biobriket limbah kulit kakao sebagai energi alternatif terbarukan di kabupaten jember

26
RINGKASAN Indonesia adalah salah satu negara penghasil kakao terbanyak sedunia dimana Jember adalah salah satu penghasil kakao terbanyak di Indonesia. Buah kakao yang dihasilkan ini tentunya memberikan nilai plus untuk pemerintah daerah Jember. Buah kakao yang dihasilkan tersebut kemudian diolah oleh pabrik pengolahan kakao menjadi bermacam produk yang menarik, seperti permen coklat, aneka makanan yang berbahan dasar coklat, hingga kosmetik yang terbuat dari coklat. Banyaknya produksi buah kakao yang dihasilkan memberikan pekerjaan rumah baru yaitu tentang penanganan limbah buah kakao. Limbah buah kakao yang dihasilkan ini berupa kulit kakao yang belum bisa termanfaatkan dengan baik. Pengolahan kulit buah kakao yang kurang tepat seperti didiamkan dalam waktu yang lama akan menimbulkan masalah baru untuk lingkungan, yaitu pembusukan karena adanya penguraian karbon oleh mikroorganisme. Solusi penanganan limbah kulit kakao adalah dengan menjadikannya sebagai biobriket. Biobriket kulit kakao dapat dibuat karena berbahan keras dan 90% mengandung bahan kering. Pembuatan kulit kakao menjadi briket sangat mudah dengan melalui empat tahapan yaitu pengeringan bahan (kulit kakao), penggerusan (menjadi arang), pencampuran dengan larutan kanji sebagai pelengket, dan pencetakan menjadi biobriket. Sebelum dipublikasikan alangkah baiknya dilakukan penelitian terlebih dahulu untuk mendapatkan komposisi yang tepat sehingga biobriket yang dihasilkan dapat lebih efektif dan efisien. Biobriket yang dihasilkan ini dapat digunakan sebagai energi alternatif menggantikan kayu bakar atau LPG untuk memasak. Biobriket ini dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak dan dapat dikomersilkan sehingga dapat menambah penghasilan serta 1

Upload: marena-thalita

Post on 27-Sep-2015

57 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

gagasan tertulis

TRANSCRIPT

RINGKASAN

Indonesia adalah salah satu negara penghasil kakao terbanyak sedunia dimana Jember adalah salah satu penghasil kakao terbanyak di Indonesia. Buah kakao yang dihasilkan ini tentunya memberikan nilai plus untuk pemerintah daerah Jember. Buah kakao yang dihasilkan tersebut kemudian diolah oleh pabrik pengolahan kakao menjadi bermacam produk yang menarik, seperti permen coklat, aneka makanan yang berbahan dasar coklat, hingga kosmetik yang terbuat dari coklat. Banyaknya produksi buah kakao yang dihasilkan memberikan pekerjaan rumah baru yaitu tentang penanganan limbah buah kakao.

Limbah buah kakao yang dihasilkan ini berupa kulit kakao yang belum bisa termanfaatkan dengan baik. Pengolahan kulit buah kakao yang kurang tepat seperti didiamkan dalam waktu yang lama akan menimbulkan masalah baru untuk lingkungan, yaitu pembusukan karena adanya penguraian karbon oleh mikroorganisme. Solusi penanganan limbah kulit kakao adalah dengan menjadikannya sebagai biobriket. Biobriket kulit kakao dapat dibuat karena berbahan keras dan 90% mengandung bahan kering. Pembuatan kulit kakao menjadi briket sangat mudah dengan melalui empat tahapan yaitu pengeringan bahan (kulit kakao), penggerusan (menjadi arang), pencampuran dengan larutan kanji sebagai pelengket, dan pencetakan menjadi biobriket. Sebelum dipublikasikan alangkah baiknya dilakukan penelitian terlebih dahulu untuk mendapatkan komposisi yang tepat sehingga biobriket yang dihasilkan dapat lebih efektif dan efisien. Biobriket yang dihasilkan ini dapat digunakan sebagai energi alternatif menggantikan kayu bakar atau LPG untuk memasak. Biobriket ini dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak dan dapat dikomersilkan sehingga dapat menambah penghasilan serta membuka lapangan pekerja jika membutuhkan tenaga kerja yang banyak.

