banggai cardinal fish

10
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman ikan hias yang sangat tinggi. Perairan Indonesia menyimpan 4.500 jenis ikan hias air tawar dan laut sehingga dengan keragaman ini Indonesia layak disebut sebagai “surga” keragaman ikan hias. Dari jumlah ini, yang efektif diperdagangkan sekitar 100 jenis. Beberapa komoditas ikan hias air laut Indonesia menjadi primadona internasional, salah satunya adalah Ikan Banggai Cardinal (Pterapogon kauderni ) Ikan capunga banggai, sering juga disebut capungan layar atau capungan Ambon (Pterapogon kauderni ) termasuk ikan hias laut dari family Apoginidae yang merupakan jenis ikan endemik kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah (Hopkins et al., 2005). Di perdagangan ikan hias international, ikan ini selain dikenal dengan nama umum “Banggai cardinal” juga dikenal dengan nama “kaudem’s cardinal atau “longfin cardinal”(Sugama, 2008) Habitat alami Banggai Cardinal Fish dapat ditemukan di perairan laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 5 meter, dengan pH 8,1 sampai 8,4 dan suhu perairan 25 sampai 28 0C Banggai Cardinal Fish biasanya hidup secara berkoloni (bergerombol) di antara terumbu karang dan kumpulan bulu babi, setiap gerombol terdiri dari 30 sampai 40 ekor. Selain itu, ikan ini sering terlihat berenang di padang lamun. Panjang badannya sekitar 6 sampai 8 centimeter, bentuk badannya agak pipih dengan ekor

Upload: bella-sanhaj

Post on 05-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: banggai cardinal fish

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman ikan hias yang sangat tinggi. Perairan

Indonesia menyimpan 4.500 jenis ikan hias air tawar dan laut sehingga dengan

keragaman ini Indonesia layak disebut sebagai “surga” keragaman ikan hias. Dari jumlah

ini, yang efektif diperdagangkan sekitar 100 jenis. Beberapa komoditas ikan hias air laut

Indonesia menjadi primadona internasional, salah satunya adalah Ikan Banggai Cardinal

(Pterapogon kauderni )

Ikan capunga banggai, sering juga disebut capungan layar atau capungan Ambon

(Pterapogon kauderni ) termasuk ikan hias laut dari family Apoginidae yang merupakan

jenis ikan endemik kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah (Hopkins et al., 2005). Di

perdagangan ikan hias international, ikan ini selain dikenal dengan nama umum “Banggai

cardinal” juga dikenal dengan nama “kaudem’s cardinal atau “longfin cardinal”(Sugama,

2008) Habitat alami Banggai Cardinal Fish dapat ditemukan di perairan laut dangkal

dengan kedalaman 0 sampai 5 meter, dengan pH 8,1 sampai 8,4 dan suhu perairan 25

sampai 28 0C

Banggai Cardinal Fish biasanya hidup secara berkoloni (bergerombol) di antara

terumbu karang dan kumpulan bulu babi, setiap gerombol terdiri dari 30 sampai 40

ekor. Selain itu, ikan ini sering terlihat berenang di padang lamun. Panjang

badannya sekitar 6 sampai 8 centimeter, bentuk badannya agak pipih dengan ekor

terbelah dua mirip burung wallet, memiliki warna cokelat muda keperakan dengan

variasi bintik putih pada badan dan sirip. Ada belang melintang berwarna hitam di

badannya mulai dari sirip punggung sampai sirip perut, juga dari jari-jari lemah sirip

punggung sampai dengan sirip dubur.

Ikan ini bersimbiosis dengan bulu babi (Diadem asp.) terutama ketika terancam dan

menghindari pemangsaan, cenderung berdiam di antara duri-durinya. Ikan ini juga

teramati di koloni karang bercabang, karang jamur Hellofungia spp., anemn laut terutama

Heteractis spp., Stichodactyla spp., dan Actinodendrum spp., dan karang lunak Nepthea

spp. (Vegelli &Erdman, 2002 ; Ndobe & Moore 2005).

Ikan ini umumnya terdapat di sekitar dasar pasir lembut dengan sea grass (Enhalus

acoroides). Memakan bentik kecil, plankton, dan krustase pada malam hari. Berdasarkan

perhitungan panjang relative antara panjang usus dan panjang total ikan ini, dapat

Page 2: banggai cardinal fish

dikatakan bahwa ikan ini tergolong ikan karnivora dimana panjang usus lebih pendek

dari panjang badan (Gunawan dkk., 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :

1. Bagaimana pemilihan induk yang baik pada Banggai Cardinal Fish ?

2. Bagaimana proses pemijahan Banggai Cardinal Fish ?

3. Bagaimana perawatan serta pembesaran Banggai Cardinal Fish ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini meliputi :

