bapak fisuf hisoriografi islam melayu klasik
DESCRIPTION
Bapak Fisuf Hisoriografi Islam Melayu klasikTRANSCRIPT
Historiografi Melayu Sufistik Syair Perang Mengkasar1
Abstrak
Syair Perang Mengkasar mengisahkan sejarah Perang Makassar yang terjadi antara tahun 1666-1669. Perang antara pihak Makassar2 yang terdiri dari Goa dan Tallo pada salah satu pihak (keduanya lazim disebut Makassar) yang meliputi Melayu, Wajo, Mandar Bima, Sumbawa, Dompu dan Minangkabau serta Portugis melawan, Belanda dengan sekutunya Bugis, Soppeng, Ternate, Ambon, dan Buton. Perang ini berakhir dengan kemenangan pihak Belanda. Dalam menjelaskan perang ini penulisnya menempatkan Sultan Goa dan sekutunya sebagai pihak yang benar, sementara itu lawan-lawannya digambarkan sebagai, pencuri sesat, bidaah, hantu, iblis dan syetan. Hal ini menarik karena biasanya penulis sejarah tradisional mendukung pihak yang menang. Selain itu sekilas syair ini sama dengan historiografi tradisional lainnya. Akan tetapi jika diamati lebih cermat akan tampak bahwa ia memiliki perbedaan dengan karya lain sejenis, di antaranya sifatnya yang sufistik. Peper ini berupaya menjelaskan latar belakang dan metodologi penulisannya, sehingga syair ini patut disebut sebagai historiografi Melayu sufistik.
1 Peper ini dibuat untuk dipresentasikan di Universitas Hankuch, Korea.2 Ejaan Mengkasar digunakan untuk menyebut Syair Perang Mengkassar karya Enci Amin, sedangkan Makassar digunakan untuk menyebutkan kota Makassar atau suku bangsa Makassar di Sulawesi Selatan.
1
Historiografi Melayu Sufistik Syair Perang Mengkasar
Pendahuluan
Sebagai suatu peninggalan tertulis Syair Perang Mengkasar menarik untuk dikaji, karena
merupakan perpaduan karya sastra, sejarah dan relegi berbahasa Melayu dan huruf Melayu
tentang suatu kerajaan yang memiliki bahasa dan huruf tersendiri. Pada masa itu Goa memiliki
tulisan tersendiri, yakni huruf lontara Jangang-jangang, dan punya bahasa sendiri yaitu bahasa
Makassar. Syair ini ditulis oleh Enci Amin seorang keturunan Melayu Johor dan Makassar
dengan subyektivitas budaya Melayu, namun mengagumi Sultan Goa. Syair Perang Mengkasar
mengisahkan peristiwa sejarah Perang Makassar yang terjadi antara tahun 1666-1669. Perang
antara pihak Makassar yang terdiri dari Goa dan Tallo pada salah satu pihak (keduanya lazim
disebut Mengkasar) yang meliputi Melayu, Wajo, Mandar Bima, Sumbawa, Dompu dan
Minangkabau3 serta Portugis melawan, Belanda dengan sekutunya Bugis, Soppeng , Ternate4,
Ambon, Buton5, dan Inggris. Perang ini berakhir dengan kemenangan pihak Belanda Namun
dalam menjelaskan perang ini Enci Amin menempatkan Sultan Goa dan sekutunya sebagai pihak
yang benar, pemberani, dan cerdas, sementara itu lawan-lawannya digambarkan sebagai pihak
yang takut, gentar, pencuri, sesat, bida’ah, sebagai hantu, iblis, syetan dan malang. Hal ini
menarik karena kebanyakan penulis sejarah tradisional ditulis sebagai pujian kepada pihak yang
menang. Peper ini berupaya menjelaskan apa latar belakang dan metodologi penulisannya,
sehingga historiografi ini disebut sebagai historiografi Melayu sufistik. Pembahasan akan
dimulai dengan menjelaskan keseluruhan perang Makasar, latar belakang Enci Amin menulis
historiografi yang memihak Sultan Goa dan karyanya. Khusus untuk karyanya akan dibahas
dimensi metodologi sufistiknya.
Latar Sejarah Syair Perang Mengkassar
3 Skinner,C. (Ed.) Enci’ Amin. (Jurutulis Sultan Hasanuddin) Syair Perang Mengkassar, sebuah reportase sastrawi bergaya Melayu dan Juru tulis Sultan Hasanuddin tentang kejatuhan akan salah satu kerajaan terbesar di awal Abad XVII. Jakarta: KITLV, 2008., p. 103. Bait 229.4 Ibid., p. 103. Bait 222.5 Ibid. p. 102. Bait 221.
2
Perang Makassar terjadi akibat ambisi Belanda untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah
di Maluku, untuk itu Belanda melarang pedagang Makassar, berdagang ke Maluku. Makassar
pada waktu itu adalah kerajaan terbesar di Asia Tenggara yang menganut perdagangan bebas
dan terbuka, telah menikmati berbagai keuntungan. Para pelaut dan niaga Makassar berlayar ke
Maluku menjual produk lokal yakni beras dan tekstil dari Makassar dan selanjutnya ditukar atau
membeli rempah-rempah yang akhirnya dijual ke Malaka atau Jawa. Pada masa itu para pelaut
Makassar telah berlayar di seluruh Nusantara seperti yang dapat diketahui dari Hukum Pelayaran
Amannagapa.
Bisnis rempah-rempah pada abad 15, bahkan sebelumnya sangat menguntungkan. Pelayaran
niaga pada masa itu dilakukan secara berantai. Bermula dari Maluku ke Makassar, selanjutnya ke
Jawa, sesudah itu ke Malaka; dari Malaka selanjutnya ke India, kemudian ke Persia, dan Arab.
Akhirnya ke Mesir atau ke Turki. Dari Mesir ke Romawi (Italia). Minimal Sembilan pedagang
yang diuntungkan oleh pelayaran niaga dari Maluku sampai ke Eropa termasuk Spanyol,
Portugis dan Belanda. Dorongan untuk berlayar selama berbulan-bulan, sudah tentu karena
keuntungan sangat besar. Keinginan mendapat keuntungan yang sangat besar bangsa-bangsa
Eropa, yakni Spanyol, Portugis dan Belanda melakukan pelayaran-pelayaran ke dunia timur.