BAGIAN INTI

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah merupakan zat buang dari suatu proses produksi industri maupun domestik. Limbah menjadi masalah besar bagi sebagian besar industri yang ada saat tidak bisa digunakan atau diolah kembali menjadi sesuatu yang lebih berguna. Kulit kakao merupakan limbah dari buah kakao yang dapat ditemukan di perkebunan-perkebunan besar atau agroindustri yang sampai saat ini kebanyakan dimanfaatkan sebagai pakan ternak maupun pupuk tanaman dengan cara ditimbun di sela-sela tanaman kakao. Kasus penanganan limbah pertanian dan perkebunan sampai saat ini masih mengalami kendala. Masalah ini diantaranya adalah keterbatasan waktu, tenaga kerja, maupun keterbatasan areal pembuangan. Di samping itu, limbah pertanian dan perkebunan belum banyak dimanfaatkan walaupun dalam beberapa kondisi memiliki potensi sebagai bahan pakan ternak maupun bahan baku pembuatan kompos. Limbah kulit kakao yang tidak ditangani secara serius memiliki potensi untuk menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat. Limbah kulit buah kakao ini akan memiliki peranan yang cukup berarti dan cukup berpotensi jika dijadikan sebagai energi alternatif.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kakao terbesar ke tiga di dunia. Produksi kakao atau coklat di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan mencapai 3,5% setiap tahun. Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten penghasil buah kakao (Theobroma Cacao) terbesar di Indonesia. Sebagian hasil produksinya dikonsumsi sendiri dan sebagian diekspor ke luar negeri. Salah satu potensi perkebunan di Jember yakni kakao dengan luas perkebunan 4.641 hektar dan dalam setiap hektarnya produktivitas tanaman perkebunan kakao yang dikelola oleh PTPN XII mencapai 3,27 ton. Sedang yang dikelola oleh PDP dan swasta masing-masing mencapai 4,93 ton dan 7,67 ton (Website resmi kabupaten Jember, 2012).

Tingkat produksi buah kakao yang tinggi berbanding lurus dengan meningkatnya limbah kulit kakao di kabupaten Jember. Berat kulit buah kakao mencapai 75% seluruh berat buah, sehingga dapat dikatakan bahwa limbah utama pengolahan buah kakao adalah kulit (cangkangnya). Hal ini memberikan dampak negatif, sebab pemanfaatannya hanya 25% dari buah kakao yaitu biji kakao, sedangkan 75% merupakan kulit kakao (Ashadi, 1998). Jumlah yang sedemikian besar membuat limbah produksi buah kakao semakin besar pula. Sedangkan produksi kakao sekarang ini cenderung meningkat karena didukung dengan program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan tanaman kakao. Limbah kulit kakao memiliki peluang untuk diolah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat, salah satunya yaitu pembuatan pupuk dengan memanfaatkan limbah kulit kakao (Novitasari, 2015). Selain itu, kulit kakao dapat juga dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk produksi metana. Jika dilihat dari kandungan kimianya, kulit buah kakao mengandung pektin 18%, tanin 2%, catekin 0,01%, dan antosianin 1,04% (Rachmawan, 2005).

Di sisi lain, peningkatan kebutuhan manusia akan energi semakin besar. Namun, peningkatan kebutuhan ini tidak sebanding dengan jumlah energi yang dihasilkan dari panas bumi. Hal tersebut membuat beberapa pakar energi berlomba-lomba menemukan hal baru dengan melakukan penelitian untuk menciptakan energi alternatif. Sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable) yang cukup potensial adalah limbah hasil perkebunan kakao yang sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal.