1. Mengetahui bagaimana induk yang baik pada Banggai Cardinal Fish

2. Mengetahui proses pemijahan Banggai Cardinal Fish

3. Mengetahui cara perawatan serta pembesaran Banggai Cardinal Fish

Page 3: banggai cardinal fish

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pemilihan Induk Banggai Cardinal Fish

Siklus reproduksi pada ikan tetap berlangsung selama fungsi reproduksi masih

normal. Reproduksi ikan erat kaitannya dengan perkembangan gonad. Banggai Cardinal

Fish dapat hidup selama 2 sampai 4 tahun, setelah mencapai ukuran dewasa yaitu ukuran

panjang standar 3,5 cm dengan umur 9-12 bulan, siap menghasilkan keturunan. 

Jenis kelamin ikan banggai cardinal fish tidak dapat dibedakan hanya dengan

mengamati morfologinya saja, maka perlu dilakukan suatu pengamatan yang seksama untuk

memperoleh identifikasi yang benar. Menurut Marini (1999) dalam Sugama (2008,

disebutkan bahwa jenis kelamin ikan banggai cardinal fish dapat dibedakan dari sirip

punggung kedua dimana ikan jantan umumnya mempunyai sirip punggung kedua lebih

panjang dari yang betina. Tetapi berdasarkan pengukuran dan mengamatan gonad ternyata

hal ini tidak selalu benar. Lubang genital induk betina terlihat lebih bulat dan besar dan

bagian perut juga lebih bulat dibandingkan dengan induk jantan yang mempunyai lubang

genital yang jauh lebih kecil dan bagian perut yang lebih lancip seperti pada gambar :

Ikan

banggai cardinal fish mengalami kematangan gonad pertama pada ukuran panjang standar

dari 30 mm bukan berarti bahwa setiap ikan yang telah mencapai ukuran tersebut, gonadnya

dapat terdeteksi . terdapat banyak ikan yang mempunyai bobot gonad mendekati nol

walaupun ukurannya sudah besar. Hal menunjukkan bahwa induk yang memijah atau

mengalami absorbs, gonadnya kosong dalam beberapa waktu dan kemudian mengalami

perkembangan gonad kembali. Berarti, setelah memijah pada periode waktu tertentu, induk

betina akan istirahat dan pada periode berikutnya akan memulai perkembangan gonad dari

Page 4: banggai cardinal fish

awal kembali. Ini memperkuat dugaan bahwa pola pemijahan ikan ini lebih cenderung

dikelompokkan sebagai sinkronis periodik (asinkronis) (Gunawan dkk., 2010).

Dalam penanganan induk perlu ketelitian khusus baik itu kondisi induk

maupun terhadap kualitas air dalam bak pemeliharaan. Induk yang sakit biasanya kurang

nafsu makan, pergerakan tidak normal dan biasa juga ditandai dengan adanya perubahan

warna yang agak kemerah-merahan di bagian badan antara kepala dan sirip punggung. Untuk

menjaga kualitas air maka setelah pemberian pakan dilakukan, kotoran dan sisa pakan di

dasar bak dibersihkan dengan menggunakan alat penyedot (sipon) serta lemak yang

mengapung dipermukaan diusahakan terbuang melalui pipa pembuangan atau diangkat

langsung dengan serokan agar kualitas air tetap terjaga.

2.2 Pemijahan Banggai Cardinal Fish

Induk-induk betina yang matang gonad dan siap memijah ditandai dengan perutnya

yang membuncit dan terpisah dengan kawanan ikan yang lain. Ikan banggai cardinal fish

memijah setelah memperoleh pasangannya dan membutuhkan ruang yang memadai untuk

memijah. Selama proses perkawinan, induk banggai cardinal fish membutuhkan ketenangan

(tidak diganggu oleh induk yang lain). Jika terganggu dapat saja telurnya tidak dibuahi oleh

ikan jantan atau telur yang sudah dierami oleh induk ikan jantan dikeluarkan kembali. Atau

juga gonad yang dihasilkan oleh induk ikan betina dapat diserap kembali karena adanya

gangguan dari ikan yang lain. Hal ini dapat diketahui dengan adanya telur yang ditemukan

dalam bak pemeliharaan, baik telur yang tidak dibuahi maupun yang dibuahi namun

dikeluarkan lagi dari mulut ikan jantan (Gunawan dkk., 2010).

Sebelum memulai pemijahan, biasanya ditandai dengan induk jantan berenang

meliuk-liukkan tubuhnya di sekitar induk betina untuk memancing atau merangsang induk

betina untuk melakukan perkawinan.Setelah proses pemijahan selesai, induk jantan akan

mengerami telur-telur yang telah terbuahi ke dalam mulutnya. Proses pengeraman telur ini

dilakukan selama 15-18 hari. Selama waktu tersebut, induk jantan tidak makan dan tetap

menjaga telur tersebut. Pada saat pencucian bak terutama diwaktu pemindahan induk perlu

kehati-hatian karena induk jantan yang merasa terganggu akan memuntahkan telur yang

dieraminya.