Mereka bersedia mengeluarkan dana besar, bahkan bersedia berperang untuk memperoleh
rempah-rempah, untuk dijual di pasaran Eropa.
Pelayaran-pelayaran Spanyol dan Portugis telah dimulai pada abad 15 sebagai bagian dari
Perang Salib, oleh karena itu mereka berlayar dengan armada dengan sejumlah besar prajurit
memerangi kerajaan-kerajaan Muslim yang ditemuinya. Demikian Bartolomeus Dias (Portugis)
sesudah berhasil menemukan Tanjung Harapan (di ujung jazirah benua Afrika) pada tahun 1488, ,
Sepuluh tahun berikutnya (1498) Vasco Da Gama melintas Samudera Hindia dan tiba Kalicut, India.
Akhirnya pada tahun 1511 Alfonso de Albuquerque, tiba Nusantara dan menghancurkan kerajaan
Malaka6. Pengungsian terjadi secara besar-besaran. Akibatnya berkembanglah kota-kota pantai
di jalur pelayaran dari Malaka menuju Maluku. Berkembanglah kota-kota pantai utara Jawa
(Banten, Jayakatra, Demak dan lain-lain), Banjarmasin di Kalimantan Selatan bahkan kota-kota
6 Para petualang pelayan-pelayaran itu antara lain, Vasca Da Gama dan Alfonso de Albuquerque. Bartolomesus dias berhasil mmenemukan Tanjung Harapan di ujung Selatan Benua Afrika aKhirnya pada tahun 1511 tiba di Malaka.
3
pantai di Sulawesi Selatan. Boleh jadi leluhur Enci Amin adalah salah seorang pengungsi
Malaka yang menetap di Goa. Ketika Portugis sampai Sulawesi Selatan, pada masa itu masih
kerajaan Goa belum menganut agama Islam, oleh karena itu tidak terjadi peperangan, melainkan
persahabatan dan perdagangan.
Belanda baru datang ke Nusantara kira-kira satu abad kemudian. Pada 27 Juni 1596 Ekspedisi
Belanda dipimpin Cornelis de Houtman tiba di Banten. Pada 20 Maret 1602 orang-orang
Belanda mendirikan Vereinigde Oostindische Compagnie (VOC), selanjutnya masih pada tahun
yang sama mereka mendirikan kantor dagangnya di Ambon. VOC membayangkan mendapat
keuntungan yang sangat besar dengan cara menjual rempah-rempah langsung dari Maluku ke
Eropa. Keuntungan yang selama ini diperoleh sekitar sembilan pedagang akan diambilnya
sendiri. Realisasinya pada tahun VOC mengeluarkan larangan pedagang Makassar berdagang di
Maluku, untuk mendapatkan monopoli rempah-rempah. Larangan ini sangat merugikan kerajaan
Goa, karena perdagangan rempah-rempah merupakan suatu sumber pendapatan terpenting. Para
bangsawan kehilangan sumber pendapatan dari perdagangan ini. Demikian juga para petani padi
merugi karena produknya tidak dapat dijual ke Maluku. Larangan perdagangan merugikan
seluruh lapisan social penduduk kerajaan Makassar. Hal ini merupakan awal konflik antara Goa
dan VOC.
Namun perang yang sesungguhnya baru dimulai pada tahun 1666, ketika kondisi perekonomian
Makassar sedang krisis. Pada pihak lain ketika itu VOC memperolah sekutu baru yakni Kerajaan
Bone (Bugis), Buton dan Ternate. Ketiga sekutu ini mendukung VOC akibat dendam atau
persaingan mereka dalam memperebutkan hegemoni kekuasaan di Nusantara Timur.
Pembangunan politik kerajaan Goa telah menimbukan permusuhan terus menerus dengan Bone
yang dipimpin Arung Palakka. Fokus perhatian Enci Amin adalah perang sejak tahun 1666.
Visi dan Misi Penulisan
Syair Perang Mengkassar selesai ditulis antara tahun sesudah Perang Makassar berakhir sampai
meninggalnya Sultan Hasanuddin. Alasannya, pertama syair tidak menyebutkan kematian Sultan
4
Hasanuddin pada 12 Juni 16707 dan kedua menyebutkan Arung Palaka sebagai Tunderu yang
berasal dari to unru (bahasa Bugis), yang artinya penakluk. Dengan kata lain ia telah mengetahui
bahwa Arung Pallaka adalah pemenang perang.
Enci adalah gelar kebangsawan dari kerajaan-kerajaan Johor dan Semenanjung Melayu. Jadi,
leluhur Enci Amin adalah migran dari Johor yang telah menikah dengan perempuan Makassar.
Boleh jadi ayahnya lebih tepat dikatakan dari Malaka yang pada masa itu telah runtuh dan
digantikan Johor. Secara historis tidak ada dendam antara negerinya dengan VOC dan sekutunya
kerajaan-kerajaan Bugis. VOC yang berkuasa di Malaka pada tahun 1641, dengan merebutnya
dari Portugis. Dalam perebutan Malaka VOC dibantu Johor. Sementara itu Johor adalah kerajaan
yang menampung para migran Malaka yang diduduki Portugis pada tahun 1511. Namun dalam
karyanya jelas keberpihakan Enci Amin kepada Sultan Goa. Salah satu pertimbangan karena
kekagumannya kepada Sultan Hasanuddin, yang arif bijaksana, sempurna pengetahuan dan
agamanya. Kebanyakan karya historiografi ditandai etnosentisme memuji rajanya dan negerinya,
tetapi Enci Amin, justu memuji suku atau bangsa lainnya. Kesediaan menerima bangsa lain
sebagai bangsanya sendiri.
Dalam hal ini Enci Amin bukan menulis semata-mata sebagai bentuk imajinasi. Ia menulis
dengan kesadaran akan mendiskripsikan peristiwa seperti apa adanya secara aktual. Sebagai
Muslim Enci memulai syairnya dengan mengucap “Bismillah, yang artinya dengan nama nama
Allah. Dengan cara itu ia menulis syair sebagai bagian dari ibadah, sehingga
dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak. Dalam rangka itu ia menulis pujian dan
kecintaannya kepada Sultan, para pahlawan, bangsawan dan kepahlawanan rakyat Mengkassar
khususnya dan sekutu Makassar pada umumnya.
