bioremediasi akibat pencemaran tambang batubara.doc

33
BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN PENCEMARAN AKIBAT TAMBANG BATUBARA Abstrak Aktifitas pertambangan dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat mengubah secara total baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Hilangnya vegetasi secara tidak langsung ikut menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen dan pengatur suhu. Salah satu teknik dalam memperbaiki kualitas lingkungan pada kawasan pertambangan adalah dengan teknik bioremediasi. Bioremediasi merupakan teknik pemanfaatan mikroorganisme untuk mendegradasi, menstabilkan, atau memecah bahan pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Dalam makalah ini dikemukakan beberapa hal tentang dampak pertambangan batubara, bioremediasi sebagai alternatif penanganan pencemaran akibat tambang batubara dengan memanfaatkan

Upload: rudy-edwin

Post on 26-Jan-2016

285 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN PENCEMARAN AKIBAT TAMBANG BATUBARA

Abstrak

Aktifitas pertambangan dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang saling

berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang

sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sektor ini menyokong pendapatan

negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka

(open pit mining) dapat mengubah secara total baik iklim dan tanah akibat seluruh

lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Hilangnya vegetasi secara

tidak langsung ikut menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian

erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen dan pengatur suhu. Salah satu teknik

dalam memperbaiki kualitas lingkungan pada kawasan pertambangan adalah dengan

teknik bioremediasi. Bioremediasi merupakan teknik pemanfaatan mikroorganisme

untuk mendegradasi, menstabilkan, atau memecah bahan pencemar menjadi bahan

yang kurang beracun atau tidak beracun. Dalam makalah ini dikemukakan beberapa hal

tentang dampak pertambangan batubara, bioremediasi sebagai alternatif penanganan

pencemaran akibat tambang batubara dengan memanfaatkan beberapa

mikroorganisme, upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang

ditimbulkan oleh pertambangan batu bara. Diharapkan makalah ini dapat memberikan

informasi bagi kita semua, sehingga akan dapat mengurangi pencemaran akibat

aktivitas pertambangan batubara dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah

terjadi di sekitar pertambangan.

Page 2: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006). Menurut Gautama (2007) dalam Anonim (2010) untuk pertambangan mineral, Indonesia merupakan negara penghasil timah peringkat ke-2, tembaga peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4, dan emas peringkat ke-8 dunia.Batubara yang banyak diekspor adalah batubara jenis sub-bituminus yang dapat merepresentasikan produksi batubara Indonesia. Produksi batubara Indonesia meningkat sebesar 11.1% pada tahun 2003 dan jumlah ekspor meningkat sebesar 18.3% di tahun yang sama. Sebagian besar cadangan batubara Indonesia terdapat di Sumatra bagian selatan. Kualitasnya beragam antara batubara kualitas rendah seperti lignit (59%) dan sub-bituminus (27%) serta batubara kualitas tinggi seperti bituminus dan antrasit (14%) (Asthary, 2008).Sekitar 74% dari batubara Indonesia merupakan hasil penambangan perusahaan swasta. Satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Tambang Bukit Asam, menghasilkan sekitar 10 Mt (hanya 9% dari total produksi batubara Indonesia pada tahun 2003) dari penambangan terbuka. Bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan swasta seperti PT Adaro, PT Kaltim Prima Coal, serta PT Arutmin yang dapat memproduksi batubara hingga di atas 10 Mt pada tahun yang sama. Perusahaan penambangan batubara milik negara kalah produksi oleh perusahaan swasta.Namun demikian, pertambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tanbang dari batu-batuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada umumnya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air atau sungai dan lingkungan.Pada pertambangan bawah (underground mining) kerusakan lingkungan umumnya diakibatkan karena adanya limbah (tailing) yang dihasilkan pada proses pemurnian bijih. Baik tambang dalam maupun tambang terbuka menyebabkan terlepasnya unsur-unsur kimia tertentu seperti Fe dan S dari senyawa pirit (Fe2S) menghasilkan air buangan bersifat asam (Acid Mine Drainage / Acid Rock Drainage) yang dapat hanyut terbawa aliran permukaan pada saat hujan, dan masuk ke lahan pertanian di bagian hilir pertambangan, sehingga menyebabkan kemasamam tanahnya lebih tinggi. Tanah dan air asam tambang tersebut sangat masam dengan pH berkisar antara 2,5 – 3,5 yang berpotensi mencemari lahan pertanian.

