bell's palsy yang disebabkan oleh paresis saraf kranial vii

19
Bell’s Palsy yang Disebabkan Karena Paresis N. VII Perifer Frischa Wibowo 102012512 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 [email protected] Pendahuluan Sistem saraf merupakan suatu “kabel” yang tersusun sangat spesifik membentuk jalur-jalur anatomik yang rapi untuk meyalurkan sinyal dari satu bagian tubuh ke bagian yang lain. Informasi dibawa sepanjang rantai neuron ke tujuan yang diinginkan melalui perambatan potensial aksi disertai transmisi melalui sinaps. Salah satu bagian dari sistem saraf tersebut adalah saraf kranial yang merupakan bagian dari sistem saraf tepi namun berlokasi di dekat sistem saraf pusat yakni cranium atau tengkorak. Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau angka romawi. Saraf-saraf tersebut antara lain olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusen (VI), fasialis (VII), vestibulokoklear (VIII), glosofaringeus (IX), vagus (X), aksesorius (XI) dan hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II dan VIII merupakan saraf sensorik murni; sedangkan saraf kranial III, IV, VI, XI dan XII adalah saraf motorik. Dan saraf kranial V, VII, IX dan X merupakan saraf gabungan. Adanya gangguan pada 1

Upload: florian-frischa-wibowo

Post on 21-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

TRANSCRIPT

Page 1: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

Bell’s Palsy yang Disebabkan Karena Paresis N. VII Perifer

Frischa Wibowo

102012512

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

[email protected]

Pendahuluan

Sistem saraf merupakan suatu “kabel” yang tersusun sangat spesifik membentuk jalur-

jalur anatomik yang rapi untuk meyalurkan sinyal dari satu bagian tubuh ke bagian yang lain.

Informasi dibawa sepanjang rantai neuron ke tujuan yang diinginkan melalui perambatan

potensial aksi disertai transmisi melalui sinaps. Salah satu bagian dari sistem saraf tersebut

adalah saraf kranial yang merupakan bagian dari sistem saraf tepi namun berlokasi di dekat

sistem saraf pusat yakni cranium atau tengkorak. Terdapat 12 pasang saraf kranial yang

dinyatakan dengan nama atau angka romawi. Saraf-saraf tersebut antara lain olfaktorius (I),

optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusen (VI), fasialis (VII),

vestibulokoklear (VIII), glosofaringeus (IX), vagus (X), aksesorius (XI) dan hipoglosus (XII).

Saraf kranial I, II dan VIII merupakan saraf sensorik murni; sedangkan saraf kranial III, IV, VI,

XI dan XII adalah saraf motorik. Dan saraf kranial V, VII, IX dan X merupakan saraf gabungan.

Adanya gangguan pada salah satu atau lebih dari susunan saraf terserbut tentunya akan

mengakibatkan kelainan pada proses berlangsungnya penyampaian sinyal dari satu bagian tubuh

ke bagian tubuh lain yang bersangkutan.

Dalam kasus yang akan dibahas ini, kelainan terjadi pada sistem saraf kranial ke VII

(Bell’s Palsy) yang menyebabkan kelumpuhan pada bagian wajah pasien. Saraf ke VII

merupakan bagian dari saraf kranial yang memegang peranan penting dalam mengatur ekspresi

wajah, gangguan pada jalur saraf facialis dapat mencetuskan beberapa gejala seperti

ketidakmampuan untuk menutup kelopak mata, garis-garis pada dahi menghilang, dan penurunan

sudut salah satu sisi mulut, dll. 1,2

1

Page 2: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

Dengan demikian, makalah ini disusun dengan tujuan agar setiap mahasiswa mampu

mengerti dan memahami mengenai anamnesis, pemeriksaan yang diperlukan pada kasus ini,

serta mampu menentukan diagnosis dari gejala klinis dan hasil pemeriksaan yang ada, dan juga

mampu menentukan komplikasi, pencegahan, penatalaksanaan dari kasus ini. Mahasiswa juga

diharapkan mampu memahami etiologi, epidemiologi dan anatomi perjalanan N. VII dan

persarafannya.