Sesuai dengan tradisi penulisan sejarah pada waktu itu, syair ini ditulis tanpa menyebutkan tahun
kejadian. Penggunaan syair yang ditulis dengan bahasa Melayu abad 17 dan ajaran Sufisme yang
terdapat dalam Syair Perang Mengkassar, menjadikan karya ini sulit dipahami oleh orang
kebanyakan. Namun semakin dikaji akan didapatkan keindahan, dan nampak menjadi semakin
7 Pengkajian (Transliterasi dan Terjemahan) Lontara Bilang Gowa dan Tallo (Naskah Makassar). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan Lagaligo 1985/1986, p. 91.
5
berbobot. Pembaca dapat mengerti konteks sejarah syair itu jika mengerti sejarah Perang
Makassar. Syair terdiri dari 534 bait puisi yang setiap alinea terdiri dari empat kalimat. Versi
yang dikenal saat ini merupakan suntingan C. Skinner. Syair yang panjangnya 2.136 baris ini
menceritakan perang antara VOC dengan kerajaan Goa yang berlangsung antara tahun 1667-
1669. Syair ini ditulis dalam bahasa Melayu. Kajian atas ejaannya membuktikan ada persamaan
dengan bahasa Melayu Minangkabau, yang juga digunakan di Johor, Riau dan Aceh dan Banjar,
serta Kutai.8 Meskipun ditulis di Makassar syair ini tidak memperlihatkan pengaruh bahasa
Makassar dan Bugis. Sebaliknya ditemukan kosa kata Aceh dan Minangkabau dan kebudayaan
Jawa. Jumlah ini sudah tentu merupakan prestasi tersendiri, karena dewasa ini sulit kita
menemukan kisah sejarah yang ditulis dengan puisi, sepanjang itu. Masing-masing kalimat
terdiri atas empat kata, meski ada yang lima kata tetapi sangat jarang. Bait-bait syair dipertalikan
dengan persamaan vocal pada akhir kalimatnya. Suatu penulisan yang butuh keterampilan untuk
memadukan pemikiran dan kosa kata dan keindahan. Kisah kaum Quraisj yang menyangsikan
firman-firman Tuhan. Nabi Muhammad meyakinkan bahwa ia wahyu yang diterimanya adalah
firman, karena kalimatnya sangat indah, syarat dengan syair. Nabi selanjutnya menantang
kaumnya untuk membuat syair yang sama kualitasnya dengan firman Tuhan. Ternyata tidak
dapat menciptakannya. Sudah tentu kualitas Syair Perang Mengkasar tidak patut
diperbandingkan dengan Al Qur’an, tetapi setidaknya Enci Amin berhasil menciptakan sejarah
dengan bahasa yang indah.
Bahasa dan huruf Melayu, lebih luas jangkauannya dibandingkan dengan menggunakan bahasa
Makassar. Penggunaan huruf Melayu memungkinkan untuk dibaca berbagai suku bangsa
terutama yang beragama Islam, sebab huruf Melayu sesungguhnya adalah huruf Arab yang
digunakan untuk menulis kitab suci Al Qur’an, yang dihilangkan tanda-tanda baca vokal. Bahasa
Melayu pada masa itu sudah menjadi lingua franca (bahasa perantara, yang lazim digunakan
dalam perdagangan antar suku dan bangsa di Nusantara.
Dapat diperkirakan bahwa Enci Amin mengenal benar Sultan Hasanuddin, karena ia adalah
orang dekat dengan raja, sebagai juru tulis yang mencatat perundingan/perjanjian yang dibuat
8 58.6
oleh Sultan Hasanuddin dengan pihak Belanda. Skinner menyebutnya Enci Amin sebagai
jurutulis pada urutan terakhir dari tim Sultan Hasanuddin, ketika berunding dengan VOC.9
Namun lebih dari itu, sebagai juru tulis telah banyak karyanya tulisannya untuk negeri
Mengkassar. Pada seluruh karyanya dilandasi dengan janji kebenaran obyektivitas. Dalam Syair
ia berjanji bersikap jujur kepada Sultan.
Jujur adalah sifat hamba Allah:
Jikalau aturnya banyak dan salah,
janganlah apa tuan menyumpah,
demikianlah adat hamba Allah,
mengindar ia khilah dan salah.
Mana yang kurang tuan tambahi
Janganlah kami tuan sumpahi
Dimana boleh seperti pengganti
Mengarang kitab berpeti-peti10
Ia mengaku telah menulis untuk Sultan yang jumlahnya berpeti-peti. Menarik untuk dieksplorasi
kembali. Masih banyak karyanya yang belum dibaca dan dikaji, tetapi sudah tidak dapat
ditemukan lagi. Selain itu ia menunjukkan pengetahuannya yang cermat atas para pembesar
kerajaan. Boleh jadi pendapat Skinner benar (hanyalah jurutulisan rendahan) karena Enci Amin
ternyata tidak paham dengan latar belakang sikap raja menyangkut kebijakan politik dan
ekonomi. Bagaimana sistem pertahanan Makassar, kerugian-kerugian ekonomi baik raja,
pedagang maupun petaninya. Tidak ada uraian tentang pertimbangan-pertimbangan dan
perdebatan politik di kalangan bangsawan dan birokrat kerajaan. Namun tidak dapat diingkari
bahwa ia memandang perang Makassar dari perspektif religious, yakni perang antara kebaikan
dan kejahatan.
9 C.Skinner (Ed.) Enci’ Amin (Jurutulis Sultan Hasanuddin) Syair Perang Mengkassar, sebuah reportase sastrawi bergaya Melayu dan Juru tulis Sultan Hasanuddin tentang kejatuhan akan salah satu kerajaan terbesar di awal Abad XVII. (Jakarta: KITLV, 2008), p. 20-21. Ketika Syair dibuat nama Makassar lazim digunakan oleh orang asing, yakni menyebut wilayah antara Sungai Garrassi dengan SambungJawa. Di wilayah itu terdapat benteng Somba Opu. Skinner, opcit., p.2. 1569 voc bangun loji di Makasar.10 C.Skinner (Ed.), op. cit., p. 101, bait 206.
7
Isi Syair Perang Mengkassar.