Page 3: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

1.2 Dampak Pertambangan Batubara

Pertambangan batubara menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro setempat dan tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu. Lahan bekas tambang batubara juga mengalami kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi, porositas tanah menurun dan drainase tanah, pH turun, kesedian unsur hara makro turun dan kelarutan mikro meningkat. baik, dan mengandung sulfat. Lahan seperti ini tidak bisa ditanami. Bila tergenang air hujan berubah menjadi rawa-rawa.Salah satu daerah pertambangan batu bara yang cukup besar di Indonesia berada di Provinsi Kalimantan Selatan. Bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, pertambangan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan sangat merusak lingkungan dan lahan pertanian yang ada di provinsi tersebut, terutama pertambangan yang dilakukan secara illegal. Selain menghasilkan asam tambang yang dapat memasamkan tanah, penggalian tanah dan batu-batuan yang menutup lapisan batu bara dilakukan secara tidak terkendali dan penumpukan hasil galian (overburden) tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan pemerintah. Akibatnya lahan dengan tumpukan tanah dan batu-batuan eks pertambangan sangat sulit untuk ditumbuhi vegetasi.

Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :1. Lubang tambang. Pada kawasan pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksasa atau kawah bekas tambang yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa direklamasi

2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak

lingkungan jangka panjang

3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang

mengkhawatirkan seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya

bagi makhluk hidup.

4. Sludge: limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga

mengandung logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll.

5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan

penduduk dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Menurut logika, udara

kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam

Page 4: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

merangsang penyakit pernafasan seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta

penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.

Reaksi air asam tambang (Acid Mine Drainage/AMD) berdampak secara langsung

terhadap kualitas tanah dan air karena pH menurun sangat tajam. Hasil penelitian

Widyati (2006) dalam Widyati (2010) pada lahan bekas tambang batubara PT. Bukit

Asam Tbk. menunjukkan pH tanah mencapai 3,2 dan pH air berada pada kisaran 2,8.

Menurunnya, pH tanah akan mengganggu keseimbangan unsur hara pada lahan

tersebut, unsur hara makro menjadi tidak tersedia karena terikat oleh logam

sedangkan unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan, 1993 dalam Widyati,

2010). Menurut Hards and Higgins (2004) dalam Widyati (2010) turunnya pH secara

drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam berat pada lingkungan tersebut.

Dampak yang dirasakan akibat AMD tersebut bagi perusahaan adalah alat-alat yang

terbuat dari besi atau baja menjadi sangat cepat terkorosi sehingga menyebabkan

inefisiensi baik pada kegiatan pengadaan maupun pemeliharaan alat-alat berat.

Terhadap makhluk hidup, AMD dapat mengganggu kehidupan flora dan fauna pada

lahan bekas tambang maupun hidupan yang berada di sepanjang aliran sungai yang

terkena dampak dari aktivitas pertambangan. Hal ini menyebabkan kegiatan

revegetasi lahan bekas tambang menjadi sangat mahal dengan hasil yang kurang

memuaskan. Disamping itu, kualitas air yang ada dapat mengganggu kesehatan

manusia.

Luas permukaan daratan Indonesia yang telah diijinkan untuk kegiatan

pertambangan relatif kecil (1,336 juta ha atau 0,7% dari area daratan total),

dan bahkan luas total areal penambangan yang masih aktif dan yang sudah selesai

ditambang lebih kecil lagi (36.743 ha, atau 0,019% dari area daratan total)

(Anonim, 2006). Sekalipun areal total yang terusik secara nasional relatif

Page 5: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

kecil, kebanyakan kegiatan penambangan menerapkan teknik penambangan di

permukaan (surface mining) yang dengan sendirinya mengakibatkan usikan terhadap

lansekap setempat; areal areal vegetasi yang ada dan habitat fauna menjadi

rusak, dan pemindahan lapisan atas tanah yang menutupi ‘cadangan mineral

menghasilkan’ perubahan yang tegas dalam topografi, hidrologi, dan kestabilan

lansekap. Apabila pengelolaan lingkungan tidak efektif, pengaruh lokal (on-site)

ini dapat mengakibatkan usikan lanjutan di luar areal penambangan (off-site),

yang bersumber dari erosi air dan angin terhadap sisa galian yang belum

terstabilkan atau bahan sisa yang berasal dari pengolahan mineral.

Pengaruh-pengaruh ini dapat pula meliputi sedimentasi sungai-sungai, dan

penurunan kualitas air akibat meningkatnya salinitas, keasaman, dan muatan

unsur-unsur beracun dalam air sungai tersebut.

1.3 Definisi Bioremediasi

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di

lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh

mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia

polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak

kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun

terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit

yang tidak berbahaya dan tidak beracun (Wikipedia, 2010).

Menurut Anonim (2010) menyatakan bahwa bioremediasi adalah proses pembersihan

pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri).

Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi

bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).

Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses

Page 6: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant) secara

biologi atau dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna

dan mikroflora) maupun makroorganisme (tumbuhan) (Onrizal, 2005).

Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah

air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan

limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk

didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk

dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon,

dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan

lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk

mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah

didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat

didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan

bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi

genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi

gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari

gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana

mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih

efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan

pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat

mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi.

Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain

yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan.

Page 7: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain

rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang

terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen

molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.

1.4 Jenis Bioremediasi

Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

Biostimulasi

Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau

tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi

yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.

Bioaugmentasi

Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan

ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan

dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan

yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi

situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para

ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam

bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing

kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang

Page 8: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

tercemar.

Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang

efektif untuk mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan

kita. Bagaimanapun, pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati

berkaitan dengan mikroorganisme rekombinan tersebut, apakah efektif dalam

mengurangi polutan, dan apakah aman saat mikroorganisme itu dilepaskan ke

lingkungan.

II. PENANGANAN MASALAH

2.1 Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD

Sudah banyak teknologi yang ditujukan untuk menanggulangi acid mine drainage

(AMD). Teknologi yang diterapkan baik yang berdasarkan prinsip kimia maupun

biologi belum memberikan hasil yang dapat mengatasi AMD secara menyeluruh.

Teknik yang didasarkan atas prinsip-prinsip kimia, misalnya pengapuran, meskipun

memerlukan biaya yang mahal akan tetapi hasilnya hanya dapat meningkatkan pH dan

bersifat sementara. Teknik pembuatan saluran anoksik (anoxic lime drain) yang

menggabungkan antara prinsip fisika dan kimia juga sangat mahal dan hasilnya

belum menggembirakan. Teknik bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri pereduksi

sulfat memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Hasil seleksi Widyati (2007)

dalam Widyati (2010) menunjukkan bahwa BPS dapat meningkatkan pH dari 2,8

menjadi 7,1 pada air asam tambang Galian Pit Timur dalam waktu 2 hari dan

menurunkan Fe dan Mn dengan efisiensi > 80% dalam waktu 10 hari.

Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada air sedangkan

sumber-sumber yang menjadi pangkal terjadinya AMD belum tersentuh. Hal yang

Page 9: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

sangat penting sesungguhnya adalah upaya pencegahan terbentuknya AMD. Bagaimana

mencegah kontak mineral sulfide dengan oksigen dan menghambat pertumbuhan

bakteri pengoksidasi sulfur (BOS) adalah hal yang paling menentukan dalam

menangani AMD. Sebagai contoh PT. Bukit Asam Tbk menghambat kontak

mineral-oksigen dengan melapisi lahan bekas tambang dengan blue clay setebal 1-2

m sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini per hektar sungguh

fantastis. Tetapi proses AMD secara geokimia jauh lebih lambat dibandingkan

dengan proses yang dikatalis oleh BOS. Sehingga di PT. Bukit Asam masih terjadi

AMD. Oleh karena itu, pengendalian BOS adalah kunci untuk mengatasi AMD. Bakteri

ini tergolong kemo-ototrof, sehingga penambahan bahan organik akan membunuh

mikrob tersebut. Bagaimana menyediakan bahan organik pada lahan yang begitu

luas? Penanaman lahan yang baik adalah jawaban yang tepat. Bagaimana melakukan

penanaman pada lahan yang begitu berat? Jawaban yang tepat juga penambahan bahan

organik. Sebab bahan organik dapat berperan sebagai buffer sehingga dapat

meningkatkan pH, sebagai sumber unsur hara, dapat meningkatkan water holding

capacity, meningkatkan KTK dan dapat mengkelat logam-logam (Stevenson, 1997

dalam Widyati, 2010) yang banyak terdapat pada lahan bekas tambang. Revegetasi

pada lahan bekas tambang yang berhasil dengan baik akan memasok bahan organik ke

dalam tanah baik melalui produksi serasah maupun eksudat akar.

2.2 Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Pertambangan

Batu Bara

Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi, tembaga,

timbal, seng, timah, mangan. Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri

Page 10: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

dari batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan

pospat. Bahan galian untuk bahan bangunan dan batuan ornamen termasuk didalamnya

slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite.

Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah

menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus

di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang

sangat besar dan bersifat penting.

Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batu bara. Pembakaran

batu bara merupakan metode pemanfaatan batu bara yang telah sekian lama

dilakukan. Masalah yang muncul sebagai akibat pembakaran langsung batu bara

adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur yang terdapat dalam batu bara perlu

disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif bagi

lingkungan.

Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan,

terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Hal ini disebabkan oleh

oksida-oksida belerang yang timbul akibat pembakaran batubara tersebut sehingga

mampu menimbulkan hujan asam. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan

suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil

pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma masakan atau minuman yang

dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya

kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan).

Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu

fisika, kimiawi, dan biologis. Penyingkiran sulfur secara biologis atau

biodesulfurisasi adalah metode penyingkiran sulfur dengan menggunakan mikroba

Page 11: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

yang paling murah dan paling sederhana. Ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu: temperatur, pH, medium nutrisi,

konsentrasi sel, konsentrasi batu bara, ukuran partikel, komposisi medium,

kecepatan aerasi COÌ, penambahan partikulat dan surfaktan, serta interaksi

dengan mikroorganisme lain. Cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah

dengan mewujudkan gagasan clean coal combustion melalui desulfurisasi batubara.

Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi

batubara adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus

ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri

ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans

memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus

thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada

sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.

2.3 Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat dalam Penanganan Air Asam Tambang

Teknologi bioremediasi dapat juga digunakan untuk mengatasi air asam tambang dan

logam berat terlarut terutama dari pertambangan batu bara. Teknologi tersebut

mengandalkan aktivitas berbagai bakteri pereduksi sulfat diantaranya

Desulfotomaculum orientis ICBB 1204, Desulfotomaculum sp ICBB 8815 dan ICBB 8818

yang mengubah sulfat dalam air asam tambang menjadi hidrogen sulfida dan

kemudian bereaksi dengan logam berat. Setelah reaksi belangsung pH (keasaman)

air asam tambang yang mula-mula berkisar dari 2 – 3 meningkat mendekati netral

(6-7). Sementara logam berat yang terdapat air asam tambang mengendap. Dari

hasil penelitian Santosa (2009) selama sembilan (9) tahun diperoleh teknologi

Page 12: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

yang mampu meningkatkan pH ke netral dan menurunkan konsentrasi berbagai logam

berat diantaranya Cr, Pb dan Cd. Teknologi ini efisien, karena hanya membutuhkan

biaya 1/10 dari biaya penanganan air asam konvensional.