Berdasarkan fakta-fakta yang tertera di atas, muncul sebuah ide tentang pemanfaatan limbah buah kakao (Theobroma cacao) menjadi biobriket dalam upaya mengurangi limbah organik di lingkungan dan menghindari persaingan bahan baku energi.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pembuatan briket kulit kakao adalah :

1. Mengurangi limbah kulit kakao yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan kakao di Jember.

2. Memberikan lapangan pekerjaan.

3. Menciptakan energi alternatif sederhana dan ramah lingkungan.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh antara lain :

1. Mampu mengurangi jumlah limbah kulit kakao yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan kakao di Jember.

2. Menambah penghasilan bagi masyarakat sekitar pabrik pengolahan kakao.

3. Mampu menciptakan energi alternatif sederana dan ramah lingkungan.

2. GAGASAN

2.1 Kondisi Kekinian Pencetus

Kakao yang memiliki nama latin TheobromaCcacao L atau yang sering kita bisa sebut dengan coklat merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis. Kakao pada umumnya adalah tumbuhan yang menyerbuk silang dan memiliki inkubalitas sendiri. Buah kakao memiliki bentuk bulat hingga memanjang. Buah memiliki 5 daun buah yang di dalamnya terdapat biji. Warna buah dapat berubah-ubah tergantung dengan usianya. Sewaktu muda dapat berwarna hijau dan ungu, namun kulitnya akan berwarna kuning apabila sudah masak. Secara umum, pemanfaatan kakao hanya pada bijinya saja, sehingga kulitnya yang memiliki berat mencapai 70% dari jumlah per buah kakao cenderung tidak dimanfaatkan.

Produksi kakao di Indonesia sekarang ini cukup meningkat karena seiring dengan program pemerintah untuk meningkatkan pengembangan tanaman kakao. Selama lima tahun terakhir ini produksi kakao terus meningkat sebesar 7,14% pertahun atau 49,200 ton pada tahun 2004 (Suryana, 2005). Jika proporsi limbah kulit kakao mencapai 74% dari produksi, maka limbah kulit buah kakao mencapai 36408 ton per tahun, maka dari itu limbah kulit buah kakao merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Energi adalah salah satu kebutuhan manusia yang sangat diperlukan di era sekarang ini. Energi yang dikembangkan hingga sekarang ini umumnya memanfaatkan minyak bumi dan batu bara. Pembentukan minyak bumi dan batu bara membutuhkan waktu yang sangat lama yaitu hingga ratusan tahun lamanya, sedangkan kebutuhan manusia terhadap energi sangat besar. Hal ini membuat persediaan minyak bumi dan batu bara menjadi semakin kurang, bahkan akhir-akhir ini banyak pemberitaan tentang krisis energi beberapa puluh tahun ke depan.

Kelangkaan atau krisis energi dapat diperlambat dengan mengelola apa yang ada di muka bumi menjadi sumber energi.

Manusia berlomba-lomba menemukan energi alternative untuk mengurangi penggunaan minyak bumi dan batu bara. Energi alternative yang sudah ditemukan antara lain bioenergy dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang ada. Indonesia adalah salah satu negara yang banyak melakukan pembuatan bioenergy yaitu biosolar, bioethanol, dan lain sebagainya dengan memanfaatkan tumbuhan khas Indonesia. Tumbuhan yang dimanfaatkan adalah jarak pagar, kelapa sawit, tebu, dan singkong (Kong, 2010).

Biobriket adalah kumpulan sisa-sisa tanaman yang inti sarinya telah diolah terlebih dahulu guna diproses menjadi prok-produk biofuel yang bernilai ekonomis tinggi misalnya bioethanol atau biodiesel. Biobriket juga merupakan sisa pengolahan lahan pertanian atau kehutanan yang masih memiliki nilai kalori dengan jumlah yang cukup sehingga masih dapat diolah menjadi briket sebagai bahan bakar. Briket adalah bahan bakar padat sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang melalui proses karbonasi kemudian dicetak dengan tekanan tertentu baik dengan atau tanpa bahan pengikat (binder) maupun bahan tambahan lainnya. Briket yang banyak diproduksi dan berada dipasaran adalah briket batubara, dan briket bioarang yang terbuat dari limbah rumah tangga misalnya briket kulit kacang, tempurung kelapa. Pembuatan briket cukup sederhana yang meliputi beberapa tahapan yaitu pengeringan, penggerusan, pencampuran, dan pencetakan (Kong, 2010).