Syair Perang Mengkasar dapat ditempatkan sebagai hasil kesusateraan dan karya sejarah. Syair
ini terdiri dari 534 bait puisi yang setiap alinea terdiri dari empat kalimat. Syair yang
panjangnya 2.136 baris. Masing-masing kalimat terdiri atas empat kata, meski ada yang lima
kata tetapi sangat jarang. Bait-bait syair dipertalikan dengan persamaan vocal pada akhir
kalimatnya. Suatu penulisan yang butuh keterampilan untuk memadukan fakta sejarah, kosa kata
dan keindahan. Jumlah ini sudah tentu merupakan prestasi tersendiri, karena dewasa ini sulit kita
menemukan kisah sejarah yang ditulis dengan puisi, sepanjang itu.11 Adapaun synopsisnya sesuai
dengan pendapat Skinner adalah :
Ada pun isi sinopsis Syair Perang Mengkassar secara berurutan berdasarkan bait sejak awal
sampai akhir adalah, sesuai pendapat Skinner adalah:
Pembukaan terdiri dari bait 1-28.
bait 1-12: adalah doxology atau puji-pujiaan, pandangan tentang hakikat kebenaran hidup, dan
niat penulisan).
13-24 : persembahan, sanjungan kepada Sultan Goa dan kepribadiannya
25-28 : pernyataan pengarang untuk menulis dengan benar.
Selanjutnya mengisah awal perang yakni pada bait 29-91.
29-40: Persiapan dan keberangkatan ekspedisi VOC ke Makassar.
41-66: Orang Makassar mengikrarkan sumpah setia kepada Sultan dan kebencian kepada
Belanda, sebagai Nasrani yang dianggapnya sebagai pihak yang jahat dan sesat
67-91: pertukaran surat antara Sultan dengan VOC
11 Kisah kaum Quraisj yang menyangsikan firman-firman Tuhan. Nabi Muhammad meyakinkan bahwa ia mendapat wahyu yang diterimanya dari Allah, karena kalimatnya sangat indah, syarat dengan syair. Nabi selanjutnya menantang kaumnya untuk membuat syair yang sama kualitasnya dengan firman Tuhan. Ternyata kaum Quraisj tidak dapat menciptakannya. Sudah tentu kualitas Syair Perang Mengkasar tidak patut diperbandingkan dengan Al Qu’an, tetapi setidaknya Enci Amin berhasil menciptakan sejarah dengan bahasa yang indah.
8
Ekspedisi VOC ke Buton (bait 92-135)
92-135: kekalahan pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaéng Bonto Marannu
Eskpedisi VOC mengunjungi Maluku (bait 156-148)
136-143: Sultan Ternaté bergabung dengan ekspedisi
144-148: sanjungan buat Sultan Goa, sebagai pihak yang benar
Pemberontakan orang Bugis (bait 149-206)
149-174: Sultan Tallo’ mengalahkan orang Bugis di Mampu
175-183: kemenangan Mengkasar yang di pimpin Sultan di Pattiro
184-203: pemenang kembali ke Makassar
204-206: permohonan maaf pengarang tentang kekurang akuratannya
Perang Makassar Pertama (bait 207-423)
207-222: armada VOC tiba di sekitar Makassar: Bantaéng diserang
223-239: utusan Speelman dihina
240-247: Makassar mempersiapkan serangan
248-282: pertempuran pada hari pertama—saling-bombardir
283-290: pengeboman berlanjut
291-292: ‘pengarang mohon dikenang’
293-306: upaya VOC untuk menguasai Batu-Batu dipatahkan
307-324: VOC menyerang Galésong 18-19 Agustus 1667
325-366: VOC mendarat di Batu-Batu: pertempuran sengit berkecamuk
367-385: korban di pihak Makassar
386-401: perundingan damai; kepanikan
402-414: sanjungan buat Sultan Goa dan Tallo’
415-423: perdamaian disepakati.
VOC di Ujung Pandang (bait 424-459)
424-435: VOC menetap; orang Makassar muak
9
436-448: beberapa Karaéng dari Makassar membelot ke VOC dan bergabung dalam
penyerangan ke Sanraboné
449-459: Bala bantuan dikirim dari Makassar ke Sanraboné di bawah pimpinan Karaéng
Jarannika.
Perang Makassar Kedua ( bait 460-513)
460-471: serangan VOC ke Sanraboné dipukul mundur.
472-477: Perwakilan Dagang Inggris dibakar VOC; namun serangan dipukul mundur
478-486: pertempuran berlanjut
487-513: penyerbuan terhadap pusat pertahanan Makassar yang tersisa; benteng dihancurkan;
pasukan Makassar mundur ke Goa.
Penutup ( bait 514-534).
514: moral cerita
515-519: perjanjian damai terakhir dari Perang Makassar.
520-524: kesimpulan pengarang, tentang kisah para pahlawan Makassar yang memperoleh Islam
525-534: pengarang mengungkapkan identitas dirinya dan mohon maaf untuk kali terakhir.12
Secara menyeluruh uraian menunjukkan focus perhatiannya kepada Perang Makassar. Sesudah
mengemukakan pujian, selanjutnya dibahas perang Makassar. Perang diawali dengan pertemuan
antara Jenderal Welanda (Belanda), yakni Kornilis Sipalman (Cornelis Speelman) dengan
Tunderu (Arung Palalaka) di Buton. Sipalman menjanjikan Tunderu (Arung Palakka) sebagai
panglima perang menjadi Raja Bugis, jika dapat mengalahkan Mengkassar13. Hal ini menjadi
sebab buntunya perundingan antara pihak Makassar dan Belanda, karena Tunderu berambisi
menjadi raja Bugis.
12 by Enci’ Amin, C. Skinner (Editor) Published August 2008 by Ininnawa dan KITLVhttp://www. Goodreads.com/author/show/6255336. Syair-perang- mengkassar*other_review. 13 Baca bait 31.
10
Pada waktu itu Goa berada pada puncak kebesarannya. Ia tinggal di Somba Opu didampingi
Daeng ri Boko yang berkedudukan sebagai Syahbandar. Goa tidak lagi melakukan ekspansi
wilayah kekuasaan. Sultan Hasanuddin adalah berkedudukan sebagai maharaja yang membawahi
sedikitnya 23 raja, yang tinggal di sekitar Goa dan Telo. Para raja bergelar Karaeng dan Datu.