Menurut Alexander (1977) dalam Anonim (2010a), menyatakan bahwa Bakteri

Pereduksi Sulfat (BPS) terdiri dari 2 genus, yaitu Desulfovibrio dan

Desulfotomaculum. Desulfovibrio hidup pada kisaran pH 6 sampai netral, sedangkan

Desulfotomaculum merupakan kelompok BPS yang termofil (menyukai suhu yang

tinggi). Dari hasil penelitian lingkungan tanah bekas tambang batubara setelah

diberi perlakuan bioremediasi mempunyai pH sekitar 6 dan suhunya berkisar pada

suhu ruangan (25°C – 30°C) tidak termofil (>55°C) sehingga kuat dugaan bahwa BPS

yang ditemukan sangat dekat sifat-sifatnya dengan genus Desulfovibrio. Sedangkan

menurut Feio et al. (1998) dalam Anonim (2010a), menyatakan bahwa media Postgate

yang digunakan merupakan media selektif yang paling cocok untuk mengisolasi BPS

dari genus Desulfovibrio.

Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan pH

tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi

lahan bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati

netral (6,66) sehingga sangat baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman

revegetasi maupun kehidupan biota lainnya.

2.4 Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara

Umumnya, perusahaan tambang menggunakan top (tanah lapisan atas) atau kompos

untuk mengembalikan kesuburan tanah. Rata-rata dibutuhkan 5.000 ton per hektar

kompos atau top soil. Metode konvensional ini kurang tepat diterapkan pada bekas

Page 13: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

lahan tambang yang luas. Pemanfaatan sludge limbah industri kertas bisa menjadi

alternatif pilihan. Industri kertas menghasilkan 10 persen sludge dari total

pulp yang mengandung N dan P (Anonim, 2006a).

Percobaan menunjukkan sludge paper dosis 50 persen dapat memperbaiki sifat-sifat

tanah lebih efektif dibandingkan perlakuan top soil. Sludge kertas ini berperan

ganda dalam proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara yaitu sebagai

sumber bahan organik tanah (BOT) dan sumber inokulum bakteri pereduksi sulfat

(BPS). Pemberian sludge pada bekas tambang batubara menimbulkan 2 proses yakni

perbaikan lingkungan (soil amendment) dan inokulasi mikroba yang efektif.

Pemberian sludge paper 50 persen ke dalam tanah bekas tambang batubara mampu

menurunkan ketersediaan Fe tanah 98.8 persen, Mn 48 persen, Zn 78 persen dan Cu

63 persen. BPS mampu mereduksi sulfat menjadi senyawa sulfda-logam yang tidak

tersedia.

2.5 Bioremediasi Tanah Tercemar

Pencemaran lingkungan tanah belakangan ini mendapat perhatian yang cukup besar,

karena globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat. Sumber

pencemar tanah umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik beracun yang

dihasilkan melalui kegiatan pertambangan dan industri. Senyawa-senyawa ini

umumnya bersifat mutagenik dan karsinogenik yang sangat berbahaya bagi kesehatan

(Joner dan Leyval, 2001 dalam Madjid, 2009).

Bioremidiasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan

menggunakan bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh

tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi

yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan

meningkatnya kadar logam berat (Fleibach, et al, 1994 dalam Madjid, 2009)..

Page 14: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam

beracun dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan

“extrahyphae slime” (Aggangan et al, 1997 dalam Madjid, 2009). sehingga

mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Namun demikian, tidak semua

mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam beracun,

karena masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan

cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi

bahan tersebut dalam hifa, juga dapat melalui mekanisme pengkomplekan logam

tersebut oleh sekresi hifa ekternal.

Polusi logam berat pada ekosistem hutan sangat berpengaruh terhadap kesehatan

tanaman hutan khususnya perkembangan dan pertumbuhan bibit tanaman hutan (Khan,

1993 dalam Madjid, 2009). Hal semacam ini sangat sering terjadi disekitar areal

pertambangan (tailing dan sekitarnya). Kontaminasi tanah dengan logam berat akan

meningkatkan kematian bibit dan menggagalkan prgram reboisasi. Penelitian

Aggangan et al (1997) dalam Madjid (2009) pada tegakan Eucalyptus menunjukkan

bahwa Ni lebih berbahaya dari Cr. Gejala keracunan Ni tampak pada konsentrasi 80

umol/l pada tanah yang tidak dinokulasi dengan mikoriza sedangkan tanah yang

diinokulasi dengan Pisolithus sp., gejala keracunan terjadi pada konsentrasi 160

umol/l. Isolat Pisolithus yang diambil dari residu pertambangan Ni jauh lebih

tahan terhadap kadar Ni yang tinggi dibandingkan dengan Pisolithus yang diambil

dari tegakan Eucalyptus yang tidak tercemar logam berat.

Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan

organik, sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam

pengendapan) juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman semi akuatik

Page 15: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

seperti Phragmites australis. Oliveira et al, 2001 dalam Madjid, 2009)

menunjukkan bahwa Phragmites australis dapat berasosiasi dengan cendawan

mikoriza melalui pengeringan secara gradual dalam jangka waktu yang pendek. Hal

ini dapat dijadikan strategi pengelolaan lahan terpolusi (phytostabilisation)

dengan meningkatkan laju perkembangan spesies mikotropik. Penelitian Joner dan

Leyval (2001) dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza pada

tanah yang tercemar oleh polysiklik aromatic hydrocarbon (PAH) dari limbah

industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, tapi tidak terhadap

pertumbuhan reygrass. Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover karena PAH

dapat ditekan. Tapi bila penambahan mikoriza dibarengi dengan penambahan

surfaktan, zat yang melarutkan PAH, maka laju penurunan hasil clover meningkat.

Tanaman yang tumbuh pada limbah pertambangan batubara diteliti Rani et al (1991)

dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa dari 18 spesies tanaman setempat yang

diteliti, 12 diantaranya bermikoriza. Tanaman yang berkembang dengan baik di

lahan limbah batubara tersebut, ditemukan adanya “oil droplets” dalam vesikel

akar mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan

beracun tersebut tidak sampai diserap oleh tanaman.

Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat

racun seperti logam berat (Killham, 1994 dalam Madjid dan Novriani : 2009).

Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan

mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau

penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan. Khan (1993) dalam Madjid dan

Novriani (2009) menyatakan bahwa vesikel arbuskular mikoriza (VAM) dapat terjadi

secara alami pada tanaman pioner di lahan buangan limbah industri, tailing

tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang

Page 16: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik.

2.6 Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan Oleh

Pertambangan Batu Bara

Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh

penambang batu bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan

tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :

1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif

(control/protective) yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk

pengangkutan batu bara sehingga akan mengurangi keruwetan masalah transportasi.

Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang kotor.

Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko

terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).

2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan

terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya

reklamasi dan penghijauan kembali bekas penambangan batu bara dapat mencegah

perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara

dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (breeding place).

3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan

penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku

(law enforcement)

4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan

untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi

perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian

Page 17: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

lingkungan.

III. KESIMPULAN

1. Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :

a. Lubang tambang.

b. Air Asam tambang

c. Tailing

d. Sludge

e. Polusi udara

2. Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai

proses membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant)

secara biologi atau dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme

(mikrofauna dan mikroflora) maupun makroorganisme (tumbuhan)

3. Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

Biostimulasi

Bioaugmentasi

Bioremediasi Intrinsik

4. Beberapa metode penanganan pencemaran tambang batubara, yaitu :

a. Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD

b. Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Pertambangan

(Batu Bara)

c. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat dalam Penanganan Air Asam Tambang

d. Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara

Page 18: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

e. Bioremediasi Tanah Tercemar

5. Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan Oleh

Pertambangan Batu Bara, yaitu :

a. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif

(control/protective)

b. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan

terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan.

c. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan

penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku

(law enforcement)

d. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan

untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi

perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian

lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi TanahBekas

Tambang Batubara.

http://goblog06.blogspot.com/2010/05/pemanfaatan-bakteri-pereduksi-sulfat_02.html.

2 juni 2010Anonim. 2010. Bahan Perkuliahan Teknik Elektro Unand. Sumber Daya

Alam. http://bahanelektro.blogspot.com/2010/02/sda-sumber-daya-alam. 4 juni

2010Anonim. 2008. Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah

Pertambangan (Batu Bara).

http://.bioindustri.blogspot.com/2008/09/bakteri-thiobacillus-ferrooxidans.html.

4 juni 2010

Page 19: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

Anonim. 2006a. Limbah Industri Kertas Perbaiki Lahan Tambang Batubara.

http://www.ipb.ac.id/Bogor Agricultural University – Limbah Industri Kertas

Perbaiki Lahan Tambang Batubara.html. 4 juni 2010

Anonim. 2006.Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Menuju Pemanfaatan Lahan Yang

Berkelanjutan : Leaflet Seminar Nasional. http://pkrlt.ugm.ac.id/files/2006%20

LEAFLET%20SEMINAR%20PKRLT.pdf. 3 juni 2010

Arifin, H. 2007. Penambangan Batu Bara Dan Kesehatan Lingkungan.

http://komunitassumpit.wordpress.com/2007/06/22/penambangan-batu-bara-dan-kesehatan-lingkungan.

25 maret 2010

Asthary, R. 2008. Pertambangan Batubara : Pro dan Kontra.

www.majarimagazine.com/2008/

06/pertambangan-batubara-pro-dan-kontra. 25 maret 2010

Kurnia, U., dkk. 2005. Teknologi Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah.

www.balittanah.

litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsawah9.pdf. 4 juni 2010

Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Bahan Ajar Online : Peran dan Prospek

Mikoriza.

Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Pascasarjana,

Page 20: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. 4

juni 2010

Madjid, A dan Novriani. 2009. Peran dan prospek Mikoriza.

http://phospateindo.com/peran-dan-prospek-mikoriza.html. 5 juni 2010

Santosa, D.A,. 2009. Teknologi Bioremediasi Pulihkan Lingkungan Tercemar.

www.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/22942/2/2009b1403.pdf. 2 Juni 2010

Sofyan, H. 2009. Dampak Lingkungan Eksploitasi Tambang

Batubara.http:///haniyahsofyan.blogspot.com/2009/11/dampak-lingkungan-ekspoitasi-tambang.html.

27 maret 2010

Onrizal. 2005. Restorasi Lahan Terkontaminasi Logam Berat.

http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-onrizal6.pdf. 1 juni 2010

Widyati, E. 2010. Acid Mine Drainage – Momok Lahan Bekas Tambang. Lingkungan

Pasca Tambang. http://tambang.blogspot.com/2010/05/air-asam-tambang.html. 4 Juni

2010

Wikipedia. 2010. Bioremediasi – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

http://id.wikipedia.org/wiki/Bioremediasi. 4 juni 2010

Page 21: BIOREMEDIASI AKIBAT PENCEMARAN TAMBANG BATUBARA.doc

Share this:EmailPrint

Like this:LikeOne blogger likes this post.

Comments (1)

One Response to “BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN PENCEMARAN AKIBAT

TAMBANG BATUBARA” Erlin Fitriyanti Says:

February 28, 2011 at 2:16 pm

assalamu’alaikum wrwb

salam persohiblogan

saya erlin,anak bengkulu yg sedang menempuh kuliah di Univ.Brawijaya

malang..senang bisa menemukan blog nya org2 perikanan.semoga nantinya kita

bisa membangun perikanan di bengkulu

Reply