b.indo

4
A.A. Navis A.A. Navis Tanggal lahir 17 November 1924 Kampuang Jao, Padangpanjang, Sumatera Barat, Hindia Belanda Meninggal 22 Maret 2003 (umur 78) Padang, Sumatera Barat Kebangsaa n Indonesia Alma mate r INS Kayutanam Pekerjaan Sastrawan, budayawan Agama Islam Haji Ali Akbar Navis (lahir di Kampung Jawa, Padangpanjang, Sumatera Barat, 17 November 1924 meninggal 22 Maret 2003 pada umur 78 tahun) adalah seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama A.A. Navis. Ia menjadikan menulis sebagai alat dalam kehidupannya. Karyanya yang terkenal adalah cerita pendek Robohnya Surau Kami. Navis 'Sang Pencemooh' adalah sosok yang ceplas-ceplos, apa adanya. Kritik- kritik sosialnya mengalir apa adanya untuk membangunkan kesadaran setiap pribadi, agar hidup lebih bermakna. Ia selalu mengatakan yang hitam itu hitam dan yang putih itu putih. Ia amat gelisah melihat negeri ini digerogoti para koruptor. Pada suatu

Upload: adam-hunt

Post on 21-Jan-2017

168 views

Category:

Government & Nonprofit


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: B.indo

A.A. Navis

A.A. Navis

Tanggal lahir

17 November 1924Kampuang Jao, Padangpanjang,

Sumatera Barat, Hindia Belanda

Meninggal 22 Maret 2003 (umur 78)Padang, Sumatera Barat

Kebangsaan IndonesiaAlma mater INS KayutanamPekerjaan Sastrawan, budayawanAgama Islam

Haji Ali Akbar Navis (lahir di Kampung Jawa, Padangpanjang, Sumatera Barat, 17 November 1924 – meninggal 22 Maret 2003 pada umur 78 tahun) adalah seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama A.A. Navis. Ia menjadikan menulis sebagai alat dalam kehidupannya. Karyanya yang terkenal adalah cerita pendek Robohnya Surau Kami. Navis 'Sang Pencemooh' adalah sosok yang ceplas-ceplos, apa adanya. Kritik-kritik sosialnya mengalir apa adanya untuk membangunkan kesadaran setiap pribadi, agar hidup lebih bermakna. Ia selalu mengatakan yang hitam itu hitam dan yang putih itu putih. Ia amat gelisah melihat negeri ini digerogoti para koruptor. Pada suatu kesempatan ia mengatakan kendati menulis adalah alat utamanya dalam kehidupan tapi jika dikasih memilih ia akan pilih jadi penguasa untuk menangkapi para koruptor. Walaupun ia tahu resikonya, mungkin dalam tiga bulan, ia justru akan duluan ditembak mati oleh para koruptor itu.

Kehidupan PribadiNavis memulai pendidikan formalnya dengan memasuki sekolah Indonesisch

Nederiandsch School (INS) di daerah Kayutamanselama 11 tahun. Pendidikan Navis, secara

formal, hanya sampaidi INS. Selanjutnya, dia belajar secara otodidak.Nafis telah lama mengidap

komplikasi jantung, asma dan diabetes. Dua hari sebelum meninggal dunia, ia masih meminta

Page 2: B.indo

puterinya untuk membalas surat kepada Kongres Budaya Padang bahwa dia tidak bisa ikut

Kongres di Bali. Serta minta dikirimkan surat balasan bersedia untuk mencetak cerpen terakhir

kepada Balai Pustaka. Ia meninggalkan satu orang isteri, Aksari Yasin, yang dinikahi tahun 1957

dan tujuh orang anak yakni Dini Akbari, Lusi Berbasari Dedi Andika, Lenggogini, Gemala

Ranti, Rinto Amanda, dan Rika Anggraini, serta 13 cucu. Ia dikebumikan di Taman Pemakaman

Umum (TPU) Tunggul Hitam, Padang.

masyarakat umum melayat ke rumah duka di Jalan Bengkuang Nomor 5, Padang. Di antaranya; Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah A Syafii Maarif, Gubernur Sumbar Zainal Bakar, mantan Menteri Agama Tarmizi Taher, dan mantan Gubernur Sumbar Hasan Basri Durin, serta penyair Rusli Marzuki Saria.Sebelum dikebumikan, sejumlah tokoh, budayawan, seniman, pejabat, akademikus, dan

Nama pria Minang yang untuk terkenal tidak harus merantau secara fisik, ini menjulang dalam sastra Indonesia sejak cerpennya yang fenomenal, Robohnya Surau Kami, terpilih menjadi satu dari tiga cerpen terbaik majalah sastra Kisah, (1955). Sebuah cerpen yang dinilai sangat berani. Kisah yang menjungkirbalikkan logika awam tentang bagaimana seorang alim justru dimasukkan ke dalam neraka. Karena dengan kealimannya, orang itu melalaikan pekerjaan dunia sehingga tetap menjadi miskin.

Ia seorang seniman yang perspektif pemikirannya jauh ke depan. Karyanya Robohnya Surau Kami, juga mencerminkan perspektif pemikiran ini. Yang roboh itu bukan dalam pengertian fisik, tapi tata nilai. Hal yang terjadi saat ini di negeri ini. Ia memang sosok budayawan besar, kreatif, produktif, konsisten dan jujur pada dirinya sendiri.

Buah karyaIa yang mengaku mulai menulis sejak tahun 1950, namun hasil karyanya baru mendapat perhatian dari media cetak sekitar 1955, itu telah menghasilkan sebanyak 65 karya sastra dalam berbagai bentuk. Ia telah menulis 22 buku, ditambah lima antologi bersama sastrawan lainnya, dan delapan antologi luar negeri, serta 106 makalah yang ditulisnya untuk berbagai kegiatan akademis di dalam maupun di luar negeri dan dihimpun dalam buku Yang Berjalan Sepanjang Jalan. Novel terbarunya, Saraswati, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2002.

Beberapa karya A.A.Nafis Antologi Lengkap Cerpen A.A. Navis (2005) Gerhana: novel (2004) Bertanya Kerbau Pada Pedati: kumpulan cerpen (2002) Cerita Rakyat dari Sumatera Barat 3 (2001) Kabut Negeri si Dali: Kumpulan Cerpen (2001) Dermaga Lima Sekoci (2000) Jodoh: Kumpulan Cerpen (1999) Yang Berjalan Sepanjang Jalan (1999)

Page 3: B.indo

Cerita Rakyat dari Sumatera Barat 2 (1998) Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei: Ruang Pendidik INS Kayutanam (1996) Otobiografi A.A. Navis: Satiris dan Suara Kritis dari Daerah (1994) Surat dan Kenangan Haji (1994) Cerita Rakyat dari Sumatera Barat (1994) Hujan Panas dan Kabut Musim: Kumpulan Cerita Pendek (1990) Pasang Surut Pengusaha Pejuang: Otobiografi Hasjim Ning (1986) Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau (1984) Di Lintasan Mendung (1983) Dialektika Minangkabau (editor) (1983) Dermaga dengan Empat Sekoci: Kumpulan Puisi (1975) Saraswati: Si Gadis dalam Sunyi: sebuah novel (1970) Kemarau (1967) Bianglala: Kumpulan Cerita Pendek (1963) Hudjan Panas (1963) Robohnya Surau Kami (1955)