Di antara mereka adalah 1.Karaeng Popo; 2. Karaeng Lengkes, 3. Karaeng Garasi yang tua, 4.
Karaeng Madjanang saudara Sultan, 5. Karaeng Pajalingang, 6. Karaeng Bonto Sungu, 7.
Karaeng Balo, 8. Karaeng Mandale, 9. Karaeng Mamu, 10. Karaeng Mabela, 11. Karaeng
Patunga, 12. Karaeng Tompong 13. Karaeng Ketapang, 14. Karaeng Jaranika, 15. Daeng
Marewa, 16. Karaeng Laksamana, 17. Karaeng Sanderabone. 18. Datu Lenang , 19. Karaeng
Patene, 20. Datu Amar Diraja, 21. Datu Maharajalela,, 22. Daeng Marupa,23. Raja Bontoala, 24.
Raja Mandar, Balanipa, 25. Raja Lubu. 26. Daeng ri Boko Syahbandar Tua. 27. Karaeng
Bangkal, 28. Datu Gagah, 29. Karaeng Lanang. 30. Karaeng Layo. Wilayah kekuasaan Sultan
meliputi Bantaeng, Mandar, Luwu, Manado, Bima, Sumbawa, Dompu, Sulu dan Brunei. Dengan
demikian apabila raja-raja bawahan di luar wilayah Makassar itu juga dijumlahkan akan
mencapai minimal 25 raja,.
Sufisme Hamzah Fansuri.
Terdapat persamaan antara Syair Perang Mengkassar dengan syair sufistik Hamzah Fansuri dari
Aceh. Hamzah hidup kira-kira setengah abad sebelum Syair Perang Mengkasar ditulis. Oleh
karena itu Enci Amin yang meniru syair itu. Hal ini tidak dapat dianggap sebagai kejahatan
plagiat dalam dunia akamik modern. Pada kalangan umat beragama terdapat kayakinan adanya
ayat-ayat yang suci dan sacral yang dianut para pengikutnya. Oleh karena itu persamaan ini
membuktikan bahwa Syair Perang Mengkasar menrupakan syair sufistik. Persamaan itu sebagai
berikut;
Pada Syair Perang Mengkasar bait 146 berbunyi:
Syahi alam raja yang adil
Raja khalifah sempurna kamil
Wali Allah sempurna wasil
Lagi arif lagi mukail
Sedangkan syair Hamzah Fansuri bunyinya.
11
Syah alam raja yang adil
Raja Qutub yang sampurna kamil
Wali Allah sampurna wazil
Raja arif lagi mukamil
Raja khalifah sempurna kamil, maksudnya adalah Sultan diyakini sebagai pemimpin dunia yang
sempurna pada tingkatan kemanunggalan dengan Tuhan, yang dimungkinkan karena pemahaman
kebenaran hakekat atau sejati.14 Pandangan ini terkait pada bait 14, yang menjelaskan Sultan
mengetahui ilmu empat belas, yakni ilmu perlu dipahami untuk menuju tingkat kesempurnaan.
Tuanku sultan yang amat ghana
Sempurna arif lagi bijaksana
Menetahui ilmu empat belas laksana
Mendapat hakikat yang amat sempurna15
Hubungan dengan Aceh jelas nampak istimewa. Bait Enci Amin itu sudah tentu mengambil
karya Hamzah, yang hidup lebih awal yakni akhir abad 15 dan awal abad 16, pada masa Sultan
Iskandar Muda. Hanya ada satu kata yang berbeda, yakni pada baris kedua. Persamaan itu tentu
syah-syah saja, bukan plagiat seperti yang berlaku pada komunitas akaemik di dunia modern
sekarang ini. Pada kalangan keagamaan ada suatu perkecualian untuk suatu kalimat yang sakral.
Dikalangan mereka berlaku kepercayaan jika menyimpang justru dianggap bida’ah dan sesat.
Syair-syair Enci Amin itu sudah tentu melengkapi pengetahuan tentang Islam yang telah
dikembangkan oleh yang diajarkan Dato Ribandang dan lain-lain pada tahun-tahun pertama
awal abad 17. Namun seberapa jauh hubungan antara sufisme Hamzah Fansuri yang kemudian
dinyatakan sebagai ajaran sesat oleh Sultan Iskandar Muda. Selain itu adakah hubungannya
dengan Syech Yusuf yang dinyatakan sebagai anak raja Goa, yang hidup pada masa berikutnya.
Pada masa itu di Sulawesi Selatan juga berkembang kepercayaan tradisional yang menyembah
Saweri Gading dan Lagalligo dan ada kepercayaan tentang To Manurung.
14 Skinner , op,, cit.,148.
15 Ibid., p. 77.12
Sultan Hasanuddin dalam pandangan Enci Amin adalah sebagai sufis, boleh jadi memang
penganut sufisme, sehingga syair Perang Mengkasar dapat dikategorikan sebagai syair sufistik.