2.2 Solusi yang Pernah Ditawarkan

Beberapa pihak telah mencoba mengolah limbah kulit kakao menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Salah satu contoh dengan memanfaatkan kulit kakao sebagai bioetanol. Anita D. Moelyaningrum bersama dua orang mahasiswanya yaitu Yuniar Sulistyo dan Dita Wahyu melakukan penelitian tentang potensi Kulit Kakao untuk dijadikan pengikat logam berat seperti timbal (Pb). Hal tersebut dilakukan karena pada kulit kakao mengandung pektin yang memiliki kemampuan untuk mengikat logam diantaranya adalah timbal (Moelyaningrum et al, 2013).

Zohdin (2012) juga memaparkan hasil penelitiannya bahwa kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak Ruminansia. Novitasari (2015) melakukan penelitian dengan memanfaatkan limbah kulit kakao sebagai kompos sebab kandungan zat haranya yang cukup tinggi. Haris (2013) salah satu mahasiswa Universitas Jember jurusan Kimia melakukan penelitian tentang pemanfaatan kulit buah kakao sebagai edible film berbasis pektin. Nidhar et al (tanpa tahun) melakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah kulit kakao sebagai sumber energi biogas. Serta Murni dkk (2012) menggunakan kulit kakao yang difermentasi dengan kapang sebagai pengganti hijauan ransum ternak kambing karena kandungan lignin yang cukup tinggi.

2.3 Gagasan yang Ditawarkan

Banyaknya limbah kulit kakao yang dihasilkan dengan pemanfaatan yang belum maksimal membuat semua pihak berlomba-lomba mendapatkan solusi yang tepat. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah kulit kakao adalah dengan mengolahnya menjadi biobriket.

Tabel 1. Kandungan Kulit Kakao

Komponen

Kandungan

1

2

3

Bahan Kering

84,00 90,00

90,40

91,33

Protein kasar

6,00 10,00

6,00

6,00

Lemak

0,50 1,50

0,90

0,90

Serat kasar

19,00 28,00

31,50

40,33

Abu

10,00 13,80

16,40

14,80

BETN

50,00 55,60

-

34,26

Kalsium

-

0,67

-

Pospor

-

0,10

-

Sumber. 1. Semit dan Adegbola (1982) dalam Zohdin (2012)

2. Roesmanto (1991) dalam Zohdin (2012)

3. Amirroeanas (1990) dalam Zohdin (2012)

Dilihat dari tabel 1. Bahwa kulit kakao banyak mengandung bahan kering yang mencapai 90% sehingga kulit kakao berpotensi untuk dijadikan sebagai biobriket. Selain kandungan bahan keringnya yang sangat tinggi, kulit kakao yang keras dan tebal membuatnya potensi dijadikan biobriket. Proses pembuatan biobriket sangat mudah dan sederhana yang melalui empat tahapan, pengeringan, penggerusan, pencampuran, dan pembentukan menjadi biobriket (Kong, 2010).

Biobriket kulit kakao dapat dibuat melalui tahapan-tahapan tersebut, yaitu

1. Pengeringan

Tahap ini dilakukan dengan menghilangkan kandungan air pada kulit kakao dengan cara mengeringkan di bawah terik matahari. Proses ini dilakukan kurang lebih selama 5 hari.

2. Penggerusan

Tahap ini dilakukan dengan pemanasan pada ruang vakum. Ruang vakum dapat dibuat menggunakan drum yang dilubangi pada bagian bawahnya. Drum dikondisikan terbalik di atas tanah berpasir agar bagian bawah drum tertutup rapat sehingga tidak ada sirkulasi udara di dalamnya. Sirkulasi udara ini tidak akan terjadi karena asap yang dihasilkan pada proses pembakaran menghalangi lubang pada drum. Bahan organik yaitu kulit kakao dimasukkan melalui lubang tersebut dan dibakar. Kulit kakao di dalam drum perlu dikorek sesekali untuk membuat pemanasan menjadi merata. Proses ini akan menghasilkan arang.Arang yang berkualitas harus memenuhi syarat-syarat. Syarat tersebut yaitu mempunyai kandungan arang (fix karbon) diatas 75%, briket yang dihasilkan cukup keras ditandai dengan tidak mudah patah dan hancur, kadar abunya tidak lebih dari 5%, kadar zat menguapnya tidak lebih dari 8%, kadar air tidak lebih dari 15%, tidak tercemar oleh unsur-unsur yang membahayakan atau kotoran lainnya (Sudrajat dan Soleh, 1994).

Gambar 1. Arang yang terbentuk (Mintadi et al, 2010).

3. Pencampuran

Tahap pencampuran dilakukan dengan menambahkan zat perekat. Material yang digunakan dihaluskan terlebih dahulu hingga menjadi komponen yang berukuran kecil lalu ditambahkan dengan zat perekat. Zat perekat terbuat dari tepung kanji atau tanah liat. Zat perekat ini ditambahkan air dengan perbandingan 1:1 lalu dimasukkan material dan diaduk hingga rata. Campuran tersebut kemudian dipanaskan (Prihandana et al, 2008).

Gambar 2. Pembuatan larutan Kanji (Mintadi et al, 2010).

4. Pembentukan menjadi biobriket

Tahap ini dilakukan dengan menuangkan campuran ke dalam cetakan. Bentuk cetakan disesuaikan dengan alat dan bahan yang ada. Cetakan dapat menggunakan seng talang yang digulung kemudian diikat menggunakan raffia dan dimasukkan batang kayu atau bambu sebagai lubang briket. Adonan atau campuran yang dimasukkan ke dalam cetakan ditusuk-tusuk menggunakan kayu dan dibiarkan selama 2 jam. Alat pencetak kemudian dilepas perlahan-lahan untuk menghindari briket tersebut pecah. Briket ini kemudian dijemur selama kurang lebih 3 hari hingga benar-benar kering. Briket yang sudah kering siap untuk digunakan dengan cara dibakar dengan kompor briket.

b.

a.

Gambar 3. (a) Pencetakan Briket (Mintadi et al, 2010)

(b) Kompor Briket (Anonim 2015)

Pembuatan biobriket dapat diperjelas melalui alur di bawah ini :

Pencampuran

Pencetakan

Pengeringan

Biobriket

Limbah Kulit Kakao

Pengeringan

Penggerusan

Larutan Kanji (1:1)

Pemanasan

Diagram 1. Alur Pembuatan Briket (Kong, 2010).

Briket dikatakan memiliki mutu yang baik dan berkualitas apabila hasil pembakarannya tidak berwarna hitam dan apabila dibakar api yang dihasilkannya berwarna kebiru-biruan. Briket terbakar tanpa berasap, tidak memercikkan api dan tidak berbau. Tidak terlalu cepat terbakar dan berdenting seperti logam ketika dipukul (Nuryati, 1983).

Biobriket yang dihasilkan ini memiliki manfaat bagi kehidupan sehari-hari sebagai pengganti kayu bakar karena ibu rumah tangga di daerah pedesaan masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini disebabkan bioriket yang dibakar akan menghasilkan panas yang lebih besar dibandingkan kayu bakar. Hasil pembakaran biobriket merupakan senyawa yang ramah lingkungan sehingga penggunaan biobriket bisa digunakan untuk menggantikan LPG yang sekarang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Adapun Kelebihan penggunaan briket limbah biomasa dengan LPG yaitu:

1) Biaya bahan bakar lebih murah.

2) Tungku dapat digunakan untuk berbagai jenis briket.

3) Lebih ramah lingkungan (green energy).

4) Merupakan sumber energi terbarukan (renewable energy).

5) Membantu mengatasi masalah limbah dan menekan biaya pengelolaan limbah.

(Wijaya dan Hermawan, 2012).