Skenario

Seorang laki-laki usia 25 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan mata kiri tidak

dapat ditutup dan mulutnya mencong ke kanan sejak 1 hari yang lalu. Pasien mengatakan

keluhan timbul secara tiba-tiba dan membuat dirinya cemas.

Keterangan Tambahan:

Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit DM, hipertensi, maupun infeksi telinga.

Pemeriksaan wajah didapatkan wajah terlihat asimetri, kerutan dahi kiri menghilang,

kelopak mata kiri tidak dapat menutup sempurna, mulut miring ke arah kanan.

Anamnesis

Anamnesis merupakan sebuah proses wawancara antara dokter terhadap pasien yang disertai

dengan empati agar dapat terjalin hubungan yang terbuka dan rasa percaya dari pasien terhadap

dokter.3 Setelah melakukan anamnesis didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut; seorang

pasien laki-laki berusia 25 tahun dengan keluhan utama, mata kiri tidak dapat ditutup dan

mulutnya mencong ke kanan sejak 1 hari yang lalu. Pada riwayat penyakit dahulu, pasien tidak

mempunyai riwayat penyakit DM, hipertensi, maupun infeksi telinga. Untuk riwayat penyakit

keluarga, sebaiknya tanyakan “apakah di keluarga ada yang mengalami hal yang sama?”,

“apakah ada anggota keluarga yang menderita DM, hipertensi, ataupun riwayat infeksi telinga?”

Pemeriksaan Fisik

Dalam menentukan apakah N VII (facialis) masih dapat berfungsi dengan baik

melaksanakan tugas-tugasnya, ada beberapa pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan sebagai

adjuvant dalam penentuan diagnosis penyakit.

2

Page 3: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

A. Pemeriksaan Fungsi Motorik

Mengangkat Alis dan Mengerutkan Dahi

Pasien diminta untuk melakukan hal ini, hal yang paling penting diperhatikan adalah

apakah ada asimetri atau tidak. Pada kelumpuhan jenis sentral (supranuklir) penderita

masih dapat melakukan fungsi-fungsi yang dalam konteks ini berupa mengangkat alis

dan mengerutkan dahi dikarenakan otot-otot yang berfungsi melaksanakan tugas ini

mendapat persarafan bilateral, namun pada penderita kelumpuhan saraf perifer dapat

terlihat adanya asimetris.4

Memejamkan Mata

Jika pasien memiliki parese (paresis: partial paralysis5) pada N.VII maka

pasien tidak dapat memejamkan matanya dengan adekuat (gangguan

ringan), atau bahkan tidak dapat memejamkan matanya (gangguan

berat); untuk memastikan hal ini pasien dapat diminta untuk

memejamkan matanya dan pemeriksa berusaha menaikkan kelopak

matanya. Pasien dapat juga diminta untuk mencoba memejamkan

matanya satu persatu untuk melihat bagian mana yang mengalami

kelumpuhan, namun perlu diingat juga bahwa pada orang normal juga

ada sekelompok orang yang tidak dapat memejamkan matanya satu

persatu.4

Menyeringai, Mencucurkan Bibir, dan Menggembungkan Pipi

Hal yang perlu diperhatikan disini apakah ada asimetri pada sudut mulutnya, jika

penderita mengakui sebelumnya dia mampu untuk bersiul kita test dengan meminta dia

untuk bersiul sekarang juga; jika N.VII mengalami kelumpuhan maka fungsi ini akan

terganggu. Menyeringai pun salah satu cara untuk mengetahui apakah ada asimetris/tidak

pada sudut mulut pasien, jika pasien tidak dapat diajak bekerja sama ataupun

kesadarannya menurun, kita dapat memberikan stimulus rasa nyeri dengan cara menekan

m. masseter (sudut rahang) pasien.4

3

Page 4: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

B. Gejala Chvostek

Gejala chovstek dipicu melalui pengetokan N.VII contohnya didepan telinga, bila

hasilnya positif maka akan didapatkan kontraksi otot yang dipersarafinya. Kalsium yang

terionisasi mempunyai peranan penting dalam menstabilkan eksitabilitas neuromuscular, yang

membuat sel neuron menjadi kurang sensitive terhadap stimulus; neuron yang terekspos kadar