Page 5: banggai cardinal fish

Dalam memelihara calon induk/induk dilakukan pergantian air sebanyak 25% per hari

(dengan volume sesuai air yang dibuang saat penyiphonan). Pakan yang diberikan berupa

copepoda dan artemia dewasa dengan penambahan multivitamin, vitamin C dan E.

Pemeliharaan calon induk/induk dilakukan di bak terkontrol dengan ketinggian air 100 cm.

Untuk memicu terjadinya pemijahan induk BFC, maka dilakukan teknik manipulasi

lingkungan. Teknik tersebut dilakukan dengan mengurangi ketinggian air sampai dengan 30

cm dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian ketinggian air dikembalikan ke ketinggian awal

dan didiamkan kembali selama 24 jam. Perlakuan ini dilakukan 3 kali berturut-turut.

Pada saat ketinggian air dinaikkan, dilakukan pemberian pakan alami berupa artemia dewasa

dan rotifera (untuk pakan larva). Setelah pemijahan, maka induk jantan akan mengerami telur

yang telah terbuahi di dalam mulutnya. Induk jantan tersebut di karantina dalam wadah

akuarium 50 liter. Dan setelah mengalami pengeraman selama 15 hari maka larva dapat

dikeluarkan dengan cara induk memuntahkan larva dari dalam mulutnya.

2..3 Pemeliharaan dan pembesaran

Benih-benih yang telah keluar biasanya tidak memiliki cadangan makanan (yolk egg)

dalam tubuhnya lagi, sehingga harus mendapatkan asupan makanan dari luar. Pakan yang

diberikan pada stadia awal adalah nauplii artemia. Pemberian naupli artemia ini berlangsung

selama ± 45 hari, kemudian selanjutnya diberikan artemia yang dewasa pada umur lebih dari

45 hari.Benih sebaiknya diajarkan makan pellet agar lebih memudahkan dalam

penanganannya. Setelah benih berumur ± 4 bulan, dapat diberikan pakan rucah yang dipotong

halus sesuai dengan bukaan mulutnya. Pakan ini diberikan sebanyak 2 – 3 kali sehari dengan

dosis sekenyangnya (adlibitum). Pemeliharaan larva dilakukan di akuarium dengan

pemberian pakan berupa R otifera dan N auplii artemia . Setelah larva mencapai ukuran > 1,5

cm maka pemeliharaan dilakukan di bak fiber dengan kapasitas 2 ton. Pada tahapan

pemeliharaan ini dilakukan pemberian pakan berupa artemia dewasa dan rotifer.

Page 6: banggai cardinal fish

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpukan

Adapun kesimpulan yang diperoleh pada makalah ini yakni :

1. Induk-induk betina yang matang gonad dan siap memijah ditandai dengan

perutnya yang membuncit dan terpisah dengan kawanan ikan yang lain. Dalam

penanganan induk perlu ketelitian khusus baik itu kondisi induk maupun terhadap

kualitas air dalam bak pemeliharaan. Induk yang sakit biasanya kurang nafsu

makan, pergerakan tidak normal dan biasa juga ditandai dengan adanya perubahan

warna yang agak kemerah-merahan di bagian badan antara kepala dan sirip

punggung.

2. Sebelum memulai pemijahan, biasanya ditandai dengan induk jantan berenang

meliuk-liukkan tubuhnya di sekitar induk betina untuk memancing atau

merangsang induk betina untuk melakukan perkawinan.Setelah proses pemijahan

selesai, induk jantan akan mengerami telur-telur yang telah terbuahi ke dalam

mulutnya.

3. Pakan yang diberikan pada stadia awal adalah nauplii artemia. Pemberian naupli

artemia ini berlangsung selama ± 45 hari, kemudian selanjutnya diberikan artemia

yang dewasa pada umur lebih dari 45 hari.Benih

Page 7: banggai cardinal fish

DAFTAR PUSTAKA

Umbas, Anytha Purwareyni., Dongoran, Ridho Karya.

Vagelli, A.A & Erman, Mv 2002. First comprehensive ecological survey of Banggai

Cardinalfish, Pteropagon kauderni , Environmental biologi of fish, 63: 1-8.

Ndobe, S. & Moore, A. 2005. Potensi dan pentingnya pengembangan budidaya in situ

Pteropagon kaurdeni (Banggai cardinalfish). Info MAI, 4(2) : 9-14.

Gunawan., Hutapea J.H., Setiawati K.H. 2010. Pemeliharaan induk ikan capungan banggi (Pteropagon kauderni dengan kepadatan berbeda. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali.