benar2 final lap.kasus tinea
DESCRIPTION
KasusTRANSCRIPT
Infeksi Dermatofit luas : Tinea Korporis dengan terapi agen antifungal kombinasi
Rianyta*, Sumanto Simon**
*Dokter PTT di Belitung Timur, lulusan Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta
**Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta
ABSTRAK
Latar Belakang. Kombinasi antifungal dengan kortikosteroid digunakan secara luas oleh non
dermatologis dalam pengobatan infeksi jamur superfisial pada semua golongan. Di Indonesia,
lebih dari separuh resep ditulis, umumnya menggunakan kombinasi krem clotrimazole 1 %
dan betamethasone dipropionate 0,05% untuk setiap pasien. Dalam Laporan Kasus ini,
pasien diterapi dengan satu macam formula antifungal golongan Azol. Oral dan topikal
Ketokonazol.
Metode. Pasien ini dievaluasi sebagai tinea korporis di Pusat Kesehatan Masyarakat daerah
terpencil dari 6 Agustus sampai September 2009. Respon terhadap terapi dikonfirmasi
melalui kunjungan berulang sebanyak empat kali berurutan.
Hasil. Seorang wanita usia 30 tahun dievaluasi sebagai tinea korporis di Pusat kesehatan
Masyarakat selama periode hampir 2 bulan. Pasien ini di diagnosa secara klinis oleh dokter
nya dengan tinea korporis dan diterapi dengan agen antifungal kombinasi, oral dan topikal.
Diagnosis pasien ini, dikonfirmasi hanya dari morfologi lesi di kulit, tanpa pemerikaan
preparat KOH positif, biopsi insisi kulit untuk kultur jamur dan pemeriksaan histopatologi.
Hal ini terjadi dikarenakan peralatan laboratorium di Pusat Kesehatan Masyarakat tidak
lengkap dan minim. Pasien diterapi memakai satu dari beberapa agen antifungal oral dan
topikal dengan penyembuhan semua infeksi jamur.
Kesimpulan. Penggunaan ketokonazol oral dan topical untuk pengobatan tinea korporis
sangat memuaskan. Lebih lanjut, dianjurkan untuk kunjungan rutin dikarenakan infeksi yang
berulang / kambuh.
Kata Kunci : Tinea Korporis, Ketokonazol, Terapi antifungal oral dan topikal.
an Extensive Dermatophyte Infection : Tinea Corporis With Antifungal Agents
Combination Therapy
Rianyta*, Sumanto Simon**
*In service physician in East Belitung, the Province of Bangka Belitung Island, Alumni
Medical Faculty of Atma Jaya Catholic University, Jakarta
**Department of Clinical Pathology Medical Faculty of Atma Jaya Catholic University,
Jakarta
ABSTRACT
Background. Combination antifungal with corticosteroid preparations are widely used by
nondermatologists in the treatment of superficial fungal infections in patients of all ages. In
Indonesia, over half of the prescriptions written for the most commonly used combination
agent clotrimazole 1%/betamethasone diproprionate 0.05% cream were prescribed for every
single patient. This patient treated with single antifungal formula from Azol group. Namely
Ketoconazole orally and topical.
Methods. This patient evaluated for tinea corporis in a remote Health Community Centre
from August 6 through September 2009. Response to therapy was confirmed by follow-up
visits four times consecutively.
Results. One 30 old woman was evaluated for tinea corporis in a Health Community Centre
during the almost 2-month period. This patient was diagnosed clinically by her general
practioner with tinea corporis and treated with combination antifungal agents, oral and
topical. Patient had their diagnosis confirmed just from morphology of the skin lesions,
without positive potassium hydroxide preparation, incisional skin biopsy for fungal culture
and histopathological examination. This condition was happened because laboratory
equipment in Health Community Centre not complete and minimum. Patient was treated one
of several oral and topical antifungal agents with clearing of all tinea infections.
Conclusion. The use of Ketoconazole orally and topically for the treatment of tinea corporis
was satisfactory. Furthermore, it might be a suggestion for routine follow up visits due to
relapse / recurrent infection.
Key Words: Tinea Korporis, Ketoconazole, oral and topical antifungal therapy
Pendahuluan
Tinea korporis merupakan suatu infeksi dermatofit yang bersifat superfisialis ditandai oleh
adanya lesi inflamasi atau non-inflamasi pada kulit berambut halus (glabrous) kecuali kulit
kepala, lipat paha, tangan atau kaki. Tiga jenis/genera (asexual atau imperfect) menyebabkan
dermatofit yaitu Trichophyton, Microsporum and Epidermophyton. Jamur-jamur ini dapat
menginfeksi manusia (anthrophilic), mamalia (zoophilic) atau berdiam di dalam tanah secara
primer (geophilic)1. Indonesia, masih memiliki prevalensi infeksi jamur yang cukup tinggi
mengingat negara ini beriklim tropis dan mempunyai kelembaban yang tinggi.2
Jamur bisa hidup dan tumbuh di mana saja, baik di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh
manusia. Jamur bisa menyebabkan penyakit yang cukup parah bagi manusia terutama pada
koinfeksi dengan HIV. Penyakit tersebut antara lain mikosis yang menyerang langsung pada
kulit, mikotoksitosis akibat mengonsumsi toksin dari jamur yang ada dalam produk makanan,
dan misetismus yang disebabkan oleh konsumsi jamur beracun. 3
Laporan kasus ini membahas mengenai Tinea Corporis sebagai salah satu contoh
dermatofitosis. Dermatofitosis merupakan infeksi jamur superfisial genus dermatofita, pada
lapisan epitel yang berkeratinisasi (lapisan tanduk), jarang menginfeksi lebih dalam, ditandai
dengan lesi inflamasi maupun non inflamasi pada daerah kulit berambut halus (glabrous skin)
dan tidak dapat hidup pada membran mukosa (vagina, mulut).2,4,5,6
Kadang-kadang lesinya menyerupai penyakit kulit lain, sehingga ketepatan dalam
menegakkan diagnosis sangat diperlukan.
Laporan kasus
Seorang perempuan, suku melayu, sudah menikah berusia 30 tahun, datang ke poli
rawat jalan Puskesmas dengan keluhan gatal di perut dan tangan sejak 1 tahun yang lalu.
Awalnya muncul gelembung kecil, berwarna putih bening seperti jerawat di bagian perut,
gatal (+), oleh pasien digaruk, kemudian pecah dan meluas sampai seluruh perut dan tangan.
Pasien berobat sendiri, diberi bedak herocyn (bals.peruv 2%, zinc.oxide 3,5%, precip
sulph 1,42%, salicylic acid 0,8%, camphor 0,3%, menthol 0,47%, deodorant q.s, preservative
q.s, talc ad 100%), sehari tiga kali, namun gatal tidak juga berkurang. Rasa gatal akan
bertambah bila terkena keringat. Kemudian oleh pasien didiamkan saja, sehingga lama
kelamaan bertambah luas dan berwarna merah.
Pasien bekerja di perusahaan kelapa sawit, dibagian pemupukan (memakai pupuk
Urea dan KCL). Sakit seperti ini sebelumnya (-), riwayat alergi (-), riwayat kencing manis di
keluarga (-), pemakaian sarung tangan dan sepatu bot (+) sewaktu bekerja.
Pada pemeriksaan fisik pada tanggal 6 Agustus 2009 : ditemukan lesi kulit di daerah
abdomen yang luas dan tersebar difus, eritem, makulus, berbatas tegas, pinggir lesi polisiklik
dan agak meninggi, dengan papul dan vesikel di tepi. Daerah tengah relatif lebih tenang,
skuama (+), likenifikasi (+). Pengobatan dimulai dengan pemberian chlorphenilamine maleat
4 mg(3x1 tablet), ketokonazole 200 mg (1x1 tablet), ketokonazole salep (2x per hari).
Pemeriksaan Penunjang : Preparat kerokan kulit, biopsi insisi kulit, histopatologi kulit dan
anti HIV tidak diperiksa karena keterbatasan sarana penunjang diagnostik.
Kontrol pada tanggal 10 Agustus 2009, penderita tidak lagi mengeluh rasa gatal dan resimen
obat dilanjutkan dan ditambah vitamin C 50 mg (3x1 tablet), vitamin B komplek (3x1 tablet).
Foto pada tanggal 6 agustus 2009
Kontrol pada tanggal 19 Agustus 2009 menunjukkan perbaikan secara klinis.
Foto pada tanggal 19 Agustus 2009
Kontrol pada tanggal 5 September 2009 menunjukkan perbaikan klinis yang signifikan dan
obat dilanjutkan.
Foto pada tanggal 5 September 2009
Kontrol pada tanggal 28 September menunjukkan resolusi lesi kulit yang makin cepat dan
obat dilanjutkan, sampai bagian pinggir lesi sembuh. Pasien diberi informasi, walaupun sudah
sembuh, obat tetap dilanjutkan sampai 2 minggu, mengingat penyakit ini mudah berulang.
Pasien tidak perlu kontrol kembali.