kalsium terionisasi yang rendah akan menurunkan ambang rangsang eksitasi neuron, yang

menyebabkan sel neuron menjadi semakin mudah tereksitasi.6 Chovstek sign ini dapat juga

positif pada penderita tetani.4

C. Fungsi Pengecapan

Kerusakan N.VII yang terjadi sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan

ageusi (hilangnya kemampuan pengecapan) pada 2/3 anterior lidah. Untuk mengujinya

pemeriksa akan menggunakan beberapa bahan seperti bubuk gula, garam, dll yang akan

dilakukan secara bergiliran dan pengujian setiap bahan akan diselingi beberapa waktu. Pada

waktu pengujian, pasien dilarang untuk menarik lidahnya kembali ke dalam dikarenakan akan

bercampur dengan air ludah dan hal tersebut menyebabkan bubuk tadi terkena bagian lidah lain

yang tidak dipersarafi oleh N.VII; jika terjadi lesi nervus pada daerah korda timpani maka

menyebabkan kurangnya produksi air ludah.4

Pemeriksaan Penunjang

Gula Darah dan Hba1c

Untuk mengetahui apakah pasien menderita diabetes mellitus atau tidak yang merupakan

salah satu factor predisposisi dari neuropathy.

Titer Serum HSV

Untuk mengetahui apakah ada infeksi dari HSV yang merupakan factor penyebab

terbanyak pada penyakit bells palsy.

EMG

Electromyografi merupakan suatu alat untuk merekam aktivitas elektrik di otot.

MRI

Pada penderita bells palsy idiopatic dapat dilihat adanya pembengkakan dan enhancement

dari nervus facialis.

4

Page 5: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

Working Diagnosis

Bell’s Palsy

Bell’s palsy (paralisis wajah) karena keterlibatan perifer saraf kranial VII pada salah satu

sisi, yang mengakibatkan kelemahan atau paralisis otot wajah. Penyebabnya tidak diketahui,

meskipun kemungkinan penyebab dapat meliputi iskemia vascular, penyakit virus (herpes

simpleks, herpes zoster), penyakit autoimun atau kombinasi semua faktor ini.

Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis

perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat

mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit

proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa

pengobatan. Pada hampir semua kasus, keadaan Bell’s palsy hampir selalu unilateral.2

Differential Diagnosis

1. Paresis N. VII Sentral

Paresis yang terjadi pada sentral

perlu dibedakan dengan yang terjadi di

perifer, pada paresis sentral lesi atau

kelainan terletak pada level nucleus facialis;

salah satu tanda penting untuk membedakan

keduanya adalah lebih sedikit efek pada dahi

otot – otot periocular pada sentral palsy.

Penjelasannya adalah dikarenakan neuron

yang terletak superior dari nucleus facialis

pada pons menerima impuls dari kedua

hemisfer otak; jadi ada lesi unilateral dari

korteks motorik otak dapat dikompensasi oleh korteks pada hemisphere satunya, selain itu yang

perlu dijadikan perhatian adalah bagian kaudal dari nucleus facialis dipengaruhi oleh hemisphere

yang contralateral. Sebagai tambahan, lesi sentral biasanya ditemani dengan kelemahan bagian

lainnya pada tubuh yang tidak diinervasi oleh nervus facialis contohnya lidah akan berdeviasi ke

arah yang mengalami paralisis.7

5

Gambar 1. Paresis N. VII Perifer dan Sentral

Page 6: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

2. Transient Iscemic Attack (TIA)

TIA merupakan episode dari gejala stroke yang hanya berlangsung secara sebentar; lebih

spesifik lagi durasinya < 24 jam dan kebanyakan kasus TIA berlangsung < 1 jam. Sumber lain

mengatakan bahwa defisit neurologis membaik dalam waktu < 30 menit. Kausa dari TIA pun

mirip sekali dengan kausa dari stroke iskemik; TIA dapat terjadi apabila ada emboli maupun

thrombosis yang terbentuk di otak dan menghambat pembuluh darah namun akhirnya oklusi

pembuluh darahnya akan kembali terbuka dan fungsi neurologis dapat kembali seperti semula.