2.4 Pihak-pihak yang Dipertimbangkan

Gagasan pemanfaatan limbah kulit kakao sebagai bioriket tidak terlepas dari dukungan pemerintah daerah kabupaten Jember, industri dan perkebunan kakao, peneliti serta masyarakat sekitar. Pemerintah daerah kabupaten Jember diharapkan lebih memperhatikan penulis atau peneliti yang berkontribusi untuk memecahkan permasalahan yang ada khususnya terkait penanganan limbah kulit kakao. Industri dan perkebunan kakao diharapkan lebih cermat lagi untuk membuang limbah yang mereka hasilkan, karena penanganan yang kurang tepat dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah kulit kakao ini dapat menimbulkan pencemaran udara karena belum banyak dimanfaatkan dan timbunannya menyebabkan bau busuk. Peranan masyarakat sekitar juga diperlukan sebagai tenaga kerja yang diharapkan dapat membantu pengolahan limbah kulit kakao tersebut. Selain itu, terlibatnya masyarakat sekitar dapat mengurangi biaya pengadaan alat dan mengurangi pengangguran.

Mahasiswa kimia atau peneliti yang ahli di bidangnya diharapkan melakukan studi atau penelitian untuk menemukan komposisi yang tepat untuk mendapatkan biobriket yang efektif dan efisien. Kontribusi lain yaitu untuk melakukan uji kalor yang dihasilkan oleh biobriket ini. Hal lain yang dilakukan adalah menguji kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, kerapatan briket dan keteguhan tekanan. Penentuan komposisi dan uji kalor yang dihasilkan ini sejalan karena penentuan komposisi yang tepat adalah mengenai panas yang dihasilkan oleh biobriket tersebut. Briket yang ada dipasaran yaitu briket arang memiliki nilai kalor sebesar 6000-8000 kal/gram. Adanya penentuan komposisi yang tepat ini untuk mendapatkan kalor yang diharapkan lebih besar dari yang ada di pasaran.

Tabel 2. Nilai Kalor Briket yang Ada di Pasaran

Jenis bahan

Nilai kalor (kal/gram)

Sekam padi

3570

Tempurung kelapa

4707

Kayu bakar

3500

Minyak tanah

10.500-10.700

Solar

10.500-10.700

Batu bara

6865-8277

Arang kayu

7433

Briket kayu

4700-4800

Briket arang

6000-8000

Sumber : (Agustina, 2005)

Penentuan kadar air diperlukan karena jika biobriket mengandung banyak air maka kalor yang dihasilkan semakin rendah. Selain itu akan mempersulit penyalaan biobriket. Kadar air ini dapat diminimumkan ketika tahap pegeringan. Kadar abu yang mengandung silika juga perlu diteliti karena apabila biobriket mengandung banyak abu maka akan membuat kerak pada tungku pembakaran (Wijaya dan Hermawan, 2012).

Kadar zat terbang perlu diteliti karena berhubungan dengan kecepatan pembakaran, waktu pembakaran, dan banyaknya asap yang dihasilkan pada saat pembakaran (Hansen, 2009). Banyaknya kadar zat terbang sebanding dengan dengan ketiga faktor tersebut. Biobriket yang baik memiliki kadar zat terbang memiliki kadar zat terbang yang sedikit. Karbon terikat adalah bahan bakar padat yang tersisa saat proses pembakaran setelah zat terbang menguap. Semakin tinggi kadar karbon terikat bahan, maka pembakaran biobriket akan semakin baik. Kerapatan atau massa jenis biobriket memiliki pengaruh terhadap kualitas briket. Semakin tinggi massa jenisnya maka akan semakin efisien penanganan bahan bakar tersebut. Uji keteguhan tekan pada biobriket bertujuan sebagai penentu daya tahan biobriket saat proses transportasi. Semakin tinggi nilai keteguhan tekan biobriket, maka semakin kuat daya tahan biobriket terhadap benda yang menekannya saat proses transportasi dan penyimpanan berlangsung, sehingga tidak akan menambah biaya transportasi (Wijaya dan Hermawan, 2012).