Banyak istilah seperti wasil, mukamil, arif billah dan khalifah adalah istilah yang lazim
digunakan para penganut sufisme. Dalam Syair terdapat pujian terhadap Sultan Hasanuddin
yang panjangnya mencapai 28 bait, sebagai pendahuluan dari karyanya. Sultan Hasanuddin
dipuja sebagai:
Junjunganku raja yang budiman
Terlalu tahu hadis dan firman
Akan sabda nabi sangatlah aman
Bagindalah kekasih nabi akhir zaman (bait 15)
Baginda itulah raja yang saleh
Dariada awal sudah terpilih
Membaca Qur’an sangatlah fasih
Beroleh pangkat yang amat lebih (bait 16)
Tuanku Sultan yang amat sakti
Akan Allah dan Rasul sangatlah bakti
Suci dan iklas di dalam hati
Seperti air ma’al hayati (bait 17)
Daulatnya bukan barang
Seprrti manikam sudah dikarang
Jikalau dihadap segala hulubalang
Cahaya durjanya gilang gemilang (bait 18)
Raja berani sangat bertuah
Hukumnya adil kalbunya murah
Segenap tahun zakat dan fitrah
13
Fakir dan miskin sekalian limpah (bait 19)
Sultan Goa raja yang sabar
Berbuat ibadah terlalu gemar
Menjauhi nahi mendekatkan amar
Kepada pendeta baginda berajar (bait 20)
Raja dikemukakan bersifat budiman, saleh, tidak materialis “daulatnya bukan barang-barang”,
adil, pemurah, sabar, gemar ibadah, dan selalu berguru kepada orang-orang berilmu. Tipe ideal
ini sama dengan pandangan sufistik Ahmad Al Badawi yang menyatakan “barang siapa tidak
berilmu maka dia tidak bernilai, baik di dunia maupun akhirat. Barang siapa tidak dermawan
maka dia tidak punya bagian hartanya. Barang siapa tidak bersifat kasih saying terhadap makluk
Allah maka ia tidak berhak terhadap pertolongan Allah. Barang siapa tidak bersabar maka ia
tidak akan selamat dalam berbagai hal”.16
Sultan memang sangat dihormati rakyatnya. Kemana saja ia pergi rakyat dengan sukarela
mengiringinya. Enci Amin mengemukakan hal ini, ketika bepergian selalu diringi dengan serunai
dan genderang, demikian juga ketika dalam berbagai pertempuran, raja sebagai panglima
tertinggi yang memimpin induk pasukan. Ketika perundingan perdamaian berlangsung,
menyusul kekalahan Goa pada tanggal 13 November 1667, Speelman mengajukan 26 tuntutan.
Para bangsawan Goa merasa sangat keberatan dengan permintaan Speelman bahwa Sultan harus
memimpin perundingan. Seluruh bangsawan Makassar menyatakan kesediaannya hadir dalam
perundingan, menggantikan Sultan. Namun speelman menolak permintaan para bangsawan. 128
Kecintaan dan kelembutan hati Sultan juga tampak ketika Sultan meminta “segala utang buruk
kerajaan dibebankan kepada rakyatnya, selain itu ia juga menolak permintaan untuk
menyerahkan 1500 budak, melainkan akan dibayar dengan uang.17
16 Abu Al Wafa al-Ghanimi al Taftazani. Sufi dari Zaman ke Zaman. Bandung: Penerbit Pustaka, 1985. 236.17 Leonard Y. andaya, op. cit, p. 128 dan p, 126.
14
Gambaran watak lembut, dan berwibawa ini berbeda dengan sosok ideal ini beda dengan
Sawerigading (dalam gambaran Nurhayati Rahman), dan (dalam karya Frederici) Bontoriu
sebagai Jenderal yang terakhir, kerajaan Bone yang pemberani, keras, kejam yang haus darah
(suka membunuh), tetapi menjadi buron Belanda, dunia haus darah dan wanita. Tentara Belanda
tidak mengetahui bahwa ia justru selama berbulan-bulan menjadi penunjuk jalan bagi tentara
Belanda yang memburunya. Pada akhirnya ia ditangkap karena mengaku bahwa dirinya adalah
jenderal yang mereka cari. Frederisi mungkin hendak mengemukakan bahwa Bone ketika
ditaklukan pada tahun 1905 sedang mengalami demoralisasi tidak terkecuali pada kalangan
orang-orang dekat Sultan. Tentang karakter Bontoriu pada novel karangan Frederisi, seorang
mantan Asisten Residen Bone. Juga berbeda Sawerigading hanya berpikir hitam putih,
emosional, tidak dapat menahan kemarahan, mengajarkan materialistic, mengukur budipekerti
orang dan harga dirinya dari pakaiannya.Kisah berawal dari pelanggaran adat kerajaan. Ia
mencintai dan hendak mengawini saudara kembarnya. Selanjutnya mitologi Sawerigading
melakukan pelayaran-pelayaran menuju Cina dalam upaya mencari I Wecudai, yang berwajah
sama dengan We Tenri Abeng. Selama pelayaran ini Sawerigading melakukan berbagai tindak
kekejaman dan kekerasan. Keduanya hanya berpikir kalau tidak hitam pasti putih.
Amin menggambarkan perang Makassar sebagai perang antara dua pihak yakni antara kebaikan
melawan kejahatan. Antara kebenaran dan kesesatan melawan kesesatan, atau antara jalan yang
diridloi Allah melawan bidaah, iblis dan setan. Pihak yang benar adalah Makassar yang meliputi
Makassar, Melayu, Wajo, Mandar Bima (Sumbawa), Minangkabau,18dan Ternate19, sebagai
pihak Muslim melawan pihak Belanda dan sekutunya Bugis, Soppeng, Ambon, Ternate dan
Buton20. Meskipun ada dinamikanya dan perubahan koalisinya. Misalnya Raja Mampu dua kali
membelot kepada pihak Bone (Bugis).21 Karaeng Bangkal dan Luyo dari Turatea, pada mulanya
dipihak Makassar, tapi akhirnya membelot kepada VOC. Tentang kemenangan bagi Enci Amin
telah ditegaskan pada bait satu dan dua. Bunyinya adalah:
Rahman itu suatu sifat18 Skinner op.cit., p. 103. Bait 229.19 Ibid., p. 103. bait 222.20 Ibid. p. 102, bait 221.21 Baca Syair Perang Mengkasar pada bait 172 dan 173, pada karya Skinner.
15
Tiada bercerai dengan kunhi zat
Nyatanya ia tiada bertempat
Barang yang bebal sukar mendapat
Rahim itu sifat yang sedia
Wajiblah kita padanya percaya
Barang siapa mendaat dia
Dunia akhirat tiada berbahaya
Syair ini menjelaskan bahwa sifat Allah yang rahman atau pengasih itu tidak memiliki tempat.
Artinya diberikan kepada siapa saja. Allah dapat memberikan apa saja kepada siapa saja. Akan
tetapi rahim (penyayang) hanya diberikan kepada umatnya yang percaya. Sudah tentu kepada
Sultan Hasanuddin yang merupakan kekasih Nabi Muhammad (utusan Allah di akhir Zaman.
Pihak Sultan berada pada pihak beruntung, meskipun kalah dalam perang. Hal ini Nampak pada
bait 126. Bait ini mengomentari kekalahan Mengkassar dalam pertempuran di Buton.