Foto pada tanggal 28 September 2009
Pembahasan
Tinea Corporis merupakan infeksi jamur superfisial pada daerah kulit halus tanpa rambut,
kecuali telapak tangan, telapak kaki. Dinamakan Tinea Corporis karena berdasarkan bagian
tubuh yang terkena, yaitu di badan dan anggota badan. Disebabkan oleh golongan jamur
Epidermophyton, Trichophyton, dan Microsporum.5 Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa
dan cabang-cabangnya di dalam jaringan keratin yang mati, hifa melepaskan keratinase serta
enzim lainnya guna menginvasi lebih dalam stratum korneum dan menimbulkan peradangan,
walaupun umumnya, infeksi terbatas pada epidermis, karena adanya mekanisme pertahanan
tubuh non spesifik, seperti komplemen, polymorph neutrophil, aktivasi faktor penghambat
serum (serum inhibitory factor) namun kadang-kadang dapat bertambah / meluas. Masa
inkubasinya sekitar 1-3 minggu. Tinea Corporis merupakan infeksi yang umum terjadi pada
daerah dengan iklim hangat, lembab. Sekitar 47% penyebab tinea korporis adalah
Trichophyton Rubrum.
Infeksi dermatofitosis jarang menimbulkan angka kematian yang signifikan, akan tetapi dapat
memberikan efek yang besar terhadap kualitas hidup.4
Diagnosis dermatofitosis memerlukan gabungan data klinis, gambaran status lokalis dan
pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis berupa pertumbuhan jamur dengan pola radial di
dalam stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit sirsinar dengan batas yang jelas
dan meninggi yang disebut ringworm, tepi polisiklik, daerah tepi tampak vesikel-vesikel kecil
dengan skuama halus dan aktif. Disini dijumpai daerah penyembuhan sentral. Biasanya rasa
gatal bertambah pada waktu berkeringat.2,4,6
Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan sediaan dari bahan kerokan (kulit, rambut dan
kuku) dengan larutan KOH 10-30%. Dengan pemeriksaan mikroskopis akan terlihat elemen
jamur dalam bentuk hifa panjang, spora dan artospora (spora berderet). Atau dengan
pembiakan, tujuannya untuk mengetahui spesies jamur penyebab (bila perlu), bahan sediaan
kerokan ditanam dalam agar Sabouroud Dekstrose, untuk mencegah pertumbuhan bakteri
dapat ditambahkan antibiotika (misal: khloramfenikol) ke dalam media tersebut. Perbenihan
pada suhu 24-30 derajat selsius. Pembacaan diakukan dalam waktu 1-3 minggu. Koloni yang
tumbuh diperhatikan mengenai warna, bentuk, permukaan dan ada atau tidaknya hifa.2
Pasien dengan lesi dermatofitosis yang luas, perlu dipikirkan kemungkinan infeksi HIV,
riwayat atopik, serta pengobatan jangka panjang dengan steroid.5
Pada kasus ini, terlihat lesi dermatofitosis yang cukup luas di badan, namun keadaan gizi
pasien baik, pemeriksaan fisik dalam batas normal, tidak ada riwayat alergi, tidak sedang
mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu yang lama. Pada status lokalis didapatkan
gambaran pertumbuhan jamur, ditambah faktor pekerjaan dan lingkungan yang beresiko
terinfeksi jamur, karena itu pasien mulai diterapi secara topikal dan sistemik dengan
antifungi, dipilih golongan Azol (ketokonazol). Pasien diterapi selama kurang lebih satu
bulan, dan menunjukkan perubahan yang cukup berarti.
Kesimpulan
Seorang perempuan, pekerja perkebunan kelapa sawit, usia 30 tahun,menderita infeksi Tinea
Corporis yang cukup luas di bagian perut. Mendapatkan pengobatan antifungi topikal dan
sistemik golongan Azol (ketokonazol) selama kurang lebih satu bulan. Kombinasi ini
menunjukkan resolusi yang cukup berarti, pengobatan tetap dilanjutkan selama 2 minggu,
walaupun sudah membaik, mengingat penyakit ini sering residif.
Daftar Pustaka
1. Baligni Kamran, Vardi Vahide Laje, Barzegar Mohamad Reza, et al. Extensive tinea
corporis with photosensivity. Indian Journal of Dermatology: case report 2009,54:57-
59.
2. Nasution Mansur A, Muis Kamaliah, Juwono, dkk. Diagnosis dan penatalaksanaan
dermatofitosis. Cermin Dunia Kedokteran, edisi khusus 1992,80:116-118
3. Wed. Jangan anggap remeh jamur kulit. 25 Mei, 2004. sumber : http://gizi.net/cgi-
bin/berita/fullnews.cgi?newsid1085454401,65023.
4. Jr Lesher Jack L. Tinea corporis. December 2, 2005. Available from URL:
www.medscape.com
5. Stoppler Melissa Conrad. Ringworm (tinea) causes, symptoms, diagnosis and
treatment. Available from URL: www.medicinenet.com
6. Fauci, Longo. Miscellaneous mycoses and algal infections. In: Fauci, Braunwald,
Kasper, et al. Harrison’s principles of internal medicine. 17th edition. USA: Mcgraw-
Hill Companies Inc, 2008; 1263-65