Pengolahan limbah kulit kakao menjadi biobriket dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Pembuatan biobriket ini memiliki potensi untuk dilakukan secara kelompok karena semakin banyak masyarakat yang terlibat akan mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Pengelolaan limbah kulit kako yang banyak akan menghasilkan jumlah biobriket yang semakin banyak. Jumlah yang melebihi pengguna atau konsumen pada suatu kelompok tersebut akan memberikan peluang untuk dijasikan suatu usaha sehingga dapat meningkatkan perekonomian dari anggota kelompok maupun daerah tersebut.

2.5 Langkah strategis

Pembuatan biobriket kulit kakao ini dilakukan di pabrik pengolahan kakao yang ada di Jember dan masyarakat sekitar. Pembuatan briket dilakukan oleh pabrik pengolahan kakao untuk memberikan solusi terhadap pengelolaan limbah kulit kakao yang belum tepat. Kulit kakao yang dibuang sembarangan dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit. Pengurangan kulit limbah kakao ini lebih efektif dan efisien apabila mulai dilakukan di perkebunan ketika pekerja menyortir kakao untuk di diangkut ke pabrik.

Sebelum itu alangkah baiknya apabila melakukan sosialisasi kepada kelompok industri pengolahan kakao dan masyarakat di sekitar perkebunan dan pabrik. Sosialisasi ini bertujuan untuk mengenalkan biobriket dan memberikan dasar-dasar pembuatan biobriket serta manfaatnya. Sosialisasi pembuatan biobriket kepada masyarakat di sekitar perkebunan dan pabrik dengan memberikan pelatihan. Hal ini bertujuan untuk menambah keterampilan dalam mengolah limbah perkebunan seperti kulit kakao menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Masyarakat yang mempunyai keterampilan untuk mengolah kulit kakao menjadi biobriket akan membuka peluang kerja baru. Mereka dapat memproduksi briket dalam jumlah banyak dan manfaatkannya sebagai bahan bakar dalam rumah tangganya seperti memasak, bahkan untuk dijual.

Kegiatan ini apabila terlaksana perlu dilakukan pemberian informasi atau publikasi baik melalui media cetak, elektronik, maupun dari mulut ke mulut. Publikasi melalui media cetak dapat berupa jurnal, buku maupun paper yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum dan industry yang berkecimpung. Perkembangan teknologi informasi yang mudah dan update dapat dilakukan melalui media elektronik berupa blog maupun video yang dapat diakses oleh masyarakat luas, maupun penyampaian dalam benruk seminar atau symposium dans ejenisnya. Hal ini dilakukan agar tidak hanya satu daerah saja Kabupaten Jember yang mampu memanfaatkan namun diikuti oleh daerah lain yang memiliki komoditas sama yaitu kakao.

3. KESIMPULAN

Pembuatan biobriket kulit kakao adalah salah satu bentuk upaya untuk mengurangi jumlah timbunan limbah yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan kakao khususnya yang berada di Jember. Pembuatan biobriket sangat sederhana sehingga dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok yang meliputi tahap pengeringan, penggerusan, pencampuran, dan pencetakan. Biobriket kulit kakao sebagai energi alternatif yang memberikan solusi akan energi yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak, kayu bakar, maupun LPG karena ramah lingkungan. Keefektifan biobriket dapat dilakukan dengan melakukan beberapa uji yaitu uji kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, kerapatan briket dan keteguhan tekanan.

4. DAFTAR PUSTAKA

Agustina, S. E. dan Syafrian A. 2005. Mesin Pengempa Briket Limbah Biomassa, Salah Satu Solusi Penyediaan Bahan Bakar Pengganti BBM untuk Rumah Tangga dan Industri Kecil. Dalam Seminar Nasional dan Kongres Perteta, Bandung.

Anonim. 2015. Briket Sampah Organik sebagai Energi Alternatif. Httpmsclla. [serial Online]. Diakses 28 Januari 2015].

Anonim. 2015. Kompor Briket. [Serial Online]. http://www.ristek.go.id/file /upload/lain_lain/briket/briket_batubara_1.htm. [diakses 25 Maret 2015].

Kong, Gan Thay. 2010. Peran Biomassa bagi Energi Terbarukan. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Haris, Husnah, Ahmad, dan Puspitasari. 2013. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao sebagai Edible Film Berbasis Pektin. Jember : Universitas Jember.