Salah satu symptom TIA yang spesifik adalah transient monocular blindness dimana terjadi

proses emboli yang menghambat arteri retina sentral pada salah satu mata.8,9 Resiko terjadinya

stroke setelah terkena TIA adalah sekitar 10-15% dalam 3 bulan pertama dan dapat diestimasi

secara baik menggunakan metode ABCD2 seperti tabel dibawah ini.

Tabel 1. Resiko Terjadinya Stroke Setelah TIA8

Faktor Klinis Skor

A: Age (umur) ≥ 60 tahun 1

B: SBP > 140 mm Hg atau DBP > 90 mmHg 1

C: Clinical symptoms

Unilateral weakness 2

Speech disturbance without weakness 1

D: Duration

>60 minutes 2

10-59 minutes 1

D: Diabetes (oral medication / insulin) 1

Total score Sum each category

ABCD2 score total 3-month Rate of Stroke (%)

0 0

1 2

2 3

6

Page 7: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

3 3

4 8

5 12

6 17

7 22

3. Stroke Iskemik

Oklusi akut terhadap pembuluh darah intracranial dapat menyebabkan aliran darah

menuju ke jaringan otak menjadi berkurang sesuai region mana yang disumbat. Tidak adanya

aliran darah sama sekali menuju jaringan otak selama 4-10 menit menyebabkan matinya jaringan

otak secara spontan. Jika oklusi tersebut hanya terjadi secara sebentar maka keadaan tersebut

disebut TIA (Transient Ischemic Attack) dan kelainan neurologis bersifat reversible.8

Epidemiologi

Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di

dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah

ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar

23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30

kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding

non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan

tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada

kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi

pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan

kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa

mencapai 10 kali lipat

Sedangkan di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang

dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar

19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi

pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin,

tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin

berlebihan.10,11

Etiologi

7

Page 8: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

Penyebab adalah kelumpuhan n. fasialis perifer. Umumnya dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

Idiopatik

Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya yang disebut bell’s palsy.

Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan Bell’s Palsy antara lain : sesudah

bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres,

hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor

genetic.

Kongenital

a. anomali kongenital (sindroma Moebius)

b. trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)

Didapat

1. Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)

2. Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll

3. Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)

4. Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll)

5. Sindroma paralisis n. fasialis familial12

Anatomi Perjalanan N. VII & Persarafannya

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :

1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae

(n.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga

tengah).

2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior.

Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus

paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.

3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian

depan lidah.

4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari

sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot- otot

ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air

mata dank ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan sensasi

8

Page 9: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan

sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif

dari otot yang disarafinya.

Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan

serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars intermedius

Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal

fasialis. Sensasi pengecapan daru 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda

timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif

mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar

decenden dari saraf trigeminus (N.V). hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.

Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di

bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus V dan

nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki meatus

akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu

berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia

keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot-

otot wajah.13

Patofisiologi

Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus

fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu

terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi

paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi

9

Gambar 2. Anatomi Perjalanan N. VII & Persarafannya

Page 10: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan

peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat

melalui tulang temporal.

Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang

mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental.

Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat

menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis

bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa

terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan

asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena

adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin” atau dalam bahasa inggris

“cold”. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela

yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus

fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan

fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau

kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di

pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis.

Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis

atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul

bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3

bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah

reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis.

Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang

herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan

kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah

dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat

ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut

mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena

lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.14

10

Page 11: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

Gejala Klinis

Gejala pada Sisi Wajah Ipsilateral

Pada bagian wajah yang mengalami paralisis akan terjadi beberapa simtom seperti: kelemahan

otot wajah ipsilateral, kerutan dahi (ipsilateral), sulit/tidak mampu mengedipkan mata, tampak

seperti orang yang letih, sulit berbicara, sulit makan & minum, sensitive terhadap suara, salivasi

yang berlebihan atau berkurang, berkurang atau hilangnya rasa kecap, nyeri didalam atau sekitar

telinga.9

Gejala pada Mata Ipsilateral

Sulit atau tidak dapat menutup mata ipsilateral, air mata berkurang, alis mata jatuh, kelopak

bawah mata jatuh.9

Komplikasi

1. Crocodile tear phenomenon.

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan

setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut

otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi

lesi di sekitar ganglion genikulatum.