Pekerti Welanda Bugis jang serau,
banyaklah Mengkassar dibuangnya ke pulau,
dimurkai Allah juga engkau,
di akhirat kelak tergagau-gagau. (Bait 126)
Welanda (nama lain dari Belanda) pasti mendapat hukuman di akhirat. Dalam sufisme terdapat
pandangan bahwa orang-orang yang dekat/menyatu pada Allah tidak mati. Di akhir zaman akan
memperoleh kemenangan. Hal ini nampak jelas pada bait yang mengisahkan peperangan di
Buton, Pihak Makassar menderita kekalahan hebat. Setelah berhari-hari bertempur menjadi
sangat letih dan akhirnya Bonto Maranu menyerah. Mereka, laskar Makassar yang berjumlah
antara 5000-9000 orang ditawan dan dibuang ke sebuah pulau, akhirnya mati kelaparan,
meskipun Bonto Maranu berhasil melarikan diri. Dari kisah ini Enci Amin menulis;
Jikalau ada daulat raja yang besar
Selamat juga negeri Mengkasar
Dimenangkan Allah dari pada si kuffar
Disanalah kelak ia membayar. (Bait 129).
Ketika pertempuran berakhir dengan kekalahan pihak Makassar, berkembang keyakinan bahwa
perang tidak sebatas di dunia. Tidak mungkin Tuhan membiarkan umatnya, sebab perilaku dan
16
sifat orang Belanda dan Bugis kejam dan sesat. Pasti pekerti mereka menyebabkan kemarahan
Tuhan. Diakhirat pasti mereka akan berteriak-teriak disiksa Tuhan. Raja Lubu (Luwu) justru
menyampaikan janjinya akan membelah kepala mereka di akhirat, meskipun telah berhasil
menjadi penguasa di dunia.
Enci Amin mengisahkan kepahlawan para pejuang Mengkassar yang tidak pernah gentar dan
penuh keberanian, meskun terdesak dari benteng-benteng seperi Sanderabone, Sambung Jawa,
Ujung Pandang, dan lain-lain, bahkan akhirnya meninggalkan Somba Opu ke Goa, di daerah
pedalaman. Jumlah korban sangat besar pada kedua pihak. Namun lebih parah di pihak
Makassar, karena Belanda berhasil menguasai lautan. Sawah-sawah di pedalaman dirusak oleh
para lascar Bugis, sehingga terjadi krisis bahan makan. Akibatnya puluhan ribu penduduk
Makassar yang mati karena kelaparan. Banyak bangsawan yang membelot karena lapar. Diantara
mereka adalah Karaeng Bangkala dan Karang Luyo. Speelman pada tanggal 5 April menyurat
ke Batavia bahwa banyak musuh sekarat dan membelot kepada VOC karena kelaparan, mereka
tinggal tulang belulang.22 Perang dihentikan karena kelaparan terutama pada wanita dan anak-
anak.
Syair ditutup dengan mengemukakan bahwa seluruh pembela Mengkasar dan para pejuangnya
adalah pahlawan yang beruntung. Pada bait 528 ia menyatakan :
Enci Amin itu punya kalam
Menceriterakan kaum Islam
Barang yang mati beroleh Islam
Kemudiannya itu wallahu’alam
Dengan syair di atas ia menyatakan bahwa para pejuang Makassar gugur memperoleh Islam.
Semua Muslim berharap mati dalam Islam, karena hal itu merupakan jaminan masuk surga.
Tanpa Islam maka kehidupan akhirat mereka akan sengsara karena mendapat siksa. Demikian
dengan syair ini Enci Amin membangun semangat religious yang memberi keyakinan akan
datangnya keadilan Tuhan pada kehidupan lain sesudah kehidupan di dunia. Perang adalah
22 Stapel. CJS p. 56 dalam Leonard Y. Andaya. Warisan Arung Pallaka. Sejarah Suawesi Selatan Abad ke 17. (Makassar: Inninawa), 2004. p.225.
17
bagian dari ibadah, perang Agama melawan kafir, pembohong, pencuri . pendusta, anjing23.
Nampaknya Enci Amin sadar bahwa bukan bangsanya yang dimasalahkan, tetapi perbuatan dan
keyakinan seseorang yang salah terhadap Allah, Oleh karena itu jika menyebutkan bangsa ia
menambahkan alasannya mengapa bersalah; misalnya Welanda Nasrani, Buton bidaah, Bugis
pencuri dan lain-lainnya.
Reaksi atas Syair Perang Mengkassar
Syair Perang Mengkassar menyudutkan orang-orang Bugis dan Sekutunya. Membangunkan
suatu keyakinan akan bangkitnya kembali kekuatan dan semangat perlawanan orang-orang
Mengkassar dan sekutunya, hal ini diyakini sebagai kehendak Illahi. Sudah tentu hal ini
menggelisahkan orang-orang Bugis. Untuk mengatasi hal ini maka dituliskan Lontara Kapala
Telum Batua, dalam bahasa Bugis dan berhuruf lontara. Oleh karena itu jelas yang dituju adalah
etnis dan komunitas Bugis, bukan di luarnya. Lontara ini ditulis sebagai pembelaan diri atas
pencitraan Bugis yang dianggap bersalah dan berdosa. Ditulis dengan mengatasnamakan petani
di pedesaan yang menderita akibat kebijakan raja-raja Goa, yang memindahkan mereka dari
desanya menjadi orang kota. Petani yang biasa hidup bertani, dipisahkan dari tanah dan
sawahnya, dipaksa hidup dalam keterasingan. Perlawanan terhadap Goa merupakan nasib atau
we’re (Bugis) dan Sareang (Makassar), atau tidak ada hubungannya dengan Tuhan, perang itu
sama sekali merupakan perbuatan manusia. Melawan raja Goa tidak berarti melawan Tuhan.
Sementara itu kemenangan Bugis memang merupakan takdir atau toto dalam bahasa Bugis.
Sudah ditakdirkan bahwa Makassar kalah. Sudah seperti itu kehendak Allahi, tidak ada yang
dapat mengubahnya. Artinya tidak dapat dikatakan sebagai perang antara kebenaran lawan
kesesatan, antara yang baik dan yang jahat. Jadi Perang Makassar sudah selesai semata-mata
hanya urusan duniawi. Urusan diakhirat berbeda lagi ukurannya.
Kesimpulan.
Syair Perang Mengkasar masih nampak sebagai historiografi tradisional dengan corak raja
sentries. Raja ditempatkan sebagai sosok ideal, baik dalam pemikiran, tingkah laku, perasaan dan
agamanya. Enci Amin mengubah tradisi penulisan Bugis dan Makassar dengan diawali kisah To
23 Sifat-sifat itu dapat ditemukan dibanyak bait-bait syair Perang Mengkassar diantaranya pada bait .210 dan101.
18
Manurung. Ia juga mempelopori tradisi penulisan dengan menggunakan bahasa Melayu dan
huruf Arab Gundul atau Jawi. Ia mengkombinasikan sejarah dengan agama, bahkan mengadobsi
deskripsi pandangan sejarah sebagai perjuangan antara kebaikan dan kebenaran Illahi melawan
kejahatan dan syetan. Pihak yang benar meskipun dikalahkan dalam perang, tetapi akan
memperolah kemenangan diakhirat. Semuanya dikemas dengan pemikiran rasional, logis, tanpa
mitos, legenda dan dikemas dengan bahasa yang indah berupa syair. Syair padat dengan fakta
sejarah, tetapi masih ada ciri tradisonalnya yakni tidak menyebutkan angka tahun.
Patut kiranya Enci Amin digolongkan sebagai filsuf sejarah Melayu Islam Nusantara,
sebagaimana yang dilakukan St Augustine, bahkan Otto of Freissing, untuk Abad Pertengahan di
Eropa bahkan nampaknya ada dimensi keunggulannya yakni Enci Amin tidak memillah-milah
fakta. Dalam historiografi Melayu Enci Amin mendahului Raja Ali Haji, yang menyebutkan
nama dirinya sebagai pengarang. Ia unggul dari karya-karya Sultan Agung dan Amangkurat,
karena seluruh uraiannya rasional dan empiris. Meskipun demikian sudah tentu tidak dapat
diperbandingkan dengan sejarawan Barat modern seperti Valentijn dan lain-lain.
Daftar Pustaka;
Abdurazak, Daeng Patunru, Sejarah Wajo, Makassar: YKSST, 1965.
Abu Al Wafa’al Ghanini al-Taftazani. Sufi dari Zaman ke Zaman. Bandung: Penerbit Pustaka, 1985.
Anthony Reid. Sejarah Modern Awal Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 2002.
Bambang Sulistyo dan Mukhlis PaEni. Dimensi Budaya dalam Pembangunan di Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Lembaga Studi dan Pembangunan dan Kawasan, Makassar: Universitas Hasanuddin. 1994. Makalah diseminarkan di Selayar.
________________. Beberapa Keunggulan Syair Perang Mengkasar. Peper Seminar Internasional Penghargaan Lagaliga sebagai Warisan Dunia. Fakultas Sastra, 27 April
19
2012.
_______________. Makassar Multikultural,.Makassar: Pemerintah Propinsi Sulawesi selatan, 2011.
_______________, Hang Tuah antaraFakta Politik dan BudayaNusantara . Peper Seminar Internasional Serumpun di selenggarakan Universitas Hasanuddin dan University Kebangsaan Malaysia, Juli 2010.
________________.,Multikulturalisme Bima. Peper disampaikan pada Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara di Bima, 26-28 Juli 2007.
Basrah Gissing. Sejarah Kerajaan Tanete. Makassar: Sama Jaya, 2002.
Cense, A.A. Beberapa Catatan Mengenai Penulisan Sejarah Makassar-Bugis. Djakarta: Bhatara, 1970.
Edward L. Poelinggomang, Proteksi dan Perdagangan Makassar pada abad ke-19. Amsterdam : Centrale Huisdkrukkerij, 1991.
Frederick William dan Soeri Suroto. Pemahaman dan Metodologi Sejarah.. Jakarta: LP3 ES, 2008.
Kassim Ahmad, Karya Agung Hikayat Hang Tuah, Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan dan Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997.
Leonard Y. Andaya. Warisan Arung Pallaka. Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke 17.Makassar: Inninawa, 2004.
Suryadi, Leiden Institute for Area Studies, Universiteit Leiden, The Netherlands, http://hum.leiden.edu/lias/staff/suryadis.html)
Syahruddin Kasseng dkk.Pengkajian (Transliterasi dan terjemahan) Lontara Bilang Raja Gowa dan Tallok (Naskah Makassar). Makassar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Suawesi Selatan Lagaligo 1985/1986.
Kamaruddin Dkk. Pengkajian (Transliterasi dan Terjemahan) Lontarak Bilang Gowa dan Tallok (Naskah Makassar). Makassar ( Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan Lagaliga 1986/1987.
Kern, R.A. I Lagaligo, terjemahan . Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987.
20
Leonard Y., Andaya. Warisan Arung Palakka. Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke XVII. Makassar: Inninawa, 2008.
Mattulada. Latoa: Suatu Lukisan analitis terhadap Antropologi Politik orang Bugis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1986.
Mas Alim Katu. Tasawuf Kajang. Makassar: Pustaka refleksi, 2005.
Mathes, B.F. Makasaaresche Christomathie, Amsterdam, 1883.
Murtono, Sumarsaid. State and Statecraft in Old Java: A study of the later Mataram Period, Sixtenth to Nineteenth Century. Ithaka: Cornell Modern Indonesian Proyect, 1968.
Peter Gay. Historians at Work. Volume I. New York: Harper & Row Publisher, 1972.
Rahman Rahim, Nilai-nilai utama kebudayaan Bugis, Hasanuddin University Press, Makassar 1985.
Skinner,C. (Ed.) Enci’ Amin. (Jurutulis Sultan Hasanuddin) Syair Perang Mengkassar, sebuah reportase sastrawi bergaya Melayu dan Juru tulis Sultan Hasanuddin tentang kejatuhan akan salah satu kerajaan terbesar di awal Abad XVII. Jakarta: KITLV, 2008.
Sudjatmoko. Historiografi Indonesia suatu Pengantar . Jakarta: Rajawali, 1992.
Thomas Stamford Rafles. Sejarah Jawa. Jakarta: LP3 ES, 2005.
Willem van der Molen. Kritik Teks Jawa, Sebuah pemandangan umum dan pendekatan baru
yang diterapkan kepada Kunjarakrna. Jakarta:Yayasan Buku Obor, 2011.
21