Hansen MT, Jein AR, Hayes S, Bateman P. 2009. English Handbook for Wood Pellet Combustion. Intelligent Energy for Europe.

Mintadi, Ratnadewi, dan Santoso. 2010. Penuntun Praktis Pembuatan Briket dari Arang Kulit Biji Kopi. Jember : Universitas Jember.

Moelyaningrum, Sulistiyo, Wahyu. 2013. Potensi Limba Kulit Kakao (Theobroma cacao) sebagai Pengikat Cemaran Logam Berat Timbal (Pb) pada Air. [Serial Online]. http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/588 93/anita%20D%20moelyaningrum_pemula_boptn_204.pdf?sequence=1. [diakses 26 Februari 2015].

Murni, Akmal, dan Okrisandi. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao yang Difermentasi dengan Kapang Phanerochate chrysosporium sebagai Pengganti Hijauan dalam Ransum Ternak Kambing. Vol. 02 No. 1.

Nidhar, Syuhada, dan Winarko. 2015. Pemanfaatan Limbah Kulit Kakao sebagai Sumber Energi Biogas.

Novitasari, Naintyn. 2015. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao sebagai Kompos Serta Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bawang. Daun (Allium Fistulosum L.). Lampung : IAIN Raden Intan Lampung.

Nurhayati, T. 1983. Sifat Arang, Briket Arang dan Alkohol yang Dibuat dari Limbah Industri Kayu. Bogor : Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan No 165.

Prihandana, Hambali, Mujdalipah, dan Hendoko. 2007. Meraup Untung dari Jarak Pagar. Jakarta

Sudrajat dan Soleh. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Wijaya, Purwita dan Hermawan, Aji. 2012. An analysis of Cassava Skin Processing as Biobriket. Bogor : IPB.

Zohdin. 2012. Pemanfaatan Limbah Kulit Kakao (coklat) sebagai Pakan Ternak Ruminansia. [Serial Online]. http://livestock-livestock.blogspot.com/2012 /06/pemanfaatan-limbah-kulit-buah-kakao.html. [diakses 26 Februari 2015].

Lampiran 1 Identitas Dosen Pembimbing

A. Identitas Diri

1

Nama Lengkap (dengan gelar)

Drs. Mukh Mintadi

2

Jenis Kelamin

Laki-laki

3

Program studi

KIMIA

4

NIP

196410261991031001

5

Tempat dan Tanggal Lahir

Purworejo, 26 Oktober 1964

6

E-mail

[email protected]

7

Nomor Tellpon/HP

085258194921

B. Riwayat Pendidikan

SD

SMP

SMA

S1

S2

Nama Institusi

SDN Cemara Purworejo

SMPN 2 Purworejo

SMAN Purworejo

IKIP Jogjakarta

Uni of Edinburgh

Jurusan

-

-

IPA

Pend. Kimia

Env. Chem

Tahun Masuk Lulus

1971 1976

1976 1980

1980 1983

1983 1989

1995 1996

C. Pemakalah Seminar Ilmiah

No.

Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar

Judul Artikel Ilmiah

Waktu dan Tempat

1.

-

-

-

2.

-

-

-

3.

-

-

-

D. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah asosiasi atau institusi lainnya)

No.

Jenis Penghargaan

Institusi Pemberi Penghargaan

Tahun

1.

Satya Lancana Karya Satya 10 tahun

Presiden RI

2005

2.

-

-

-

3.

-

-

-

Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Penyusun dan Pembagian Tugas

No.

Nama

Program Studi

Bidang Ilmu

Alokasi Waktu (jam/minggu)

Uraian Tugas

1

Marena Thalita Rahma

S1-KIMIA

IPA

30

Ketua/manajer

2

Siti Fatimatun Navisah

S1-Ilmu Kesehatan Masyarakat

IPA

30

Divisi Pemasaran

3

Tiara Farah Hidayah

S1-KIMIA

IPA

30

Divisi Operasional

3

Khusnul Khotimah

S1-KIMIA

IPA

30

Divisi Pengawasan

19