2. Synkinesis

Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul

gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul

gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi.

Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi

bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.

3. Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme

Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali)

dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu

sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan

kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan

tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.

11

Page 12: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

Terapi

Non Medikamentosa

Untuk membantu mengurangi gejala simptomatis dapat dilakukan beberapa cara seperti:

menggunakan kertas saat tidur untuk menekan kelopak mata bagian atas mencegah kornea

kering, memijit bagian otot yang melemah, memakai kacamata lensa gelap untuk menjaga mata

tetap lembab, jika terdapat rasa nyeri kompres hangat dapat membantu.8,9

Suplemen Vitamin B

Berfungsi penting dalam sistem saraf.

Perawatan Mata

Untuk mencegah komplikasi dari mata kering, dapat diberikan air mata buatan, lubrikan, maupun

pelindung mata.9

Medikamentosa

Untuk menghilangkan penekanan pada syaraf dapat diberikan prednisone (jika muncul tanda-

tanda radang) dan antiviral; antiviral yang umum dipakai adalah asiklovir dan famsiklovir, dapat

juga diberikan valasiklovir yang merupakan obat terbaru yang lebih mutakhir

Prognosis

Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bell’s palsy cenderung memiliki prognosis yang

baik. Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bell’s palsy, 85% memperlihatkan tanda-

tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset penyakit. 15% kesembuhan terjadi pada 3-6

bulan kemudian.

Sepertiga dari penderita Bell’s palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa.

1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan baik.

Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata. 1/3 sisanya cacat seumur hidup.14

Kesimpulan

Bell’s palsy merupakan suatu penyakit yang terjadi karena adanya kelumpuhan pada saraf

kranialis N.VII dimana penyebab pasti dari kelumpuhan tersebut belum diketahui. Kelumpuhan

12

Page 13: Bell's Palsy Yang Disebabkan Oleh Paresis Saraf Kranial VII

ini menyebabkan bagian wajah seperti mata ataupun mulut menjadi tampak tidak simetris dengan

bagian di sisi lainnya. Kebanyakan kelumpuhan pada Bell’s palsy bersifat unilateral (hanya satu

sisi). Walaupun demikian, beberapa ahli mengatakan bahwa sebagian penderita Bell’s palsy

dapat sembuh sendiri tanpa diberikan terapi.

Dengan demikian, hipotesis diterima; bahwa pasien laki-laki berusia 25 tahun tersebut

menderita Bell’s palsy.

Daftar Pustaka

1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011. h.134.2. Muttaqin A. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan.

Jakarta: Salemba Medika; 2008. h. 17 & 210.3. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. 5th ed. Jakarta: Internal publishing; 2009.4. Lumbantobing SM, Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. 9th ed. Jakarta: FK UI;

2006. H. 58-9.5. Bateman H, Hillmore R, Jackson D, Lusznat S, McAdam K, Regan C. Dictionary of

medical terms.4th ed. London: A&C Black; 2005.6. Porth CM. Essentials of pathophysiology. 3rd ed. China: Wolters kluwer health |

Lippincott Williams & Wilkins; 2011. h 187-88.7. Mumenthaler M, Mattle H, Taub E. Fundamental of neurology an illustrated guide. New

York: Thieme Stuttgart;2006.h 1978. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison’s principles of

internal medicine. 18th ed. USA: McGraw-Hill; 2011.9. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan tata

laksana penyakit saraf. 1st ed. Jakarta: EGC; 2009.h 137-41. 10. Danette C Taylor, DO, MS. 2011, Bell Palsy,

“http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview#a0156” (diakses tanggal 22 Desember 2011).

11. Annsilva, 2010, Bell’s Palsy, “http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell’s-palsy-case-report/” (diakses tanggal 11 desember 2011)

12. Djamil Y, Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2009. h. 297-300.

13. Lumbantobing. 2007.Neurologi Klinik.Jakarta: Universitas Indonesia.14. Irga, 2009, Bell’s Palsy, “http://www.irwanashari.com/260/bells-palsy.html”, (diakses

tanggal 12 Desember 2011).

13