu satu dengan lainnya
atau antara sel-sel jaringan yang sehat dengan jaringan yang sakit. Teknik
ini sering dikombinasikan dengan Southern hybridization.
3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1985. Teknik ini telah
mengubah standar-standar baku dalam studi analisa DNA dan RNA. PCR
merupakan pengembangan fill in reaction dan reaksi polimerasi tunggal
dengan menggunakan enzim Klenow yang dikenal sebelumnya. Kendala
yang dihadapi pada penggunaan enzim Klenow yaitu enzim ini tidak aktif
pada suhu diatas 65ºC. PCR ini menggunakan potongan DNA pendek
berutas tunggal yang dinamakan primer (oligonukleotida).
17
Jika primer ini dibuat untuk amplifikasi gen tertentu yang
merupakan indikasi on-off nya suatu penyakit genetis atau gen khusus
yang ada pada mikroba penyebab infeksi maka PCR ini dapat digunakan
dalam deteksi penyakit-penyakit tersebut. Beberapa teknik yang
mengikutsertakan PCR dapat digolongkan menurut jenis primer yang
digunakan sebagai berikut.
a) Primer Acak
Pada awal munculnya PCR, teknik primer acak yang popular adalah
Arbritarily Polymorphic DNA (RAPD), yang menggunakan satu
primer pendek (10) nukleotida yang susunannya acak. RAPD dapat
pula digunakan sebagai penelitian untuk studi pada penyakit tertentu.
b) Primer Spesifik
Dibuat khusus untuk amplikasi daerah DNA atau gen tertentu primer
spesifik biasanya digunakan berpasangan untuk memperbanyak DNA
dari arah hulu dan hilir. Jenis rancangan primer itu digunakan pada
pembuatan peta fisik suatu gen (gene mapping)sehingga teknik ini
dinamakan sebagai primer walking.
Dalam hal diagnosis penyakit infeksi, primer-primer yang
dirancang untuk mengenali DNA atau RNA mikroba penyebab
penyakit (bakteri, virus dan jamur) dapat dibuat secara spesifik.
4. Sekuensing DNA
Di antara semua teknik molekuler, sekuensing (penguatan) DNA
merupakan teknik yang paling detail dengan ketelitian separasi satu basa.
Ada 2 metode yang dikenal yaitu atas dasar teknik Maxam atau Gilbert
dan teknik Sanger. Metode Sanger adalah yang paling banyak digunakan
karena kesederhanaannya dengan menggunakan nukleotida dideoxy.
Molekul dideoxy menempel pada dNA yang terbentuk dan menghentikan
reaksi tersebut dielektroforesis pada kolom yang berbeda pada gel
polyacrylamide akan terbaca untaian basa-basa DNA yang diurutkan.
Gabungana antara metode PCR dengan sekuensing dinamakan
cycle sequencing amat berguna untuk memperbanyak cetakan DNA yang
akan diurutkan. Sekuensing dilakukan dengan mesin otomatis dengan
18
pelacak sinar laser yang digabungkan pada ddNTP atau pada primer.
Signal yang terdeteksi sinar laser akan langsung diinput ke komputer dan
dikonservasikan ke salam bentuk grafik dan teks urutan DNA.
5. Deteksi Mutasi DNA
Penyakit yang disebabkan oleh adanya mutasi DNA, misalnya
pada gen tumour suppressor menyebabkan timbulnya sel secara tak
terkendali sehingga menyebabkan tumor atau kanker. Teknik ini telah
dikembangkan juga dengan memanfaatkan teknik PCR (Polymerase Chain
Reaction).
Diagnosis di Masa Datang
Peralatan standar yang dipakai di berbagai laboratorium saat ini masih
menggunakan sistem manual terutama untuk penanganan awal dan pengisian
sampel. Alat-alat generasi baru telah dikembangkan seperti DNA sequencer dan
PCR yang menggunakan tangan-tangan robot.
Karena harga peralatan yang tinggi, pengembangan ke arah pengguanaan
chip-chip elektrolit telah dimulai. Chip ini berisi primer atau probe
oligonukleotida yang dapat mendeteksi berbagai penyakit, penanda
tumor/kanker,dsb. Beberapa model chip dilengkapi dengan kemampuan untuk
melakuakan hibridaisasi, separasi DNA dan PCR. Percobaan untuk mendeteksi
adanya mutasi pada gen BRCA1 yang menyebabkan kanker payudara telah
berhasil dilakukan dengan menggunakan chip silicon. Tampaknya chip silicon
siap dikembangkan untuk mendeteksi berbagai penyakit genetis di masa datang.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bahasan dalam Bioteknologi kedokteran adalah :
a. Kekuatan Biology Molecular dalam Mendeteksi dan Mendiagnosis
Penyakit Manusia
b. Mendeteksi penyakit genetic
c. Terapi Gen
d. Metode baru Bioteknologi kedokteran menurut penelitian
2. Di bidang kedokteran, telah bayak digunakan Biologi Molekular untuk
mendeteksi dan mendiagnosis penyakit manusia, diantaranya model penyakit
manusia, biomarker, dan pengungkapan penyakit manusia dengan project
genome.
3. Biomarker Biomarker disini sebagai indicator sebuah penyakit. Biomarker
adalah adalah sebuah tipe protein yang diproduksi oleh jaringan yang
terserang penyakit atau protein yang produsinya meningkat ketika jaringan
terserang penyakit.
4. Terapi gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang
bertanggung jawab terhadap suatu penyakit.
5. Sel-sel kanker mempunyai tiga karakteristik yang dikontrol secara genetis
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan:
Sel-sel kanker mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tidak normal.
Sel-sel kanker tidak mati ketika tubuh mengisyaratkan hal itu.
sel-sel kanker melawan kerja sistem imun tubuh.
Oleh karena itu terapi gen untuk mengobati kanker didasarkan pada koreksi
kecepatan pertumbuhan, kontrol kematian sel dan membuat sistem imun
membunuh sel-sel kanker.
6. Terdapat metode baru dalam bioteknologi kedokteran berdasarkan penelitian
LIPI, beberapa contoh metode baru tersebut adalah :
20
a. Hibridasi
b. Restriction fragment length polymorphisms
c. Polymerase Chain Reaction (PCR)
d. Sekuensing DNA
e. Deteksi Mutasi DNA
B. Saran
Perkembangan dalam bidang kedokteran perlu memperhatikan aspek kelebihan
dan kekurangan, sehingga akan didapatkan hasil yang efektif dalam pengobatan
suatu penyakit. Masih terdapat beberapa kekurangan dalam bioteknologi
kedokteran seperti peralatan, bahan, teknisi, dan modal. Dimana hal tersebut
sangat penting dalam pelaksanaan bioteknologi kedokteran
21
Daftar Pustaka
Agnes Aristiarini, Kompas.com. 2012. Meramal Nasib Manusia Lewat Genetika.
(online)http://sains.kompas.com/read/2012/12/26/13164799/Meramal.Nasib
.Manusia.lewat.Genetika, diakses tanggal 3 Maret 2013
Malik, A. 2005. RNA Therapeutic, Pendekatan Baru dalam Terapi Gen. Majalah
Ilmu Kefarmasian, (Online), II (2): 51-61,
(journal.ui.ac.id/index.php/mik/article/download/1145/1052), diakses 28
Februari 2013
Nuswantara, Sukma dan Usep Sutisna. 2002. Era Bioteknologi Dalam Pengobatan
Dan Diagnosis PenyakitInfeksi Dan Genetis. Pusat Penelitian Bioteknologi :
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), JL. Raya Bogor KM 46,
Cibinong 16911, Bogor. (Online)
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/file/4227.pdf, diakses tanggal 25 Februari
2013
Thieman, William J, and Michael A. Palladino, 2013. Introduction to
Biotechnology Third Edition, Pearson Education, Inc.
Wargesetia, T. 2005. Terapi Gen pada Penyakit Kanker. Jurnal Kristen
Maranatha, (Online), 4 (2): 24-36, (majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-
kedokteran/article/.../pdf), diakses 28 Februari 2013
22